Manajemen lembaga zakat di indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam pengelolaan zakat, Al-Qur'an menyebutkan kata ’amilin dalam salah satu dari delapan
ashnaf yang berhak menerima dana zakat (QS. Al-Taubah : 60).
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
Al-Qurtubi menafsirkan kata amilin sebagai orang-orang yang ditugaskan (oleh
imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dana zakat yang diambil dari
muzakki untuk kemudian diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Amil zakat
harus mampu menciptakan dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang berdaya guna
dan berhasil guna. Amil zakat juga harus mampu mengeksplorasi berbagai potensi umat
sehingga dapat diberdayakan secara optimal. Dengan demikian, zakat menjadi lebih
produktif.
Untuk mengoptimalkan pengelolaan dana zakat tersebut, maka dikeluarkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan kemudian undang-undang tersebut
diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam
undang-undang tersebut disebutkan bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
1
(LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan serta dibina oleh pemerintah. Dengan
UU Zakat tersebut telah mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang
amanah, kuat dan dipercaya masyarakat. Tentu saja hal ini meningkatkan pengelolaan zakat
sehingga peran zakat menjadi lebih optimal. Lembaga-lembaga zakat telah mampu
mengelola dana hingga puluhan milyar rupiah, dengan cakupan penyalurannya mencapai
seluruh wilayah Indonesia.
Dengan adanya dua organisasi pengelola zakat yang memiliki peran yang sama, yaitu
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, maka dari itu dibutuhkan
sinergisasi peran di antara kedua organisasi tersebut agar kegiatan pengelolaan zakat dapat
berjalan efektif, efisien, dan merata. Sehingga peran zakat sebagai salah satu sumber
perekonomian bangsa dapat terkelola secara optimal dan produktif.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempelajari tentang manajemen lembaga zakat pemakalah akan membatasi hal-hal
yang terkait dengan tema tersebut,diantaranya :
1. Tinjauan Mengenai Zakat
2. Tinjauan Mengenai Lembaga pengelola Zakat
3. Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil)
4. Sinergisitas Peran BAZNAS dan LAZ dalam pengelolaan zakat di Indonesia
C. Tujuan
2
Untuk mempelajari tentang manajemen zakat di Indonesia, serta peran dan mekanisme dari
lembaga pengelola zakat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Mengenai Zakat
Zakat menurut lughah (bahasa), artinya kesuburan, thaharah yang artinya kesucian, barakah
yang artinya keberkatan dan berarti juga tazkiyah tathhier yang berarti mensucikan. Zakat
berasal dari bahasa Arab az-zakah, yang berarti: suci, bersih, tumbuh, berkembang,
bertambah, subur, berkah, baik dan terpuji. Zakat merupakan penyerahan sebagian harta
benda yang telah ditentukan oleh Allah kepada yang berhak menerimanya.
Zakat diwajibkan dalam Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ Ulama. Disebut zakat dalam syari’at
karena adanya pengertian etimologis, yaitu karena zakat dapat membersihkan atau
mensucikan pelakunya dari dosa dan menunjukkan kebenaran imannya. Zakat ini merupakan
rukun Islam yang ketiga.
Dalam buku Pedoman Zakat Departemen Agama RI disebutkan bahwa zakat adalah sesuatu
yang diberikan orang sebagai hak Allah SWT kepada yang berhak menerima antara lain fakir
miskin, menurut ketentuan-ketentuan agama Islam.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 1 poin 2, zakat adalah harta yang
wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
B. Tinjauan Mengenai Lembaga Pengelola Zakat
3
Organisasi pengelola zakat ialah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat,
infaq, dan shadaqah. Pada zaman Rasulullah SAW, dikenal sebuah lembaga yang disebut
Baitul Maal. Baitul Maal ini memiliki tugas dan fungsi mengelola keuangan negara. Sumber
pemasukannya berasal dari dana zakat, infaq, ghanimah, dan lain-lain. Sedangkan
penggunaannya untuk ashnaf mustahiq yang telah ditentukan, untuk kepentingan da’wah,
pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatan infrastrukur, dan lain sebagainya.
Kenyataan menunjukkan bahwa di Indonesia, organisasi pengelola zakat telah ada sejak
dahulu. Baik dalam bentuk pesantren, yayasan-yayasan sosial, maupun bentuk-bentuk
lainnya. Lembaga-lembaga ini biasanya menerima dana-dana zakat, infaq, shadaqah,
maupun wakaf dari masyarakat yang kemudian disalurkan melalui program-program sosial,
seperti pembangunan masjid dan pesantren, program da’wah, bantuan kepada anak yatim,
serta berbagai program sosial lainnya.
Dalam peraturan perundang-undangan di atas, diakui adanya dua jenis organisasi pengelola
zakat, yaitu:
1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ialah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah. (Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 5).
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional. (Pasal 6)
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat (LAZ) ialah organisasi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh
masyarakat. Keberadannya untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. (Undangundang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 17)
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum
formal, memiliki beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut:
4
1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung
untuk menerima zakat daripada muzakki.
3. Untuk mencapai efisien dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta
zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat.
4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang
Islami. Sebaliknya, jika zakat di serahkan langsung dari muzakki kepada mustahik meskipun
secara hukum syari’ah adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut
di atas, juga hikmah dan fungsi zakat terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan ummat
akan sulit di wujudkan.
C. Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil)
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam QS. At-Taubah:60
ب سوال بسغالرلميسن سولفي سسلبيلل الل سله سواببلن ال سسلبيلل
عل سيبسها سوال بهمسؤل سسفلة هقهلوبهههبم سولفي اللسرسقا ل
لإن سسما ال سصسدسقا ه
ت للل بهفسقسراء سوال بسمسسالكيلن سوال بسعالملليسن س
سفلريسضةة لسمسن الل سله سوالل سهه س
علليمم سحلكيمم
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
Juga dalam firman Allah SWT QS. At-Taubah:103
عل سيبلهبم لإ سن سصل ستسسك سسك سمن ل سههبم سوالل سهه سسلميمع س
هخبذ لمبن أ سبمسوالللهبم سصسدسقةة تهسطلسههرههبم سوتهسزلسكيلهم لبسها سوسص س لل س
علليمم
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
5
Dalam surah At-taubah :60 dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak
menerima zakat adalah orang yang bertugas mengurus zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan
dalam surah At-taubah:103 bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban
untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya
(mustahiq). Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam
Qurtubi menafsirkan surah At-Taubah : 60 menyatakan bahwa amil itu adalah orang yang
ditugaskan oleh imam atau pemerintah untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan
mencatatkan zakat yang
diambilnya dari muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Karena itu Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seorang dari suku Asad yang bernama
ibnu lutaibah untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim.
begitupula dengan Muas bin Jabal yang ditugaskan di negeri Yaman sebagai da’i juga
sebagai pengurus Zakat.. demikian pula yang dilakukan oleh para khulafaur rasyidin
sesudahnya.
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat memiliki beberapa keuntungan antara lain:
Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.
Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
Ketiga , untuk mencapai efisiensi dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala proritas yang ada pada suatu tempat.
Keempat, untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang Islami.
Kelima, untuk memudahkan kordinasi dan konsolidasi data muzakki dan mustahiq.
Keenam, untuk memudahkan pelaporan dan pertanggungjawaban ke publik.
Ketujuh, agar pengelolaaannya dapat dikelola secara professional.
Sebaliknya jika zakat diserahkan langsung dari muzakki ke mustahik, meskipun
secara hukum syar’i adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut
diatas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama yang berkaitan dengan pemerataan dan
kesejahteraan ummat, akan sulit diwujudkan.
6
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun
1999 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan
Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D. D/291
tahun 2000 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang ini masih
banyak kekurangan terutama tidak adanya sangsi bagi muzakki yang melalaikan
kewajibannya tidak membayar zakat, tetapi Undang-Undang ini mendorong upaya untuk
pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
Dalam Undang-Undang ini dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
tuntunan agama
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
masyarakat dan keadilan sosial
3 Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat
Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi pengelola
zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Selanjutnya bahwa setiap pengelola zakat karena kelalaiannya tidak mencatat dengan tidak
benar tentang zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kaffarat sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 8 pasal 12 dan pasal 11 Undang-Undang tersebut, diancam dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
30.000.000.
Persyaratan Pengelola Lembaga Zakat (Amil)
DR. Yusuf Qardawi dalam bukunya, Fiqh Zakat, menyatakan bahwa seseorang yang
ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
Pertama; Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang
termasuk rukun Islam (rukun islam ketiga), karena itu seharusnya apabila urusan penting
kaum muslimin diurtus oleh sesama muslim
Kedua, Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima
tanggungjawab mengurus urusan umat.
7
Ketiga, memilki sifat amanah dan jujur. Sifat ini penting untuk menjaga kepercayaan umat.
Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola
zakat, jika memang lembaga ini patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan
dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban
secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah Islam.
Sifat amanah dan professional ini dikisahkan tentang Nabi Yusuf as yang mendapatkan
kepercayaan sebagai bendaharawan negeri Mesir, yang saat itu dilanda paceklik berhasil
membangun kembali kesejahteraan masyarakat karena kemampuannya menjaga amanah.
Firman Allah SWT QS. Yusuf:55
عسلى سخسزآلئلن ال سبرلض لإلسني سحلفيمظ س
سقاسل ابجسعل بلني س
علليمم
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Keempat; mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu
melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat
Kelima; memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah
dan jujur merupakan syarat yang penting akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan
dalam melaksanakan tugas
Keenam; motivasi dan kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat
yang baik adalah amil zakat yang fuul time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan
dan tidak pula sambilan
Ketujuh, syarat yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis memiliki kemampuan analisis
perhitungan zakat, manajemen, IT dan metode pemanfataan dan pemberdayaan zakat.
Kedelapan, peningkatan capacity building amil sehingga bisa berkopetisi setiap momen dan
priode tertentu
Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat
Persyaratan teknis lembaga zakat berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI nomor 581
tahun 1991 adalah:
8
1.
Berbadan Hukum
2.
Memiliki data muzakki dan mustahik
3.
Memiliki program kerja yang jelas
4.
Memmiliki pembukuan dan manajemen yang baik
5.
Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit
Persyaratan tersebut diharapkan dapat mengarah pada profesionalitas dan trasparansi dari
setiap pengelolaan zakat.
Dalam buku petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Institut Manajemen
Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi pengelola lembaga zakat antara lain:
1.
Susunan Organisasi Badan Amil Zakat (BAZ)
a.
Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan
Pelaksana
b.
Dewan pertimbangan meliputu unsur ketua, sekertaris dan anggota
c.
Komisi Pengawas meliputi unsur ketua, sekertaris dan anggota
d.
Badan pelaksana meliputi unsur ketua, sekertaris, bagian keuangan, bagian pengumpul,
bagian pendistribusian dan pendayagunaan
e.
Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah.
Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, cendikia, tokoh masyarakat, tenaga profesional
dan lembaga pendidikan yang terkait
2.
Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)
a.
Dewan Pertimbangan
1)
Fungsi, memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi kepada badan
pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek
syariah dan aspek manajerial
2)
Tugas Pokok
a.
Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat
b.
Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas
c.
Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak terkait dengan hukum zakat yang
wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat
d.
Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi
Pengawas baik diminta maupun tidak
9
e.
Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan Komisi
Pengawas
f.
Menunjuk Akuntan Publik
b.
Komisi Pengawas
1)
Fungsi; sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan
Badan Pelaksana
2)
Tugas Pokok
a.
Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan
b.
Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan
c.
Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
d.
Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah
3.
Badan Pelaksana
1)
Fungsi; sebagai pelaksana pengelolaan zakat
2)
Tugas pokok
a.
Membuat rencana kerja
b.
Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
c.
Menyusun laporan tahunan
d.
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah
e.
Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat kedalam
maupun keluar
Manajemen Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf
Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam
mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang
ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana
umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk
memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan
tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang
dikenal dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa
10
pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta
zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh
pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut
dengan menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan
diurus oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang
mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan
mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya. Pada masa Rasul
SAW, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah ayat
103 dan tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta zakat dikelola oleh
pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat kata amil sebagai salah satu
penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amil
tersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari
pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat yang telah
dibentuk pemerintah berupa BAZ mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kelurahan, juga
ada lembaga atau yayasan lain seperti Dompet Dhuafa di Jakarta, Yayasan Dana Sosial AlFalah di Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid di Bandung, dan Yayasan Amil Zakat di
Lampung. Bahkan sebagian yayasan tersebut sudah dapat menggalang dana umat secara
profesional dengan nominal yang sangat besar. Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan
untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan fasilitas
umum umat Islam. Apalagi dengan situasi dan kondisi sekarang banyak sekali lembaga atau
yayasan yang peduli terhadap masalah-masalah ketidakberdayaan dan ketidakmampuan
umat Islam. Ada beberapa program yang diperuntukkan juga bagi umat Islam yang tidak
mampu seperti advokasi kebijakan publik, HAM, bantuan hukum, pemberdayaan
perempuan. Semua program tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit, sementara itu
pendanaannya tidak mungkin dibebankan kepada mereka. Berdasarkan kenyataan tersebut,
muncul pertanyaan apakah dana dari zakat dapat digunakan untuk pelaksanaan pro-gram
yayasan atau badan yang mengurus kepentingan umat Islam yang tak mampu secara
finansial, akses, ataupun pengetahuan. Mereka dengan segala keterbatasannya juga harus
dibantu. Program tersebut pun memerlukan dana operasional, bahkan mereka yang
membantu pun perlu dana. Pada satu sisi, penerima zakat telah ditetapkan secara tegas dan
jelas, yang sebagian orang memahami tidak mungkin keluar dari aturan tersebut.
11
Apabila asnaf yang ditetapkan dalam surat At-Taubah ayat 60 tersebut dipahami secara
tekstual, ada asnaf yang tidak dapat diaplikasikan sekarang, yaitu riqab. Riqab adalah budak
Muslim yang telah dijanjikan untuk merdeka kalau ia telah membeli dirinya. Begitu juga
dengan fuqara’, masakin, dan gharimin. Pemahaman tekstual akan menyebabkan tujuan
zakat tidak tercapai, karena pemberian dana zakat kepada yang bersangkutan sifatnya hanya
charity. Masalah krisis ekonomi yang dihadapi sebagian umat Islam yang memerlukan
bukan hanya bagaimana kebutuhan dasarnya terpenuhi. Akan tetapi bagaimana mengatasi
krisis tersebut dengan mengatasi penyebab munculnya krisis. Dengan demikian, untuk
pencapaian tujuan zakat dan hikmah pewajiban zakat, maka pemahaman kontekstual dan
komprehensif terhadap delapan asnaf penerima zakat perlu dilakukan, sehingga kelompok
yang berhak mendapatkan dana zakat dapat menerima haknya.
Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38
Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian
serta pendayagunaan zakat”. Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau
manajemennya harus berjalan dengan baik.
Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat (Widodo, 2003) harus dapat diukur.
Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, amanah.
Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa
adanya sifat ini, hancurlah semua sistem yang dibangun. Kedua, sikap profesional. Sifat
amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga,
transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem
kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga
akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan
ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.
Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsipprinsip operasionalnya. Prinsip-prinsip operasionalisasi LPZ antara lain. Pertama, kita harus
melihat aspek kelembagaan. Dari aspek kelembagaan, sebuah LPZ seharusnya
memperhatikan berbagai faktor, yaitu : visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas
dan struktur organisasi, dan aliansi strategis.
12
Kedua, aspek sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga.
Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati.
Untuk itu perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah sebuah
profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus.
Ketiga, aspek sistem pengelolaan. LPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsurunsur yang harus diperhatikan adalah : LPZ harus memiliki sistem, prosedur dan aturan yang
jelas, memakai IT, manajemen terbuka; mempunyai activity plan; mempunyai lending
commite; memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan; diaudit; publikasi; perbaikan
terus menerus.
Setelah prinsip-prinsip operasional kita pahami, kita melangkah lebih jauh untuk
mengetahui bagaimana agar pengelolaan zakat dapat berjalan optimal. Untuk itu, perlu
dilakukan sinergi dengan berbagai stakeholder. Pertama, para pembayar zakat (muzakki).
Jika LPZ ingin eksis, maka ia harus mampu membangun kepercayaan para muzakki. Banyak
cara yang bisa digunakan untuk mencapainya, antara lain: memberikan progress
report berkala, mengundangmuzakki ke tempat mustahik, selalu menjalin komunikasi
melalui media cetak, silaturahmi, dan lain-lain. Kedua, para amil. Amil adalah faktor kunci
keberhasilan LPZ. Untuk itu, LPZ harus mampu merekrut para amil yang amanah dan
profesional.
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Zakat
Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan
ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara
terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya
senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat Islam yang menyerahkan harta
zakatnya tanpa ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu
pemaksaan. Meskipun pada dasarnya ummat Islam yang enggan membayar zakat
harus mendapat sangsi sesuai perintah Allah.
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
4. Profesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka
13
yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip
prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat
mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu
bantuan dari pihak lain.
Pola Manajemen Zakat
Secara Umum Pengelolaan Zakat diupayakan dapat menggunakan fungsifungsi manajemen modern yang meliputi; Perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan dan
pengarahan serta pengawasan.
Perencanaan meliputi; merumuskan rancang bangun organisasi, perencanaan program kerja
yang terdiri dari: penghimpunan (fundraising), pengelolaan dan pendayagunaan.
Pengorganisasian meliputi; tugas dan wewenang, penyusunan personalia, perencanaan
personalia dan recruiting. Pelaksanaan dan pengarahan terdiri dari; pemberian motivasi,
komunikasi, model kepemimpinan, dan pemberian reward dan sangsi. Sedangkan
pengawasan meliputi; Tujuan pengawasan, tipe pengawasan, tahap pengawasan serta
kedudukan pengawas.
Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat professional dan produktif
Dalam literature zakat, baik literature klasik maupun modern, selalu ditemukan
bahwa pengumpulan zakat adalah kewajiban pemerintah di negara Islam. Penguasa
berkewajiban memaksa warga Negara yang beragama Islam dan mampu memabayar zakat
atas harta kekayaannya yang telah mencapai haul dan nisab. Kewajiban membayar zakat ini
diikuti dengan penerapan dan pelaksanaan pengelolaan zakat yang professional.
Ketidakberhasilan ini disebabkan karena persoalan manajemen kelembagaannya. Olehnya
itu perlunya penerapan prinsip-prinsip manajemen secara professional. Salah satu model
pendayagunaan zakat dengan sistem Surplus zakat Budged. Yaitu zakat diserahkan muzakki
kepada Amil, dana yang dikelola akan diberikan kepada mustahiq dalam bentuk uang tunai
dan sertifikat. Dana yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat harus dibicarakan dan
mendapat izin dari mustahiq yang menrimanya. Dana dalam bentuk uang cash akan
digunakan sebagai pembiayaan pada perusahaan, dengan harapan perusahaan tersebut akan
14
berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat ekonomi lemah termasuk
mustahiq. Disamping itu perusahaan akan memberikan bagi hasil kepada mustahiq yang
memiliki sertifikat pada perusahaan tersebut. Dari bagi hasil yang diterima mustahiq tersebut
jika telah mencapai nishab dan haulnya diharapkan mustahiq tersebut dapat membayar zakat
atau memberikan sadaqah. Tugas amil adalah membentu mustahiq dalam mengelola dana
zakat dan selalu memberi pengarahan atau motivasi serta pembinaan sampai mustahiq dapat
memanfaatkan dana yang dimiliki dengan baik.
D. Sinergitas Peran Pengelola Zakat Di Indonesia
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS merupakan
lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional, BAZNAS
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
(Pasal 7)
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Sedangkan LAZ berfungsi membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Peran kedua organisasi tersebut sebagai penghimpun ZIS adalah sebagai berikut:
1. Membantu pemerintah menghimpun ZIS dari masyarakat terhimpun melalui individu
maupun lembaga
15
2. Apabila lewat lembaga akan ter-menej dengan baik, sementara lewat individu riskan
terjadi penyimpangan, sehingga keberadaan organisasi pengelola zakat dapat mencegah dana
zakat, infak, shadaqah, dan wakaf dapat tersalurkan dengan merata dan tepat sasaran.
3. Dalam konteks Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) setiap orang dalam organisasi
merupakan orang-orang yang rela bekerja untuk ummat, merasa terlibat dalam proses
penghimpunan hingga pemuasan muzakki dalam menitipkan amanah terhadapnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dan bukan hanya sebagai pelaksana suatu fungsi
tertentu. Meskipun organisasi sosial, keprofesionalan organisasi tetap diutamakan.
Sinergisitas BAZNAS dan LAZ, selain untuk mewujudkan misi bersama, manfaatnya agar
dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan tidak saling tumpang tindih fungsi, apalagi saling
menghambat disebabkan adanya persaingan memperebutkan eksistensi lembaga dan
kepercayaan di mata masyarakat.
Keberadaan BAZNAS dan LAZ substansinya adalah bagaimana melawan dan mengentaskan
kemiskinan yang ada di Indonesia, untuk itu perlu adanya sinergisitas antara keduanya. Dari
segi metode, upaya, bentuk, dan kegiatan antara BAZNAS dan LAZ masing-masing
memiliki inovasi dan kreasi tersendiri baik dari segi pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah, maupun pengembangan lembaga.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sinergisitas BAZNAS dan LAZ sangat diperlukan demi pencapaian visi dan misi bersama.
Dengan adanya sinergisitas dua lembaga tersebut akan meningkatkan pelayanan kepada
muzakki yang semakin banyak, dan penanganan terhadap mustahiq, permasalahan
kemiskinan bisa semakin berkurang, dan kaum dhuafa bisa mampu dalam kehidupannya.
Bidang kerja yang sama, dengan adanya sinergisasi menjadikan pekerjaan lebih efektif,
efisien, dan merata. Maka dari itu sinergi menjadi keharusan bagi organisasi pengelola zakat
agar potensi zakat yang besar benar-benar bisa menjadi penopang perekonomian masyarakat.
Dan dengan efektifitas dalam pelaksanaan kerja, maka tujuan yang besar tersebut akan
mudah terwujud.
B. Saran
1. Bagi pemerintah, peran BAZNAS dan LAZ sangat membantu pemerintah dalam
penghimpunan dan pendayagunaan zakat di masyarakat. OPZ tersebut merupakan partner
pemerintah, sehingga keberadaannya perlu didukung dan dilindungi. Tanpa bantuan mereka,
pemerintah akan sangat kesulitan menghimpun seluruh potensi zakat dari masyarakat, serta
dukungan dari pemerintah agar dibentuk Badan Koordinasi Zakat dan adanya aturan
sinergisasi Organsisasi Pengelola Zakat (OPZ) ke dalam aturan perundang-undangan, sebab
17
dengan dimasukkannya ke dalam Undang-undang, menimbulkan adanya upaya paksa untuk
mengikuti ketentuan yang ada.
2. Bagi BAZNAS dan LAZ, semoga makin meningkatkan pelayanan terhadap umat, bekerja
dengan penuh tanggungjawab dan profesional, serta pengefektivan Forum Zakat sebagai
lembaga koordinator yang sudah ada diantara Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), dengan
adanya perwakilan dari BAZNAS dan LAZ di dalamnya tersebut, upaya sinergisasi
pengelola zakat seharusnya menjadi lebih mudah, terlebih sebelum dibentuknya Badan
koordinasi Zakat yang baru dimintakan untuk dimasukkan ke dalam peraturan perundangundangan yang akan datang. Tujuan pembentukan Badan ini adalah agar pengelolaan zakat
menjadi lebih efektif dan produktif dengan adanya kerjasama yang baik antara BAZNAS
dan LAZ, oleh karena itu diperlukan keseriusan dan dukungan dari para pihak pengelola
zakat.
18
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Qardawi, Yusuf Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press
1997)
Al-Zuhayly, Wahbah. Zakat Kajian Berbagai Madzhab. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1995).
Ash-Shidiqiey, Hasbi. Pedoman Zakat. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
Departemen Agama, Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta : Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf,
1991)
Kadir, Abdul dalam Didin Hafidhuddin. Zakat dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema
Insani, 2002).
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Syaikh. Fiqih Wanita. ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1996).
Tim Penyusun Dar Al-Ma’arif, Al-Mu’jam Al-Wasith, 1/396, Al-Jurjani, Asy-Syarif Ali bin
Muhammad, Kitab At-Ta’rifat, hal 114 dan Munawwir, Ahmad warson, Kamus AlMunawwir ( Arab-Indonesia).
Widodo, Hertanto. Akuntansi&Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat.
(Bandung: Asy Syamil Press&Grafika).
Widodo, Hertanto dan Teten Kustiawan. Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk
Organisasi Pengelola Zakat. (Bandung: Percetakan Asy Syaamil Press dan Grafika, 2001).
19
Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam. (Jakarta: CV. Rajawali, 1998).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
WEBSITE
http://pusat.baznas.go.id/tag/manajemen-zakat/
http://konsultanekonomi.blogspot.com/2012/05/manajemen-pengelolaan-zakat-infaq.html
http://www.slideshare.net/ardiwachmad/savedfiles?s_title=manajemen-zakat-di-eramodern&user_login=SudirmanHasan
http://www.academia.edu/6372743/Evaluasi-pengelolaan-zakat-di-indonesia
20
21
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam pengelolaan zakat, Al-Qur'an menyebutkan kata ’amilin dalam salah satu dari delapan
ashnaf yang berhak menerima dana zakat (QS. Al-Taubah : 60).
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
Al-Qurtubi menafsirkan kata amilin sebagai orang-orang yang ditugaskan (oleh
imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dana zakat yang diambil dari
muzakki untuk kemudian diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Amil zakat
harus mampu menciptakan dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang berdaya guna
dan berhasil guna. Amil zakat juga harus mampu mengeksplorasi berbagai potensi umat
sehingga dapat diberdayakan secara optimal. Dengan demikian, zakat menjadi lebih
produktif.
Untuk mengoptimalkan pengelolaan dana zakat tersebut, maka dikeluarkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan kemudian undang-undang tersebut
diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam
undang-undang tersebut disebutkan bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
1
(LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan serta dibina oleh pemerintah. Dengan
UU Zakat tersebut telah mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang
amanah, kuat dan dipercaya masyarakat. Tentu saja hal ini meningkatkan pengelolaan zakat
sehingga peran zakat menjadi lebih optimal. Lembaga-lembaga zakat telah mampu
mengelola dana hingga puluhan milyar rupiah, dengan cakupan penyalurannya mencapai
seluruh wilayah Indonesia.
Dengan adanya dua organisasi pengelola zakat yang memiliki peran yang sama, yaitu
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, maka dari itu dibutuhkan
sinergisasi peran di antara kedua organisasi tersebut agar kegiatan pengelolaan zakat dapat
berjalan efektif, efisien, dan merata. Sehingga peran zakat sebagai salah satu sumber
perekonomian bangsa dapat terkelola secara optimal dan produktif.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempelajari tentang manajemen lembaga zakat pemakalah akan membatasi hal-hal
yang terkait dengan tema tersebut,diantaranya :
1. Tinjauan Mengenai Zakat
2. Tinjauan Mengenai Lembaga pengelola Zakat
3. Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil)
4. Sinergisitas Peran BAZNAS dan LAZ dalam pengelolaan zakat di Indonesia
C. Tujuan
2
Untuk mempelajari tentang manajemen zakat di Indonesia, serta peran dan mekanisme dari
lembaga pengelola zakat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Mengenai Zakat
Zakat menurut lughah (bahasa), artinya kesuburan, thaharah yang artinya kesucian, barakah
yang artinya keberkatan dan berarti juga tazkiyah tathhier yang berarti mensucikan. Zakat
berasal dari bahasa Arab az-zakah, yang berarti: suci, bersih, tumbuh, berkembang,
bertambah, subur, berkah, baik dan terpuji. Zakat merupakan penyerahan sebagian harta
benda yang telah ditentukan oleh Allah kepada yang berhak menerimanya.
Zakat diwajibkan dalam Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ Ulama. Disebut zakat dalam syari’at
karena adanya pengertian etimologis, yaitu karena zakat dapat membersihkan atau
mensucikan pelakunya dari dosa dan menunjukkan kebenaran imannya. Zakat ini merupakan
rukun Islam yang ketiga.
Dalam buku Pedoman Zakat Departemen Agama RI disebutkan bahwa zakat adalah sesuatu
yang diberikan orang sebagai hak Allah SWT kepada yang berhak menerima antara lain fakir
miskin, menurut ketentuan-ketentuan agama Islam.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 1 poin 2, zakat adalah harta yang
wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
B. Tinjauan Mengenai Lembaga Pengelola Zakat
3
Organisasi pengelola zakat ialah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat,
infaq, dan shadaqah. Pada zaman Rasulullah SAW, dikenal sebuah lembaga yang disebut
Baitul Maal. Baitul Maal ini memiliki tugas dan fungsi mengelola keuangan negara. Sumber
pemasukannya berasal dari dana zakat, infaq, ghanimah, dan lain-lain. Sedangkan
penggunaannya untuk ashnaf mustahiq yang telah ditentukan, untuk kepentingan da’wah,
pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatan infrastrukur, dan lain sebagainya.
Kenyataan menunjukkan bahwa di Indonesia, organisasi pengelola zakat telah ada sejak
dahulu. Baik dalam bentuk pesantren, yayasan-yayasan sosial, maupun bentuk-bentuk
lainnya. Lembaga-lembaga ini biasanya menerima dana-dana zakat, infaq, shadaqah,
maupun wakaf dari masyarakat yang kemudian disalurkan melalui program-program sosial,
seperti pembangunan masjid dan pesantren, program da’wah, bantuan kepada anak yatim,
serta berbagai program sosial lainnya.
Dalam peraturan perundang-undangan di atas, diakui adanya dua jenis organisasi pengelola
zakat, yaitu:
1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ialah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah. (Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 5).
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional. (Pasal 6)
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat (LAZ) ialah organisasi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh
masyarakat. Keberadannya untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. (Undangundang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 17)
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum
formal, memiliki beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut:
4
1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung
untuk menerima zakat daripada muzakki.
3. Untuk mencapai efisien dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta
zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat.
4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang
Islami. Sebaliknya, jika zakat di serahkan langsung dari muzakki kepada mustahik meskipun
secara hukum syari’ah adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut
di atas, juga hikmah dan fungsi zakat terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan ummat
akan sulit di wujudkan.
C. Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil)
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam QS. At-Taubah:60
ب سوال بسغالرلميسن سولفي سسلبيلل الل سله سواببلن ال سسلبيلل
عل سيبسها سوال بهمسؤل سسفلة هقهلوبهههبم سولفي اللسرسقا ل
لإن سسما ال سصسدسقا ه
ت للل بهفسقسراء سوال بسمسسالكيلن سوال بسعالملليسن س
سفلريسضةة لسمسن الل سله سوالل سهه س
علليمم سحلكيمم
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
Juga dalam firman Allah SWT QS. At-Taubah:103
عل سيبلهبم لإ سن سصل ستسسك سسك سمن ل سههبم سوالل سهه سسلميمع س
هخبذ لمبن أ سبمسوالللهبم سصسدسقةة تهسطلسههرههبم سوتهسزلسكيلهم لبسها سوسص س لل س
علليمم
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
5
Dalam surah At-taubah :60 dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak
menerima zakat adalah orang yang bertugas mengurus zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan
dalam surah At-taubah:103 bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban
untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya
(mustahiq). Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam
Qurtubi menafsirkan surah At-Taubah : 60 menyatakan bahwa amil itu adalah orang yang
ditugaskan oleh imam atau pemerintah untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan
mencatatkan zakat yang
diambilnya dari muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Karena itu Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seorang dari suku Asad yang bernama
ibnu lutaibah untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim.
begitupula dengan Muas bin Jabal yang ditugaskan di negeri Yaman sebagai da’i juga
sebagai pengurus Zakat.. demikian pula yang dilakukan oleh para khulafaur rasyidin
sesudahnya.
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat memiliki beberapa keuntungan antara lain:
Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.
Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
Ketiga , untuk mencapai efisiensi dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala proritas yang ada pada suatu tempat.
Keempat, untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang Islami.
Kelima, untuk memudahkan kordinasi dan konsolidasi data muzakki dan mustahiq.
Keenam, untuk memudahkan pelaporan dan pertanggungjawaban ke publik.
Ketujuh, agar pengelolaaannya dapat dikelola secara professional.
Sebaliknya jika zakat diserahkan langsung dari muzakki ke mustahik, meskipun
secara hukum syar’i adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut
diatas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama yang berkaitan dengan pemerataan dan
kesejahteraan ummat, akan sulit diwujudkan.
6
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun
1999 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan
Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D. D/291
tahun 2000 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang ini masih
banyak kekurangan terutama tidak adanya sangsi bagi muzakki yang melalaikan
kewajibannya tidak membayar zakat, tetapi Undang-Undang ini mendorong upaya untuk
pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
Dalam Undang-Undang ini dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
tuntunan agama
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
masyarakat dan keadilan sosial
3 Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat
Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi pengelola
zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Selanjutnya bahwa setiap pengelola zakat karena kelalaiannya tidak mencatat dengan tidak
benar tentang zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kaffarat sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 8 pasal 12 dan pasal 11 Undang-Undang tersebut, diancam dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
30.000.000.
Persyaratan Pengelola Lembaga Zakat (Amil)
DR. Yusuf Qardawi dalam bukunya, Fiqh Zakat, menyatakan bahwa seseorang yang
ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
Pertama; Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang
termasuk rukun Islam (rukun islam ketiga), karena itu seharusnya apabila urusan penting
kaum muslimin diurtus oleh sesama muslim
Kedua, Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima
tanggungjawab mengurus urusan umat.
7
Ketiga, memilki sifat amanah dan jujur. Sifat ini penting untuk menjaga kepercayaan umat.
Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola
zakat, jika memang lembaga ini patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan
dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban
secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah Islam.
Sifat amanah dan professional ini dikisahkan tentang Nabi Yusuf as yang mendapatkan
kepercayaan sebagai bendaharawan negeri Mesir, yang saat itu dilanda paceklik berhasil
membangun kembali kesejahteraan masyarakat karena kemampuannya menjaga amanah.
Firman Allah SWT QS. Yusuf:55
عسلى سخسزآلئلن ال سبرلض لإلسني سحلفيمظ س
سقاسل ابجسعل بلني س
علليمم
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Keempat; mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu
melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat
Kelima; memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah
dan jujur merupakan syarat yang penting akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan
dalam melaksanakan tugas
Keenam; motivasi dan kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat
yang baik adalah amil zakat yang fuul time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan
dan tidak pula sambilan
Ketujuh, syarat yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis memiliki kemampuan analisis
perhitungan zakat, manajemen, IT dan metode pemanfataan dan pemberdayaan zakat.
Kedelapan, peningkatan capacity building amil sehingga bisa berkopetisi setiap momen dan
priode tertentu
Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat
Persyaratan teknis lembaga zakat berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI nomor 581
tahun 1991 adalah:
8
1.
Berbadan Hukum
2.
Memiliki data muzakki dan mustahik
3.
Memiliki program kerja yang jelas
4.
Memmiliki pembukuan dan manajemen yang baik
5.
Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit
Persyaratan tersebut diharapkan dapat mengarah pada profesionalitas dan trasparansi dari
setiap pengelolaan zakat.
Dalam buku petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Institut Manajemen
Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi pengelola lembaga zakat antara lain:
1.
Susunan Organisasi Badan Amil Zakat (BAZ)
a.
Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan
Pelaksana
b.
Dewan pertimbangan meliputu unsur ketua, sekertaris dan anggota
c.
Komisi Pengawas meliputi unsur ketua, sekertaris dan anggota
d.
Badan pelaksana meliputi unsur ketua, sekertaris, bagian keuangan, bagian pengumpul,
bagian pendistribusian dan pendayagunaan
e.
Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah.
Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, cendikia, tokoh masyarakat, tenaga profesional
dan lembaga pendidikan yang terkait
2.
Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)
a.
Dewan Pertimbangan
1)
Fungsi, memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi kepada badan
pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek
syariah dan aspek manajerial
2)
Tugas Pokok
a.
Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat
b.
Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas
c.
Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak terkait dengan hukum zakat yang
wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat
d.
Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi
Pengawas baik diminta maupun tidak
9
e.
Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan Komisi
Pengawas
f.
Menunjuk Akuntan Publik
b.
Komisi Pengawas
1)
Fungsi; sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan
Badan Pelaksana
2)
Tugas Pokok
a.
Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan
b.
Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan
c.
Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
d.
Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah
3.
Badan Pelaksana
1)
Fungsi; sebagai pelaksana pengelolaan zakat
2)
Tugas pokok
a.
Membuat rencana kerja
b.
Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
c.
Menyusun laporan tahunan
d.
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah
e.
Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat kedalam
maupun keluar
Manajemen Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf
Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam
mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang
ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana
umat Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk
memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan
tegas dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang
dikenal dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa
10
pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta
zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh
pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut
dengan menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan
diurus oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang
mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan
mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya. Pada masa Rasul
SAW, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah ayat
103 dan tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta zakat dikelola oleh
pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat kata amil sebagai salah satu
penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amil
tersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari
pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat yang telah
dibentuk pemerintah berupa BAZ mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kelurahan, juga
ada lembaga atau yayasan lain seperti Dompet Dhuafa di Jakarta, Yayasan Dana Sosial AlFalah di Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid di Bandung, dan Yayasan Amil Zakat di
Lampung. Bahkan sebagian yayasan tersebut sudah dapat menggalang dana umat secara
profesional dengan nominal yang sangat besar. Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan
untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan fasilitas
umum umat Islam. Apalagi dengan situasi dan kondisi sekarang banyak sekali lembaga atau
yayasan yang peduli terhadap masalah-masalah ketidakberdayaan dan ketidakmampuan
umat Islam. Ada beberapa program yang diperuntukkan juga bagi umat Islam yang tidak
mampu seperti advokasi kebijakan publik, HAM, bantuan hukum, pemberdayaan
perempuan. Semua program tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit, sementara itu
pendanaannya tidak mungkin dibebankan kepada mereka. Berdasarkan kenyataan tersebut,
muncul pertanyaan apakah dana dari zakat dapat digunakan untuk pelaksanaan pro-gram
yayasan atau badan yang mengurus kepentingan umat Islam yang tak mampu secara
finansial, akses, ataupun pengetahuan. Mereka dengan segala keterbatasannya juga harus
dibantu. Program tersebut pun memerlukan dana operasional, bahkan mereka yang
membantu pun perlu dana. Pada satu sisi, penerima zakat telah ditetapkan secara tegas dan
jelas, yang sebagian orang memahami tidak mungkin keluar dari aturan tersebut.
11
Apabila asnaf yang ditetapkan dalam surat At-Taubah ayat 60 tersebut dipahami secara
tekstual, ada asnaf yang tidak dapat diaplikasikan sekarang, yaitu riqab. Riqab adalah budak
Muslim yang telah dijanjikan untuk merdeka kalau ia telah membeli dirinya. Begitu juga
dengan fuqara’, masakin, dan gharimin. Pemahaman tekstual akan menyebabkan tujuan
zakat tidak tercapai, karena pemberian dana zakat kepada yang bersangkutan sifatnya hanya
charity. Masalah krisis ekonomi yang dihadapi sebagian umat Islam yang memerlukan
bukan hanya bagaimana kebutuhan dasarnya terpenuhi. Akan tetapi bagaimana mengatasi
krisis tersebut dengan mengatasi penyebab munculnya krisis. Dengan demikian, untuk
pencapaian tujuan zakat dan hikmah pewajiban zakat, maka pemahaman kontekstual dan
komprehensif terhadap delapan asnaf penerima zakat perlu dilakukan, sehingga kelompok
yang berhak mendapatkan dana zakat dapat menerima haknya.
Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38
Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian
serta pendayagunaan zakat”. Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau
manajemennya harus berjalan dengan baik.
Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat (Widodo, 2003) harus dapat diukur.
Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, amanah.
Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa
adanya sifat ini, hancurlah semua sistem yang dibangun. Kedua, sikap profesional. Sifat
amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga,
transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem
kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga
akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan
ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.
Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsipprinsip operasionalnya. Prinsip-prinsip operasionalisasi LPZ antara lain. Pertama, kita harus
melihat aspek kelembagaan. Dari aspek kelembagaan, sebuah LPZ seharusnya
memperhatikan berbagai faktor, yaitu : visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas
dan struktur organisasi, dan aliansi strategis.
12
Kedua, aspek sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga.
Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati.
Untuk itu perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah sebuah
profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus.
Ketiga, aspek sistem pengelolaan. LPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsurunsur yang harus diperhatikan adalah : LPZ harus memiliki sistem, prosedur dan aturan yang
jelas, memakai IT, manajemen terbuka; mempunyai activity plan; mempunyai lending
commite; memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan; diaudit; publikasi; perbaikan
terus menerus.
Setelah prinsip-prinsip operasional kita pahami, kita melangkah lebih jauh untuk
mengetahui bagaimana agar pengelolaan zakat dapat berjalan optimal. Untuk itu, perlu
dilakukan sinergi dengan berbagai stakeholder. Pertama, para pembayar zakat (muzakki).
Jika LPZ ingin eksis, maka ia harus mampu membangun kepercayaan para muzakki. Banyak
cara yang bisa digunakan untuk mencapainya, antara lain: memberikan progress
report berkala, mengundangmuzakki ke tempat mustahik, selalu menjalin komunikasi
melalui media cetak, silaturahmi, dan lain-lain. Kedua, para amil. Amil adalah faktor kunci
keberhasilan LPZ. Untuk itu, LPZ harus mampu merekrut para amil yang amanah dan
profesional.
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Zakat
Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan
ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara
terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya
senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat Islam yang menyerahkan harta
zakatnya tanpa ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu
pemaksaan. Meskipun pada dasarnya ummat Islam yang enggan membayar zakat
harus mendapat sangsi sesuai perintah Allah.
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
4. Profesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka
13
yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip
prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat
mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu
bantuan dari pihak lain.
Pola Manajemen Zakat
Secara Umum Pengelolaan Zakat diupayakan dapat menggunakan fungsifungsi manajemen modern yang meliputi; Perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan dan
pengarahan serta pengawasan.
Perencanaan meliputi; merumuskan rancang bangun organisasi, perencanaan program kerja
yang terdiri dari: penghimpunan (fundraising), pengelolaan dan pendayagunaan.
Pengorganisasian meliputi; tugas dan wewenang, penyusunan personalia, perencanaan
personalia dan recruiting. Pelaksanaan dan pengarahan terdiri dari; pemberian motivasi,
komunikasi, model kepemimpinan, dan pemberian reward dan sangsi. Sedangkan
pengawasan meliputi; Tujuan pengawasan, tipe pengawasan, tahap pengawasan serta
kedudukan pengawas.
Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat professional dan produktif
Dalam literature zakat, baik literature klasik maupun modern, selalu ditemukan
bahwa pengumpulan zakat adalah kewajiban pemerintah di negara Islam. Penguasa
berkewajiban memaksa warga Negara yang beragama Islam dan mampu memabayar zakat
atas harta kekayaannya yang telah mencapai haul dan nisab. Kewajiban membayar zakat ini
diikuti dengan penerapan dan pelaksanaan pengelolaan zakat yang professional.
Ketidakberhasilan ini disebabkan karena persoalan manajemen kelembagaannya. Olehnya
itu perlunya penerapan prinsip-prinsip manajemen secara professional. Salah satu model
pendayagunaan zakat dengan sistem Surplus zakat Budged. Yaitu zakat diserahkan muzakki
kepada Amil, dana yang dikelola akan diberikan kepada mustahiq dalam bentuk uang tunai
dan sertifikat. Dana yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat harus dibicarakan dan
mendapat izin dari mustahiq yang menrimanya. Dana dalam bentuk uang cash akan
digunakan sebagai pembiayaan pada perusahaan, dengan harapan perusahaan tersebut akan
14
berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat ekonomi lemah termasuk
mustahiq. Disamping itu perusahaan akan memberikan bagi hasil kepada mustahiq yang
memiliki sertifikat pada perusahaan tersebut. Dari bagi hasil yang diterima mustahiq tersebut
jika telah mencapai nishab dan haulnya diharapkan mustahiq tersebut dapat membayar zakat
atau memberikan sadaqah. Tugas amil adalah membentu mustahiq dalam mengelola dana
zakat dan selalu memberi pengarahan atau motivasi serta pembinaan sampai mustahiq dapat
memanfaatkan dana yang dimiliki dengan baik.
D. Sinergitas Peran Pengelola Zakat Di Indonesia
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS merupakan
lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional, BAZNAS
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
(Pasal 7)
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Sedangkan LAZ berfungsi membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Peran kedua organisasi tersebut sebagai penghimpun ZIS adalah sebagai berikut:
1. Membantu pemerintah menghimpun ZIS dari masyarakat terhimpun melalui individu
maupun lembaga
15
2. Apabila lewat lembaga akan ter-menej dengan baik, sementara lewat individu riskan
terjadi penyimpangan, sehingga keberadaan organisasi pengelola zakat dapat mencegah dana
zakat, infak, shadaqah, dan wakaf dapat tersalurkan dengan merata dan tepat sasaran.
3. Dalam konteks Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) setiap orang dalam organisasi
merupakan orang-orang yang rela bekerja untuk ummat, merasa terlibat dalam proses
penghimpunan hingga pemuasan muzakki dalam menitipkan amanah terhadapnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dan bukan hanya sebagai pelaksana suatu fungsi
tertentu. Meskipun organisasi sosial, keprofesionalan organisasi tetap diutamakan.
Sinergisitas BAZNAS dan LAZ, selain untuk mewujudkan misi bersama, manfaatnya agar
dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan tidak saling tumpang tindih fungsi, apalagi saling
menghambat disebabkan adanya persaingan memperebutkan eksistensi lembaga dan
kepercayaan di mata masyarakat.
Keberadaan BAZNAS dan LAZ substansinya adalah bagaimana melawan dan mengentaskan
kemiskinan yang ada di Indonesia, untuk itu perlu adanya sinergisitas antara keduanya. Dari
segi metode, upaya, bentuk, dan kegiatan antara BAZNAS dan LAZ masing-masing
memiliki inovasi dan kreasi tersendiri baik dari segi pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah, maupun pengembangan lembaga.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sinergisitas BAZNAS dan LAZ sangat diperlukan demi pencapaian visi dan misi bersama.
Dengan adanya sinergisitas dua lembaga tersebut akan meningkatkan pelayanan kepada
muzakki yang semakin banyak, dan penanganan terhadap mustahiq, permasalahan
kemiskinan bisa semakin berkurang, dan kaum dhuafa bisa mampu dalam kehidupannya.
Bidang kerja yang sama, dengan adanya sinergisasi menjadikan pekerjaan lebih efektif,
efisien, dan merata. Maka dari itu sinergi menjadi keharusan bagi organisasi pengelola zakat
agar potensi zakat yang besar benar-benar bisa menjadi penopang perekonomian masyarakat.
Dan dengan efektifitas dalam pelaksanaan kerja, maka tujuan yang besar tersebut akan
mudah terwujud.
B. Saran
1. Bagi pemerintah, peran BAZNAS dan LAZ sangat membantu pemerintah dalam
penghimpunan dan pendayagunaan zakat di masyarakat. OPZ tersebut merupakan partner
pemerintah, sehingga keberadaannya perlu didukung dan dilindungi. Tanpa bantuan mereka,
pemerintah akan sangat kesulitan menghimpun seluruh potensi zakat dari masyarakat, serta
dukungan dari pemerintah agar dibentuk Badan Koordinasi Zakat dan adanya aturan
sinergisasi Organsisasi Pengelola Zakat (OPZ) ke dalam aturan perundang-undangan, sebab
17
dengan dimasukkannya ke dalam Undang-undang, menimbulkan adanya upaya paksa untuk
mengikuti ketentuan yang ada.
2. Bagi BAZNAS dan LAZ, semoga makin meningkatkan pelayanan terhadap umat, bekerja
dengan penuh tanggungjawab dan profesional, serta pengefektivan Forum Zakat sebagai
lembaga koordinator yang sudah ada diantara Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), dengan
adanya perwakilan dari BAZNAS dan LAZ di dalamnya tersebut, upaya sinergisasi
pengelola zakat seharusnya menjadi lebih mudah, terlebih sebelum dibentuknya Badan
koordinasi Zakat yang baru dimintakan untuk dimasukkan ke dalam peraturan perundangundangan yang akan datang. Tujuan pembentukan Badan ini adalah agar pengelolaan zakat
menjadi lebih efektif dan produktif dengan adanya kerjasama yang baik antara BAZNAS
dan LAZ, oleh karena itu diperlukan keseriusan dan dukungan dari para pihak pengelola
zakat.
18
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Qardawi, Yusuf Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press
1997)
Al-Zuhayly, Wahbah. Zakat Kajian Berbagai Madzhab. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1995).
Ash-Shidiqiey, Hasbi. Pedoman Zakat. (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
Departemen Agama, Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta : Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf,
1991)
Kadir, Abdul dalam Didin Hafidhuddin. Zakat dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema
Insani, 2002).
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Syaikh. Fiqih Wanita. ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1996).
Tim Penyusun Dar Al-Ma’arif, Al-Mu’jam Al-Wasith, 1/396, Al-Jurjani, Asy-Syarif Ali bin
Muhammad, Kitab At-Ta’rifat, hal 114 dan Munawwir, Ahmad warson, Kamus AlMunawwir ( Arab-Indonesia).
Widodo, Hertanto. Akuntansi&Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat.
(Bandung: Asy Syamil Press&Grafika).
Widodo, Hertanto dan Teten Kustiawan. Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk
Organisasi Pengelola Zakat. (Bandung: Percetakan Asy Syaamil Press dan Grafika, 2001).
19
Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam. (Jakarta: CV. Rajawali, 1998).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
WEBSITE
http://pusat.baznas.go.id/tag/manajemen-zakat/
http://konsultanekonomi.blogspot.com/2012/05/manajemen-pengelolaan-zakat-infaq.html
http://www.slideshare.net/ardiwachmad/savedfiles?s_title=manajemen-zakat-di-eramodern&user_login=SudirmanHasan
http://www.academia.edu/6372743/Evaluasi-pengelolaan-zakat-di-indonesia
20
21