Beberapa Konsep Dasar Jaringan Access Fi

Abstrak
Dalam sistem komunikasi data yang dikirimkan sering mengalami 3 hal, yaitu data yang
dikirim tidak sampai atau hilang pada saluran, data yang dikirim dapat diterima dengan baik
dan kemungkinan ke tiga data diterima tetapi data rusak atau error. Untuk mengantisipasi
kejadian yang ke tiga yaitu data dalam kondisi error maka diterapkan pengkodean terhadap
pengiriman data.
Oleh karena data yang dikirimkan adalah dalam bentuk sinyal digital maka untuk pengkodean
data yang dikirimkan dilakukan dengan membentuk pola data dengan metode tertentu.
Terdapat banyak sistem pengkodean yang dibuat diantaranya adalah 2B1Q Unipolar Line
Coding, Polar Line Coding, Manchester, Diferensial Manchester, Bipolar Line Coding, Kode
Blok (Block Coding), Kode ASCII
Tujuan dari pengkodean terhadap pesan atau yang dikirimkan adalah untuk menjamin bahwa
pada akhirnya pesan dapat diterima sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh pengirim baik
dari sisi reliabilitas maupun dari integritas data

Beberapa Konsep Dasar Jaringan Access Fiber
Optik
Konsep Multiplexing
Multiplexing merupakan penggabungan beberapa kanal sinyal informasi
ke dalam satu kanal informasi dengan tujuan agar sinyal-sinyal informasi
tsb dapat dikirimkan secara simultan dalam 1 kanal. Beberapa jenis

metoda multiplexing, adalah sbb:



FDM (Frequency Division Multiplexing)
Teknik penggabungan kanal sinyal informasi dengan menggunakan
kanal kanal frekuensi yang berbeda. Lihat gambar 1. Prinsipnya
adalah n buah kanal dengan frekuensi yang berbeda-beda
ditransmisikan secara simultan pada 1 saluran transmisi. Teknik ini
digunakan untuk sistem analog maupun sistem digital.



TDM (Time Division Multiplexing)
Teknik penggabungan kanal informasi dengan menggunakan
bandwidth frekuensi yang sama, namun secara bergantian. Lihat
gambar 2. TDM merupakan proses multiplexing dengan cara
membagi waktu menjadi slotslot waktu yang menyatakan informasi
dari tiap kanal. Teknik ini hanya mungkin untuk sinyal digital.




WDM (Wavelength Division Multiplexing)
Teknik ini serupa dengan FDM, hanya menggunakan domain
panjang gelombang sebagai variabelnya. WDM biasa digunakan
pada sistem komunikasi serat optik. Lihat gambar 3.

PCM (Pulse Code Modulation)
PCM (Pulse Code Modulation), yaitu proses mengubah sinyal analog
menjadi sinyal digital. Prosesnya ada 3, yaitu: sampling, quantizing, dan
coding. Jenis PCM yang banyak digunakan adalah PCM – 30, berfungsi
sebagai analog to digital converter, multiplexing, dan sebagai line coding.
Berikut adalah proses PCM-30 :


Bandpass Filter



Sampling (Pencuplikan)


Proses sampling adalah proses pengambilan sample dari sinyal suara
dengan lebar pita frekwensi antara 300- 3400 Hz; di mana proses ini
dikerjakan oleh modulator amplitudo. Prinsip kerja dari sampler ini sama
seperti pintu/gate atau saklar, yang membuka dan menutup dengan
periode waktu yang tertentu dan kontinyu; yang mana membuka dan
menutupnya pintu/gate atau saklar ini dikerjakan oleh suatu frekwensi,
yang dikenal sebagai frekwensi sampling. Untuk frekwensi sampling ini,
seorang ahli Perancis bernama Harry Nyquist telah mengadakan
percobaan-percobaan sbb. :
a) Besar Frekwensi Sampling (Fs) yang digunakan adalah lebih kecil dari 2
x lebar frekwensi suara (2 x BW Finf) :

Besar Frekwensi Sampling (Fs) yang digunakan adalah = 2 x lebar
frekwensi suara (2 x BW Finf) :

Quantizing (Kuantisasi)


Proses Pemberian harga terhadap sinyal PAM; yang besarnya –

kecilnya disesuai dengan harga tegangan pembanding terdekat



Setiap pulsa akan diletakan kedalam suatu polaritas positif atau
polaritas negatif.

Setiap polaritas dibagi menjadi beberapa segment/sub
segment(interval)Kuantisasi ada 2 macam :


Uniform (seragam) (Linear)



Non-uniform (tidak seragam) (Non-linear)

Coding
Coding adalah proses mengubah sinyal PAM menjadi sinyal digital (A – D
Converter). Pada PCM-30 berlaku Hukum Companding-A :

a. Setiap pulsa PAM ditempatkan pada polaritas positif atau negatif; dan
ditandai dengan huruf “S”
• Untuk Polaritas Positif S = 1
• Untuk Polaritas Negatif S = 0
b. Setiap polaritas dibagi menjadi 8 segment; segment ke -0 s/d 7, dan
ditandai dengan huruf “ABC”.

Setiap segment dibagi menjadi 16 sub-segment (interval); interval ke-0
s/d 15, dan ditandai dengan huruf “WXYZ”

Sehingga sinyal PAM akan berubah menjadi sinyal dengan susunan
bitbitnya sbb:

Dalam kaitan dengan proses kuantisasi dan coding ini, dikenal adanya
hukum companding; dan didalam PCM-30 berlaku Hukum Companding
“A”, yang mempunyai aturan sbb. :
1. Meletakan sinyal kedalam 2 polaritas; yaitu polaritas positif, yang
ditandai dengan satu digit “1”; atau polaritas negatif yang ditandai

dengan satu digit “0”.

2. Setiap Polaritas dibagi menjadi 8 segment; yang ditandai dengan tiga
digit “0” dan/atau “1”, dengan nomor mulai dari “0” s/d “7”.
3. Setiap segment dibagi lagi menjadi 16 subsegment, atau interval; dan
ditandai dengan empat digit “0” dan/atau “1”, dengan nomer mulai dari
“0” s/d “15”.

Fungsi PCM 30 setelah A/D Converter adalah multiplexing :
a. Prinsip: Time Division Multiplexing
b. Methode: “Word-by-Word Interleaving” atau “Byte-by-byte
Interleaving”; atau “Cyclic Word Interleaving” atau “Cyclic Byte
Interleaving”.
c. Menggabungkan :
– 30 kanal telepon 64 kbps,
– 1 kanal signalling 64 kbps
– 1 kanal FAS 64 kbps.
Menjadi satu deretan sinyal serial 2048 Kbps.
d. Setiap kanal menempati satu “Time Slot” (TS) :
– TS-0 untuk FAS/Alarm
– TS-1 s/d TS-15 untuk kanal telepon 1 s/d 15
– TS-16 untuk Signalling

– TS-17 s/d TS-31 untuk kanal telepon 16 s/d 30 .
Dan fungsi yang berikutnya adalah: line coding, yaitu konversi sinyal
unipolar NRZ 2048 Kbps menjadi sinyal HDB-3:
• Digit “1” dikodekan menjadi tegangan positif atau negatif bergantian,
yang polaritasnya selalu berlawan dengan digit “1” sebelumnya
• Digit-0 dikodekan menjadi tegangan 0 volt.
• Deretan digit “0” berturutan maksimum 3 buah.
Struktur Frame PCM-30
1. Satu Multi Frame, dengan panjang waktu 1 Multi Frame 2 mS
2. Enam belas Frame, dengan panjang waktu 1 Frame 125 μS
3. 32 TS/Frame, dengan panjang waktu 1 TS 3,9 μ S
4. 8 Bit/TS, dengan panjang waktu 1 bit 488 nS
5. Jumlah bit/Frame 256 bit
6. Jumlah bit/Multi Frame 4096 bit
7. Bit FAS sebanyak 7 bit ( 0011011); bit-2 s/d 8 TS-0, Frame-frame genap

(frame- 0, 2, 4, dstnya.)
8. Bit MFAS sebanyak 4 bit, dengan susunan 0000; terletak pada bit-1 s/d
4 TS-16, Frame-0.
9. Bit Signalling (4 bit/kanal); pada bit-1 s/d 4, dan bit-5 s/d 8 TS-16,

Frame-1 s/d Frame-15
10. Bit Alarm (A1) sinyal 2 Mbit/s terletak pada bit-3 TS-0, Frame-frame
ganjil (1, 3,5 dstnya)
11. Bit Alarm (A2) sinyal 64 Kbit/s (Signalling) terletak pada bit-6 TS-16,
Frame- 0.

Gambar (15) berikut memperlihatkan
Struktur Frame PCM-30

PLESIOCHRONOUS DIGITAL
HIERARCHY (PDH)
Multiplex PDH; dibagi menjadi 2 kelompok, yakni:
1. Order Rendah (Low Order); sering juga disebut sebagai Order Pertama,
atau yang paling populer disebut “PCM-30”
2. Order Tinggi (High Order); terdiri dari Order-2, Order-3 dan Order-4
Blok diagram PDH

Cara kerja PDH:
1. Konverter HDB-3/Unipolar NRZ.
Berfungsi untuk mengubah sinyal HDB-3 Bipolar menjadi Sinyal Unipolar

NRZ (Sinyal Binary). Sinyal yang diterima dari perangkat sebelumnya
adalah sinyal dengan kode saluran HDB-3 Bipolar; oleh rangkaian
Konverter HDB-3/Unipolar NRZ, sinyal HDB-3 Bipolar ini diubah menjadi
sinyal Unipolar NRZ, atau sinyal Binary.

Buffer Memory.
Berfungsi untuk menyamakan kecepatan sinyal Unipolar NRZ (Sinyal
Binary), dengan kecepatan sinyal Unipolar NRZ lainnya. Buffer Memory
akan menyimpan sinyal Unipolar NRZ keluaran dari konverter HDB3/Unipolar NRZ;
dan kemudian Buffer Memory ini akan mengeluarkan sinyal yang
disimpannya berdasarkan clock baca yang datang dari Pembangkit
Frekwensi Clock. Dalam hal ini ke-4 Buffer Memory akan menerima clock
baca yang berasal dari sumber yang sama, sehingga keluaran dari Buffer
Memory akan berupa sinyal yang sudah sinkron antara satu dengan yang
lainnya. Lihat Gambar (18).

Multiplex.
Berfungsi menggabungkan 4 sinyal digital yang sudah disinkrronkan oleh
Buffer Memory menjadi 1 deretan sinyal serial; untuk addres mana kanal
1, 2, 3, dan mana kanal 4, pada deretan 4 sinyal serial ini akan

ditambahkan bit-bit FAS. Proses Multiplexing pada Multiplex digital Order
Tinggi berjalan secara bit-by-bit interleaving, di mana setiap 4 bit dari 4

kanal akan membentuk 1 word (1 TS).
Lihat Gambar 19

Konverter Unipolar NRZ /Bipolar.
Sinyal hasil multiplexing adalah sinyal Unipolar Non Return to Zero
(NRZ).Sinyal ini sebelum ditransmisikan harus diubah terlebih dahulu
menjadi sinyal bipolar:
a. HDB-3, untuk PDH Order-2 dan Order-3
b. CMI, untuk PDH Order-4
Lihat Gambar (20).
5. Pembangkit Frekwensi Clock.
Berfungsi untuk membangkitkan frekwnesi clock yang dibutuhkan untuk
seluruh proses pada arah kirim.
6. Frame Pattern.
Berfungsi membangkitkan bit-bit Frame Alignment Signal, di mana:
! Untuk Order – II dan Order – III bit-bit FAS sebanyak 10 bit, dengan
susunan adalah 1111010000

Untuk Order – IV bit-bit FAS sebanyak 12bit, dengan susunan adalah
111110100000.

Oscillator.
Berfungsi sebagai pembangkit utama dari frekwensi clock, yang biasanya
berupa X-tall Oscillator.
8. Struktur Frame.
Susunan frame multiplex PDH ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1) Struktur Frame Multiplex PDH 8,448 Mbit/s
2) Struktur Frame Multiplex PDH 34,368 Mbit/s
3) Struktur Frame Multiplex PDH 139,264 Mbit/s

SYNCHRONOUS DIGITAL HIERARCHY (SDH)
SDH (Synchronous Digital Hierarchy), adalah multiplex digital yang
berfungsi menggabungkan:
1. Sinyal digital 2 Mbit/s, 34 Mbit/s, 140 Mbit/s menjadi :
– Sinyal STM-1 (155,52 Mbit/s) atau
– Sinyal STM-4 (622,08 Mbit/s).
2. Sinyal STM-1 menjadi :
– Sinyal STM-4, atau
– Sinyal STM-16 (2,48832 Gbit/s).
3. Sinyal STM-4 menjadi :
– Sinyal STM-16,
– Sinyal STM-64 (9,95328 Gbit/s)
4. Sinyal-sinyal PDH dan STM-n menjadi sinyal SDH dengan level yang
lebih tinggi.

Fungsi SDH
Mengubah sinyal bipolar PDH input pada tributary port, menjadi sinyal
unipolar NRZ.
2. Menempatkan sinyal unipolar NRZ pada containernya masing-masing :
a. C-12 untuk sinyal 2048 Kbps.
b. C-3 untuk sinyal 34368 Kbps
c. C-4 untuk sinyal 139264 Kbps
3. Melengkapi sinyal-sinyal C-12, C-3 dan C-4 dengan byte-byte :
a. Over Head (POH), dan
b. Pointer
4. Menggabungkan sinyal-sinyal yang sudah dilengkapi dengan byte-byte
Over Head dan Pointer menjadi satu deretan sinyal serial.
5. Mengubah sinyal hasil multiplexing menjadi :
a. Sinyal Bipolar CMI, untuk STM-1 yang dikirimkan melalui Radio
Gelombang Mikro Digital SDH, atau melalui level SDH yang lebih tinggi.
b. Sinyal dengan daya optik untuk STM-1 yang dikirmkan melalui kabel
optik.

Cara Kerja SDH:
1. Proses Mapping
a. Mapping Sinyal PDH Kedalam Container (C).
Karena kapasitas container dibuat lebih besar dari pada kapasitas sinyal –
sinyal PDH, maka mapping sinyal-sinyal PDH kedalam container selalu
dilakukan dengan cara menambahkan bit-bit yang dibutuhkan, untuk
menyamakan kapasitas sinyal-sinyal PDH dengan kapasitas container
(gambar 22).

Mapping Sinyal Container Kedalam Virtual Container (VC). Mapping sinyalsinyal container (C) kedalam Virtual Container (VC) dilakukan dengan cara
menambahkan bit-bit (byte) Path Over Head (POH) kedalam sinyal sinyal
C. Lihat Gambar 23.

POH ini berfungsi untuk :
– Mengirimkan bit-bit pengecek error
– Mengirimkan indikasi sinyal, normal atau gangguan
– Mengirimkan label sinyal
2. Proses Aligning.
a. Aligning VC Kedalam Tributary Unit (TU).
Proses aligning sinyal-sinyal virtual container (VC) kedalam Tribuatry Unit
(TU) dilakukan dengan cara menambahkan bit-bit (byte) Pointer (PTR)
kedalam sinyal sinyal VC. Proses ini berlaku untuk VC-12 dan VC-3. Lihat
Gambar (24) berikut.

Pointer berfungsi untuk :
– Mengindikasikan awal dari suatu VC
– Menyamakan bit rate VC dengan bit rate TU
– Mengindikasikan kondisi sinyal yang dikirimkan/diterima
b. Aligning VC Kedalam Administrative Unit (AU)
Proses aligning sinyal virtual container (VC) kedalam Administrative Unit
(AU) dilakukan dengan cara menambahkan bit-bit (byte) Pointer (PTR)
kedalam sinyal VC. Proses ini berlaku untuk VC-4. Lihat Gambar 25
berikut.

Proses Multiplexing.
a. Multiplexing TU Menjadi Tributary Unit Group (TUG).
i) Multiplexing 3 x TU-12 Menjadi TUG-2
ii) Multiplexing 1 x TU-3 Menjadi TUG-3
iii) Multiplexing 7 x TUG-2 Menjadi TUG-3
iv) Multiplexing 3 x TUG-3 Menjadi VC-4
v) Multiplexing 1 x AU-4 Menjadi AUG
vi) Multiplexing 1 x AUG Menjadi STM-1
vii) Multiplexing 4 x STM-1 Menjadi STM-4
viii) Multiplexing 16 x STM-1 Menjadi STM-16
ix) Multiplexing 4 x STM-4 Menjadi STM-16

Struktur Frame STM – 1
Frame STM-1 :
1. Kapasitas sebesar 9 baris x 270 kolom = 2.430 byte.
2. Bit Rate STM-1 sebesar 2430 byte x 64 kbit/s = 155,520 Mbit/s
3. Interval waktu untuk setiap Frame sebesar 125 ms atau Frekuensi
pengulangan setiap Frame sebesar 8.000 Hz.
4. Prinsip pengirimannya adalah byte-per-byte, mulai dari byte (kolom)
pertama baris pertama; sampai dengan byte (kolom) terakhir baris
terakhir.

Section Over Head (SOH)
Byte SOH yang ditambahkan ke AU-4 berfungsi :
1. Berisi informasi frame STM-1.
2. Informasi monitoring perfomansi section ybs.
3. Maintenance
4. Fungsi-fungsi operasi (seperti monitoring regenerator intermediate dan
pengontrol switching proteksi).

5. Baris 1 s/d 3 dari SOH digunakan untuk byte RSOH, baris ke-4 untuk
Pointer AU-4, dan baris 5 s/d 9 digunakan untuk byte MSOH.
4.3.2. Path Over Head (POH)
Byte POH yang ditambahkan ke VCn berfungsi :
1. Membawa informasi yang dibutuhkan sesuai dengan payload VC-4 yang
dikirimkan.
2. Menandai payload yang bersangkutan, dan akan tetap ada sampai
payload di-demultiplex.
3. POH terdiri dari 9 byte, yang ditandai dengan J1, B3, C2, G1, F2, H4,
Z3, Z4 dan Z5.

Fungsi Pointer:
1. Untuk menekan keterlambatan transmisi, VC diletakkan di mana saja
didalam payload; process ini disebut “floating” .
2. ntuk menunjukkan awal dari VC didalam payload, setelah process
floating kemudian akan ditambahkan “pointer”; jadi pointer berfungsi
untuk mengindikasikan alamat byte pertama dari VC tersebut.
Ada 2 jenis pointer; yaitu :
1. Pointer AU (pointer Administration Unit), yaitu pointer yang terletak
pada baris ke-empat dari “Section Over Head (SOH)” frame STM-N, yang
berfungsi mengindikasikan lokasi awal dari VC-4.
2. Pointer TU (pointer Tributary Unit), yaitu pointer yang terletak didalam
“section payload” dari frame STM-N, digunakan untuk mengindikasikan
lokasi awal dari VC-12/ VC-3.
4.4. Arsitektur Jaringan SDH
Ada 2 level penggunaan elemen-elemen jaringan SDH dalam jaringan
transmisi :
1. Jaringan Akses (Access Network) untuk mengkombinasikan dan
mendistribusikan layanan-layanan yang menggunakan semua jenis bit
rate (64 kbps, VC-12, VC-3, VC-4) dan dengan bit rate transmisi STM-1,
STM-4, STM-16 dan STM-64.
2. Level Transport untuk transmisi sinyal-sinyal STM-1 STM-4, STM-16 dan
STM-64 serta node-node jaringan dengan sistem Cross-Connect yang
menggunakan semua jenis bit rate (VC-12, VC-3 dan VC-4).

Elemen Jaringan adalah suatu interface yang ditempatkan pada Node SDH
dan berfungsi untuk komunikasi antara Node SDH dengan jaringan
Supervisi (Telecomunication Management Network ).
Jenis-jenis elemen jaringan :
1. Terminal Multiplexer (MUX)

4. Digital Cross Connect (DXC)

TELECOMUNICATION MANAGEMENT
NETWORK ( TMN )
Suatu peralatan pendukung yang sangat diperlukan guna menangani
pengelolaan seluruh jaringan SDH di mana menawarkan pengaturan yang
lebih luas dalam pengelolaan fungsi-fungsi perangkat pada setiap waktu.
Salah satu keuntungannya adalah jaringan SDH akan berfungsi menjadi
suatu sistem operasi dan pemeliharaan yang terpusat. Konfigurasi TMN
dapat terdiri dari Elemen Jaringan, Mediation Device, Operations System
dan Work Station.
Konfigurasi TMN

Fungsi dari tiap-tiap bagian didalam TMN adalah :
1) Operating System (OS); Berfungsi untuk memproses seluruh informasi
yang diperlukan untuk monitoring dan kontrol jaringan.
2) Data Communication (DC). Berfungsi sebagai basis untuk komunikasi
antar elemen-elemen TMN.
3) Mediation Device (MD). Berfungsi sebagai penanggung jawab untuk
mengendalikan pertukaran informasi antara OS dan NE.
4) Network Element (NE). Bagian yang menjadi obyek bagi TMN.
5) Q dan F adapter (Qn dan F). Penghubung antar bagian didalam TMN

PDH (Plesiochronous Digital Hierarchy) – 3
! Jaringan Plesiochronous (hampir sinkron) (Internally free running
oscilator) Asynchronous multiplex Jika suatu tributary dimultiplek ke
tributary dengan bit rate lebih tinggi, digunakan bit stufing/ penambahan
bit dan buffer memori untuk menjadikannya sinkron dengan bit rate yang
lebih tinggi tersebut.
! Bit rate tributare dengan orde lebih tinggi > daripada penjumlahan bit
rate yang dimultiplex : untuk sinkronisasi, signaling dan bit stufing Setiap
level multiplex mempunyai format frame tersendiri
! Bit by bit multiplexing
! Timing alignment menggunakan bit-by-bit justification/ stuffing
! Akses ke kanal individual hanya dimungkinkan setelah dilakukan proses
demultiplexing
! Bit rate distandarkan sampai 140 Mbps

SDH (Synchronous Digital HierarchySDH
(Synchronous Digital Hierarchy)
ITU-T G-707

! Jaringan sinkron(osilator internal disinkronisasi dengan clock referensi
external)
! Teknik multiplex sinkron
! Semua sinyal multiplex mempunyai struktur frame yang identik
! Byte by byte multiplexing
! Akses ke kanal individual bisa dilakukan menggunakan pointer, tanpa
harus mendemultiplex semuanya lebih dulu.
! Bit rate distandarkan berbasis 155 Mbps

Kelebihan SDH
! Standarisasi bit rate di atas 140 Mbps secara internasional
! Sinyal optik yang ditransmisikan distandarkan/ Kompatibilitas antar
vendor
! Struktrur modular
– Bit rate multiplex merupakan kelipatan dari bit rate dasar (155.52 Mbps)
– Struktur frame sinyal multiplex identik dengan struktur frame sinyal
dasar
! Akses ke suatu kanal individual bisa dilakukan tanpa harus
mendemultiplex sinyal keseluruhan, hanya kanal yang diperlukan yang
didemultiplex. Metode ini sangat bermanfaat untuk sistem cross connect
dan pencabangan (add and drop multiplexer)
! Mengakomodasi sinyal PDH
! Transmisi sinyal broadband
Adanya proteksi (Self Healing Ring, Path protection , Multiplex section
protection)
! Software configuration (add, drop, crossconnect)
! Centralized management
– remote alarm
– remote reconfiguration/ rerouting (2 Mbps lines)

– remote service activation and configuration of interfaces
– S/W download to card level

Format Frame SDH

Sonet (Synchronous Optical Network) : Bellcore Amerika
! Bit rate dasar sinyal : 50.688 Mbps (STS-1 = Synchronous
Transport Signal)

Interface V5.x
Standard interface ETSI
➱ Menghubungkan jaringan akses (AN) dengan sentral lokal (LE)
➱ Open interface (interface multivendor, memungkinkan AN dari vendor
mana saja dapat berhubungan dengan LE mana saja) .
➱ Interface V5.1 berdasarkan prinsip multiplex statik dan interface
V5.2 berdasarkan prinsip multiplex dinamik dan konsentrator.
Keuntungan Penggunaan Interface V5.x
➱ Tidak tergantung kepada salah satu vendor untuk penyediaan jaringan
akses (access network).
➱ Mendukung pengembangan teknologi dan struktur jaringan akses yang
lebih efektif dari segi biaya.
➱ Mendukung suatu standar interface bagi manajemen network.
Bekerja berdasarkan prinsip multipleks statis
➮ Setiap link antara LE dan AN menggunakan 2Mb/s, menghubungkan LE
dengan AN via kabel tembaga,
optik maupun media radio.
➮ Mendukung aplikasi POTS, ISDN BRA.
➮ Signalling time slot 15, 16 dan 31 digunakan sebagai TS
signalling, pada kondisi normal menggunakan TS 16 (TS 16 mandatory).

Interface V5.2
✽ Bekerja berdasarkan prinsip multipleks dinamis
✽ Menggunakan multilink sampai dengan 16 link 2048 kb/s (ETSI)
✽ Didukung fungsi konsentrator pada AN, sehingga lebih banyak
pelanggan yang dapat dihubungkan.
✽ Mendukung aplikasi POTS, ISDN BRA.
✽ Memiliki sistem proteksi terhadap kegagalan yang mungkin terjadi pada
kanal signaling.

Fungsi utama OLTE
• Mengubah sinyal dengan daya listrik menjadi sinyal dengan daya optik
dan sebaliknya.
• Menggabungkan sinyal-sinyal pelayanan (service bit) dengan sinyal
utama.
• Memancarkan dan menerima sinyal dengan daya optik.
• Memberikan pengamanan bagi petugas dengan dilengkapi rangkaian
laser diode shut-off.
• Menyediakan kanal order wire untuk koordinasi antar petugas.

Unit B/U Converter
– Menerima sinyal elektrik bipolar (CMI/HDB-3) dari multipleks.
– Memperbaiki karakteristik sinyal yang diakibatkan adanya redaman
kabel (Equalisasi).
– Mengubah kode saluran sinyal elektrik dari bipolar ke unipolar (NRZ).
– Mengirimkan sinyal elektrik dari multipleks ke unit coder.
– Mengirimkan indikasi alarm ke unit pengontrol Alarm.
Unit Coder
• Menerima sinyal elektrik unipolar dari unit B/U converter dan dari unit
service channel /auxilary.
• Menggabungkan sinyal utama dengan sinyal service channel.
• Mengkodekan sinyal gabungan sesuai kode saluran optik yang
digunakan.
• Menggantikan sinyal utama yang terganggu dengan sinyal AIS.
• Mengirimkan sinyal alarm jika terjadi gangguan pada sinyal utama.
Unit Optical Sender
– Mengatur lebar pulsa dan bentuk pulsa listrik unipolar yang diterima dari
unit coder.
– Mengendalikan arus listrik yang mengalir pada sumber optik.
– Mengubah sinyal pulsa listrik unipolar yang sudah dikondisikan menjadi
sinyal pulsa optik.
– Mengirimkan sinyal pulsa optik ke terminal lawan melalui serat optik.
– Jika terjadi gangguan maka akan mengirimkan alarm signal.
– Melaksanakan pemutuskan pancaran sumber optik jika menerima sinyal
shut-off.

Optical Sender
Ada 2 jenis Sumber Optik :
1. LED ( Light Emitting Diode ).
2. Diode LASER ( Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation ).

Unit Detektor Optik
– Menerima sinyal optik yang dari lawan melalui serat optik.
– Mengubah sinyal optik menjadi sinyal elektrik unipolar.
– Menguatkan sinyal elektrik unipolar.
– Mengirimkan sinyal elektrik unipolar ke unit decoder.
– Mengirimkan sinyal alarm ke unit pengonrtol alarm.

Optical Receiver
Ada 2 jenis Optical Photodiode, yaitu :
1. Diode pin ( Positive Intrinsic Negative )
2. APD ( Avalanche Photo Diode )
Decoder
• Menerima sinyal elektrik unipolar yang dikirim unit detektor optik.
• Mendekodekan kembali sinyal gabungan (sinyal utama dan service
channel).
• Memisahkan sinyal utama dengan sinyal service channel.
• Menggantikan sinyal utama yang terganggu dengan sinyal AIS.
• Mengirimkan alarm signal jika terjadi gangguan pada sinyal utama.

U/B Converter
• Menerima sinyal elektrik unipolar dari unit decoder.
• Mengubah sinyal elektrik unipolar menjadi sinyal elektrik bipolar.
• Memperbaiki karakteristik sinyal akibat adanya redaman kabel.
• Mengirimkan sinyal elektrik bipolar ke perangkat demultipleks.
• Jika tidak menerima sinyal dari unit decoder, maka akan mengirimkan
sinyal alarm ke unit pengontrol alarm.

Sumber : Knowledge TELKOM 2007