Kajian Tentang Institusi Politik Peran K

KAJIAN TENTANG INSTITUSI POLITIK “PERAN KONSTITUSI DAN
SISTEM PEMILIHAN SERTA EKSEKUTIF, LEGISTATIF DAN
YUDIKATIF”

Dosen Pengampu:
Isnaini Muallidin, S.IP., M.P.A.
Disusun Oleh:
Diah Wahyuningsih
Irma Herlina
Akbar
Vikri Yordhanda
Rido Argo Mukti
Riyan Prayitno

20140520036
20140520030
20140520140
20140520289
20140520098
20140520229


ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

i

KATA PENGATAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat, berkat, rahmat dan hidayahnya yang begitu melimpah bagi penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kajian Tentang
Institutisi Politik “Konstitusi Dan Sistem Pemilihan Serta Eksekutif, Legistatif
Dan Yudikatif” tanpa ada halangan apapun.
Makalh ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas kuliah
Perbandingan Pemerintahan dengan Dosen pengampu Bapak Isnaini Muallidin,
S.IP., M.P.A. Selama pengerjaan makalah ini kami mengalami beberapa
hambatan, namun berkat dukungan dari banyak pihak kami dapat menyelesaikan
dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan
dan oleh karena itu kami tetap terbuka untuk menerima masukan, kritik, dan saran

dari para pembaca dan khususnya Isnaini Muallidin, S.IP., M.P.A., agar nantinya
kami dapat lebih baik lagi. Akhirnya kami sangat berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca dan menambah khasanah ilmu kepenulisan.

Yogyakarta, 19 Maret 2017

Penulis,

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................3
1.3 Tujuan dan Manfaat .............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Institusi Politik ...................................................................................4

2.2 Konstitusi dan Sistem Pemilihan .........................................................................4
2.2 Eksekutif ..............................................................................................................9
2.3 Legislatif ..............................................................................................................13
2.4 Yudikatif ..............................................................................................................18
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................27

iii

1

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika menelaah teori hukum alam, bahwa manusia sejak dahulu selalu hidup
bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon). Dalam kelompok manusia,
mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya mencari makan,
melawan bahaya dan bencana serta melanjutkan keturunannya. Mereka
berinteraksi, mengadakan hubungan sosial, dan bertempat tinggal sama maka
inilah awal mula negara dan membutuhkan pemimpin, Kepada pemimpin

diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan kelompok manusia diharuskan
menaati peraturan-peraturan perintah pemimpinnya.
Dalam suatu negara, terdapat banyak fungsi. Dalam sejarah negara, ada tiga
fungsi kekuasaan yang dikenal secara klasik dalam teori hukum maupun politik,
yaitu fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ini merupakan institusi yang
menjalankan fungsi negara. Satu lembaga hanya boleh menjalankan satu fungsi,
dan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing dalam arti yang mutlak
(sparation of power). Artinya jika tidak demikian, nama kebebasan akan
terancam. Hal ini dapat dilihat bahwa hubungan antar cabang kekuasaan dan
ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai
dengan prinsip checks and balances (Syahpurti 2014).
Di sisi lain, perkembangan masyarakat, baik secara ekonomi, politik, dan
sosial budaya, serta pengaruh globalisme dan lokalisme, menghendaki struktur
organisasi negara lebih responsif terhadap tuntutan mereka serta lebih efektif dan
efisien dalam melakukan pelayanan publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan
pemerintahan. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap struktur organisasi
negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga negara.
Lembaga

negara


merupakan

lembaga

pemerintahan

negara

yang

berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas
dalam suatu Undang-undang suatu negara. Kemudian, setelah perkembangan
zaman semakin maju, fungsi lembaga negara dibagi lagi menjadi banyak bagian.
Pembagian ini meliputi fungsi kelompok (partai politik dan kelompok
kepentingan) yang keduanya memiliki arti dan peran penting dalam negara.

2

Istilah politik sering dikaitkan dengan bermacam-macam kegiatan dalam

sistem politik ataupun Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan maupun
dalam melaksanakan tujuan tersebut. Di samping itu juga menyangkut
pengambilan keputusan (decisionmaking) tentang apakah yang menjadi tujuan
sistem politik yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif serta
penyusunan untuk membuat skala prioritas dalam menentukan tujuan-tujuan itu.
Namun menurut Brendan O’Leary dari Syahpurti 2014 ilmu politik merupakan
disiplin akademis, dikhususkan pada penggambaran, penjelasan, analisis dan
penilaian yang sistematis mengenai politik dan kekuasaan.
Institusi politik atau yang lebih dikenal sebagai lembaga-lembaga politik
merupakan kajian terhadap lembaga-lembaga politik khususnya peranan
konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan.
Sebagian besar kademisi tertarik pada penelusuran asal-usul dan perkembangan
lembaga-lembaga politik dan memberikan deskripsi-deskripsi fenomenologis;
memetakan konsekuensi-konsekuensi formal dan prosedural dari institusi-institusi
politik. Banyak para ahli politik kontemporer yang menghabiskan waktunya untuk
memonitor,

mengevaluasi,

dan


menghipotesiskan

tentang

asal-usul,

perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi lembaga-lemabag politik, seperti
aturan-pluralitas sistem pemilihan atau organisasi-organisasi pemerintahan yang
semu.
Dinamika institusi politik dalam bernegara sangat menarik untuk dikaji,
karena lembaga-lembaga Negara merupakan pondasi penting untuk mengantar
kepada hakikat tujuan bernegara. Seperti peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi,
yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan. Fenomena institusi setiap Negara
berbeda hal itu dipengaruhi oleh bentuk negara, bentuk pemerintahan dan jenis
kekuasaan. Dari penjelasan diatas maka pada pembahasan akan dijelaskan
fenomena peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan
sistem pemilihan dalam lingkup kenegaraan.
B. Permasalahan
Beberapa permasalahan yang diangkat dari judul adalah sebagai berikut;

1. Apa pengertian dari institusi politik ?
2. Bagaimana pengertian dan fungsi dari Konstitusi dan Sistem Pemilihan?

3

3. Apa saja bagian-bagian dari lembaga negara legislatif, eksekutif, dan
yudikatif?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan, memberikan pengetahuan dan bentuk edukasi kepada masyarakat
tentang arti penting dari peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai
politik dan sistem pemilihan yang ada di negara, khususnya Indonesia. Sebagai
bentuk pembelajaran, serta tujuan mengidentifikasi seberapa jauh peranan
konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan
dalam mewujudkan tujuan bernegara. Manfaatnya, pengetahuan warga negara
untuk memahami dan mencermati arti negara, jalannya suatu negara beserta
konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan.

4

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Institusi Politik
Konsep Institusi politik diartikan sama dengan lembaga negara, secara
terminologis memiliki banyak istilah. Kepustakaan Inggris, sebutan lembaga
negara menggunanakan istilah

“political Institution”, sedangkan dalam

kepustakaan Belanda dikenal dengan istilah “staat organen”. Sementara itu,
bahasa Indonesia menggunakan istilah “lembaga negara, badan negara, atau
organ negara”. Istilah institusi, dari bahasa Latin, instituere, artinya sesuatu yang
diwujudkan. Maksudnya, institusi adalah kegiatan manusia yang berwujud.
Institusi politik merupakan bentuk dari proses-proses sosial yang mengatur
susunan masyarakat. Ini menggambarkan bahwa kepentingan kumpulan manusia
tertentu dijaga dan dipertahankan oleh mereka melalui proses penyertaan dan
keterlibatan politik. Dalam sistem pemerintahan negara terdapat tiga institusi
politik utama yaitu Legislatif, Eksekutif dan Kehakiman. Namun, fungsi beberpaa
institusi politik lain juga memainkan peran dalam pemerintahan sebuah negara.
Antara lain partai politik, birokrasi, dan kelompok kepentingan.
B. Konstitusi dan Sistem Pemilihan
1. Konstitusi

Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu
“constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan
demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan
perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet”
yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum.
Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.
Sedangkan pengertian konstitusi menurut para ahli:
1. K.C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketaatanegaraaan suatu
negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur
/memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
2. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi
tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.

5

3. Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di
dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di
dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik.
Adapun tujuan dari konstitusi antara lain;
1. Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang

maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan
berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela
Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2. Melindungi Ham maksudnya setiap penguasa berhak menghormati Ham
orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal
melaksanakan haknya.
3. Pedoman penyelengaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman
konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
Bila dilihat dari fungsinya, maka konstitusi dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Membagi kekuasaan dalam negara.
2. Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.
Secara Vertikal yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatanya yang di
maksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J
Friedrich memakai istilah pembagian kekuasaan secara territorial. Pembagian
kekuasaan ini dengan jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara
negara kesatuan, negara federal, serta konfederasi. Di samping itu kita melihat
bahwa konstitusi itu mengatur juga pembagian kekuasaan dalam negara. Macammacam konstitusi tersebut adalah :
a. Konstitusi Unitaris.
b. Konstitusi Federalistis.
c. Konstitusi Konfederalistis
Secara Horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya.
Pembagian kekuasaan ini menunjukkan pula perbedaan antara fungsi-fungsi
pemerintahan yang bersifat legislative, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal
sebagai Trias Politica. Fungsi konstitusi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi
konstitusional, maka konstitusi mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi

6

kekuasaan pemerintahan sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan
tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian di harapkan hak-hak warga
negara akan lebih terlindung. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme.
2. Sistem Pemilihan
Pengaturan pemilihan umum di Indonesia sangat beragam, ada
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur, Bupati, Walikota, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Sebelum mengetahui lebih lanjut
mengenai Pasal yang mengatur tentang Pemilihan Umum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Amandemen, ada baik mengetahui tentang Asas penyelenggaraan
Pemilihan Umum di Indonesia yang juga diatur dalam Pasal 22E Ayat (1) yang
berbunyi “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Mengenai penyelenggara
Pemilihan umum diatur dalam Pasal 22E Ayat (5) yang berbunyi : “Pemilihan
umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri.”. Sedangkan mengenai Pasal-pasal yang mengatur tentang
Pemilihan Umum dalam Undang-undang Dasar 1945 Amandemen diantaranya:
I.

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 6 Ayat (1)
Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia
sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena
kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara
rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden
dan Wakil Presiden.
Pasal 6 Ayat (2)
Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.
Pasal 6A Ayat (1)
Presiden dan Wakil
langsung oleh rakyat.

Presiden

dipilih

dalam

satu

pasangan

secara

Pasal 6A Ayat (2)
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
umum.

7

Pasal 6A Ayat (3)
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari
lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya
dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah
jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 6A Ayat (4)
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.
Pasal 6A Ayat (5)
Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang.
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu
kali masa jabatan.
Pasal 8 Ayat (1)
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai
habis masa jabatannya.
Pasal 8 Ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang
untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
Pasal 8 Ayat (3)
Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam
Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga
puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan
sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai
berakhir masa jabatannya.
Pasal 22E Ayat (2)
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.

8

Pasal 22E Ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang undang.
II. Pemilihan Umum DPR
Pasal 2 Ayat (1)
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum
dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal 19 Ayat (1)
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 22E Ayat (2)
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 22E Ayat (3)
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
Pasal 22E Ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang undang.
III. Pemilihan Umum DPD
Pasal 2 Ayat (1)
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum
dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal 22C Ayat (1)
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum
Pasal 22C Ayat (2)
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan
jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 22E Ayat (2)
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.

9

Pasal 22E Ayat (4)
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah
adalah perseorangan.
Pasal 22E Ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang undang.
C. Eksekutif
Tugas badan eksekutif menurut ajaran trias po litica yaitu melaksanakan
kebijaksanaanya

yang

telah

ditetapkan

oleh

badan

legislatif

serta

menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Menurut
Harold J Laski, lembaga eksekutif adalah: “alat yang berkewajiban melaksanakan
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh badan pembuat Undang-Undang
dan bekerja di bawah pengawasan badan pembuat Undang-Undang.” Di negara
demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala negara beserta menterimenterinya. Eksekutif adalah pelaku utama kekuasaan negara. Pelakasana tugas
eksekutif dilakukan oleh sebuah organ yang disebut kabinet.
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Eksekutif Presiden sebagai pemegang
kekuasaan

eksekutif mempunyai tugas melaksanakan undang - undang akan

tetapi selain tugas melaksanakan undang- undang presiden juga memiliki berbagai
kekuasaan dan wewenang dalam rangka mencapai tujuan negara. Ismail Suni
mengemukakan bahwa kekuasaan umum eksekutif adalah berasal dari UUD yang
antara lain :
a. Kekuasaan Administratif Presiden
Penyelenggaraan kekuasaan eksekutif dapat dibedakan antara kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan pemerintahan yang
bersifat khusus. Presiden sebagai Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan
bersifat umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara.
Sedangkan kekuasaan penyelenggaraan negara yang bersifat khusus adalah
penyelenggaran tugas dan wewengan pemerintahan.
b. Kekuasaan Legislatif
Bertolak dari ajaran trias po litica Montesquie maka presiden mempunyai
kekuasaan eksekutif yaitu menjalankan undang-undang. Kekuasaan legislatif

10

berada di tangan parlemen. UUD 1945 mempraktikkan ajaran trias politica tetapi
tidak dalam arti separation of power akan tetapi dalam bentuk distribut in of
power. Wewenang presiden dalam bidang legislatif yaitu pembentukan undangundang, penetapan peraturan pemerintah (pp), dan

penetapan peraturan

pemerintah pengganti undang-undang (perpu).
c. Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan presiden di bidang yudikatif adalah kekuasaan presiden
memberikan grasi, abolisi, amnesti dan rehabilitasi. Kekuasaan ini sering juga
disebut dengan kekuasaan preogratif presiden. Pascaamandemen UUD 1945
ketentuan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi mengalami perubahan
yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 yang berbunyi:
1. Presiden

memberi

grasi

dan

rehabilitasi

dengan

memperhatikan

dengan

memperhatikan

Mahkamah Agung
2. Presiden

memberi

Amnesti

dan

Abolisi

pertimbangan DPR
Dengan adanya persyaratan bahwa presiden harus memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung dan DPR dalam pemberian grasi, rehabilitasi,
amnesti dan abolisi maka proses check and balances dalam penyelenggaraan
pemerintahan dapat berjalan baik.
d. Kekuasaan Militer
Pasal 10 UUD 1945 menentukan presiden memegang kekuasaan tertinggi
atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Dan Pasal 11 UUD
1945 menentukan bahwa presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 11 UUD 1945. Pascaamandemen UUD 1945 ketentuan Pasal 11
dirubah menjadi tiga ayat, yakni ayat (1) Presiden dengan persetujuan DPR
menyatakan perang membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Perang berakibat luas terhadap kehidupan rakyat. Kewenangan presiden untuk
menyatakan perang harus dengan persetujuan DPR sebagai lembaga perwujudan
kedaulatan rakyat yang benar-benar memberikan pertimbangan dari berbagai
aspek kepada presiden tentang urgensi perang tersebut.

11

e. Kekuasaan Diplomatik
Dalam pasal 11 UUD 1945 ditentukan bahwa selain memiliki kewenangan
menyatakan perang, presiden juga mempunyai kewenangan membuat perdamaian
dan perjanjian internasional. Perjanjian-perjanjian yang tidak mempunyai dampak
kepada APBN, politik dalam negeri dan politik luar negeri tidak perlu dilakukan
dengan persetujuan DPR. Pasal 11 ayat (2) UUD 1945 pascaamandemen
menentukan bahwa presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya
yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara dan mengharuskan perubahan atas
persetujuan DPR. Pascaamndemen lahirlah UU No.24 Tahun 2000 tidak
membedakan antara treaty dan agreement melainkan hanya perjanjian
internasional. Dengan adanya persyaratan persetujuan dari DPR maka perjanjian
yang dibuat presiden tidak atas kemauan sendiri. Perjanjian internasional yang
dibuat dengan presiden dengan persetujuan DPR diharapkan dapat bermanfaat
bagi bangsa dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
f. Tugas dan Wewengan Presiden
Tugas dan wewenang pemerintahan dapat dikelompokkan dalam beberapa
golongan yaitu:
1. Tugas dan wewenang administrasi di bidang keamanan dan ketertiban
umum. Tugas utama pemerintahan adalah memelihara dan menjaga serta
menegakkan ketertiban umum dan keamanan. Pembukaan UUD 1945
alinea keempat dengan tegas menyebutkan bahwa tujuan Indonesia
merdeka adalah melindu ngi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia.
2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha pemerintahan Tugas
ketatausahaan dilaksanakan oleh Sekretaris Negara juga dilaksanakan oleh
departemen -departemen dan badan-badan negara. Tugas ketatausahaan
negara juga menyangkut pelayanan administrasi kepada masyarakat.
3. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum
Tugas dan wewenang dalam pelayanan umum sering disebut dengan
public service. Pelayanan umum meliputi penyediaan rumah sakit, jalan,
pendidikan, panti sosial, subsidi, dan pemberian izin bidang usaha.

12

4. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang penyelenggaraan
kesejahteraan umum
5. Pada alinea keempat UUD 1945 disebutkan bahwa yang menjadi tujuan
Indonesia merdeka adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.
Pemerintah mempunyai tugas dan kewajiban untuk meningkatkan
kesejahteraan umum dengan menetapkan kebijakan pembangunan di
bidang ekonomi
Secara sederhana, tugas badan eksekutif meliputi pelaksanaan undang undang yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif. Dalam perkembangan
negara modern, wewenang badan eksekutif jauh lebih luas daripada hanya
melaksanakan Undang - Undang Dasar, bahkan dalam negara modern badan
eksekutif sudah mengganti badan legislatif sebagai pembuat kebijakan yang
utama. Di luar dari konteks kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan
sebagaimana disebutkan di atas, presiden juga memiliki kekuasaan sebagai kepala
Negara yaitu:
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Udara,
dan Angkatan Laut.
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR.
3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara, dan / atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU
harus dengan persetujuan DPR.
4. Menyatakan kondisi bahaya, Ketentuan dan akibat kondisi bahaya
ditetapkan dengan UU.
5. Mengangkat

Dutadan

Konsul,

Dalam

mengangkat

Duta,

memperhatikan pertimbangan DPR.
6. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung (MA).

13

8. Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan
DPR.
9. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan Hukum.
10. Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas member nasehat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dengan
Undang -Undang.
11. Membahas

Rancangan

Undang-Undang

untuk

mendapatkan

persetujuan bersama DPR.
12. Mengkonfirmasi Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui
bersama DPR untuk menjadi UU.
13. Dalam hal ihwal kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan
Peraturan Pemerintah sebagai pengganti UU.
14. Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih
oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD.
16. Menetapkan Calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi Yudisial dan
telah mendapat persetujuan DPR untuk menjadi Hakim Agung.
17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR.
18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.

D. Legislatif (Lembaga Perwakilan)
Konsep perwakilan tidak lahir bersamaan dengan dengan lahirnya ilmu
politik. Pada masa Yunani kuno tidak dikenal konsep perwakilan politik. Istilah
perwakilan baru dikenal pada masa Romawi kuno, meskipun tidak bermakna
politik. Di

dalam

bahasa

Romawi

‘representation’

berasal

dari

kata

‘represeanture’ yang dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang mewakili
orang lain. Konsep perwakilan paling tidak ada emapat hal. Pertama, adalah
sekelompok orang yang mewakili, yang manifestasinya ke bentuk lembaga
perwakilan, organisasi, gerakan, dan lembaga lain. Kedua, adanya kelompok yang

14

diwakili yang terdiri dari pendapat, kepentingan dan presfektif. Ketiga, adanya
sekelompok yang diwakili dan terakhir konteks politik di man perwakilan itu
berlangsung.
Konstruksi demokrasi di dalam politik indonesia adalah menggunakan
demokrasi perwakilan. Sistem dimana masyarakat indoensia terlibat secara
langsung dalam prose pemilihan. Oleh karena itu esensi penting dalam perwakilan
adalah adanya sekelompok yang berperan besar untuk mewakilkan kepentingankepentingan kecil. Sebagai wakil harus bertindak sebagaiman yang dihendaki
yang diwakili dan memiliki kemampuan independen dari keinginan yang
terwakili.
Adanya proses seleksi para wakil rakyat baik secara politik teritorial dan
fungsional yang duduk di lembaga perwakilan memiliki implikasi terhadap
kosnstruksi perwakilan itu sendiri. Sistem bikameral adalah wujud institusional
dari lembaga perwakilan atau parlemen sebuah negar yang terdiri dari dua kamar
(Majelis). Majelis yang anggotanya dipilih dan mewakili rakyat yang berdasarkan
jumlah penduduk secar generik disebut majelis pertama atau majelis rendah dan
juga dikenal sebagi lembaga perwakilan. Majelis yang anggotanya dipilih atau
diangkat dengan dasar lain (bukan jumlah penduduk) desebut majelis kedua atau
majelis tinggi dan disebagian besar negara disebut sebagi Senat.
Sebagai pembanding, dapat dilihat sistem ketatanegaraan Amerika Serikat
yang bikameral (dua kamar). Di negara tersebut kekuasaan legislatif ada di tangan
Kongres yang terdiri atas dua kamar yaitu The House of Representatives dan
Senates. Kongres terdiri atas The House of Representatives dan Senates. Anggota
The House of Representatives terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota
Senates terdiri atas wakil-wakil negara bagian. Kongres tidak berdiri sebagai
badan tersendiri oleh sebab ia hanya ada berkat gabungan antara anggota The
House of Representatives dan Senates.
Hasil studi IDEA (Institute For Democracy and Electoral Asistance).
Diindikasikan dari 54 negara di Dunia yang dianggap sebagai negara Demokrasi,
sebanyak 32 negara memilih bikameral, sedangkan 22 negara memilih
unikameral. Ini menunjukan di sebagian besar negara menganut paham
demokrasi, beranggapan sistem bikameral lebih cocok. Dari 32 negara yang

15

memiliki sistem bikameral tersebut, 20 dia antaranya adalah negara kesatuan
(Yusuf. 2013). Dengan demikian sistem bikameral tidak hanya berlaku di negar
federal. Negara demokrasi dengan jumlah penduduk besar umumnya memiliki
dua majelis.
Selanjutnya Spektrum negara-negara ASEAN. Tercatat dari 10 negara
anggota ASEAN, diantaranya 7 negara menganut sistem demokrasi dan 3 (Brunei,
Myanmar dan Vietnam) menganut paham yang berdeda. Dari 7 negara yang
menganut sistem demokrasi tersebut, 5 negara menerapkan sistem parlemen
bikameral, ayitu amsing masing Malaysia, Philipina, Kamboja, Thailand (sebelum
kudeta militer) dan Indonesia. Kontrusksi bikameral mencerminkan pandangan
bahwa terdapat dua perwakilan dalam lembaga legislatif di Indonesia yang terdiri
dari:
a. Kamar I
Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) adalah suatu
struktur legislatif yang punya kewenangan membentuk undang-undang. Dalam
membentuk undang-undang tersebut, DPR harus melakukan pembahasan serta
persetujuan bersama Presiden. Fungsi-fungsi yang melekat pada DPR adalah: (1)
fungsi anggaran; (2) fungsi legislasi; dan (3) fungsi pengawasan. Hak selanjutnya
diatur daam UU RI No. 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan
(susduk) MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam menjalankan fungsi-fungsi
tersebut, setiap anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, hak
menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul, dan
hak imunitas.
DPR merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan
politik (political representative) karena menurut Jimly Asshiddiqie fungsi
legislatif berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai
politik. Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui
lembaga ini, masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam
tata kelola negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan sebab itu
bergantung pada kualitas anggota dewan yang dimiliki.
DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan

16

Presiden. Fungsi anggaran adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara bersama Presiden. Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya
pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan
Presiden. Selain itu, Hak DPR selaku Perseorangan meliputi (1) Hak Mengajukan
RUU; (2) Hak mengajukan pertanyaan; (3) Hak menyampaikan usul dan
pendapat; (4) Hak memilih dan dipilih; (5) Hak membela diri; (6) Hak imunitas;
(7) Hak protokoler; dan, (8) Hak keuangan dan administratif. Untuk
melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR
yang terdiri atas: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4)
Badan Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7)
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia
Khusus.
Gambar 1. Didang Kegiatan Komisi pada Badan Perwakilan

17

b. Kamar II
Dewan Perwakilan Daerah (selanjutnya disebut DPD) merupakan kamar
kedua sebagai wakil daerah. Struktur legislatif yang relatif baru dalam sistem
politik Indonesia. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan
umum, dan jumlah anggota DPD di setiap provinsi adalah sama. Namun, Undangundang Dasar 1945 mengatur bahwa jumlah total anggota DPD ini tidak boleh
melebihi 1/3 (sepertiga) jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya satu kali
dalam setahun. Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa awalnya DPD dimaksudkan
sebagai kamar kedua (second chamber, bicameral) Indonesia. Namun, ketentuan
kamar kedua harus memenuhi persyaratan bikameralisme: Kedua kamar samasama punya otoritas menjalankan fungsi legislatif. DPD sama sekali tidak punya
kekuasaan legislatif. Pasal 22D UUD 1945 menyiratkan tidak ada satupun
kekuasaan DPD untuk membuat UU, meskipun berhubungan dengan masalah
daerah.
Sehubungan dengan fungsi di atas mengusulkan, ikut membahas, dan
memberikan pertimbangan DPD juga punya hak untuk mengawasi pelaksanaan
setiap undang-undang berkait masalah di atas. Namun, sebagai hasil pengawasan,
DPD tidak dapat bertindak langsung oleh sebab mereka harus menyampaikan
terlebih dahulu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Dalam konteks pembuatan undang-undang, DPD amat bergantung kepada DPR.
Fungsi DPD adalah mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Selain mengajukan rancangan undang-undang dalam konteks yang telah
disebut, DPD juga ikut serta dalam membahas rancangan undang-undang yang
mereka ajukan ke DPR. Juga, DPD dapat memberikan pertimbangan kepada DPR
atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Kehadiran DPD memberi
alternatif dan solusi atas polapenataan sistem politik yang sentralistik. Sesuai
amanat pertama didirikannya DPD RI yaitu berkeinginan menjadi lembaga yang

18

mengakomodasikan daerah yang sejalan dengan otonomi daerah. Maka dari itu
tugas dan wewenang DPD harus dijalankan sesuai UU RI No 7 Tahun 2009.
Dilain sisi anggota MPR adalah kolektivitas dari seluruh anggota DPR-RI
ditambah seluruh anggota DPD. Hanya anggota DPR-RI dan DPD saja yang
dipilih rakyat secara langsung. MPR merupakan struktur legislatif yang cuma
berkedudukan di tingkat pusat. MPR bersidang sedikitnya 5 (lima) tahun sekali
dan setiap keputusannya diambil dengan suara terbanyak. Tugas dan wewenang
MPR digariskan oleh Pasal 2 UUD 1945 yang meliputi tiga hal yaitu: (1)
Mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar; (2) Melantik Presiden dan
Wakil Presiden; dan (3) Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam
masa jabatan menurut Undang-undang Dasar.
Fungsi MPR yang pertama dan ketiga bukanlah fungsi yang rutin
dilakukan (jarang). Fungsi melantik Presiden dan Wakil Presiden pun sekadar
seremonial, karena MPR sekadar melakukan upacara. Perlu diingat, yang memilih
Presiden dan Wakil Presiden bukan lagi MPR, tetapi rakyat secara langsung.
Sebab itu, MPR tidak dapat menghambat jalannya pelantikan dengan kuorum
kehadiran anggota mereka apalagi jumlah suara yang setuju/tidak setuju
pelantikan tersebut.
E. Yudikatif
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya tiga badang yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Kekuasaan Negara yang absolut (mutlak) yang menguasai seluruh bidang
kehidupan negara sentalistik dalam satu kekuasaan akan melahirkan hasil yang
tidak efektif dan efisien bahkan cenderung menyimpang dari konstitusi dan
peraturan yang berlaku. Untuk itu kenyataan ini mendorong para filosof untuk
mencari solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan agar merata dan tidak
menumpuk pada satu orang atau institusi kekuasaan saja. Pemikiran yang
dilahirkan oleh para filosof tersebut adalah salah satunya berupa teori Trias

19

Politica. Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan negara perlu dilakukan
pemisahan dalam tiga bagian yaitu kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Pemisahan ini ditujukan untuk menciptakan efekstivitas dan evisiensi serta
transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam negara sehingga tujuan nasional suatu
negara dapat terwujud dengan maksimal. Khusus mengenai Yudikatif adalah
fungsi untuk mengadili penyelewengan peraturan yang telah dibuat oleh Legislatif
dan dilaksanakan oleh Eksekutif. Dalam sejarahnya, Indonesia telah mengalami
rotasi pergantian kekuasaan. Ini ditandai dengan adanya masa kekuasaan yang
dikenal dengan tiga masa, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan masa
Orde Reformasi.
Disetiap masa memiliki ciri khas kekuasaan yang berbeda-beda. Dari
perbedaan setiap masa, dapat dilihat cara dalam menerapkan kekuasaannya
terhadap lembaga-lembaga yang terdapat pada masa itu. Kekuasaan Yudikatif
mungkin juga berbeda perananya dalam setiap adanya tiga masa kekuasaan
tersebut. Maka disini kami penulis menulis makalah dengan judul “ Fungsi
Lembaga Yudikatif dalam Sistem Politik Indonesia Masa Orde Baru dan
Reformasi”. Kami hanya mengambil dari dua masa terakhir.
1. Pengertian Badan Yudikatif
Badan Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis-yuridis
yang berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat
independent (bebas dari intervensi pemerintah) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya (Rahman, 2007:215). Badan Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa
tiap negara hukum masih berpegang pada prinsip bebas dari campur tangan Badan
Eksekutif. Tujuannya adalah agar Badan Yudikatif dapat berfungsi dengan baik
demi penegakan hukum dan keadilan serta menjamin Hak Asasi Manusia. Pasal
10 Declaration of Human Rights, memandang kebebasan dan tidak memihaknya
badan-badan pengadilan di dalam tiap-tiap negara sebagai sesuatu hal yang
esensiil. Di beberapa negara jabatan Hakim di angkat untuk seumur hidup.
Contoh, Amerika Serikat dan Indonesia.

20

2. Badan Yudikatif di Indonesia
a. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung Indonesia adalah peradilan yang menganut sistem
kontinental. Dalam sistem tersebut, Mahkamah Agung merupakan pengadilan
kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan
menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang di seluruh wilayah negara
ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang netral dari intervensi
pemerintah (independent). Menurut UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tanggal 17 Desember 1970, antara lain
dalam pasal 10 ayat 2 disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi
(terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu
yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara.
Bahkan Mahkamah Agung merupakan pengawas tertinggi atas perbuatan
Hakim dari semua lingkungan peradilan. Sejak tahun 1970 tersebut Mahkamah
Agung mempunyai organisasi, administrasi, dan keuangan sendiri. Mahkamah
Agung menjalankan tugasnya dengan melakukan 5 fungsi yang sebenarnya sudah
dimiliki sejak Hooggerechtshof, sebagai berikut :
a. Fungsi Peradilan
b. Fungsi Pengawasan
c. Fungsi Pengaturan
d. Fungsi Memberi Nasihat
e. Fungsi Administrasi
Fungsi Peradilan. Pertama, membina keseragaman dalam penerapan
hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali. Kedua, memeriksa dan
memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang
kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan muatannya

21

oleh kapal perang RI. Ketiga, memegang hak uji materiil, yaitu menguji ataupun
menilai peraturan perundangan di bawah undang-undang apakah bertentangan
dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
Fungsi Pengawasan. Pertama, Mahkamah Agung adalah pengawas
tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan. Kedua,
Mahkamah Agung adalah pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para
Hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima,
memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan. Ketiga,
Mahkamah Agung adalah pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris
sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang nomor 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Fungsi Mengatur. Dalam fungsi ini, Mahkamah Agung mengatur lebih
lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila
terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah
Agung. Fungsi Nasehat. Pertama, Mahkamah Agung memberikan nasehat
ataupun pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain.
Kedua, Mahkamah Agung memberi nasehat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.
Fungsi

Administratif.

Pertama,

mengatur

badan-badan

Peradilan

(Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha
Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999. Kedua,
mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja
Kepaniteraan Pengadilan.
Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah sekretariat yang membawahi
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan
Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan dan Pendidikan, serta Badan Urusan
Administrasi. Badan Peradilan Militer kini berada di bawah pengaturan Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
Mahkamah Agung memiliki sebelas orang pimpinan yang masing-masing
memegang tugas tertentu. Daftar tugas pimpinan tersebut tergambar melalui

22

jabatan yang diembannya yaitu: (1) Ketua; (2) wakil ketua bidang yudisial; (3)
wakil ketua bidang non yudisial; (4) ketua muda urusan lingkungan peradilan
militer/TNI; (5) ketua muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara; (6)
ketua muda pidana Mahkamah Agung RI; (7) ketua muda pembinaan Mahkamah
Agung RI; (8) ketua muda perdata niaga Mahkamah Agung RI; (9) ketua muda
pidana khusus Mahkamah Agung RI, dan; (10) ketua muda perdata Mahkamah
Agung RI. Selain para pimpinan, kini Mahkamah Agung memiliki 37 orang
Hakim Agung sementara menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 2004
Mahkamah Agung diperkenankan untuk memiliki Hakim Agung sebanyakbanyaknya enam puluh (60) orang.
b. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir (sifatnya final) atas pengujian undang-undang terhadap UUD 1945,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan
putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden/Wapres diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa penkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak
penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan tercela. Atau, seputar
Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk melanjutkan jabatannya.
Mahkamah Konstitusi hanya dapat memproses permintaan DPR untuk memecat
Presiden dan atau Wakil Presiden jika terdapat dukungan sekurang-kuranya dua
per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah anggota DPR.
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota Hakim konstitusi yang
ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat
Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap anggota.
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi masing-masing menjabat selama 3
tahun.
Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para Hakim
tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai

23

politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3
oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang Hakim
konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali
masa jabatan lagi.
Hingga kini, beberapa perkara telah diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi.
Perkara-perkara tersebut misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 11 tahun
2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan Pemohon Edy
Cahyono, et.al. Perkara lainnya misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 36
tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang nomor 8 tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan. Atau, yang bersangkutan dengan hasil pemilu
seperti Permohonan Keberatan terhadap Penetapan Perhitungan Suara Hasil
Pemilukada Kabupaten Belu Putaran II tahun 2008.
c. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial tidak memiliki kekuasaan Yudikatif. Kendati Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menempatkan pembahasan
mengenai Komisi Yudisial pada Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi
komisi ini tidak memiliki kekuasaan kehakiman, dalam arti menegakkan hukum
dan keadilan serta memutus perkara. Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD
1945, bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan personalia Hakim berupa
pengajuan calon Hakim Agung kepada DPR sehubungan dengan pengangkatan
Hakim Agung. Komisi ini juga mempunyai wewenang dalam menjaga serta
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim. Dengan
demikian, Komisi Yudisial lebih tepat dikategorikan sebagai Independent Body
yang tugasnya mandiri dan hanya berkait dengan kekuasaan Yudikatif dalam
penentuan personalia bukan fungsi yudikasi langsung. Peraturan mengenai
Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2004 tentang
KomisiYudisial.

Komisi

Yudisial

memiliki

wewenang

mengusulkan

pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku Hakim. Dalam melakukan tugasnya,
Komisi Yudisial bekerja dengan cara:
(1) melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
(2) melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

24

(3) menetapkan calon Hakim Agung,
(4) mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
Pada pihak lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat juga
mengajukan calon Hakim Agung, tetapi harus melalui Komisi Yudisial. Dalam
melakukan pengawasan terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima
laporan masyarakat tentang perilaku Hakim, meminta laporan berkala kepada
badan peradilan berkaitan dengan perilaku Hakim, melakukan pemeriksaan
terhadap dugaan pelanggaran perilaku Hakim, memanggil dan meminta
keterangan dari Hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku Hakim, dan
membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan
kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya
disampaikan kepada Presiden dan DPR. Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat, Presiden membentuk
Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur
pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Seorang
anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat dipilih
kembali untuk 1 periode. Selama melaksanakan tugasnya, anggota Komisi
Yudisial tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai pejabat negara lain, Hakim,
advokat, notaris/PPAT, pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS,
pegawai negeri, ataupun pengurus partai politik

25

BAB III KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan antara lain;
1. Dalam sejarah negara, ada tiga fungsi kekuasaan yang dikenal secara
klasik dalam teori hukum maupun politik, yaitu fungsi legislatif, eksekutif,
dan yudikatif. Ini merupakan institusi yang menjalankan fungsi negara.
Satu lembaga hanya boleh menjalankan satu fungsi, dan tidak boleh saling
mencampuri urusan masing-masing dalam arti yang mutlak (sparation of
power).) yang keduanya memiliki arti dan peran penting dalam negara.
2. Konstitusi berarti pembentukan yang dibentuk adalah negara, dengan
demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala
peraturan perundang-undangan tentang negara. Tujuan dari konstitusi
antara lain; 1) Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak
sewenang-wenang. 2) Melindungi Ham maksudnya setiap penguasa
berhak menghormati Ham orang lain dan hak memperoleh perlindungan
hukum dalam hal melaksanakan haknya. 3) Pedoman penyelengaraan
negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita tidak
akan berdiri dengan kokoh.
3. Tugas badan eksekutif menurut ajaran trias po litica yaitu melaksanakan
kebijaksanaanya yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta
menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif.
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Eksekutif Presiden sebagai pemegang
kekuasaan eksekutif mempunyai tugas melaksanakan undang-undang akan
tetapi selain tugas melaksanakan undang- undang presiden juga memiliki
berbagai kekuasaan dan wewenang dalam rangka mencapai tujuan negara.
4. Konstruksi demokrasi di dalam politik indonesia adalah menggunakan
demokrasi perwakilan. Sistem dimana masyarakat indoensia terlibat secara
langsung dalam prose pemilihan. Oleh karena itu esensi penting dalam
perwakilan adalah adanya sekelompok yang berperan besar untuk
mewakilkan kepentingan-kepentingan kecil. Sebagai wakil harus bertindak
sebaga