INTERAKSI SOSIAL dan lembaga sosial (16)

INTERAKSI SOSIAL
1. Pengertian dan Dasar
Terdapat satu titik tolak dalam pengertian interaksi sosial. Titik tolak tersebut
dimulai dari pengertian Allport (dalam Gerungan, 2009:58) tentang kepribadian
manusia yang menurutnya kepribadian manusia itu adalah organisasi dinamis dari
sistem psiko-fisik dalam individu yang turut menentukan cara-cara yang khas dalam
menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
Kepribadian manusia tidak dapat dirumuskan sebagai satu kesatuan an sich
(satu individu saja) tanpa sekaligus meletaan hubungannya dengan lingkungannya.
Justru kepribadian itu menjadi kepribadian apabila keseluruhan sistem psikofisiknya
menyatakan

dirinya

dengan

khas

dalam

menyesuaikan


dirinya

dengan

lingkungannya. Individu memerlukan hubungan dengan lingkungannya yang
merangsang dan memberikan apa yang ia perlukan.
Individu manusia senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, yakni
lingkungan alamiah atau fisik (keadaan benda-benda), lingkungan psikis (cara
bergaul orang-orang), dan lingkungan rohaniah (pengetahuan). Penyesuaian diri
terbagi menjadi

dua, yaitu penyesuaian diri autoplastis (dipengaruhi) dan

penyesuaian diri aloplastis (mempengaruhi).
Hubungan individu dan lingkungan pada umumnnya berkisar pada usaha
menyesuaikan diri (autoplasis atau aloplastis) dengan lingkungannya. Begitu pula
berlangsungnya hubungan individu yang satu dengan individu yang lain, dimana
individu pertama menyesuaikan dirinya dengan individu yang lain, dan yang lain
terhadap yang pertama. Begitulah hubungan interaksi sosial dengan penyesuaian diri


1

2

dengan lingkungan karena interaksi sosial juga merupakan suatu bentu hubungan
antara individu dengan lingkungannya.
Untuk menggambarkan hubungn ini, H. Bonner (dalam Gerungan, 2009:62)
pada intinya mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara
dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu memengaruhi,
mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. Individu
yang satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain,
dimana dirinya dipengruhi oleh orang lain. Individu yang satu juga menyesuaikan
diri secara aloplastis dengan individu lain, dimana individu yang lain itulah yang
dipengaruhi oeh dirinya yang pertama. Dengan demikian, hubungan antara individu
yang berinteraksi senantiasa merupakan hubungan timbal-balik, saling pengaruh
yang timbal-balik.
2. Faktor yang Melandasi
2.1 Faktor Imitasi
Dalam perkembangan ilmu jiwa sosial mengenai pendapat Gabriel Tarde

(dalam Gerungan, 2009:63) yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial
sebenarnya berdasarkan faktor imitassi saja, misalnya seorang anak belajar
berbicara dengan mengimitasi ibunya. Lebih jauh, imitasi juga memegang cara
untuk menyatakan diri dan pendidikan serta perkembangan kepribadian atau
watak individu.
Namun, imitasi mempunyai segi-segi negatif. Ini terjadi jika suatu hal
diimitasi padahal seharusnya hal tersebut ditolak secara moral maupun yuridis.
Hal ini mengakibatkan kesalahan kolektif dalam jumlah besar. Selain itu, proses

3

imitasi dalam interaksi sosial dapat berujung imitasi tanpa kritik. Sehingga akan
timbul kebiasaan malas berpikir kritiss pada individu manusia yang
mendangkalkan kehidupannya.
Maka, imitasi buka merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial,
melainkan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan bagaimana
keseragaman tingkah laku dan pandangan terjadi.
2.2 Faktor Sugesti
Arti sugeti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir
sama. Bedanya adalah bahwa imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di

luar dirinya; sedangkan sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap
dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya tanpa kritik.
Pada zaman modern yang semakin kompleks, orang kebanyakan mengambil
alih padangan dan tingkah laku orang lain tanpa pertimbangn terlebih dahulu
agar lebih mudah menghadapi persoalan kehidupa sehari-hari yang lebih
kompleks.
Ada bebrapa keadaan serta syarat-syarat memudahkan sugesti terjadi, yaitu
(1) hambatan berpikir, (2) keadaan pikiran terpecah-belah atau disosiasi, (3)
otoritas, (4) mayoritas, dan (5) karena “Will to believe.
2.3 Faktor Identifikasi
Sigmund Freud memberi ilustrasi tentang identifikasi denga perkembangan
anak di usia lima tahun. Seorang anak akan diajarkan bahwa di dalam kehidupan
ini ada norma dan peraturan yang harus dilakukan, yang mana ada dua cara
utama agar seorang anak dapat melakuka hal itu. Pertama, seorang anak dididik

4

untuk mempelajari hal itu dan menghukum tingkah laku yang melanggar normanormanya oleh orang tuanya. Kedua, kesadaran norma itu dapat diperoleh secara
identifikasi dengan orang tuanya; biasanya anak laki-laki berkecenderungan
ingin sama seperti ayahnya dan anak perempuan berkecenderungan ingin sama

seperti ibunya. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan orang lain.
Ikatan yang terjalin antara orang yang mengidentifikasi dan yang
diidentifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam daripada ikatan
antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya.
2.4 Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap
orang lain. Simpati timbul atas dasar logis rasiona, tetapi berdasarkan penilaian
perasaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba-tiba merasa dirinya tertarik
kepada orang lain seakan-akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu buka
karena salah satu ciri tertentu melainka karena keseluruhan cara bertingkah laku
orang tersebut. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnya simpati itu
merupakan proses yang sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap
orang lain.
Simpati dan identifikasi itu hampir berdekatan. Akan tetapi, dalam hal
simpai yang timbal-balik itu itu akan dihasilka suatu hubungan kerjasama
dimana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya sehingga
ia merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang itu.
Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan dimana yang sat


5

menghormati dan menjungjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya
karena yang lai itu dianggapnya sebagai ideal.
3. Introyeksi
Suatu gejala lain – yang berdekatan dengan simpati – adalah apa yang disebut
introyeksi. Istilah ini merupakan istilah yang diambil dari psikologi Freud. Gejala
introyeksi itu tidak begitu sering terjadi dalam pergaulan sosial seperti faktor dasar
lainnya sehingga tidak disebut faktor terendiri.
Introyeksi terjadi dalam kondisi tertentu setalah terbentuknya kerjasama
antara dua atau lebih orang berdasarkan simpati. Namun, salah satu diantara yang
sudah melakukan hubungan kerjasama simpati itu tiba-tiba harus menghilang, baik
meninggal dunia atau harus terpaksa pergi jauh. Introyeksi dalam hal ini berarti
bahwa jiwa dan keseluruhan cara bertingkah laku orang lain yang pergi itu, batin dan
kegiatan khas orang lain itu, seakan-akan sudah menjadi darah daging orang yang
ditinggalkan. Ia seakan-akan mengandung gambaran dari keseluruhan ciri, sikap,
pandangan, dan tingkah laku dari orang lain itu yang begitu “hidup” dalam dirinya,
seperti partner yang sebenarnya akan berbicara dalam keadaan serupa.
Kejadian introyeksi tidak sering terjadi, tetappi jika terjadi hal itu dapat
berlangsung sangat mendalam sehingga introyeksi itu bisa bertahan seumur hidup.

4.

Situasi Sosial
Situasi sosial adalah setiap situasi dimana terdapat saling hubungan antar

manusia yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, setiap situasi dimana
terjadi interaksi sosial dapat disebut situasi sosial. Menurut M. Sherif (dalam
Gerungan, 2009:78), situasi sosial dapat dibagi ke dalam dua golongan utama.

6

4.1 Situasi Kebersamaan
Pada situasi ini, individu-individu yang turut serta dalam situasi tersebut
belum mempunyai saling hubungan yang teratur dan interaksi sosial yang
seberapa mendalam seperti dalam situasi kelompok sosial. Mereka kebetulan
bersamaan ada pada suatu tempat. Yang terpneting dalams situasi ini ialah bahwa
sejumlah orang itu – karena kepentingan bersama – telah berkumpul di suatu
tempat.
4.2 Situasi Kelompok Sosial
Situasi ini merupakan situasi di dalam kelompok, dimana kelompok sosial

tempat orang-orang berinteraksi itu merupakan suatu keseluruhan tertentu,
misalkan suatu partai, yang anggotanya sudah mempunyai hubungan yang lebih
mendalam. Terdapat juga hubungan struktural dan hierarkis, yaitu antara
pemimpin dan staf kelompok serta anggota-anggota biasa. Hubungan tersebut
berdasarkan pembagian tugas diantara para anggotanya menuju kepentinga
bersama. Selain itu, kelompok sosial sudah mempunyai ciri dan peraturanperaturan yang khas baginya.
5.

Kesimpulan Eksperimen Para Ahli
Dari eksperimen Allport ternyata bahwa situasi sosial pada diri sendiri (an

sich) sudah mempunyai pengaruh tertentu terhadap kegiatan-kegiatan individu
dibanding dengan kegiatan-kegiatannya yang sama apabila dalam keadaan sendirian;
yaitu bahwa situasi kebersamaan mempunyai pengaruh menyamaratakan pendapatpendapat orang yang terlibat didalamnya.

7

Dari eksperimen Rosenbaum dan Blake ternyata bahwa situasi togetherness
itu, sebagai bentuk situasi sosial, dan sikap keragu-raguan individu mengenai apa
yang harus ia lakukan, sangat memudahkan terjadinya imitasi dan sugesti terhadap

tingkah laku orang dalam keadaan yang sama.
Dari eksperimen Asch, ternyata bahwa pengaruh sugesti (mayoritas) terhadap
penilaian individu dalam keadaan kebersamaan itu besar apabila individu itu raguragu dalam penilaiannya.

8

TINGKAH LAKU SOSIAL
1. Pengertian
Secara biologis tingkah laku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang

bersangkutan

yang

dapat

diamati

secara


langsung

maupun

tidak

langsung. Secara oprasional tingkah laku dapat diartikan suatu respon organisme
atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Berikut adalah
pengertian tingkah laku menurut beberapa ahli:
1.1 Ensiklopedi Amerika, tingkah laku adalah suatu aksi reaksi organisme
terhadap lingkungan. Tingkah laku timbul apabila ada sesuatu yang dapat
menimbulkan reaksi, yakni disebut dengan rangsangan.
1.2 Menurut Ribert Kwick (1974) tingkah laku adalah tindakan atau prilaku
suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Secara
umum prilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu
dengan lingkungan sebagai monivestasi hayati bahwa dia adalah makhluk
hidup.
1.3 Menurut Drs. Sunaryo M.Kes tingkah laku adalah aktivitas yang timbul
karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung

maupun tidak langsung.

9

Jadi, Psikologi Perilaku mempelajari bagaimana mengembangkan perilaku
hidup organisme dalam menanggapi kondisi tertentu. Psikologi perilaku didasarkan
pada teori bahwa perilaku semua dipelajari melalui pengkondisian.

2. Aliran Psikologi Tingkah Laku
Pandangan belajar menurut aliran tingkah laku tidak lain adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Adapun
Penganut psikologi tingkah laku, yaitu :
2.1 Teori Belajar Thorn Dike
Thorndike memandang belajar sebagai suatu usaha memecahkan problem.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukannya ia memperoleh tiga buah hukum dalam
belajar, yaitu :
a.

Hukum Akibat (Law of effect) menyatakan bahwa tercapainya keadaan

yang memuaskan akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respon.
Maksudnya, bila respon terhadap stimulus menimbulkan sesuatu yang
menimbulkan sesuatu yang memuaskan (mengenakkan) maka bila stimulus itu
muncul lagi subjek akan memberikan respons yang lebih cepat, tepat, dan intens.
b. Hukum Latihan (Law of axercise) menyatakan bahwa respons terhadap
stimulus dapat diperkuat dengan seringnya respons itu dipergunakan. Hal ini
menghasilkan implikasi bahwa pratik , khususnya pengulangan dalam pelajaran
adalah penting dilakukan.
c.

Hukum Kesiapan (Law of readiness) mengajarkan bahwa dalam memberikan

respons subjek harus siap dan disiapkan. Hukum ini menyangkut syarat

10

kematangan dalam pengajaran, baik dalam pengajaran fisik maupun mental dan
intelek
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan
tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
2.2 Teori Belajar Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara
sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus
dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi
dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon
yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara
stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.

11

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
a.

Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan

stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
2.3 Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “
pengatur kemajuan belajar” (advance organizer), didefinisikan dan dipresentasikan
dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau
informasi umum yang mewadai (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarksn
kepada siswa. Ausubel percaya bahwa advance organizer dapat memberikan 3
macam mamfaat yaitu:
a.

Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang

akan dipelajari oleh siswa.
b.

Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang

sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa.
c.

Mampu membantu siswa untu k memahami bahan belajar secara lebih

mudah.
2.4 Teori Belajar Gagne
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan
penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar.

12

Dalam penelitiannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium
untuk menguji penerapan teorinya. Gagne menyatakan belajar merupakan kegiatan
yang kompleks. Gagne mengemukakan delapan fase dalam suatu tindakan belajar.
Kedelapan fese yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a.

Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa

belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa
informasi akan memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan
berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang
lebih baik.
b.

Fase Pengenalan
Siswa harus memberi perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu

kajian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspekaspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan
utama dalam buku teks.
c.

Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk

menerima pelajaran. Informasi tidak langsung terserap dalam memori ketika
disajikan, informasi itu di ubah kedalam bentuk yang bermakna yang dihubungkan
dengan materi yang telah ada dalam memori siswa.

d. Fase Retensi

13

Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke
memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal),
praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.

e.

Fase Pemanggilan

Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori
jangka-panjang. Jadi bagian penting dalam belajar adalah belajar memperoleh
hubungan dengan apa yang telah dipelajari, untuk memangil informasi yang telah
dipelajari sebelumnya.
f.

Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks

dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasiatau transfer informasi pada situasisituasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan
memintapara siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru.
g. Fase Penampilan
Siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui
penampilan yang tampak.
h. Fase Umpan Balik
Para siswa memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
2.5 Teori Pavlov

14

Pavlof terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan konsep
pembiasaan atau conditioning. Dalam hubugannya dalam kegiatan belajar mengajar
agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa
mengerjakan soal peekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya,
menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.

2.6 Teori Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian
meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh
orang lain, terutama guru.
2.7 Aliran Latihan Mental
Aliran ini berkembang sampai dengan abad 20, yang mengemukakan bahwa
struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumapalan otot, agar ini kuat, maka
harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat,maka
otot atau otak itu makin kuat pula, oleh karna itu jika anak atau siswa ingin pandai,
maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih memahamidan
mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi itu makin pandai pula anak
tersebut. Struktur kurikulum pada masa itu berisikan materi-materi pelajaran yang
sulit, sehingga orang sedikit yang bersekolah karna tidak kuat untuk mengikutinya.
Disamping faktor lain seperti keturunan, biaya, dan kesadaran akan pentingya
sekolah.
3. Pendekatan Psikologi Tingkah Laku

15

Tingkah laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi
dijelaskan beberapa cara pendekatan, yaitu:
3.1 Pendekatan Neurobiologis
Pendekatan ini mencoba menjelaskan hubungan antara perilaku yang dapat
diamati dan kejadian-kejadian mental (seperti pikiran dan emosi) menjadi proses
biologis. Penemuan-penemuan penelitian telah menunjukkan bahwa ada hubungan
yang sangat erat antara aktivitas otak dengan perilaku dan dengan pengalaman.
Misalnya, reaksi emosi, seperti rasa takut dan marah, pada hewan dan manusia dapat
dirangsang dengan aliran listrik lemah di daerah tertentu yang jauh di bagian dalam
otak. Dari berbagai penelitian dikatakan, tindakan manusia yang paling rumit pun
pada akhirnya mempunyai kemungkinan untuk di perinci dan diteliti dasar
mekanisme neurobiologisnya.
Menurut Sukadji 1986, konsepsi psikologi mengenai manusia yang hanya
didasarkan neurobiologi kurang memadai untuk menjelaskan perilaku manusia. oleh
karena itu dibutuhkan pendekatan-pendekatan lain untuk mengkaji fenomenafenomena psikologi.Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh
aktivitas otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan
perilaku

yang

terlihat

dengan impulslistrik dan kimia yang

terjadi

didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan
proses mental.
3.2 Pendekatan Perilaku (Behaviorisme)
Menurut

pendekatan perilaku,

pada

dasarnya

tingkah

laku

adalah respon atas stimulusyang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam

16

model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti
reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B.
Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti B.F.Skinner, dan
melahirkan banyak sub-aliran. Menurut Watson jika psikologi ingin diakui sebagai
ilmu maka data harus diperoleh dari yang dapat diamati dan dapat diukur.
Pendekatan ini adalah "angkatan kedua" dalam psikologi, sesudah psikoanalisis.
Mazhab ini lahir di amerika, ketika metode ilmiah dipercaya sebagai satu-satunya
cara mengetahui perilaku yang dapat diandalkan (Rakhmat, 2003). Behaviorisme
adalah

pendekatan

yang sangat bermanfaat untuk

menjelaskan

persepsi

interpersonal, konsep diri, eksperimen, sosialisasi, kontrol sosial, serta ganjaran
dan hukuman. Berbeda dengan psikoanalisis yang melihat bahwa perilaku manusia
lahir dari keinginan bawah sadar mereka, behaviorisme (perilaku) menganailis
perilaku manusia hanya berdasarkan perilaku yang tampak dan dapt diukur.
Behaviorisme percaya bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari proses
belajar, manusia belajar dari lingkungannya dan dari hasil belajar itulah ia
berperilaku. Oleh karena itu, manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Pendekatan ini juga berpendirian bahwa manusia dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial
atau psikologis. Perilaku adalah hasil pengalaman dan perilaku digerakkan atau
dimotivasikan oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi
penderitaan (Rakhmat,1994). Pendekatan ini juga disebut psikologi StimulusResponse (S-R). Pendekatan S-R yang ketat tidak mempertimbangkan pengalaman
kesadaran seseorang. Sebagaimana yang dikatakan Sukadji, pengalaman sadar
hanyalah kejadian-kejadian yang dialami dengan kesadaran penuh. Pengalaman sadar

17

itu hanya dapat diketahui oleh anda sendiri, seorang peneliti hanya bisa melihat dan
menilai tindakan anda, emosi yang sedang anda alami.
3.3 Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental,
dimanaindividu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan
menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu
melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang
datang. Pendekatan kognitif adalah pendekatan yang menanggapi keresahan orang
ketika behaviorisme tidak mampu menjawab mengapa ada orang yang berperilaku
berbeda dari lingkungannya, yakni ia memiliki motif pribadinya sendiri. Juga karena
terlihat bagaimana pasifnya manusia.
3.4 Pendekatan Psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini
bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga
tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan,
impuls, ataudorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam
alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan. Hal
terpenting dari pendekatan psikoanalisis adalah bahwa tindakan manusia mempunyai
sebab. Namun, penyebabnya sering kali berupa motif-motif yang tidak disadari,
bukan alasan rasional yang diberikan oleh seseorang terhadap perilakunya. Dalam
pandangan psikoanalis, kepribadian manusia merupakan interaksi antara id,ego,
superego.
3.5 Pendekatan Fenomenologi

18

Pendekatan fenomenologi ini

lebih

memperhatikan

pada

pengalaman subyektifindividu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh
pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya
dan segala hal yang menyangkutkesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat
tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
3.6 Pendekatan Humanistik
Dalam pendekatan ini, manusia dipandang sebagai Homo Ludes (manusia
bermain). Setiap manusia hidup dalam pengalaman pribadinya yang unik. Tidak akan
ada satu manusiapun yang memiliki pengalaman yang sama. Pendekatan ini
berpendapat manusia bukan hanya sekedar wayang, yang sibuk mencari identitas,
namun ia juga berupaya mencari makna, baik makna kehidupannya, makna
kehadirannya di lingkungan, serta apa yang dapat diberikannya kepada lingkungan.
Carl Rogers mengatakan, "kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan
dan keutuhan diri. Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan
konstruktif, serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri".
aktualisasi diri adalah mewujudkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Psikologi humanistik menekankan kreativitas, vitalitas emosi, eutentisitas, dan
pencarian makna diatas kepuasan materi. Pendekatan ini merupakan penampakan
sosial dari upaya kita untuk membina hati dan tubuh yang bijak sebagaimana jiwa
yang bijak (Rakhmat, 2003). Psikologi humanistik bertumpu pada tiga dasar
pijakan, yaitu:
a.)

Keunikan manusia

b.)

Pentingnya nilai dan makna

19

c.)

Kemampuan manusia untuk mengembangkan diri.

Jadi, pendekatan ini menilai manusia tidak digerakan oleh kekuatan luar yang
tidak dapat di kontrolnya, tetapi manusia adalah pemeran yang mampu mengontrol
nasib sendiri dan mampu mengubah dunia di sekelilingnya.
4. Cara Mempelajari Psikologi Tingkah Laku
Psikologi Tingkah laku dapat dipelajari dengan berbagai cara, diantaranya
dengan memperhatikan, mengayati, menerangkan apa yang terjadi dalam proses
kejiwaan. Akan tetapi tidak ada cara tertentu untuk digunakan dalam semua keadaan
karena proses kejiwaan itu sendiri itu tidak pernah sama. Sewaktu waktu ia dapat
berubah sehingga tidak mungkin membagi-baginya, apalagi hendak memasukan
kejiwaan itu kedalam golongan –golongan tertentu
Cara yang dipergunakan untuk anak-anak ada persamaannya dengan cara yang
dipergunakan untuk orang dewas. Penyelidikan terhadap anak anak harus lebih hati
hati dilakukan karena adanya perbedaan antara kewajiban anak dengan kewajiban
orang dewasa. Ada beberapa metode para ahli untuk cara penyelidikan diantaranya
adalah:
4.1 Metode Pengamatan (observasi)
Bila ingin mempelajari tingkah laku seorang anak, misalnya bagaimana ia
bermain, kita harus mengamati anak dari kejauhan tanpa diketahui oleh anak
tersebut. Kita dapat mencatat tingkah laku yang kelihatan. Hendaknya pekerjaan
mencatat itu dilakukan dengan teliti dan dicatat secepat-cepatnya. Pengamatan dapat
ditujukan kepada anak terus menerus, atau ditujukan ke beberapa anak seca.ra
bergantian. Menurut Clara dan WilliamStern, peneliti itu harus tepat waktu

20

bekerjanya (secara kronologis), kemudian menyediakan daftar yang memuat initi
kata, nomor halaman disusun menurut abjad . semua anjuran itu dimaksudkan agar
sewaktu-waktu orang mudah menemukan catatan itu jika diperlukan kemudian hari.
4.2 Metode Eksperimen dan Tes
Penelitian terhadap anak-anak tidak mudah dilakukan. Alasan nya pertama karena
anak-anak sangat sugestibel dan selalu berusaha menyenangkan hati si penanya.
Alasan kedua karena sukar diketahui dengan jelas apa yang dimaksud oleh anak
tersebut.
4.2.1

Eksperimen

Penggunaan eksperimen terhadap anak–anak hanya terbatas pada penyelidikan
yang dapat diamati dengan alat indera karena gejala-gejala yang bersifat rohaniyah
masih sangat samar-samar. Dalam hal ini ada pula bentuk-bentuk perasaan seperti
kecewa, putus asa , rindu, dsb. Agar sukar diciptakan dalam suasana eksperimen,
yaitu suasan yang dibuat-buat. Walaupun eksperimen banyak kelemahannnya,
eksperimen tetap bermanfaat digunakan karena selain kelemahan itu ia memiliki
kelebihan lain, misalnya dapat diselidiki dengan teliti karena peristiwanya dapat
diulang-ulang.
4.2.2 Menggunakan Tes
Dua orang ilmuan berasal dari bangsa perancis yang benama Alfred
Binet dan Simon, telah memperkenalkan tes skala inteligensi yang pertama pada
tahun 1905. Skala Binet melontarkan 54 pertanyaan, masing-masing 5 pertanyaan
untuk tingkat usia tertentu; yaitu jenjang pertanyaan yang paling mudah untuk usia 3
tahun, pertanyaan yang paling sukar untuk usia 15 tahun. Pengukuran kecerdasan

21

dengan menggunakan tes Binet Simon diperkenalkan oleh L.M. terman dalam
bukunya, the measurement of intelligence, pada tahun 1916. Kemudian Terman
dan M.A. Merrilmelakukan penyempurnaan yang kedua kalinya pada tahun 1937.
Dari hasil penyempurnaan itu mendapat lima tingkat kecerdasan, yaitu; sangat
bodoh, bodoh, normal, pandai dan cerdas
4.2.3 Metode Klinis
Metode klinis suatu bentuk penelitian yang khusus ditujukan kepada anak-anak
ialah dengan cara mengamat-ngamati, mengajak bercakap-cakap, dan Tanya jawab.
Penggunaan metode klinis merupakan gabungan dari eksperimen dan observasi.
Pelaksanaan nya dengan cara mengamat-ngamati atas pertimbangan bahwa anak itu
sendiri belum mampu untuk mengungkapkan isi pikirannya dan perasaannya dengan
bahsa ynag lancar. Cara untuk memudahkan Tanya jawab dalam pelaksanaannya
menggunakan daftar pertanyaan yang berisi bermacam-macam pertanyaan yang
member petunjuk kepada isi si peneliti tentang pa saja yang harus diperhatikan.
Seorang ilmuan berasal dari bangsa perancis yang bernama Prof. JeanPiget
menggunakan metode klinis untuk meneliti cara berfikir dan perkembangan bahasa
anak-anak.
Metode-metode observasi, klinis, eksperimen termasuk metode langsung karena
metode itu dapat langsung memperoleh informasi dan data-data dari sumbernya.
4.2.4 Metode Pengumpulan
a.

Angket
Bentuk angket berupa daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis untuk

mendapatkan data-data dan informasi dari objek yang akan dipelajari. Daftar

22

pertanyaan itu disampaikan kepada anak (responden) untuk memperoleh data dan
informasi. Kemudian melakukan pengolahan dan analisis terhadap data-data ynag
terkumpul. Dengan angket ini kadang kadang mengalami hambatan karena anak itu
sendiri belum menyadari akan manfaatnya bagi dunia pendidikan dimasa mendatang
b. Biografi
Jiwa anak dapat dipelajari dan dipahami dengan riwayat hidupnya, baik yang
mereka tulis sendiri maupun yang dituliskan dengan orang lain mengenai
dirinyakedua karya itu dapat mengungkapkan jiwa orang yang memiliki biografi itu.
Riwayat hidup yang ditulis sendiri oleh orang yang punya riwayat dinamakan
autobiografi. Riwayat hidup uang ditulis oleh orang lain dinamakan biografi. Kedua
riwayat itu menjadi sumber yang berharga untuk mendapatkan bahan-bahan yang
dapat digunakan untuk meneliti kejiwaan anak yang sedang diselidiki.
c.

Buku Harian
Menyelidiki jiwa anak dengan melalui buku hariannya. Biasanya anak pubertas

suka menulis buku hariannya. Buku itu sangat bermanfaat ntuk mengungkapkan
kejiwaannya. Dalam hal ini kita harus hati-hati dalam mempelajarinya, karena tidak
memberikan kesan kesan umum dan anak yang suka membuat buku harian untuk
jangka waktu yang lama.

23

ILUSTRASI INTERAKSI DAN TINGKAH LAKU SOSIAL
Seorang mahasiswa Indonesia yang belajar di Jerman harus menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan alamiah disana. Ia harus berpakain tebal pada musim
dingin atau berpakaian tipis saat musim panas, ia harus membiasakan makanan dan
minuman di sana sesuai keyakinan yang ia pegang, dan ia juga mungkin harus
membiasakan diri untuk tinggal di apartemen atau asrama yang cenderung terletak di
tingkat paling atas.
Selain dari itu, ia juga harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan psikis,
tepatnya dirinya harus bisa menyesuaikan dengan bahasa serta adat kebiasaan
Jerman, baik dengan meniru atau mengidentifikasi warga setempat. Misalnya,
membuat janji terlebih dahulu sebelum mengunjungi orang, menaati peraturan yang

24

ada, merancang dengan teliti pengeluaran uangnya, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya
yang dapat melancarkan pergaulannya dengan orang-orang setempat.
Mahasiswa itupun harus menyesuaikan dirinya dengan iklim ilmiah yang
terdapat disana, ide-ide, teori-teori, ataupun hasil kebudayaan yang berlainan dengan
kebudayaan di tanah airnya.
Setelah beberapa tahun tinggal disana, mahasiswa tersebut menjadi ingin
mengubah suasana yang ada di dalam kamarnya sesuai keinginan yang ada dalam
dirinya. Seperti mengubah letak tempat tidur, kursi, dan meja di kamarnya,
mengganti warna cat tembok, gambar-gambar di dinding, bahkan mengganti semua
perabot yang ada di dalam agar sesuai dengan keinginannya.
Tak hanya itu, mahasiswa tersebut mulai berani menunjukan kebiasaan dan
kepribadian asli khas dari dirinya dalam bergaul seperti lebih sopan santun dalam
berbicara, lebih ramah-tamah, dan bersikap kekeluargaan yang luar biasa hangat
dengan siapa saja serta dapat menolong siapa saja dengan asas gotong royong.
Mahasiswa Indonesia itu dapat pula mengubah pengetahuan orang di sekitarnya
mengenai keadaan tanah air dan kebudayaannya melalui penerangan dan klarifikasi
informasi ataupun dengan ceramah yang disertai fakta yang dapat mengubah taraf
pengetahuan orang-orang di Jerman.

25

DAFTAR PUSTAKA
Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Cetakan II. Bandung: PT Refika Aditama
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Cetakan II. Jakarta: Rineka Cipta

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24