Definisi Pengendalian Sosial masyarakat adat

A.

Definisi Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial adalah pengawasan dari suatu kelompok terhadap kelompok lain
untuk mengarahkan peran-peran individu atau kelompok sebagai bagian dari masyarakat agar
tercipta situasi, kemasyarakatan sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun pengertian pengendalian sosial menurut para ahli, antara lain sebagai berikut:
1. Rober M. Z. Lawang
Pengendalian sosial adalah semua cara yang dipergunakan suatu masyarakat untuk
mengembalikan si penyimpang pada garis yang normal atau yang sebenarnya.
2. Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial adalah segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak
direncanakan yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga
masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku.
3. Karel J. Veeger
Pengendalian sosial adalah kelanjutan dari proses sosialisasi dan berhubungan
dengan cara-cara dan metode-metode yang digunakan untuk mendorong seseorang
agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat.
4. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh

sekelompok orang atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat bertindak
sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat itu sendiri.
5. Peter L. Berger
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk
menertibkan anggotanya yang membangkang.
6. Bruce J. Cohen
Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk
mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau
masyarakat luas.

B.

Ciri-ciri dan Tujuan Pengendalian Sosial

a. Ciri-Ciri Pengendalian Sosial
1) Suatu cara atau metode atau teknik tertentu untuk menertibkan masyarakat atau
individu.
2) Bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang
terus terjadi di dalam suatu masyarakat.
3) Dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya atau oleh suatu

kelompok terhadap individu dan antara individu dengan individu lainnya.
4) Dilakukan secara timbal balik meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua belah
pihak.

b. Tujuan Pengendalian Sosial

1) Untuk menjaga ketertiban sosial.
Apabila nilai-nilai dan norma-norma sosial dijalankan semua masyarakat, maka
ketertiban sosial dalam masyarakat dapat terpelihara. Salah satu cara menanamkan nilai
dan norma sosial adalah melalui lembaga pendidikan dan keluarga. Melalui lembaga
tersebut anak diarahkan untuk meyakini nilai dan norma sosial.
2) Untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma
sosial di masyarakat.
Dengan adanya pengendalian sosial seseorang atau masyarakat mulai berfikir
(akibatnya) jika akan berperilaku menyimpang.
3) Untuk mengembangkan budaya malu.
Pada dasarnya setiap individu memiliki “rasa malu“, karena rasa malu berhubungan
dengan harga diri seseorang. Harga diri seseorang akan turun jika seseorang melakukan
kesalahan yang melanggar norma-norma sosial di dalam masyarakat. Jika seseorang
melakukan kesalahan maka masyarakat akan mencela. Celaan tersebut menyadarkan

seseorang untuk tidak mengulangi pelanggaran terhadap norma. Jika setiap perbuatan
melanggar norma dicela maka “budaya malu“ akan timbul dalam diri seseorang.

4) Untuk menciptakan dan menegakkan sistem hukum.
Sistem hukum merupakan aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi tegas
yang harus diterima oleh seseorang yang melakukan penyimpangan.

Singkatnya,
Pengendalian sosial bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahanperubahan dalam masyarakat atau bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui
keserasian antara kepastian dengan keadilan.

C.

Bentuk-Bentuk Pengendalian Sosial

Dalam penerapannya, pengendalian sosial mempunyai beberapa bentuk, seperti agama,
pendidikan, Desas-desus atau gossip, teguran, dan hukuman. Lebih jelasnya bentuk-bentuk
pengendalian sosial ada dibawah ini :
a) Agama
Agama merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di

akhirat bagi penganutnya. Oleh karena itu, seseorang yang memeluk suatu agama
dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan yang telah digariskan
dalam ajaran agamanya. Jika seseorang meyakini dan patuh pada agamanya, maka
dengan sendirinya perilakunya akan terkendali dari bentuk perilaku menyimpang.
Setiap pemeluk agama yang taat akan mampu mengendalikan dirinya dari perbuatan
yang dilarang oleh agama, seperti mencuri, berjudi, korupsi, menfitnah, menjelekjelekkan orang lain (menghujat), berzina, dan membunuh.
b) Pendidikan
Pendidikan merupakan pengendalian sosial yang telah melembaga baik di
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan membimbing
seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berguna bagi agama,
nusa dan bangsanya. Seseorang yang berhasil di dunia pendidikan akan merasa kurang
enak dan takut apabila melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang.

Contohnya, dalam menghadapi era globalisasi di mana persaingan bebas akan diikuti
oleh masyarakat internasional, sudah selayaknya seseorang sebagai warga negara harus
menyadari pentingnya pendidikan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia
(SDM) sebagai bekal dalam mengikuti kompetisi atau persaingan dengan bangsa lain.
c) Desas-desus atau gossip
Desas-desus atau gosip merupakan berita yang menyebar secara cepat baik melalui
media massa maupun melalui mulut ke mulut. Desas-desus sering disebut dengan

istilah kabar angin atau kabar burung. Kebenaran berita desas-desus masih diragukan
karena tidak selalu desas-desus berdasarkan fakta atau kenyataan.
Rasa malu yang ditimbulkan oleh desas-desus membuat pelaku penyimpangan sosial
yang didesas-desuskan sadar akan perbuatannya. Dia pun kembali berperilaku sesuai
dengan norma-norma masyarakat. Dia pun akan bertindak lebih berhati-hati dan tidak
mengulangi perbuatannya.
d) Teguran
Teguran atau peringatan diberikan kepada orang yang melakukan penyimpangan
agar pelaku penyimpangan sosial sesegera mungkin menyadari kesalahannya. Teguran
dapat disampaikan secara lisan maupun tulisan. Teguran dalam organisasi formal
dilakukan secara bertahap.
Biasanya teguran dilakukan sebanyak tiga kali secara tertulis. Jika teguran demi
teguran tidak diindahkan, maka pelaku pelanggaran akan dikenakan sanksi disiplin.
e) Hukuman
Hukuman adalah sanksi negatif yang diberikan kepada seseorang yang melanggar
peraturan tertulis atau tidak tertulis. Lembaga formal yang berwenang melakukan
hukuman adalah pengadilan. Selain pengadilan, terdapat juga lembaga adat yang
mempunyai wewenang memberikan hukuman. Tetapi, wewenang ini terbatas kepada
masyarakat adatnya saja.
Contoh, pelanggaran terhadap undang-undang, seperti penganiayaan, pembunuhan,

perampokan, korupsi, dan manipulasi. Sedangkan pelanggaran terhadap adat istiadat,
antara lain kumpul kebo dan kawin lari.

D. LEMBAGA PENGENDALIAN SOSIAL
Umumnya, warga masyarakat mendambakan ketertiban keamanan. Namun, dalam
kenyataan, selalu ada saja kemungkinan terjadinya gangguan terhadap ketertiban dan
keamanan masyarakat. Seperti sudah di bahas di atas, kenyataan masyarakat selalu di warnai
oleh perilaku menyimpang. Baik itu penyimpangan biasa maupun berupa perbuatan
kejahatan. Untuk menanggulangi itu semua, maka di perlukan adanya lembaga pengendalian
sosial.
1. Pengertian dan Fungsi Lembaga Pengendalian Sosial
Lembaga pengendalian sosial sering disebut juga lembaga control Sosial (social
control ). Ada berbagai definisi yang di kemukakan para pakar mengenai apa itu lembaga
pengendalian sosial. Beberapa definisi tersebut, antara lain sebagai berikut.

Lembaga pengendalian sosial adalah segala proses, baik yang direncanakan maupun
tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga – warga masyarakat
agar mematuhi kaidah – kaidah dan nilai – nilai sosial yang berlaku. (Joseph S. Roucek )
Lembaga pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk
menertibkan anggota – anggotanya yang membangkang. ( peter L. Berger )

Lembaga pengendalian sosial adalah berbagai sarana untuk mendorong warga
masyarakat agar bersedia mematuhi norma – norma yang berlaku.(John J. Macionis)
Lembaga pengendalian sosial adalah segala usaha dari kelompok atau masyarakat
untuk mengatur perilaku anggotanya agar sesuai dengan norma – norma yang
berlaku. ( Craig Calhoun, Donald Light, dan Suzanne Keller )
Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat dikatakan bahwa hakikat dari lembaga
pengendalian sosial adalah berbagai upaya yang dilakukan kelompok atau masyarakat
untuk membuat anggota – anggotanya bersedia mematuhi norma – norma yang berlaku
dalam kelompok atau masyarakat yang bersangkutan.
Lembaga pengendalian sosial berfungsi untuk mewujudkan dn menjaga keseimbangan
antara perubahan dan stabilitas masyarakat. Adapun tujuan lembaga pengendalian sosial
adalah terwujudnya kedamaian dan ketertiban dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
2. Cara, Sifat, dan Subjek dalam Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial bisa dipahami dari berbagai dimensi, antara lain, berdasarkan
sifatnya (preventif dan represif ), cara pelaksanaannya (persuasive dan koersif ), dan
jumlah pelaku serta sasaran yang dituju (perorangan dan kelompok ).

1) Cara pengendalian Sosial
Dilihat dari dimensi cara pelaksanaannya, pengendalian sosial bisa di
bedakan atas pengendalian sosial yang dilaksanakan secara persuarsif dan

pengendalian sosial yang dilakukan secara koersif.
 Cara Persuasif
Cara persuasif merupakan upaya pengendalian sosial yang dilakukan dengan
menekankan pada tindakan yang sifatnya mengajak atau membimbing warga
masyarakat agar bersedia bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Cara
persuasif cenderung menekankan pada upaya penyadaran msyarakat. Contoh,
sejumlah artis membagikan bunga sebagai ajakan untuk mewujudkan perdamaian ;
seorang guru Bimbingan dan Penyuluhan ( BP ) menegur dan menasihati seorang
siswa yang tertangkap basah merokok di sekolah.

 Cara Koersif
Cara koersif merupakan upaya pengendalian sosial yang dilakuan dengan
menekankan pada tindakan yang sifatnya memaksa warga masyarakat agar bersedia
bertindak sesuai dengan norma yang berlaku. Cara koersif cenderung menekankan
pada berbagai upaya pemaksaan masyarakat. Upaya ini semestinya digunakan
seminimal mungkin, yaitu bila upaya persuasif tidak memberikan hasil. Contoh,
petugas ketertiban kota memerintahkan dengan pengeras suara agar semua PKL
tidak berdagang di tempat yang dilarang ( tekanan), namun kemudian petugas
ketetiban kota mengangkut lapak yang digunakan para pedagang kaki lima yang
berdagang di tempat – tempat terlarang. Hal itu dilakukan karena peringatan yang

telah diberikan beberapa kali tidak di indahkan.

2) Sifat Pengendalian Sosial
Berdsarkan sifatnya, pengendalian sosial terdiri dari upaya preventif . Berikut
keterangan ringkas mengenai pengertian dan contoh dari kedua upaya tersebut.
 Upaya preventif
Upaya preventif adalah berbagai upaya pengendalian sosial yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan terhadap kedamaian dan ketertiban
masyarakat. Upaya – upaya preventif dilakukan misalnya melalui proses sosialisasi.
Contoh, iklan layanan masyarakat yang berisi ajakan untuk menciptakan pemilu
yang damai.
 Upaya represif

Upaya represif adalah berbagai upaya pengendalian sosial yang dilakukan untuk
mengembalikan kedamaian dan ketertiban masyarakat yang pernah terganggu.
Upaya – upaya represif dilakukan dalam bentuk pemberian sanksi kepada warga
masyarakat yang menyimpang atau melanggar norma yang berlaku.Contoh:
penjatuhan pidana penjara kepada pelaku korupsi.
3) Pelaku dan Sasaran Pengendalian Sosial
Sedangkan, bila dilihat berdasarkan jumlah pelaku dan sasaran yang dituju, upaya

pengendalian sosial terdiri atas beberapa hal berikut ini.
Pengendalian sosial yang dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya. Contoh,
seorang guru memperingatkan seorang siswa yang kedapatan membolos.
Pengendalian sosial yang dilakukan oleh individu terhadap kelompok. Contoh,
seorang polisi memperingatkansekolompokk remaja yang tidak menggunakan helm
ketikamengendarai sepeda motor di jalan raya.
Pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok terhadap individu. Contoh,
beberapa orang polisi yang memperingatkan seorang sopir agar tidak menjalankan
kendaraannya melebihi batas kecepatan yang diperkenankan.
Pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok terhadap kelompok lain. Contoh,
penyuluhan yang dilakukan oleh sejumlah rerlawan kepada para siswa agar
menghindarkan diri dari pengendaraan dan pemakaian narkoba.

3. Jenis – Jenis Lembaga Pengendalian sosial
Ada berbagai jenis lembaga pengendalian sosial yang berfungsi untuk mencegah dan
mengatasi perilaku menyimpang. Lembaga pendidikan sosial tersebut meliputi gosip,
teguran, hukuman, pendidikan, dan agama. Berikut keteranga ringkas mengenai keenam
jenis lembaga pengendalian sosial tersebut.
 Gosip
Gosip sering disebut juga desus – desus atau kabar buruk. Gosip merupakan berita

yang menyebar belum tentu/tanpa berlandaskan pada kenyataan atau fakta. Dengsn
demikian, gosip bisa saja benar, namun bisa pula salah. Jadi, berita dalam gosip masih
diragukan kebenarannya. Sebab, seringkali berita dalam gosip tidak jelas sumbernya.
Pada umumnya gosip muncul bila pernyataan secara terbuka tidak mungkin
dilontarkan. Oleh sebab itu, berita kemudian tersebar melalui mekanisme pembicaraan
antar orang. Melalui mekanisme seperti itu, berita akan tersebar dengan cepat. Apalagi
bila berita itu menarik. Misalnya, berita mengenai orang yang menjadi pusat perhatian
public (public figure). Para tokoh politik maupun artis pada umumnya menjada sasaran
empuk gosip. Contoh, seorang pejabat kejaksaan Agung pernah digosipkan membli

sebuah rumah mewah dengan uang hasil korupsi, ada gosip bahwa munir dibunuh olrh
sebuah komplotan yang melibatkan oknum intelijen.
Pada umumnya, orang tidak senang bila menjadi sasaran gosip. Sebab, gosip
menyebabkan perubahan sikap masyarakat terhadap orang yang menjadi sasaran gosip.
Oleh karena itu, orang akan berusaha agar tidak menjadi sasaran gosip. Gosip
menjadikan seorang menyadari kesalahannya, lalu berusaha bertindak sesuai norma
yang berlaku. Dengan demikian, gosip bisa menjadi salah satu cara pengendalian sosial.
Namun, gosip pada umumnya tidak bisa berfungsi efektif sebagain pengendalian
sosial. Apalagi, bila tidak didukung dengan budaya malu.
 Teguran
Teguran adalah peringatan yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain.
Teguran itu bisa dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, seseorang kepada
kelompok lain, satu kelompok kepada seseorang, atau dari kelompok kepada kelompok
lain. Teguran bisa dilakukan secara lisan dan / atau secara tertulis.
Tujuan dari teguran adalah menyadarkan pihak yang melakukan perilaku
menyimpang. Sehingga dengan demikian, diharapkan pihak tersebut tidak akan
mengulangi tindakannya.
Dalam hubungan – hubungan yang bersifat informal, biasanya teguran dilakukan
secara informal pula. Artinya, teguran tersebut tidak mengikuti tata cara atau prosedur
tertentu. Akan tetapi, dalam hubungan – hubungan yang bersifat formal, teguran
biasanya dilakukan dengan prosedur tertentu. Misalnya, dilakukan teguran secara lisan
diindahkan, maka bisa dilanjutkan dengan pemberian sanksi tertentu.
Contoh, seorang fungsionaris partai memproleh teguran keras dari Dewan Pimpinan
Pusat partai karena melakukan tindakan yang memperburuk citra partai, seorang
anggota fraksi di DPR memproleh teguran dariketua fraksinya karena sering mangkir
dalam persidangan – persidangan DPR.
 Hukuman / Sanksi
Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan
atau menimbulkan penderitaan,yang diberikan kepada pihak pelaku perilaku
kenyimpang. Hukuman semestinya diberikan sebanding denga kualitas penyimpangan
yang dilakukan.
Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya,
pemberian hukum dilakukan oleh pihak – pihak yang berwenang. Siapakah yang
dimaksud sebagai pihak yang berwenang, sangat tergantung pad konteks persoalannya.
Misalnya, dalam konteks kehiupan dikantor, maka pihak berwenang adalah atasan.
Dalam konteks kehidupan sosial, pihak yang berwenang memberikan hukuman
misalnya polisi atau pengadilan.

Demikian pula, pemeberian hukuman tidak boleh dilakukan sembarangan tau sesuka
hati. Pada prinsipnya hukumanan harus diberikan setimpal dengan kualitas kesalahan.
Lembaga peradilan bisanya telah mangatur mekanisme pemberian hukuman.
Fungsi dari hukuman, setidaknya ada dua yaitu :
Menyadarkan pelaku perilaku menyimpang sehingga tidak melakukan perilaku
menyimpang lagi.
Memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku mrnyimpang, bila
bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan hukuman.

Contoh: TS dihukum 18 bulan penjara dan kewajiban membayarganti rugi sebesar
30,68 milyar rupiah dalam kasus ruislag Bulog – Goro. Sementara itu, R G1, mitra
bisnis TS, dihukum dengan hukuman penjara selama 18 bulan dan kewajiban
membayar ganti rugi sebesar 7,67 milyar rupiah.
 Pendidikan
Pendidikan merupakan lembaga pengendalian sosial yang penting. Karena melaluin
pendidikan, seseorang menjadi tau, memahami, mengakui, dan bersedis berperilaku
sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Tanpa ada pendidikan, maka itu
semua tak mungkin terrjadi. Orang tak akan tau, apalagi memahami, mengakui, dan
bersedia berperilaku sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pendidikan tidak hanya berlangsung disekolah. Pendidikan juga berlangsung dalam
keluarga dan masyaraka. Demikianlah, keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan
agen pendidikan yang penting. Fungsi pendidikan sebagai lembaga pengendalian sosial
agar berjalan dengan baik mana kala ada sinergi antara pendidikan yang berlangsung
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam kenyataan, tidaklah mudah mewujudkan sinergi antara pendidikan dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang diajarkan dalam keluarga dan disekolah,
tak jarang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendidikan yang berlangsung
dalam masyarakat.
Sebagai contoh, dalam keluarga dan disekolah seorang anak dididik untuk mengasihi
sesamanya dan berperilaku santun. Namun demikian, begitu banyak media massa cetak
maupun elektronik ( sebagai salah satu agen pendidikan masyarakat) justru menyajikan
secara vulgar dan eksesif berbagai bentuk kekerasan dan perilaku seronok. Sehingga,
sang anak ataupun orang yang menerima sosialisasi dapat merasa bingung karena
dihadapkan dengan dua hal yang bertentangan. Internalisasi yang membingungkan ini
bisa membuat orang memilih nilai yang sebenarnya tidak disukai masyarakat.
Akibatnya, pengendalian sosial menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah

salah satu masalah serius pendidikan dalam kaitannya dengan salah satu fungsinya
sebagai lembaga pengendalian sosial.
 Agama
Bagi umat beragama, agama memberikan pedoman hidup. Baik dalam berhubungan
dengan Tuhan, sesama, dan dengan alam. Agama mengajarkan apa yang baik, yang
harus dilakukan. Demikian pula, agama menunjukkan apa yang jahat, yang harus
dijauhi. Agama memberikan perintah untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat
jahat. Orang yang bersedia mematuhi perintah agama disebut sebagai orang yang
bertakwa.
Persoalannya, tidak banyak orang yang menjalankan agama secara substanrif.
Menurut banyak tokoh agama, masih begitu banyak warga masyarakat yang beragama
secara formalistic. Artinya, orang merasa puas kalau sudah melakukan Hal – hal yang
formal, misalnya, bersembahyang. Ini merupakan kebalikan dari keberagaman
substantive. Akibatnya, meskipun orang tampakberagama dengan khusuk, namun
kehiupannya yang sesungguhnya, masih saja diwarnai dengan perilakumenyimpang.
Itulah sebabnya, di Indonesia agama belum mampu berdampak efektifterhadap
pengendalian sosial. Tak jarang, agama bukannya dijalankan dengan tulus, tetapi justru
dipakaisebagai alat untuk menyelubungi perilaku menyimpang. Contoh, meskipun
masyarakat indonediadikenal sebagai masyarakat agamis, namun ternyata Indonesia
termasuk salah satu Negara paling korup di dunia. Ini jelas merupakan paradok yang
sangat menyedihkan.
4. Lembaga Sosial Pelaksana Pengendalian Sosial
Di dalam masyarakat, dikenal adanya lembaga sosial yang berperan penting dalam
melaksanakan pengendalian sosial. Beberapa di antara lembaga tersebut adalah kepolisian,
peradilan, adat, dan tokoh masyarakat.

 Kepolisian
Di Indonesia, keberadaan kepolisian secara konstitusional diatur dalam pasal 30 ayat
4 UUD1945. Di sana dinyatakan: “Kepolisian Negara Repuplik Indonisia sebagai alat
Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan Hukum”.
Adapun tugas dan wewenang kepolisian indonisia diatur lebih lanjut dalam UUD
No. 28 tahun 1997 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurut Undang –
undang tersebut, tugas utama polisi adalah:
Sebagai alat Negara penegak hukum, memelihara serta meningkatkan tertib hukum.

Sebagai pengayom, memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat
bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang – undangan.
Bersama – sama dengan segenap komponen pertahanan dan keamanan Negara
lainnya, membina ketenteraman masyarakat dalam wilayah Negara guna mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat.
Membimbing masyarakat demi terciptanya kondisi yang menunjang
terselenggaranya usaha dan kegiatan mewujudkan keamanan dan ketertiban
masyarakat.

Meskipun masih banyak kekurangan di sana sini, lembaga kepolisian di Indonesia
menampakkan diri semakin professional. Hal ini misalnya ditunjukkan oleh
kesigapannya dalam membongkar sebagian jaringan terorisme di Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir.

 Peradilan
Lembaga peradilan berfungsi memberikan putusan hokum kepada warga masyarakat
yang melakukan pelanggaran terhadap norma-norma hokum. Peradilan juga membuat
keputusan mengenai penyelesaian perselisihan antara dua pihak. Putusan peradilan
sangat penting artinya dalam menyelesaikan persoalan hukum. Melalui putusan
peradilan, menjadi jelas status hokum dari sebuah persoalan hokum. Dengan kata lain,
putusan peradilan memberikan kepastian hokum kepada masyarakat.
Dalam praktiknya, dalam membuat keputusan, lembaga peradilan selain berpegang
pada hokum tertulis juga mempertimbangkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Adapun nilai-nilai yang dipertimbangkan itu antara lain adalah nilai keadilan, nilai
kepatutan dan nilai kesusilaan.
Saat ini, lembaga peradilan di Indonesia sedang dalam ujian berat. Tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini sangat rendah. Itu terjadi karena lembaga
peradilan tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Orang mengatakan,
bahwa di Indonesia terdapat “mafia peradilan”. Artinya, ada jaringan yang tak
terorganisasi yang menguasai peradilan, sehingga peradilan tak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Lemahnya lembaga peradilan ini tentu saja menjadi salah satu
hal yang membuat lemahnya pengendalian sosial.

 Adat-istiadat
adat istiadat merupakan lembaga sosial yang terdapat di masyarakat yang masih
memegang teguh tradisi. Di Indonesia, masyarakat semacam itu terdapat terutama di

pelosok-pelosok desa. Adat istiadat merupakan system norma yang tumbuh,
berkembang dan dijunjung tinggi oleh masyarakat penganutnya. Adat yang sudah
melembaga dan berlaku turun temurun disebut tradisi.
Warga masyarakat yang melanggar adat atau tradisi, pada umumnya akan dikenakan
sanksi. Sanksi tersebut misalnya berupa pengucilan atau pengusiran dari lingkungan
masyarakat di mana adat istiadat itu berlaku. Meskipun sanksi tersebut tidak tertulis,
namun dapat berfungsi efektif. Hal ini disebabkan karena adat istiadat dihormati oleh
warga masyarakat.
Di Indonesia, adat istiadat merupakan pelengkap hokum tertulis. Namun demikian,
dalam kenyataan, peran adat dalam sistem hukum di Indonesia semakin berkurang.
Peran itu semakin tergantikan oleh sistem hukum modern yang cenderung bercorak
positivistic. Dalam arti, menyandarkan diri pada hukum tertulis.

 Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah individu-individu warga masyarakat yang dianggap
memiliki pengaruh atau wibawa tertentu oleh warga masyarakat lainnya. Orang tersebut
biasanya disegani dan dihormati. Tutur kata maupun perbuatannya menjadi salah satu
rujukan warga masyarakat lainnya. Tokoh masyarakat biasanya menjadi tempat tujuan
warga dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Dengan segala kapasitas yang dimilikinya itu, tokoh masyarakat merupakan sosok
yang memiliki peran penting dalam pengendalian sosial. Karena itu, tokoh masyarakat
yang memiliki pengaruh luas, biasanya sangat diharapkan perannya dalam melakukan
pengendalian sosial. Dia diharapkan mampu mencegah terjadinya berbagai perilaku
yang menyimpang, maupun mengatasi berbagai perilaku menyimpang. Diharapkan
dengan demikian, ketertiban masyarakat dapat diwujudkan.

Daftar Pusaka
http://nurainikangean.wordpress.com/2012/11/05/lembaga-pengendalian-sosial/ 08/04/2014
http://belajarpsikologi.com/pengendalian-sosial/ 08/04/2014 http://sukmastc.blogspot.com/2012/05/tujuan-pengendalian-sosial_13.html 08/04/2014 http://sukmastc.blogspot.com/2012/05/ciri-dan-tujuan-pengendalian-sosial.html 08/04/2014 http://sukmastc.blogspot.com/2012/05/definisi-pengendalian-sosial_10.html 08/04/2014
http://infosos.wordpress.com/kelas-x/pengendalian-sosial/ 08/04/2014