Pemenuhan Mobilisasi Pada Pasien Post Stroke Di Ruang Unit Stroke Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

LAPORAN PENELITIAN

PERSEPSI ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN XVII KELURAHAN TANJUNG REJO, MEDAN

Evi Karota-Bukit*, Yesi Ariani.**

ABSTRAK
Penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi orangtua terhadap pendidikan seks bagi remaja. Sebanyak 30 orang orangtua dengan anak remaja usia 11-20 tahun yang memenuhi kriteria penelitian direkrut menjadi responden dengan menggunakan teknik simple random sampling dari Lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki persepsi positif terhadap definisi dan tujuan pendidikan seks (96,7%), bimbingan dalam pendidikan seks (76,6%), isi pendidikan seks (90%) dan persepsi terhadap pendidikan seks menurut nilai, pengalaman dan agama (60%). Selanjutnya secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan 86,7% orangtua di Lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan memiliki persepsi positif tentang pendidikan seks bagi remaja. Dari hasil penelitian ini dapat diinterpretasikan bahwa orangtua mendukung pendidikan seks bagi remaja.
Walaupun mayoritas orangtua dalam penelitian ini memiliki persepsi positif tentang pendidikan seks, namun masih ada orangtua dengan persepsi negatif (13,3%). Dengan demikian penyampaian informasi dan penyuluhan kesehatan oleh perawat komunitas masih diperlukan untuk memberikan persepsi positif bagi orangtua tentang pendidikan seks. Dengan persepsi yang positif orangtua dapat memberikan pembelajaran yang baik kepada anak remajanya sehingga remaja dapat mengontrol dirinya dan berprilaku sesuai tuntunan agama dan norma di masyarakat.
Kata kunci: persepsi, pendidikan seks remaja

Penulis adalah :

* Staf Pengajar Keperawatan Komunitass PSIK FK USU

** Asisten Dosen Keperawatan Medikal Bedah PSIK FK USU

PENDAHULUAN

masa dewasa. Sifat-sifat peralihan tersebut


Masa remaja merupakan masa terlihat jelas karena remaja belum

peralihan antara masa anak-anak dengan memperoleh status orang dewasa tetapi tidak

10 Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005

lagi memiliki status anak-anak (Calon, 1953 dalam Monks, 1998). Hal ini menimbulkan gejolak dalam dirinya, baik psikis maupun emosional. Mereka berusaha untuk mencari identitas diri dengan melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sepermainan atau teman sekolah (Tukan, 1994).

Perubahan-perubahan besar dan penting mengenai kematangan jasmani dan rohani terjadi pada masa ini, terutama fungsi seksual. Seks merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan status biologis seseorang yaitu laki-laki atau perempuan, juga menggambarkan prilaku seksual secara spesifik seperti hubungan seksual. Sedangkan seksualitas bersifat totalitas, holistik yang melibatkan aspek biopsikososial-kultural dan spiritual (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Remaja memiliki rasa ingin tahu

yang besar tentang sesuatu dan selalu

mencoba apa yang dilakukan oleh orang

dewasa, termasuk masalah seks (Sarwono,

2000). Masalah ini sering


sekali

mencemaskan para orang tua, pendidik,

pemerintah dan sebagainya, karena banyak

remaja yang melakukan penyimpangan

seksual sebagai cara dari pelarian berbagai

persoalan, serta kurangnya kemampuan anak

remaja untuk mengendalikan diri (PKBI,

2003).

Prilaku seks remaja hasil penelitian para pengamat masalah sosial remaja di beberapa kota besar, diantaranya Sarwono (1970 dikutip dari Yeni, 1996) dari 117 remaja di Jakarta 4,1% pernah melakukan hubungan seks. Eko (1983 dikutip dari Widjanarko, 1999) meneliti 401 remaja menemukan 8,2% pernah melakukan seks dan 10% menganggap hubungan seks pranikah wajar. Satoto 1992 (dikutip dari Yeni, 1996) melaporkan 4,1% (n=1086) pelajar SMP-SMU di Semarang pernah melakukan hubungan seks. Tjitarsa 1995 (dikutip dari Hidayana & Saifuddin, 1999) meneliti bahwa 50% (n=2947) kasus kehamilan di sebuah klinik besar di

Denpasar adalah wanita belum menikah dan sebagian besar berusia di bawah 25 tahun.


Pada

remaja,

pendidikan

seks/informasi tentang masalah seksual

sudah seharusnya diberikan, agar remaja

tidak mencari informasi dari orang lain atau

dari sumber yang tidak jelas. Pemberian

informasi mengenai masalah seksual

menjadi penting, mengingat remaja berada

pada potensi seksual yang aktif akibat


dorongan seksual yang dipengaruhi

perubahan hormonal (Mu’tadin, 2002).

Menurut Hurlock (1999) dari sumber

informasi yang mereka dapatkan, hanya

sedikit yang mendapatkannya dari orang tua.

Oleh karena itu, remaja mencari berbagai

sumber informasi lain, misalnya di sekolah,

membahas dengan teman-teman, buku-buku

tentang seks, media massa atau internet. Bila

tidak memiliki pengetahuan dan informasi


yang tepat, sumber informasi negatif sangat

berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja.

Sehingga informasi yang benar harus

diberikan oleh orang tua sebagai pendidik

utama dalam keluarga ataupun dari sekolah

melalui pendidikan seks.

Banyak orang tua yang tidak memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya karena mereka berpendapat bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang alamiah yang akan

diketahui setelah menikah dan menganggap masalah seks sebagai masalah yang tabu untuk dibicarakan, walaupun banyak media yang telah memfasilitasi tentang pendidikan seks (Mu'tadin, 2002). Selain itu, komunikasi yang tidak efektif antara orang tua dengan anak, dan tidak terbuka terhadap pertanyaan yang diajukan anak tentang seks mengakibatkan anak mudah terpengaruh melakukan tindakan seksual (Sarwono, 2000).

Perbedaan persepsi ini dapat saja terjadi karena nilai, sikap dan pengalaman seseorang terhadap seksualitas serta norma yang ada di lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan perbedaan ini bisa muncul (Darwisyah, 2003; Habsyah, 1996; PKBI, 2003).

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005


11

Minimalnya penelitian tentang pendidikan seks bagi remaja khususnya di Medan, maka penelitian ini penting untuk mengetahui gambaran persepsi dari orang tua terhadap pendidikan seks bagi remaja di Lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi persepsi orang tua terhadap pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Tanjung Rejo, Medan.
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana persepsi orang tua terhadap pendidikan seks bagi remaja di Lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan?
Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi perawat, tim kesehatan untuk pengembangan materi penyuluhan kesehatan tentang peran orangtua dalam memberikan pendidikan seks remaja.
2. Sebagai bahan informasi bagi orangtua untuk mengetahui lebih banyak tentang pentingnya pendidikan seks bagi remaja.
3. Sumber informasi dan data dasar bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif untuk mengidentifikasi persepsi orangtua terhadap pendidikan seks bagi remaja di Lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan.
2. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah orangtua dengan anak remaja. Ada sebanyak 145 KK dari 455 KK yang direkrut menjadi sampel penelitian. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada ketentuan 20% dari populasi (Arikunto, 1998), sehingga jumlah sampel penelitian sebanyak 30 orang. Adapun kriteria penelitian adalah orangtua yang memiliki anak remaja usia 12-21 tahun, dapat membaca, menulis dan menggunakan bahasa

Indonesia serta bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
3. Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari PSIK FK USU dan Kepala Kelurahan Tanjung Rejo, Medan. Menjelaskan tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian, serta partisipasinya sebagai subjek dalam penelitian ini bersifat suka rela. Responden berhak untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada tekanan dan menjaga kerahasiaan responden, serta data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen berupa kuisioner yang

disusun oleh peneliti didasarkan pada

konsep dan tinjauan pustaka. Kuisioner

terdiri dari dua bagian: (1) informasi

karakteristik responden yang berisi usia anak

remaja, usia responden, jenis kelamin,

agama, pendidikan dan pekerjaan responden.

(2) persepsi orang tua terhadap pendidikan


seks bagi remaja menggunakan skala Likert

dengan cara menetapkan bobot jawaban

terhadap tiap-tiap item (Mardalis, 1995).

Skor pernyataan positif sangat setuju = 4,

setuju = 3, tidak tahu = 0,

tidak setuju

= 2, sangat tidak setuju= 1 dan

skor

untuk pernyataan negatif sangat setuju = 1,

setuju = 2, tidak tahu = 0, tidak setuju = 3,


sangat tidak setuju = 4.

5. Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : menjelaskan kepada responden tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaannya untuk menjadi responden. Peneliti menjelaskan tentang cara pengisian kuisioner dan mengisi kuisioner secara teliti sesuai dengan apa yang dirasakan/dialaminya. Setelah selesai kuisioner dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya.

6. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPSS versi 11.0 dan hasil analisa

12 Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005

data ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan Hasil hitungan persentase dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif, yaitu: