PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN UNTUK MEMPEKERJAKAN ANAK

  PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN UNTUK MEMPEKERJAKAN ANAK (JURNAL) Oleh NUNUNG MAISAROH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN UNTUK MEMPEKERJAKAN ANAK

Oleh

Nunung Maisaroh, Erna Dewi, Dona Raisa Monica

  Email: Nunung_maisaroh@yahoo.com Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan dan adanya kesempatan untuk bekerja telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja khusunya anak. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah penagakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk mempekerjakan anak dan Apakah faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk memepekerjakan anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitiandan pembahsan ini menunjukkan: penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk mempekerjakan anak dilaksanakan dengan menggunakan 3 (tiga) cara. Pertama tahap formulasi penegakan hukum melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang yaitu pasal 263 KUHP dan Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan PerlindunganTenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Kedua tahap aplikasi penegakan hukum yaitu dari tahap penyidikan, sampai tahap pengadilan dan tahap eksekusi yaitu pelaksanaan putusan hakim di lembaga pemasyarakatan. Serta Faktor-faktor penghambat yaitu:

  a) Kurangnya aparat penegak hukum yang menangani kasus pemalsuan dokumen untuk mempekerjakan anak; b) Terbatasnya sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen. Saran yang diberikan penulis antara lain: 1) Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen ini harus dilaksanakan secara optimal dan putusan nya memberikan efek jera. 2) Aparat penegak hukum dan instansi terkait hendaknya menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang tinggal di daerah pedesaan/pedalaman sehingga mereka memiliki pemahaman mengenai syarat untuk menjadi tenaga kerja Indonesia.

  Kata kunci: Penegakan Hukum, Pelaku, Pemalsuan Dokumen.

  

ABSTRACT

THE LAW ENFORCEMENT ON PERPETRATOR OF DOCUMENTS

INFRINGEMENT OF EMPLOYING CHILDREN

  By

  

Nunung Maisaroh, Erna Dewi, Dona Raisa Monica

  Email: Nunung_maisaroh@yahoo.com Nowadays, the problem of workforce is becoming more complex and in need of a serious treatment. The urgent demands and limited opportunities to get a job vacancy has attracted people into the workforce, including children. The research problems are formulated as follows: How is the law enforcement against perpetrator of documents infringement of employing children? And what are the inhibiting factors in enforcing the law against the perpetrator of documents infringement of employing children? This research uses normative and empirical approaches. The data sources consist of primary and secondary data. The analysis of data was done using qualitative analysis. The result of the discussion of the reseach found out that the law enforcement against perpetrator of documents infringement of employing children was carried out using three (3) measures: The first measure was to formulate the law enforcement in accordance with the provisions set out in legislation Article 263 Book of Criminal Code and Article 103 paragraph (1) of Law Number 39/2004 regarding Indonesian Labor Placement and Abroad Workers Protection. The second measure was the implementation of the law enforcement from investigation process to trial stage and the execution stage, that was the implementation of court decision in correctional facility. There were several inhibiting factor, such as: a) lack of law enforcement officers who handle cases of documents infringement to employ children; b) lack of infrastructure and facilities to support the enforcement of law against the documents infringement. It is suggested that: 1) The enforcement of law against the documents infringement must be implemented optimally and the court decision should contain a deterrent effect. 2) Law authorities and related agencies should outreach the community especially those living in rural areas so that they have an understanding of the requirements to become Indonesian workers.

  Keywords: Law Enforcement, Perpetrator, Documents Infringement.

I. PENDAHULUAN

  Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual. Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran yang dimaksud tidak jarang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan.Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Pekerja anak atau tenaga kerja anak diatur di dalam Pasal 1 Undang- Undang No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), yang sekaligus menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun, baik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan. Tetapi menanggapi pertanyaan apakah peraturan tersebut sudah memadai dan sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena sampai saat ini masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang perlindungan anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah klasik dalam hal perlindungan anak. Salah satu contoh perkara yang terkait dengan perekrutan TKI di bawah umur adalah dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor:75/Pid./2009/PT.TK. Terdakwa bernama Ismail (32 Tahun) sebagai Karyawan PT. Assalam Karya Manunggal melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

  Aparat penegak hukum dibebani tugas khusus untuk mengungkap suatu tindak pidana, seperti yang diketahui hal tersebut tidak mudah dilakukan oleh orang awam dan harus dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan khusus, disamping itu penelusuran dalam membongkar gembong pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk mempekerjakan anak sebagai calon tenaga kerja Indonesia adalah merupakan hal terbilang sulit yang membutuhkan waktu lama untuk menindaki para pelaku. Mengingat tindak pidana ini dilakukan antar negara juga suatu tindak pidana yang sangat terorganisir.

  Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimanakah penagakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk mempekerjakan anak, dan apakah faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk memepekerjakan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui penagakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen untuk mempekerjakan anak dan untuk mengetahui faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen untuk memepekerjakan anak. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan lapangan melalui wawancara terhadap sejumlah narasumber.

  II. PEMBAHASAN

  A. Penagakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuann Dokumen Untuk Mempekerjakan Anak

  Pada skripsi ini teori yang digunakan untuk menganalisa permasalahan adalah teori penegakan hukum pidana dari Soerjono Soekanto. Pengertian istilah penanganan dan penindakan merupakan bahasa lain dari istilah penegakan hukum pidana. Penegakan hukum pidana (PHP) dapat diartikan sebagai:

  1. Keseluruhan rangkaian kegiatan penyelenggara/pemeliharaan keseimbangan hak dan kewajiban warga masyarakat sesuai harkat dan martabat manusia serta pertanggungjawaban masing-masing sesuai dengan fungsinya secara adil dan merata dengan aturan hukum, peraturan hukum dan perundang- undangan yang merupakan perwujudan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945;

  2. Keseluruhan kegiatan dari para aparat/pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketenteraman dan kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

  Terkait penegakan hukum di bidang hukum pidana, maka didasarkan atas ketentuan hukum pidana. Penegakan hukum pidana terdiri dari dua tahap inti, yaitu:

  1. Penegakan hukum pidana in abstracto.

  2. Penegakan hukum pidana in concreto. Tahap-tahap tersebut adalah:

  1.Tahap Formulasi Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.

  2.Tahap Aplikasi Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan-peraturan perundang- undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan guna.Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

  3.Tahap Eksekusi Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat undang- undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan dalam putusan pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat- aparat pelaksana pidana itu dalam pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang- undang dan undang-undang daya guna.

  1 Ketiga tahap penegakan hukum

  pidana tersebut, dilihat sebagai suatu usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jelas harus merupakan jalinan mata rantai aktivitas yang terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.

  2 Suatu perbuatan untuk di pidanakan

  tentu harus ada dasar hukum yang mengatur dan terkait atas tindakan yang diperbuat oleh seseorang yang melanggar hukum tersebut, mengenai Kasus pemalsuan dokumen tenaga kerja ini ini sudah jelas diatir dalam Kitab Undang-undang Pidana, serta Undang-Undang Perlindungan Tenaga Kerja sehingga kasus ini dapat diproses sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara pidana.

  Penegakan hukum dalam kasus ini juga menggunakan asas legalitas yang sudah dijelaskan dalam pasal 1 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan asas legalitas sebagai landasan hukum jika suatu peraturan belum diatur dalam undang-undang. Penegakan hukum yang dilakukan dalam kasus ini yaitu proses pertama dilakukan penyidikan, kemudian 1 Muladi dan Barda Nawawi Arif,

  Penegakan Hukum Pidana, 1984, Jakarta, Rineka Cipta, hlm.157. 2 Sudarto, Kapita Selejta Hukum Pidana, penuntut umum, sampai dalam proses pengadilan. Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan-peraturan perundang- undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan guna.Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Nila

  3

  menyatakan bahwa dalam tahap penyidikan hal pertama dilakukan setelah menerima laporan adalah pertama laporan tersebut dikaji lebih dalam apakah perbuatan memalsukan identitas pribadi tersebut memenuhi unsur-unsur dalam pasal-pasal atau undang- undang yang terkait dengan tindak pidana pemalsuan dokumen. Kemudia apabila setelah dikaji perbuatan tersebut ternya telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pemalsuan dokumen maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh tim penyidik yaitu mengkroscek atau mengintrogasi pihak-pihak yang terkait dalam kasus ini, yaitu dengan cara meminta keterangan terhadap orang tua dan anak selaku korban untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya. Kemudian mencari keterangan kekantor Imigrasi dan ke Dupcapil untuk mengetahui No register terhadap dokumen yang telah dipalsukan oleh tersangka serta 3 Wawancara dengan Penyidik POLDA

  Lampung, 27 Oktober 2016, jam 11:16

  membawa dokumen yang telah dipalsukan ke laboratorium forensik untuk pengesahan dokumen yang telah dipalsukan, kemudian memanggil para saksi dan saksi ahli untuk diminta keterangan terkait kasus pemalsuan dokumen ini dan terakhir melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, apabila berkas sudah lengkap, maka pihak penyidik melimpahkan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan untuk di tindak lanjuti.

  Keadilan adalah berkaitan dengan hak seseorang, yang tentunya akan berbeda satu sama lain, akan berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya, akan berbeda antara kelompok atau golongan yang sati dengan yang lain, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa ada pengaturan dan perlakuan yang berbeda bagi golongan yang berbeda, dan bila menyangkut hak seseorang maka tidak mungkin ada perlakuan yang sama, bahkan justru dianggap tidak adil bila diatur dan diperlakukan sama rata.Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

  4 Penegakan hukum merupakan

  rangkaian proses untuk menjabarkan nilai-nilai, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan. Nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Penegakan hukum sebagai sarana 4 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang

  Mempengaruhi Penegakan Hukum , Raja untuk mencapai tujuan hukum, sudah seharusnya mendapat energi lebih karena hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dan perkembangan pada masyarakat. Dalam rangka penegakan hukum, khusus penegakan hukum pidana terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Proses penegakan hukum tidak dapat dilakukan secara menyeluruh (total enforcement), dalam arti tidak semua bentuk tindak pidana terhadap pelaku yang telah memenuhi rumusannya dapat dilakukan penuntutan di pengadilan. Tidak dapatnya seseorang dilakukan penuntutan dibatasi oleh Undang-Undang itu sendiri, misalnya perlu adanya pengaduan lebih dahulu agar suatu tindak pidana dapat diproses.

  Penegakan hukum yang mengutamakan kepastian hukum akibat pengaruh kuat aliran legisme, yang mengutamakan asas legalitas secara ketat, hukum adalah Undang- undang, sumber hukum adalah Undang-undang sehingga yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum adalah Undang-undang. Dalam perkembangannya ajaran tersebut diperluas dengan diterimanya sifat melawan hukum material, serta diadopsinya hukum adat didalam hukum posotif Indonesia. Dalam perkembangan lebih lanjut diterima ajaran hukum dan masyarakat, apabila masyarakat berubah tentu hukumnya juga berubah.

  Dengan menggunakan paradigmasistem hukum yang dikembangkan oleh Lawrence M. Friedman bahwa penegakan hukum meliputi aspek substantif, aspek struktur (legal actors), dan budaya hukum (legal culture), maka suatu penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh ketiga aspek tersebut. Aspek substantif atau peraturan perundang-undangan difahami bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang isinya lengkap dan mendetail mengatur semua persoalan yang ada didalam masyarakat karena apabila pembentuk undang-undang akan membuat perundang-undangan semacam itu akan tercipta suatu peraturan perundang-undangan yang sangat mendetail tebal dan mudah sekali ketinggalan zaman, oleh karena itu sebagian besar peraturan Perundang-undangan lebih banyak menetukan hal-hal yang pokok- pokoknya saja yang kemudian lebih lanjut diatur dalam peraturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Keputusan Mentri (KepMen) dan seterusnya.

  Padahal keadan-keadan dilapangan membutuhkan adanya suatu rumusan yang konkrit yang dapat dijadikan sebagi dasar aparat penegak hukum bertindak. Dalam konteks yang demikian maka dapat saja terjadi pengaktualisasian peraturan perundang-undangan tidak berjalan sesuai keadaan atau situasi yang ada dilapangan sehingga terjadi apa yang dinamakan penegakan hukum secara nyata (actual enforcement).

  5 Tahap penegakan hukum pidana

  (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke 5 Dewi, Erna, Firganefi, Sistem Peradilan

  Pidana Indonesia (Dinamika dan Perkembangan), Bandar Lampung, pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan-peraturan perundang- undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh. Penegakan hukum yang berkeadilan sarat dengan landasan etis dan moral. Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu lebih dari empat Dasawarsa bangsa ini hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup dalam intimitas yang tidak sempurna antara sesamanya. Apa yang sesungguhnya dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan bangsa ini dalam menata manajemen Pemerintahannya yang berlandaskan hukum. Penegakan hukum adalah proses yang tidak sederhana, karena di dalamnya terlibat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan masing- masing, faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral dapat dipastikan tujuan hukum yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud.

  Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan kelangsungan perwujudan konsep-konsep abstrak yang menjadi kenyataan. Pada proses tersebut hukum tidak mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat hubungannya dengan proses penegakan hukum yang harus diikutsertakan, yaitu masyarakat dan aparat penegak hukum. Untuk itu hukum tidak lebih hanya ide-ide atau konsep-konsep yang mencerminkan didalamnya apa yang disebut keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang- undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Namun demikian tidak berarti pula peraturan-peraturan hukum yang berlaku diartikan telah lengkap dan sempurna melainkan suatu kerangka yang masih memerlukan penyempurnaan.

  Proses merealisasikan tujuan hukum tersebut, sangat ditentukan dari profesionalisme aparat penegak hukum yang meliputi kemampuan dan keterampilan baik dalam menjabarkan peraturan-peraturan maupun di dalam penerapannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, mungkin pengaruhnya positif dan mungkin pula negatif. Faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk memepekerjakan anak ini yaitu teori factor-faktor yang mempengaruhi

B. Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Untuk Memepekerjakan Anak

  penegakan hukum dari soerjono soekanto, yaitu:

  hanya menunggu laporan dari pihak korban dan pihak lain yang mengatahui, serta kurangnya pemahaman pada sikorban tentang pentingnya mendapat perlindungan hukum dan penyelesaian hukum itu sendiri.

  1. Faktor Perundang-undangan (substansi hukum)

  2. Faktor penegak hukum

  3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung

  4. Faktor masyarakat

  5. Faktor Kebudayaan Beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen untuk memepekerjakan anak. Faktor penghambat tersebut dapat diperjelas dan dirinci sebagai berikut:

  1. Faktor penegak hukum Berdasar kan hasil wawancara dengan Nila,

  6

  2. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung Hasil wawancara dengan Sanusi Husin menyatakan bahwa, Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranannya sebagaimana mestinya.

7 Salah satu kunci dari

  Mempengaruhi Penegakan Hukum , Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 8. 7 Wawancara dengan Penyidik POLDA Lampung, 27 Oktober 2016, jam 11:16

  3. Faktor masyarakat Hasil wawancara dengan Minanoer Rachman

  8

  menyatakan bahwa masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

  8 Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang, 3

  keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan. Pada dasarnya proses penegakan hukum sudah berjalan, tetapi belum berjalan secara utuh, hal ini dikarenakan para penegak hukum 6 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang

  Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum, menurut Baharudin Lopa seseorang baru dapat dikatakan mempunyai kesadaran hukum, apabila memenuhi hukum karena keikhlasannya, karena merasakan bahwa hukum itu berguna dan mengayominya. Dengan kata lain, hukum dipatuhi karena merasakan bahwa hukum itu berasal dari hati nurani.

  4. Faktor Kebudayaan Bedasarkan hasil wawancara dengan Sanusi Husin

  9

  yang sependapat dengan Nila menyatakan bahwa, kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegak hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakkannya. Sebaliknya, apabila peraturan-peraturan perundang- undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum tersebut. Dalam hal ini factor ikut- ikutan terhadap sesama teman yang membuat anak tertarik untuk ikut menjadi tenaga kerja tanpa memikirkan dampak positif dan negatifnya.

  Hukum UNILA, 28 Oktober 2016, jam III.

   SIMPULAN

  Penegakan hukum pidana terhadap pelaku pemalsuan dokumen tenaga kerja anak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang yang mengatur tindak pidana tersebut yaitu melalui proses penyidikan, penuntut umum serta proses peradilan, majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ismail dengan pidana penjara selama 1 tahun, karena secara sah dan meyakinkan telah melakukantindak pidana perekrutan Tenaga Kerja Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan umur dengan cara memalsukan dokumen pribadi anak yang akan dijadikan calan tenaga kerja. Faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja anak yaitu karena ancaman pidananya yang kurang sehingga masih banyak oknum-oknum yang tidak merasa jera dan ingin memanfaatkan keadaan yang ada tanpa memikirkan yang lain, sementara dalam faktor penegak hukum kurangnya anggota atau tim penyidik yang benar-benar berkompeten dalam menangani kasus tersebut sehingga dalam proses penyidikan sedikit terkendala. Sarana dan fasilitas juga belum sepenuhnya memadai seperti saran mobil, jalan, dan jarak yang menajdikan proses penyidikan sedikit terhambat. Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1.Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja anak hendaknya dilaksanakan secara optimal dan hasil putusannya

9 Wawancara dengan Dosen Fakultas

  memberikan efek jera kepada pelaku agar tidak terjadi lagi perekrutan TKI yang tidak memenuhi persyaratan umur pada masa mendatang.

  2. Aparat penegak hukum dan instansi terkait hendaknya menyelenggarakan penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang tinggal di daerah pedesaan/ pedalaman sehingga mereka memiliki pemahaman mengenai syarat untuk menjadi TKI dan tidak mudah tertipu oleh agen atau sponsor dari perusahaan perekrutan TKI yang banyak mencari calon TKI di desa- desa.

  • , 2012, Faktor-Faktor yang

  Hukum Pidana , Penerbit Alumni, Bandung.

  Jakarta. Sudarto, 1986, Kapita Selejta

  Mempengaruhi Penegakan Hukum , Rajawali Pers,

  Pers, Jakarta.

  faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali

DAFTAR PUSTAKA

  Anak Di Indonesia , Refika Aditam, Bandung.

  Moeljatno, 1969, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. Muladi, Nawawi Arif, Barda, 1984,

  Marlina, 2009,Peradilan Pidana

  Nawawi Arief, Barda, 2001,

  Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,

  PT. Citra Aditya Bakti, Soekanto, Soerjono, 1983, Faktor-

  pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta.

  Manulang, Sendjun,2001, Pokok-

  FH UNILA, Bandar Lampung.

  Peradilan Pidana Indonesia (Dinamika dan Perkembangan), PKKPUU

  Dewi, Erna, Firganefi, 2013, Sistem

  No HP: 082281307272

  Penegakan Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.