Pengaruh Model Guided Inquiry Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP Pada Konsep Tekanan

(1)

PENERAPAN MODEL

GUIDED INQUIRY

TERHADAP HASIL

BELAJAR FISIKA SISWA SMP PADA KONSEP TEKANAN.

(Kuasi Eksperimen di SMP Paramarta Unggulan – Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

RIA SETYO RINI 107016301978

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(2)

KEMENTERIAN AGAMA

FORM

Jl. lr H JuandaNo95Ciputal 1541?-lndofiesta

S{JRAT

PERNYATAAN KA

cli hawah irri, : Ria Sctyo Rini

: .lakarta, 08 Dcsernbcr lc)88 :107016i01978

: Pendidikan IPA / Fisika

:

PENCARIJIJ

MODEL ("ittlDED

INQ(tlRY TERHADAP I'IASII, I]EI,A.IAR FISIKA SISWA SMP PADA KONSEP ]'L,KANAN

: l. Dr, Sqi.1,o Milanto, M,Pcl 2, Diah Mulhayatialr, S.Si, M.Pd

Lle

qq,ra;r

-,

LrsL

=41L

-

-:

/

! No. Revisr:

L ,,_

__ LHut

_-_

_

_:

RYA SEI\DIRI

FITK FR -AKD-OOS i

--_f

fvlarer ZOrO - -- l

oi----

-_---l

*.:J.,,

-.--.----"

-

] I I

Saya yang berlanda tangatt Nanra

Tcrlpat, Tanggal i-ahir NIM

Jurusan

i

Prodi .ludul Skripsi

Doscn Pcrlbirnbing

Dengan irii rnenyatakan bahwa skripsi yang saya br-rat hrcnar-hcnar hasil kar"r-a scncliri dan saya [rerlanggung"jawab sccara akademis atas apa yang saya tulis, Pernyataan ini dihuat sebagai salah satu syarat Wisutla.

Jakarta. 26 .luni 201 1 Mahasiswa Ybs. .n'.-i,r'.>, .

Li'j, r l'. q"i$fl {

&ia-Lq1ye

Bll

NIM. r07016301978


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PEI\TERAPAI\

MODEL

GUIDED

INQAIRY SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR

KRITIS

SISWA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri

ruf$

Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: RIA SETYO RIIYI NIM: 107016301978

Dibawah bimbingan:

Pembimbing II

Diah Mulhayatiah. S.Si. M.Pd Itl-IP: 19790309 200801 2 016 NIP: 19682118 200303 1 004


(4)

I,EM BAIT PIiNCIISA

T I AN

PANITIAN MUNAQASAII

Skripsi yang berjudul

"PENGARtIH

N,{ODlil,

Gt,tlDIiD INQ(itRl'

TERI.IADAP

TIASII,

BEI,A.}AR

FISIKA SISWA

SN,tP I'AI)Z\

KONSEP TEK/tNAN" clisusun oloh Ria Sctyo ttini. NIM 10701(r30197,3. dialukarr kepada Fakultas

Ilnru

'Tarbiyah

dan

Ki:guluan LJIN Syarif' I-lidayatullah Jal<ar1a dinyatakan t,tj LLJS pada u.jian Mr-rnaqasah tanggal 26

.lurri 2014

drhadapan l)evvan Pcnguji, I(arcna

itu,

pcnulis hcrhak

ttrctttpcroleh gclar Sarjarra Penclidrkarr (S.Pcl) pacia hiriarrg Pcnrlirlrl<alr Jakarta,26 Juni 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Sidang/Kaprodi Pend.Fisika Iwan Pennana Suwarna, M.Pd NiP. 19780504 200901 I 013 Irenguji I

Irvan Permana Suwama, M.Pd NIP. 19780504 200901 I 013 Penguji

Il

Hasian Pohan, M.Si

MP. 195207A1 879030 1 009

Mengetahui,

Dekan Fakultas flmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Strarif Hidayatul lah Jakarra

26

fi^na't

f

at


(5)

i

ABSTRAK

Ria Setyo Rini (107016301978). “Pengaruh Model Guided Inquiry Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP Pada Konsep Tekanan.” Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar fisika siswa SMP dengan menggunakan model guided inquiry pada materi tekanan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Paramarta Unggulan – Tangerang Selatan pada tahun pelajaran 2013/2014. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Siswa kelas VIII-U1 sebagai kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran guided inquiry dan siswa kelas VIII-U4 sebagai kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional (model direct instruction). Instrumen penelitian yang digunakan yaitu terdiri dari instrumen tes dalam bentuk uraian untuk mengetahui penguasaan hasil belajar fisika siswa. Data instrumen tes dianalisis menggunakan analisis statistik yaitu uji-t. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji-t pada taraf signifikasi (α) = 0,05 didapatkan thitung ≥

ttabel yaitu 4,333 ≥ 2,01, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif

(Ha) diterima, hal tersebut terlihat dari nilai posttest kelompok eksperimen 88,00.

Maka dapat disimpulkan terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry pada konsep tekanan.


(6)

ii

ABSTRAK

Ria Setyo Rini (107016301978). “The Effects of Guided Inquiry Model Of Physics Students Learning Outcomes At the Junior high pressure concept.” Thesis, Physics Education Study Program, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

This study aims to determine the effect of student learning outcomes junior physics using guided inquiry model of material pressure. This study was conducted in SMP Paramarta Featured - South Tangerang in the school year 2013/2014 . The research method used was quasi-experimental. Students of class VIII - U1 as the experimental group using guided inquiry learning model and students of class VIII - U4 as a control group using conventional learning models (models of direct instruction). The research instrument used is composed of test instruments in the form of descriptions to know the physics student learning outcomes. Data were analyzed using analysis of test instruments , namely statistical ttest. Based on calculations using t-test at the significance level ( α ) =

0.05 is obtained tcount ≥ ttable is 4,333 ≥ 2.01 , so the null hypothesis ( H0 ) is

rejected and the alternative hypothesis ( Ha ) is accepted , it is visible from the posttest score group 88.00 experimentation. So we can conclude there are significant physics students learning outcomes using guided inquiry learning model on the concept of pressure.

Keywords : Guided Inquiry, physics student learning outcomes, the concept of pressure.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, hamba mengucap syukur atas rahmat dan hidayah yang telah Engkau berika. Alhamdulillah, karena atas ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini engan baik. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, do’a

dan partisipasi dari berbagai pihak. Peneliti ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Nurlaela Rifa’i, MA, Phd selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd Ketua Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Diah Mulhayatiah, S.Si, M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan sabar dalam membimbing sehingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Dosen dan Staff di UIN Syarif Hidayatullah di Jurusan IPA yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.

6. Bapak Drs. Kusman selaku Kepala SMP Paramarta Unggulan_Tangerang Selatan.

7. Ibu Tria, S.Pd selaku guru bidang studi. Atas bantuan, kebijakan dan sarannya sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik.

8. Keluarga besar SMP Paramarta Unggulan yang telah banyak membantu dan member dukungan.

9. Teruntuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Kardiman dan Ibunda Karmi yang selalu mencurahkan cinta, kasih saying, dan mengajari peneliti untuk


(8)

iv

selalu istiqomah di jalan-Nya. Hanya Allah SWT yang dapat membalas semuanya.

10.Kakak, Adik, dan Keponakan tercinta Renny Purwaningsih, Muchlis, Wulandari S Atmawijaya, Macica Anggraini, Dahlia Nur Triyani.

11.Sahabat-sahabat seperjuangan dibangku kuliah Jurusan Pendidikan IPA Prodi Pendidikan Fisika 2007 Sutrisni, Abdul Muis, Ahmad Nazaruddin yang selalu memberikan semangat, bantuan dan motivasi yang luar biasa. Teman-teman seperjuangan yang tidak bias peneliti sebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi rasa persaudaraan kita. Semoga kita semua dapat menggapai kesuksesan.

12.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Semoga semua kebaikannya dijadikan amal shaleh dan senantiasa diberikan kemuliaan, Aamiin.

Akhir kata peneliti mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan tulisan ini. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya.

Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin

Jakarta, 26 Mei 2014 Peneliti


(9)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 7

1. Model Pembelajaran Berbasis Inquiry .………. 7

a. Jenis-jenis Model Inquiry ... 12

2. Model Pembelajaran Inkuiri terbimbing (guided inquiry) ……… 16

a. Pengertian Model Pembelajaran Guided Inquiry.……….. 16

b. Tahap Pembelajaran Model Guided Inquiry.………. 17

3. Makna Belajar dan Hasil Belajar ... 19

B. Kerangka Berpikir ... 27


(10)

vi

D. Tinjauan Konsep Tekanan ………... 33

E. Perumusan Hipotesis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

B. Metode Penelitian ... 34

C. Desain Penelitian... 34

D. Variabel Penelitian ………... 35

E. Populasi dan sampel ... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 36

G. Prosedur Penelitian ... 36

H. Instrumen Penelitian ... 39

1. Instrumen Tes... 38

a. Uji Validitas ... 38

b. Reliabilitas ... 40

c. Taraf Kesukaran ... 41

d. Daya Pembeda ... 42

I. Teknik Analisis Data... 44

1. Teknik Analisis Data Instrumen Tes... 44

J. Hipotesis Statistik ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 47

1. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 47

2. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

3. Rekapitulaisi Data Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

4. Analisis Data Tes ……… 50

a. Hasil Uji Prasyarat Analisis Hasil Belajar ... 50

1) Uji Normalitas ... 50


(11)

vii

b. Hasil Pengujian Hipotesis ... 52

5. Pembahasan ……… 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 55

B. Saran ……….. 55


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen ... 39

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 40

Tabel 3.4 Kriteria Derajat (Taraf) Kesukaran) ... 41

Tabel 3.5 Hasil Analisis Taraf Kesukaran Butir Soal ... 42

Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.7 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal ... 43

Tabel 4.1 Pemusatan dan Penyebaran Data Pretest Kelompok A dan B ………... 47

Tabel 4.2 Pemusatan dan Penyebaran Data Posttest Kelompok A dan B ... 48

Tabel 4.3 Tabel Rekapitulasi Data Hasil Pretest dan Posttest……… 49

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Pengujian Normalitas Data Kelompok A dan B ………. 50

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Pengujian Homogenitas Data Posttest Kelompok A dan B ………. 51


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 29 Gambar 2.2 Peta Konsep Tekanan ... 33 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 37


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Perangkat Mengajar

Lampiran A.1 Silabus ... 61

Lampiran A.2 RPP Kelas Eksperimen ... 66

Lampiran A.3 RPP Kelas Kontrol ... 87

Lampiran A.4 LKS ... 108

Lampiran B. Instrumen Penelitian Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 119

Lampiran B.2 Pedoman Penskoran Skor ... 130

Lampiran B.3 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 132

Lampiran B. 4 Validitas Instrumen ... 136

Lampiran B.5 Reliabilitas Instrumen ... 138

Lampiran B.6 Uji Taraf Kesukaran ... 140

Lampiran B.7 Uji Daya Pembeda ... 142

Lampiran B.8 Instrumen yang Valid ... 146

Lampiran B.9 Pedoman Penskoran Skor ... 148

Lampiran B.10 Soal Instrumen ... 152

Lampiran C. Data Hasil Penelitian Lampiran C.1 Rekapitulasi Data Nilai Pretest dan Posttest ... 153

Lampiran C.2 Uji Normalitas Pretest dan Posttest ... 157

Lampiran C.3 Uji Homogenitas Pretest dan Posttest ... 175

Lampiran C.4 Uji Hipotesis Pretest dan Posttest ... 179


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti yang diungkapkan oleh Wildan Yatim, “Teknologi baru bisa berkembang jika IPA dulu yang diperkuat. Jika IPA ditahapakhirkan, kita tetaplah dalam tahap perakitan seumur hidup”. IPA merupakan sudi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.1 Oleh karena itu, IPA diprogramkan untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan tentang berbagai jenis lingkungan alam dan lingkungan buatan serta pemanfaatannya bagi kehidupan manusia.

I Made Alit M, Jenins, Whitefield & Conant dalam Zulfiani menyatakan bahwa IPA/Sains merupakan rangkaian konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan dan dikembangkan dari hasil eksperimentasi atau observasi yang sesuai untuk eksperimentasi atau observasi berikutnya.2 Melalui proses pembelajaran IPA, siswa diharapkan dapat memahami fenomena yang terjadi di alam sekitar, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi suatu produk yang bermanfaat. Di samping itu, dalam mempersiapkan diri memasuki abad milenium III atau abad ke-21 yang sangat kompetitif, diperlukan manusia-manusia yang unggul dalam bidang IPTEK, dan diyakini bahwa melalui IPA dengan pembelajaran keterampilan prosesnya memiliki potensi dan peluang paling besar untuk ikut andil dalam proses pengembangan manusia yang berkualitas, terutama aspek intelektualnya.

1

Depdiknas, Kompetensi Supervisi Akademik: Stategi Pembelajaran MIPA (Jakarta, 2008), h. 21

2

Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h. 46


(16)

2

Dalam praktik pendidikan sains, fisika merupakan salah satu cabang IPA yang memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam gelaja alam, prinsip dan konsep IPA, serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.3 Oleh karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus benar-benar dikelola dengan baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam proses pembelajaran IPA, khususnya fisika, belajar akan lebih bermakna manakala siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.4 Pengetahuan yang bermakna tidak cukup hanya melalui transfer pengetahuan dengan cara mendengarkan ceramah guru dan membaca buku. Pengetahuan bermakna diperoleh manakala siswa mampu berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya. Jerome Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif untuk memperoleh pengalaman dalam menemukan prinsip-prinsip.5

Namun, fakta yang ada di masyarakat saat ini adalah sebaliknya. Proses pembelajaran kurang menitikberatkan pada penalaran dan pengembangan intelektual siswa. Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar.6 Kemampuan mental yang dikembangkan sebagian besar berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan dan ingatan.7 Dalam situasi demikian, biasanya siswa dituntut untuk menerima apa-apa yang dianggap penting oleh guru dan menghafalnya. Kegiatan pembelajaran di kelas hanya menjadi proses menghafalkan kesimpulan hasil ilmuan terdahulu, bukan menarik kesimpulan dan membuktikan sendiri suatu konsep. Kurangnya pengembangan kemampuan berpikir inilah yang akan menjadikan siswa hanya sebagai subjek pembelajar yang cenderung pasif dan kurang memahami esensi dari pembelajaran fisika itu

3

Depdiknas., Op. Cit., h. 22

4

Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), h. 21

5

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 103

6

Depdiknas., Op. Cit., h. 21

7

Tonih Feronika & Baharudin Milama, Analisis Pemahaman Konsep Kimia dengan Pembelajaran Hands-On Teknik Guided Worksheet Activity (Jakarta: Jurnal Edu Sains Center For Science Education Jurusan Pendidikan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah), vol. 3 No.2 Desember 2010, h.159


(17)

3

sendiri, sehingga secara tidak langsung akan menjadikan fisika hanya dikenal sebagai serangkaian sejarah IPA. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat dan bervariasi sangatlah diperlukan untuk pembelajaran fisika yang lebih baik.

Salah satu cara upaya untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang aktif dan konstruktif dalam pembelajaran fisika siswa dan kemampuan dan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA adalah dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri. Dari berbagai model yang dikaji dalam Models of Teaching, inkuiri merupakan salah satu model kognitif yang diunggulkan untuk pembelajaran sains di sekolah.8 Dalam perspektif sains, pembelajaran berbasis inkuiri melibatkan siswa dalam penyelidikan sains. Tujuan utama inkuiri adalah penyelidikan yang aktif, baik untuk pengetahuan maupun pemahaman untuk memenuhi keingintahuan siswa. Dari perspektif pedagogis, pembelajaran berbasis inkuiri merujuk pada model konstruktivisme.9 Jerome Bruner mengemukakan bahwa penggunaan metode inkuiri dalam proses pembelajaran menghasilkan aspek-aspek yang baik. Pertama, meningkatkan intelektual siswa, karena mereka mendapat kesempatan untuk mencari tahu dan menemukan keteraturan dan aspek lainnya melalui observasi dan ekperimen mereka sendiri. Kedua, siswa memperoleh keputusan intelektual karena mereka berhasil dalam penyelidikan mereka. Ketiga, siswa dapat belajar bagaimana melakukan proses penemuan. Keempat, belajar melalui inkuiri mempengaruhi siswa untuk mengingat lebih lama.10 Inkuiri membekali siswa dengan beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sehingga memungkinkan siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat.

8

Bruce Joyce, et all, Models Of Teaching (United State of America: A Pearson Education Academy, 2000), Sixth edition, page. 161

9

Nuryani Y. Rustaman, Perkembangan Penelitian Pembelajaran Inkuiri Dalam Pendidikan Sains: Makalah Seminar Nasional II Himpunan Ikatan Sarjana dan Pemerhati IPA Indonesia (FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 2005)

10


(18)

4

Terdapat delapan macam model pembelajaran inkuiri, yaitu Guided Inquiry, Modified Inquiry, Free Inquiry, Inquiry Role Approach, Invitiation Into Inquiry, Pictorial Riddle, Synectic Lesson, dan Value Clarification.11 Namun, dalam penelitian ini hanya akan diterapkan dua jenis model pembelajaran inkuiri, yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry). Model ini merupakan dasar atau tahap awal dalam proses inkuiri, sehingga dianggap cocok untuk diterapkan pada tingkat SMP/MTs.

Berdasarkan karakteristik model tersebut, salah satu konsep fisika yang cocok adalah tekanan. Konsep tekanan merupakan salah satu konsep fisika yang terdapat di kelas VIII tingkat SMP. Melalui penerapan model inkuiri pada konsep tersebut, guru dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan penalaran siswa dengan ekperimen-eksperimen sederhana dan serangkaian pertanyaan yang menstimulus rasa keingintahuan siswa, sehingga siswa akan merasa tertarik untuk melakukan percobaan, pengamatan, dan dari hasil pengamatan serta pemahamannya, dapat diterapkan kembali dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran inkuiri dapat menjadikan pelajaran fisika lebih menarik, mudah dipahami, dan dapat meningkatkan hasil belajar dan pemahaman siswa mengenai konsep-konsep fisika.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap model pembelajaran inkuiri tersebut, dengan judul penelitian “Pengaruh Model Guided Inquiry Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP Pada Konsep Tekanan sebagai judul penelitian dan penyelesaian terhadap masalah yang terjadi di dalam kelas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya variasi model pembelajaran yang dilakukan guru berdasarkan karakteristik materi pelajaran yang diajarkan.

11

Moh. Amien, Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan Inquiry” (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), h.. 136


(19)

5

2. Proses pembelajaran tidak menitikberatkan pada penalaran dan pengembangan intelektual siswa.

3. Siswa kurang dibekali oleh serangkaian pengalaman bagaimana menemukan sebuah formulasi atau kebenaran melalui penyelidikan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diiuraikan, batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini dibatasi pada model guided inquiry.

2. Hasil belajar fisika yang diukur dalam penelitian ini dibatasi pada hasil tes kognitif saja. Ranah kognitif dinilai berdasarkan taksonomi Bloom yang telah direvisi. Ranah kognitif yang akan diukur pada penelitian ini adalah mulai C1 sampai dengan C4. Hal ini berdasarkan telaah terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar konsep fisika yang diterapkan, yaitu berada pada ranah kognitif C1 sampai dengan C4.

3. Konsep fisika yang diberikan kepada selama eksperimen adalah konsep tekanan yang diajarkan pada semester genap kelas VIII.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah pengaruh hasil belajar siswa menggunakan model guided inquiry pada konsep tekanan?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model guided inquiry terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran pada konsep tekanan.


(20)

6

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, baik yang terlibat langsung dalam penelitian ataupun tidak. Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi dalam pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan intelektual siswa.

2. Memberikan alternatif pilihan bagi guru untuk menggunakan model pembelajaran yang lebih efektif dalam pembelajaran fisika.

3. Memberikan wawasan baru dalam bidang penelitian pendidikan dan model-model pembelajaran untuk dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran di sekolah.


(21)

7

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A.

Deskripsi Teoritis

1. Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran IPA disekolah menengah maupun di perguruan tinggi masih menggunakan model pembelajaran yang bersifat informatif. Model pembelajaran seperti ini tidak mendukung pengembangan keterampilan berpikir siswa, karena guru mengajarkan fakta-fakta, rumus-rumus, hukum-hukum dan siswa menghapalkannya. Untuk itu para pakar pendidikan IPA berupaya meningkatkan hasil pembelajaran IPA yang optimal, dengan memperkenalkan dan menerapkan berbagai metode serta pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik IPA. Dari berbagai model pembelajaran yang dikembangkan dapat dilihat adanya perubahan dari pembelajaran yang berpusat pada guru beralih ke pembelajaran yang mengutamakan keterampilan-keterampilan berpikir pada siswa. Dewasa ini banyak materi sekolah-sekolah dasar dan sekolah-sekolah menengah yang berorientasikan pada penemuan (discovery) dan inkuiri (inquiry). Mengenai istilah-istilah penemuan dan inkuiri ini, banyak diantara para ahli pendidikan yang mengartikan sama, tetapi ada juga yang berbeda.

Kata “inquiry” dalam bahasa inggris berarti pertanyaan, pemerikasaan, atau penyelidikan. Menurut Schmidt seperti yang dikutip Sofan Amri, menyatakan bahwa inkuiri berasal dari bahasa inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah merupakan pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan.1

1

Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas: Metode Landasan Teoritik-Praktis dan Penerapannya. (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya, 2010), cet ke-1, hal 85


(22)

8

Sund seperti yang dikutip Trianto, menyatakan bahwa inkuiri merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inkuirisebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi.2

Dimyati dan Mujiono menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan, sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.3

Menurut B. Joyce and M. Weil, metode inkuiri merupakan sebuah metode yang intinya melibatkan siswa ke dalam masalah asli dan menghadapkan mereka dengan sebuah penyeledikan, membantu mereka mengidentifikasi konseptual atau metode pemecahan masalah yang terdapat dalam penyelidikan, dan mengarahkan siswa untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut.4

Sedangkan menurut Granger Meador dalam Inquiry Physics, menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dinamis, dimana siswa dapat menjelajahi alam melalui pengamatan, mengajukan pertanyaan, membuat penemuan, dan menguji hasil temuannya untuk mencari/mendapatkan suatu penemuan baru.5 Selain itu, Beluga Whales dalam Science as Inquiry, menyatakan bahwa inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang komples, dimana siswa melibatkan diri mereka dalam proses penyelidikan, merumuskan pertanyaan, dan memecahkan masalah, kegiatan seperti ini dilakukan untuk mengasah keterampilan mereka agar hasil belajar mereka menjadi lebih baik.6 Dengan kata lain, inkuiri merupakan suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuik mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan memggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis.

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet.I, h. 135

3

Dimyati & Mujiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 173

4

Bruce Joyce, et all. Models Of Teaching, (United State of America: A Pearson Education Academy, 2000), Sixth edition, page. 161

5

Granger Meador, Inquiry Physics: A modified Learning Cycle Curriculum (Bartlesville High School, 2010), p. 6, diakses dari http://inquiryphysics.org pada tanggal 29 November 2011

6

National Science Foundation, Science as Inquiry (BSCS Center for Professional Development, 2010), p. 23, diakses dari http://science.education.nih.gov pada tanggal 29 November 2011


(23)

9

Lebih jauh lagi, National Science Education Standard menyatakan bahwa pengembangan profesionalisme bagi guru sains perlu memadukan pengetahuan sains, pembelajaran, dan pengetahuan siswa. Selain itu, pengembangan profesionalisme guru sains juga perlu menetapkan pengetahuan dalam pengajaran sains melalui inkuiri atau penyelidikan. Berikut definisi inkuiri menurut National Science Education Standard:

Inquiry is a multifaceted activity that involves making observations, posing questions, examining books and other sources of information to see what is already known, planning investigations, reviewing what is already known in light of experimental evidence, using tools to gather, analyze, and interpret data, proposing answer, explanations, and predictions, and communication the result”7

Dari definisi tersebut inkuiri dapat diartikan sebagai proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan siumber-sumber informasi lain secara kritism merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengomunikasikan hasilnya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang di dalamnya terkandung kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah tersebut adalah berupa pertanyaan ilmiah yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan sehingga dengan berkemampuan mengajukan pertanyaan tersebut kita dapat memperoleh informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan brpikir kritis dan logis, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh ilmuwan atau orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi.

7

National Research Council, Inquiry and the National Science Education Standard: A Guide for Teaching and Learning, (Washington D. C: National Academy Press, 2000), p. 14


(24)

10

Menurut Carin seperti yang dikutip oleh Moh. Amien menyatakan bahwa discovery adalah suatu proses mental dimana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.8 Dengan kata lain, inkuiri merupakan suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuik mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan memggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Menurut Sund seperti yang dikutip oleh Trianto, discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini ialah discovery yang berarti penemuan, atau inkuiri yang berarti mencari. Mengenai penggunaan istilah discovery dan inkuiripara ahli terbagi ke dalam dua pendapat, yaitu :

1) Istilah-istilah discovery dan inkuiri dapat diartikan dengan maksud yang sama dan digunakan saling bergantian atau keduanya sekaligus.

2) Istilah discovery, sekalipun secara umum menunjuk kepada pengertian yang sama dengan inkuiri, pada hakikatnya mengandung perbedaan dengan inkuiri

Bagi seorang siswa untuk membuat penemuan-penemuan, ia harus melakukan proses-proses mentalnya, misalnya mengamati, menggolongkan-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, menarik kesimpulan, dan sebagainya. Pengajaran inquiry harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan proses-proses inquiry.

Inquiry dibentuk dan meliputi discovery, karena siswa harus menggunakan kemampuan discovery dan lebih banyak lagi. Dengan kata lain, inquiry adalah perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mentalnya yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap objektif, jujur, rasa ingin tahu, terbuka, dan sebagainya.

8

Moh Amien, Menajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry (Jakarta: Depdikbud, 1987), h. 126


(25)

11

Pengajaran inquiry harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin bahwa siswa dapat mengembangkan proses inquiry. Carin menekankan pengajaran discovery dengan batas-batas tertentu untuk siswa sekolah dasar kelas yang lebih rendah, kemudian mengenalkan inquiry kepada siswa yang lebih atas kelasnya yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektualnya.9 Pengajaran inkuiri terbentuk bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses-proses mentalnya untuk melakukan beberapa prinsip.10 Apabila siswa belum pernah mempunyai pengalaman belajar melalui kegiatan discovery - inquiry, maka pada permulaan kegiatan belajar mungkin ia memerlukan struktur yang cukup luas dalam pelajaran-pelajarannya. Setelah siswa memperoleh beberapa pengalaman tentang bagaimana melakukan suatu penyelidikan, ia akan dapat melakukan tugas-tugas dengan bentuk-bentuk pelajaran yang strukturnya

tidak begitu luas. Dalam hal ini istilah umum ”sifat menyelidiki” digunakan baik

untuk pendekatan mengajar dengan menggunakan metode discovery maupun inquiry.

Discovery – inquiry tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan pengembangan keterampilan. Pada hakikatnya, discovery – inquiry ini merupakan suatu proses. Proses ini bermula dari perumusan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini oleh peserta didik yang bersangkutan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang di dalamnya terkandung kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah tersebut adalah berupa pertanyaan ilmiah yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan sehingga dengan berkemampuan mengajukan pertanyaan tersebut kita dapat memperoleh informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan brpikir kritis dan

9

Ibid, h 127

10


(26)

12

logis, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh ilmuwan atau orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi.

Menurut Roestiyah seperti yang dikutip Nunung Nurjannah, model pembelajaran inkuiri memiliki beberapa keunggulan, yaitu: 11 (1) Dapat

membentuk dan mengembangkan “self-consept” pada diri siswa, sehingga siswa

dapat mengerti tentang konsep dasar dan siswa memiliki ide-ide yang lebih baik, (2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi dan proses belajar yang baru, (3) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, (4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri, (5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsic, (6) Situasi proses belajar mengajar menjadi lebih menarik, (7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu, (8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri, (9) Guru dapat menghindari cara-cara belajar tradisional, (10) Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Disamping memiliki keunggulan, model pembelajaran inkuiri juga mempunyai kelemahan, diantaranya: 12 (1) Guru akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik, (2) Perencanaan pembelajaran dengan model ini sulit karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar, (3) Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sulit untuk menyesuaikan dengan waktu yang ditentukan. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, model pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh guru.

a. Jenis-jenis Model Inkuiri

Moh. Amin menguraikan tentang tujuh jenis inquiry sebagai berikut: 1) Guided Inquiry Lab. Lesson

Pada model inkuiri jenis ini, sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru. Guru memiliki peran penting untuk menyediakan kesempatan bimbingan atau

11

Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: 2008), h. 76-77

12

Wina Sandjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan


(27)

13

petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan masalah, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru. Dapat dikatakan pula bahwa pembelajaran dengan jenis metode ini merupakan tahap awal sebelum siswa diberikan model pembelajaran inkuiri sesungguhnya.

2) Modified Inquiry

Model ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri, yaitu inkuiri terbimbing (guided inquiry) dan inkuiri bebas (free inquiry). Dalam metode ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, masalah yang akan diselidiki ditentukan oleh guru, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat yang diperlukan. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara kelompok atau perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, narasumber, dan bertugas memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa. Kegiatan-kegiatan siswa ditekankan pada eksplorasi, merancang, dan melaksanakan eksperimen. Pada waktu siswa melakukan proses belajar untuk mencari jawaban dari masalah yang diajukan guru, bantuan yang dapat diberikan guru ialah dengan teknik pertanyaan-pertanyaan, bukan berupa penjelasan. Guru hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan pengarah yang sifatnya mengarah kepada pemecahan masalah yang perlu dilakukan siswa.

Dalam model ini guru membatasi memberi bimbingan agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.13

13

Akhmad Sudrajat, Metode Pembelajaran Inkuiri, diakses dari


(28)

14

3) Free Inquiry

Dalam proses pembelajaran dengan jenis model ini, siswa melakukan penelitian sendiri sebagai seorang ilmuwan. Kegiatan free inquiry dilakukan setelah siswa mempelajarai dan mengerti bagaimana memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi tertentu serta telah melakukan modified discovery-inquiry. Perbedaan dengan jenis inkuiri lain adalah guru sama sekali tidak membantu siswa dalam merumuskan masalah serta memecahkan masalah, dengan kata lain siswa bertindak mandiri sepenuhnya. Dalam model ini siswa harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan.

Dalam model ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan model ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.

4) Invitation Into Inquiry

Dalam model pembelajaran jenis ini, siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim dilakukan oleh para ilmuwan. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa, dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin, semua kegiatan sebagai berikut : merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab akibat, dan membuat grafik.


(29)

15

5) Inquiry Role Approach

Inquiry Role Approach merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri atas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut koodinator tim, penasihat teknis, pencatat data dan evaluator proses.

6) Pictorial Riddle

Pembelajaran dengan menggunakan Pictorial Riddle adalah salah satu teknik atau model untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar atau peragaan-peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu ridlle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu trasparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan ridlle.

7) Synectics Lesson

Pada dasarnya syntetics memusatkan pada keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksanakan

karena metafora dapat membantu dalam melepaskan “ikatan struktur mental”

yang melekat kuat dalam memandang suatu problema sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.

8) ValueClarification

Simon, Howe dan Kirschenbaun dalam Moh. Amien menyatakan bahwa siswa yang dihadapkan pada proses-proses “value clarification’ di sekolah ternyata sikap apatisnya, bertingkahnya, dan sikap suka menolak menjadi berkurang. Mereka menjadi lebih bergairah, penuh semangat belajar/bekerja dan lebih kritis cara

berpikirnya. “value clarification” telah membawa siswa yang mempunyai


(30)

16

clarification adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan proses-proses yang digunakan dalam menentukan nilai-nilai mereka sendiri.

2. Model Pembelajaran Inkuiri terbimbing (guided inquiry) a. Pengertian Model Pembelajaran Guided Inquiry

Guided Inquiry atau inkuiri terbimbing merupakan salah satu metode pembelajaran unkuiri dimana guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa.

Dalam model ini guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Model inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan model inkuiri. Dengan model ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada model ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat data diberikan oleh guru.14

Pada dasarnya, selama proses belajar berlangsung siswa akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran fisika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus

14

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 109


(31)

17

memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan oleh siswa.

b. Tahap Pembelajaran Model Guided Inquiry

Adapun tahapan dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut:

1) Tahap pertama (penyajian masalah)

Pada tahap ini guru menunjukkan sebuah masalah (fenomena) kepada siswa baik berupa demonstrasi, atau pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan teka-teki. Aktivitas siswa pada tahap ini adalah:

a) Siswa memberi respon positif terhadap masalah yang dikemukakan oleh guru.

b) Siswa mengidentifikasi masalah. c) Siswa mengungkapkan ide awalnya. 2) Tahap kedua (pengumpulan dan verifikasi data)

Pada tahap ini siswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan masalah (fenomena) yang diajukan. Siswa dapat menghubungkannya dengan fenomena yang terjadi, kemudian membuat hipotesis. Aktivitas siswa pada tahap ini adalah:

a) Siswa mengumpulkan informasi sambil berdiskusi untuk menjawab permasalahan yang diajukan guru.

b) Siswa membuat dan mengemukakan hipotesis. 3) Tahap ketiga (melakukan eksperimen)

Pada tahap ini siswa melakukan percobaan berdasarkan petunjuk atau arahan dari guru seperti yang terdapat dalam LKS yang telah disediakan oleh guru, kemudian siswa menuliskan hasil eksperimennya dalam LKS sehingga siswa dapat menjawab permasalahan yang diajukan guru diawal. Aktivitas siswa pada tahap ini adalah:

a) Siswa melakukan percobaan berdasarkan petunjuk atau bimbingan dari guru, alat dan bahan serta langkah-langkah percobaan dirumuskan oleh guru.


(32)

18

b) Siswa melakukan pengamatan dan kerjasama dalam pengumpulan data. c) Siswa mencatat data hasil percobaan.

4) Tahap keempat (merumuskan penjelasan)

Pada tahap ini siswa diminta mengolah dan menganalisis data hasil eksperimennya. Aktivitas siswa pada tahap ini adalah:

a) Siswa mendiskusikan hasil penyelidikan secara berkelompok. b) Siswa menganalisis data hasil percobaan.

c) Siswa merumuskan dan menarik kesimpulan hasil percobaan.

5) Tahap kelima (mengadakan analisis terhadap proses inkuiri)

Pada tahap ini siswa membuat dan mengemukakan kesimpulan yang sekaligus dapat menjawab pertanyaan guru diawal. Aktivitas siswa pada tahap ini adalah:

a) Siwa mempresentasikan hasil percobaan.

b) Siswa terlibat aktif dalam diskusi kelas sehingga dapat menganalisis pola penemuan mereka.

Selain itu, David M. Hanson and Richard S. Moog membagi tahapan inkuiri terbimbing ke dalam 5 (lima) tahapan, yaitu:15

a. Orientasi

Pada tahap ini guru menyiapkan siswa untuk belajar, yaitu memberikan motivasi kepada siswa untuk beraktivitas, membangkitkan rasa keingintahuan, dan membuat hubungan dengan pengetahuan sebelumnya.

Pada tahap ini juga dilakukan pengenalan terhadap tujuan pembelajaran da kriteria keberhasilan guna memgokuskan siswa untuk menghadapi persoalan penting dan menentukan tingkat penguasaan yang diharapkan.

15

David Hanson & Richard S. Moog, Process Oriented Guided Inquiry Learning, diakses dari http://cetl.matcmadison.edu/efgb/3/3_3_3.htm pada tanggal 05 November 2011


(33)

19

b. Eksplorasi

Pada tahap ini, siswa mempunyai kesempatan untuk mengadakan observasi, mendesain eksperimen, mengumpulkan, menguji, dan mennganalisa data, menyelidiki hubungan, serta mengemukakan pertanyaan dan menguji hipotesis.

c. Pembentukan konsep

Sebagai hasil eksplorasi, konsep ditemukan, dikenalkan, dan dibentuk. Pemahaman konseptual dikembagkan oleh keterlibatan siswa dalam proses penemuan, bukan penyampaian informasi melalui naskah atau ceramah.

d. Aplikasi

Apllikasi melibatkan penggunaan pengetahuan baru dalam latihan, masalah, dan situasi penelitian lain. Latihan memberikan kesempatan bagi siswa untuk membentuk kepercayaan diri pada situasi yang sederhana dan konteks yang akrab. Pemahaman dan pembelajaran yang sebenarnya diperlihatkan pada permasalahan yang mengharuskan siswa untuk mentransfer pengetahuan baru ke dalam konteks yang tidak akrab, memadukannya pada cara yang baru dan berbeda untuk memecahkan masalah-masalah nyata di dunia.

e. Penutupan

Tahap ini merupakan tahap terakhir pada proses inkuiri. Kegiatan ini diakhiri dengan membuat validasi terhadap hasil yang diperoleh siswa, dan melakukan refleksi terhadap apa yang mereka pelajari serta penilaian penampilan mereka.

3. Makna Belajar dan Hasil Belajar

Proses belajar mengajar adalah suatu proses berlangsungnya kegiatan belajar yang dilakukan oleh pelajar atau peserta didik dan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik atau pembimbing. Proses ini juga dapat dikatakan

sebagai proses “menerima – memberi” dalam arti peserta didik menerima

pelajaran dan pendidik memberi pelajaran.

Melalui proses belajar, seorang pelajar atau peserta didik yang tadinya tidak tahu suatu hal menjadi tahu. Proses belajar ini sebenarnya merupakan


(34)

20

masalah yang kompleks karena proses belajar terjadi dalam arti seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar tanpa dapat terlihat secara lahiriah (terjadi dalam pikiran orang) yang disebut proses intern.16 Sedangkan proses ekstern merupakan pencerminan terjadinya proses intern peserta didik yang merupakan indikator yang menunjukkan apakah dalam diri seseorang telah terjadi proses belajar atau tidak. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan pendidik adalah mengarahkan proses ekstern itu agar dapat mempengaruhi proses intern.

Proses belajar dikatakan tidak lepas dari pengajaran yang disesuaikan dengan perkembangan dan situasi yang dialami oleh setiap individu. Bruner mengatakan dalam Wasty bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengodean (coding). Berbagai kategori saling berkaitan sedemikian rupa, hingga setiap individu mempunyai model yang unik tentang alam. Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.17 Selain itu, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melaluilatihan atau pengalaman (learning is defined as the process by which behavior originates or is altered throught training or experiencing).18

Dalam Oemar Hamalik, William Burton memandang bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.19 Sebagaimana dikemukakannya bahwa : A good leraning situation consist of a rich and varied series of learning experiences inufied around a vigorous purpose and carried on in interaction with a rich, varied and propocative environment. Hintzman dalam bukunya “The Psyhology of Learning

and Memory”, seperti yang dikutip Muhibin Syah berpendapat bahwa “Learning

is a change in organism due to experience which can affect the organism’s

16

Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa (Jakarta: Bumi Aksara:2009), h. 40

17

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Edisi Baru (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 134 - 135

18

Ibid, hal. 103

19


(35)

21

behavior”.20

Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.

Berbeda dengan pengertian belajar, pembelajaran memiliki arti yang lebih luas. Pembelajaran dikatakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru dan belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa. Konsep pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.

Berdasarkan pengertian dari belajar dan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa proses belajar dan pembelajaran sangat mempengaruhi perkembangan setiap individu dalam membangun aspek kognitif yang dimilikinya. Aspek kognitif yang dimiliki setiap individu akan berbeda. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya faktor lingkungan sehingga mendorong individu mempelajari proses perkembangan yang tengah dihadapi.

Didalam kelas perlu adanya aktivitas karena pada prinsipnya belajar adalah berbuta untuk mengubha tingkah lakunya. Dengan kata lain, aktivitas belajar adalah melakukan kegiatan belajar, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.

Dalam mempelajarai fisika, kemampuan berpikir yang runut selalu memberikan gambaran bahwa keterampilan berpikir seseorang dapat dilatih dan ditingkatkan. Ini berarti aktivitas belaar dapat menumbuhkan kemampuan berpikir yang sistematis dan logis.

Dalam pembelajaran sains, diperlukan pemahaman yang lebih hakiki dari pengertian sans dan makna pembelajaran sains. Sains yang semula diartikan sebagai tubuh pengetahuan yang mendeskripsikan pengetahuan orang tentang benda dan gejala alam, diartikan lebih jauh bahwa sains adalah proses sains (science process), yaitu proses yang biasa dihunakan oleh pakar sains untuk

20

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h.90


(36)

22

menjalankan studinya di bidang ilmu pengetahuan alam. Belajar sains diartikan sebagai belajar bagaimana orang mempelajari bend adan gejala alam, melakukan proses ilmiah untuk menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip di bidang sains.

Para penganut teorikonstruktivisme mempunyai pemahaman bahwa sains adalah proses. Pembelajaran berbasis konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar untuk menemukan sendiri konsep sains melalui akomodasi konsep lama dengan fenomena-fenomena baru yang ditemukan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran ini ditekankan bahwa siswa belajar sains melalui keaktifan untuk membangun pengetahuannya sendiri, membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang telah dimiliki, dan menggunakan semua pengetahuan atau pengalaman itu untuk bekerja melalui perbedaan-perbedaan yang ada pada pengetahuan baru dan lama untuk mencapai pemahaman baru.

Belajar dan berpikir merupakan dua proses yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian, keduanya merupakan proses-proses yang berbeda. Belajar pada hakikatnya merupakan proses mental yang tidak dapat dilihat. Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Banyak teori yang membahas tentang terjadinya perubahan perilaku.21

Keberhasilan proses pembelajaran dan keefektivan model yang diterapkan guru dapat diukur melalui hasil belajar siswa. Diah Mulhayatiah menyatakan bahwa hasil belajar merupakan semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari pengggunaan metode di bawah kondisi yang berbeda.22

Belajar melibatkan tahap masukan, proses, dan keluaran. Belajar juga merupakan proses yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak mampu menjadi mampu, dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan hasil belajar, yaitu perubahan perilaku yang menyatakan perbedaan dari masukan dan keluaran.

21

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan (Jakarta: Kizi

Brother’s, 2008), h. 82 - 83

22

Diah Mulhayatiah., Hubungan Peningkatan hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif dengan Ranah Psikomotorik Melalui Model Pembelajaran Berbasis Laboratorium (Jakarta: Jurnal Edu Sains Center for Science Education Jurusan Pendidikan IPA, Vol. 3 No. 1 Juni 2010), h. 35


(37)

23

Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar harus relatif menetap, bukan perubahan yang bersifat sementara atau tiba-tiba terjadi kemudian cepat hilang kembali, akan tetapi perubahan yang terjadi relatif permanen, yaitu berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan, dan keterampilan setelah melakukan proses belajar.

Merrill, seperti yang dikutip Wasis D Dwiyogo mengemukakan teori yang dinamakan Component Display Theory untuk memberi penjelasan tentang hasil belajar. Menurut Merrill, hasil belajar pada dasarnya terdiri atas dua diemnsi, yaitu dimensi isi dan dimensi unjuk kerja.23 Dimensi isi terdiri atas empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Fakta adalah suatu informasi yang masing-masing berdiri sendiri seperti halnya nama, tanggal atau peristiwa. Nama adalah simbol yang digunakan untuk menjelaskan suatu objek. Konsep adalah suatu kelompok objek, peristiwa atau symbol yang semuanya mempunyai karak-teristik dan dapat diidentifikasi dengan nama yang sama. Prosedur adalah urutan tindakan langkah demi langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usaha memecahkan masalah atau menghasilkan suatu produk tindakan itu berurutan, misalnya langkah 1, 2, 3 dan seterusnya. Prinsip adalah suatu hubungan sebab akibat atau saling berhubungan antar konsep yang digunakan untuk menginterpretasikan keadaan.

Sementara itu, Horward Kingsley seperti yang dikutip Nana Sudjana membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, dan (c) sikap dan cita-cita.24 Masing-masing hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.25

23

Wasis D Dwiyogo, Pembelajaran Visioner, h.25-26, diakses dari

http://ajte.education.ecu.edu.au/ISSUES/PDF/211/Westwood.pdf pada tanggal 10 November 2010.

24

Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), cet.ke-14, hal.22.

25 Ibid.


(38)

24

Dimensi unjuk kerja terdiri atas tiga jenis, yaitu: mengingat, meng-gunakan, dan menemukan. Mengingat adalah unjuk kerja untuk meng-ingat informasi-informasi yang telah diperolehnya dalam memori jangka panjang. Menggunakan adalah untuk kerja yang mempersyaratkan maha-siswa untuk mengaplikasikan berbagai abstraksi dalam berbagai masalah. Menemukan adalah unjuk kerja yang mempersyaratkan mahasiswa menemukan hal baru melalui kegiatan analisis dan sintesis.26

Benyamin Bloom mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ketiga tingkatan itu dikenal dengan istilah Bloom’s Taxonomy (Taksonomi Bloom). Pada penelitian ini, penulis hanya akan mengungkapkan hasil belajar pada ranah kognitif saja dalam penerapan metode pembelajaran inkuiri (guided inquiry).

Ranah kognitif berikut ini merupakan ranah kognitif pada Taksonomi Bloom yang sudah direvisi, yaitu meliputi kemampuan pengembangan keterampilan intelektual (knowledge) dengan tingkatan-tingkatan sebagai berikut:27

1. Menghafal/mengingat (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang

paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa

menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

1.1 Mengenali (Recognizing): mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang agar dapat membandingkan dengan informasi yang baru.

1.2 Mengingat (Recalling): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dengan menggunakan petunjuk yang ada.

26

Wasis D Dwiyogo., Loc. Cit. 27


(39)

25

2. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

2.1 Menafsirkan (interpreting):mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari dari kata-kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. 2.2 Memberikan contoh (exemplifying): memberikan contoh dari suatu konsep

atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntuk kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh.

2.3 Mengklasifikasikan (classifying): Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena.

2.4 Meringkas (summarizing): membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya.

2.5 Menarik inferensi (inferring):menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Contoh: memprediksikan perkembangan suatu populasi dalam sebuah komunitas berdasarkan data perkembangan populasi selama 10 tahun terakhir.

2.6 Membandingkan (comparing): mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua obyek atau lebih.

2.7 Menjelaskan (explaining): mengkonstruk dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu sistem.


(40)

26

3. Mengaplikasikan (Applying): mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

3.1 Menjalankan (executing): menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu.

3.2 Mengimplementasikan (implementing): memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru.

4. Menganalisis (Analyzing): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: menguraikan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).

4.1 Menguraikan (differentiating): menguraikan suatu struktur dalam bagian-bagian berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya.

4.2 Mengorganisir (organizing): mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu.

4.3Menemukan pesan tersirat (attributting): menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.

5. Mengevaluasi: membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

5.1 Memeriksa (Checking): Menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut). Contoh: Memeriksa apakah kesimpulan yang ditarik telah sesuai dengan data yang ada.


(41)

27

5.2 Mengritik (Critiquing): menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. Contoh: menilai apakah rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang penilai).

6. Membuat/menghasilkan karya (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).

6.1 Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. Contoh: merumuskan hipotesis untuk memecahkan permasalahan yang terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan.

6.2 Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

6.3 Memproduksi (producing): membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Contoh: mendesain (atau juga membuat) suatu alat yang akan digunakan untuk melakukan percobaan. Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi (kognitif) bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan (content objective) berupa meteri-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama.28 Dalam hal ini, peneliti membatasi ranah kognitif tersebut hanya sampai kepada tingkat C4.

B. Kerangka Berpikir

Tujuan pendidikan sains adalah membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman serta mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan untuk menyelidiki komponen-komponen kehidupan fisik, material,

28

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006), cetakan ke-1, h. 14


(42)

28

dan teknologi dari lingkungan mereka secara ilmiah. Untuk itu, setiap pembelajaran dalam pendidikan sains harus menumbuhkan kualitas pemikiran semacam kemandirian berpikir, keaslian ide, dan kebebasan berpikir. Hal tersebut dapat meningkatkan kualitas pemikiran menjadi nilai-nilai sosial.

Dalam praktik pendidikan sains, fisika merupakan salah satu cabang IPA yang memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam gelaja alam, prinsip dan konsep IPA, serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.29 Oleh karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus benar-benar dikelola dengan baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam proses pembelajaran IPA, khususnya fisika, belajar akan lebih bermakna manakala siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.30 Pengetahuan yang bermakna tidak cukup hanya melalui transfer pengetahuan dengan cara mendengarkan ceramah guru dan membaca buku. Pengetahuan bermakna diperoleh manakala siswa mampu berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya. Jerome Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif untuk memperoleh pengalaman dalam menemukan prinsip-prinsip.31

Namun, fakta yang ada di masyarakat saat ini adalah sebaliknya. Proses pembelajaran kurang menitikberatkan pada penalaran dan pengembangan intelektual siswa. Siswa hanya dituntut untuk menghafalkan serangkaian formulasi dan mampu mengerjakan soal-soal yang diberikan guru tanpa dibekali serangkaian pengalaman bagaimana menemukan formulasi tersebut. Kurangnya pengembangan kemampuan berpikir siswa akan menjadikan siswa hanya sebagai subjek pembelajar yang cenderung pasif dan kurang memahami esensi dari pembelajaran fisika itu sendiri, sehingga secara tidak langsung akan menjadikan fisika hanya dikenal sebagai serangkaian sejarah IPA. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat dan bervariasi sangatlah diperlukan untuk pembelajaran fisika yang lebih baik.

29

Depdiknas, Kompetensi Supervisi Akademik: Stategi Pembelajaran MIPA (Jakarta: 2008), h. 22

30

Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi. op.cit., h. 21

31


(43)

29

Sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalah tersebut, model pembelajaran inkuiri dapat diterapkan untuk meningkatkan peran siswa selama proses pembelajaran. Model guided inquiry inquiry dianggap sebagai model inkuiri yang efektif dalam proses pembelajaran.

Dalam model guided inquiry ini guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Dengan demikian, metode pembelajaran guided inquiry dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas guna memberikan suatu inovasi dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kerja ilmiah siswa dalam memperoleh pengetahuan.

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Kartini Herlina (2005), dalam penelitiannya yang berjudul “ Pembelajaran

Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas II SMP Negeri Bandar Lampung, memberikan kesimpulan bahwa

Kesulitan siswa dalam memahami pelajaran fisika

Pembelajaran dengan Model Guided Discovery – Inquiry Learning

Pemberian Konsep

Menghubungkan realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari

dengan topik pembelajaran

Menyikapi berbagai situasi

Mempertinggi pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa


(1)

9 Bruce Joyce, et all.

Models

OJ'Teaching, (United

State

of

America:

A

Pearson

Education Academy, 2000), Sixth edition, page. 161

10

Granger Meador,

Inquiry

Physics:

A

modified

Learning Cycle Curriculum (Bartlesville

High

School,

2010), p.

6,

diakses

dari

http:/linquiri,phvsi

pada

tanggal

29

November 2011

P

11

National

Science Foundation, Science as

Inquiry

(BSCS Center

for

Professional

Development,

2010), p.

23,

diakses

dari http ://science. education.ni h.

gov

pada tanggal 29 November 2011

9-r'

12

National

Research

Council,

Inquiry and

the

National

Science

Education

Standard:

A

Guide

for

Teaching and

Learning,

(Washington

D.

C: National Academy Press, 2000),

p.

14

9-u

l3

Moh

Amien, Menajarkan

llmu

Pengetahuan

Alam (IPA)

dengan Menggunakan

Metode

Discovery

dan

Inquiry

(Jakarta:

Depdikbud, 1987),

h. t26

a=

/

t4

Moh

Amien, Menajarkan

llmu

Pengetahuan

Alam

QPA)

dengan Menggunaknn

Metode

Discovery

dan

Inquiry

(Jakarta:

Depdikbud, 1987),

h.127

l5

Oemar Hamalik,

Proses

Belajar

Mengajar

(Jakarta:

Bumi

Aksara, 2008),

h.219

h

16

Roestiyah

N.K,

Strategi

Belajar

Mengajar,

(Jakarta: 2008), h. 7 6-77

b

t-t7

Wina

Sandjaya,

Strategi

Pembelajaran

Berorientasi

Standar Proses

Pendidiknn (Jakarta: Kencana Prenada

Media

Group, 2008),

h.206-201

e_

/

18

Akhmad

Sudrajat, Metode Pembelajaran

Inkuiri,

diakses

dari

http:/lakhmadsudrai at.rvordpress. coml207 1 I A9 I 1

b-

o-/

2/pembelajaran-inkuiri

pada tanggal

11

Mei

20t4

19

E.

Mulyasa,

Menjadi

Guru

Profesional:


(2)

>-Menyenangkan

(Bandung:

Remaja Rosdakarya,

2009),h.

109

20

David

Hanson

&

Richard

S.

Moog,

Process Oriented Guided Inquiryt

Learning,

diakses dari http://cetl.matcmadison"edrl/e1gbi313

3

3.htm pada tanggal 05 November 2011

a-u

21

Zkn Neni Iska,

Psikologi

Pengantar

Pemahaman

Diri

dan Lingkungan (Jakarta:

Kizi

Brother's, 2008),

h

82

-

83

-r

;-n

22

Syaiful

Sagala,

Konsep

dan

Mokta

P e m b e I aj a r a n (B andun g : A lfab e ta, 2O 7 A), h. 1 29

Y--d

23

Depdiknas, Kompetensi Supervisi

Akademik Stategi Pembelajaran

MIPA

(Jakarta: 2008), h

22

h

e_

/

24

Sofan

Amri

& Iif

Khoiru

Ahmadi,

Proses Pembelajaran

Kreatif

dan

Inovatif

dalam Kelas:

Metode

Landasan

Teoritik-Praktis

dan

Penerapannya.

(Jakarta:

PT

Prestasi Pustakaraya, 2010), cet ke- 1, hal 27

ft

25 Ratna

Wilis

Dahar,

Teori-teori

Belajar

(Jakarta: Erlangga, 1996),

h.

1 03

\L_

/

26

Wahyudin,

dkk.,

"Keefektifan

Pembelajaran

Berbantuan

Multimedia

Menggunakan Metode

Inkuiri

Terbimbing untuk Meningkatkan Minat

dan

Pemahaman

Siswa", Jurnal

Pendidikan

Fisika

Indonesia

Vol.

6,

No.

1,

Januari

2010,

diakses

dari

http ://i ournal.unnes. ac.idlindex.php/JPFI/issue/vi

k

edllshowToc

pada tanggal 23

Juli

2011. 27

Siti

Khoiriyah,

Penerapan

Pendekatan

Konstruktivisme

Melalui

Strategi

Inkuiri

Pada

Materi

Tumbuhan

Berbiji

Untuk

Meningkatkan Keaktivan Siswa

di

MTs

Al-asror,

Gunung Pati,

Semarang

(Skipsi

Pendidikan

Biologi

Universitas Negeri Semarang, 2006)

28

Astri

Ismawati,

"Implikasi

Pendekatan

Inkuiri

Terhadap

Hasil

Belajar Biologi

Siswa

SMA Negeri 2 Sttrakarta Tahun

Pelajaran

2009/2010"

(Skripsi Universitas

Sebelas

Maret

Surakarta,

2010),

diakses

dari


(3)

http :l/biolo gi.fkip.uns.ac.

iciiiry-contentluploads/20 1 0/ 1 0/ 1 0.0 1

5

pada tanggal 23

Juli 2011

2q Nuryani

Y.

Rustaman, Perkembangan Penelitian

Pembelajaran

Berbasis

Inkuiri

dalam

Pendidikan

Sairus

(Bandung:

makalah

dipresentasikan

dalam

Seminar Nasional

II

Himpunan

Ikatan

Sarjana

dan

Pemerhati

Pendidikan

IPA

Indonesia,

2005),

diakses dari httn

://www

freewebs.comlsantvasalleml itIPDF Files pada tanggal 20 Januan 2011

30

Remziye,

et all.,

The

Effect

o.f

Inquiry

Based

Science Teaching

on

Elementary

School

Student's Science Process

Skills and

Science

Anitudes

(Bulgarian

Juomal

of

Science Education

Policy, Volume 5,

Number 1,

2011)

diakses

dari

http :i/www.learner.org/*'orkshopsi social studies/

pdfi

pada tanggal 29 November 2011

31

Ibrahim

Bilgin.,

The

Elfect

of

Guided

Inquiry

Instruction Incorporating

a

Cooperative

Learning Approach

on

University

Students' Achievement

of

Acid

and

Bases Concepts and

Attitude toward

Guided

Inquiry

(Scientific

Research and Essay

Vol. 4

(10),

pp.

1038-i046,

October 2A09), diakses

dari

http://academicjoumals.orq/sre

pada tanggal 20 Januari 201 1

P

a_

0

32

Abdi

Rizak Mohammmed, et all., Effect of Active

Learning

Yariants

on

Student Performance and

Learning

Perceptions

(International Journal for

The

Scholarship

of

Teaching and Leaming,

Vol.

2, No. 2, July

2008),

diakses

dari

http:llwww.georgiasouthern.edu/iisoti

pada tanggal 20

Januai2077

b

JJ Nuryani

Y.

Rustaman, Perkembangan Penelitian

Pembelajaran

Berbasis

Inkuiri

dalam

Pendidikan

Sains

(Bandung:

makalah

dipresentasikan

dalam

Seminar Nasional

II


(4)

Pendidikan

IPA

Indonesia,

2005),

diakses dari http ://q,'u,rv. iieervebs.corlsant-vasalt,emlitlPDF Files pada tanggal 2A

Januai

2A17

BAB

III

BAB

IV

No. Referensi Paraf pembimbing

I

II

1

Gempur

Santoso,

Metodologi

Penelitian

Kuantitatif

dan Kualitatif

(Jakarta:

Prestasi

Pustaka Publisher, 2A07), h. 30

r

r

2

W

Gulo, Metodologi Penelitian,

(Jakarta:

PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010), h.81

q_

a

J

Nuraida,

Halid

Alkal

Metodologi

Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing,

2009), h. 1 14

tu

4

Suharsimi

Arikunto,

Dasar-dasar

Evaluasi

Pendidikan

Edisi

Revisi Cet.

1

(Jakarta: Bumi

Aksara, 1999), h. 65

ZO

v

5

Anas

Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 258

F

tr

6

Ahmad

Sofyan, dl<k, Evaluasi Pembelajaran IPA

Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian

LJIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2AA6), hal. 103

-/

t

7

Nana

Sudjana,

Penilaian

Hasil

Proses

Belajar

Mengajar,

(Bandung:

PT.

Remaja

Rosdakarya,

2A09\,h.132

a_

/

8

Anas

Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),

hal.225-226

r t

No. Referensi Paraf pembimbing

I

II

1

E.

Mulyasa,

Menjadi

Guru

Profesional:

Menciptakan

Pembelajaran

Kreatif

dan

Menyenangkan,

(Bandung:PT

Remaja Rosdakarya, 2009),

hal.

1 09

a_

/

2

Sofan

Amri

& Iif

Khoiru

Ahmadi,

Proses


(5)

(Jakarta: Pustaka Publisher, 2010), hal. 89

-)

Wina Sanjaya,

Sn"ategi

Pembelajaran

Berorientasi

Standar Proses

Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009),

hal.

195

a-,-l

u

4

Moh. Amien,

Mengajarkan

llmu

Pengetaltuan

Alam

Dengan

Menggunakan

Metode

Discovery

d a n

I

n q u i

ry,

( J akarta : DepartemenP endi dikan dan

Kebudayaan, 1 987),

hal.

i 33

a_

/

5

Wina Sanjaya, Strategi

Pembelajaran

Berorientasi

Standar Proses

Pendidikan,

(Jakarta: Kencana, 2009), hal- 206

F-Yang mengesahkan:

Jakarta,

2

Juni 2014

Diah Mulhayatiah.

S.Si.

M.Pd

NIF:

19790309 200801 2 016

NIP:

19682118 200303

I

004

imbing

I

Dr.

SXiivo

Miranto. M.Pd


(6)

6r-'"c,a

PAII{MAII'TA

w

YAYASAN

PENDIDIKAN

PARAMARTA

SMP PARAMARTA

Sekretariat:Jl.RayajombangGg.TaqwaNo.T0DepanVillaJombangBaru,JombangCiputat-KotaTangerangSelatanTelp.(021)74634750 -Jl.RayaMerpatiGg.Sawo(PerempatanDuren)Kel.SawahLama-Ciputat-TangerangSelatan,Telp.02l -74701461

SURAT KETERANGAN

No

:

049ISMPPM

/V

/201.4

Yang bertanda tangan

di

bawah

ini,

Kepala

SMP

Paramarta Kota Tangerang

Selatan

menerangkah bahwa

:

Nama

NIM

Jurusan

Fakultas

Ria

Setyo

Rini

1,0701,6301978

Pendidikan

IPA

Fisika

Ilmr-r

Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah |akarta

Mahasiswa tersebut

di

atas

telah mengadakan penelitian

di

sekolah kami

dari tanggal

16

s.d.

30

April

2014, sebagai syarat penyusunan

skripsi

51 UIN Syarif Hiciayatullah

Jaka

rta.

Denrikiar-r

surat

keterangan

ini

dibuat

dengan sebenarnya

dan

agar

dipergunakan

sebagairrana mestinya

'l'angcr-ang Sclatan,

9 Mci

'2A1.4

,$MP

Paramarta

.gr.

t?-!?

.;_ f

f ,'r

+rj ;

,,

t tiij'(t,

usrnalr