BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG A. Dasar Hukum 1. Sejarah Anjak Piutang - Analisis Hak Dan Kewajiban Para Pihak Pada Perjanjian Jual Beli Piutang Dalam Pembiayaan Anjak Piutang

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG A. Dasar Hukum

1. Sejarah Anjak Piutang

  Sebelum membahas lebih jauh mengenai lembaga pembiayaan anjak piutang wajib kiranya lebih dahulu membahas menyangkut akar maupun sejarah awal bagaimana anjak piutang itu berawal lalu kemudian tumbuh dan berkembang menjadi salah satu perdagangan yang besar hingga saat ini. Sejarah usaha jasa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan sebutan factoring sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu, pertama kali digunakan di Mesopotamia. Pertama kali, bentuk usaha anjak piutang memang masih sangat sederhana. Pihak factor, biasanya bertindak sebagai agen penjualan yang sekaligus pemberi perlindungan kredit. Kegiatan semacam ini dikategorikan sebagai general factoring. General factoring ini kemudian berkembang di daratan Eropa, tepatnya di Inggris. Perusahaan factor di Inggris pada saat itu sangat membantu para pedagang dari Plymouth (Amerika) untuk mengageni penjualan mereka di daratan Eropa, dan juga membelikan barang-barang dagangan dari Inggris yang mereka inginkan untuk diimpor ke Amerika. Revolusi industri diakhir abad ke- 18 turut mendorong pertumbuhan bisnis jasa general factoring. Mekanisasi alat-alat tenun tekstil di Inggris dan tingginya minat beli tekstil di Amerika, telah menyebabkan meningkatnya transaksi ekspor impor. Perkembangan bisnis tersebut otomatis turut memacu pertumbuhan industri factoring di Amerika, terutama di New York city. Perusahaan factoring di Amerika saat itu seperti ketiban rezeki. Mereka juga memberikan kredit, menjamin kredit tersebut, memberikan pembayaran awal terhadap piutang yang timbul dan melakukan penagihan untuk kepentingan

  

client nya.Pada akhir abad ke-19 para factor mulai meninggalkan profesinya sebagai

  agen dan lebih mengkonsentrasikan diri pada pengelolaan kredit bagi clientnya, yaitu menjamin kredit, melakukan penagihan, dan penyediaan dana. Bentuk-bentuk usaha inilah yang kemudian menjadi embrio dari bisnis anjak piutang modern seperti yang

  

  dikenal saat ini. Anjak piutang modern ini kemudian terus berkembang tidak hanya transaksi ekspor impor maupun transaksi local. Bisnis anjak piutang modern ini akhirnya berkembang ke Eropa, terutama setelah berdirinya 3 (tiga) grup anjak

  

  piutang internasional, yaitu: a.

  Heller Overseas Corporation (Heller Group), dalam grup factoring ini Heller berperan sebagai induk perusahaan dari mayoritas anggotanya dan bermarkas di Chicago.

  b.

  Internasional Factors Group ( IFG), dimana dalam grup ini tidak dikenal adanya induk perusahaan, setiap anggota bebas satu sama lain tanpa adanya kaitan permodalan. Grup ini hanya menerima satu anggota dari setiap negara, bermarkas di Brussel.

  c.

  Factors Chain International, dimana grup ini hampir sama dengan sistem IFG, yakni tanpa kaitan permodalan antara sesama anggotanya. Namun grup ini dapat menerima lebih dari satu anggota dari setiap negara, bermarkas di Amsterdam.

  29 Budi Rachmat, Anjak Piutang Solusi Cash Flow Problem, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. xvii

  30 Ibid hlm. xix

  Kegiatan group factoring ini telah memiliki anggota yang tersebar diseluruh dunia, yaitu dinegara-negara seperti Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, ASEAN, termasuk Indonesia, Hongkong dan berbagai negara lainnya. Sedangkan untuk kawasan Asia Tenggara, anjak piutang pertama kali diperkenalkan di Singapura pada pertengahan tahun 70-an.

  Sejak saat itu transaksi anjak piutang di Singapura mengalami perkembangan yang sangat pesat baik ditinjau dari jumlah perusahaan maupun turnover transaksinya.

  Sedangkan di Malaysia kegiatan anjak piutang dimulai pada tahun 1981. Di Indonesia sendiri, kegiatan anjak piutang dimulai pada tahun 1988 dengan dikeluarkannya anjak piutang di Indonesia belum begitu populer. Namun kegiatan anjak piutang di Indonesia secara informal sebenarnya sudah ada sebelum dikeluarkannya Keputusan Prsesiden Nomor 61 Tahun 1988, yaitu kegiatan cheque discounted atau cheque yang didiskontokan yang sering dilakukan oleh para pedagang di pasar-pasar. Kegiatan ini sudah berjalan secara informal ditengah masyarakat dan sudah baku diantara para pedagang di pasar. Biasanya pedagang menukar cek mundur kepada penyedia dana, dan langsung dipotong dalam jumlah/ presentase tertentu sesuai dengan jangka waktunya. Apabila cek itu tidak ada dananya maka penjual cek harus mengganti

  

  dengan uang tunai kepada penyedia dana. Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan merupakan usaha Pemerintah untuk memformalkan 31 Ibid. hlm. xx kegiatan anjak piutang yang sudah ada di masyarakat, dan menjadikan usaha anjak piutang menjadi suatu bagian dari lembaga pembiayaan yang juga dapat dilakukan oleh bank dan lembaga keuangan bukan bank.

2. Pengaturan Perjanjian Anjak piutang

  Di Indonesia, kegiatan anjak piutang atau factoring sejauh ini belum diatur secara khusus dengan undang-undang seperti halnya perbankan, asuransi, ataupun dana pensiun. Keberadaan industri anjak piutang sebagai bagian dari aktivitas lembaga pembiayaan saat ini hanya diatur dengan Surat Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal, yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1988 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan atau lebih dikenal dengan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 yang selanjutnya dipertegas dengan keluarnya beberapa Surat Keputusan Menteri Keuangan, diantaranya yakni sebagai berikut : a.

  1251/KMK.013/1988 Tentang Perusahaan Pembiayaan.

  b.

  448/ KMK.017/2000 Tanggal 27 Oktober 2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan c. 172/ KMK.06/2002 tanggal 23 April 2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 Tanggal 27 Oktober 2000.

  d.

84/ PMK.012/ 2006 Tanggal 29 September 2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 448/ KMK.017/ 2000 Tanggal 27 Oktober 2000.

  Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati berpendapat bahwa “anjak piutang sebagai salah satu bentuk bisnis pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum baik perjanjian maupun perundang-undangan. Perjanjian adalah sumber hukum utama anjak piutang dari segi perdata, sedangkan perundang-undangan adalah

   sumber hukum utama anjak piutang dari segi hukum publik.

  1) Segi Hukum Perdata, ada 2 (dua) sumber hukum perdata yang mendasari kegiatan anjak piutang yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata.

  a) Asas Kebebasan Berkontrak

  Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan anjak piutang selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Perjanjian anjak piutang ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan anjak piutang sebagai pihak penerima pengalihan piutang, dan client sebagai pihak yang mengalihkan piutang. Perjanjian anjak piutang (factoring agreement) merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam

  Pasal 1320 KUHPerdata.Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak, yaitu perusahaan anjak piutang dan client (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). 32 Konsekuensi yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan

  Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 74-77 dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak

  (unilateral unavoidable) . Perjanjian anjak piutang berfungsi dokumen bukti yang sah bagi perusahaan anjak piutang dan client.

  b) Undang-Undang di Bidang Hukum Perdata

  Perjanjian anjak piutang merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III dan Buku II KUHPerdata.Sumber hukum utama anjak piutang adalah ketentuan-ketentuan mengenai : (1)

  Perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal 1457-1540 Buku III KUHPerdata sejauh ketentuan-ketentuan itu relevan dengan anjak piutang.

  (2) Pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 ayat (1) dan piutang atas nama dilakukan dengan cessie, yaitu dengan akta autentik atau tidak autentik yang menyatakan pengalihan hak tagih kepada perusahaan anjak piutang disertai notifikasi kepada nasabah (debitur).

  Bersamaan dengan akta cessie piutang itu diserahkan. (3) Subrogasi yang diatur dalam Pasal 1400-1403 Buku III KUHPerdata.

  Penyerahan dengan cessie akan mengakibatkan adanya subrogasi, yaitu penggantian status kreditor lama (client) oleh kreditor baru (perusahaan anjak piutang) terhadap nasabah (debitur). Selain dari ketentuan-ketentuan dalam Buku II dan Buku III KUHPerdata yang relevan dengan anjak piutang, ada juga ketentuan-ketentuan dalam berbagai undang-undang diluar KUHPerdata yang mengatur aspek perdata anjak piutang. Undang-undang yang dimaksud adalah sebagai berikut. (a)

  Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila anjak piutang itu mempunyai bentuk hukum perseroan terbatas.

  (b) Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila bentuk badan usaha perusahaan anjak piutang tersebut adalah koperasi, sehingga didalam pendirian dan kegiatannya juga harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut.

  (c) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria dan peraturan pelaksananya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan anjak piutang mengadakan perjanjian mengenai hak atas tanah.

  (d) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan anjak piutang sebagai produsen melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan undang-undang yang secara perdata merugikan konsumen.

  2) Segi Hukum Publik

  Sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa pembiayaan, anjak piutang banyak menyangkut kepentingan publik terutama yang bersifat administratif. Oleh itu perundang-undangan yang bersifat publik yang relevan berlaku pada anjak piutang. Perundang-undangan tersebut terdiri atas undang-undang peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.

  a) Undang-undang di bidang hukum publik, berbagai undang-undang dibidang administrasi negara yang menjadi sumber hukum utama anjak piutang adalah sebagai berikut:

  (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan anjak piutang berurusan dengan pendaftaran perusahaan pada waktu pendirian, pendaftaran ulang, dan pendaftaran likuiditas perusahaan

  (2) Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

  Tentang Perbankan dan Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya undang- undang ini apabila perusahaan anjak piutang berkaitan dan berurusan dengan bank

  (3) Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, Undang-Undang No.7 Tahun 1991, tentang Perpajakan. Berlakunya undang-undang ini karena perusahaan anjak piutang wajib membayar pajak bumi dan bangunan, penghasilan, dan pertambahan nilai serta pajak jenis lainnya.

  (4) Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini karena perusahaan anjak piutang melakukan pembukuan perusahaan dan pemeliharaan dokumen perusahaan b)

  Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan, peraturan tentang lembaga pembiayaan yang mengatur anjak piutang antara lain adalah : (1) Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.

  Di dalamnya memuat tentang pengakuan bahwa anjak piutang sebagai salah satu bentuk usaha dari lembaga pembiayaan. Bentuk hukum perusahaan anjak piutang adalah perseroan terbatas atau koperasi, dan dalam kegiatannya dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar (promissory note). (2)

  Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/ KMK.013.1998 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468 Tahun 1995. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini mengatur tentang kegiatan perusahaan anjak piutang, izin usaha, besaran modal, pembinaan dan pengawasan, serta sanksi apabila perusahaan anjak piutang melakukan Menteri Keuangan tersebut.

3. Unsur-Unsur Anjak Piutang

  Dalam kegiatan pembiayaan anjak piutang tentunya banyak pihak-pihak yang terlibat didalamnya. para pihak tersebut tentunya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang mendorong berjalannya suatu transaksi perdagangan anjak piutang itu sendiri sehingga tumbuh dan berkembang menjadi suatu bentuk volume perdagangan yang besar. Para pihak itu juga merupakan salah satu unsur yang terkandung didalam tubuh suatu lembaga pembiayaan yang bernama anjak

  

  piutang. Berikut penjelasan beberapa unsur-unsur didalam anjak piutang:

33 Ibid hlm. 79-81

  a.

  Factor, atau perusahaan anjak piutang yakni badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Adapun yang dimaksud dengan transaksi perdagangan adalah transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya dilakukan secara kredit. Badan-badan usaha yang dapat menjadi perusahaan anjak piutang adalah : 1)

  Perusahaan yang khusus bergerak dibidang anjak piutang 2)

  Perusahaan multifinance, yaitu perusahaan pembiayaan yang disamping bergerak dibidang anjak piutang juga bergerak dibidang pembiayaan lainnya 3)

  Bank juga dapat bergerak dalam bidang anjak piutang. Hal ini berdasarkan

  Pasal 6 huruf (1) Undang-undang No.7 Tahun 1992 Jo. Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Apabila piutang yang akan dianjakpiutangkan tersebut berasal dari perdagangan internasional, maka akan memperlihatkan perusahaan anjak piutang domestic (domestic import factor) dan perusahaan anjak piutang Internasional

  

(internasional export factor) . Perusahaan anjak piutang domestik merupakan

  penghubung dengan client, sedangkan perusahaan anjak piutang internasional merupakan penghubung dengan nasabah.

  b.

  Client, Menurut ketentuan Pasal 1 huruf (m) dari Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 yang dimaksud dengan client (penjual piutang) adalah perusahaan yang menjual dan atau mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi perdagangan kepada perusahaan anjak piutang. Dengan demikian client adalah pihak yang mempunyai piutang atau tagihan, piutang atau tagihan mana akan dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Client tersebut harus berupa perusahaan, baik perusahaan badan hukum seperti perseroan terbatas maupun bukan badan hukum seperti firma, CV.

  c.

  

Nasabah (Customer), nasabah adalah pihak yang membeli barang dari client yang

  pembayarannya dilakukan secara kredit. Dengan demikian, kedudukan nasabah adalah debitur (berutang) dan kedudukan client sebagai kreditor (berpiutang).

  Dalam transaksi anjak piutang, piutang client tersebut selanjutnya dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Melihat hubungan diatas, terlihat bahwa nasabah mempunyai kedudukan yang penting dalama transaksi anjak piutang, karena nasabahlah yang menentukan macet tidaknya serta lunasnya piutang client d.

  Piutang/ Tagihan Piutang atau tagihan merupakan objek dari anjak piutang. Meskipun objek anjak piutang berupa piutang/ tagihan, tetapi tidak semua jenis piutang dapat dianjakpiutangkan. Dalam anjak piutang hanya piutang yang timbul dari transaksi perdaganganlah yang dapat dianjakpiutangkan. Dengan demikian, piutang dari hibah, pinjam meminjam uang (kredit bank) atau perjanjian kerja bukan merupakan objek dari anjak piutang sehingga tidak dapat dianjakpiutangkan.

  Pembatasan lain atas objek anjak piutang adalah piutang yang akan dialihkan tersebut belum jatuh tempo (account receivable), baik yang dikeluarkan dengan menggunakan surat berharga seperti promis, atau berupa tagihan melalui invoice perdagangan pada umumnya. Singkatnya, piutang yang akan dianjakpiutangkan bukanlah piutang yang sudah macet. Dengan demikian, tidak ada alasan bahwa bisnis anjak piutang sama saja dengan debt collector yang didalamnya ada unsur tekanan dan kekerasan.

  e.

  Pengalihan Piutang Dalam transaksi anjak piutang terjadi proses peralihan piutang dari client kepada perusahaan anjak piutang. Agar peralihan piutang tersebut mempunyai akibat hukum yang sah, maka dalam proses peralihannya harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 613 ayat (1) dan (2) tentang cessie serta Pasal 1400 tentang subrogasi. Cessie adalah penyerahan piutang atas nama dari kreditor lama kepada kreditor baru. Subrogasi harga piutang oleh pihak ketiga tersebut. Jadi, dalam cessie menekankan pada segi pengalihan piutang, adapun subrogasi menekankan pada segi penggantian kreditor.

  Berdasarkan ketentuan tersebut dalam transaksi anjak piutang, pengalihan piutang dari client kepada perusahaan anjak piutang dilakukan dengan akta cessie (Pasal 613 ayat (1). Selanjutnya, pengalihan piutang tersebut diberitahukan (notification) kepada atau mendapat persetujuan dari nasabah (Pasal 613 ayat (2). Pengalihan piutang dengan sepengetahuan atau persetujuan dari nasabah disebut discloused

  

facility, adapun jika tidak ada pemberitahuan kepada atau persetujuan dari nasabah

  disebut undiscloused facility, sehingga nasabah tidak berkewajiban membayar tagihan secara langsung kepada perusahaan anjak piutang. Apabila perusahaan sudah membayar harga piutang kepada client, maka sesuai dengan Pasal 1400 KUHPerdata kedudukan hak tagih client terhadap nasabah berpindah kepada perusahaan anjak piutang. Perusahaan anjak piutang biasanya membayar lebih dahulu harga pembelian piutang client yang besarnya hingga 80 % (delapan puluh persen) dari harga jual piutang. Adapun sisanya akan dibayar setelah tagihan terhadap nasabah dibayar lunas setelah dipotong biaya-biaya untuk perusahaan anjak piutang. Pembayaran lebih dahulu (prepayment) ini bukan merupakan panjar (down payment) atau pembayaran tanda jadi karena prepayment merupakan bagian dari pembiayaan atas seluruh harga jual piutang. Dengan demikian, fungsi

  

prepayment adalah sebagai fasilitas bagi pembiayaan perusahaan client sehingga

  kontinuitas usaha terjamin, arus kas (cash flow) tetap lancar, dan resiko akibat

4. Klasifikasi Anjak Piutang

  Realita transaksi perdagangan anjak piutang di lapangan ternyata melahirkan beberapa jenis atau variasi dari anjak piutang itu sendiri yang terkualifikasi berdasarkan kondisi-kondisi tertentu sehingga memunculkan klasifikasi-klasifikasi

  

  didalam anjak piutang, yakni sebagai berikut :

  a. Berdasarkan Tempat Kedudukan Pihak-Pihak. Berdasarkan tempat kedudukan para pihak dalam anjak piutang, yaitu perusahaan anjak piutang, client dan nasabah, anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: 1)

  Domestic factoring, yaitu anjak piutang dimana semua pihak berdomisili dalam satu negara (didalam negeri). Dimana tentu saja gambaran terhadap mekanisme 34 Ibid , hal. 81-83. perdagangan domestic factoring dapat digambarkan ataupun diilustrasikan secara sederhana dengan gambaran singkat sebagai berikut : SKEMA 1

ANJAK PIUTANG DOMESTIK CLIENT

  c). Copy Invoice

   a) Penyerahan Barang

   b) Invoice CUSTOMER

  7. f) Refund

d). Inisial payment e) Payment PERUSAHAAN FACTOR

  FFF

35 Keterangan gambar :

  a) Jual beli barang atau jasa (untuk barang sekaligus diikuti dengan delivery) antara client dan customer.

  b) Penyerahan dokumen atas barang/jasa yang diperjualbelikan atau diterima, misalnya invoice ataupun factur.

35 Budi Rachmat, Anjak Piutang Solusi Cash Flow Problem,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

  Utama, 2002) hlm. 56 c) Setelah factor menerima dokumen barang/jasa maka factor akan melakukan pembayaran kepada client antara 80%-90% dari nilai tagihan setelah dikurangi diskonto.

  d) Setelah tagihan jatuh tempo, customer melakukan pembayaran kepada factor sebesar Rp. 100% dari seluruh nilai tagihan.

  e) Factor menyerahkan dokumen barang/jasa kepada customer dan mengembalikan tagihan yang tidak ikut dibiayai.

  2) Internasional factoring, atau export factoring yaitu anjak piutang dimana client berdomisili didalam negeri (Indonesia) sedangkan nasabah berdomisili diluar negeri

  (negeri lain). Dan berikut ilustrasi dari mekanisme internasional factoring yang secara sederhana dapat digambarkan, yakni sebagai berikut :

  

SKEMA 2

ANJAK PIUTANG INTERNASIONAL

GOODS and INVOICE

  INDONESIA USA

  EKSPORTIR

   IMPORTIR Copy Invoice Prepayment Statement Payment

  COPY INVOICES EKSPORTIR FACTOR

IMPORTIR FACTOR

  Keterangan gambar :

  

export factor , setelah salinan invoice tersebut maka export factor akan membayar

  Demikian sebaliknya terjadi apabila importir dari Indonesia mengimpor barang dari Amerika Serikat. Untuk dapat melakukan export factoring, eksportir harus melakukan ekspor barang atas dasar open account, document against acceptace , dan bill of excharge.

  (sebesar 20%) segera diselesaikan setelah dikurangi dengan biaya-biaya anjak piutang.

  j) Setelah export factor menerima remittances dari import factor, sisa pembayaran

  importir atau belum.

  Import factor melakukan remit sebesar 100% (seratus persen) dari nilai invoice setelah dikurangi dengan tarif tertentu yang telah disepakati setelah importir membayar atau selambat-lambatnya 90 hari setelah tanggal pengiriman barang tanpa memperhatikan apakah import factor telah menerima pembayaran dari

  Import factor setelah menerima salinan invoice akan menyiapkan sales ledger yang diperlukan dan melakukan penagihan kepada importir. i)

  g) Export factor mengirim salinan invoice kepada import factor.

  sampai dengan 80% (delapan puluh persen) dari nilai invoice sesuai dengan perjanjian anjak piutang yang telah ditandatangani.

  f) Setelah barang dikapalkan, eksportir menyampaikan copy invoice tersebut kepada

  

  e) Atas persetujuan credit limit tersebut, eksportir mengapalkan barangnya ke USA dan mengirimkan invoices kepada importir dengan pemberitahuan agar importir melakukan pembayaran yang bertalian kepada import factor.

  credit limit yang telah disetujui dijamin pembayarannya oleh import factor.

  mempertimbangkan permohonan tersebut. Apabila import factor menyetujui permohonan eksportir maka invoices yang difaktorkan sampai dengan jumlah

  

standing dari importir. Berdasarkan hasil penyelidikannya, import factor

  d) Import factor melakukan penyelidikan (credit investigation) untuk mengetahui credit

  c) Export factor memilih salah satu import factor di USA.

  b) Eksportir mengajukan permohonan credit limit tertentu sehubungan dengan rencana ekspor yang bersangkutan kepada importir di USA.

  a) Eksportir membuat perjanjian anjak piutang dengan factor.

36 Ibid. hlm. 58-60

  b.

  Berdasarkan Jasa yang Diberikan Berdasarkan jenis jasa yang diberikan oleh perusahaan anjak piutang, maka anjak piutang dapat dibedakan menjadi

  

  1) Full service factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang yang memberikan semua jenis jasa anjak piutang baik jasa pembiayaan maupun jasa non pembiayaan

   2)

  Maturity factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang hanya terbatas memberikan jasa-jasa non pembiayaan, seperti jasa pembukuan, proteksi dan pengontrolan kredit serta penagihannya. 3)

  Finance factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang hanya menyediakan jasa pembiayaan, tanpa ikut menanggung resiko atas piutang yang tidak tertagih.

  c. Berdasarkan Resiko Tanggung Jawab Client menjadi 2 (dua) yaitu : 1)

  Recourse factoring, yaitu anjak piutang dimana client akan menanggung resiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, perusahaan anjak piutang akan mengembalikan tanggung jawab (recourse) pembayaran piutang kepada client atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah.

  2)

Without recourse factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang

  yang akan menanggung resiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, client tidak bertanggung jawab untuk melunasi atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah.

  d. Berdasarkan Pemberitahuan Berdasarkan pemberitahuan atau notifikasi kepada nasabah, maka anjak piutang dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu

  

  1) Disclosed factoring/notification factoring, yaitu anjak piutang dimana pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang diberitahukan kepada nasabah. Dengan demikian, pada saat piutang telah jatuh tempo,

  :

  37 Ibid. hlm. 82 38 Ibid. hlm. 83 perusahaan anjak piutang memiliki hak tagih pada nasabah yang bersangkutan. 2)

  Undisclosed factoring/ non notification factoring, yaitu anjak piutang dimana pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang tanpa pemberitahuan kepada nasabah. Dengan demikian, nasabah tidak berkewajiban memenuhi tagihan secara langsung kepada perusahaan anjak piutang.

  e.

  Berdasarkan Instrumen Pengalihan Berdasarkan instrumen atau alat pengalihan piutang yang digunakan, maka anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

  1) Account receivable factoring, yaitu anjak piutang dimana pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang dilakukan dengan dokumen bukti utang berupa buku tagihan (account receivable).

  2) Promissory notes factoring, yaitu anjak piutang dimana nasabah menerbitkan pengakuan hutang tersebut kemudian client mengendosir, sehingga piutang beralih kepada perusahaan anjak piutang.

5. Syarat Dan Mekanisme Anjak Piutang

  Didalam melakukan kegiatan perdagangan anjak piutang, tentunya harus diawali dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu guna memenuhi persyaratan sebagai bagian dari para pihak yang terlibat dalam menjalankan usaha perdagangan anjak piutang. Menurut Budi Rachmat, untuk mendapatkan fasilitas anjak piutang, calon client biasanya harus sudah mempunyai usaha yang baik dan menguntungkan. Selanjutnya calon client mengajukan permohonan dengan melampirkan syarat-syarat

  

  sebagai berikut: a.

  Surat pengesahan pendirian perusahaan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Berita Negara. 39 Ibid. hlm. 85 b.

  Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP).

  c.

  Tanda Daftar Perusahaan.

  d.

  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

  e.

  Laporan keuangan 3 tahun terakhir.

  f.

  Bank statement account untuk bulan terakhir.

  g.

  Perjanjian jual beli dengan nasabah.

  h.

  Contoh invoice (faktur) dan credit note (nota kredit) perusahaan. i.

  Professional background dari direksi dan/ atau komisaris. j.

  Struktur organisasi perusahaan client. k.

  Data-data lain yang akan diminta kemudian bila diperlukan.

  Selain syarat-syarat tersebut, biasanya perusahaan anjak piutang meminta syarat lain, yaitu : 1)

  Client harus merupakan badan hukum atau bentuk usaha tetap seperti PT, CV, firma, dan lain-lain, dan bukan perorangan, demikian pula nasabahnya . 2)

  Volume penjualan calon client masuk dalam kategori yang telah dipersyaratkan 3)

  Calon client bersedia memberikan jaminan tambahan atas fasilitas pembiayaan yang diterima. 4)

  Calon client harus bersedia untuk disurvei oleh tim dari perusahaan anjak piutang guna mendapatkan gambaran usaha yang seutuhnya.

  Adapun mekanisme dalam transaksi anjak piutang pada prinsipnya sama antara perusahaan anjak piutang yang satu dengan lainnya, yaitu dilakukan melalui tahapan sebagai berikut.

  a) Tahap permohonan

  Setiap permohonan pembiayaan anjak piutang, client harus mengisi formulir aplikasi yang telah disediakan oleh perusahaan anjak piutang dengan lengkap dan ditandatangani oleh client.

  b) Tahap pengecekan/desk research checking

  Berdasarkan aplikasi permohonan, perusahaan anjak piutang akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut. c) Tahap audit checking/ pemeriksaan lapangan

  Apabila tahap pengecekan/desk research checking hasilnya cukup baik, maka proses permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan lapangan atau audit ke calon

  client. Adapun tujuan dari pemeriksaan lapangan ini adalah:

  (1) Untuk memastikan bahwa transaksi penjualan yang dilakukan antara client dan nasabah termasuk dalam kriteria tagihan yang dapat dianjakpiutangkan.

  (2) Untuk mempelajari prosedur administrasi penjualan yang dilakukan oleh client , termasuk syarat dan kondisi penjualan.

  (3) Untuk mengenali secara langsung nasabah-nasabah mana yang melakukan transaksi pembelian secara rutin, langsung dan tingkat ketaatan pembayarannya.

  (4) Untuk menghitung secara pasti berapa besar tingkat penjualan calon client dibanding dengan laporan yang disampaikan.

  Tahap pembuatan customer profile Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, perusahaan anjak piutang akan membuat customer profile yang isinya memuat tentang nama perusahaan

  customer, nama pemilik, alamat dan nomor telepon, contact person, credit term, lamanya hubungan dengan client dan lain-lain.

  e) Tahapan pengajuan proposal kepada kredit komite

  Selanjutnya marketing department pada perusahaan anjak piutang akan mengajukan proposal atas permohonan yang diajukan oleh client kepada kredit komite.

  f) Tahapan pengajuan keputusan kredit komite

  Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi perusahaan anjak piutang untuk melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan client ditolak, harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila disetujui maka

marketing department akan mempersiapkan surat penawaran kepada calon client.

  g) Tahap pengiriman surat penawaran

  Setelah proposal memperoleh persetujuan dari kredit komite, maka marketing

  department mempersiapkan surat penawaran kepada client. Surat penawaran

  wajib ditandatangani oleh client dan dokumen ini biasanya akan dijadikan surat penerimaan (letter of acceptance).

  h) Tahap pengikatan

  Berdasarkan surat penawaran yang telah ditandatangani oleh client, oleh bagian legal akan mempersiapkan pengikatan sebagai berikut.

  a.

  Perjanjian anjak piutang beserta lampirannya b.

  Jaminan pribadi (jika ada).

  c.

  Jaminan perusahaan (jika ada). d.

  Surat kuasa khusus, jika diperlukan e. Notification Letter i)

  Pengikatan perjanjian anjak piutang dapat dilakukan secara bawah tangan, dilegalisir oleh notaris, atau secara notariil. j)

  Tahap pencairan fasilitas Setelah proses penandatanganan perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak, selanjutnya client akan mencairkan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan anjak piutang. Kemudian, setiap akhir bulan perusahaan anjak piutang akan membuatkan laporan atas pemakaian fasilitas anjak piutang yang telah diterima oleh client beserta lampirannya.

6. Subjek Dan Objek Anjak Piutang

  Subjek anjak piutang dan beserta objeknya merupakan para pelaku perdagangan anjak piutang dan juga sesuatu yang dijadikan fokus perdagangan yang tentunya menjadi satu kesatuan utuh yang saling terkait antar satu dengan lainnya, berikut beberapa penjelasan menyangkut subjek dan objek pada pembiayaan anjak piutang, yakni sebagai berikut

   a.

  Subjek perjanjian anjak piutang, subjek perjanjian anjak piutang adalah pihak- pihak yang terlibat dalam transaksi anjak piutang. Pihak-pihak tersebut adalah perusahaan anjak piutang, client, dan nasabah.

  : 1)

  Perusahaan anjak piutang, Menurut Pasal 1 angka (8) Keppres No. 61 Tahun 1988 Jo. Pasal 1 huruf (1) Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 yang dimaksud dengan perusahaan anjak piutang (factoring company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau 40 Op.Cit hal. 86-88 tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Dalam transaksi anjak piutang, perusahaan anjak piutang merupakan pihak pemberi jasa pembiayaan dengan cara membeli piutang client yang timbul dari transaksi perdagangan dengan nasabah. Adapun yang dimaksud dengan transaksi perdagangan adalah transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya dilakukan oleh nasabah secara kredit. Transaksi perdagangan antara client dan nasabah bisa terjadi dalam satu wilayah negara (nasional), dan bisa juga terjadi antarnegara (internasional). Apabila transaksi perdagangan tersebut bersifat internasional, maka dalam konteks anjak piutang domestik (domestic factor/ export factor), dan perusahaan anjak piutang internasional (internasional factor/import factor). Perusahaan anjak piutang domestik merupakan penghubung dengan client, sedangkan perusahaan anjak piutang internasional merupakan penghubung dengan nasabah. Badan-badan usaha yang dapat menjadi perusahaan anjak piutang adalah :

a) Perusahaan yang khusus bergerak dibidang anjak piutang.

  b) Perusahaan multifinance, yaitu perusahaan pembiayaan yang disamping bergerak di bidang anjak piutang juga begerak dibidang pembiayaan.

  c) Bank juga dapat bergerak dalam bidang anjak piutang. Hal ini berdasarkan Pasal 6 huruf (1) Undang-undang No.7 Tahun 1992 Jo. Undang-undang No.

  10 Tahun 1998. Adapun bentuk badan usaha perusahaan anjak piutang menurut Pasal 3 ayat (2)

  Keppres No. 61 Tahun 1998 Jo. Pasal 9 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1998 adalah berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.

  2) Client

  Menurut ketentuan Pasal 1 huruf (m) dari Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 yang dimaksud dengan client (penjual piutang) adalah perusahaan yang menjual dan atau mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi perdagangan kepada perusahaan anjak piutang. Dengan demikian,

  

client adalah pihak yang mempunyai piutang atau tagihan, piutang atau tagihan mana

  akan dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Dilihat dari transaksi anjak piutang,

client adalah pihak yang menerima jasa pembiayaan dari perusahaan anjak piutang.

  Adapun jika dilihat dari transaksi perdagangan (jual beli), client sebagai penjual anjak piutang, client tersebut harus berupa perusahaan, baik perusahaan badan hukum seperti perseroan terbatas, maupun bukan badan hukum seperti firma, CV.

  3) Nasabah (Customer)

  Nasabah adalah pihak yang membeli barang dari client yang pembayarannya dilakukan secara kredit. Dengan demikian, kedudukan nasabah adalah sebagai debitur (berutang) dan kedudukan client sebagai kreditor (berpiutang). Dalam transaksi anjak piutang, piutang client tersebut selanjutnya dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Melihat hubungan diatas, terlihat bahwa nasabah mempunyai kedudukan yang penting dalam transaksi anjak piutang, karena nasabahlah yang menentukan macet tidaknya serta lunasnya piutang client yang telah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. h.

  Objek Perjanjian Anjak Piutang Berdasarkan batasan anjak piutang dapat diketahui bahwa objek perjanjian anjak piutang adalah piutang atau tagihan. Meskipun objek anjak piutang berupa piutang/tagihan, tetapi tidak semua jenis piutang dapat dianjakpiutangkan. Dalam anjak piutang hanya piutang yang timbul dari transaksi perdaganganlah yang dapat dianjakpiutangkan. Dengan demikian, piutang yang timbul dari hibah, pinjam- meminjam uang (kredit bank) atau perjanjian kerja bukan merupakan objek dari anjak piutang, sehingga tidak dapat dianjakpiutangkan. Pembatasan lain atas objek anjak piutang adalah bahwa piutang yang akan dialihkan tersebut berupa piutang jangka pendek biasanya berkisar antara 30-90. Penjual (client) harus menunggu pembayaran sampai penjualan kredit tersebut jatuh tempo. Piutang objek anjak piutang tersebut baik yang dikeluarkan dengan menggunakan surat berharga seperti promis, atau berupa tagihan melalui invoice perdagangan pada umumnya. Singkatnya, piutang yang akan dianjakpiutangkan bukanlah piutang yang sudah macet. Dengan demikian, tidak ada alasan bahwa bisnis anjak piutang sama saja dengan debt collector yang didalamnya ada unsur tekanan dan kekerasan.

  Menurut Munir Fuady piutang perdagangan yang biasanya menjadi objek bisnis anjak piutang adalah sebagai berikut.

  1) Piutang atau tagihan berdasarkan invoice suatu perusahaan yang belum jatuh tempo.

2) Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo.

  3) Piutang yang timbul dari proses pengiriman barang, sebagai pengganti letter of credit (LC).

  4) Piutang berupa tagihan-tagihan tertentu yang belum jatuh tempo, seperti yang terbit dari penggunaan kartu kredit (credit card), biro perjalanan (travel bureau).

7. Bentuk Dan Isi Perjanjian Anjak Piutang

  Didalam setiap perjanjian, merupakan suatu hal yang mutlak untuk menuangkan beberapa klausula-klausula yang tentunya memuat beberapa hal yang berkenaan dengan perusahaan anjak piutang (factor), client maupun nasabah (customer) yang mewakili apa yang yang menjadi kepentingan-kepentingan para pihak tersebut. Sehingga isi perjanjian tersebut dapat mewakili apa yang menjadi keiginan serta aspirasi para pihak yang terlibat didalam transaksi perdagangan Anjak hal-hal sebagai berikut:

  

  a. Ketentuan Umum 1) Ketentuan mengenai penawaran penjualan piutang dari perusahaan client kepada perusahaan anjak piutang, termasuk cara dan persyaratannya.

  2) Ketentuan mengenai penawaran yang memuat hak perusahaan anjak piutang untuk menerima atau menolak piutang-piutang yang ditawarkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati. 3) Ketentuan mengenai harga penjualan piutang, termasuk kalkulasinya, waktu pembayaran, uang muka (advanced payment). 4) Ketentuan mengenai jaminan yang diberikan oleh client atas piutang yang ditawarkan untuk dijual kepada perusahaan anjak piutang, dan resiko akibat jaminan yang tidak benar. 5) Ketentuan mengenai ruang lingkup administrasi piutang yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang, kewajiban pelaporan kepada client, dan ketentuan biaya administrasi yang diperhitungkan. 6) Ketentuan pembelian kembali piutang dalam hal terjadinya keadaan-keadaan tertentu, dan penetapan harga penjualan kembali piutang tersebut.

41 Op.cit hlm. 88-91

  b. Keabsahan Piutang (Validity Of Receivable) Perusahaan anjak piutang akan meminta client untuk memberikan jaminan bahwa piutang yang dijual benar-benar ada dan barang telah diserahkan kepada nasabah. Apabila piutang dalam bentuk pemberian jasa, maka client harus menjamin bahwa pemberian jasa tersebut telah dilakukan. Client juga harus menjamin bahwa nilai jumlah piutang oleh client benar-benar telah dihitung dengan benar, dan piutang tersebut bebas dari perselisihan dan tidak dilakukan contratrading oleh nasabah atau kemungkinan akan dituntut oleh pihak ketiga.

  c.

  Pengalihan Risiko Perusahaan anjak piutang perlu menetapkan apakah dalam pengalihan resiko 1)

  Without recourse, yaitu resiko tidak terbayarnya faktur atau piutang oleh nasabah berada pada perusahaan anjak piutang. 2) With recource. yaitu resiko tidak terbayarnya piutang berada pada client.

  d.

  Pengalihan Piutang (Cessie) Dalam pelaksanaan pengalihan piutang (cessie) perlu diatur ketentuan antara lain sebagai berikut : 1)

  Pengalihan piutang harus dibuat dalam suatu akta dibawah tangan atau akta autentik dengan melampirkan dokumen yang mendukung. 2)

  Setiap faktur yang dialihkan seyogianya mencantumkan keterangan didalamnya yang menerangkan bahwa faktur tersebut sudah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang.

  e.

  Pemberitahuan Atau Notifikasi Pemberitahuan (Notification) atas pengalihan piutang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1)

  Pengalihan piutang harus diberitahukan kepada nasabah dan disetujui atau diakui oleh pejabat yang berwenang dari pihak nasabah. 2) Pemberitahuan ini merupakan tanggung jawab dari client. 3)

  Pemberitahuan oleh client ini hanya diperlukan sekali untuk setiap nasabah pada waktu pengalihan pertama.

  4) Persetujuan atau pengakuan terhadap pemberitahuan ini oleh nasabah dapat pula dilakukan dengan persetujuan terhadap instruksi pembayaran.

  5) Pemberitahuan ini tidak diharuskan untuk kegiatan anjak piutang semacam invoice discounting factoring maupun undisclosed factoring.

  f.

  Syarat Pembayaran

  

Client diminta untuk menjamin bahwa setiap piutang yang dijual harus memiliki

  persyaratan pembayaran yang sama dengan persyaratan penjualan yang disetujui oleh perusahaan anjak piutang sebelumnya. Pembayaran oleh nasabah dilakukan secara langsung kepada perusahaan anjak piutang dari waktu kewaktu.

  g.

  Perubahan Persyaratan

  

Client diwajibkan memberitahukan perusahaan anjak piutang secara tertulis setiap

  ada rencana perubahan atas ketentuan-ketentuan dan persyaratan kredit yang diberikan kepada nasabah sepanjang yang berkaitan dengan piutang atau tagihan yang dijual tersebut.

  h. Tanggung Jawab Client atas Nasabah

  

Client harus membayar kepada perusahaan anjak piutang nilai piutang yang dijual

  apabila terdapat hal-hal sebagai berikut : 1)

  Nasabah tidak mengakui kebenaran piutang atau jumlah piutang yang harus 2)

  Nasabah tidak membayar sebagian atau tidak sepenuhnya melunasi tagihan yang telah jatuh tempo.

3) Nasabah mengalami kebangkrutan.

  4) Client melakukan wanprestasi atau melanggar ketentuan kontrak dengan nasabah yang menimbulkan adanya tagihan tersebut. i. Jaminan Client

  1) Client harus menjamin bahwa hak perusahaan anjak piutang atas piutang yang dibelinya tersebut tidak menjadi hapus. 2) Client tidak diperbolehkan membuat pernyataan lunas atas suatu piutang yang telah dijual tanpa perjetujuan tertulis dari perusahaan anjak piutang. 3) Client harus selalu memenuhi kesepakatan atau ketentuan perjanjian dengan nasabah yang berkaitan dengan piutang yang dijual kepada perusahaan anjak piutang. 4) Client harus menyerahkan laporan keuangan tahunan atau pertengahan tahun buku kepada perusahaan anjak piutang. 5) Perusahaan anjak piutang dapat melakukan pemeriksaan dan mengkopi dokumen yang ada dikantor client yang berkaitan dengan tagihan dimaksud.

  Menurut Munir Fuady diantara dokumen yang biasanya ada dalam setiap transaksi anjak piutang didalam praktek dan hukum di Indonesia adalah sebagai berikut. a) Perjanjian yang menyebabkan timbulnya piutang, seperti jual beli atau ekspor- impor antara client dan nasabah.

  b) Permohonan/penawaran jasa anjak piutang oleh/ kepada client.

  c) Perjanjian anjak piutang antar perusahaan anjak piutang dan client.

  d) Akta Cessie.

  e) Pemberitahuan/ Persetujuan kepada/dari nasabah.

  f) Konfirmasi dari nasabah.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Terhadap Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Proses Jual Beli Perumahan Secara Kredit ( Studi Pada PT. Araban Makmur Semesta

0 113 90

Analisis Hak Dan Kewajiban Para Pihak Pada Perjanjian Jual Beli Piutang Dalam Pembiayaan Anjak Piutang

15 106 166

Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Beritikad Baik Dalam Perjanjian Jual Beli

3 76 72

Aspek Hukum Perjanjian Utang Piutang Sebagai Dasar Permohonan Kepailitan PT. Cipta TPI

0 43 77

Hukum Perjanjian Dalam Kaitannya Dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)

0 25 152

Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah Dan Bangunan Dikaitkan Dengan Kewajiban Pembayaran BPHTB Dan PPh

0 35 120

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN PERUSAHAAN FACTORING (ANJAK PIUTANG) DI INDONESIA A. Sejarah Usaha Anjak Piutang (Factoring) - Pertanggungjawaban Klien Kepada Perusahaan Factoring Dalam Pengalihan Piutang Pedagang Terhadap Ketidakmampuan Nasabah

0 0 22

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Jenis-Jenis Perjanjian - Tinjauan Hukum Terhadap Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Proses Jual Beli Perumahan Secara Kredit ( Studi Pada PT. Araban Makmur Semesta

0 0 24

ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG TESIS

0 0 13

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME ANTARA PT. SAMSUNG ELEKTRONIK INDONESIA CABANG MEDAN DENGAN PT. SUMO INTERNUSA INDONESIA ADVERTISING A. Perjanjian Pemasangan Papan Reklame sebagai Perjanjian Tidak Bernama (Inn

0 0 28