Analisis Profil Peternak Terhadap Pendapatan Dan Efisiensi Pemasaran Usaha Sapi Potong Di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

  

TINJAUAN PUSTAKA

Lokasi Penyebaran Sapi Potong di Kabupaten Karo

  

8 Mardinding 267,11 246 4.399 0,92

  

17 Dolat Rayat 32,25 190 2.210 5,89

Total 2127,25 15.675 94.938 142,56 Sumber : di olah Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo (2011)

  

16 Berastagi 30,50 258 10.524 8,46

  

15 Merek 125,51 592 4.501 4,72

  

14 Kabanjahe 44,65 398 15.756 8,91

  

13 Naman Teran 87,82 256 3.381 2,91

  

12 Barusjahe 128,04 572 6.322 4,47

  

11 Merdeka 44,17 109 3.441 2,47

  

10 Payung 47,24 849 3.211 17,97

  

9 Kutabuluh 195,70 1.185 3.386 6,05

  

7 Juhar 218,56 1.068 4.194 4,89

  Kecamatan Tigapanah merupakan salah satu daerah penyebaran populasi ternak sapi potong yang cukup banyak di Kabupaten Karo. Selain itu Kecamatan Tigapanah juga merupakan sentra perdagangan sapi potong di Kabupaten Karo. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2011). Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Karo dalam Kecamatan

  

6 Tigabinanga 160,38 907 5.778 5,65

  

5 Laubaleng 252,60 2.402 4.796 9,51

  

4 Tiganderket 86,76 1.930 3.810 22,24

  

3 Simpang Empat 93,48 1.374 5.342 14,70

  

2 Munte 125,64 1.892 5.752 15,06

  

1 Tigapanah 186,84 1.447 8.135 7,74

  Kepadatan Sapi/Luas Wilayah

  ) Jumlah KK (Kepala Keluarga)

  No Kecamatan Luas Wilayah (km 2 Jumlah Sapi Potong

  Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah populasi ternak sapi potong di Kecamatan Tigapanah berada pada peringkat keempat terbanyak setelah Kecamatan Lau Baleng, Kecamatan Tiganderket dan Kecamatan Munthe.

  Untuk lebih mengetahui jumlah populasi ternak sapi potong secara rinci dalam di Kecamatan Tigapanah dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

  17 Ajimbelang 2,50 3 189 2 1,2 0,01 1,5

  13 Tigapanah 3,00 50 767 26 16,67 0,06 1,92

  14 Kuta Bale 0,53

  5

  60 2 9,43 0,08 2,5

  15 Seberaya 20,00 50 857 10 2,5 0,06

  5

  16 Lepar Samura 2,50

  31

  94 7 12,4 0,33 4,43

  18 Kutajulu 2,00

  

11 Suka 58,00 175 1.286 116 3,02 0,14 1,51

  15

  33 9 7,5 0,45 1,67

  19 Bertah 5,00

  10

  85

  14 2 0,12 0,71

  20 Ajibuhara 4,50 15 200 7 3,33 0,07 2,14

  21 Ajijahe 10,00 41 378 16 4,1 0,11 2,56

  22 Ajijulu 5,16 8 368 7 1,55 0,02 1,14 Total 187,3 1.447 8.135 543 233,90 8,43 77,55 Sumber : diolah dari Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo (2011)

  12 Sukadame 4,50 15 706 27 3,33 0,02 0,55

  1

  Tabel 2. Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Tigapanah

  3 Singa 8,00 110 628 73 13,75 0,17 1,51

  No Desa Luas Desa (km 2 Jumlah Ternak

  ) Jumlah KK (Kepala

  Keluar ga) Jumlah KK

  Peternak Kepadatan Sapi/ Luas Wilayah

  Kepemilik an Sapi/ KK Penduduk

  Kepemili kan Sapi/ Jumlah KK

  Peternak

  1 Sukamaju 12,00 152 141 32 12,67 1,078 4,75

  2 Kuta Mbelin 3,20 142 203 26 44,37 0,70 5,46

  4 Kubu Simbelang 7,00 18 390 13 2,57 0,05 1,38

  10 Mulawari 1,85 6 185 6 3,24 0,03

  5 Kacinambun 8,00 104 265

  25 13 0,39 4,16

  6 Lau Riman 6,60 300

  80 12 45,45 3,75

  25

  7 Manuk Mulia 4,00 60 121

  10 15 0,49

  6

  8 Kuta Kepar 6,00 70 310 50 11,67 0,22 1,4

  9 Bunuraya 13,00 67 789 53 5,15 0,08 1,26

  Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah kepadatan ternak sapi potong yang paling besar terdapat di desa Lau Riman dan Kuta Mbelin, populasi ternak sapi potong yang sedang terdapat di desa Tigapanah dan Manuk Mulia serta desa yang populasinya sedikit di desa Seberaya dan Bunuraya.

  Profil Peternak Umur

  Menurut Chamdi (2003), semakin muda usia peternak umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. Soekartawi (2002), menyatakan bahwa para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya. Petani ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru.

  Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2009).

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009), variabel umur tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong, karena disebabkan karena kriteria umur peternak tidak mendorong peternak dalam mengembangkan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Faktor umur biasanya lebih diindetikkan dengan produktivitas kerja dan jika seseorang masih tergolong usia produktif ada kecederungan produktivitasnya juga tinggi.

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purba (2011), dapat diketahui bahwa umur memiliki pengaruh negatif terhadap pendapatan peternak.

  Ini berarti umur tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak.

  Tingkat Pendidikan

  Menurut Soekartawi et al. (1995), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Selain itu, Soekartawi (1996) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mampu memanfaatkan potensi di dalam maupun di luar dirinya dengan lebih baik. Orang itu akan menemukan pekerjaan yang paling tidak setara dengan pendidikannya.

  Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.

  Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).

  Menurut Mosher (1991), semakin tinggi tingkat pengetahuan dan keterampilan mengakibatkan petani peternak lebih dinamis, aktif dan terbuka dalam mengadopsi suatu teknologi. Kondisi ini penting mengingat saat ini diperlukan pengetahuan dan pemahaman secara baik tentang perkembangan usaha yang semakin cepat baik teknologi maupun aspek pemasaran.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009), dapat diketahui bahwa variabel pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak umum kenyataan di lapangan berbeda seperti yang telah diuraikan diatas karena pada dasarnya peternak yang ada di daerah penelitian masih tergolong berpendidikan rendah.

  Pengalaman Beternak

  Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan peternakan di daerah tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

  Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian (Fauzia dan Tampubolon, 1991).

  Variabel pengalaman beternak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan ternak sapi potong. Umumnya pengalaman beternak diperoleh dari orang tuanya secara turun-temurun. Dengan pengalaman beternak yag cukup lama memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik. Namun di lapangan tidak diperoleh pengaruh seperti yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan banyak peternak yang memiliki pengalaman yang memadai namun masih mengelolah usaha tersebut dengan kebiasaan-kebiasaaan lama yang sama dengan sewaktu mereka mengawali usahanya sampai sekarang (Siregar, 2009).

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purba (2011), diketahui bahwa pengalaman berpengaruh negatif terhadap pendapatan peternak di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Lama peternak beternak tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatannya.

  Pendapatan

  Analisis usaha ternak sapi pendekatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Hermanto (1996), menyatakan bahwa analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kinerja usaha secara menyeluruh. Ada tiga laporan utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu: (1) cash flow (arus biaya dan penerimaan), (2) neraca (balance sheet), (3) pertelaan pendapatan (income statement) .

  Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit, pakan dan kandang, lamanya modal akan kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

  Usaha peternakan sapi 99% merupakan usaha subsistem pada usaha pertanian dengan tingkat kepemilikan ternak rata-rata dua hingga tiga ekor tiap keluarga dan tipologi usahanya adalah sebagai usaha sambilan. Pendapatan dari usaha peternakan sapi belum merupakan sumber pendapatan utama petani tetapi hanya merupakan penambah pendapatan keluarga. Proporsi pendapatan ternak . sapi potong adalah 21% terhadap pendapatan total (Gunawan et al.,1998)

  Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.

  Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).

  Usaha ternak sapi telah memberi kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga peternak. Soekartawi (1995), menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga peternak sapi tidak dapat dilepaskan dari cara mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi.

  Beberapa faktor produksi yang perlu diperhatikan dan diperkirakan berpengaruh terhadap pendapatan dalam pemeliharaan sapi jantan adalah jumlah pemilikikan sapi, lama pemeliharaan, biaya pakan, biaya obat-obatan dan tenaga kerja. Identifikasi faktor-faktor produksi dengan menggunakan analisis regresi memberikan suatu gambaran bahwa lama pemeliharaan dan biaya pakan berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani peternak. Artinya, peningkatan lama pemeliharaan dan biaya pakan menyebabkan penurunan pendapatan. Faktor jumlah pemilikan ternak, biaya obat-obatan dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan peternak. Oleh karena itu, peningkatan jumlah pemilikan ternak akan meningkatkan pendapatan. Dibidang peternakan, proyeksi produksi lebih banyak ditentukan oleh jumlah pemilikan ternak. Jumlah pemilikan sapi di peternak sulit ditingkatkan karena keterbatasan kemampuan modal yang dimiliki peternak. Perawatan sapi yang baik melalui peningkatan pelayanan obat-obatan dan waktu untuk merawat sapi juga berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan ( Gunawan et al., 1998).

  Penerimaan

  Penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga peroleh satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usahatani atau harga jual petani (Soeharjo dan Patong, 1973).

  Menurut Hadisapoetro (1973), untuk memperhitungkan biaya dan pendapatan dalam usahatani diperlukan beberapa pengertian. Pendapatan kotor atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan dan penaksiran kembali (Rp.).

  Penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usahatani dan penerimaan kotor usahatani. Penerimaan bersih usahatani adalah merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai dalam proses produksi, tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga petani. Penerimaan kotor usahatani adalah nilai total produksi usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual (Soekartawi et al., 1986).

  Pengeluaran (Biaya Produksi)

  Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat di ukur untuk menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1998).

  Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu (Widjaja, 1999). Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang digunakan untuk membeli atau menyediakan bahan baku yang habis dalam sekali produksi (Suratiyah, 2009).

  Menurut Prawirokusumo (1990), ada beberapa biaya produksi diantaranya adalah biaya tetap dan biaya variabel. Yang termasuk biaya tetap dalam usaha peternakan antara lain : depresiasi, bunga modal, pajak, asuransi dan reparasi rutin. Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel adalah : biaya pakan, biaya kesehatan, pembelian ternak, upah tenaga kerja, obat-obatan, bahan bakar dan lain-lainnya.

  Efesiensi Pemasaran

  Suatu usaha peternakan adalah proses produksi sehingga rendahnya tingkat pendapatan peternak mungkin disebabkan oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien. Ini merupakan ukuran dalam mencapai produksi tertentu dibandingkan dengan faktor produksi atau biaya minimum. Efisiensi merupakan ukuran dalam mencapai produksi yang didapat dari suatu kesatuan biaya, kemudian ratio input-output yang juga dapat dijadikan dasar dalam menentukan nilai efisiensi. Menurut Gray et al. (1996) dalam mengukur efisiensi usaha perlu diukur juga tingkat efisiensi pemasaran hasil baik dilakukan oleh petani atau oleh pihak lain. Hal ini penting untuk menunjukan bahwa dalam memproduksi komoditas pertanian faktor pemasaran merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan.

  Sistem pemasaran akan efesien apabila dapat memberikan suatu balas jasa sebagai produsen, pedagang perantara dan konsumen akhir (Azzaino, 1981). Efisiensi pemasaran didefenisikan sebagai optimasi dari nisbah antara output dengan input. Suatu perubahan yang dapat mengurangi biaya input dalam melakukan kegiatan pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen dari output, yang dapat berupa barang dan jasa, menunjukkan suatu perbaikan dari tingkat efisiensi pemasaran (Feed, 1972).

  Saluran Pemasaran

  Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha/ aktivitas dengan tujuan untuk menyampaikan produk barang dan atau jasa dari produsen (penghasil) ke konsumen (pemakai) akhir dan segala upaya yang telah dilakukan untuk memperlancar kegiatan arus barang dan jasa tersebut untuk mewujudkan a permintaan a yang a efektif a (Kotler,1996).

  Saluran pemasaran kadang-kadang orang menyebutnya juga dengan saluran distribusi atau saluran perdagangan. Soekartawi (1993) mengatakan bahwa saluran pemasaran adalah saluran atau jalur yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memudahkan pemilihan suatu produk itu bergerak dari produsen sampai berada di tangan konsumen. Hanafiah dan Saefudin (1986) mengatakan bahwa saluran pemasaran merupakan badan-badan atau lembaga yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran dengan cara menggerakkan aliran barang dagangan tersebut atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang. Urutan dari badan ini membentuk rangkaian yang disebut dengan rantai pemasaran.

  Penetapan saluran pemasaran oleh produsen sangatlah penting sebab dapat sebagainya. Oleh karena itu setiap produsen atau perusahaan hendaknya dapat menetapkan saluran pemasaran yang paling tepat. Karena pertambahan jumlah dan proporsi biaya pemasaran terhadap total biaya, maka sangat diperlukan strategi dan kebijakan pengendalian atas biaya pemasaran yang tepat. Dalam strategi dan kebijakan pengendalian biaya pemasaran diperlukan analisis biaya pemasaran yang memadai (Fanani, 2000).

  Pemasaran dari hasil penggemukan sapi kereman ini biasanya ada dua bentuk, yaitu penjualan sapi hidup setelah selesai pemeliharaan dan penjulan daging setelah di lakukan pemotongan. Kebanyakan peternak tradisional menjual sapi hidup hasil kereman saja di pasar hewan maupun pedagang sapi. Pada sapi kereman sistem intensif keuntungan diperoleh dari menjual langsung sapi ke perusahaan daging maupun di potong sendiri dan menjual karkasnya. Dalam hal yang terakhir ini keuntungan yang diperoleh dapat lebih besar lagi (Darmono, 1993).

  Biaya Pemasaran

  Menurut Fanani (2000) analisis pemasaran merupakan aktivitas pemasaran sangat penting untuk menunjang kegiatan pemasaran dalam upaya mencapai tujuannya, untuk itu sampai tingkat tertentu hal itu diimbangi pula dengan besarnya biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Pengertian analisa pemasaran dibedakan menjadi dua kategori yaitu : “Dalam arti sempit, analisa pemasaran diartikan sebagai biaya penjualan, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjual produk ke pasar. Dalam arti luas biaya pemasaran meliputi semua biaya yang terjadi sejak saat produk selesai diproduksi dan di simpan dalam gudang sampai dengan produk tersebut diubah kembali dalam bentuk uang tunai” ( Mulyadi, 1992).

  Untuk indikator efesiensi pemasaran relatif digunakan analisis margin dan korelasi harga yang mencerminkan tingkat keterpaduan pasar. Margin pemasaran terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan biaya pemasaran. Biaya pemasaran akan semakin besar apabila terdapat unsur-unsur biaya yang sifatnya non- kompetitif pada sistem pemasaran sehingga tidak efesien (Limbong dan Sitorus, 1987).

  Berbagai laporan mengemukakan perbedaan harga disebabkan oleh variasi saluran dan margin pemasaran ternak di Indonesia baik dari jumlah pelaku maupun distribusi biaya dan margin yang diperoleh pelaku pasar. Kariyasa dan Faisal (2004) menyatakan bahwa penyebabnya adalah biaya pemasaran akibat pemberlakuan berbagai peraturan daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dan kurangnya fasilitas pemasaran. Disamping itu berbagai laporan mengemukakan bahwa hingga saat ini diperoleh kesan peranan blantik sangat dominan dalam menentukan harga, terlebih dalam kondisi pasar akhir-akhir ini dimana lebih banyak blantik dari pada ternak (Rusastra et al., 2006). Pendapat tersebut berlawanan dengan laporan Kariyasa dan Faisal (2004) dimana biaya pemasaran lebih banyak ditanggung oleh blantik sehingga ia memperoleh manfaat paling sedikit dari aktivitas pemasaran sementara margin/keuntungan lebih banyak dinikmati oleh pejagal. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Marak Ali et al. (2004) bahwa peranan dan keberadaan blantik sangat penting dalam mendorong budidaya ternak sapi di pedesaan dan harga yang lebih dinamis namun keuntungan yang diperoleh hanya sepertiga dibanding pejagal.

  Masalah pemasaran komoditi pertanian pada dasarnya adalah bagaimana menyalurkan produk-produk pertanian dari produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar dan biaya pemasaran minimal. Menurut Downey dan Erickson (1992) bahwa pemasaran hasil pertanian ditinjau dari bagian harga yang diterima oleh petani produsen dikatakan efisien apabila harga jual petani lebih dari 40% dari harga tingkat konsumen.

  METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lau Riman, Desa Kuta Mbelin, Desa Tigapanah, Desa Manuk Mulia, Desa Seberaya dan Desa Bunuraya Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2012.

  Penentuan Responden Penelitian

  Analisis Pendapatan Persyaratan responden adalah para peternak di Kecamatan Tigapanah

  Kabupaten Karo. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan wawancara yaitu pengumpulan informasi dari responden dengan alat bantu kuesioner. Metode penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.

  Pada tahap pertama pemilihan 6 buah desa dari beberapa desa yang ada di Kecamatan Tigapanah dengan metode penarikan responden secara

  

Proporsional Stratified Random Sampling (Soekartawi, 1995), yaitu desa yang

  kepadatan ternak sapinya tinggi (desa Lau Riman dan Kuta Mbelin) , sedang (desa Tigapanah dan Manuk Mulia) dan jarang (desa Seberaya dan Bunuraya), dimana penentuan kepadatan ternak sapi yang tinggi, sedang dan jarang tersebut ditentukan dengan melihat data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo dalam angka 2011.

  2. Pada tahap kedua pemilihan responden secara acak sederhana, diambil masing- masing 30% dari seluruh peternak dari setiap desa sampel. Wirartha (2006), menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan data statistik ukuran sampel paling kecil 30% sudah dapat mewakili populasi.

  Analisis Efisiensi Pemasaran Metode responden yang digunakan adalah metode survei dengan unit responden adalah pelaku pemasaran ternak sapi potong yaitu peternak, pengumpul,rumah potong,pedagang besar, pengecer daging dan konsumen akhir.

  Pengumpulan Data

  Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder

  1. Data primer diperoleh langsung dari monitoring responden terhadap kegiatan usaha ternak sapi potong melalui wawancara dan pengisian daftar kuesioner.

  2. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Kantor Badan Pusat Statistik dan Dinas Peternakan Kabupaten Karo.

  Data Pendapatan

  Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden di lapangan diolah dan ditabulasi. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode analisis pendapatan dan diolah dengan model pendekatan ekonometri dan dijelaskan secara metode deskriptif. Menurut Soekartawi (1995), untuk menghitung pendapatan dari kegiatan beternak sapi, dapat dihitung dengan rumus:

  

Pd = TR - TC Keterangan: Pd : adalah total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak sapi aa potong (rupiah/tahun).

  TR : adalah total revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak sapi

  aa potong (rupiah/tahun) TC : adalah biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong (rupiah/tahun).

  Jumlah pendapatan ditabulasi secara sederhana, yaitu dengan menghitung pendapatan peternak pada usaha sapi potong terhadap pendapatan keluarga di daerah penelitian.

  Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan Model Pendekatan Teknik Ekonometri yang menggunakan analisis regresi linear berganda dengan alat bantu Software SPSS 16 (Statistical Package for Sosial

  Sciences ). Menurut Djalal dan Usman (2002), model pendugaan yang digunakan:

Ŷ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + µ

  Keterangan: : adalah pendapatan peternak (Y : topi) yang dipengaruhi beberapa faktor

  Ŷ

  ia dalam memelihara ternak sapi potong

  a : adalah koefisien intercept (konstanta) b1b2b3: adalah koefisien regresi X1 : adalah tingkat pendidikan (tahun) X2 : adalah umur peternak (tahun) X3 : adalah pengalaman peternak (tahun) µ : adalah variabel lain yang tidak diteliti

  Variabel-variabel pada hipotesis diuji secara serempak dan parsial untuk mengetahui apakah variabel tersebut mempunyai pengaruh dominan atau tidak.

  Jika variabel tersebut berpengaruh secara serempak maka digunakan uji F yakni:

  

2

r / k F =

  2

1 − r / nk

  1 ( )

  ( ) Keterangan :

  2

  r = Koefisien determinasi n = Jumlah responden k = Derajat bebas pembilang n-k-1 = Derajat bebas penyebut Kriteria uji: F-hit diterima (H

  1 ditolak)

  ≤ F-tabel................................... H F-hit > F-tabel................................... H ditolak (H

  1 diterima)

  Menurut Sudjana (2002), jika variabel berpengaruh secara parsial dapat diuji dengan uji t yakni : 2 2

  ∧

  

  S y b 123

  2

  1

   −

  y y

    S b =

  1 T ∑ = 2 2 hit

  2  

  X i ( i ) 1 − R Sb

  =

  S y 123 ∑

  1 nk

  1 Keterangan: b = Parameter (i = 1,2,3) n-k-1 = derajat bebas

  2 S bi = Standart error parameter b

  2 S y 1234 = Standart error estimates

  x i = Variabel bebas (i = 1,2,3) Kriteria uji: t-hit diterima (H

  1 ditolak)

  ≤ t-tabel........................................... H t-hit > t-tabel........................................... H ditolak (H

  1 diterima) Efisiensi Pemasaran

  Untuk mengetahui efisiensi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat digunakan rumus : EP = Biaya pemasaran x 100%

  Nilai produk yang dipasarkan Jika EP > 30% berarti tidak efisien Jika EP < 30% berarti efisien

  Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara biaya pemasaran dengan total nilai penjualan sapi potong yang dinyatakan dalam bentuk persen. Biaya pemasaran adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh lembaga dalam memasarkan sapi potong. Nilai produk yang dipasarkan adalah harga akhir produk yang dipasarkan kepada konsumen. Jalur pemasaran dapat dikatakan efesien bila selisih harga dari petani dengan harga yang dibayar konsumen akhir lebih kecil dari 30% (Gray et al., 1996).

  Parameter Pengamatan

  Analisis Pendapatan a.

  Pendapatan peternak 1.

  Penerimaan adalah jumlah yang diterima peternak yang berasal dari penjualan ternak maupun kotoran ternak (Rp).

  2. Pengeluaran adalah semua biaya yang dikeluarkan peternak meliputi biaya pakan, obat-obatan, listrik, kandang dan lain sebagainya.

  3. Pendapatan adalah selisih penerimaan dengan pengeluaran selama pemeliharaan ternak sapi potong (dalam kurun waktu tertentu misalnya 1 tahun) b. Profil peternak 1.

  Umur peternak adalah umur peternak yang memelihara ternak sapi yang di ukur berdasarkan usia kerja produktif yaitu 16-60 tahun.

  2. Tingkat pendidikan adalah lamanya pendidikan yang ditempuh peternak (tahun) baik formal (SD, SMP, SMA) maupu n informal.

  3. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak memelihara ternak sapi Efesiensi Pemasaran 1.

  Peternak adalah orang yang beternak ataupun yang melakukan budidaya usaha ternak sapi potong.

  2. Pengumpul adalah orang yang mengumpulkan atau membeli sapi langsung dari peternak yang ada di pedesaan dan akan menjual sapinya ke pasar hewan.

  3. Bandar/pedagang besar adalah pedagang yang membeli sapi dari pengumpul yang ada dipasar hewan dan membawa langsung ke rumah potong untuk dipotong dan nantinya akan dijual ke pengecer daging sapi.

  4. Pengecer daging adalah penjual daging sapi yang terdapat di pasar-pasar.

  5. Konsumen akhir adalah orang yang membeli atau mengkonsumsi daging sapi (rumah tangga).