BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Stroke - Pengaruh Hipertensi Terhadap Kejadian Stroke Iskemik Dan Stroke Hemoragik Di Ruang Neurologi Di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi Tahun 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Pengertian Stroke

  Menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip dalam Junaidi (2011) , stroke is a rapidly developing clinical sign of focal or global

  

disturbance of cerebral function with symptoms lasting 24 hours or longer, or

leadding to death with no apparent cause other than vascular signs. Stroke adalah

  terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, akibat gangguan aliran darah otak.

  Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun

  global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).

  2.2 Pembagian Stroke

2.2.1 Stroke Iskemik

  Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya

  serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan kematian otak tersebut (Junaidi, 2011).

  Stroke iskemik terjadi bila karena suatu sebab suplai darah ke otak terhambat

  atau terhenti. Walaupun berat otak hanya sekitar 1.400 gram, namun menuntut suplai darah yang relatif sangat besar yaitu sekitar 20% dari seluruh curah jantung (Junaidi, 2011).

  Kejadian stroke iskemik sekitar 70-80% dari total kejadian stroke. Menurut a.

  TIA (Transient Ischemic Attack) atau serangan stroke sementara, gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.

  b.

  RIND (Reversible Ischemic Neurogical Deficits), kelainan atau gejala neurologis menghilang antara lebih kurang dari 24 jam sampai 3 minggu.

  c.

  Stroke progresif atau stroke in evolution yaitu stroke yang gejala klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin berat.

  d.

  Stroke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

  Stroke iskemik berdasarkan penyebabnya, menurut klasifikasi The National Institute of Neurological Disorders Stroke Part III trial (NINDS III) dibagi dalam

  empat golongan yaitu karena: a.

  Aterotrombotik; penyumbatan pembuluh darah oleh kerak/plak dinding arteri.

  b.

  Kardioemboli; sumbatan arteri oleh pecahan plak (emboli) dari jantung.

  c. Lakuner; sumbatan plak pada pembuluh darah yang berbentuk lubang.

  d. Penyebab lain; semua hal yang mengakibatkan tekanan darah turun (hipotensi)

  Secara umum pola gejala mengikuti pola berikut: kerusakan otak sebelah kiri akan menyebabkan gangguan tubuh sebelah kanan, dan sebaliknya. Gejala stroke iskemik yang dikemukakan oleh Junaidi (2011) dikelompokkan berdasarkan bagian yang terserang, sebagai berikut: a.

  Gejala yang disebabkan terserangnya sistem karotis:

1) Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri.

  2) Kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama.

  Defisit motorik dan sensorik pada wajah. Wajah dan lengan atau tungkai saja secara unilateral.

  4) Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicara. Pemakaian kata-kata yang salah atau diubah.

  b.

  Gejala yang disebabkan oleh terserangnya sistem vertebrobasilaris: 1)

  Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau muntah, terutama bila disertai dengan diplopia, disfagi atau disartri.

  2) Mendadak tidak stabil. 3) Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral atau bilateral. 4)

  Hemianopsia homonim 5) Serangan drop atau drop attack.

2.2.2 Stroke Hemoragik

  Stroke

  hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom (Junaidi, 2011).

  Kejadian stroke hemoragik sekitar 25-30% dari total kejadian stroke. Walaupun kejadian stroke hemoragik tidak besar, tetapi stroke hemoragik sering mengakibatkan kematian, umumnya sekitar 50% kasus berujung pada kematian.

  Menurut Junaidi (2011), stroke hemoragik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a.

  Perdarahan intraserebral (PIS); diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah ke dalam jaringan otak.

  b.

  Perdarahan Subarakhnoid (PSA); masuknya darah ke ruang subarakhnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarakhnoid sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri (perdarahan subarakhnoid primer).

  Gejala klinis penderita stroke hemoragik dapat dikelompokkan berdasarkan jenis stroke hemoragik, seperti yang dikemukakan oleh Junaidi (2011) sebagai berikut: a.

  Gejala klinis PIS: 1)

  Sakit kepala, muntah, pusing vertigo, gangguan kesadaran 2)

  Gangguan fungsi tubuh (defisit neurologis), tergantung pada lokasi perdarahan:

  • Bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuler), maka ditemukan:
    • Hemiparese kontralateral
    • Hemiplegia -

  Koma (bila perdarahan luas)

  • Perdarahan luas/masif otak kecil/ serebelum (perdarahan serebeler) maka akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri.

  Perdarahan terjadi di pons (batang otak), maka akan ditemukan:

  • Biasanya kuadriplegik dan flaksid, kadang dijumpai rigiditas deserebrasi.
  • Pupil kecil dan reaksi cahaya minimal
  • Depresi pernapasan
  • Hipertensi (reaktif)
  • Panas (febris)
  • Penurunan kesadaran dengan cepat tanpa didahului sakit kepala, vertigo, mual atau muntah.
    • Perdarahan di talamus:

  • Defisit hemisensorik
  • Hemiparesis atau hemiplegi kontralateral
  • Afasia, anomia dan mutisme, bila mengenai hemisfer dominan
    • Perdarahan putamen (area striata), daerah yang paling sering terkena

  PIS

  • Hemiparesis atau hemiplegi kontralateral
  • Defisit hemisensorik dan mungkin disertai hemianopsia homonim
  • Afasia, bila mengenai hemisfer dominan
    • Perdarahan di lobus, terdapat perdarahan di substansia alba supratentorial

  • Frontalis: hemiparesis kontralateral dengan lengan lebih nyata disertai sakit kepala bifrontal, deviasi konjuge ke arah lesi
  • Parietalis: defisit persepsi sensorik kontralateral dengan

  • Oksipitalis: hemianopsia dengan atau tanpa hemiparesis minimal pada sisi ipsilateral dengan hemianopsia.
  • Temporalis: afasia sensorik, bila area Wernicke hemisfer dominan terkena, hemianopsia atau kuadranopsia karena massa darah mengganggu radiasio optika.

  b.

  Gejala klinis PSA: 1)

  Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher 2)

  Nausea dan vomiting (mual dan muntah) 3)

  Fotofobia (mudah silau) 4)

  Paresis saraf okulomotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada funduskopi 5)

  Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik) 6)

  Kaku leher (meningismus), bila pasien masih sadar 7)

  Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai kesadaran hilang (koma) c.

  Gejala klinis PSA yang disertai dengan hematom intraserebral: 1)

  Lumpuh satu sisi (hemiparesis) 2)

  Gangguan bicara (afasia) 3)

  Kelumpuhan otot mata (paresis okulomotorius) 4)

  Lapang pandang menyempit (hemianopsia) 5)

  Kejang epileptik

2.3 Diagnosa Stroke

  berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu dalam menentukan lokasi kerusakan otak. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan harus diusahakan tidak memakan waktu terlalu lama, demi meminimalkan hilangnya waktu emas antara onset dan dimulainya terapi.

  Menurut Junaidi (2006), gambaran klinis yang dapat digunakan untuk menentukan jenis stroke.

Tabel 2.1 Diagnosis Stroke

  Defisit Fokal/ Gangguan

  Jenis Stroke Nyeri Kepala Kelainan/ Kesadaran

  Kelumpuhan

  Stroke Iskemik Ringan/tidak ada Ringan/tidak ada Berat Stroke Perdarahan Berat Berat Berat

  (PIS)

  Stroke Perdarahan

  Berat Sedang Ringan/tidak ada (PSA) Keterangan: PIS=Perdarahan intraserebral;PSA=Perdarahan subarachnoid.

  Gejala pada penderita stroke iskemik memiliki kemiripan dengan gejala penyakit lain, sehingga perlu dipertimbangkan beberapa penyakit yang memiliki gejala yang mirip dengan stroke akut. Junaidi (2006) menyatakan, diagnosa banding untuk penyakit stroke antara lain: a.

  Trauma kepala atau leher b.

  Meningitis/ensefalitis (infeksi otak dan selaputnya) c.

  Ensefalopati hipertensi/gangguan otak karena hipertensi Massa intrakranial: tumor, hematom/darah di otak e. Serangan kejang dengan gangguan saraf yang bersifat sementara (paralisis

  Todd’s) f. Migraine dengan gangguan saraf sementara g.

  Gangguan metabolik: hiperglikemia, hipoglikemia, iskemia pasca-henti jantung, keracunan bahan beracun, gangguan endokrin (myxedema), uremia h.

  Gangguan psikiatrik/kejiwaan i. Syok disertai hipoperfusi susunan saraf pusat

2.4 Pemeriksaan Stroke

  Junaidi (2006) pernah mengungkapkan, dalam mengobati pasien stroke perlu diperhatikan proses atau tahapannya, sehingga pengobatan tepat sasaran. Beberapa fase pengobatan pada penyakit stroke antara lain: 1.

  Fase akut: umumnya berlangsung antara 4-7 hari. Sasaran pada fase ini adalah pasien selamat.

  2. Fase pemulihan: setelah fase akut berlalu, selanjutnya adalah fase pemulihan yang berlangsung sekitar 2-4 minggu. Sasarannya adalah pasien belajar lagi keterampilan motorik yang terganggu dan belajar penyesuaian baru untuk mengimbangi keterbatasan yang terjadi.

3. Rehabilitasi: sasarannya adalah melanjutkan proses pemulihan untuk mencapai perbaikan kemampuan fisik, mental, sosial dan kemampuan bicara.

  4. Fase ke kehidupan sehari-hari: setelah fase akut dilewati, maka terapi pencegahan untuk menghindari terulangnya stroke akut tetap dilakukan. Pasien biasanya dianjurkan untuk melakukan kontrol tensi secara rutin dan Penyakit stroke tidak selalu bisa diprediksi, diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan bahwa pasien benar-benar menderita stroke. Menurut Junaidi

  (2011), terdapat beberapa langkah pemeriksaan yang akan dilakukan tim medis yaitu sebagai berikut: a.

  Pencitraan CT-scan (Computerized Tomography Scanning): pasien dimasukkan ke dalam suatu tabung besar untuk dipotret pada bagian otak yang terserang/rusak.

  b.

  MRI (Magnetic Resonance Imaging): jika pada pemindaian CT-scan tidak menunjukkan adanya sumbatan atau kerusakan, akan dilakukan pemotretan dengan MRI atau pencitraan getaran magnetis, atau dengan PET (positron

  

Emission Tomography ), yang mampu mendeteksi kelainan yang lebih detail. Tes-

  tes tersebut biasanya segera dilakukan karena dalam sebulan tanda otak yang terserang akan hilang.

  c.

  DWI (Difussion Weighted Imaging): mendeteksi gerakan proton dari molekul air dalam sel-sel otak, yaitu dengan memanfaatkan Brownian movement molekul air. Cara ini bisa mendeteksi iskemia otak fokal dalam waktu 14 menit pada eksperimen dan dalam waktu kurang dari 2 jam pada manusia.

  stroke d.

  MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy): berguna dalam pengobatan pasien dengan stroke iskemik akut dan dapat menentukan keadaan reperfusi dengan cepat. e.

  Doppler: mampu melihat progresi penyempitan atau vasospasme arteri pensuplai f.

  PET ( Photon Emission Tomography): untuk mengukur dan membedakan daerah iskemik yang masih reversible.

  g.

  ECG/EKG: menunjukkan grafik detak jantung untuk mendeteksi penyakit jantung yang mungkin mendasari serangan stroke serta tekanan darah tinggi.

  h.

  EEG: aktivitas listrik otak pasien akan dimonitor dengan menggunakan

  

Electroencephalogram (EEG), yang dapat menemukan epilepsi atau kelainan

listrik lainnya.

  i.

  Tes darah: tes darah akan dilakukan secara rutin untuk beberapa alasan yaitu ada kemungkinan penyebab stroke adalah kelainan darah seperti anemia, leukemia dan polisitemia (terlalu banyak sel darah merah, darah jadi kental), atau kekurangan vitamin. Tes darah juga dapat mengetahui masalah darah yang menghalangi pemulihan seperti penyakit ginjal, hati, diabetes, infeksi, atau dehidrasi (kekurangan cairan). j.

  Angiogram atau arteriogram: yaitu sinar rontgen (X) terhadap arteri, dengan memasukkan cairan kontras ke dalam arteri. Tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi, sehingga sebagai gantinya dilakukan angiografi, suatu tindakan non- berupa penyelidikan ultrasonik pada arteri karotis; yaitu pembuluh nadi

  invasive besar di leher yang memasok darah ke otak.

  k.

  Tindakan lainnya yang mungkin dilakukan yaitu pemotretan sinar rontgen (X) dada atau tengkorak.

2.5 Pencegahan Stroke

  Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah serangan stroke yang terjadi pertama kali. Junaidi (2011) menyatakan bahwa untuk mencegah serangan, langkah pertama yang perlu dilakukan yaitu memodifikasi faktor risiko dengan cara: 1.

  Menjaga kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh.

  2. Segera periksa ke dokter jika terjadi kelainan pada pembuluh nadi 3.

  Olah raga yang teratur.

  4. Menghindari stres (hidup lebih santai)

2.5.2 Pencegahan Sekunder

  Pencegahan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya stroke susulan atau stroke ulangan. Pencegahan sekunder dilakukan melalui pengobatan pada faktor risiko. Pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui terapi obat untuk mengatasi penyakit dasarnya, seperti penyakit jantung, diabetes melitus dan hipertensi (Junaidi, 2011).

2.6 Faktor Risiko Stroke

  Junaidi (2011) menyatakan secara umum faktor risiko stroke dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah.

2.6.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

1. Faktor Keturunan

  Hingga sekarang faktor keturunan masih belum dapat dipastikan gen mana yang menjadi penentu terjadinya stroke. Menurut Brass dkk yang meneliti lebih dari

  1.200 kasus kembar monozygot dibandingkan 1.100 kasus kembar dizygot, berbeda

  dominant arteriopathy dengan infark subkortikal dan leukoenselopati (CADASIL) telah diketahui lokasi gennya pada kromosom 19q12.

2. Umur Umur merupakan faktor risiko stroke iskemik yang tidak dapat diubah.

  Insiden stroke iskemik meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit stroke baik

  stroke hemoragik maupun stroke iskemik sering dianggap sebagai penyakit monopoli

  orang tua, namun sekarang ada kecenderungan juga diderita oleh kelompok usia muda (<40 tahun). Hal ini terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama orang muda perkotaan modern, seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) yang mengandung kadar lemak tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stres (Sitorus, 2006; Junaidi, 2011).

  (CDC), mengungkapkan stroke

  Centers for Disease Control and Prevention

  banyak ditemukan di kalangan remaja dan orang muda dewasa. Laporan ini diterbitkan dalam Annals of Neurology, edisi 1 September 2011. Data di AS menunjukkan, jumlah pasien berusia 15-44 tahun yang menjalani perawatan dirumah sakit khusus stroke melonjak lebih dari sepertiga antara tahun 1995 dan 2008.

  Peningkatan ini diduga karena meningkatnya sebagian jumlah orang muda yang memiliki penyakit seperti tekanan darah tinggi dan diabetes melitus tipe 2. Prevalensi faktor risiko untuk stroke tampaknya akan meningkat pada populasi yang lebih muda. Beberapa data penelitian menunjukkan tingkat stroke iskemik meningkat sebesar 31% dalam usia 5-14 tahun. Ada peningkatan sebesar 30% untuk orang

  3. Jenis Kelamin

  Laki-laki cenderung untuk menderita stroke lebih tinggi dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik sedangkan wanita lebih sering menderita perdarahan subarakhnoid dan kematiannya 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Junaidi, 2011).

  4. Ras

  Tingkat kejadian stroke di seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang dan Cina. Menurut Broderick dkk melaporkan orang negro Amerika cenderung berisiko 1,4 kali lebih besar mengalami perdarahan intraserebral (dalam otak) dibandingkan dengan kulit putih. Orang Jepang dan Afrika-Amerika cenderung mengalami stroke perdarahan intrakranial. Sedang orang kulit putih cenderung terkena stroke iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial lebih banyak.

2.6.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah

1. Stres

  Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses aterosklerosis adalah melalui peningkatan pengeluaran hormon kewaspadaan oleh tubuh. Stres jika tidak dikontrol dengan baik akan menimbulkan kesan pada tubuh adanya keadaan bahaya sehingga direspon oleh tubuh secara berlebihan dengan mengeluarkan hormon-hormon yang membuat tubuh waspada seperti kortisol, katekolamin, lainnya secara berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Hal ini bila terlalu keras dan sering dapat merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadi plak. Selain itu, kecenderungan dari orang yang sedang stres umumnya mendorong seseorang melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri seperti minum minuman keras, merokok, makan dan ngemil secara berlebihan.

2. Hipertensi

  Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal. Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHg (Sudoyo, 2009).

  Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke iskemik. Dikatakan hipertensi bila tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Semakin tinggi tekanan darah pasien kemungkinan stroke akan semakin besar, karena hipertensi dapat mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi berperan dalam proses aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel/lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat. Jika serangan stroke terjadi berkali-kali, maka kemungkinan untuk sembuh dan bertahan hidup akan semakin kecil (Sudoyo, 2009; Junaidi, 2011).

  3. Merokok

  merokok masih saja dilakukan oleh banyak orang dengan berbagai alasan. Perokok sebenarnya membuka dirinya terhadap risiko penyakit jantung dan stroke iskemik.

  Bagi perokok diperlukan waktu yang lama yaitu sekitar setahun untuk mengurangi risiko secara optimal setelah berhenti merokok.

  Peranan rokok pada proses aterosklerosis adalah:

  • Meningkatkan kecenderungan sel-sel darah menggumpal pada dinding arteri. Hal ini meningkatkan risiko pembentukan trombus/plak.
  • Merokok dapat menurunkan jumlah HDL dan menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan.
  • Merokok meningkatkan oksidasi lemak yang berperan pada perkembangan aterosklerosis.

  Merokok juga dapat mengurangi kemampuan seseorang dalam menanggulangi stres karena zat kimia dalam rokok terutama karbon monoksida akan mengikat oksigen dalam darah sehingga kadar oksigen dalam darah berkurang. Akibatnya metabolisme tidak berjalan dengan semestinya.

  4. Minum Alkohol

  Mengkonsumsi alkohol mempunyai dua sisi yang saling bertolak belakang, yaitu efek yang menguntungkan dan yang merugikan. Apabila minum sedikit alkohol secara merata setiap hari akan mengurangi kejadian stroke iskemik dengan jalan meningkatkan kadar HDL dalam darah. Akan tetapi jika minum banyak alkohol yaitu lebih dari 60 gram sehari maka akan meningkatkan risiko stroke iskemik. Alkohol merupakan racun pada otak dan pada tingkatan yang tinggi dapat mengakibatkan

  5. Aktivitas Fisik Rendah

  Aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan gula darah, meningkatkan kadar kolesterol HDL, dan menurunkan kolesterol LDL, menurunkan berat badan, mendorong berhenti merokok. Olahraga rutin tidak hanya membentuk kemampuan sistem kardiovaskular namun juga membangun kemampuan untuk mengatasi stres baik fisik maupun psikis/emosional. Olahraga rutin mampu menghilangkan produk sampingan biokimiawi dari stres, lemak darah, gula darah, kolesterol, membakar habis produk sampingan hormon, dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

  6. Diabetes Melitus Diabetes melitus menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena konversi

  lemak tubuh yang terganggu. Dikatakan menderita diabetes melitus jika kadar gula darah >200 mg/dl (Sudoyo, 2009). Bagi penderita diabetes melitus peningkatan kadar lemak darah akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke iskemik.

  Diabetes melitus mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah

  kecil (mikroangiopati) maupun pembuluh darah besar (makroangiopati) di seluruh pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada penderita stroke iskemik akan memperbesar meluasnya area infark (sel mati) karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa yang dilakukan secara anaerob yang merusak jaringan otak (Junaidi, 2011).

  7. Kegemukan (Obesitas)

  Obesitas atau kegemukan dapat meningkatkan kejadian stroke iskemik aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur dan sleep apnea, karena terhentinya suplai oksigen secara mendadak di otak. Kegemukan juga membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan risiko terjadinya penyakit kencing manis/diabetes melitus, juga meningkatkan produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan/radikal bebas.

  8. Hiperkolesterolemia

  Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi kolesterol maka semakin besar pula kemungkinan dari kolesterol tersebut tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak. Inilah yang dapat menyebabkan terjadinya stroke iskemik. Kolesterol merupakan satu faktor risiko yang sangat besar peranannya pada penyakit jantung dan stroke iskemik. Dikatakan menderita hiperkolesterolemia jika HDL kurang dari 35 mg/dl dan LDL lebih dari 190 mg/dl (Sudoyo, 2009; Junaidi, 2011).

  9. Minum Kopi

  Kebiasaan minum kopi secara berlebihan dapat merugikan kesehatan karena kafein yang terdapat dalam kopi. Kafein yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, kadar kolesterol total dan kolesterol LDL dalam darah. Hal inilah yang merupakan faktor risiko pada pembentukan plak (sumbatan) pada saluran/lumen pembuluh darah melalui proses aterosklerosis dan dapat menyebabkan

  10. Pola Makan

  Pola makan dapat memengaruhi risiko stroke iskemik melalui efeknya pada tekanan darah, kadar kolesterol serum, gula darah, berat badan dan sebagai prosekutor aterosklerosis lainnya. Pengurangan asupan garam natrium dan penambahan garam kalium (potasium) pada beberapa penelitian ternyata dapat menurunkan kejadian stroke, melalui efeknya terhadap pengurangan natrium yang dapat meningkatkan tekanan darah.

  11. Pil KB (Kontrasepsi Oral)

  Obat kontrasepsi oral dapat menimbulkan kejadian stroke iskemik telah diterima dengan luas. Hanya saja berapa besar dosisnya belum ada kesesuaian pendapat. Penelitian Cohort pada 23.000 wanita di Swedia dan hampir 2000 wanita di Inggris menunjukkan adanya penurunan risiko stroke iskemik dengan pemberian hormon post menopause.

  12. Homosisteinemia

  Homosistein merupakan asam amino yang mengandung sulfur, dihasilkan melalui proses demetilasi asam amino metionin. Homosistein dalam plasma terdapat dalam beberapa bentuk dan kadarnya dalam plasma total dinyatakan dengan

  homocysteine . Homocysteine merupakan jumlah kadar asam amino-tiol-homosistein

  dan bagian homosisteinil dari disulfida teroksidasi. Hanya 1% homosistein yang tidak terikat protein, dan kadarnya dalam plasma tergantung pada kadar enzim yang diatur secara genetik dan asupan asam folat, vitamin B

  6 (piroksidin) dan vitamin B

  12 Meningkatnya kadar homosistein berkaitan dengan meningkatnya risiko

  aterosklerosis koroner, penyakit stroke (serebrovaskuler), penyakit vaskuler perifer, tromboembolik termasuk infark miokardial. Homosistein dapat menyebabkan aterosklerosis melalui mekanisme yang melibatkan peningkatan aktivasi platelet, hiperkoagulasi, peningkatan proliferasi sel otot polos, sitotoksisitas, induksi disfungsi endotel dan stimulasi oksidasi LDL.

  Hiperhomosisteinemia derajat sedang berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kejadian stroke iskemik, aterosklerotik vaskuler, infark serebral dan trombosis vena. Diperkirakan homosistein memengaruhi efek prokoagulan dengan menurunkan aktivitas tissue plasminogen activator (tPA) dan merusak sekresi von Willebrand

  

factor (v WF), serta meningkatkan aktivitas PAI-1. Hal ini menandakan adanya

  interaksi dengan sistem fibrinolotik dimana homosistein dapat menyebabkan kejadian tromboembolik.

14. Kelainan Pembekuan darah (Koagulasi)

  Sistem koagulasi pada keadaan normal merupakan keseimbangan antara pemeliharaan aliran darah di pembuluh dan perbaikan kebocoran dari gangguan integritas pembuluh. Namun banyak faktor yang mengganggu keseimbangan tersebut dan menghasilkan trombosis. Ativasi koagulasi darah dengan trombosis merupakan kejadian umum pada hampir kebanyakan stroke iskemik. Pembentukan trombus sering terjadi karena aktivasi patologik dari hemostasis yang mungkin ditemukan pada kerusakan sel endotel pada arteri aterosklerotik preserebral atau jantung. Defisiensi protein antikoagulan yang berpengaruh pada pembentukan trombus terdiri

  15. Fibrinogen

  Peningkatan fibrinogen dan kelainan sistem fibrinolitik berkaitan dengan terjadinya infark miokard dan stroke. Kadar fibrinogen >2,75 g/l mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit jantung koroner dan stroke. Peningkatan kadar fibrinogen 1 g/l akan meningkatkan risiko infark sebanyak 45%.

  Penelitian Kristensen menunjukkan bahwa peningkatan kadar fibrinogen secara independen berkaitan dengan stroke iskemik pada dewasa muda. Peningkatan kadar fibrinogen dan enzim profibrinolitik, tPA dan PAI-1 terbukti merupakan prediktor kuat untuk infark miokard. Kadar fibrinogen diketahui meningkat dengan cepat setelah terjadinya stroke dihubungkan dengan respon fase akut yang dihasilkan dari iskemik otak dan nekrosis.

  16. Faktor Obat

  Obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya stroke iskemik, obat dapat menimbulkan stroke iskemik melalui beberapa mekanisme berikut:

  • Timbulnya gangguan jantung akibat obat seperti aritmia, hipertensi dan hipotensi
  • Turunnya aliran darah otak
  • Perubahan reologi darah
  • Vaskulitis • Vasospasme • Perdarahan otak

  Beberapa obat yang kemungkinan menyebabkan stroke iskemik antara lain beta-blocker, antineoplastik, oral contraceptives dosis tinggi, drug abuse, trombolitik, kontras radiologi, nitrat, praziquantel, sitokin, isotertionin, pseudoefedrin, epsilon amino caproic acid, derivate ergot termasuk bromocriptin, fenfluramin, eritropoitin, ginseng dan gingko biloba.

  Stroke dapat terjadi karena adanya dua atau lebih faktor risiko (multirisk factors ), bukan hanya satu faktor. Pada penelitian ini faktor risiko yang akan diteliti

  yaitu hipertensi, umur, jenis kelamin, diabetes melitus dan hiperkolesterolemia.

  2.7 Kerangka Konsep Variabel Dependen Variabel Independen

  Stroke Iskemik Hipertensi

  Stroke Hemoragik

  Variabel Pengganggu

  Umur

  • Jenis kelamin
  • Diabetes melitus
  • Hiperkolesterolemia -

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Hipertensi terhadap Kejadian

  Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik

  2.8 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Ada pengaruh hipertensi terhadap kejadian stroke iskemik dan stroke hemoragik di ruang neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi tahun 2011.