STUDI TENTANG KERUSAKAN HUTAN MANGROVE D

STUDI TENTANG KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DI DESA
LUBUK KERTANG KECAMATAN BRANDAN BARAT KABUPATEN
LANGKAT

Oleh:
ZULVITA HERTI NIA SARI
NIM. 071233320031

ABSTRAK

Studi Tentang Kerusakan Hutan Mangrove Di Desa Lubuk Kertang
Kecamatan Berandan Barat. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial UNIMED 2011
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan hutan mangrove
di Desa Lubuk Kertang serta bagaimana dampak kerusakan hutan mangrove
terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan tradisional di Desa Lubuk Kertang
Kecamatan Brandan Barat.
Penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan
Barat Kabupaten Langkat pada bulan Juni 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif
dan yang menjadi populasi dan sampel dalam penenlitian ini adalah seluruh
wilayah hutan mangrove yang berada di Desa Lubuk Kertang Kecamatan

Brandan Barat, tetapi untuk keperluan data-data yang berhubungan dengan
keadaan mangrove sumber datanya adalah kepala keluarga (KK) nelayan yang
berdomisili di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat sebanyak 170 kk.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 15% dari jumlah populasi
yaitu 25 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Keadaan hutan mangrove di
Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat dengan luas kerusakan hutan
mangrove 740 Ha (61,67%) dari luas seluruh hutan mangrove 1200 Ha.
Kerusakan hutan mangrove tergolong kondisi berat 528 Ha (71,35%) dari luas
kerusakan mangrove 740 Ha. (2) Rusaknya hutan mangrove berdampak negatif
bagi nelayan Desa lubuk Kertang karena menyebabkan biota-biota laut semakin
berkurang, Sebelum kerusakan terjadi pendapatan masyarakat nelayan cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun setelah kerusakan terjadi
pendapatan masyarakat nelayan menurun drastis, untuk memenuhi kebutuhannya
saja tidak mencukupi apa lagi untuk menyekolahkan anak-anaknya tidak mampu
karena tingkat pendapatan yang sangat rendah.

Kata kunci

: studi, kerusakan, hutan mangrove


1

PENDAHULUAN
Ekosistem mangrove sebagai
salah satu ekosistem wilayah pesisir
dan lautan sangat potensial bagi
kesejahteraan masyarakat baik dari
segi ekonomi, sosial, dan lingkungan
hidup. Namun semakin hari semakin
kritis ketersediaannya di beberapa
daerah pesisir di Indonesia sudah
terlihat
adanya
pendegradasian
ekosistem
mangrove
akibat
penebangan
mangrove

yang
dilakukan
secara
berlebihan.
Mangrove telah dirubah menjadi
fungsi yang lain di karenakan
berbagai kegiatan pembangunan.
Kecepatan kerusakan hutan
mangrove mencapai ± 530.000
Ha/tahun. Luas hutan mangrove di
Indonesia sekitar 4.251.011 Ha yang
tersebar dibeberapa pulau, seperti
Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa
Tenggara, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Irian. Distribusi hutan
mangrove terbesar terdapat di
Irian/Papua (± 65 %) dan Sumatera

15%)
(WCMC

”World
Conservation Monitoring Centre”,
1992). Tetapi, lebih dari setengah
hutan mangrove yang ada (57,6%),
ternyata dalam kondisi rusak parah,
diantaranya 1,6 juta Ha dalam
kawasan hutan dan 3,7 juta Ha di
luar kawasan hutan. Luas hutan
mangrove di pulau Sumatra ±
657.000 Ha, dari total ini sekitar 30%
(± 200. 000 Ha) dijumpai di propinsi
Sumatra Utara. (Sunarto, 2008).
Kerusakan ekosistem hutan
mangrove di pesisir Sumatera
semakin cepat. Sehingga banyak
yang
tidak
berfungsi
lagi
sebagaimana mestinya. Kerusakan


ini sebagian disebabkan oleh tekanan
penduduk dalam memanfaatkan
lahan hutan mangrove untuk usaha
pertambakan,
persawahan,
dan
pemukiman. Keadaan semakin parah
sejak pengalihan fungsi lahan
mangrove menjadi perkebunan sawit
yang
dilakukan
oleh
warga
(pengusaha) menjadi lahan sawit
Hutan mangrove yang berada
di Desa Lubuk Kertang Kecamatan
Brandan Barat dari tahun 2005
sampai tahun 2010 mengalami
kerusakan yang terus menerus

terjadi,
Pada tahun 2010 luas
mangrove yang ada di Desa Lubuk
Kertang seluas 1200 Ha. Kondisi ini
menyebabkan kawasan mangrove
menjadi perhatian yang serius.
Peningkatan jumlah penduduk dan
kebutuhan ekonomi tak menutup
kemungkinan bagi pembukaan lahan
yang lebih besar untuk tambak.
Ironisnya, pembukaan di wilayah itu
dengan melakukan konversi lahan
lainnya, seperti hutan mangrove
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berlokasi di
Desa Lubuk Kertang Kecamatan
Brandan Barat. Adapun alasan
penulis mengambil daerah ini
sebagai lokasi penelitian adalah:Desa
Lubuk Kertang Kecamatan Brandan

barat yang terletak di daerah pesisir
dengan tepi pantai yang berlumpur
sehingga banyak pohon mangrove
yang tumbuh disana membentuk
ekosistem hutan mangrove seluas
1200 Ha (Kepala Desa Lubuk

2

kertang, 2010) dan sepanjang
pengetahuan penulis belum pernah
dilakukan penelitian yang sama di
daerah ini.
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh wilayah hutan
mangrove yang berada di Desa
Lubuk Kertang Kecamatan Brandan
Barat yang telah rusak, tetapi untuk
keperluan
data-data

yang
berhubungan
dengan
keadaan
mangrove sumber datanya adalah
kepala keluarga (KK) nelayan yang
berdomisili di Desa Lubuk Kertang
Kecamatan Brandan Barat sebanyak
170 kk. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini sebanyak 15% dari
jumlah populasi yaitu 25 orang.
Penelitian ini merupakan
penelitian deskriftif dengan variabel
penelitian terdiri dari kerusakan
hutan mangrove dan dampak
terhadap
ekonomi
masyarakat
nelayan tradisional. Untuk mendapat
data yang diperlukan pada penelitian

ini, digunakan teknik pengumpul
data yaitu wawancara (Interview)dan
Observasi (Ranting Scale).
Teknik analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis deskriptif
yaitu dengan menganalisis dan
menguraikan serta menyajikan data

No
1
2
3

secara sistematis kemudian dibantu
dengan perhitungan persentase dan
tabel frekuensi yang dilengkapi
dengan kategori data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Keadaan Hutan Mangrove di

Desa Lubuk Kertang
Dalam analisis data pada bab
ini akan diuraikan pokok bahasan
bagaimana keadaan hutan mangrove
yang ada di Desa Lubuk Kertang dan
dampak kerusakan hutan mangrove
terhadap sosial ekonomi masyarakat
nelayan tradisional. Berdasarkan
hasil penelitian di lapangan kondisi
hutan mangrove di Desa Lubuk
Kertang mengalami kerusakan yang
sangat
parah,
dengan
upaya
pemerintah
setempat
dalam
melaksanakan pemeliharaan hutan
mangrove dengan sistem tebang

pilih. Akan tetapi karena kurangnya
kesadaran
masyarakat
bahwa
pentingya hutan mangrove dalam
ekosistem menyebabkan program
yang dilaksakan pemerintah tidak
berjalan dengan lancar. Luas hutan
mangrove yang ada di Desa Lubuk
Kertang pada tahun 2010 adalah
1200 Ha. Kondisi hutan mangrove di
Desa Lubuk Kertang dapat dilihat
pada tabel 1.

Tabel 1. Kondisi Hutan Mangrove Di Desa Lubuk Kertang
Tingkat Kondisi
Luas (Ha)
Persentase (%)
Baik
Sedang
Rusak

235
225
740

Jumlah
1200
Sumber: Kantor Desa Lubuk Kertang, 2011

3

19,58
18,75
61,67
100,00

Dilihat dari tabel 1 dapat diketahui
bahwa terdapat tiga kondisi hutan
mangrove di Desa Lubuk Kertang,
yaitu (1) kondisi baik sekitar 235 Ha
(19,58%) yang dimana persentasi
penutupan vegetasi hutan mangrove
di lahan kawasan hutan mangrove ≥
75% dan kerapatan pohon mangrove
≥ 1500 Pohon/Ha; (2) kondisi sedang
sekitar 225 Ha (18,75%) yang
dimana
persentasi
penutupan

No
1
2
3

vegetasi hutan mangrove di lahan
kawasan ekosistem hutan mangrove
≥ 50% - < 75% dan kerapatan pohon
mangrove ≥ 1000 - < 1500
Pohon/Ha; dan (3) kondisi rusak
sekitar 740 Ha (61,67%) yang
dimana
persentasi
penutupan
vegetasi hutan mangrove di lahan
kawasan ekosistem hutan mangrove
< 50% dan kerapatan pohon
mangrove < 1000 Pohon/Ha.

Tabel 2. Luas Lahan Kawasan Hutan Mangrove
Menurut Tingkat Kerusakan Di Desa Lubuk Kertang.
Tingkat Kerusakan
Luas (Ha)
Persentase (%)
Ringan
Sedang
Berat

72
140
528

9,73
18,92
71,35

Jumlah
740
100,00
Sumber: Kantor Desa Lubuk Kertang, 2011
Dilihat dari tabel 2 dapat
a. Pemanfaatan
Sumberdaya
diketahui bahwa terdapat tiga tingkat
Ekosistem Hutan Mangrove
kerusakan hutan mangrove di Desa
Pemanfaatan
sumberdaya
Lubuk Kertang, yaitu (1) kerusakan
ekosistem hutan mangrove oleh
ringan sekitar 72 Ha (9,73%) yang
pemduduk di Desa Lubuk Kertang
dimana
persentasi
penutupan
Kecamatan Brandan Barat dapat
vegetasi hutan mangrove di lahan
diketahui dari hasil wawancara
kawasan hutan mangrove < 50% dan
kepada responden dari sampel
kerapatan pohon mangrove < 1000
penelitian yang berjumlah 25 Kepala
Pohon/Ha; (2) kerusakan sedang
Keluarga (KK) di
Desa Lubuk
sekitar 140 Ha (18,92%) yang
Kertang Kecamatan Brandan Barat.
dimana
persentasi
penutupan
Menurut
hasil
jawaban
vegetasi hutan mangrove di lahan
responden dari sampel penelitian
kawasan hutan mangrove < 30% dan
mengenai pemanfaatan sumberdaya
kerapatan pohon mangrove < 600
hutan mangrove, maka jawaban
Pohon/Ha; dan (3) kerusakan berat
responden
yang
memanfaatkan
528 Ha (71,35%) yang dimana
sumberdaya
hutan
mangrove
persentasi penutupan vegetasi hutan
sebanyak 25 KK (100%). Hal ini
mangrove
di
lahan
kawasan
berarti responden dari sampel
ekosistem hutan mangrove < 10%
penelitian
ternyata
semua
dan kerapatan pohon mangrove <
memanfaatkan sumberdaya hutan
200 Pohon/Ha.
mangrove di Desa Lubuk Kertang
Kecamatan Brandan Barat.

4

KK (100%). Hal ini berarti
responden sangat membutuhkan
mangrove untuk biota-biota laut yang
ada di kawasan hutan mangrove.

b. Bagian Yang Dimanfaatkan Dari
Sumberdaya Hutan Mangrove
Menurut
hasil
jawaban
responden dari sampel penelitian
mengenai bagian yang dimanfaatkan
dari sumberdaya hutan mangrove,
maka jawaban responden yang
memanfaatkan pohon mangrove
(kayu, buah, biji dan akar) sebanyak
5 KK (20%), jawaban responden
yang memanfaatkan biota laut yang
terdapat di dalam ekosistem hutan
mangrove sebanyak 20 KK (80%).
Hal ini berarti responden dari sampel
penelitian ternyata lebih dominan
memanfaatkan biota laut yang
terdapat di dalam ekosistem hutan
mangrove.

e. Kerusakan Hutan Mangrove
Mempengaruhi Pendapatan Nelayan
Tradisional
Menurut
hasil
jawaban
responden dari sampel penelitian
mengenai kerusakan hutan mangrove
mempengaruhi pendapatan nelayan
maka jawaban responden sebanyak
25 KK (100%) menyatakan sangat
mempengaruhi. Jika hasil tangkap
mereka berkurang maka pendapatan
mereka juga berkurang dari hasil
tangkap mereka tersebut.
f. Perubahan Lahan Mangrove
Menjadi
Tambak
Maupun
Perkebunan Sawit
Menurut
hasil
jawaban
responden dari sampel penelitian
mengenai perubahan lahan mangrove
menjadi tambak maupun perkebunan
sawit maka jawaban responden
sebanyak
25
KK
(100%),
menyatakan
kecewa
dengan
berubahnya lahan mangrove menjadi
perkebunan sawit maupun tambak.
Rusaknya hutan mangrove yang ada
di Desa Lubuk Kertang akibat dari
penebangan liar untuk bahan baku
arang dan sebagian kawasan hutan
mangrove telah berubah fungsi
menjadi areal pertambakan, dan
perkebunan sawit.
Dari hasil penelitian di
lapangan Desa Lubuk Kertang terdiri
dari lima dusun yaitu dusun Janggus,
Paluh tabuhan, Tepi gandu, Alur
lebah, dan kelapa enam. Dari kelima
dusun tersebut hutan mangrove yang

c.
Penyebab Kerusakan Hutan
Mangrove
Menurut
hasil
jawaban
responden dari sampel penelitian
mengenai penyebab kerusakan hutan
mangrove, maka jawaban responden
terjadinya eksplotasi sebanyak 20
KK (80%), jawaban responden
pembukaan lahan mangrove untuk
tambak maupun perkebunan sawit 5
KK (20%). Hal ini berarti responden
dari sampel penelitian ternyata lebih
dominan terjadinya eksploitasi hutan
mangrove di Desa Lubuk Kertang.
d. Pengaruh Kerusakan Hutan
Mangrove
Terhadap
Nelayan
Tradisional
Menurut
hasil
jawaban
responden dari sampel penelitian
mengenai pengaruh kerusakan hutan
mangrove
terhadap
nelayan
tradisional sangat mempengaruhi
hasil tangkapan mereka sebanyak 25

5

kerusakan di Dusun II (Paluh
tabuhan) sejumlah 290 Ha, di Dusun
III (Tepi gandu) sejumlah 600 Ha
dan di Dusun IV (Alur Lebah)
sejumlah 75 Ha. dapat dilihat pada
tabel3.

mengalami kerusakan pada Dusun II
(Paluh tabuhan), Dusun III (Tepi
gandu), Dusun IV (Alur lebah).
Tingkat kerusakannya berbeda-beda
dari ketiga dusun tersebut. Hutan
mangrove
yang
mengalami

Tabel 3Kerusakan Hutan Mangrove Di Desa Lubuk Kertang
No
Dusun
Tingkat Kerusakan
Dusun II (Paluh tabuhan)
290 Ha
1
Dusun III (Tepi gandu)
600 Ha
2
Dusun IV (Alur lebah)
75 Ha
3
Sumber : Data Primer, 2011
Dari tabel diatas tingkat
Dusun IV (Alur lebah) akibat dari
kerusakan hutan mangrove di Desa
penebangan liar yang dijadikan
Lubuk Kertang berbeda beda,
perkebunan sawit. Penyempitan
Rusaknya hutan mangrove di Dusun
kawasan sedikit demi sedikit
II (Paluh tabuhan) akibat dari
merubah dari yang indah dan penuh
penebangan liar untuk bahan baku
dengan tangkapan ikan menjadi
arang dan penebangan liar secara
lahan gundul yang tak bermakna.
besar-besaran yang dijadikan areal
Dari hasil penelitian di
perkebunan sawit, Dusun III (Tepi
lapangan jenis hutan mangrove di
gandu) akibat dari penebangan liar
desa Lubuk Kertang dapat di lihat
secara besar-besaran yang dijadikan
pada tabel 4.
areal pertambakan sedangkan di
Tabel 4. Jenis Hutan Mangrove di Desa Lubuk Kertang
No
Nama Dusun
Jenis Mangrove
Dusun II (Paluh Tabuhan)
Rhizopora, Nypa
1
Dusun III (Tepi Gandu)
Nypa
2
Dusun IV (Alur Lebah)
Rhizopora
3
Sumber : Data Primer, 2011
Dari tabel di atas dapat dilihat
digunakan masyarakat itu sendiri.
bahwa jenis mangrove di Dusun II
Mereka memanfaatkan kayu-kayu
umumnya hanya berjenis Rhizopora
mangrove itu sebagai arang bakau
dan Nypa, jenis mangrove di Dusun
untuk memasak dan menyetrika.
III yaitu Nypa, sedangkan di Dusun
Namun
semakin meningkatnya
IV umumnya berjenis Rhizopora.
kebutuhan masyarakat maka semakin
Pada awalnya pemanfaatan
tinggi penggunaan kayu mangrove
hutan mangrove tersebut hanya
tersebut. Sehingga sedikit demi
sebatas keperluan sehari-hari, yang
sedikit kawasan hutan magrove

6

dibuja sebagai pertambakan dan
perkebunan sawit oleh para investor
dan masyarakat setempat. Puluhan,
bahkan ratusan hektare hutan
mangrove dibabat habis. Akibatnya,
tidak ada lagi tempat berlindung bagi
para habitat laut seperti ikan, udang,
kepiting dan hewan laut lainnya
(Rohman, 2011). Hal itu menjadi
permasalahan yang bertambah pelik.
Akibat rusaknya mangrove, para
nelayan
mulai
kesulitan
mendapatkan hasil tangkapannya.
Sementara
selama
ini
mata
pencaharian masyarakat di desa
lubuk kertang sebagai nelayan
tradisional.
Berdasarkan pada Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 201 Tahun 2004 tentang tiga
tingkatan kerusakan ekosistem hutan
mangrove (Dahuri, 1996) yang
dimana dari hasil penelitian luas
kerusakan ekosistem hutan mangrove
di Desa Lubuk Kertang Kecamatan
Brandan Barat lebih dominan
termasuk kerusakan berat sebesar
528 Ha (71,35%) dengan persentasi
penutupan vegetasi hutan mangrove
di lahan kawasan ekosistem hutan
mangrove kurang dari 10% dan
kerapatan pohon mangrove kurang
dari 200 Pohon/Ha. Sehingga
kerusakan ekosistem hutan mangrove
yang termasuk tingkat berat di Desa
Lubuk Kertang dapat mengakibatkan
kehidupan fauna yang berhabitat
disana terancam bahaya. Selain itu
apabila terjadi pasang besar dari
perairan Selat Malaka, Brandan
Barat terancam banjir besar.

No

2. Keadaan Sosial Ekonomi
Tekanan terhadap kawasan
mangrove secara umum disebabkan
oleh faktor sosial ekonomi, faktor
alam dan faktor kebijakan. Faktor
yang paling dominan sebagai faktor
penyebab tekanan terhadap kawasan
mangrove adalah faktor sosial
ekonomi.
Kebutuhan
akan
penghidupan dan kebutuhan seharihari menjadi alasan penyebab
tekanan terhadap kawasan mangrove
terus berlanjut.
Mata pencaharian tangkap
ikan lepas pantai merupakan
pekerjaan utama yang dilakukan
masyarakat pesisir (nelayan) atau
masyarakat tempatan (masyarakat
tempatan adalah penduduk yang
tinggal di pantai dan sekitarnya, baik
pendatang maupun peduduk asli).
Ada tiga sasaran lokasi tempat
penangkapan ikan, pertama, area
pesisir dan muara sungai; kedua
hamparan terumbu karang dan ketiga
laut dalam. Nelayan memilih
kawasan terumbu karang sebagai
lokasi tangkapan karena merupakan
tempat perlindungan dan bertelur
ikan atau udang. Selain itu juga, di
lahan tersebut relatif terlindung dari
pengaruh angin terutama saat musim
angin Utara dan perairan yang cukup
jernih.
a.
Profil
Sosial
Ekonomi
Masyarakat Desa Lubuk Kertang
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai pendidikan responden di
Desa Lubuk Kertang dapat dilihat
pada tabel 5.

Tabel 5.Pendidikan responden
Pendidikan Responden
Frekwensi (jiwa)

7

Persentase %

1
2
3

SD
SMP
SMA

18
2
5
25

Jumlah
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan data tabel di atas
maka diketahui pendidikan sekolah
dasar sebanyak 18 orang ( 72,00%),
tingkat pendidikan SMP sebanyak 2
orang (8,00%), sedangkan tingkat
SMU sebanyak 5 orang ( 20,00%)
Dengan memperhatikan data
tersebut,
tingkat
pendidikan
masyarakat nelayan masih tergolong
rendah yaitu berada pada tingkat SD
sebesar 72,00%. Dengan tingkat
pendidikan
yang
rendah
ini

No
Umur
1 30 – 39
2 40 – 49
3 50 – 59
Jumlah
Sumber : Data Primer 2011

masyarakat nelayan hanya bekerja
sebagai nelayan saja.

b. Karakteristik Umur Responden
Umur
merupakan
karakteristik pokok yang selalu
digunakan dalam memperhitungkan
demografi, pengelompokan umur
penting
digunakan
untuk
menganalisa angkatan kerja. Hasil
penelitian mengenai umur responden
di Desa Lubuk Kertang dapat dilihat
pada tabel 6.
Tabel 6.Umur Responden
Frekuensi
Persentase
5
20,00
18
72,00
2
8,00
25
100,00

Dari hasil data di atas
mnunjukkan bahwa usia tertinngi
adalah antara 40 – 49 sebanyak 18
orang (72,00%), usia antara 30 – 39
sebanyak 5 orang (20,00%), dan
ditutupi oleh usia antara 50 – 59
sebanyak 2 orang (8,00%). Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata usia
responden merupakan usia yang
masih produktif dan mampu untuk
melakukan aktivitas bekerja dalam
memenuhi
kebutuhan
ekonomi
mereka.

No

72,00
8,00
20,00
100,00

c. Status Tempat
Tinggal/Pemukiman
Tempat tinggal atau rumah
mengandung arti sebagai sub bagian
dari perumahan yang merupakan
satuan yang melibatkan berbagai
unsur kebudayaan yang berwujud
sebagai suatu kegiatan sosial, politik,
agama, dan sebagainya.
Status kepemilikan tempat
tinggal/rumah responden adalah
milik sendiri, menyewa, dan warisan
orang tua. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat
pada
tabel
7.

Tabel 7.Status Kepemilikan Rumah Responden
Status Kepemilikan Rumah
Frekuensi
Persentase (%)

8

1
2
3

Milik Sendiri
Menyewa
Warisan/Milik Orangtua
Jumlah
Sumber : Data Primer 2011

17
5
3
25

Dari tabel di atas dapat
diketahui bahwa responden yang
memiliki rumah sendiri berjumlah 17
orang (68,00 %), hasil warisan orang

68,00
20,00
12,00
100,00

tua berjumlah 3 orang (12,00 %), dan
yang menyewa berjumlah 5 orang
(20,00 %).

Tabel 8.Jenis Rumah Responden
No
Jenis Rumah
Frekuensi
1 Permanen
2
2 Semi permanen
22
3 Kayu
1
Jumlah
25
Sumber : Data Primer 2011
Dari tabel di atas dapat
diketahui bahwa responden memiliki
rumah permanen sebanyak 2 orang
(8,00%), Semi permanen sebanyak
22 orang (88,00 %), dan kayu/bambu
sebanyak 1 orang (4,00%). Data ini
menyatakan bawa jenis rumah
responden sebagian besar adalah
semi permanen yang keadaannya
masih sederhana.

Persentase (%)
8,00
88,00
4,00
100,00

d. Tingkat Pendapatan Responden
Pendapatan
akan
mempengaruhi
keadaan
sosial
ekonomi, begitu juga masyarakat
nelayan Desa Lubuk Kertang. Dalam
hal ini jawaban responden tentang
tingkat pendapatan nelayan sebelum
kerusakan hutan mangrove dan
sesudah terjadi kerusakan hutan
mangrove dapat kita lihat pada tabel
9.

Tabel 9. Tingkat Pendapatan Masyarakat Nelayan Sebelum Kerusakan
Sebelum Kerusakan
No Tingkat Pendapatan (Rp)
Jumlah ( % )
(KK)
1 ≥ 1.500.000
21
84
2 > 1.200.000
4
16
3 < 1.000.000
0
0
Jumlah
25
100
Sumber : Data Primer 2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa
sebelum terjadi kerusakan hutan
mangrove
tingkat
pendapatan
nelayan tiap bulannya ≥ 1.500.000

sebanyak 21 KK (84%), sedangkan
tingkat pendapatan < 1.200.000
hanya
4
KK
(16%).

9

Tabel 10. Tingkat Pendapatan Masyarakat Nelayan Sesudah Kerusakan
No
1
2
3

Tingkat Pendapatan (Rp)

Setelah Kerusakan (KK)

Jumlah ( % )

0
7
18
25

0
28
72
100

≥ 1.500.000
> 1.200.000
< 1.000.000

Jumlah
Sumber : Data Primer 2011
Dari tabel di atas dapat
diketahui bahwa tingkat pendapatan
masyarakat
nelayan
setelah
kerusakan < 1.000.000 sebanyak 18
KK (72%), Sedangkan tingkat
pendapatan nelayan > 1.200.000
hanya 7 KK (28%).
Berdasarkan data tersebut
pendapatan nelayan sebelum terjadi
kerusakan tinggi, setelah terjadi
kerusakan
pendapatan
mereka
rendah. Minimnya penghasilan ini
diakibatkan rusaknya sebagian besar
ekosistem mangrove. Para nelayan di
daerah
itu
sangat
keberatan
pembukaan areal perkebunan kelapa
sawit maupun pembukaan lahan
tambak yang tidak memperhatian
aspek lingkungan. Hal ini berimbas
pada kondisi ekonomi nelayan pesisir
yang mata pencahariannya mengkap
ikan di laut. Berkurangnya hasil
tangkapan menyebabkan melaut
lebih jauh dari pantai sehingga biaya
yang dikeluarkan dan resiko yang
akan ditanggung nelayan pun
semakin besar.
Dengan begitu ada sebagian
masyarakat nelayan yang beralih ke
matapencaharian
lain
karena
pendapatan yang pada awalnya
mencukupi untuk kebutuhan seharihari,sebaliknya akibat kerusakan
mangrove yang semakin parah di
Desa
Lubuk
Kertang
maka

pendapatan mereka untuk memenuhi
kebutuhan tidak tercukupi, oleh
karena itu sebagian nelayan beralih
profesi yang tadinya sebagai nelayan
tradisional beralih ke petani tambak.
Karmin,
salah
seorang
nelayan
mengungkapkan
kesulitannya dalam mencari nafkah
setelah
terjadinya
kerusakan
mangrove. Hasil tangkap mereka
sudah tidak seperti dahulu lagi.
Mereka
menyatakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
belanja
keluarga terasa sangat berat berbeda
sebelum kerusakan terjadi tidak
hanya kebutuhan sehari-hari akan
tetapi mereka juga sanggup untuk
menyekolahkan
anak-anaknya
sampai sekolah menengah keatas.
3. Manfaat Hutan Mangrove
terhadap Nelayan
Penduduk
Desa
Lubuk
Kertang
sebagian
besar
bermatapencaharian sebagai nelayan
yang menggantungkan hidupnya
pada sumber daya alam di laut.
Masyarakat tersebut berprofesi
sebagai
nelayan.
Ada
bermacam-macam nelayan di
Desa Lubuk Kertang bila didasarkan
pada alat yang digunakan untuk
menangkap ikan, Ada nelayan yang
menggunakan
jaring,
cager,
beranjang, pancing,cadong, dan lain-

10

4 . Dampak
Rusaknya
Hutan
Mangrove terhadap Nelayan
di Desa Lubuk Kertang
Hutan
mangrove
sangat
berkaitan erat terhadap nelayan yang
berada Di Desa Lubuk Kertang,
meskipun secara tidak langsung.
Sebagaimana telah dikemukakan
penulis di atas, bahwa h u t a n
mangrove merupakan tempat
ikan-ikan mencari makanan dan
sebagai daerah pemijahan. Ini berarti
bila k e b e r a d a a n hutan mangrove
tidak dijaga dan dilestarikan berarti
akan mengancam kelangsungan
mereka sebagai nelayan. Nelayan
merasakan bahwa penghasilannya
sebagai nelayan semakin tahun
semakin menurun. Salah satu dari
sekian sebab penurunan penghasilan
nelayan tersebut disebabkan semakin
berkurang hutan mangrove yang
berada di Desa Lubuk kertang
semakin berkurang.
Hal
ini
disebabkan antara lain adanya
penggarapan tambak-tambak baru,
penebangan liar yang dilakukan oleh
masyarakat Lubuk Kertang dan
sekitarnya.
Dampak kerusakan hutan
mangrove yang berada di perairan
sangat disadari nelayan Desa Lubuk
Kertang. Hal ini terbukti dari
jawaban responden yang diberikan
oleh nelayan Desa Lubuk Kertang.
Semua sampel responden atau 100 %
sampel
responden
mengatakan
bahwa dampak kerusakan hutan
mangrove bagi nelayan di Desa
Lubuk
Kertang
buruk
karena populasi biota laut semakin
berkurang dan 50% responden
menambahkan bahwa
kerusakan
hutan mangrove sering menyebabkan
terjadi banjir dan jebolnya tambaktambak sehingga pendapatan ikan
maupun kepiting menurun.
Pengaruh Kerusakan Hutan
Mangrove terhadap Penghasilan

lain. Mengingat laut merupakan
sumber
penghasilan
bagi
masyarakat Desa Lubuk Kertang,
masyarakat desa Lubuk Kertang
sangat bergantung pada ketersediaan
ikan yang berada di perairan Desa
Lubuk Kertang sebagai tempat untuk
mendapatkan ikan. Ketersediaan
ikan-ikan itu berkaitan erat dengan
adanya hutan mangrove karena hutan
mangrove sebagai daerah mencari
makanan (feeding ground) dan
daerah pemijahan (spawning ground)
b e r m a c a m biota perairan (ikan,
udang dan kerang-kerang) baik
yang hidup di perairan pantai
maupun lepas pantai. Nelayan desa
Lubuk Kertang menyadari betul
manfaat
hutan
mangrove b a g i
kelangsungan
d i r i n ya
s e b a g a i nelayan. Sebab hutan
mangrove merupakan tempat ikanikan mencari makanan dan sebagai
daerah pemijahan. Ini berarti bila
keberadaan hutan mangrove tidak
dijaga dan dilestarikan berarti akan
mengancam kelangsungan mereka
sebagai nelayan. Lebih-lebih mereka
itu masih nelayan tradisional. Hal ini
dapat dilihat dari jawaban responden.
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan penulis kepada nelayan,
sebesar 62,5% responden menjawab
bahwa hutan mangrove sangat
bermanfaat sebagai tempat mencari
makan dan bertelur bagi biota laut
sehingga populasi biota laut tetap
terjaga kelestariannya. Sedangkan
37,5% menjawab hutan mangrove
sebagai penahan dari abrasi sehingga
tidak terjadi banjir ketika mereka
mencari ikan.

11

Nelayan di Desa Lubuk Kertang.
Hutan mangrove
yang rusak
berdampak negatif. Hal itu dirasakan
oleh seluruh sampel responden.
Seluruh sampel responden atau 100
% mengatakan kerusakan hutan
mangrove
mempengaruhi
penghasilan mereka. Penghasilan
mereka mengalami penurunan 50%
bahkan sampai 75% dari penghasilan
mereka
dulu
sebelum
hutan
mangrove rusak. Kerusakan hutan
mangrove berpengaruh terhadap
pengahasilan nelayan karena hutan
mangrove yang rusak membuat biota
laut
berkurang
karena
hutan
mangrove
merupakan
tempat
mencari makan bagi biota laut. Hal
ini juga dijelaskan oleh Dietriech G
Bengen dalam bukunya Sinopsis
Ekosistem dan Sumber Daya Alam
Pesisir dan Laut serta Prinsip
Pengelolaannya bahwa kerusakan
hutan mangrove menyebabkan
tidak berfungsinya daerah mencari
makanan dan pengasuhan bagi biota
laut dan mengancam regenerasi
stok ikan dan udang di perairan
lepas pantai yang memerlukan
hutan mangrove. Hutan mangrove
yang berfungsi sebagai tempat
reproduksi biota laut, seperti udang,
kepiting dan ikan hampir merata
rusak akibat dirambah dan dikonversi
dengan tanaman kelapa sawit
maupun tambak. Dampak jangka
panjang akibat kerusakan lingkungan
ini
diperkirakan
semakin
memperburuk tingkat sosial ekonomi
nelayan.

konversi mangrove juga
semakin tinggi. Penduduk
disini lebih mementingkan
kebutuhannya sendiri-sendiri
dibandingkan
kepentingan
ekologis dan kepedulian akan
dampak lingkungan hidup.
Banyaknya pihak yang tidak
bertanggung jawab juga
dengan
meminta
untuk
mengkonversi
lahan
mangrove
tapi
setelah
dikonversi lahan tersebut
mereka
tidak
menindak
lanjutinya. Mereka lebih
paham
bahwa
manfaat
dengan dikonversinya hutan
mangrove menjadi tambak
dan lahan kelapa sawit akan
lebih menguntungkan padahal
kalau
ditinjau
secara
keuntungan jangka panjang
hutan mangrove akan lebih
bermanfaat.
b. Perencanaan dan pengelolaan
sumber daya pesisir di masa
lalu bersifat sangat sektoral.
Dari sini kita mengetahui
bahwa pengelolaan yang
sektoral
ini
akan
mengakibatkan
terjadinya
kerusakan hutan mangrove
berat yang akan berdampak
pada masa yang akan datang.
Kemudian
rendahnya
kesadaran masyarakat tentang
konversi
dan
fungsi
ekosistem mangrove.
Hutan
rawa
dalam
lingkungan yang asin dan anaerob di
daerah pesisir selalu dianggap daerah
yang yang marginal atau sama sekali
tidak cocok untuk pertanian dan
akuakultur. Namun karena kebutuhan

5. Hal-hal Utama yang Menjadi
Permasalahan dan Penyebab
Kerusakan
Hutan
Mangrove
a. Tekanan penduduk untuk
kebutuhan ekonomi yang
tinggi sehingga permintaan

12

lahan pertanian dan perikanan yang
semakin meningkat maka hutan
mangrove dianggap sebagai lahan
alternative. Reklamasi seperti itu
telah
memusnakan
ekosistem
mangrove dan juga mengakibatkan
efek – efek yang negatif terhadap
perikanan
di
perairan
pantai
sekitarnya. Selain itu kehadiran
saluran-saluran drainase mengubah
sistem hidrologi air tawar di daerah
mangrove yang masih utuh yang
terletak kearah laut dan hal ini
mengakibatkan dampak negatif.
Tambak dalam skala kecil tidak
terlalu
banyak
mempengaruhi
ekosistem mangrove, tapi lain halnya
dengan skala besar. Konversi
mangrove yang luas menjadi tambak
dapat mengakibatkan penurunan
produksi perikanan di perairan
sekitarnya. Pertambakan ini juga
diduga
dapat
memengaruhi
produktivitas perairan estuary dan
laut di sekitarnya. Seperti contoh
menurunnya produksi udang laut
sebagai akibat menciutnya luas hutan
mangrove. (Saparinto, Cahyo. 2007).

menurun
setelah kerusakan
terjadi di Desa Lubuk Kertang,
Sebelum
kerusakan
terjadi
pendapatan masyarakat nelayan
cukup
memadai
untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya,
namun setelah kerusakan terjadi
pendapatan masyarakat nelayan
menurun, untuk memenuhi
kebutuhannya
saja
tidak
mencukupi apa lagi untuk
menyekolahkan anak-anaknya
tidak mampu karena tingkat
pendapatan yang sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Arifin.2003. Hutan Mangrove:
Fungsi Dan Manfaatnya ,
Penerbit Kanius. Yogyakarta
Bakosurtanal.
2009.
Ekosistem
Mangrove
Kepulauan
Togean,
Penerbit
Bakosurtanal.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman
Hayati
Laut.
Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Harahap, Nuddin. 2010. Penilaian
Ekonomi Ekosistem Hutan
Mangrove Dan Aflikasinya
dalam Perencanaan Wilayah
Pesisir , Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Hasan, TWN. 2007. Harian Sinar
Indonesia
Baru
(SIB).
Kerusakan Hutan Bakau di
Sumut Mencapai 62, 7 persen
dari luas 83. 550 Ha ,
(Online),
(http://hariansib.com/?p=108
58, diakses 1 februari 2011).
Irwanto. 2008. Irwantoshut.com.
Hutan
Mangrove
dan
Manfaatnya,
(online),

KESIMPULAN
1. Keadaan hutan mangrove di
Desa Lubuk Kertang Kecamatan
Brandan Barat dengan luas
kerusakan hutan mangrove 740
Ha (61,67%) dari luas seluruh
hutan mangrove 1200 Ha.
Kerusakan hutan mangrove
tergolong kondisi berat 528 Ha
(71,35%) dari luas kerusakan
mangrove 740 Ha.
2. Rusaknya
hutan
mangrove
berdampak negatif bagi nelayan
Desa lubuk Kertang karena
pendapatan
mereka yang

13

Rumapea,
Melanthon.
2005.
Pengaruh Keberadaan Hutan
Bakau
Terhadap
Usaha
Produksi
Arang
dan
Perekonomian Daerah di
Kecamatan
Secanggang
Kabupaten Langkat. Skripsi
Medan: Fakultas Ilmu Sosial.
UNIMED.
Sulastri,
2005.
Partisipasi
Masyarakat
Dalam
Konservasi Hutan Mangrove
Di Desa Lubuk Kasih
Kecamatan Berandan Barat
Kabupaten Langkat. Skripsi
Medan: Fakultas Ilmu Sosial.
UNIMED.
Saparinto,
Cahyo.2007.
Pendayagunaan
Ekosistem
Mangrove, Penerbit Dahara
Prize. Semarang.
Sunarso, Siswanto. 2005. Hukum
Pidana Lingkungan Hidup,
Penerbit
Rineka
Cipta.
Jakarta.
Sunarto. 2008. Karya Ilmiah
Universitas
Padjadjaran.
Peranan
Ekologis
Dan
Antropogenis
Ekosistem
Mangrove, (Online),
(http://www.google.com/univ
ersitaspadjadjaran/, diakses
25 Maret 2011.
Wahyuni, Sri. 2009. Pengelolaan
Hutan
Mangrove
Di
Kelurahan Belawan Sicanang
Kecamatan Medan Belawan.
Skripsi Medan: Fakultas Ilmu
Sosial. UNIMED

(http://irwantoshut.com/penel
itian/hutan
mangrove/,
diakses 15 januari 2011).
Irwanmay, 2004. Analisis Dampak
Pengalihan Lahan Konservasi
Hutan Mangrove Menjadi
Lahan Pertambakan Terhadap
Keadaan Sosial Ekonomi
Nelayan
di
Kecamatan
Tanjung Pura kabupaten
Langkat. Skripsi Medan:
Fakultas
Ilmu
Sosial.
UNIMED.
Isma, 2009. Upaya Pelestarian
Ekosistem Mangrove Di Desa
Secanggang
Kecamatan
Secanggang
Kabupaten
Langkat. Skripsi Medan:
Fakultas
Ilmu
Sosial.
UNIMED.
Khiatuddin,
Maulida.
2003.
Melestarikan Sumberdaya Air
dengan Teknologi Rawa
Buatan, Penerbit Gadjah
Mada
University
Press.
Yogyakarta’
Khosmin. 2005. Makalah Pertemuan
Ilmiah Tahunan MAPIN
XIV. Studi Perencanaan
Konservasi
Kawasan
Mangrove Di Pesisir Selatan
Kabupaten Sampang Dengan
Teknologi
Penginderaan
Jauh Dan Sistem Informasi
Geografis, (Online),
(http://www.google.com/insti
tutteknologisurabaya/,
diakses 3 Maret 2011).

14