BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diare - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diare

  Diare adalah pengeluaran tinja dengan frekuensi yang tidak normal dan konsistensi lembek atau cair. Menurut Edward (2000), berat ringannya diare tidak diukur dari frekuensinya, tetapi berdasarkan kuantitas tinja yang dikeluarkan. Diare sering menyebabkan tubuh kehilangan sebagian besar cairan dan berbagai elektrolit sehingga mengganggu sistem keseimbangan cairan tubuh. Tubuh dapat kekurangan

  16 cairan (dehidrasi) dan berakibat fatal terlebih pada balita.

  Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, yaitu pada anak lebih dari 3

  17

  kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari. Menurut defenisi Hippocrates, diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan

  18 konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.

  Menurut Ngastiyah (1997) bahwa diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dimana konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Penyakit diare disebabkan oleh berbagai faktor sehingga sering disebut sebagai penyakit yang multifaktoral. Menurut Sulaiman EJ (2001) diare adalah

  19 keluarnya tinja berair dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari.

2.2. Definisi Anak Balita

  Balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat tubuh semestinya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, banyak ilmuwan yang membedakannya.

  Utamanya, makanan bayi berbentuk cair, yaitu air susu ibu (ASI), sedangkan umumnya anak usia satu tahun atau lebih mulai menerima makanan padat seperti

  16 orang dewasa.

  Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).

  Selain mengalami pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasan, anak balita juga mengalami perkembangan faal tubuhnya sehingga jenis makanan dan berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia satu tahun sampai usia di bawah tiga tahun yang dikenal dengan “batita” dan anak usia tiga tahun sampai usia di bawah lima tahun yang dikenal

  16 dengan usia “prasekolah”.

  Batita sering disebut dengan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif, artinya mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan

  16

2.3. Jenis-Jenis Diare

  Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset), yaitu :

  2.3.1. Diare Akut

  Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak

  18 datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

  2.3.2. Diare Kronik

  Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan- bulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional akibat

  17

  suatu penyakit berat. Banyak nama diberikan untuk diare kronik seperti persistent

  20 diarrhea, protracted diarrhea, intractable diarrhea dan lain sebagainya.

2.4. Etiologi Diare

  Diare disebabkan oleh beberapa faktor yang berperan sekaligus saling

  21,22

  mempengaruhi, faktor tersebut adalah : 2.4.1.

  Faktor infeksi a. Infeksi enteral ; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :

  • Infeksi bakteri
  • Infeksi virus
b.

  Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan.

2.4.2. Faktor malabsorpsi a.

  Malabsorpsi karbohidrat b.

  Malabsorpsi lemak c. Malabsorpsi protein 2.4.3.

  Faktor makanan, seperti : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

  2.4.4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas.

2.5. Epidemiologi Penyakit Diare

2.5.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare a. Menurut orang

  Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di laki-laki maupun perempuan. Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang minum susu sapi atau susu formula. Penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia biasanya balita menderita diare lebih dari sekali dalam setahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari

  12,23 semua penyebab kematian pada balita.

  Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Di Indonesia penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak disebabkan oleh diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia (15,5%). Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11 %). Insidensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan,

  4 diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan.

b. Menurut Tempat

  Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di tingkat kematian, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada tingkat regional (negara berkembang), diare menyumbang sekitar 18% kematian balita dari 3.070 juta balita. Di Indonesia, diare menjadi penyebab utama kematian pada balita (RISKESDAS, 2007). Hal ini tentu menjadi masalah yang serius untuk Indonesia dalam rangka mencapai tujuan keempat dari pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yaitu menurunkan angka kematian bayi

  4 menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015).

  KLB diare menyerang hampir semua provinsi di Indonesia. Angka kematian ditjen PPM dan PL tahun 2005 bahwa KLB diare yang paling tinggi terjadi pada daerah NTT dengan jumlah penderita 2.194 orang dan CFR 1,28% diikuti oleh Kota

  24 Banten dengan jumlah penderita 1.371 orang dan CFR 1,9%.

  Penelitian tentang diare telah diakukan di berbagai tempat. Hasil penelitian Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang (2010) dengan

  25 desain cross sectional didapatkan proporsi diare pada anak balita sebesar 38,2%.

c. Menurut Waktu

  Masih seringnya terjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim di sepanjang tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2000 dapat dilihat penurunan angka kesakitan diare dari 29,79 per 1000 penduduk pada tahun 1990 mencapai angka

  22 26,3 per 1000 penduduk pada tahun 1999.

  Pada tahun 2005 dilaporkan terjadi KLB diare di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.051 orang, jumlah kematian sebanyak 127 orang atau CFR sebesar 2,44%. Pada tahun 2006 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 18 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 13.451 orang, jumlah kematian sebanyak

  4

  291 orang dengan CFR sebesar 2,16 %. Pada tahun 2007 ada sebanyak 8 provinsi yang dilanda KLB diare dimana jumlah penderitanya adalah sebanyak 3.661 orang

  26 dan jumlah kasus yang meninggal sebanyak 46 orang atau CFR sebesar 1,3% . Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi KLB diare di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau CFR

  10

  sebesar 2,48%. Pada tahun 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.756 orang, jumlah kematian sebanyak

  11

  100 orang atau CFR sebesar 1,74%. Pada tahun 2010 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 4.024 orang, jumlah

  12 kematian sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74 %.

2.5.2. Determinan Penyakit Diare

a. Host (Penjamu) Beberapa faktor pada penjamu bisa mempengaruhi terjadinya kejadian diare.

  Faktor-faktor tersebut antara lain :

  a.1. Umur

  sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang minum susu sapi

  23

  atau susu formula. Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun)

  4

  yaitu 16,7%. Kejadian diare biasanya tinggi pada kelompok umur muda dan tua

  9 (balita dan manula), rendah pada kelompok umur remaja dan produktif.

  Hasil penelitian Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang (2010) dengan desain cross sectional didapatkan proporsi diare terbanyak

  25 pada anak balita dengan kelompok umur <24 bulan (46,67%).

  a.2. Jenis Kelamin

  Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih

  5 besar. Kejadian akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.

  Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 insidensi diare menurut jenis kelamin

  9 hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.

  Penelitian Kasman (2003) di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tengah Kota Padang dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa proporsi diare berdasarkan jenis kelamin pada balita perempuan (53,1%) lebih tinggi dari pada

  

27

proporsi diare pada balita laki-laki (46,9%). a.3. ASI Eksklusif

  ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja kepada bayi baru lahir sampai bayi mencapai usia 6 bulan. Pemberian ASI penuh akan memberikan susu botol saja akan mempunyai risiko diare lebih berat dan bahkan 30 kali lebih

  28 banyak daripada dengan ASI penuh (Sutoto, 1992).

  Hasil Penelitian Mei Yati Simatupang (2003) tentang kejadian diare pada balita di Kota Sibolga yang menggunakan desain case control menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian Diare dimana nilai p = 0,000 dan nilai OR= 2,2 artinya anak balita yang menderita diare kemungkinan besar 2,2 kali tidak mendapat ASI Eksklusif dibandingkan dengan anak

  29 balita yang tidak menderita diare.

  a.4. Status Imunisasi

  Berdasarkan laporan Ditjen PPM dan PLP tahun 2005 bahwa diare sering timbul menyertai campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, anak harus

  22 segera diberi imunisasi campak setelah berumur 9 bulan.

  Hasil penelitian Asny Olyfta (2010) tentang analisis kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang yang menggunakan desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian diare dengan nilai p = 0.014. Hasil Ratio Prevalens kejadian diare pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dibanding dengan anak balita yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah 5,495 (95% CI: 0,824- 36,642). Artinya tidak mendapatkan ASI Eksklusif merupakan faktor resiko

  25 terjadinya diare.

  Pada anak dengan malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama (Sabii, 1963 ; Godon dkk.,1964). Diare merupakan salah satu gambaran klinis yang penting pada kwashiorkor (Hanafy dkk,1968). Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa yang kurang gizi sangat peka terhadap infeksi. Diare dapat terjadi pada keadaan kekurangan gizi, seperti pada kwashiorkor, terutama karena gangguan

  30 pencernaan dan penyerapan makanan di usus.

  Hasil penelitian Zulkifli (2003) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan kejadian diare dengan nilai p<0,05.

  31

28 Beberapa penyebab diare dapat dibagi menjadi : 1.

b. Agent

  Bakteri, seperti : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella Paratyphi A,

B, C, Shigella flexneri, Vibrio cholera, vibrio eltor, vibrio parahemolyticus, Clostridium perferingens, Campilabacter, Staphilococcus, Coccidiosis .

  b.

  Parasit, seperti : Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,

  Trichomonashominis isospora) , cacing (Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris trichiura, Vermicularis, Taenia saginata, Taenia solium) , jamur (candida).

  Virus, seperti : Rotavirus,Farvovirus, Adenovirus, Norwalk.

  Peradangan usus oleh : a.

2. Makanan, yaitu : a.

  Alergi, misalnya tidak tahan pada makanan tertentu seperti susu kaleng atau susu sapi.

  d.

  Kekurangan Energi Protein (KEP) 3. Immunodefisiensi terutama Sig A (secretory immunoglobulin A) yang

  c.

  b.

  Sindroma malabsorpsi : malabsorpsi karbohidrat, lemak, dan protein.

  Keracunan makanan dan minuman yang disebabkan bakteri (Clostridium bottulinus, staphylococcus) atau bahan kimia.

4. Psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

c. Environment (Lingkungan) Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.

  Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2002).

  c.1. Sanitasi Lingkungan

  Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Rendahnya mutu

  32 penularan penyakit diare.

  Berdasarkan hasil Penelitian Amzal di Kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk (62,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi lingkungan yang baik (45,2%). Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan

  33 yang bermakna antara kejadian diare dengan sanitasi lingkungan (p = 0,009). c.2. Higiene perorangan memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wahit Iqbal, 2008). Laporan Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang banyak. Rendahnya cakupan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan sering menjadi faktor risiko

  4 terjadinya KLB diare.

  Berdasarkan hasil Penelitian Kasman di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene perorangan yang buruk (72,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene perorangan yang baik (27,3%) . Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan

  27 yang bermakna antara kejadian diare dengan sanitasi lingkungan (p = 0,000). c.3. Penyediaan Air Bersih

  (fisik, kimia dan biologi) bersama-sama dengan fasilitas sanitasi lingkungan sebagai usaha jangka panjang untuk pencegahan diare (WHO, 1978).

  Berdasarkan hasil penelitian Mei Yati Simatupang di Kota Sibolga tahun 2003 dengan desain case control diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p = 0,000 dan OR = 4,3 artinya anak balita yang menderita diare kemungkinan besar 4,3 kali berasal dari keluarga yang mempunyai penyediaan air bersih yang tidah memenuhi syarat kesehatan dibandingkan dengan balita yang besaral dari keluarga yang mempunyai

  29

  c.4. Ketersediaan Jamban

  Menurut laporan SDKI 2007 dapat diketahui bahwa persentase diare lebih rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri dibandingkan dengan yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih dan yang

  4 memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau (18,4%).

  Penelitian Dewi Ratnawati dkk (2006) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 2,5 kali lebih besar balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan jamban yang

  34 memenuhi syarat dan secara statistik bermakna.

22 Cara Penularan Diare

  Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut ini : 2.6.1.

  Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan.

2.6.2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau

  dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.

  2.6.3. Kontaminasi dari alat-alat rumah tangga yang tidak terjaga kebersihannya, tidak memakai sabun pada saat mencuci alat-alat makan dan minum, mencuci pakaian penderita di sekitar sungai dan sumber air lainnya.

  20,22 2.7. Tanda dan Gejala Penyakit Diare

  Mula-mula bayi/anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang/tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair dapat disertai darah lendir, warna tinja kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja semakin lama semakin asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak

  Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare disebabkan oleh lambung yang meradang dan akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, maka terjadilah dehidrasi, berat badan menurun, ubun-ubun besar dan cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir berkurang dan kulit tampak kering.

  Berdasarkan banyaknya cairan dan elektrolit yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi menjadi :

2.7.1. Diare tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa

  2.7.2. Diare dengan dehidrasi ringan, kehilangan cairan sampai 5% dari berat badan dengan gejala sebagai berikut : keadaan umum baik dan sadar, mata normal dan air mata ada, mulut dan lidah basah, tidak terasa haus, turgor kulit kembali cepat.

  2.7.3. Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat badan dengan gejala sebagai berikut : kadang-kadang muntah, terasa haus, gelisah dan mengantuk, aktivitas menurun, mata cekung, mulut dan lidah kering, nadi lebih cepat, ubun-ubun cekung.

  2.7.4. Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan dengan gejala sebagai berikut : muntah lebih sering, tersa haus sekali, tidak kencing, tidak ada nafsu makan, sangat lemah sampai tidak sadar, mata sangat cekung, mulut sangat kering, nafas sangat cepat dan dalam, nadi sangat

  28 2.8. Komplikasi Diare

  Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi, yaitu :

  2.8.1. Dehidrasi : ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, dan hipertonik.

  2.8.2. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang (keluarnya elektrolit melalui tinja)

  2.8.3. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala dalam lambung dan usus), hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.

  2.8.4. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.

  2.8.5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus.

  2.8.6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

  2.8.7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah).

2.9. Pencegahan Diare

2.9.1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

  Pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu : a.

   Pemberian ASI

  Ibu sebaiknya hanya memberikan air susu ibu untuk bayi mereka selama 4-6 bulan pertama, dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai 2 tahun atau

  35 lebih, sambil memberikan makanan tambahan.

  Di negara-negara berkembang, bayi yang mendapat ASI mempunyai angka kesakitan dan kematian yang secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan susu formula. Semua imunoglobulin terdapat dalam ASI dengan kadar rendah. Kolostrum mengandung kadar S.IgA yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Fungsi utama S.IgA yang diduga disintesis setempat dalam kelenjar payudara adalah untuk melindungi mukosa usus terhadap invasi bakteri dan protein

  30 asing. Hal ini ditemukan terhadap Rotavirus dan V.cholera.

  Imunisasi pasif yang diperoleh bayi dari ASI akan memberikan perlindungan bayi sampai sistem imun mukosa yang dibentuk sendiri sudah cukup. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat

  30 lain yang dikandungnya.

  28 b. Pemberian Makanan Pendamping ASI

  Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik yaitu : 1.

  Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak sudah berumur 6 bulan tetapi masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1 tahun , memberikan semua makanan yang

  2. Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

3. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

  4. Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

  28 c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral.

  Kuman tersebut ditularkan ketika masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

  Yang harus diperhatikan oleh keluarga : 1. Ambil air dari sumber air yang bersih 2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus

  4. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih) 5.

  Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup

  28 d. Mencuci Tangan

  Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.

  28 e. Menggunakan Jamban

  Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit harus buang air besar di jamban.

  Yang harus diperhatikan oleh keluarga : 1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

  2. Bersihkan jamban secara teratur.

  3. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

  28 f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

  Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak

  Yang harus diperhatikan keluarga : 1. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban 2.

  Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.

  3. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

  4. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

  28 g. Pemberian Imunisasi Campak

  Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

  35 2.9.2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

  pencegahan sekunder, sasarannya adalah mereka yang terkena penyakit diare. Upaya yang dilakukan adalah: a.

  Segera setelah diare, berikan penderita lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Gunakan cairan yang dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan yang cair (sup, air tajin) dan kalau tidak ada berikan air matang.

  b.

  Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.

  c.

  Beri makanan sedikitnya 6 kali sehari untuk mencegah kurang gizi. Teruskan d.

  Segera bawa anak kepada petugas kesehatan bila tidak membaik dalam 3 hari atau menderita hal berikut yaitu buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, dengan atau tinja berdarah.

  e.

  Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka berikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.

2.9.1. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)

  Sasaran pencegahan tertier adalah penderita penyakit diare dengan maksud jangan sampai bertambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi dan kematian. Kematian akibat diare disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan banyak cairan dan garam dari tubuh.

  35 Diare dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi yang

  makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak ada sama sekali.

  Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tertier ini adalah: a. Pengobatan dan perawatan diare dilakukan sesuai dengan derajat dehidrasi.

  Penilaian derajat dehidrasi dilakukan oleh petugas kesehatan dengan menggunakan tabel penilaian derajat dehidrasi. Bagi penderita diare dengan dehidrasi berat segera diberikan cairan intarvena dengan Ringer Laktat.

  b.

  Berikan makanan secukupnya selama serangan diare untuk memberikan gizi c. ,

  Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama dua minggu untuk membantu pemulihan penderita.

2.10. Penatalaksanaan

  Penatalaksanaan penderita diare adalah sebagai berikut : 2.10.1.

   Mencegah terjadinya dehidrasi

  Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui

  4 infus.

2.10.2. Mengobati dehidrasi

  Sebaiknya penderita harus dibawa ke petugas kesehatan bila terjadi dehidrasi dan tidak mengalami perbaikan dalam waktu 3 hari serta mengalami hal-hal sebagai

  35 berikut.

  a.

  Diare terus-menerus b.

  Muntah berulang c. Sangat kehausan d.

  Anak-anak dengan diare berat dan tidak diobati biasanya meninggal bukan karena infeksinya tetapi karena kehilangan cairan dan elektrolit yang sangat banyak

  36 (misalnya, sodium, potassium, kalium, dan basa) dari buang air besarnya.

  35 2.10.3. Memberikan makanan

  Pada saat anak mengalami diare sebaiknya memberikan makanan yang banyak kepada si anak untuk mencegah malnutrisi. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah : a.

  Teruskan pemberian air susu ibu sesering mungkin.

  b.

  Bila anak tidak minum air susu ibu maka berikan susu yang biasa digunakan.

  c.

  Bila anak sudah berumur 6 bulan atau lebih, atau telah mendapatkan makanan padat, anak harus diberikan : sereal atau campuran makanan yang mengandung tepung dan jus buah segar atau pisang untuk menambah kalium. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tambahan setiap hari selama dua minggu.

  35 2.10.4. Mengobati penyakit diare yang terkait dengan penyakit lain

  Beberapa kejadian diare pada anak disertai dengan penyakit lain seperti :infeksi saluran nafas, infeksi saluran saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain (sepsis, campak), dan kurang gizi. Apabila ditemukan penderita diare disertai penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.

BAB 3 KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep KARAKTERISTIK ANAK BALITA

  1. Umur

  2. Jenis Kelamin

  3. ASI Eksklusif

  4. Status Imunisasi

  5. Status Gizi

  KARAKTERISTIK IBU Kejadian Diare Pada

  1. Pendidikan

  Anak Balita

  2. Pekerjaan

FAKTOR LINGKUNGAN

  1. Sanitasi Lingkungan

  2. Higiene Perorangan

  3. Penyediaan Air Bersih

  4. Ketersediaan Jamban

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2012

16 88 129

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

6 63 130

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat Tahun 2003

0 35 115

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Bauta Di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat Tahun 2003

0 37 114

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Dikota Sibolga Tahun 2003

1 37 126

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003

0 28 108

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Defenisi - Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Pre-hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kerasaan Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (1-<5) Tahun di Kota Padang sidempuan Tahun 2015

0 1 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Dasar - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Kepemilikan Jamban Keluarga Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diare - Pengaruh Pola Makan, Status Gizi, Higiene dan Sanitasi Makanan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur

0 0 45