Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000 Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

© LPPM Itenas | No.4 | Vol. XIV
Oktober – Desember 2010

Jurnal Rekayasa
Institut Teknologi Nasional

Proses Stereoplotting Data IFSAR
untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan
APRILANA
Jurusan Teknik Geodesi – FTSP Institut Teknologi Nasional, Bandung
Email: aprilana@itenas.ac.id
ABSTRAK
Untuk menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota/Kabupaten dibutuhkan Peta
Rupabumi Indonesia (RBI) minimal skala 1:25.000. Saat ini ketersediaan Peta RBI skala 1:25.000
masih terbatas. Pembuatan peta RBI skala 1:25.000 dapat dilakukan antara lain dengan
menggunakan data IFSAR yang dikombinasikan dengan citra optik resolusi tinggi ALOS.
Metodologi pembuatan peta RBI meliputi tahapan stereoplotting, pemutakhiran peta dengan citra
satelit, survei toponimi, data cleaning, editing atribut, pembentukan database, dan gasetir.
Penelitian ini merupakan penelitian tahap awal yang bertujuan untuk mengkaji proses
stereoplotting dan pemutakhiran peta RBI dengan citra satelit. Dari hasil penelitian diperoleh

cara yang dapat dijadikan panduan pada saat melaksanakan proses stereoplotting dan
pemutakhiran dengan citra satelit untuk unsur-unsur: breaklines, mass point, spot height,
perairan, jaringan transportasi, tutupan lahan, bangunan dan permukiman. Selain itu diketahui
juga keterkaitan antara breaklines, mass point, spot height, perairan dengan kehalusan bentuk
DEM dan kontur.
Kata kunci: Peta RBI, IFSAR, stereoplotting, DEM, kontur.

ABSTRACT
To make City/County Spatial Plan, topographic map of Indonesia (RBI) is required with minimum
scale of 1:25.000. Currently the availability of RBI map of scale 1:25.000 is limited. RBI mapmaking of scale 1:25,000 can be done for example by using data IFSAR imagery combined with
high-resolution optical image such as ALOS. RBI mapping methodology includes stereoplotting,
updating by using the satellite imagery, toponimi surveys, data cleaning, attribute editing,
database creation, and gasetir. This preliminary aimed at reviewing the stereoplotting and RBI
maps updating processes by using satellite imagery. The results of this study can be used as a
guide when implementing the stereoplotting process and map updating using satellite imagery for
these elements: breaklines, mass points, spot height, water, transport, land cover, buildings and
settlements. In addition, we could identify the relationship between the breaklines, mass points,
spot height, and waters with DEM shape and contour smoothness.

Keywords: RBI map, IFSAR, Stereoplotting, DEM, contour.


Jurnal Itenas Rekayasa – 202

Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

1. PENDAHULUAN
Untuk meningkatkan percepatan pembangunan nasional diperlukan ketersediaan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Untuk menyusun RTRW Kota/Kabupaten dibutuhkan data spasial yang rinci
dengan skala minimal 1:25.000. Sampai saat ini ketersediaan data spasial dengan skala 1:25.000
tersebut masih sangat terbatas. Salah satu data spasial adalah peta dasar rupabumi Indonesia (peta
RBI). Menurut [1], Peta Dasar Rupabumi adalah peta yang berisi unsur-unsur relief, gedung dan
bangunan (permukiman), perhubungan, perairan, penutup lahan, batas administrasi dan batas negara,
nama-nama geografi. Peta RBI digunakan sebagai peta dasar/acuan pembuatan peta-peta turunan
lainnya. Proses pembuatan RBI skala 1:50.000 menjadi skala 1:25.000 merupakan update detail unsurunsur permukaan bumi sehingga menjadi lebih detail.
Untuk memperoleh unsur-unsur permukaan bumi yang detail dapat diperoleh dari citra resolusi tinggi.
Citra didefiniskan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah
koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan
dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga
(finite) dan bernilai diskrit, maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital [2]. Citra

bisa dikategorikan beresolusi tinggi bila memenuhi dua syarat. Pertama, unsur-unsur permukaan bumi
harus dapat terlihat dengan jelas sehingga dapat dilakukan interpretasi/identifikasi dengan
tepat. Kedua, citra harus memiliki posisi tiga dimensi, sehingga daerah yang akan dipetakan dapat
diketahui topografinya. Kedua syarat tersebut dapat dipenuhi oleh data IFSAR (Interferometric
Syntetic Aperture Radar). Interferometrik merupakan salah satu dari metode pengindraan jauh yang
digunakan untuk memperoleh informasi tiga dimensi (3D) dari permukaan bumi dengan menggunakan
satelit radar. Data IFSAR berupa citra ORI (Orthorectified Radar Imaging) dan citra DSM (Digital
Surface Model).
Peta RBI yang dibuat dengan data dasar IFSAR melalui beberapa tahapan, yaitu: persiapan,
stereoplotting, editing 3D, pembentukan DEM, pembentukan kontur, pemutakhiran peta dengan citra
optik, survei kelengkapan lapangan, entry data lapangan, data cleaning, editing atribut, pembentukan
database, dan gasetir. Penelitian ini merupakan penelitian tahap awal yang bertujuan untuk mengkaji
proses stereoplotting dan pemutakhiran peta RBI dengan citra satelit. Penelitian dibatasi hanya pada
kajian proses persiapan, stereoplotting, editing 3D, pembentukan DEM, pembentukan kontur, dan
pemutakhiran dengan citra optik.
2. METODOLOGI
2.1 Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini sampel lokasi yang dipilih untuk dipetakan adalah di Kabupaten Luwuk Utara
Provinsi Sulawesi Selatan dengan pertimbangan atas ketersedian data. Nomor Lembar Peta (NLP)
daerah yang dipetakan adalah NLP 2113-113, dimana satu nomor lembar peta skala 1:25.000 setara

dengan luas area 194 km2. Pemilihan NLP tersebut adalah karena daerahnya relatif berbukit/bergunung
sehingga sesuai untuk mengkaji proses stereoplotting. Lokasi tersebut pada Peta RBI skala 1:50.000
terletak pada NLP 2113-11 dengan nama indeks peta Palopo. Lokasi daerah studi yang dipetakan dapat
dilihat pada Gambar 1.

Jurnal Rekayasa – 203

Aprilana

NLP 2113-113

Gambar 1. Lokasi Daerah Studi di Kabupaten Luwuk Utara

2.2 Tahapan Penelitian
Tahapan pelaksanaan stereoplotting dan pembentukan DEM serta pembentuan kontur untuk membuat
peta RBI Skala 1:25.000 dengan sumber data IFSAR dapat dilihat pada diagram alir Gambar 2.
Keluaran dari proses stereoplotting yaitu data digital rupabumi berupa kumpulan informasi spasial 3
dimensi (x,y,z). Data tersebut sudah dalam format AutoCad release 2000 dan format dxf AutoCAD
release 12, sedangkan keluaran DEM berformat BIL 32 bit.
Banyak literatur yang menganggap DTM dan DEM memiliki pengertian yang sama. Akan tetapi

menurut [3] dijelaskan bahwa DEM meliputi data-data ketinggian unsur-unsur bangunan (bagian
paling atasnya), pepohonan/vegetasi (pucuk atau bagian atasnya), beserta objek-objek lainnya yang
menonjol dari permukaan bumi dan dikenali oleh (sensor) pengamat. Adapun DTM hanya
memperhitungkan ketinggian permukaan bumi (bagian bawah/alas permukaan bumi yang menonjol).
Oleh karena itu, model-model ketinggian yang diperoleh dari hasil pengukuran terestris akan
menghasilkan DTM, sedangkan model-model ketinggian yang diekstrak dari sensor-sensor satelit akan
menghasilkan DEM.
Bentuk model permukaan DTM bergantung pada distribusi/kerapatan titik-titik data yang digunakan.
Titik-titik data bisa berupa spotheight dan mass point. Spotheight merupakan titik tinggi pada puncak
gunung/bukit atau pada cekungan dan terletak pada permukaan tanah, sedangkan mass point adalah
titik tinggi pada permukaan tanah (yang bukan spotheight). Berdasarkan [4], pola distribusi titik-titik
data dikelompokkan menjadi 2, yaitu DTM Irregular (titik-titik data dipilih secara subjektif oleh
pengamat berdasarkan objek/unsur didalam pandangannya) dan DTM Regular (titik-titik data dipilih
berdasarkan pola atau keteraturan jarak teretentu). DTM Irregular dibagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu
DTM Acak dan DTM Kontur, sedangkan DTM Regular dibagi lagi menjadi 4 jenis, yaitu DTM Grid,
DTM Rectangular, DTM Triangular, dan DTM Profil. Pada penelitian ini, titik-titik data diambil
dengan cara DTM Acak.

Jurnal Itenas Rekayasa – 204


Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Persiapan

Data IFSAR

Data DSM

Data ORI

Resampling
(25 meter sampai 50 meter)

Stereomate

Tampilan ORI Pandangan 3D
Menghilangkan Spike dan Depresi
Digitasi on Screen 3D
Editing 3D

Plotting Vektor 3D :
- Tema Perairan (Hidrografi)
- Tema Perhubungan (Transportasi)
- Tema Bangunan & Pemukiman
- Tema Penutup Lahan
- Tema Hipsografi : Breaklines, Mass Point &
Spotheight

Pembentukan
DEM

DEM

Citra Satelit Optik

Koreksi Geometrik
terhadap ORI

Ortho Rectified Image


Hasil Stereoplotting
& Pemutakhiran
Data

Pembentukan
Kontur

Editing &
Penghalusan
Kontur

Kontur

Export ke Geotiff

Gambar 2. Diagram alir Stereoplotting, pembentukan DEM,
dan Kontur untuk membuat Peta RBI Skala 1:25.000 sumber data IFSAR

2.2.1 Persiapan
Pada tahap persiapan ini, pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:


perencanaan pekerjaan,

persiapan peralatan software dan hardware yang digunakan sebagai berikut:
Jurnal Rekayasa – 205

Aprilana






softcopy radargrammetry,
mouse track (mouse 3D), Nu-Vision 3D Glasses, interface box,stereo graphics sensor,
sebuah Personal Computer dan dua buah monitor 22 inch yang dihubungkan secara paralel.
pengumpulan data meliputi:
- Digital Surface Model (DSM) dalam format GeoTiff,
- Orthorectified Radar Image (ORI) dalam format GeoTiff,
- Citra Satelit ALOS Avnir-2 dan ALOS Prism

- Peta digital RBI Skala 1:50.000 NLP : 2113-11.
membuat indeks peta ORI yang berguna untuk pelaksanaan digitasi stereo dan kontrol kualitas,
pembuatan stereomate.

2.2.2 Stereoplotting
Stereomate kompilasi data citra adalah pekerjaan kompilasi dari data citra, yaitu dari data citra radar
yang dibentuk menjadi model stereo. Data citra radar yang dimaksud, yaitu data ORI dan data DSM.
Proses stereoplotting adalah proses digitasi unsur alam dan unsur buatan yang dilakukan pada model
stereo dengan urutan pengerjaan sebagai berikut:
a. perairan,
b. breaklines,
c. masspoint dan spotheight,
d. jaringan transportasi,
e. bangunan dan permukiman,
f. tutupan lahan.
2.2.3 Pemutakhiran Hasil Stereoplotting dengan Citra Satelit Optik
Pada data ORI unsur transportasi, bangunan dan permukiman, serta vegetasi (penutup lahan) sulit
diinterpretasi, sehingga hasil stereoplotting tidak sempurna. Oleh sebab itu unsur-unsur tersebut harus
dimutakhirkan dengan data yang lain, yaitu citra satelit optik. Pada penelitian ini citra yang digunakan
adalah pansharpened citra ALOS Avnir-2 dan citra ALOS Prism. ALOS (Advanced Land Observing

Satellite) merupakan sistem satelit sumber daya milik Jepang, yang diluncurkan pada 26 Januari 2006
oleh Japan Aerospace Exploration Agency, atau JAXA). Sistem ALOS terdiri dari tiga modul sensor,
yaitu PRISM (Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stero Mapping) beresolusi spasial 2,5
meter; AVNIR-2 (Advanced Visible and Near-InfraRed Type-2) beresolusi spasial 10 meter; dan
PALSAR (Phased Array Type-L Synthetic Aperture Radar) beresolusi spasial berkisar antara 10-100
meter. Sebelum proses pansharp dilaksanakan pada citra ALOS Prism harus dilakukan proses koreksi
geometrik yang mengacu pada data ORI. Ilustrasi konsep koreksi geometrik dapat dilihat pada Gambar
3 berikut.

Translasi
Rotasi

R r
Citra setelah mengalami koreksi geometrik

Citra sebelum dikoreksi geometrik

Gambar 3. Ilustrasi Proses Koreksi Geometrik

Jurnal Itenas Rekayasa – 206

Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian ini dihasilkan beberapa produk, yaitu indeks peta RBI skala 1:25.000 yang diturunkan
dari indeks peta RBI 1 : 50.000, model stereomate, citra ALOS pansharpened, hasil stereoplotting
(perairan, breaklines, masspoint dan spotheight, jaringan transportasi, bangunan dan permukiman,
tutupan lahan) dalam format digital Cad (*.dwg) 2004 dalam sistem koordinat UTM dan sistem
koordinat geografis yang sudah dimutakhirkan, DEM format Bill 32 bit, dan kontur.
1). Indeks Peta RBI 1 : 25.000 sebagai kerangka untuk meletakkan ORI

Batas koordinat area penelitian adalah 1200 00’ 00” ; 20 52’ 30” LS - 1200 07’ 30” ; 20 45’ 00” LS
Gambar 4. Indeks Peta RBI Skala 1:25.000

2). ORI yang sudah stereomate
Citra ORI stereomate ini dapat
ditampilkan dengan menggunakan
softcopy Radargrametry Summit
Evolution Professional versi 5.2.
Pengamatan terain Citra ORRI
Mate dapat dilakukan dengan
menggunkan
Nu-Vision
3D
Glasses.
Dari hasil pengamatan terlihat
dengan jelas relief 3 dimensi/3D.
Unsur punggung bukit/gunung,
alur lembah, sungai, dan sebagian
jalan dapat teramati. Akan tetapi
untuk unsur permukiman dan
tutupan lahan tidak dapat teramati
dengan baik. Selain itu awan tidak
nampak, sehingga memudahkan
saat melakukan stereoplotting.
Gambar 5. Citra ORI yang sudah diproses menjadi stereomate

Jurnal Rekayasa – 207

Aprilana

3). Koreksi Geometrik ALOS Prism

Gambar 6. Koreksi Geometrik ALOS Prism

Sebelum dilakukan pansharp pada citra ALOS terlebih dahulu dilakukan koreksi geometrik yang
mengacu pada ORI. Dalam penelitian ini, proses koreksi geometrik dilakukan dengan
menggunakan 10 titik kontrol tanah dengan sebaran seperti pada Gambar 6 dan menghasilkan RMS
0,87 yang artinya posisi geometrik ORI dan ALOS Prism relatif sama/baik.

4). Citra ALOS Pansharpened

Citra ALOS pansharpened color
resolusi 2,5 m dihasilkan dari citra
ALOS Prism black white resolusi
2,5 m dan citra ALOS Avnir color
resolusi 10 m. Dari hasil
pengamatan terlihat dengan jelas
relief 3 dimensi (3D). Unsur
permukiman, jalan dan tutupan
lahan yang tidak dapat teramati
dengan baik pada ORI dapat
disempurnakan dengan memakai
citra ALOS pansharpened. Akan
tetapi, pada akhirnya harus
dilakukan validasi ke lapangan
dengan survei toponimi.

Gambar 7. Citra ALOS Pansharpened

Jurnal Itenas Rekayasa – 208

Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

5. Hasil stereoplotting Breaklines dari ORI Mate
Breaklines pada ORI Mate dilakukan
pada
punggung
bukit/gunung.
Breaklines pada bagian kiri atas
nampak lebih banyak dibandingkan
dengan bagian bawah. Keadaan itu
menujukkan bahwa pada bagian atas
bukit atau gunung lebih terjal
dibandingkan bagian bawah.
Breaklines ini digunakan sebagai salah
satu data untuk proses pembuatan
DEM dan kontur. Semakin lengkapnya
hasil stereoplotting breaklines, maka
DEM dan kontur yang terbentuk akan
semakin halus.

Gambar 8 Breaklines overlay dengan ORI Mate

6. Hasil stereoplotting Mass Point & Pick Point dari ORI Mate
Pada Gambar 9 tampak kumpulan
titik-titik yang sangat rapat yang tiada
lain adalah kumpulan mass point &
spotheight. Spotheight adalah titik
tinggi pada puncak gunung/bukit atau
pada cekungan dan terletak pada
permukaan tanah. Sedangkan mass
point adalah titik tinggi pada
permukaan tanah (yang bukan
spotheight) dengan distribusi dan
kerapatan tertentu.

Gambar 9 Hasil stereoplotting Mass Point & Spotheight
dari data ORI Mate

Jurnal Rekayasa – 209

Semakin rapat kumpulan mass point
& spotheight disuatu area, maka
menujukan area tersebut semakin
terjal. Mass point & spotheight ini
digunakan sebagai data untuk proses
pembuatan DEM dan kontur. Semakin
lengkapnya hasil stereoplotting mass
point & spotheight, maka DEM dan
kontur yang terbentuk akan semakin
halus.

Aprilana

7. Hasil stereoplotting Sungai dari ORI Mate
Pada ORI Mate alur-alur sungai dapat
diamati dengan jelas. Pada lokasi
penelitian tampak begitu banyak alur
sungai kecil yang bermuara pada dua
alur sungai besar. Pada gambar dapat
terlihat arah aliran sungai dari bagian
atas ke bawah. Arah aliran tersebut
sesuai dengan keadaan gambar
breaklines, mass point, dan spotheight.

Gambar 10. Sungai overlay dengan ORI Mate

8. Hasil stereoplotting Sungai dari Pansharpened (pemutakhiran)
Alur-alur sungai yang besar diklasifikasi
menjadi dua, yaitu sungai satu garis dan
sungai dua garis. Untuk memroses alur
sungai menjadi dua klasifikasi, maka
dilakukan pada ALOS Pansharpened.
Alasannya karena ORI Mate yang
digunakan waktu liputannya lebih tua
dari ALOS Pansharpened. Selain itu, alur
sungai dua garis lebih jelas terlihat pada
ALOS Pansharpened.

Gambar 11. Sungai overlay dengan ALOS Pansharpened

Jurnal Itenas Rekayasa – 210

Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

9. Hasil stereoplotting Jalan dari ORI Mate
Unsur jalan pada citra ORI Mate cukup
jelas dan dapat dibedakan dengan unsur
sungai. Hanya untuk lebih tepatnya,
saat plotting unsur jalan harus
memperhatikan unsur tutupan lahan,
yaitu permukiman.

Gambar 12. Jalan overlay dengan ORI Mate

10. Hasil stereoplotting Jalan dari ALOS Pansharpened (pemutakhiran)
Pada area permukiman, unsur jalan
yang diploting di ORI kurang jelas.
Akan tetapi pada citra ALOS
Pansharpened unsur jalan nampak
lebih jelas.

Gambar 13. Jalan overlay dengan ALOS Pansharpened

Jurnal Rekayasa – 211

Aprilana

11. Hasil stereoplotting Tutupan Lahan dari ORI Mate
Pada ORI Mate unsur tutupan lahan
sulit diamati. Untuk melengkapinya,
maka hasil ploting tutupan lahan perlu
dimutakhirkan dengan citra ALOS
Pansharpened.
Area yang ditandai dengan elips
putus-putus menujukkan tutupan lahan
yang teramati pada ORI. Pada area
elip putus-putus tersebut tutupan lahan
perlu
dimutakhirkan
dengan
menggunakan
citra
ALOS
Pansharpened.

Gambar 14. Tutupan Lahan overlay dengan ORI Mate

12. Hasil stereoplotting Tutupan Lahan dari ALOS Pansharpened
Unsur tutupan lahan pada ALOS
Pansharpened memang lebih jelas dari
ORI. Akan tetapi jenis tutupan lahan
setiap area tetap belum bisa ditentukan
atau diamati. Oleh karena itu, untuk
validasi tutupan lahan perlu dilakukan
survey toponimi kelapangan.
Pada area lokasi penelitian, tutupan
lahan permukiman areanya kecil dan
terletak disekitar pertemuan dua alur
sungai besar. Area permukiman yang
kecil tersebut dimungkinkan karena
area lokasi penelitian berupa relief
perbukitan yang cukup terjal.

Gambar 15. Lahan overlay dengan ALOS Pansharpened

Jurnal Itenas Rekayasa – 212

Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

13. Hasil stereoplotting Batas Administrasi dari ORI Mate
Dari citra ORI Mate dan Citra ALOS
pansharpened tidak bisa diidentifikasi
batas administrasi. Oleh sebab itu,
untuk sementara batas administrasi
kabupaten, kota, dan kecamatan,
dikutip dari Peta RBI skala 1 : 50.000.
Dari hasil overlay antara ORI dan batas
administrasi juga dipandu dengan layer
jalan dan sungai, maka nampak bahwa
batas administrasi tidak sesuai dengan
unsur alam dan buatan. Namun ada
satu garis batas administrasi yang
mendekati sesuai, yakni memotong
bukit/gunung dan menyusuri lembah
(tanda panah putus-putus).

Gambar 16. Batas Administrasi overlay dengan sungai, jalan, dan ORI

14. Hasil stereoplotting Batas Administrasi dari ALOS Pansharpened
Hasil overlay batas administrasi
dengan ALOS Pansarpened juga
dipandu oleh layer sungai dan layer
jalan
menujukan
bahwa
batas
administrasi tidak sesuai dengan unsur
alam dan buatan.

Gambar 17. Batas Administrasi overlay dengan sungai, jalan, dan ALOS Pansharpened

Jurnal Rekayasa – 213

Aprilana

15. Hasil Pembentukan DEM dari Mass Point , Spotheight, Breaklines, Sungai.
Dari gambar nampak bahwa DEM
yang
dibentuk
dari
kombinasi
breaklines, mass point, spotheight, dan
alur sungai terlihat sangat halus.
Bentuk DEM ini akan berubah bila
salah satu unsur tersebut berubah atau
mengalami revisi.
Pada gambar DEM bagian kiri atas
nampak lebih curam, dan keadaan itu
sesuai
dengan
hasil
plotting
breaklines, mass point, spotheight
yang lebih rapat.
Selain itu, nampak pula alur sungai
yang bagian atas cukup sempit dan
bagian kanan bawah sangat lebar.

Gambar 18. Digital Elevation Model (DEM)

16. Hasil Pembentukan Kontur dari Mass Point , Spotheight, Breaklines, Sungai
Untuk melihat bentuk kontur, maka
akan lebih jelas saat di-overlay dengan
DEM. Pada gambar kontur, nampak
bagian kiri atas lebih rapat dan sesuai
dengan bentuk DEM yang terlihat lebih
curam.
Blok kontur terbagi oleh dua celah
yang tiada lain merupakan dua alur
sungai besar yang bersatu diarea bagian
kiri bawah gambar.
Bentuk kontur ini bisa sedikit berubah
bila unsur breaklines, mass point,
spotheight, dan alur sungai mengalami
perubahan atau revisi.

Gambar 19. Kontur overlay (validasi) dengan DEM

Jurnal Itenas Rekayasa – 214

Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta RBI Skala 1:25.000
Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan

4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil stereoplotting breaklines, mass point, dan
spotheight dari data IFSAR (ORI dan DSM) tidak perlu dimutakhirkan sebab kondisi terrain sudah
cukup jelas. Breaklines, mass point, dan spotheight digunakan sebagai data untuk membentuk DEM
dan kontur, sehingga distribusi dan penempatan plotting pada terrain sangat berpengaruh terhadap
bentuk DEM dan kontur. Sebagai acuan untuk DEM yang dibentuk untuk Peta RBI skala 25.000
mempunyai ukuran cell 12,5 meter dan kontur yang dihasilkan mempunyai interval 12,5 meter.
Pada data IFSAR unsur transportasi (jalan), perairan (sungai), permukiman, dan tutupan lahan kurang
jelas. Oleh sebab itu, hasil stereoplotting unsur-unsur tersebut harus dimutakhirkan dengan
menggunakan citra satelit resolusi tinggi, seperti ALOS Pansharpened. Hasil pemutakhiran tutupan
lahan belum bisa membedakan sawah, kebun, tegalan, hutan, belukar, tanah, kosong, padang rumput,
dan hutan bakau. Begitu pula hasil pemutakhiran unsur transportasi belum bisa melakukan klasifikasi
jalan. Oleh sebab itu, dari hasil pemutakhiran harus divalidasi dengan mengadakan survei toponimi ke
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ---------, (2003). “Spesifikasi Pemetaan Rupabumi”, Keputusan Kepala Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional Nomor: HK.00.04/41-KA/XII/2003 tentang Spesifikasi Pemetaan
Rupabumi.
[2] Darma, P., (2010). Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi, Yogyakarta.
[3] InfoTerra., (2005). “Digital Elevation Models”.
[4] Prahasta, E., (2008). Model Permukaan Digital, Informatika, Bandung.

Jurnal Rekayasa – 215

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5