BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME ANTARA PT. SAMSUNG ELEKTRONIK INDONESIA CABANG MEDAN DENGAN PT. SUMO INTERNUSA INDONESIA ADVERTISING A. Perjanjian Pemasangan Papan Reklame sebagai Perjanjian Tidak Bernama (Inn

  

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME ANTARA PT. SAMSUNG

ELEKTRONIK INDONESIA CABANG MEDAN DENGAN

PT. SUMO INTERNUSA INDONESIA ADVERTISING

A. Perjanjian Pemasangan Papan Reklame sebagai Perjanjian Tidak Bernama (Innominaat)

  Hukum perjanjian tidak bernama (innominaat) diatur dalam Buku III KUH Perdata. Di dalam Buku III KUH Perdata tersebut hanya ada satu pasal yang mengatur tentang perjanjian tidak bernama (innominaat), yaitu Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata ini mengisyaratkan bahwa perjanjian, baik yang mempunyai nama dalam KUH Perdata, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu (tidak bernama) tunduk pada Buku III KUH Perdata.

  Dengan demikian para pihak yang mengadakan perjanjian tidak bernama

  (innominaat),

  tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang mengaturnya, tetapi

  41 para pihak juga tunduk ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata.

  Berbagai ketentuan hukum yang mengatur tentang perjanjian tidak bernama

  (innominaat),

  yang terdapat di luar KUH Perdata diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 41 Amir Wahyudi, Kontrak Dagang Ekspor, PPM Jakarta, 2002, Edisi Revisi, hal 12.

  34

  2001 tentang minyak dan gas bumi, Peraturan pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang waralaba (franchise), surat keputusan bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor KEP-122/MK/W/2/1974,Nomor 32/M/SK/2/1974 dan Nomor 30/KPB/I/1974 tentang perizinan usaha leasing. Secara khusus peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian tidak bernama (innominaat).

  Pemasangan papan reklame dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) masing-masing daerah dimana pemasangan papan reklame tersebut dilaksanakan.

  KUH Perdata merupakan ketentuan hukum bersifat umum,sedangkan ketentuan- ketentuan hukum yang mengatur perjanjian tidak bernama (innominaat) merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus. Dengan demikian berlaku asas “lex spesialis

  derogaat lex generalis”

  yang artinya undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum. Pada saat undang-undang yang bersifat khusus tersebut tidak mengatur secara rinci tentang suatu hal tertentu,

  42 maka dapat digunakan undang-undang yang bersifat umum.

  Di dalam Buku III KUH Perdata di kenal 5 (lima) asas penting yang merupakan pula asas hukum yang harus dipatuhi dalam perjanjian tidak bernama

  (innominaat)

  . Asas-asas tersebut antara lain adalah asas kebebasan berkontrak/ membuat perjanjian, asas konsensualisme, asas pacta sunt servenda (asas kepastian hukum), asas itikad baik dan asas kepribadian. 42 Rudi M. Simamora, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Djambatan, Jakarta, 2000, hal 29. Asas kebebasan berkontrak/ membuat perjanjian dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

  1. Membuat atau tidak membuat perjanjian

  2. Mengadakan pekerjaan dengan siapapun

  3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya

  43 4. Menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan.

  Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

  Asas Pacta Sunt Servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat hukum perjanjian. Asas Pacta Sunt Servanda adalah asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH 43 FX Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal 35. Perdata yang berbunyi : “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya”.

  Asas itikad baik (goede trouw) dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi : “Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreeditur dan debitor harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh tau kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik ini dibagi menjadi dua macam yaitu itikad baik nisbi dan mutlak. Pada itikad nisbi orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik yang mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif pula. Berbagai putusan Hoge Raad yang erat kaitannya degan kasus penerapan asas itikad baik diantaranya adalah kasus seorang Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest itu berkaitan dengan turunya nilai uang Jerman setelah perang dunia pertama sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian

  44 dalam perjanjian dagang.

  Asas kepribadian (personalitas), merupakan asas yang menentukan seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.

  Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi : “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya 44 Ridwan Halim, Itikad Baik dalam Perjanjian Dagang, Mitra Ilmu, Jakarta 2010, hal 21. sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi : “Perjanjian hanya berlaku antar pihak yang membuatnya”.

  Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun ketentuan ini ada pengecualiannya, sebagaimana dalam pasal 1317 KUH Perdata, yang berbunyi : “Dapat pula perjanjian didalam untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”.

  Pasal ini menginstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan pada Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu, dalam Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan diri sendiri, ahli warisnya, orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

  Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata, ruang lingkupnya lebih luas. Dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak pasti dicantumkan identitas dari subjek hukum, yang meliputi nama, umur, tempat domisili dan kewarganegaraan. Kewarganegaraan berhubungan erat dengan apakah yang bersangkutan dapat melakukan perbuatan hukum tertentu seperti jual beli tanah hak milik.

  Hukum perjanjian tidak bernama (innominaat) mempunyai hubungan yang sangat erat dengan KUH perdata merupakan ketentuan hukum yang bersifat umum, sedangkan hukum perjanjian tidak bernama (innominaat) merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus. Maka berlaku asas lex spesialis derogaat lex generalis undang-undang yang mengandung makna undang-undang khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat khusus. Apabila dalam undang-undang yang bersifat khusus tidak diatur secara rinci tentang permasalahan hukum tertentu, maka digunakan kembali undang-undang yang bersifat umum.

  Bila diikuti prosedur pemasangan papan reklame, mulai dari mengumpulkan izin sampai dengan selesainya pemasangan papan reklame tersebut maka ada 4 (empat) pihak yang berperan dalam pemasangan papan reklame tersebut antara lain :

  1. Pemerintah daerah dalam hal ini adalah Pemko Medan;

  2. Pengusaha (pemohon) yang memohon yang ingin memasang papan reklame untuk produknya;

  3. Biro advertising sebagai pembuat papan reklame sekaligus pula pemborong pekerjaan; Pemerintah daerah merupakan pihak yang berwenang untuk memberikan izin bagi setiap pemohon pemasangan papan reklame. Pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah Pemko Medan memiliki wewenang terhadap pengurusan izin pemasangan papan reklame kepada Dinas Pertamanan Kota Medan yang dalam hal ini adalah sub bagian reklame.

  Permohonan untuk pemasangan papan reklame ditujukan Dinas Pertamanan melalui sub bagian reklame. Permohonan akan ditindaklanjuti dengan cara mempelajari permasalahan tersebut termasuk pula lokasi pemasangan papan reklame. Apabila dipandang tidak memenuhi syarat oleh pihak Dinas Pertamanan, maka permohonan tersebut akan ditolak apabila dipandang memenuhi syarat, maka perjanjian tersebut akan disetujui.

  Apabila permohonan pemasangan iklan tersebut telah disetujui oleh pihak Dinas Pertamanan dalam hal ini adalah sub bagian reklame, maka akan ditentukan pula besarnya pajak reklame yang harus dibayar oleh pemohon kemudian pihak Dinas Pertamanan akan mengadakan peninjauan ke lapangan tempat dimana papan reklame tersebut nantinya akan didirikan, apakah tempat tersebut sesuai atau tidak untuk mendirikan papan reklame. Jika tempat untuk pemasangan papan reklame tersebut di bawah kekuasaan pemerintah, misalnya di trotoar, jalan, taman umum atau bangunan milik pemerintah, maka untuk itu akan dihitung pula sewanya yang ditambahkan dengan pajak yang harus dibayar. Pembayaran tersebut harus lunas selama 1 (satu) tahun masa pemasangan papan reklame tersebut. Setelah persyaratan untuk izin pemasangan papan reklame terpenuhi, pihak pemohon telah dapat melaksanakan pemasangan papan reklame tersebut di tempat yang telah ditetapkan.

  Biro advertising adalah suatu badan usaha yang bergerak di bidang pemasangan papan reklame yang dikehendaki oleh pengusaha/produsen agar produknya diiklankan melalui papan reklame. Biro advertising juga bertindak sebagai pemborong pelaksanaan pekerjaan pemasangan papan reklame tersebut. Pihak biro

  advertising

  pada umumnya bekerja sesuai dengan pesanan dari produsen/penghasil produk yang akan diiklankan melalui papan reklame tersebut.

  Dalam perjanjian pemasangan papan reklame untuk produk handphone merek Samsung, pihak produsen PT. Samsung Elektronik Indonesia mengadakan perjanjian dengan PT. Sumo Internusa Indonesia dalam hal pelaksanaan pekerjaan pemasangan papan reklame tersebut. Dalam hal pengurusan izin pemasangan papan reklame, pihak PT. Samsung Elektronik Indonesia melakukan pengurusan izin sendiri ke Pemko Medan dalam hal ini adalah Dinas Pertamanan melalui sub bagian reklame. Dalam perjanjian pemasangan papan reklame produk handphone merek Samsung antara PT. Samsung Elektronik Indonesia dengan PT. Sumo Internusa Indonesia, lokasi pemasangan papan reklame yang digunakan adalah milik Pemko Medan yaitu di Jalan Krakatau Simpang Jalan Jemadi Medan.

  Oleh karena itu Pemko Medan dalam hal ini adalah Dinas Pertamanan selain sebagai pemberi izin pemasangan papan reklame, juga bertindak sebagai pemilik lokasi/lahan tempat pemasangan papan reklame tersebut oleh karena itu dalam melakukan perjanjian sewa-menyewa lokasi pemasangan papan reklame, pihak PT.

  Samsung Elektronik Indonesia dan pihak Pemko Medan dalam hal ini Dinas Pertamanan Kota Medan telah pula menandatangani perjanjian sewa-menyewa lahan/lokasi pemasangan papan reklame tersebut untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

  

Pemasangan Papan Reklame antara PT. Samsung Elektronik Indonesia

Cabang Medan Dan PT. Sumo Internusa Indonesia Advertising

  Perjanjian pemasangan papan reklame adalah suatu perjanjian dengan mana dua pihak atau lebih sepakat untuk mengikatkan dirinya dimana pihak pertama sebagai pihak yang menginginkan dipasangnya suatu papan reklame pertama pada tempat tertentu sedang pihak yang lain adalah pihak yang menyanggupi keinginan pihak pertama untuk memasang papan reklame tersebut di tempat tertentu sebagaimana yang diinginkan.

  Dari defenisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pihak pertama adalah pihak yang memberikan pekerjaan untuk memasang papan reklame, sedangkan pihak kedua adalah pihak yang menyanggupi untuk menerima pekerjaan tersebut dan menyelesaikannya sesuai perjanjian yang telah disepakati pihak pertama sebagai pemberi pekerjaan kepada pihak kedua berkewajiban untuk memenuhi prestasinya berupa imbalan/kompensasi sejumlah uang/materi tertentu sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian,sedangkan pihak kedua dengan menerima prestasi tersebut wajib pula memberikan kontra prestasi berupa penyediaan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan pemasangan papan reklame tersebut serta wajib pula menyelesaikan pekerjaan tersebut sesuai waktu yang telah disepakati bersama dalam perjanjian pemasangan papan reklame tersebut.

  Di dalam KUH Perdata perjanjian sebagaimana diuraikan di atas dikenal dengan perjanjian pemborongan pekerjaan yang diatur dalam Pasal 1601 (b) dan Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1606 KUH Perdata tentang persetujuan tertentu pada Buku III Bab 7A bagian ke 6 Pasal 1601 (b) KUH Perdata memberi arti tentang perjanjian pemborongan sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak pertama, si pelaksana pekerjaan (pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak pemberi pekerjaan borongan) dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan.

  Dari defenisi yang diberikan oleh Pasal 1601 (b) KUH Perdata tersebut di atas seolah-olah undang-undang memandang perjanjian pemborongan sebagai suatu jenis perjanjian unilateral, dimana seakan-akan hanya pihak pemborong pekerjaan saja yang mengikatkan diri dan harus berprestasi. Padahal dalam perkembangan hukum perjanjian saat ini, baik pihak pemborong pekerjaan maupun pihak yang memberikan borongan pekerjaan saling mengikatkan diri, dengan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kewajiban utama dari pihak pemborong pekerjaan adalah untuk melaksanakan pekerjaan yang telah ditentukan, sedangkan kewajiban utama dari pihak yang memberi borongan pekerjaan adalah membayar sejumlah

  45 uang/materi tertentu sesuai kesepakatan yang telah disepakati dalam perjanjian.

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian pemborongan merupakan sebuah perjanjian para pihak yang saling mengikatkan diri baik pemborong maupun yang memberikan borongan.

  Menurut R. Subekti, bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memberi borongan 45 Munir Fuady, Perjanjian Kerja Borongan dan Akibat-akibat Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal 13. pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborongkan pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan atas

  46

  pembayaran sejumlah uang sebagai harga pemborongan. Dengan demikian defenisi perjanjian pemborongan yang benar adalah pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborongkan

  47 mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan.

  Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian termasuk juga perjanjian pemborongan kerja ini, dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum. Dari isi pasal itu dapat kita simpulkan bahwa suatu perjanjian pemborongan yang lahir dari suatu perjanjian selain tunduk pada isi dan perjanjian yang dibuat oleh pihak, juga tunduk pada peraturan umum yang diatur dalam KUH Perdata mengenai perjanjian pemborongan.

  Undang-Undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam 3 (tiga) macam yaitu :

  1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu :

  2. Perjanjian kerja/perburuhan 3. Perjanjian pemborongan pekerjaan. 46 47 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1990, hal 58.

  Djumiadji, Perjanjian Pemborongan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal 4. Jika kita bandingkan defenisi di atas maka pekerjaan pembuatan papan reklame dikategorikan pada unsur perjanjian yang ketiga, maka terpenuhilah unsur tersebut yaitu :

  1. Adanya pihak yang memborongkan pekerjaan, dalam hal ini adalah pihak pengusaha yang ingin membuat papan reklame untuk barang atau jasa produknya.

  2. Adanya pihak yang memborong pekerjaan, dalam hal ini adalah pimpinan biro advertising.

  3. Adanya suatu pembayaran upah oleh pihak yang memborongkan kepada pihak pemborong.

  Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1604 KUH Perdata perjanjian pemborongan pekerjaan ini dapat dibagi dua yaitu :

  1. Dimana pihak yang memborongkan pekerjaan diwajibkan memberikan untuk pekerjaan tersebut, jadi pihak pemborong hanya melakukan pekerjaannya saja.

  2. Dimana pihak pemborong menyediakan bahannya sekaligus mengerjakannya.

  Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1604 KUH Perdata ini yang dilakukan oleh biro advertising pada umumnya adalah bentuk perjanjian pemborongan pekerjaan yang kedua, yaitu dimana pihak biro advertising menyediakan bahan menurut pesanan dari pihak yang mengisi memasang papan reklame dan kemudian dikerjakan sesuai yang diperintah yang merupakan ketentuan khusus yang harus dikerjakan oleh biro advertising adalah dalam hal pimpinan biro advertising dengan pemilik tempat pemasangan papan reklame (khusus milik perorangan). Perjanjian yang dibuat tersebut merupakan perjanjian sewa-menyewa tempat pemasangan papan reklame, selanjutnya masih merupakan kewajiban biro adverstising untuk menyerahkan uang sewa kepada pemilik tempat pemasangan papan reklame. Begitu juga dengan biaya pengeluaran untuk membuat perjanjian dengan pemilik gedung atau tempat pemasangan papan reklame ditanggung oleh biro advertising.

  Hal-hal yang disebutkan di atas merupakan ketentuan yang berbeda dengan perjanjian pemborongan pekerjaan umumnya, hal ini disebabkan karena biro

  advertising

  disamping melakukan pembuatan sekaligus pemasangan (yang merupakan pekerjaan) ia juga merupakan biro yang tentunya tugas yang dikerjakan menurut keinginan pemberi pekerjaan seperti untuk menghubungi pemilik tempat pemasangan papan reklame, membuat perjanjian dan membayar sewa seperti yang disebutkan di atas.

  Setelah pekerjaan dinyatakan selesai dan diterima dengan baik oleh pemilik papan reklame (yang memborongkan pekerjaan), jadi tidak dibuat dalam suatu perjanjian tertulis mengingat pekerjaan tersebut merupakan hal yang sulit ditambah lagi dengan kewajiban-kewajiban lain dan memerlukan biaya yang cukup besar, maka dalam hal ini posisi biro advertising jika terjadi suatu keadaan di luar dugaan, misalnya pihak yang memborongkan pekerjaan tidak melunasi pembayaran yang telah disepakati atau ia tidak menerima hasil pekerjaan dengan alasan yang tidak tepat atau jelas, maka biro advertising akan rugi. Sedangkan bukti-bukti adanya suatu hubungan pemborongan pekerjaan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing tidak ada, jadi sebaiknya dibuat suatu perjanjian yang mengatur dengan tegas hak dan kewajiban masing-masing pihak, hal ini yang mungkin timbul yang merupakan kerugian bagi biro advertising jika ada ketentuan dari pihak pemberi tempat pemasangan papan reklame karena sesuatu hal misalnya gedung tempat pemasangan papan reklame pada bagian yang dijadikan tempat mengecor atau mengikat kawat pengikat menjadi retak baik pada saat pemasangan dilakukan maupun setelah pemasangan dilakukan. Maka dalam hal ini yang akan dituntut oleh pemilik gedung ialah pimpinan biro advertising, karena yang menandatangani surat perjanjian dengannya adalah pimpinan biro advertising tersebut.

  Dalam perjanjian pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung yang terletak di Jalan Krakatau Simpang Jalan Jemadi Medan antara Biro

  Advertising

  PT. Sumo Internusa Indonesia dan PT. Samsung Elektronik Indonesia, pihak Biro Advertising PT. Sumo Internusa Indonesia yang melaksanakan pekerjaan- pekerjaan borongan pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung, sebelum melaksanakan pemasangan papan reklame tersebut, terlebih dahulu mengadakan perjanjian dengan pemerintah Kota Medan yang dalam hal ini adalah Dinas Pertamanan Kota Medan.

  Pihak Biro Advertising PT. Sumo Internusa Indonesia harus terlebih dahulu memperoleh izin untuk pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung tersebut dari Dinas Pertamanan Kota Medan yang dalam hal ini diserahkan kepada kepala bagian sub reklame. Hal ini disebabkan karena tempat pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung tersebut adalah di pinggir jalan umum yang merupakan milik negara yang dalam hal ini adalah pemerintah Kota Medan. Setelah seluruh persyaratan administrasi untuk pemasangan papan reklame tersebut dipenuhi oleh pihak Biro Advertising PT. Sumo Internusa Indonesia, baru dapat dilaksanakan pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung tersebut ditempat yang telah disepakati dalam perjanjian. Perjanjian pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung yang dilaksanakan oleh Biro

  Advertising

  PT. Sumo Internusa Indonesia didasarkan kepada kesepakatan yang telah dibuat secara tertulis dalam perjanjian.

  Pada perjanjian pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung tersebut dibuat dalam perjanjian yang diberi nama perjanjian jasa iklan “Samsung” Nomor 03/PPR/II/2011 yang ditandatangani oleh Direktur Pengelola PT.

  Samsung Elektronik Indonesia Mr. Yoo Young Kim dan Direktur PT. Sumo Internusa Indonesia Mr. Witaf Tanny terdapat hak dan kewajiban para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Hak-hak PT. Samsung Elektronik Indonesia dalam perjanjian tersebut adalah :

  1. Hak untuk memperoleh jasa pemasangan papan reklame untuk produk

  handphone

  Samsung yang sudah terpasang dengan baik dan benar di Jalan Krakatau simpang Jalan Jemadi Medan dengan ukuran 5 Meter x 10 Meter dalam bentuk slide dan dipasang secara horizontal (mendatar).

  2. Berhak menikmati pemasangan papan reklame untuk produk handphone Samsung tersebut untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal 17 Januari 2012 s/d 16 Januari 2013.

  3. Memperoleh jaminan dari pihak kedua (biro advertising) atas klaim dari puhak ketiga terhadap lokasi pemasangan papan reklame sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

  4. Memperoleh jaminan pemeliharaan penuh dan pihak kedua selama jangka waktu yang telah ditetapkan, sehingga iklan dapat berfungsi sepenuhnya sebagai tanda iklan yang layak, terjaga kebersihan dan kerapiannya untuk menunjang prestasi dari papan reklame tersebut.

  5. Memperoleh jaminan perbaikan dari pihak kedua apabila terjadi kerusakan, gangguan teknis dari papan reklame tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan tertulis dari pihak pertama diterima oleh pihak kedua dalam hal terjadi kerusakan. Jika perbaikan lebih dari 7 (tujuh) hari kerja, maka pihak pertama dapat mengklaim denda kepada pihak kedua. Denda yang dimaksud adalah denda yang dihitung setiap hari berdasarkan pro rata berdasarkan 1 (satu) tahun harga perjanjian yang setara dengan Rp 819.178,- (delapan ratus sembilan belas ribu seratus tujuh puluh delapan rupiah).

  Kewajiban PT. Samsung Elektronik Indonesia terhadap perjanjian pemasangan papan reklame untuk produk handphone merek Samsung kepada pihak kedua PT. Sumo Internusa Indonesia adalah :

  1. Membayar harga yang telah disepakati dalam perjanjian pemasangan papan reklame sebesar Rp 299.000.000,- (dua ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah) tidak termasuk PPN (Pajak Pendapatan)/ PPH (Pajak Penghasilan tidak disertakan).

  2. Pembayaran wajib dilaksanakan secara tunai (seratus persen) oleh PT. Samsung Elektronik Indonesia kepada pihak kedua PT. Sumo Internusa Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari setelah penandatanganan perjanjian pemasangan papan reklame.

  Hak PT. Sumo Internusa Indonesia dalam perjanjian pemasangan papan reklame adalah :

  1. Menerima kompensasi berupa pembayaran jasa pemasangan papan reklame dari PT. Samsung Elektronik Indonesia sebesar Rp 299.000.000,- (dua ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah).

  2. Pembayaran kompensasi jasa pemasangan papan reklame tersebut wajib diterima oleh PT. Sumo Internusa Indonesia dari PT. Samsung Elektronik Indonesia selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah penandatanganan perjanjian pemasangan papan reklame dilakukan oleh para pihak.

  Kewajiban PT. Sumo Internusa Indonesia dalam pemasangan papan reklame produk handphone merek Samsung adalah :

  1. Wajib mendirikan papan reklame produk handphone merek Samsung dengan ukuran 5 Meter x 10 Meter dalam bentuk slide dan didirikan dalam posisi horizontal (mendatar) di Jalan Krakatau Simpang Jalan Jemadi Medan.

  2. Memberikan jaminan kepada pihak pertama atas segala bentuk gangguan/klaim dari pihak ketiga.

  3. Menanggung segala bentuk resiko kerusakan maupun kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan pemasangan papan reklame di lokasi pemasangan.

  4. Bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan perawatan papan reklame yang telah terpasang selama jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

  5. Bertanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi selama jangka waktu perjanjian berlangsung 1 (satu) tahun dan wajib memperbaiki segala bentuk kerusakan yang terjadi tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan tertulis dari pihak pertama diterima oleh pihak kedua.

  Jika perbaikan lebih dari 7 (tujuh) hari kerja, maka pihak pertama dapat mengklaim denda kepada pihak kedua. Denda dihitung setiap hari berdasarkan pro- rata berdasarkan 1 (satu) tahun harga kontrak yang setara dengan Rp 819.176,- (delapan ratus sembilan belas ribu seratus tujuh belas rupiah) untuk setiap hari.

  Penundaan perhitungan jangka waktu iklan 17 Januari 2012 – 16 Januari 2013 : 365 hari. Harga 1 (satu) slide Rp 299.000.000,- (dua ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah) denda perhari dapat dihitung dengan : 819 178 .

  365 . 000 000 . 299

  Rp hari Rp

   Kegagalan pelaksanaan perjanjian oleh pihak pemborong (advertising) memberikan hak gugat kepada pihak yang memborongkan (Samsung) dalam upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya. Hak pihak yang memborongkan tersebut meliputi pemenuhan, pembubaran dan ganti rugi. Namun demikian dalam proses penyelesaian sengketa yang berlangsung, penegakkan hak kontraktual pihak yang memborongkan senantiasa berbanding terbalik dengan hak-hak kontraktual pihak pemborong. Artinya hukum memberikan penghargaan yang sama kepada pemborong

  48

  untuk menpertahankan hak-hak kontraktualnya melalui beberapa cara yaitu:

  a. Mengajukan eksepsi atau tangkisan berdasarkan doktrin pelepasan hak

  (rechtsverwerking)

  , pelepasan hak ini didasarkan pada sikap pihak yang memborongkan yang terkesan menerima prestasi pihak pemborong, meskipun pihak yang memborongkan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Sikap ini dapat terjadi secara eksplisit (tegas) atau implisit (diam-diam).

  b. Mengajukan eksepsi atau tangkisan berdasarkan doktrin exeptio non adimpleti contractu).

  Doktrin ini merupakan sarana pembelaan bagi pihak pemborong terhadap dalil gugatan pihak yang memborongkan, dimana tangkisan pihak pemborong tersebut isunya menyatakan bahwa pihak yang memborongkan sendiri tidak melaksanakan prestasi. Exceptio non adimpleti contractus hanya berlaku apabila tidak ditentukan dalam undang-undang (misalnya Pasal 16026 KUH Perdata), telah menentukan bahwa pelaksanaan pekerjaan lebih dahulu daripada pembayaran upah, atau tidak diperjanjikan para pihak dalam perjanjiannya (misalnya para pihak sepakat pembayaran dilakukan 7 (tujuh) hari setelah penyerahan hasil kerja). Hanya dalam hal para pihak tidak menentukan 48 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal 46. siapa yang harus berperstasi lebih dahulu maka dalil Exceptio non adimpleti contractus dapat diterima.

  c. Mengajukan eksepsi atau tangkisan karena adanya overmacht/force majure, daya paksa.

  overmacht (force majure),

  Terkait dengan Buku

  III KUH Perdata mengaturnya secara fragmentaris (tersebar) dalam beberapa pasal, yaitu bagian IV tentang penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan (Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata) dan bagian VII tentang musnahnya barang yang terutang (Pasal 1444 dan Pasal 1445 KUH Perdata). Rumusan overmacht menurut pasal-pasal tersebut adalah : Pasal 1244 KUH Perdata berbunyi : “Jika ada alasan untuk si berutang harus dihukum untuk mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terdugapun tak dapat dipertanggung jawabkan padanya kesemuanya itu jika tidak ada itikad buruk padanya”. Pasal 1245 KUH Perdata berbunyi : “Tidak ada pengganti biaya rugi dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena suatu kejadian yang tidak disengaja, si berutang debitor terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau karena hal-hal yang sama bilamelakukan perbuatan yang terlarang”.

  Pasal 1444 KUH Perdata berbunyi : “Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan atau hilang hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada maka hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan siberutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya”. Bahkan meskipun si berutang lalai menyerahkan suatu barang sedangkan ia telah menanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus, jika barang itu akan musnah juga dengan cara ditangannya si berpiutang,seandainya sudah diserahkan kepadanya. Siberutang diwajibkan membuktikan kejadian yang tak terduga yang dimajukannya itu.

  Dengan cara bagaimana suatu barang yang telah dicari musnah atau hilang, hilangnya barang itu tidak sekali-kali membebaskan orang yeng mencuri barang dari kewajibannya untuk mengganti harganya. Pasal 1445 KUH Perdata berbunyi : “Jika barang yang terutang diluar salahnya siberutang musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang maka si berutang, jika ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak- hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada orang-orang yang mengutangkan kepadanya.

  Berdasarkan bunyi dari pasal-pasal KUH Perdata tentang overmacht/force

  majure

  tersebut di atas, maka overmacht (force majure) dapat disimpulkan merupakan peristiwa yang tidak terduga yang terjadi diluar kesalahan debitor setelah penutupan perjanjian yang menghalangi debitor untuk memenuhi prestasinya sebelum ia dinyatakan lalai dan karenanya tidak dapat dipersalahkan serta tidak menanggung resiko atas kejadian tersebut untuk itu maka dalil bagi debitor melepaskan diri dari

  49

  gugatan kreditor maka dalil adanya overmacht/force majure harus memenuhi syarat: 49 Herken Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berdasarkan Asas-asas Warga Indonesia , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 25. a. Pemenuhan prestasi terhalang atau tercegah

  b. Terhalangnya pemenuhan prestasi tersebut diluar kesalahan debitor

  c. Peristiwa yang menyebabkan terhalangnya prestasi tersebut bukan merupakan resiko debitor.

  Adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai overmacht/force majure membawa konsekuensi akibat hukum sebagai berikut : a. Kreditor tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi;

  b. Debitor tidak dapat lagi dinyatakan lalai;

  c. Debitor tidak wajib membayar ganti rugi;

  d. Resiko tidak berarti kepada debitor;

  e. Kreditor tidak dapat menuntut pembatalan dalam perjanjian timbal balik; f. Perikatan dianggap gugur.

  Sebagaimana dipahami bahwa dengan adanya overmacht/force majure akan terkait dengan resiko tanggung gugat bagi para pihak. Undang-Undang memberikan mekanisme penyelesaian terkait dengan resiko terjadinya overmacht/force majure pada perjanjian timbal balik. Hoge Raad dalam putusannya Tanggal 17 Juni 1949, memutuskan bahwa, “Apabila dalam suatu perjanjian timbal balik pihak yang satu karena overmacht tercegah melakukan prestasi, maka pihak lain juga bebas dari kewajibannya, menurut kepatutan (billijkheid) debitor tidak lagi berkewajiban, maka pihak lain (kreditor) juga bebas atau dengan kata lain resiko ditanggung oleh mereka yang tidak berprestasi. Namun hendaknya dibedakan antara overmacht yang menghalangi pelaksanaan prestasi debitor dengan ketidakmungkinan melaksanakan hak. Ketidakmungkinan melaksanakan hak merupakan keadaan pribadi, kreditor dan karenanya bukan merupakan alasan overmacht. Selain itu perlu diperhatikan sifat dari

  overmacht

  terhadap kemungkinan pelaksanaan prestasi yaitu : a. overmacht yang bersifat absolut tetap (permanen), yang mengakibatkan pelaksanaan prestasi tidak mungkin dilakukan dan b. overmacht yang bersifat relatif tidak tetap/temporer, yang mengakibatkan pelaksanaan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan,namun secara tidak normal mungkin dilakukan atau untuk sementara waktu ditangguhkan sampai dimungkinkannya pemenuhan prestasi kembali.

  Untuk membahas resiko tanggung gugat dalam terjadinya suatu overmacht terdapat beberapa teori yang mencoba memberikan argumentasi masing-masing

  50

  meliputi :

  a. Teori objektif yang bertitik tolak dan asumsi bahwa prestasi tidak mungkin bagi setiap orang, artinya terkait dengan ketidakmungkinan bagi setiap orang. Dalam perkembangannya teori ini tidak berlaku absolut (mutlak), namun lebih mendekati teori subjektif bahwa apa yang dianggap secara objektif berlakubagi semua orang, pada akhirnya juga diterima bahwa perlu diperhatikan subjek perikatan terkena akibat overmacht tersebut.

  b. Teori subjektif yaitu prestasi tidak mungkin bagi debitor yang bersangkutan artinya terkait dengan ketidakmungkinan relatif dengan mengingat keadaan pribadi atau subjek debitor. 50 Soetojo Prawiro Hamdjojo, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya 1978, hal 24.

  Dengan memperhatikan uraian di atas maka dalil overmacht tidak akan berhasil apabila :

  Overmacht

  a. terjadi di luar kesalahan debitor, namun debitor telah dalam keadaan lalai.

  b. Tercegahnya pemenuhan prestasi dapat diduga pada waktu penutupan perjanjian.

  c. Tercegahnya pemenuhan disebabkan kesalahan seseorang yang diikutsertakan dalam melaksanakan perikatan.

  d. Tercegahnya pemenuhan disebabkan oleh cacat benda yang digunakan debitor dalam melaksanakan perikatannya.

  Dalam perjanjian pemasangan papan reklame antara PT. Samsung Elektronik Indonesia dengan PT. Sumo Internusa Indonesia Advertising dinyatakan bahwa tidak ada denda akan dikenakan kepada pihak kedua dalam hal terjadinya overmacht/force

  majure (

  keadaan yang tak terduga) diluar kekuasaan manusia. Para pihak tidak akan bertanggung jawab terhadap setiap keterlambatan atau kegagalan dalam pemeliharaannya yang terjadi akibat hal-hal diluar kekuasaan manusia yang selayaknya.

  Hal-hal yang diluar dugaan dan kekuasaan manusia yang dimaksudkan adalah peristiwa-peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, topan badai, banjir bandang yang membuat papan reklame yang telah didirikan tersebut menjadi rusak, tumbang atau bahkan musnah/hancur. Kerusakan/musnahnya papan reklame tersebut bukan atas kesalahan dari pihak pemborong tapi disebabkan oleh peristiwa alam yang tidak terduga dan diluar jangkauan manusia. Pihak pertama (yang memborongkan) juga berhak menghentikan perjanjian pemasangan papan reklame ini sewaktu-waktu, jika pihak kedua gagal untuk mematuhi setiap persyaratan yang tertera dalam perjanjian tersebut. Dengan demikian pihak kedua wajib mengembalikan semua pembayaran yang telah diterima dari pihak pertama yang jumlahnya akan dikalkulasikan berdasarkan waktu tersisa atau waktu yang berlaku selama 1 (satu) tahun dan harga perjanjian berdasarkan pro-rata. Penghentian perjanjian oleh pihak pertama diakibatkan karena pihak kedua gagal untuk mematuhi/memenuhi setiap persyaratan yang tertera dalam perjanjian ini.

  Perjanjian persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian ini antara lain meliputi :

  1. Ukuran papan reklame yang akan dipasang berukuran 5 m x 10 m x 1 m dalam bentuk slide dan dipasang secara horizontal (mendatar) tampak dari dua sisi yaitu depan dan belakang.

  2. Papan reklame terpasang wajib dipelihara dan diraway oleh pihak kedua selama jangka waktu perjanjian yaitu 1 (satu) tahun. Pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan oleh pihak kedua terhadap papan reklame tersebut meliputi kebersihan dan kerapian papan reklame tersebut sehingga dipandang layak untuk dilihat oleh masyarakat yang melintasi jalan di sekitar papan reklame tersebut terpasang. Perbaikan dari kerusakan papan reklame tersebut dari kerusakan yang disebabkan hal-hal yang wajar dan bukan karena overmacht.

  3. Bebas dari gangguan/klaim dari pihak ketiga/pihak lain.

  Selama jangka waktu perjanjian 1 (satu) tahun. Apabila persyaratan- persyaratan tersebut di atas yang telah disanggupi oleh pihak kedua terhadap pihak pertama tidak dapat dipenuhi atau gagal dipatuhi oleh pihak kedua baik seluruhnya maupun sebagian maka pihak pertama pihak menghentikan perjanjian pemasangan papan reklame tersebut dengan akibat hukum.

  Pihak penggantian kerugian tersebut berupa pengembalian semua pembayaran uang yang telah diterima oleh pihak kedua dari pihak pertama yang jumlahnya akan dikalkulasikan berdasarkan waktu tersisa atau sisa waktu yang masih tersisa dari jangka waktu 1 (satu) tahun perjanjian pemasangan papan reklame yang telah disepakati bersama dalam perjanjian penghentian perjanjian oleh pihak pertama yang dapat dilakukan sewaktu-waktu dilakukan karena adanya wanprestasi (cidera janji) dari pihak kedua. Pasal 1243 KUH Perdata berbunyi : “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memnuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya”.

  Pihak pertama (pemborong) dinyatakan lalai apabila :

  1. Tidak memenuhi prestasi,

  2. Terlambat berprestasi, 3. Berprestasi tidak sebagaimana mestinya.

  Namun demikian pada umumnya wanprestasi baru terjadi setelah adanya pernyataan lalai (in mor a stelling; ingeberetee stelling) dari pihak pemborong kepada pihak yang memborongkan. Pernyataan lalai ini dasarnya bertujuan menetapkan tenggang waktu (yang wajar) kepada yang memborongkan untuk memenuhi prestasinya dengan sanksi tanggung gugat atas kerugian yang dalam pihak yang memborongkan pekerjaan. Menurut undang-undang, peringatan (somatik), kreditor mengenai lalainya debitor harus dituangkan dalam bentuk tertulis (Pasal 1238 KUH Perdata). Jadi lembaga “pernyataan lalai” merupakan upaya hukum untuk sampai pada fase debitor dinyatakan wanprestasi.

  Adanya dalam keadaan tertentu untuk membuktikan adanya wanprestasi debitor tidak diperlukan pernyataan lalai misal : a. Untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal (fatale termyn),

  b. Debitor menolak pemenuhan,

  c. Debitor menakui kelalaiannya,

  d. Pemenuhan prestasi tidakmungkin dilakukan (diluar overmacht),

  e. Pemenuhan prestasi tidak lagi berarti (zinloos), f. Debitor melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.

  Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditor yang dirugikan sebagai akibat kegagalan pelaksanaan perjanjian oleh pihak debitor mempunyai hak gugat dalam upaya menegakkan hal-hal kontraktualnya. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata yang berbunyi : “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih, memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya kerugian dan bunga”. Hal kreditor tersebut dapat secara mandiri diajukan maupun dikomunikasikan dengan gugatan lain meliputi : a. Pemenuhan (nakoming);

  b. Ganti rugi (vervangende vergoeding; schadeloostelling);

  c. Pembubaran, pemutusan atau pembatalan (onbunding);

  d. Pemenuhan ditambah ganti rugi pelengkap (nokoming en an vullend vergoeding);

  e. Pembubaran ditambah ganti rugi pelengkap (ont bunding en an vullend vergoeding).

  Pemenuhan (na koming) merupakan prestasi primer sebagaimana yang diharapkan dan disepakati pihak pada saat penitipan perjanjian. Gugatan pemenuhan prestasi hanya dapat diajukan apabila pemenuhan prestasi dimaksud telah tiba waktunya untuk dilaksanakan (ope is baar dapat ditagih). Ganti rugi merupakan upaya untuk memulihkan kerugian yang prestasinya bersifat subsidair. Artinya apabila pemenuhan prestasi tidak lagi dimungkinkan sudah tidak diharapkan lagi, maka ganti rugi merupakan alternatif yang dapat dipilih oleh kreditor ganti rugi yang dimaksud meliputi ganti rugi pengganti dan ganti rugi pelengkap ganti rugi pengganti merupakan ganti rugi yang diakibatkan oleh tidak adanya prestasi yang seharusnya menjadi hak kreditor, meliputi seluruh kerugian yang diderita sebagai akibat wanprestasi debitor. Sedangkan ganti rugi pelengkap merupakan ganti rugi sebagai akibat terlambat atau tidak dipenuhinya prestasi debitor sebagaimana mestinya atau karena adanya pemutusan perjanjian.

Dokumen yang terkait

Perjanjian Pemasangan Papan Reklame Antara PT. Sumo Internusa Indonesia Advertising dengan PT.Samsung Elektronik Indonesia di Medan

4 54 146

ANALISIS YURIDIS MENGENAI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG LUMAJANG

0 2 112

CARA PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS TANAH PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) CABANG KEBAYORAN BARU JAKARTA SELATAN

1 6 91

PERJANJIAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ANTARA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG TULANG BAWANG DENGAN DEBITUR

2 26 58

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TAGGUNGAN

0 0 16

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame(Studi Pada Pt. Bensatra)

0 0 21

BAB II TERJADINYA PERJANJIAN PENGGUNAAN ROOFTOP ANTARA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK BANGUNAN DI KOTA MEDAN A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya - Perjanjian Penggunaan Rooftop antara Perusahaan Telekomunikasi dengan Pemilik Bangunan di Kota M

0 0 32

BAB II PENGATURAN DAN BENTUK PERJANJIAN KERJASAMA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN ANTARA PT JAMSOSTEK (PERSERO) DENGAN KLINIK KESEHATAN SWASTA DI KOTA BINJAI A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian - Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian K

0 0 71

ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG TESIS

0 0 13

BAB II PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEKERJA OUTSOURCING PT. ISS INDONESIA DAN PERUSAHAAN PENGGUNA JASA OUTSOURCING PT. MAHKOTA GROUP A. Outsourcing di Indonesia 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Outsourcing - Analisis Hukum Perjanjian Kerja Outsourcing

0 1 44