Tinjauan Yuridis yang Menyebabkan Negara

Tinjauan Yuridis yang Menyebabkan Negara Republik Indonesia Belum
Memiliki Hukum Nasional yang Terkodifikasi
Oleh : Cahya R. Mahendrani

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Politik hukum berkembang setelah Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia
II tersebut, banyak negara-negara baru yang lahir. Politik Hukum sendiri
menghasilkan produk hukum, salah satunya adalah Undang-undang yang
bertujuan tercapainya tujuan negara. Undang-undang yang ada sangatlah beragam.
Keberagaman tersebut memunculkan ide untuk membuat kodifikasi (penyatuan)
hukum yang dapat berlaku secara menyeluruh di dalam masyarakat.
Pembahasan mengenai kodifikasi di Indonesia tidak akan lepas dari mana
kodifikasi itu dimulai dan bisa sampai ke Indonesia. Di Eropa kontinental,
Kekaisaran Roma memiliki kebutuhan hukum yang besar untuk mengatur
penduduk dan wilayahnya yang luas. Hal tersebut ditandai dengan kompilasi dan
kodifikasi risalah-risalah dan komentar-komentar hukum karya para sarjana
hukum. 1 Usaha melakukan kodifikasi tersebut bertujuan untuk memurnikan
kembali nilai-nilai hukum Romawi kuno yang agung, yang dianggap mampu

untuk memenuhi berbagai kebutuhan hukum pemerintah dan masyarakat
Kekaisaran Roma pada waktu itu.2
Setelah Kekaisaran Roma runtuh, konsep-konsep hukum (khususnya
konsep hukum sipil) menjadi bahan yang cukup penting bagi perkembangan
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
1

Abdul Hakim G. Nusantara, 1988, Politik Hukum Indonesia, Yayasan Lembaga Hukum, Jakarta,
Hlm. 30.
2
Ibid.

1"
"

hukum di beberapa negara Eropa kontinental, seperti Perancis, Italia, dan Jerman.3
Belanda yang ketika itu dijajah Perancis mengikuti peraturan hukum yang dimiliki
Perancis. Hal tersebut juga berdampak pada Indonesia yang dijajah oleh Belanda,
sehingga peraturan-peraturan yang diterapkan di Indonesia adalah Undang-undang
milik Belanda.

Bukti pertama adalah masih berlakunya Wetboek van Strafrecht (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) yang dikeluarkan sekitar tahun 1800-an,
Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), Wetboek van
Koophandel

(Kitab

Undang-Undang

Hukum

Dagang),

Indische

Comptabiliteitswet (ICW), dan Indische Bedrijfswet (IBW).4
Sebagai negara yang selama kurang lebih 350 tahun dijajah oleh Belanda,
Indonesia banyak menerima pengaruh dari Belanda, khususnya di bidang hukum.5
Setelah merdeka selama 69 tahun, sistem hukum yang berlaku di Indonesia juga
belum berubah. Ada dua hal yang dapat dijadikan bukti masih adanya pengaruh

Belanda di Indonesia. Pertama, masih berlakunya 400 buah peraturan perundangundangan produk Belanda di Indonesia, dan kedua terdapat berbagai istilah
hukum yang masih merupakan terjemahan secara harafiah dari istilah Belanda.6
Seharusnya sebagai bangsa yang telah merdeka selama 69 tahun,
Indonesia dapat membuat peraturan perundangan tersendiri yang menjadi hukum
nasional Bangsa Indonesia. Hukum nasional tersebut nantinya dapat dijadikan
satu, terbukukan (kodifikasi) dan berlaku sama untuk seluruh warga negara.
Namun, sepertinya hal tersebut tidak mudah dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Sebagai negara yang telah merdeka selama 69 tahun, Indonesia masih
belum memiliki hukum nasionalnya sendiri. Politik hukum yang dapat
menghasilkan produk hukum, dalam hal ini Undang-undang yang terkodifikasi
tidak dapat terlaksana. Makalah ini akan membahas mengenai penyebabnya.
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
3"Ibid,

Hlm. 31.!
Soemantri, 2014, Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan, PT. Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung, Hlm. 121."
5
Ibid."

6"Ibid.

4"Sri

2"
"

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan sebuah permasalahan sebagai
berikut :


Mengapa Negara Republik Indonesia belum memiliki hukum nasional
yang terkodifikasi?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Hukum
Sebelum membahas mengenai kodifikasi, akan dibahas terlebih dahulu
mengenai politik hukum yang nantinya akan menghasilkan Undang-undang

sebagai produk hukum. Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani,
yaitu polis. Polis memiliki arti negara kota. Orang yang mendiami polis disebut
polites dan Poletis berarti warga negara. Politikos berarti kewarganegaraan. 7
Politik adalah berbagai macam kegiatan yang terjadi di suatu negara, yang
menyangkut proses menentukan tujuan dan bagaimana cara mencapai tujuan itu.8
Istilah Politik hukum berasal dari istilah Belanda rechtspolitiek. Di dalam
“Kamus Hukum Belanda-Indonesia”, yang disusun oleh van der Tas, kata politik
yang berasal dari rechtspolitek mengandung arti beleid. 9 Beleid mempunyai
padanan kata policy (Inggris) yang berarti kebijakan di dalam bahasa Indonesia.
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, kebijakan diartikan sebagai10 :

"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
7

Ng. Philipus dan Nurul Aini, 2004, Sosiologi dan Politik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Hlm. 89.
8
Miriam Budiardjo, 1993. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta, Hlm. 8.
9"Sri Soemantri, Op.Cit., Hlm. 122."
10"Ibid."


3"
"

“rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(tentang pemerintahan, organisasi, dsb)”
Politik hukum adalah legal policy atau arah hukum yang akan
diberlakukan oleh suatu negara untuk mencapai tujuan negara dengan pembuatan
hukum baru dan penggantian hukum lama.11 Politik hukum harus berpijak pada
tujuan negara dan sistem hukum yang berlaku di negara yang bersngkutan. Tujuan
dan sistem hukum di Indonesia terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,
khususnya Pancasila yang melahirkan kaidah-kaidah penuntun hukum.12 Di dalam
pengertian tersebut, hukum dikatakan sebagai alat, di dalamnya terletak hakikat
supremasi hukum, sebab hukum sebagai ‘alat’ di dalam pengertian itu adalah ‘alat
mencapai tujuan negara’, bukan alat rekayasa politik (political engineering).13
Politik hukum adalah bagian dari ilmu hukum yang mengurai atau
membahas tentang perbuatan aparat berwenang dalam memilih beberapa alternatif
yang sudah tersedia untuk menciptakan produk hukum guna mewujudkan tujuan
negara. Berdasarkan definisi politik hukum tersebut, terdapat empat unsur untuk

memenuhi syarat politik hukum. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut :
1. Harus ada perbuatan aparat yang berwenang,
2. Harus ada alternatif yang disediakan (dalam bentuk hukum) oleh negara
untuk dipilih,
3. Harus ada produk hukum baru yang lahir (menciptakan produk hukum),
termasuk produk hukum hasil perubahan,
4. Harus ada tujuan negara yang diwujudkan.
Setiap unsur-unsur tersebut berlindung pada payung hukum sendiri.
Perbuatan aparat berwenang memiliki payung hukum administrasi negara.
Alternatif yang disediakan oleh negara untuk dipilih memiliki payung hukum
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
11

Moh. Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers,
Jakarta, Hlm. 5.
12
Ibid.
13
Moh. Mahfud MD, 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,
Rajawali Press, Jakarta, Hlm. 49.


4"
"

kebijakan public (public policy). Produk hukum baru yang lahir masuk ke dalam
teknik perundang-undangan (legal drafting). Adanya tujuan negara yang akan
diwujudkan masuk ke dalam filsafat hukum yang menjadi landasan filosofisnya.
B. Hukum Nasional
Setiap negara merdeka dan berdaulat harus memiliki hukum nasional di
segala bidang hukum. 14 Perhimpunan Sarjana Hukum Nasional Indonesia
mengajukan permohonan kepada Perdana Menteri RI pada tahun 1956, agar
dibentuk suatu Panitia Negara Pembinaan Hukum Nasional. Pada tahun 1958,
dibentuklah Lembaga Pembinaan Hukum Nasional di Jakarta, dengan Keputusan
Presiden Nomor 107 tahun 1958. Lembaga tersebut diberi tugas untuk
melaksanakan pembinaan hukum nasional dengan tujuan mencapai tata hukum
nasional15:
1. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundangan :
a. untuk meletakkan dasar-dasar tata hukum nasional;
b. untuk menggantikan peraturan-peraturan yang tidak sesuai
dengan tata hukum nasional;

c. untuk masalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan
perundangan.
2. Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun
peraturan perundangan. 16
Setelah mempelajari asas-asas hukum yang hidup di kalangan rakyat
Indonesia dan mengadakan rapat dengan orang-orang terkemuka dari berbagai
lapisan dan golongan masyarakat, maka lembaga tersebut telah berhasil
merumuskan dasar-dasar dan asas-asas tata hukum nasional sebagai berikut :
1. Dasar Pokok Hukum Nasional RI adalah Pancasila
2. Hukum nasional bersifat :
a. Pengayoman;
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
14

A. Siti Soetami, 2005, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Edisi Revisi), Refika Aditama,
Bandung, Hlm. 3."
15
Ibid.
16
Ibid. Hlm. 5.


5"
"

b. Gotong-royong;
c. Kekeluargaan;
d. Toleransi;
e. Anti kolonialisme, imperialism, dan feodalisme.
Dengan adanya UU No. 10 tahun 2004 pasal 6, materi muatan peraturan
perundangan-undangan mengandung asas:
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhinneka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

3. Semua hukum sebanyak mungkin diberi bentuk tertulis17;
4. Selain hukum tertulis diakui berlaku hukum tidak tertulis.
5. Hakim membimbing perkembangan hukum tak tertulis melalui yurisprudensi
kearah keseragaman hukum yang seluas-luasnya dan dalam hukum
kekeluargaan kearah sistem parental.
6. Hukum tertulis mengenai bidang-bidang hukum tertentu sedapat mungkin
dihimpun dalam bentuk kodifikasi (Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum
Dagang, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, Hukum Acara PTUN)
7. Untuk membangun masyarakat sosialis Indonesia diusahakan unifikasi hukum.
8. Dalam perkara pidana :
a. Hakim berwenang sekaligus memutuskan aspek perdatanya baik karena
jabatannya maupun atas tuntutan pihak yang berkepentingan
b. Hakim berwewenang mengambil tindakan yang dipandang patut dan
adil di samping atau tanpa pidana.
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
17

Ibid, Hlm. 6.

6"
"

9. Sifat pidana harus memberikan pendidikan kepada terhukum untuk menjadi
warga yang bermanfaat bagi masyarakat.
10. Dalam bidang hukum acara perdata diadakan jaminan supaya peradilan
berjalan sederhana, cepat, dan murah.
11. Dalam bidang hukum acara pidana diadakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan jaminan kuat untuk mencegah :
a. Seseorang tanpa dasar hukum yang cukup kuat ditahan atau lebih lama
dari yang diperlukan.
b. Penggeledahan, penyitaan, pembukaan surat-surat dilakukan sewenangwenang.
Lembaga Pembinaan Hukum Nasional tersebut menyebutkan di dalam
rumusan dasar-dasar dan asas-asas tata hukum nasional agar semua hukum
sebanyak mungkin diberi bentuk tertulis dan hukum tertulis mengenai bidangbidang hukum tertentu sedapat mungkin dihimpun dalam bentuk kodifikasi.
C. Kodifikasi
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak dijumpai satu pasalpun yang
menyebutkan masalah politik hukum negara Indonesia secara tersurat. Namun,
secara tersirat dapat dijumpai pada Undang-Undang Dasar 1950 yang memuat
politik hukum negara Indonesia, pada pasal 102 yang berbunyi sebagai berikut18 :
“Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum
pidana militer, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, susunan dan
kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum,
kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal
dalam undang-undang tersendiri”
Apabila dilihat dari pasal 102 UUD 1950 tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa ketika itu negara Indonesia menghendaki dikodifikasikannya
lapangan-lapangan hukum tersebut. Pasal tersebut dikenal dengan sebutan Pasal

"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
18

Ibid, Hlm. 3.

7"
"

Kodifikasi. 19 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali
berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD 1950, maka Pasal 102 juga
menjadi tidak berlaku.20 Hal ini berlangsung hingga tahun 1970-an, pada tahun
1973 dengan terbentuknya MPR hasil pemilu, lembaga tersebut berhasil
menetapkan Tap MPR nomor IV/MPR/73 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Di dalam GBHN tersebut secara resmi dan tegas digariskan
tentang Politik Hukum Pemerintah Republik Indonesia.21
D. Faktor-faktor penyebab Negara Republik Indonesia Belum Memiliki
Hukum Nasional yang Terkodifikasi
Adat yang berlaku di masyarakat, pada umumnya tidak tertulis, tidak ada
kodifikasi, dan tidak merupakan satu kesatuan hukum yang berlaku bagi seluruh
bangsa. 22 Di sebagian wilayah Indonesia, masing-masing golongan di daerah
masih sangat mematuhi peraturan dan ketentuan adat tertentu. 23 Ketentuanketentuan adat tersebut sudah dipatuhi sejak zaman bahari dan sulit untuk
menggantinya dengan yang lain karena telah mengakar di dalam masyarakat yang
meyakininya. Berlakunya aturan-aturan baru, tidak membuat masyarakat tersebut
meninggalkan aturan aturan adat mereka.24
Pada masa Hindia Belanda, terdapat hukum yang beraneka macam,
hukum-hukum tersebut memiliki keterkaitan dengan penggolongan penduduk,
pembagian daerah, perbedaan agama, dan perbedaan adat istiadat.25 Berdasarkan
dengan penggolongan penduduk, golongan orang-orang Eropa berlaku hukum
tertulis, hukum milik Belanda yang telah terkodifikasi.26 Hukum yang berlaku
bagi golongan Bumiputera dan Timur Asing adalah ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku dalam masyarakat mereka, berkaitan dengan agama/kepercayaan
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
19

Ibid.
Ibid.
21
Ibid, Hlm. 4.
22
Sutan Muhammad Amin, 1978, Kodifikasi dan Unifikasi Hukum Nasional, PT. Sastra Hudaya,
Jakarta, Hlm. 6.
23
Ibid, Hlm. 7.
24
Ibid.
25
Ibid, Hlm. 11.
26
Ibid, Hlm. 13
20

8"
"

yang mereka anut, dan kebiasaan mereka. 27 Ketika terjadi permasalahan dan
sampai ke pengadilan, maka putusan-putusan peradilan menjadi sangat penting
dalam masyarakat yang belum mempunyai hukum tertulis dan hukum nasional
yang satu.28
Ahli-ahli hukum yang mempelajari hukum dan dan hakim-hakim yang
bertugas menegakkan hukum menghadapi kesulitan-kesulitan. Kesulitan-kesulitan
tersebut antara lain, betapa beragamnya hukum yang berlaku di masa itu.
Kesulitan-kesulitan tersebut merupakan akibat dari adanya pembagian daerah
yang tiap-tiap daerah berstatus hukum atas dasar hukum masing-masing yang
berlaku di daerah tersebut.29 Daerah yang dimaksud adalah daerah-daerah yang
berada di bawah pemerintahan Hindia-Belanda. Daerah lainnya adalah daerahdaerah yang berada di bawah kepemimpinan raja atau sultan. Pemimpin
pemerintahan seperti raja atau sultan melaksanakan pemerintahan atas dasar
perjanjian dengan Belanda.30
Keputusan pengadilan (yurisprudensi) tidak mempunyai daya hukum
mutlak, yurisprudensi tersebut akan memiliki daya hukum mutlak apabila tertuang
dalam perundang-undangan. 31 Hakim berhak menciptakan hukum yang baru
melalui keputusan-keputusan yang didasarkan pada norma-norma hukum atau
itikad baik, keadilan, dan maksud.32 Hukum yang tertuang dalam perundangundangan merupakan langkah untuk kodifikasi hukum.
Pemerintahan kolonial Hindia-Belanda membuat peraturan-peraturan dan
menjadikannya hukum tertulis (kodifikasi) dan menyatukannya dalam kumpulan
peraturan-peraturan. Namun, kumpulan peraturan-peraturan tersebut tidak
bertujuan untuk diterapkan secara menyeluruh kepada penduduk Indonesia.
Belanda paham tentang keberagaman yang ada di Indonesia dan dengan politik
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
27

Ibid.
Ibid, Hlm. 21.
29
Ibid, Hlm. 38.
30
Ibid.
31
Ibid, Hlm. 21.
32
Ibid, Hlm. 47.
28

9"
"

divide et empera Belanda tidak mungkin memberlakukan aturan yang sama di
seluruh wilayah Indonesia. Hal itu disebabkan Indonesia terdiri dari beberapa
golongan masyarakat yang memiliki adat istiadat yang

berbeda. Peraturan-

peraturan bentukan Belanda mencakup hanya bagian-bagian dari bangsa kita,
golongan-golongan yang dianggap sebagai suku-suku bangsa yang mempunyai
suatu kesatuan adat.33
Agama memegang peranan penting dalam perkembangan adat istiadat
bangsa Indonesia. Agama memiliki ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang
harus dipatuhi oleh umatnya. Hal ini terdapat dalam Wet op de Indische
Staarsregeling Pasal 131 ayat (2)b yang menyebutkan adat itu dengan sebutan
“ketentuan-ketentuan hukum yang bertautan dengan agama dan kebiasaan”.34
Dalam menghadapi keseragaman hukum, tugas untuk menyatukan hukum
menjadi hukum nasional yang satu dan berlaku bagi seluruh masyarakat tanpa
kecuali merupakan hal yang tidak mudah. 35 Ketentuan hukum dapat diterima
masyarakat apabila ada penyesuaian dan harmoni di antara hukum yang tercipta
dengan rasa keadilan.
Meng-kodifikasi dan meng-unifikasi norma-norma hukum adat yang
masih ditaati oleh bangsa kita adalah suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan.
Dapat dikatakan bahwa, sebagian besar hukum adat tidak mungkin dapat diunifikasi.36 Hukum adat adalah norma-norma adat yang berbeda prinsip antara
satu dengan yang lain. Menciptakan suatu hukum kekeluargaan yang dapat
berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia adalah hal yang tidak mungkin dilakukan.37
Akan semakin tidak mungkin dilakukan, bilamana masing-masing golongan
masih berpegang teguh pada hukum adat mereka.38

"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
33

Ibid, Hlm. 49.
Ibid, Hlm. 54
35
Ibid, Hlm. 58
36
Ibid, Hlm. 49.
37
Ibid, Hlm. 50.
38
Ibid.
34

10"
"

Perubahan dan pembaharuan hukum dalam bentuk pembinaan hukum
nasional dengan mengusahakan kodifikasi dan unifikasi hukum pada hakekatnya
terkandung dalam Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal Ini
Menetapkan bahwa, “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”.39
Pasal tersebut mengandung pengertian bahwa pada dasarnya, segala
peraturan hukum yang berlaku di masa Hindia Belanda, akan diganti dengan yang
baru, yang bersifat nasional, yang lebih sesuai dengan rasa keadilan bangsa kita
yang telah merdeka.40 Harapannya pada masa kini, setelah Indonesia merdeka,
proses pembuatan aturan-aturan tersebut dapat berjalan dengan baik dan
dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya dan tidak melupakan
bahwa dalam menyusun Undang-undang perlu memperhatikan beberapa hal.
Politik hukum yang menghasilkan undang-undang sebagai produk hukum
seharusnya dapat membuat kodifikasi hukum yang baik dan efektif. Salah satunya
harus sesuai dengan tujuan negara dan Pancasila. Pancasila sendiri termasuk ke
dalam salah satu dari lima azas yang digunakan sebagai acuan dalam rangka
melahirkan peraturan, azas-azas tersebut antara lain :
1. Azas falsafah Pancasila
2. Azas Negara Hukum
3. Azas Demokrasi (Kerakyatan)
4. Azas Kepentingan Umum (Public Interest)
5. Azas Hirarki Kemajemukan (Pluralistis)
Keberagaman yang dimiliki bangsa ini cukup membuat sulit tercapainya
sebuah undang-undang yang dapat berlaku rata untuk semua warga Indonesia.
Namun, seharusnya dengan Pancasila hal tersebut bukan lagi menjadi hal yang
mustahil. Pancasila adalah sumber dari segala hukum, sudah seharusnya ayat-ayat
di dalam pasal-pasal mencerminkan Pancasila. Produk hukum saat ini banyak
yang tidak mengandung nilai Pancasila, hal itu lah yang membuat tujuan negara
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
39"Ibid,

Hlm. 72.

40"Ibid.

11"
"

tidak tercapai. Seringkali saat ini, produk hukum yang ada tidak mencerminkan
nilai-nilai Pancasila.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Untuk mewujudkan hukum nasional Indonesia yang terkodifikasi
(terbukukan) bukanlah perkara yang mudah. Penjajahan Belanda membawa
pengaruh besar pada Indonesia, pembagian-pembagian wilayah yang dilakukan
Belanda membuat penduduk di masing-masing daerah itu tunduk pada aturannya
sendiri-sendiri. Pembagian masyarakat dalam beberapa golongan juga membuat
orang-orang di dalamnya tunduk pada aturan masing-masing golongan. Perbedaan
penggolongan tersebut melahirkan aturan-aturan yang sanksinya juga berbeda
antara satu golongan dengan golongan yang lainnya. Hal-hal seperti itulah yang
menjadi alasan betapa sulitnya membuat kodifikasi di dalam hukum Indonesia.
Sulitnya mewujudkan hukum nasional yang terkodifikasi juga bukan lah
suatu hal yang mustahil. Politik hukum sebagai penghasil undang-undang yang
merupakan produk hukum seharusnya dapat membuat kodifikasi (penyatuan)
hukum secara efektif dan efisien. Kodifikasi yang efektif dan efisien harus
memperhatikan tujuan negara yang akan diwujudkan dan sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam,
budaya, dan memiliki beragam suku bangsa, adat, budaya, dan lain sebagainya.
Keberagaman (pluralisme) itulah yang menjadi ciri bangsa Indonesia yang jelas
tampak di dalam Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia.

12"
"

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Amin, Sutan Muhammad, 1978, Kodifikasi dan Unifikasi Hukum Nasional, PT. Sastra
Hudaya, Jakarta.

Budiardjo, Miriam, 1993, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta.
Mahfud MD, Moh., 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali
Pers, Jakarta.
Mahfud MD, Moh., 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta.

Nusantara, Abdul Hakim G., 1988, Politik Hukum Indonesia, Yayasan Lembaga
Hukum, Jakarta.
Philipus, Ng. dan Nurul Aini, 2004, Sosiologi dan Politik, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Soemantri, Sri, 2014, Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan,
PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.
Soetami, A. Siti, 2005, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Edisi Revisi), Refika Aditama,
Bandung.

"

13"
"

Dokumen yang terkait

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Tinjauan Tata Cara Penjualan Pupuk Urea Bersubsidi Pada PT. Pupuk Kujang Cikampek

3 56 1

Tinjauan Atas Perencanaan Dan Pengendalian Anggaran Kas Pada Lembaga Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

6 69 56

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Tinjauan seksi penagihan terhadap tata usaha piutang pajak kantor pelayanan pajak Bandung Karees Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat

2 91 29

Tinjauan atas pembuatan laporan anggaran Bulan Agustus 2003 pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung

0 76 64