TANTANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PARIWISATA
TANTANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PARIWISATA TERHADAP
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
TOURISM DEVELOPMENT) DI BALI: ANALISIS KRITIS TERHADAP
KASUS RUMAH MAKAN HALAL DI KAWASAN ANYER
Oleh Putu Diah Sastri Pitanatri
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan suatu wilayah menjadi daerah tujuan wisata tentu memiliki
dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dikatakan oleh Gee (1989)
dalam bukunya yang berjudul “The Travel Industry”, menyebutkan bahwa “as
tourism grows and travelers increases, so does the potential for both positive and
negative impacts”. Gee mengatakan adanya dampak atau pengaruh yang positif
maupun negatif karena adanya pengembangan pariwisata dan kunjungan wisatawan
yang meningkat).
Dampak positif terhadap pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan
dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas
setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Menurut Prof. Ir Kusudianto Hadinoto bahwa
suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan
keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas
setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik.
Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism, International
Business” (2000, p.168-169), menyatakan bahwa : “pariwisata dapat memberikan
keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan
taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut”.
Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan
keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan.
Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya
pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat
langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah
tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi
wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain),
produsen cindera mata yang memiliki kekhasan dari obyek tersebut dan turut menjaga
Putu Diah Sastri Pitanatri | 1
keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman
selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek
wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan
dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun
dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.
Salah satu dampak negatif yang timbul dari pariwisata adalah keinginan dari
pelaku / Sumber Daya Manusia pariwisata tersebut untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya tanpa memperhatikan prinsip-prinsip sustainability seperti yang
terjadi pada kasus “Rumah Makan Halal di kawasan Anyer” yang baru-baru ini
menjadi sorotan berbagai media massa .
Diberitakan sebelumnya, seorang pengguna facebook bernama Dewi Kabisat
Andriyani, mengunggah kuitansi pembayaran makanan sejumlah Rp 1 juta yang
diakuinya berada di sebuah restoran di Anyer, Kamis (4/9/2014). Di kwitansi tersebut
ada tujuh menu makanan dan minuman yang dipesan, namun harga tiap makanan
terbilang relatif mahal
Gambar 1
Kwitansi yang Diunggah Ke Media Sosial
Sumber www.merdeka.com Jumat, 5 September 2014
Pada gambar diatas dua ikan bakar seharga Rp 400.000, satu cumi saus tiram
Rp 180.000, tiga cah kangkung Rp 200.000, satu baso sapi Rp 20.000, dua nasi putih
Rp 90.000, dua lalap sambal Rp 30.000, dan satu es teh manis seharga Rp 80.000
Maka dari itu, Dewi pun harus membayar 1 juta rupiah. "Hati-hati makan di
'rumah makan' sekitaran Pantai Anyer. Baru kali ini makan sampai sejuta. Mending
Putu Diah Sastri Pitanatri | 2
eksklusif, kaya warung pecel ayam. Bakso semangkok harganya ckck. Bakso kecilkecil gitu aja," demikian tulis Dewi di atas unggahan foto kwitansinya di Facebook
Kamis (4/9/2014), pada pukul 12.46.
Hal tersebut pun menimbulkan respons para pengguna media sosial Facebook.
Hingga pukul 17.34 Sabtu (6/9/2014), sudah 10.573 orang yang men-share foto
tersebut
Posting tersebut menjadi fenomena yang kemudian merebak dan menjadi
pemberitaan
media-media
nasional
seperti
kompas.com,
solopos.com
dan
merdeka.com seperti yang tampak pada printscreen berikut ini.
Gambar 2
Beberapa Situs Berita Nasional yang Memuat Mengenai Restoran Anyer
Sumber www.kompas.com Sabtu, 6 September 2014
Sumber www.solopos.com Jumat, 5 September 2014
Putu Diah Sastri Pitanatri | 3
Sumber www.merdeka.com Jumat, 5 September 2014
Kasus seperti ini bukanlah hal baru. Dulu juga sempat ramai di media sosial
mengenai pedagang makanan di sekitaran Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran
yang terlalu profit oriented sehingga harga yang ditawarkan ke konsumen menjadi
berlipat ganda. Modusnya dengan tidak mencatumkan harga.
Di Bali sendiri tulisan oleh Andrew Marshal dalam tajuk Holidays in Hell:
Bali's Ongoing Woes di TIME magazine pada tahun 2011 juga sempat menjadi
headline beberapa pemberitaan nasional dan internasional.
Dalam tulisannya,
Andrew menyebutkan bahwa Bali bukanlah lagi puliau surge - the island of paradise
tetapi sudah bertransformasi menjadi pulau neraka.
Sampah, kemacetan, polusi,
harga yang over priced adalah beberapa poin yang menjadi keywords dalam tulisan
tersebut
Gambar 3
Tampilan Artikel Holidays in Hell di Website Majalah TIME
Sumber: www.time.com, Sabtu 9 April 2011
Putu Diah Sastri Pitanatri | 4
Agar fenomena-fenomena diatas tidak terjadi kembali maka perlu dilakukan
tindakan prefentif sehingga
Sumber Daya Manusia Pariwisata di Bali dapat
berpartisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan / sustainable
tourism development.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan beberapa masalah yang
menjadi topik pembahasan dalam paper ini yaitu:
a) Jika merujuk dari kasus diatas, apa saja yang menjadi tantangan
pengembangan Sumber Daya Pariwisata Bali agar tetap mengacu pada prinsip
sustainability?
b) Bagaimana keterkaitan antara pengembangan pariwisata dengan wisatawan
dalam aspek pariwisata yang sustainable?
c) Tindakan apakah yang perlu dilakukan sehingga dapat menjadi solusi dalam
pengembangan dunia kepariwisataan yang berbasiskan sustainability?
1.3 Landasan Teori
Sumber Daya Manusia Pariwisata
Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian Sumber daya manusia yaitu :
a) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu
organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
b) Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai
penggerak
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
c) Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi
sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang
dapat mewujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya
manusia adalah suatu proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara
manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi
pencapaian tujuan organisasi (lembaga).
Putu Diah Sastri Pitanatri | 5
Hal ini kemudian kembali ditegaskan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI) Marie Elka Pangestu dalam
pembukaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Pengembangan Sumber Daya
Pariwisata
dan
Ekonomi
Kreatif
Tahun
2013
(www.parekraf.go.id/) yang
menyebutkan bahwa unsur terpenting dalam suatu organisasi adalah sumber daya
manusia. Sebaik apapun suatu sistem tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tidak
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional.
Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata Berkelanjutan atau sustainable tourism adalah pariwisata yang
dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada masa kini,
sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan datang.
Pariwisata Berkelanjutan mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya
sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, social dan estetika dapat terpenuhi
sekaligus
memelihara
integritas
kultural,
proses
ekologi
yang
esensial,
keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (United Nation World
Tourism Organisation-UNWTO). Pengertian tersebut secara implisit menjelaskan
bahwa dalam pendekatan pariwisata berkelanjutan bukan berarti hanya sector
pariwisata saja yang berkelanjutan tetapi juga berbagai aspek kehidupan dan sektor
sosial ekonomi lainnya yang ada di suatu daerah (Butler, 1991).
Selanjutnya dalam pariwisata berkelanjutan didefinisikan oleh UNWTO
dalam Rencana Strategi Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs Untuk Indonesia;
International Labour Organization 2012 sebagai: "Pariwisata yang memperhitungkan
secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang,
menjawab kebutuhan pengunjung, industri (pariwisata), lingkungan dan komunitas
tuan rumah”
Putu Diah Sastri Pitanatri | 6
Gambar 4
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan UNWTO
Sumber : http://www.unwto.org/
Dari gambar diatas, tampak bahwa pedoman dan Praktek Pengelolaan
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dapat diterapkan pada semua bentuk
pariwisata dalam semua jenis destinasi, termasuk pariwisata massal dan berbagai
macam segmen ‘niche’. Prinsip-prinsip keberlanjutan mengacu kepada aspek-aspek
lingkungan, ekonomi dan sosio-budaya dalam pembangunan kepariwisataan, dan
keseimbangan yang sesuai harus dibentuk antara ketiga dimensi tersebut untuk
menjamin keberlanjutannya dalam jangka panjang. Jadi, pariwisata berkelanjutan
hendaknya:
1. Memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang menjadi elemen kunci dalam
pembangunan kepariwisataan secara optimal , menjaga proses ekologi penting
dan membantu mengkonservasikan pusaka alamdan keaneka-ragaman hayati.
2. Menghormati
keotentikan
sosio-budaya
dan
komunitas
tuan
rumah,
melestarikan pusaka buatan dan kehidupan budaya masa kini, nilai nilai
tradisional, dan berkontribusi terhadap pemahaman antar budaya dan toleransi.
3. Memastikan berlangsungnya operasi jangka panjang, yang memberikan
manfaat
sosio-ekonomi
kepada
semua
pemangku
kepentingan
yang
terdistribusi secara berkeadilan, termasuk lapangan kerja yang stabil dan
peluang komunitas tuan rumah untuk beroleh pendapatan dan pelayanan
sosial, serta berkontribusi terhadap penghapusan kemiskinan. Pembangunan
pariwisata berkelanjutan memerlukan partisipasi dari semua pemangku
kepentingan yang mendapat informasi, dan juga kepemimpinan politis yang
Putu Diah Sastri Pitanatri | 7
kuat untuk menjamin adanya partisipasi yang luas dan terbangunnya
konsensus.
Sehubungan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, pola
pembangunan berkelanjutan tersebut di atas sangat cocok diterapkan dalam
pengembangan pariwisata di Bali. Ini bertujuan untuk melestarikan (merajegkan)
keberadaan pariwisata yang ada sekarang ini kepada generasi yang akan datang.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah
proses dan sistem pengembangan pariwisata yang bisa menjamin keberlangsungan
atau keberadaan sumberdaya alam, kehidupan sosial dan ekonomi, dan budaya ke
generasi yang akan datang (Ardika, 2003 : 9).
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4.1 Tujuan
Setiap tulisan ilmiah tentu memiliki beberapa tujuan dan manfaat, oleh sebab
itu penulis membagi tujuan dalam dua kriteria yaitu:
1. Tujuan Operasional
Tujuan operasional dari paper ini yaitu:
a. Dapat mengidentifikasi dengan baik kebutuhan-kebutuhan yang terkait
dengan
Sumber
Daya
Manusia
Pariwisata
sehingga
tercipta
sustainability dalam pengembangan Pariwisata di Bali
b. Mengetahui masalah – masalah apa saja yang timbul pada
pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata Bali
2. Tujuan Individual
Tujuan Individual dari paper ini yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan,
pengalaman, pengenalan dan pengamatan sebuah studi kasus di mata kuliah
Sumber Daya Manusia Pariwisata sehingga nantinya penulis mampu memiliki
kemampuan analisis yang baik untuk menyelesaikan program Magister Kajian
Pariwisata di Universitas Udayana
Putu Diah Sastri Pitanatri | 8
1.4.2 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan paper ini antara lain:
a. Dengan mempergunakan acuan dari buku referensi terkait dan beberapa
jurnal ilmiah maka analisa dari paper ini didiharapkan mampu memberi
manfaat dan analisis kritis terhadap pengembangan Sumber Daya
Pariwisata di Bali ditinjau dari aspek sustainability
b. Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan
memperluas wawasan penerapan teori dan pengetahuan berdasarkan studi
kasus
II. PEMBAHASAN
Menurut Mustika dalam tulisannya yang bertajuk Investasi Swasta Pariwisata
dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali (2006) menyebutkan bahwa pesatnya
pertumbuhan wisatawan, mengakibatkan pembangunan pembangunan prasarana
penunjang kepariwisataan di Bali juga meningkat, yang diiuti dengan penyerapan
tenaga kerja yang semakin besar di seluruh sektor. Tingginya penyerapan tenaga kerja
di provinsi Bali tidak lepas peran pemerintah yang selalu berusaha menciptakan iklim
investasi yang kondusif sehingga para investor tertarik untuk berinvestasi di Bali.
Peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja pariwisata merupakan
implikasi dari peningkatan jumlah wisatawan domestik dan manca Negara. Dalam
konfrensi pers yang dilakukan Menparekraf, Mari Elka Pangestu (1/9/2014
http://www.parekraf.go.id/ ) menyebutkan bahwa sektor pariwisata berhasil
mempertahankan laju pertumbuhan tinggi seperti terlihat pada peningkatan kunjungan
wisatawan manca negara (wisman) yang sudah mencapai 5,32 juta periode Januari Juli 2014 atau meningkat 9,37% dibandingkan periode yang sama pada 2013.
Perkembangan ini semakin menunjukan potensi sektor pariwisata bersama ekonomi
kreatif sebagai sebagai sektor ekonomi strategis dalam pentas perekonomian nasional
ke depan. Kunjungan wisman menunjukkan trend pertumbuhan yang meningkat tajam
seperti terlihat pada jumlah kunjungan kumulatif dalam tujuh bulan terakhir Januari
- Juli 2014. Untuk wisatawan nusantara (wisnus), untuk Semester I 2014, angka
perjalanan sudah mencapai 107 juta dengan total pengeluaran mencapai Rp 76,16
triliun.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 9
Dengan adanya peningkatan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara
maka sangat penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Pariwisata
sehingga mampu memberikan citra positif pada wisatawan yang berkunjung.
Adapun tantangan yang akan dihadapi dalam pengembangan pariwisata,
antara lain adalah: pertama, rendahnya mutu pelayanan dari para penyelenggara
pariwisata, persaingan yang tidak sehat di antara para penyelenggara pariwisata serta
kurangnya pemahaman terhadap pentingnya pelindungan konsumen yang sangat
ditekankan di Eropa, Amerika dan Australia, merupakan kendala yang sangat
menghambat pariwisata di Bali. Masih sering kita temui bahwa harga yang
ditawarkan kepada turis baik domestik maupun manacanegara seringkali over priced.
Belum lagi adanya tindakan persuasif berlebihan sehingga terkesan memaksa.
Orientasi ekonomi yang terlalu berlebih kepada turis seperti ini akan sangat
mengganggu kenyamanan turis yang sedang melakukan kegiatan perjalanan wisata
Kedua, rendanhya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan
pariwisata merupakan kendala. Sebab banyak rencana pengembangan yang gagal
karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat akibat rendahnya kesadaran
tersebut.
Ketiga, kurangnya modal dan rendahya sumberdaya manusia, terutama tenaga
yang terampil dan profesional dalam hal manajerial di bidang pariwisata merupakan
kendala yang seringkali muncul terutama pada negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia (Suara Pembaruan, 5 Februari 2014). Sumberdaya manusia merupakan
komponen utama dan penentu, terutama dalam menjalan pekerjaan pada jajaran
frontlinters, yakni mereka yang bertugas memberikan pelayanan langsung kapada
para wisatawan.
Potensi pengembangan pariwisata sangat terkait dengan lingkungan hidup dan
sumberdaya. Menurut Fandeli (1995:48-49), sumberdaya pariwisata adalah unsur
fisik lingkungan yang statik seperti: hutan, air, lahan, margasatwa, tempat-tempat
untuk bermain, berenang dan lain-lain. Karena itu pariwisata sangat terkait dengan
keadaan lingkungan dan sumberdaya. Ditambahkan pula bahwa Bali dengan budaya
serta keindahan alamnya memiliki potensi yang sangat baik untuk kegiatan
pariwisata.
Disebutkan oleh Subadra dan Nadra dengan studi kasus di Desa Wisata
Jatiluwih (Jurnal Manajemen Pariwisata ; 2006), hanya sedikit usaha perekonomian
masyarakat lokal yang berhubungan langsung dengan industri pariwisata. WarungPutu Diah Sastri Pitanatri | 10
warung yang ada di sekitar obyek wisata hanya diperuntukkan untuk masyarakat lokal
dan wisatawan domestik dan bukan untuk wisatawan mancanegara karena tidak
memiliki standar internasional. Oleh sebab itu, warung tersebut tidak terdapat
standarisasi harga antara masyarakat lokal, wisatawan domestik dan wisatawan
mancanegara.
Hal ini kemudian ditegaskan oleh Kusuma Negara (2012) menyebutkan bahwa
dari persepsi wisatawan nusantara terhadap kondisi kepariwisataan Bali terhadap
perspektif pelayanan, kesesuaian harga barang, kualitas pelayanan pedagang, kualitas
fasilitas dan kesesuaian harga pelayanan jasa hanya mendapat predikat “cukup”. Jika
ditinjau dari total persepsi wisatawan nusantara terhadap kondisi kepariwisataan Bali
hanya 2% yang menjawab “sangat baik”, sementara sisanya 12% menjawab “baik”,
68% menjawab “cukup”, 15,33% menjawab kurang dan 2.67% menjawab sangat
kurang. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisatawan menilai bahwa
kepariwisataan Bali secara keseluruhan belum mampu memberi pesepsi yang baik
terutama kepada wisatawan domestik.
Menjawab tantangan tersebut, Adikampana (2012) dalam penelitiannya yang
berjudul Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata
disebutkan bahwa masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari destinasi
pariwisata. Pengintegrasian masyarakat dalam pariwisata dimaksudkan untuk
memastikan masyarakat lokal mendapat ruang dan kesempatan untuk berpartisipasi
aktif. Berbagai permasalahan berupa tantangan dan hambatan akan ditemukan untuk
mewujudkan destinasi yang berkualitas. Untuk itu aspirasi masyarakat lokal tidak
dapat diabaikan dan merupakan input penting dalam proses perencanaan
pembangunan destinasi pariwisata.
Selain dibutuhkannya partisipasi aktif dari masyarakat, perlu diadakan
pelatihan dan pendidikan guna menciptakan Sumber Daya Pariwista yang berkualitas.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Aristana dan Syafirah (2012) di Santika
Premier Beach Resort, disebutkan bahwa diklat memiliki pengaruh positif terhadap
prestasi kerja SDM pariwisata yang bekerja di Hotel Santika Premiere Beach Resort
Bali. Ditemukan juga terdapat peningkatan sebesar 58.4% terhadap performa
karyawan yang telah melalui pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian setiap
pendidikan dan latihan yang dilakukan akan mengakibatkan adanya peningkatan
dalam bidang prestasi yang ditujukan oleh karyawan. Pendidikan dan latihan
Putu Diah Sastri Pitanatri | 11
merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi kerja pada Hotel Santika Premiere
Beach Resort Bali.
III. Kesimpulan dan Rekomendasi
3.1 Kesimpulan
Mencapai pariwisata berkelanjutan merupakan proses yang berkesinambungan
dan hal itu memerlukan pemantauan dampak secara konstan, mengenalkan tindakan
pencegahan dan/atau tindakan korektif bilamana diperlukan. Pariwisata berkelanjutan
juga harus menjaga tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi dan menjamin
pengalaman yang penuh makna bagi wisatawan, menumbuhkan kesadaran tentang
isu-isu keberlanjutan dan memromosikan praktek-praktek pariwisata berkelanjutan di
antara mereka
Kontribusi langsung pariwisata terhadap ekonomi masyarakat Bali terutama
yang bekerja di industri pariwisata seperti hotel dan restoran masih sangat kecil. Uang
yang diperoleh setiap bulannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari dan hampir tidak ada alokasi dana untuk masa depannya seperti untuk
membangun rumah dan pendidikan. Kecilnya pendapatan yang diperoleh memaksa
mereka untuk hidup di ruangan yang sempit atau kamar kost dengan segala
keterbatasannya. Hal ini terjadi karena rendahnya pendidikan dan kualitas sumber
daya manusia sehingga mereka hanya bekerja pada tingkat bawah (front-line
employee).
Sehebat apapun tim promosi pariwisata tidak akan mampu mendatangkan
wisatawan ke Bali tanpa dibarengi dengan perubahan-perubahan dan penyelamatan
serta penataan sumber daya alam dan budaya yang dijadikan daya tarik wisata, objek
wisata, dan kawasan wisata. Dari lima tahapan pada siklus pariwisata (discovery,
involvement, development, consolidation, dan stagnation) sebagaimana ditulis oleh
Butler (1980), Bali berada pada tahap development atau perkembangan. Ini dapat
dilihat dari masuknya investor lokal dan dari luar daerah untuk membangunan dan
mengembangkan prasarana, sarana dan faslitas pariwisata seperti hotel dan restoran.
Namun sangat disayangkan karena pembangunan fasilitas pariwisata tersebut
dilaksanakan secara berlebihan yang hampir semuanya mengarah ke pengembangan
pariwisata modern dan konvesional sebagimana dikembangkan di Thailand dan
Putu Diah Sastri Pitanatri | 12
Singapura. Akibat dari pengembangan yang berlebihan ini, kerusakan sumber daya
alam tidak dapat dihindari lagi. Ini sangat kontradiktif dengan motivasi wisatawan
untuk mengunjungi suatu destinasi pariwisata yang memiliki keunikan-keunikan
budaya dan keaslian alam. Dan perlu dijadikan catatan bahwa sekarang ini
kebanyakan wisatawan yang datang merupakan wisatawan berpendidikan (educated
tourist) yang memiliki kepedulian dan kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya
lingkungan hidup yang lestari.
Usaha-usaha yang harus dilakukan untuk menjamin keberlangsungan
pariwisata di Bali adalah sebagai berikut: Pertama, peningkatan kualitas pelayanan
kepada wisatawan sesuai dengan standar operasional pelayanan sehingga bisa
memenuhi harapan dan keinginannya yang kemudian akan membantu pemasaran
pariwisata Bali melalui metode pemasaran mulut ke mulut (word of mouth) dan
peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat yang bergelut dalam bidang
pariwisata dan masyarakat lokal. Kedua, menjamin keberlangsungan sumber daya
alam yang dijadikan sebagai objek atau daya tarik wisata dan kelestarian budayabudaya masyarakat lokal dengan menegakkan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku secara tegas dan tidak pandang bulu terhadap pelanggaran hukum dan
penyimpangan yang dilakukan. Ketiga, menjaga keseimbangan kebutuhan industri
pariwisata, lingkungan, dan masyarakat lokal agar tercipta tujuan dan kerjasama yang
saling menguntungkan di antara para stakeholders (wisatawan, industri pariwisata,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal).
3.2 Rekomendasi
Adapun tindakan-tindakan yang bisa diambil untuk meningkatkan kualitas
Sumber Daya Pariwisata agar kasus di rumah makan di kawasan Anyer dalam
menciptakan pembangunan pariwisata berkelanjutan diantaranya:
1.
Pendidikan
Seperti halnya yang tercantum dalam Global Code of Ethics for Tourism
UN-UNWTO klause 3 The host communities, on the one hand, and local
professionals, on the other, should acquaint themselves with and respect
the tourists who visit them and find out about their lifestyles, tastes and
Putu Diah Sastri Pitanatri | 13
expectations; the education and training imparted to profes- sionals
contribute to a hospitable welcome;
Dalam klausa tersebut ditegaskan bahwa masyarakat penerima wisatawan,
dari satu sisi, dan para pelaku usaha pariwisata setempat, di lain sisi,
hendaknya mereka bersikap ramah dan menghormati wisatawan yang
datang berkunjung serta memahamai gaya hidup, cita rasa dan harapan
wisatawan; pendidikan dan pelatihan yang sepatutnya diberikan kepada
para pelaku usaha pariwisata yang turut berperan dalam menyambut dan
melayani wisatawan;
Kemampuan masyarakat dibidang pelayanan jasa pariwisata perlu
ditingkatkan. Dengan adanya pendidikan yang baik di bidang pariwisata
maka kualitas pelayanan yang diberikan kepada wisatawan pun akan
meningkat, misalnya terkait dengan kemampuan berbahasa asing. Dengan
peningkatan kualitas pelayanan sudah tentu akan berdampak pada
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Pendidikan ini bisa dilakukan
dengan cara pelatihan ataupun pemberian beasiswa bagi masyarakat yang
kurang mampu.
2.
Peningkatan kesadaran masyarakat akan keinginan wisatawan yang tidak
ingin diperlakukan seperti “sapi perah”
Pengembangan
pariwisata
tidak
hanya
menuntut
kita
untuk
mengeksploitasi segala potensi yang dimiliki oleh suatu daerah untuk
dijadikan produk ataupun daya tarik wisata. Namun kita juga diwajibkan
untuk menjaga persepsi positif dari wisatawan yang datang Oleh sebab
itu perlu diadakan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemeritah
yang dibantu oleh pihak swasta.
3.
Pelatihan-pelatihan informal
Pelatihan informal dapat dilaksanakan dengan jalan memberikan pelatihan
singkat misalnya mengenai keterampilan dibidang attitude atau tingkah
laku. Hal ini bertujuan agar masyarakat pengelola memiliki pengetahuan
Putu Diah Sastri Pitanatri | 14
mengenai cara melakukan bisnis yang baik sehingga wisatawan tidak
merasa terpaksa dan tertipu untuk membayarkan sejumlah uang.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 15
Daftar Pustaka
Adikampana, I Made. 2012.
Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan
Destinasi Pariwisata. Jurnal Hospitality Management Vol 3 No. 1 : 16-25
Ardika, I Gde, I .2003. “Pariwisata Budaya Berkelanjutan Suatu Refleksi dan
Harapan” dalam Pariwisata Budaya Berkelanjutan : Refleksi dan Harapan
di Tengah Perkembangan Global. Denpasar : Kajian Pariwisata Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
Ariastana, I Made dan Dewi Syarifah. 2012. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan
terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Santika Premiere Beach Resort.
Jurnal Hospitality Management Vol 3 No. 1 : 84-100
http://www.kompas.com/ diakses pada 6 September 2014
http://www.merdeka.com/ diakses pada 6 September 2014
http://www.parekraf.go.id/ diakses pada 5 September 2014
http://www.solopos.com/ diakses pada 6 September 2014
http://www.time.com/ diakses pada 3 September 2014
http://www.unwto.org/ diakses pada 5 Sepetember 2014
Mustika, Made Dwi Setyadhi. 2005. Investasi Swasta Sektor Pariwisata dan
Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali (Sebuah Analisis Tipologi
Daerah). Jurnal Ekonomi dan Sosial INPUT Vol 2 No. 1: 15-19
Nawawi, H. Hadari. 2001. Manajemen Sumber daya Manusia untuk Bisnis
Kompetitif. UGM Press Yogyakarta.
Negara, I Made Kusuma. 2012. Persepsi Wisatawan Nusantara Terhadap Kondisi
Kepariwisataan Bali. Jurnal Hospitality Management Vol.3 No.1: 1-15
Pendit, N.S. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. PT Pradnya
Paramita. Jakarta.
Pitana, I.G. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Kajian Aspek Sosial Budaya
Kepariwisataan Bali di Penghujung Abad, BP, Denpasar.
Pizam, A.and A. Milman. 1984. The Social Impacts of Tourism. Industry and
Environment.
Presiden RI. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan. Sekretariat Negara RI. Jakarta.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 16
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dan ILO International Labour Organization. 2012. Rencana Strategis Pariwisata
Berkelanjutan dan Green Jobs untuk Indonesia
Subadra, I Nengah dan Nyoman Mastiani Nadra. 2012. Dampak Ekonomi Sosial,
Budaya, dan Lingkungan Pengembangan Desa Wisata di Jatiluwih-Tabanan.
Jurnal Manajemen Pariwisata Vol. V: 46-64
Wahab, Salah. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Penerjemah, Frans Gromang.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Yoeti, O. A. 1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Angkasa.
Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi Dan Aplikasi. Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 17
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
TOURISM DEVELOPMENT) DI BALI: ANALISIS KRITIS TERHADAP
KASUS RUMAH MAKAN HALAL DI KAWASAN ANYER
Oleh Putu Diah Sastri Pitanatri
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan suatu wilayah menjadi daerah tujuan wisata tentu memiliki
dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dikatakan oleh Gee (1989)
dalam bukunya yang berjudul “The Travel Industry”, menyebutkan bahwa “as
tourism grows and travelers increases, so does the potential for both positive and
negative impacts”. Gee mengatakan adanya dampak atau pengaruh yang positif
maupun negatif karena adanya pengembangan pariwisata dan kunjungan wisatawan
yang meningkat).
Dampak positif terhadap pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan
dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas
setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Menurut Prof. Ir Kusudianto Hadinoto bahwa
suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan
keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas
setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik.
Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism, International
Business” (2000, p.168-169), menyatakan bahwa : “pariwisata dapat memberikan
keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan
taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut”.
Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan
keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan.
Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya
pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat
langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah
tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi
wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain),
produsen cindera mata yang memiliki kekhasan dari obyek tersebut dan turut menjaga
Putu Diah Sastri Pitanatri | 1
keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman
selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek
wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan
dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun
dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.
Salah satu dampak negatif yang timbul dari pariwisata adalah keinginan dari
pelaku / Sumber Daya Manusia pariwisata tersebut untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya tanpa memperhatikan prinsip-prinsip sustainability seperti yang
terjadi pada kasus “Rumah Makan Halal di kawasan Anyer” yang baru-baru ini
menjadi sorotan berbagai media massa .
Diberitakan sebelumnya, seorang pengguna facebook bernama Dewi Kabisat
Andriyani, mengunggah kuitansi pembayaran makanan sejumlah Rp 1 juta yang
diakuinya berada di sebuah restoran di Anyer, Kamis (4/9/2014). Di kwitansi tersebut
ada tujuh menu makanan dan minuman yang dipesan, namun harga tiap makanan
terbilang relatif mahal
Gambar 1
Kwitansi yang Diunggah Ke Media Sosial
Sumber www.merdeka.com Jumat, 5 September 2014
Pada gambar diatas dua ikan bakar seharga Rp 400.000, satu cumi saus tiram
Rp 180.000, tiga cah kangkung Rp 200.000, satu baso sapi Rp 20.000, dua nasi putih
Rp 90.000, dua lalap sambal Rp 30.000, dan satu es teh manis seharga Rp 80.000
Maka dari itu, Dewi pun harus membayar 1 juta rupiah. "Hati-hati makan di
'rumah makan' sekitaran Pantai Anyer. Baru kali ini makan sampai sejuta. Mending
Putu Diah Sastri Pitanatri | 2
eksklusif, kaya warung pecel ayam. Bakso semangkok harganya ckck. Bakso kecilkecil gitu aja," demikian tulis Dewi di atas unggahan foto kwitansinya di Facebook
Kamis (4/9/2014), pada pukul 12.46.
Hal tersebut pun menimbulkan respons para pengguna media sosial Facebook.
Hingga pukul 17.34 Sabtu (6/9/2014), sudah 10.573 orang yang men-share foto
tersebut
Posting tersebut menjadi fenomena yang kemudian merebak dan menjadi
pemberitaan
media-media
nasional
seperti
kompas.com,
solopos.com
dan
merdeka.com seperti yang tampak pada printscreen berikut ini.
Gambar 2
Beberapa Situs Berita Nasional yang Memuat Mengenai Restoran Anyer
Sumber www.kompas.com Sabtu, 6 September 2014
Sumber www.solopos.com Jumat, 5 September 2014
Putu Diah Sastri Pitanatri | 3
Sumber www.merdeka.com Jumat, 5 September 2014
Kasus seperti ini bukanlah hal baru. Dulu juga sempat ramai di media sosial
mengenai pedagang makanan di sekitaran Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran
yang terlalu profit oriented sehingga harga yang ditawarkan ke konsumen menjadi
berlipat ganda. Modusnya dengan tidak mencatumkan harga.
Di Bali sendiri tulisan oleh Andrew Marshal dalam tajuk Holidays in Hell:
Bali's Ongoing Woes di TIME magazine pada tahun 2011 juga sempat menjadi
headline beberapa pemberitaan nasional dan internasional.
Dalam tulisannya,
Andrew menyebutkan bahwa Bali bukanlah lagi puliau surge - the island of paradise
tetapi sudah bertransformasi menjadi pulau neraka.
Sampah, kemacetan, polusi,
harga yang over priced adalah beberapa poin yang menjadi keywords dalam tulisan
tersebut
Gambar 3
Tampilan Artikel Holidays in Hell di Website Majalah TIME
Sumber: www.time.com, Sabtu 9 April 2011
Putu Diah Sastri Pitanatri | 4
Agar fenomena-fenomena diatas tidak terjadi kembali maka perlu dilakukan
tindakan prefentif sehingga
Sumber Daya Manusia Pariwisata di Bali dapat
berpartisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan / sustainable
tourism development.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan beberapa masalah yang
menjadi topik pembahasan dalam paper ini yaitu:
a) Jika merujuk dari kasus diatas, apa saja yang menjadi tantangan
pengembangan Sumber Daya Pariwisata Bali agar tetap mengacu pada prinsip
sustainability?
b) Bagaimana keterkaitan antara pengembangan pariwisata dengan wisatawan
dalam aspek pariwisata yang sustainable?
c) Tindakan apakah yang perlu dilakukan sehingga dapat menjadi solusi dalam
pengembangan dunia kepariwisataan yang berbasiskan sustainability?
1.3 Landasan Teori
Sumber Daya Manusia Pariwisata
Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian Sumber daya manusia yaitu :
a) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu
organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
b) Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai
penggerak
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
c) Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi
sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang
dapat mewujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya
manusia adalah suatu proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara
manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi
pencapaian tujuan organisasi (lembaga).
Putu Diah Sastri Pitanatri | 5
Hal ini kemudian kembali ditegaskan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI) Marie Elka Pangestu dalam
pembukaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Pengembangan Sumber Daya
Pariwisata
dan
Ekonomi
Kreatif
Tahun
2013
(www.parekraf.go.id/) yang
menyebutkan bahwa unsur terpenting dalam suatu organisasi adalah sumber daya
manusia. Sebaik apapun suatu sistem tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tidak
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional.
Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata Berkelanjutan atau sustainable tourism adalah pariwisata yang
dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada masa kini,
sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan datang.
Pariwisata Berkelanjutan mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya
sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, social dan estetika dapat terpenuhi
sekaligus
memelihara
integritas
kultural,
proses
ekologi
yang
esensial,
keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (United Nation World
Tourism Organisation-UNWTO). Pengertian tersebut secara implisit menjelaskan
bahwa dalam pendekatan pariwisata berkelanjutan bukan berarti hanya sector
pariwisata saja yang berkelanjutan tetapi juga berbagai aspek kehidupan dan sektor
sosial ekonomi lainnya yang ada di suatu daerah (Butler, 1991).
Selanjutnya dalam pariwisata berkelanjutan didefinisikan oleh UNWTO
dalam Rencana Strategi Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs Untuk Indonesia;
International Labour Organization 2012 sebagai: "Pariwisata yang memperhitungkan
secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang,
menjawab kebutuhan pengunjung, industri (pariwisata), lingkungan dan komunitas
tuan rumah”
Putu Diah Sastri Pitanatri | 6
Gambar 4
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan UNWTO
Sumber : http://www.unwto.org/
Dari gambar diatas, tampak bahwa pedoman dan Praktek Pengelolaan
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dapat diterapkan pada semua bentuk
pariwisata dalam semua jenis destinasi, termasuk pariwisata massal dan berbagai
macam segmen ‘niche’. Prinsip-prinsip keberlanjutan mengacu kepada aspek-aspek
lingkungan, ekonomi dan sosio-budaya dalam pembangunan kepariwisataan, dan
keseimbangan yang sesuai harus dibentuk antara ketiga dimensi tersebut untuk
menjamin keberlanjutannya dalam jangka panjang. Jadi, pariwisata berkelanjutan
hendaknya:
1. Memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang menjadi elemen kunci dalam
pembangunan kepariwisataan secara optimal , menjaga proses ekologi penting
dan membantu mengkonservasikan pusaka alamdan keaneka-ragaman hayati.
2. Menghormati
keotentikan
sosio-budaya
dan
komunitas
tuan
rumah,
melestarikan pusaka buatan dan kehidupan budaya masa kini, nilai nilai
tradisional, dan berkontribusi terhadap pemahaman antar budaya dan toleransi.
3. Memastikan berlangsungnya operasi jangka panjang, yang memberikan
manfaat
sosio-ekonomi
kepada
semua
pemangku
kepentingan
yang
terdistribusi secara berkeadilan, termasuk lapangan kerja yang stabil dan
peluang komunitas tuan rumah untuk beroleh pendapatan dan pelayanan
sosial, serta berkontribusi terhadap penghapusan kemiskinan. Pembangunan
pariwisata berkelanjutan memerlukan partisipasi dari semua pemangku
kepentingan yang mendapat informasi, dan juga kepemimpinan politis yang
Putu Diah Sastri Pitanatri | 7
kuat untuk menjamin adanya partisipasi yang luas dan terbangunnya
konsensus.
Sehubungan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, pola
pembangunan berkelanjutan tersebut di atas sangat cocok diterapkan dalam
pengembangan pariwisata di Bali. Ini bertujuan untuk melestarikan (merajegkan)
keberadaan pariwisata yang ada sekarang ini kepada generasi yang akan datang.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah
proses dan sistem pengembangan pariwisata yang bisa menjamin keberlangsungan
atau keberadaan sumberdaya alam, kehidupan sosial dan ekonomi, dan budaya ke
generasi yang akan datang (Ardika, 2003 : 9).
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4.1 Tujuan
Setiap tulisan ilmiah tentu memiliki beberapa tujuan dan manfaat, oleh sebab
itu penulis membagi tujuan dalam dua kriteria yaitu:
1. Tujuan Operasional
Tujuan operasional dari paper ini yaitu:
a. Dapat mengidentifikasi dengan baik kebutuhan-kebutuhan yang terkait
dengan
Sumber
Daya
Manusia
Pariwisata
sehingga
tercipta
sustainability dalam pengembangan Pariwisata di Bali
b. Mengetahui masalah – masalah apa saja yang timbul pada
pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata Bali
2. Tujuan Individual
Tujuan Individual dari paper ini yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan,
pengalaman, pengenalan dan pengamatan sebuah studi kasus di mata kuliah
Sumber Daya Manusia Pariwisata sehingga nantinya penulis mampu memiliki
kemampuan analisis yang baik untuk menyelesaikan program Magister Kajian
Pariwisata di Universitas Udayana
Putu Diah Sastri Pitanatri | 8
1.4.2 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan paper ini antara lain:
a. Dengan mempergunakan acuan dari buku referensi terkait dan beberapa
jurnal ilmiah maka analisa dari paper ini didiharapkan mampu memberi
manfaat dan analisis kritis terhadap pengembangan Sumber Daya
Pariwisata di Bali ditinjau dari aspek sustainability
b. Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan
memperluas wawasan penerapan teori dan pengetahuan berdasarkan studi
kasus
II. PEMBAHASAN
Menurut Mustika dalam tulisannya yang bertajuk Investasi Swasta Pariwisata
dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali (2006) menyebutkan bahwa pesatnya
pertumbuhan wisatawan, mengakibatkan pembangunan pembangunan prasarana
penunjang kepariwisataan di Bali juga meningkat, yang diiuti dengan penyerapan
tenaga kerja yang semakin besar di seluruh sektor. Tingginya penyerapan tenaga kerja
di provinsi Bali tidak lepas peran pemerintah yang selalu berusaha menciptakan iklim
investasi yang kondusif sehingga para investor tertarik untuk berinvestasi di Bali.
Peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja pariwisata merupakan
implikasi dari peningkatan jumlah wisatawan domestik dan manca Negara. Dalam
konfrensi pers yang dilakukan Menparekraf, Mari Elka Pangestu (1/9/2014
http://www.parekraf.go.id/ ) menyebutkan bahwa sektor pariwisata berhasil
mempertahankan laju pertumbuhan tinggi seperti terlihat pada peningkatan kunjungan
wisatawan manca negara (wisman) yang sudah mencapai 5,32 juta periode Januari Juli 2014 atau meningkat 9,37% dibandingkan periode yang sama pada 2013.
Perkembangan ini semakin menunjukan potensi sektor pariwisata bersama ekonomi
kreatif sebagai sebagai sektor ekonomi strategis dalam pentas perekonomian nasional
ke depan. Kunjungan wisman menunjukkan trend pertumbuhan yang meningkat tajam
seperti terlihat pada jumlah kunjungan kumulatif dalam tujuh bulan terakhir Januari
- Juli 2014. Untuk wisatawan nusantara (wisnus), untuk Semester I 2014, angka
perjalanan sudah mencapai 107 juta dengan total pengeluaran mencapai Rp 76,16
triliun.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 9
Dengan adanya peningkatan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara
maka sangat penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Pariwisata
sehingga mampu memberikan citra positif pada wisatawan yang berkunjung.
Adapun tantangan yang akan dihadapi dalam pengembangan pariwisata,
antara lain adalah: pertama, rendahnya mutu pelayanan dari para penyelenggara
pariwisata, persaingan yang tidak sehat di antara para penyelenggara pariwisata serta
kurangnya pemahaman terhadap pentingnya pelindungan konsumen yang sangat
ditekankan di Eropa, Amerika dan Australia, merupakan kendala yang sangat
menghambat pariwisata di Bali. Masih sering kita temui bahwa harga yang
ditawarkan kepada turis baik domestik maupun manacanegara seringkali over priced.
Belum lagi adanya tindakan persuasif berlebihan sehingga terkesan memaksa.
Orientasi ekonomi yang terlalu berlebih kepada turis seperti ini akan sangat
mengganggu kenyamanan turis yang sedang melakukan kegiatan perjalanan wisata
Kedua, rendanhya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan
pariwisata merupakan kendala. Sebab banyak rencana pengembangan yang gagal
karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat akibat rendahnya kesadaran
tersebut.
Ketiga, kurangnya modal dan rendahya sumberdaya manusia, terutama tenaga
yang terampil dan profesional dalam hal manajerial di bidang pariwisata merupakan
kendala yang seringkali muncul terutama pada negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia (Suara Pembaruan, 5 Februari 2014). Sumberdaya manusia merupakan
komponen utama dan penentu, terutama dalam menjalan pekerjaan pada jajaran
frontlinters, yakni mereka yang bertugas memberikan pelayanan langsung kapada
para wisatawan.
Potensi pengembangan pariwisata sangat terkait dengan lingkungan hidup dan
sumberdaya. Menurut Fandeli (1995:48-49), sumberdaya pariwisata adalah unsur
fisik lingkungan yang statik seperti: hutan, air, lahan, margasatwa, tempat-tempat
untuk bermain, berenang dan lain-lain. Karena itu pariwisata sangat terkait dengan
keadaan lingkungan dan sumberdaya. Ditambahkan pula bahwa Bali dengan budaya
serta keindahan alamnya memiliki potensi yang sangat baik untuk kegiatan
pariwisata.
Disebutkan oleh Subadra dan Nadra dengan studi kasus di Desa Wisata
Jatiluwih (Jurnal Manajemen Pariwisata ; 2006), hanya sedikit usaha perekonomian
masyarakat lokal yang berhubungan langsung dengan industri pariwisata. WarungPutu Diah Sastri Pitanatri | 10
warung yang ada di sekitar obyek wisata hanya diperuntukkan untuk masyarakat lokal
dan wisatawan domestik dan bukan untuk wisatawan mancanegara karena tidak
memiliki standar internasional. Oleh sebab itu, warung tersebut tidak terdapat
standarisasi harga antara masyarakat lokal, wisatawan domestik dan wisatawan
mancanegara.
Hal ini kemudian ditegaskan oleh Kusuma Negara (2012) menyebutkan bahwa
dari persepsi wisatawan nusantara terhadap kondisi kepariwisataan Bali terhadap
perspektif pelayanan, kesesuaian harga barang, kualitas pelayanan pedagang, kualitas
fasilitas dan kesesuaian harga pelayanan jasa hanya mendapat predikat “cukup”. Jika
ditinjau dari total persepsi wisatawan nusantara terhadap kondisi kepariwisataan Bali
hanya 2% yang menjawab “sangat baik”, sementara sisanya 12% menjawab “baik”,
68% menjawab “cukup”, 15,33% menjawab kurang dan 2.67% menjawab sangat
kurang. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisatawan menilai bahwa
kepariwisataan Bali secara keseluruhan belum mampu memberi pesepsi yang baik
terutama kepada wisatawan domestik.
Menjawab tantangan tersebut, Adikampana (2012) dalam penelitiannya yang
berjudul Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata
disebutkan bahwa masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari destinasi
pariwisata. Pengintegrasian masyarakat dalam pariwisata dimaksudkan untuk
memastikan masyarakat lokal mendapat ruang dan kesempatan untuk berpartisipasi
aktif. Berbagai permasalahan berupa tantangan dan hambatan akan ditemukan untuk
mewujudkan destinasi yang berkualitas. Untuk itu aspirasi masyarakat lokal tidak
dapat diabaikan dan merupakan input penting dalam proses perencanaan
pembangunan destinasi pariwisata.
Selain dibutuhkannya partisipasi aktif dari masyarakat, perlu diadakan
pelatihan dan pendidikan guna menciptakan Sumber Daya Pariwista yang berkualitas.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Aristana dan Syafirah (2012) di Santika
Premier Beach Resort, disebutkan bahwa diklat memiliki pengaruh positif terhadap
prestasi kerja SDM pariwisata yang bekerja di Hotel Santika Premiere Beach Resort
Bali. Ditemukan juga terdapat peningkatan sebesar 58.4% terhadap performa
karyawan yang telah melalui pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian setiap
pendidikan dan latihan yang dilakukan akan mengakibatkan adanya peningkatan
dalam bidang prestasi yang ditujukan oleh karyawan. Pendidikan dan latihan
Putu Diah Sastri Pitanatri | 11
merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi kerja pada Hotel Santika Premiere
Beach Resort Bali.
III. Kesimpulan dan Rekomendasi
3.1 Kesimpulan
Mencapai pariwisata berkelanjutan merupakan proses yang berkesinambungan
dan hal itu memerlukan pemantauan dampak secara konstan, mengenalkan tindakan
pencegahan dan/atau tindakan korektif bilamana diperlukan. Pariwisata berkelanjutan
juga harus menjaga tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi dan menjamin
pengalaman yang penuh makna bagi wisatawan, menumbuhkan kesadaran tentang
isu-isu keberlanjutan dan memromosikan praktek-praktek pariwisata berkelanjutan di
antara mereka
Kontribusi langsung pariwisata terhadap ekonomi masyarakat Bali terutama
yang bekerja di industri pariwisata seperti hotel dan restoran masih sangat kecil. Uang
yang diperoleh setiap bulannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari dan hampir tidak ada alokasi dana untuk masa depannya seperti untuk
membangun rumah dan pendidikan. Kecilnya pendapatan yang diperoleh memaksa
mereka untuk hidup di ruangan yang sempit atau kamar kost dengan segala
keterbatasannya. Hal ini terjadi karena rendahnya pendidikan dan kualitas sumber
daya manusia sehingga mereka hanya bekerja pada tingkat bawah (front-line
employee).
Sehebat apapun tim promosi pariwisata tidak akan mampu mendatangkan
wisatawan ke Bali tanpa dibarengi dengan perubahan-perubahan dan penyelamatan
serta penataan sumber daya alam dan budaya yang dijadikan daya tarik wisata, objek
wisata, dan kawasan wisata. Dari lima tahapan pada siklus pariwisata (discovery,
involvement, development, consolidation, dan stagnation) sebagaimana ditulis oleh
Butler (1980), Bali berada pada tahap development atau perkembangan. Ini dapat
dilihat dari masuknya investor lokal dan dari luar daerah untuk membangunan dan
mengembangkan prasarana, sarana dan faslitas pariwisata seperti hotel dan restoran.
Namun sangat disayangkan karena pembangunan fasilitas pariwisata tersebut
dilaksanakan secara berlebihan yang hampir semuanya mengarah ke pengembangan
pariwisata modern dan konvesional sebagimana dikembangkan di Thailand dan
Putu Diah Sastri Pitanatri | 12
Singapura. Akibat dari pengembangan yang berlebihan ini, kerusakan sumber daya
alam tidak dapat dihindari lagi. Ini sangat kontradiktif dengan motivasi wisatawan
untuk mengunjungi suatu destinasi pariwisata yang memiliki keunikan-keunikan
budaya dan keaslian alam. Dan perlu dijadikan catatan bahwa sekarang ini
kebanyakan wisatawan yang datang merupakan wisatawan berpendidikan (educated
tourist) yang memiliki kepedulian dan kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya
lingkungan hidup yang lestari.
Usaha-usaha yang harus dilakukan untuk menjamin keberlangsungan
pariwisata di Bali adalah sebagai berikut: Pertama, peningkatan kualitas pelayanan
kepada wisatawan sesuai dengan standar operasional pelayanan sehingga bisa
memenuhi harapan dan keinginannya yang kemudian akan membantu pemasaran
pariwisata Bali melalui metode pemasaran mulut ke mulut (word of mouth) dan
peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat yang bergelut dalam bidang
pariwisata dan masyarakat lokal. Kedua, menjamin keberlangsungan sumber daya
alam yang dijadikan sebagai objek atau daya tarik wisata dan kelestarian budayabudaya masyarakat lokal dengan menegakkan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku secara tegas dan tidak pandang bulu terhadap pelanggaran hukum dan
penyimpangan yang dilakukan. Ketiga, menjaga keseimbangan kebutuhan industri
pariwisata, lingkungan, dan masyarakat lokal agar tercipta tujuan dan kerjasama yang
saling menguntungkan di antara para stakeholders (wisatawan, industri pariwisata,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal).
3.2 Rekomendasi
Adapun tindakan-tindakan yang bisa diambil untuk meningkatkan kualitas
Sumber Daya Pariwisata agar kasus di rumah makan di kawasan Anyer dalam
menciptakan pembangunan pariwisata berkelanjutan diantaranya:
1.
Pendidikan
Seperti halnya yang tercantum dalam Global Code of Ethics for Tourism
UN-UNWTO klause 3 The host communities, on the one hand, and local
professionals, on the other, should acquaint themselves with and respect
the tourists who visit them and find out about their lifestyles, tastes and
Putu Diah Sastri Pitanatri | 13
expectations; the education and training imparted to profes- sionals
contribute to a hospitable welcome;
Dalam klausa tersebut ditegaskan bahwa masyarakat penerima wisatawan,
dari satu sisi, dan para pelaku usaha pariwisata setempat, di lain sisi,
hendaknya mereka bersikap ramah dan menghormati wisatawan yang
datang berkunjung serta memahamai gaya hidup, cita rasa dan harapan
wisatawan; pendidikan dan pelatihan yang sepatutnya diberikan kepada
para pelaku usaha pariwisata yang turut berperan dalam menyambut dan
melayani wisatawan;
Kemampuan masyarakat dibidang pelayanan jasa pariwisata perlu
ditingkatkan. Dengan adanya pendidikan yang baik di bidang pariwisata
maka kualitas pelayanan yang diberikan kepada wisatawan pun akan
meningkat, misalnya terkait dengan kemampuan berbahasa asing. Dengan
peningkatan kualitas pelayanan sudah tentu akan berdampak pada
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Pendidikan ini bisa dilakukan
dengan cara pelatihan ataupun pemberian beasiswa bagi masyarakat yang
kurang mampu.
2.
Peningkatan kesadaran masyarakat akan keinginan wisatawan yang tidak
ingin diperlakukan seperti “sapi perah”
Pengembangan
pariwisata
tidak
hanya
menuntut
kita
untuk
mengeksploitasi segala potensi yang dimiliki oleh suatu daerah untuk
dijadikan produk ataupun daya tarik wisata. Namun kita juga diwajibkan
untuk menjaga persepsi positif dari wisatawan yang datang Oleh sebab
itu perlu diadakan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemeritah
yang dibantu oleh pihak swasta.
3.
Pelatihan-pelatihan informal
Pelatihan informal dapat dilaksanakan dengan jalan memberikan pelatihan
singkat misalnya mengenai keterampilan dibidang attitude atau tingkah
laku. Hal ini bertujuan agar masyarakat pengelola memiliki pengetahuan
Putu Diah Sastri Pitanatri | 14
mengenai cara melakukan bisnis yang baik sehingga wisatawan tidak
merasa terpaksa dan tertipu untuk membayarkan sejumlah uang.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 15
Daftar Pustaka
Adikampana, I Made. 2012.
Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan
Destinasi Pariwisata. Jurnal Hospitality Management Vol 3 No. 1 : 16-25
Ardika, I Gde, I .2003. “Pariwisata Budaya Berkelanjutan Suatu Refleksi dan
Harapan” dalam Pariwisata Budaya Berkelanjutan : Refleksi dan Harapan
di Tengah Perkembangan Global. Denpasar : Kajian Pariwisata Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
Ariastana, I Made dan Dewi Syarifah. 2012. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan
terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Santika Premiere Beach Resort.
Jurnal Hospitality Management Vol 3 No. 1 : 84-100
http://www.kompas.com/ diakses pada 6 September 2014
http://www.merdeka.com/ diakses pada 6 September 2014
http://www.parekraf.go.id/ diakses pada 5 September 2014
http://www.solopos.com/ diakses pada 6 September 2014
http://www.time.com/ diakses pada 3 September 2014
http://www.unwto.org/ diakses pada 5 Sepetember 2014
Mustika, Made Dwi Setyadhi. 2005. Investasi Swasta Sektor Pariwisata dan
Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali (Sebuah Analisis Tipologi
Daerah). Jurnal Ekonomi dan Sosial INPUT Vol 2 No. 1: 15-19
Nawawi, H. Hadari. 2001. Manajemen Sumber daya Manusia untuk Bisnis
Kompetitif. UGM Press Yogyakarta.
Negara, I Made Kusuma. 2012. Persepsi Wisatawan Nusantara Terhadap Kondisi
Kepariwisataan Bali. Jurnal Hospitality Management Vol.3 No.1: 1-15
Pendit, N.S. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. PT Pradnya
Paramita. Jakarta.
Pitana, I.G. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Kajian Aspek Sosial Budaya
Kepariwisataan Bali di Penghujung Abad, BP, Denpasar.
Pizam, A.and A. Milman. 1984. The Social Impacts of Tourism. Industry and
Environment.
Presiden RI. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan. Sekretariat Negara RI. Jakarta.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 16
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dan ILO International Labour Organization. 2012. Rencana Strategis Pariwisata
Berkelanjutan dan Green Jobs untuk Indonesia
Subadra, I Nengah dan Nyoman Mastiani Nadra. 2012. Dampak Ekonomi Sosial,
Budaya, dan Lingkungan Pengembangan Desa Wisata di Jatiluwih-Tabanan.
Jurnal Manajemen Pariwisata Vol. V: 46-64
Wahab, Salah. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Penerjemah, Frans Gromang.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Yoeti, O. A. 1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Angkasa.
Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi Dan Aplikasi. Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara.
Putu Diah Sastri Pitanatri | 17