KASUSQU TB PARU DIAGA L

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya menyerang
paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini berbentuk batang
dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit
ini dapat menyerang pada semua orang, baik anak-anak maunpun orang dewasa.
Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada orang lain, bakteri Mycobacterium
tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru,
kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lain
melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas (bronkus) atau
menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya. TB Paru merupakan bentuk yang
paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. TB yang menyerang
jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang dapat menular. TB
merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia
menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia
setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari
total jumlah pasien TB dunia (Dep.Kes Republik Indonesia, 2012).
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun

2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia
1

produktif. Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari
2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia mencapai 189 per
100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian TBC 128 per
100.000 penduduk.
Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan baik dari sisi angka kematian
(mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya.
Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat infeksi Mycobacterium Tuberkulosis
menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut (Dep.Kes Republik
Indonesia, 2012).
Berdasarkan laporan TB dunia oleh WHO (2006), Insiden TB di Indonesia
terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar
539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana pemberian asuhan keperawatan TB Paru di
RSUD Pandan.
1.2.2 Tujuan khusus

Menetapkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah kedalam proses
asuhan keperawatan serta mendapatkan pengalaman dan melaksanakan asuhan
keperawatan sebagai berikut :
1. Melaksanakan pengkajian data.
2. Mengidentifikasi diagnosa, masalah dan kebutuhan.
2

3. Menentukan antisipasi masalah potensial.
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera.
5. Menyusun rencana asuhan keperawatan sesuai dengan prioritas masalah.
6. Melaksanakan rencana asuhan sesuai masalah.
7. Mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi ilmu pengetahuan
a) Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan dalam
merawat klien dengan Tuberkulosis Paru.
b) Menambah keilmuan baru yang dapat dijadikan pedoman untuk ilmu
selanjutnya terutama berkaitan dengan Tuberkulosis Paru.
1.3.2 Bagi mahasiswa

a. Meningkatkan pengetahuan asuhan keperawatan Tuberkulosis Paru.
b. Menambah

keterampilan

mahasiswa

dalam

menerapkan

asuhan

keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis Paru.
1.3.3 Bagi lahan praktikan
a. Meningkatkan pelayanan mutu baik secara kualitas maupun kuantitas
terutama pada klien dengan masalah Tuberkulosis Paru.
b. Sebagai tambahan informasi untuk meningkatkan dan menerapkan asuhan
keperawatan sesuai standar serta memberikan perubahan positif bagi tenaga
kesehatan khususnya memberi asuhan keperawatan

3

1.3.4 Bagi institusi pendidikan
a. Sebagai sumber kepustakaan bagi mahasiswa
b. Agar dapat digunakan sebagai wacana dari ilmu keperawatan terutama
pada pasien Tuberkulosis Paru.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini yaitu menggunakan
metode pustaka dimana mencari bahan – bahan materi dari berbagai sumber yang
berkaitan dengan materi dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami Tuberkulosis Paru.

1.5 Rumusan Masalah
Dalam laporan ini rumusan masalah yang didapatkan yaitu pengertian
Tuberkulosis Paru, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penatalaksanaan medis dan bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien
dengan Tuberkulosis Paru.

4


BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis Medis
2.1.1 Pengertian
TBC (Tuberkulosis paru) merupakan infeksi jaringan paru-paru oleh bakteri
Myobacterium tuberculosa. Bakteri ditularkan bersama udara inspirasi. Kemudian
merusak jaringan paru-paru sehingga paru-paru menjadi berongga dari berbentuk
jaringan ikat di paru. (Sumber, Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk paramedis
Oleh Drs. Kus Irianto, Tahun 2004).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2.1.2 Cara Penularan
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

5

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.1.3 Resiko Penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.

6

2.1.4 Resiko Menjadi Sakit TB
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan
menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB
BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem
daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila

jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula.
Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan :
1.

50% meninggal.

2.

25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi.

3.

25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

7

2.1.5 Patogenesis Tuberkulosis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus
primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar
limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

8

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 4 Selama
berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB
sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer
inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah
terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik,
begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
9

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak
dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum
terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
10

seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahun – tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus
TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait,
misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang
lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized
hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar
dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
11

cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang
terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila
suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat
penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah
infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut
Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen,
TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen
akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah
infeksi primer.
Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya
TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB
paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang

tidak

mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering
pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 2530% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang

12

terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun
kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

2.1.6 Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.

2.1.7 Gejala Sistemik/ Umum :
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2.1.8 Gejala Khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
13

2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/ darah.

2.1.9 Diagnosis Tuberkulosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah :
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
14

5. Rontgen dada (thorax photo).
6. Uji tuberkulin.

2.1.10 Diagnosis TB. Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan
3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
• S (Sewaktu) :
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
15

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi) :
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S (Sewaktu) :
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran
kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih
jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2.1.11 Indikasi Pemeriksaan Foto Thoraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:
16

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).


Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

2.1.12 Diagnosis TB Ekstra Paru :
• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat

17

diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto
toraks, dan lain-lain.

2.1.13 Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–
4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut
dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin
kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½
bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi :
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
18

3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

2.1.14 Klasifikasi Tuberkulosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
“Definisi Kasus” yang meliputi empat hal , yaitu :
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai.
2. Registrasi kasus secara benar.
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif.
4. Analisis kohort hasil pengobatan.

Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter.

19

2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat
diperlukan untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
mencegah timbulnya resistensi.
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective).
3. Mengurangi efek samping.

2.1.15 Klasifikasi Berdasarkan ORGAN Tubuh Yang Terkena:
1) Tuberkulosis Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.

20

2.1.16 Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan DAHAK Mikroskopis, yaitu
pada TB Paru :
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

21

2.1.17 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat kePARAHan Penyakit.
1) TB paru BTA Negatif Foto Thoraks Positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk Berat
dan Ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB Ekstra - Paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB Ekstra Paru Ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b) TB Ekstra-Paru Berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan :
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

22

2.1.18 Klasifikasi Berdasarkan RIWAYAT Pengobatan Sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
23

positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan :
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus
dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan
medis spesialistik.

2.2 Tinjaun Teoritis Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan
Nafas pendek karena kerja
Kesulitan tidur pada malam hari, menggigil dan/ atau berkeringat
Mimpi buruk
Tanda : Takikardia, takipnea, dispnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)
b. Integritas ego
Gejala : Adanya faktor stress lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Populasi budaya/ etnik : america asli atau imigran dari Amerika
tengah, Asia tenggara, Indian anak benua
24

Tanda : menyangkal (khususnya selama tehap dini)
Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
c. Makanan/ cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/ kulit bersisik
d. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah
e. Pernafasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif
Nafas pendek
Riwayat Tuberculosis/ terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleura)
Pengembangan pernafasan tak simetris (efusi pleurol)
Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau
penebalan pleural)
Bunyi pernafasan menurun/ tak ada secara bilateral atau
unilateral (efusi pleural/ pneumo thorax)
25

Bunyi nafas tubuler dan/ atau bisikan pektoral diatas lesi luas
Krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah
batuk pendek (krekels posttussic)
Karakteristi sputum hijau/ purulen, mukoid kuning atau bercak
darah. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). Tak perhatian,
mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut)
f. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi peka imun contoh AIDS, kanker, tes HIV positif
Tanda : Demam rendah atau sakit panas
g. Interaksi sosial
Gejala : Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular
Perubahan pola biasa dalam anggung jawab/ perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran
h. Penyuluhan pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB
Ketidakmungkinan umum/ status kesehatan buruk
Gagal untuk membaik/ kambuhnya TB
Tidak berpartisipasi dalam terapi
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 6,6 hari
Rencana Pemulangan : Memerlukan bantuan dengan gangguan dalam terai
obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharaan/
perawatan rumah
26

i. Pemeriksaan diagnostik
Kultur sputum : Positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam-cepat

2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Jalan nafas tak efektif dapat berhubungan dengan reaksi radang alveolus.
2. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
3. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan
tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi, salah interprestasi informasi.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d pertahanan primer tidak adekuat
kerusakan jaringan / infeksi.
5. Resti pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolarkapiler.
6. Kerusakan pertukaran gas b/d terganggu nya difusi dan perfusi O2.
7. Ansietas (cemas) b/d stresor dan kurangnya meningkat komunikasi.

27

2.2.3 Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan I
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas pasien dan mengeluarkan sekret tanpa
bantuan.
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan irama dan
kedalaman serta pengunaan otot aksesori
Rasional : penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi
mengi menunjukkan akumulasi sekret
2. Berikan pasien posisi semi fowler, bantu pasien untuk batuk dan latihan
napas dalam
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan
3. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
Rasional : mencegah obstruksi/ inspirasi
4. Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali ada
kontraindikasi
Rasional : Masukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan seret
5. Kolaborasi lembabkan udara/ oksigen inspirasi
Rasional : mencegah pengeringan membran mukosa.

28

2. Diagnosa Keperawatan II
Tujuan : Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan
2. Pastikan pola diet biasa pasien yang tidak disukai/ disukai
Rasional : Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet
3. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak
perlu
4. Selidiki anoreksia, mual muntah dan catat kemungkinan hubungan
dengan obat. Awasi frekwensi, volume, konsistensi faeces.
Rasional : Berguna dalam menentukan pilihan diet dan mengidentifikasi
area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrien.

29

3. Diagnosa Keperawatan III
Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk belajar. Contoh tingkat takut masalah,
kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat
belajar, seberapa banyak isi media terbaik, siapa yang terlibat.
Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik, dan
tingkatkan pada tahap individu
2. Tekankan

pentingnya

mempertahankan

tinggi

protein

dan

diet

karbohidrat serta masukan cairan adekuat.
Rasional : mematuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan
kelemahan dan meningkatkan penyembuhan
3. Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan
contoh jadwal obat.
Rasional : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk
mengingat sejumlah besar informasi. Pegulangan menguatkan belajar
4. Anjurkan untuk tidak merokok
Rasionalisasi : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB
tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan
5. Kaji bagaimana TB ditularkan
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan.
30

4. Diagnosa Keperawatan IV
Tujuan : Nyeri tidak ada
Kriteria : Klien melaporkan nyeri terkontrol, tampak rileks dan istirahat
dengan baik, berprestasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
1. Tanyakan klien tentang nyeri, tentukan karakteristik yeri, buat tentang
intensitas pada skala 0-10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena peradangan
pada paru yang dapat melibatkan visera saraf atau jaringan tulang.
2. Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.
Rasional : Penggunaan skala rentang membantu klien dalam mengkaji
tingkat nyeri memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik,
meningkatkan kontrol nyeri.
3. Berikan tindakan kenyamanan, dorongan penggunaan relaksasi.
Rasional : Masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan
ambang persepsi nyeri.
4. Berikan analgesik rutin sesuai indikasi, khususnya 45-60 menit sebelum
tindakan afas dalam latihan batuk.
Rasional : Mempertahankan keadaan obat lebih konstant menghindari
puncak periode nyeri ”alat dalam penyembuhan otot dan memperbaiki
fungsi pernafasan dan pengamanan koping emosi.

31

5. Diagnosa Keperawatan V
Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko
penyebab infeksi
Intervensi :
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk dan bersin
Rasional : Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran
kemungkinan

transmisi

memantu

pasien/

orang

terdekat

untuk

mengambil langkah dalam mencegah infesi keorang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat
karib, teman
Rasional : Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untu
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tissue dan
menghindari meludah
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi
pernafasan
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolisasi pasien dan
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
5. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, beri makan sedikit
dengan frekuensi sering

32

Rasional : dengan makan sedikit frekwensi sering dapat meningkatkan
pemasukan semua.

6. Diagnosa Keperawatan VI
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
- Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
- Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
1.

Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi
paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

2.

Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea
atau perubahan tanda-tanda vital.

33

Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3.

Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

4.

Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

5.

Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri
dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang
dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

6.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi, pemberian antibiotika,
pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
Rasional : Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
34

7.

Diagnosa Keperawatan VII

Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :


Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.



Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya.

Intervensi :
1. Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan
moral.
Rasional : Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan
rasa saling percaya.
2. Menerangkan prosedur pengobatan dengan sebaik-baiknya.
Rasional : Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.
3. Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang
kecemasan klien.
Rasional : Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien
melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.

35

BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Tanggal masuk RS : 22 april 2014
Nomor Register

: 02-22-41

Tgl. Pengkajian

: 22 April 2014

Ruangan : TB PARU
Diagnosa Medis : TBC (Tubeculosis Paru)

1. Biodata
a. Identitas Diri Klien
Nama

: Ny. M

Umur

: 36 Tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Belum Nikah

Suku

: Batak

Agama

: Kristen Protestan

Pendidikan

: SLTP

Pekerjaan

: Tani

Alamat

: Manduamas

b.Penanggung jawab
Nama

: Ny. R
36

Umur

: 50 Tahun

Pekerjaan

: Tani

Alamat

: Manduamas

Hub dengan pasien

: Anak kandung

II. Keluhan Utama
Batuk bercampur darah, nyeri pada dada, sesak nafas.
III. Riwayat Kesehatan sekarang
a. Provacative / palliative
Klien merasa nyeri pada dada yang sangat berat.
Hal yang memperbaikinya adalah istirahat theraphy medik dan obat-obatan.
b. Qualityl Quantity
Klien kelihatan lemah, meringis kesakitan, klien merasakan nyeri pada dada
dengan skala nyeri 5.
c. Region
Lokasi di dada dan menyebar ke punggung belakang
d. Severity (mengganggu aktivitas)
Aktivitas ringan-berat tergantung tetapi teratasi dengan bantuan keluarga dan
perawat.
e. Time
Klien merasa nyeri terutama pada saat batuk

37

IV. Riwayat kesehatan masa lalu :
1. Penyakit yang pernah dialami : TB. Paru
2. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan : Ke klinik bidan, minum OAT 6 bulan,
pasien kambuh
3. Pernah dirawat/ dioperasi : Pernah dirawat ( Praktek Bidan )
4. Lamanya dirawat : Kurang lebih 2 hari
V. Riwayat kesehatan keluarga :
1. Penyakit yang diderita anggota keluarga : Batuk - batuk
Hub dgn pasien : Kedua Orangtua
2. Anggota keluarga yang meninggal : Ada, penyebabnya : Demam tinggi

38

3. Genogram

Ket :
: Pria meninggal
: Wanita meningal
: Pria
: Wanita
: Klien
: Tinggal serumah
: Garis keseluruhan

39

VI. Riwayat / Keadaan Psikososial
1. Bahasa yang digunakan

: Bahasa Batak dan Indonesia

2. Persepsi pasien dgn penyakitnya

: Sebagai cobaan dari TUHAN

3. Konsep diri :
a. Gambaran diri ( Body image )


Tanggapan dengan tubuhnya : Klien merasa tubuhnya yang

Sekarang tidak seperti yang dulu.


Bagian tubuh yang disukai

: Klien menyukai seluruh

anggota tubuhnya.


Bagian tubuh yang tidak disukai : Klien merasa menyukai

seluruh anggota tubuhnya.


Persepsi tentang kehilangan tubuhnya : Klien tidak kehilangan

anggota tubuhnya
b. Identitas ( Personal identitiy )


Status dalam keluarga : Sebagai anak di dalam keluarga.



Kepuasan terhadap status : Saat ini pasien tidak mampu

menjalankan statusnya sebagai anak.


Kepuasan terhadap jenis kelamin : Klien merasa puas dengan

jenis kelaminnya.

40

c. Peran


Kemampuan melaksanakan perannya : Klien tidak mampu

melakukan perannya sebagai anak karena sakit yang dideritanya.


Kepuasan melaksanakan perannya

: Kurang puas karena

tidak bisa melakukan perannya seperti biasa
d. Ideal diri


Harapan pasien terhadap

 Tubuhnya

: Kembali seperti semula

 Posisi ( Pekerjaan )

: Dapat melakukan perannya

sebagai anak
 Status ( keluarga )

: Bisa berkumpul bersama
Keluarga.

 Tugas / pekerjaan


: Dapat bekerja kembali

Harapan pasien terhadap lingkungan

 Keluarga : Dengan kondisi yang sekarang klien berharap
keluarga yang tenang.
 Masyarakat : klien berharap masyarakat tidak berpikir negatif
terhadap penyakitnya.

41

 Tempat / lingkungan kerja : klien berharap rekan kerjanya tidak
akan mengalami hal yang sama seperti yang klien rasakan
sekarang.


Harapan pasien terhadap penyakit dan tenaga kesehatan

Semoga cepat sembuh, dan tenaga kesehatan mampu mengobati
dengan baik.
e. Harga diri
Tanggapan pasien terhadap harga dirinya : Harga dirinya rendah,
berhubung dengan penyakit yang pernah dialaminya.
4.Sosial


Hubunan dengan keluarga : Saat ini klien merasa keluarganya masih

peduli dengan dia ( klien ditemani oleh ibunya ).


Hubungan dengan pasien lain : Baik, klien sering kontak

( komunikasi ) dengan pasien lain.


Dukungan keluarga

: Sangat kuat dan memberi semangat kepada

anaknya


Reaksi saat interaksi : Dengan kontak mata

5. Spritual
Konsep tentang penguasa hidup

: Agama yang dianutnya

Sumber kekuatan / harapan saat sakit

: Allah Yang Maha Esa

Ritual agama yang dilakukan

: Ke gereja dan berdoa

42

Kenyakinan terhadap kesembuhan

:Yakin akan kesembuhannya

Persepsi terhadap penyakitnya

: Sebagai cobaan dari Tuhan

VII. Pemeriksaan Fisik
8.

Keadaan Umum : Compos Mentis

9.

Tanda-tanda vital
TD

: 90/60 mmHg

Pernafasan

Temp

: 36.80C

Nadi

TB

: 157 cm

BB

10.

:

30 x/i
: 87 x/i

:

30 kg

Kepala dan leher
a.

Kepala
 Bentuk

: Kepala lonjong

 Ubun – ubun

: Ubun – ubun tertutup

 Kulit kepala

: Kurang bersih terhadap
ketombe

 Nyeri kepala


: Tidak ad nyeri kepala

Rambut

 Penyebaran dan keadaan rambut

: Merata pada seluruh kepala

 Bau

: Bau keringat

 Warna

: Hitam merata

43

Wajah



b.

 Warna kulit

: Sawo matang

 Struktur wajah

: Lonjong

Mata
 Kelengkapan / kesimetrisan

: Lengkap dan simetris

 Pupil

: Isokor kiri/kanan

 Strabismus

: Tidak ada

 Refleks cahaya

: Positif, klien merasa silau
bila terkena cahaya

 Konjungtiva

: Anemis karena kurang
darah Hb:10.4 gr%

 Sklera

: Ikterik (berwarna
kekuningan)

 Palpera

: Tidak edema pada palpebra

 Pergerakan bola mata

: Normal, kedua bola mata
dapat bergerak

 Strabismus

: Tidak ada strabismus

 Tekanan bola mata

: Tidak diukur

 Ketajaman penglihatan

: Klien mampu membaca
Novel dengan jarak 30 cm

44

c.

Hidung
 Tulang hidung dan posisi septumnasi: Simetris, dan berada pada
antara kedua mata
 Mukosa

: Pucat

 Pernafasan cuping hidung

: Pernafasan cuping hidung

 Ketajaman penciuman

: Mampu membedakan bau
alkohol dengan jeruk

d.

Telinga
 Bentuk telinga

: Simetris ( lengkap kiri dan kanan )

 Keluhan

: Tidak ada keluhan pada telinga

 Ketajaman pendengaran

: Normal ( klien dapat mendengar
suara jarum detik jam dibelakang
telinga )

 Alat bantu

: Klien tidak menggunakan alat
bantu dengar

e.

Mulut dan faring
 Mulut

: Kotor

 Mukosa

: Kering

 Bibir

: Simetris atas / bawah

 Lidah

: Kotor banyak bercak

 Gigi

: Tidak ada karies pada gigi.

 Kebiasaan gosok gigi

: Tidak teratur ( 1x/hari )
45

 Tenggorokan
f.

11.

: Tidak Sakit menelan

Leher
 Pembesaran kelenjar thyroid

: Kelenjar tiroid tidak membesar

 Pembesaran kelenjar limfe

: Tak ada ditemukan

 Peningkatan vena jugularis

: Tak ada ditemukan

 Denyut nadi karotis

: Teraba dengan jelas

Integumen
a. Kebersihan

: Bersih ( Dilap 2x/hari )

b. Kehangatan

: Hangat

c. Warna

: Agak pucat
penyinaran matahari

d. Turgor

: Kurang ( > 2 detik )

e. Kelembapan

: Kering

f. Edema

: Tidak ada edema

g. Kelainan pada kulit

: Tidak ada kelainan pada
kulit klien

h. Luka insisi

: Tidak ada ditemukan luka
insisi

12.

Payudara dan ketiak
a. Ukuran dan bentuk payudara

: Tidak di kaji

b. Warna payudara dan areola

: Tidak di kaji

c. Axila dan klavicula

: Tidak di kaji
46

13.

Thorak / Dada
a) Bentuk thorax

: Normal dan simetris ka/ki

b) Pemeriksaan paru
 Pola nafas

: Tidak teratur RR: 30x/i

 Reaksi otot bantu nafas

: ada, dengan cuping hidung

 Perkusi thorax

: Sonor

 Suara pernafasan

: Ronchi

 Taktil premitus

: Sama kiri / kanan

 Keluhan

: Batuk produktif

1.

Sesak nafas

: Dipsnea

2.

Saat

: Berbaring

3.

Tindakan yang mengurangi

: Setengah duduk / semi
fowler

4.

Alat bantu napas

: Oksigen 2-3 L / i

c) Pemeriksaan jantung
 Nyeri dada

: Ya, ada nyeri dada saat
batuk

 Irama jantung

: Reguler dengan S1 dan S2
Mur mur gallop (-)

 Pulsasi

: Kuat

 Bunyi jantung

: S1 :Lup `

47

S2 : Dup
14.

Abdomen
a.

Bentuk abdomen

: Soepel

b.

Benjolan / massa

: Tidak ada terdapat massa

c.

Spidernevi

: Tidak ada terdapat garis – garis

spidernevi
d.

Peristaltik usus

: 12x/i

e.

Nyeri tekan

: Tidak ada

f.

Ascites

: Tidak ada ascites

g.

Hepar

: Tidak teraba

h.

Ginjal

: Tidak teraba

i.

Lien

: Tidak teraba

j.

Suara abdomen

: Timpani

15.

Kelamin dan genetalia
a.

(klien tidak bersedia diperiksa)

Genetalia

b.

 Bentuk alat kelamin

: Klien tidak bersedia diperiksa

 Rambut pubis

: Klien tidak bersedia diperiksa

 Lubang uretra

: Klien tidak bersedia diperiksa

 Kelainan

: Klien tidak bersedia diperiksa

Anus dan perineum
 Lubang anus

: Klien tidak bersedia
diperiksa
48

 Kelainan pada anus

: Klien tidak bersedia
diperiksa

 Perineum

: Klien tidak bersedia
diperiksa

16.

Muskuloskletal / Ekstremitas atas dan bawah
a. Kesimetrisan otot

: Simetris kiri / kanan

b. Kemampuan gerak sendi

: Bebas

c. Kekuatan otot : 1 2 3 4 5

12345

12345

12345

d. Fraktur : tidak ada
e. Edema : tidak ada edema
f. Sianosis : tidak ada
10. Neurologis
1) Kesadaran : Compos Mentis,
 Eye : 4
 Verbal : 5
 Motorik : 6
 GCS : 15
2) Status mental :
Orientasi klien terhadap orang waktu dan tempat baik terbukti dengan klien
mampu menjawab dimana dia berada, kapan masuk RS dan siapa yang menemaninya.

49

Daya ingat : klien mampu menjawab kapan terakhir kali dia merokok
3) Tes Fungsi kranial
a. N I ( olfaktorius ) :
Klien dapat membedakan bau kayu putih dan teh manis
b. N II ( optikus) :
Klien dapat membaca papan nama perawat dalam jarak kurang lebih 30 cm
c. N III,IV,VI (okulomotoris, trokhealis, abdusen ) :
Respon cahaya terhadap pupil + Bola mata dapat digerakan kesegala arah ,
tidak terdapat nistagmus atau diplopia
d. N V (trigeminus ) :
Mata klien berkedip pada saat pilinan kapas diusapkan pada kelopak mata,
klien merasakan sentuhan saat kapas diusapkan kemaksila dengan mata
tertutup
e. N VII ( Fasialis ) :
Klien dapat membedakan rasa manis dan asin, klien dapat mengerutkan dahi,
wajah klien tampak simetris saat klien tersenyum.
f. N VIII (auditorius ) :
Kien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan baik tanpa harus diulang .
b. N IX, X ( glosofaringeus, vagus ) :
Uvula bergetar simetris saat kien mengatakan “Ah”, reflek menelan bagus,
c. N XI (asesorius ) :
Klien dapat menoleh kekanan dan kekiri
50

d. N XII ( hipoglosus ) :
Lidah klien dapat digerakan secara bebas ke segala arah.

3. Fungsi Motorik
Tidak terdapat kontraktur pada ekstrimitas atas dan bawah, tonus otot cukup
baik untuk menahan gravitasi, reflek bisep ++/++, reflek trisep ++/++, reflek
patella ++/++ reflek babinski --/-4. Fungsi Sensorik
Klien dapat membedakan sensai tumpul dan tajam.
Hasil Pem

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

ANALISIS KINERJA UPT RUMAH SAKIT PARU JEMBER SEBELUM DAN SESUDAH BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

24 263 20

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

PERBEDAAN PERILAKU SEHAT SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU BERDASARKAN KARAKTERISTIK PENDERITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JANTI KOTA MALANG

0 33 33

EFEKTIVITAS FISIOTERAPI DADA TERHADAP PENGELUARAN SEKRET PADA BRONKITIS KRONIS DI RUMAH SAKIT PARU BATU

22 163 24

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN DERAJAT KLINIS ASMA BRONKHIAL DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

0 27 18

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD) PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PARU JEMBER

14 90 168

INSTRUMEN PENELITIAN TES HASIL BELAJAR L

0 26 10

PENGARUH DUA MACAM PUPUK DAUN DAN DOSIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF JAMBU BIJI MERAH ( Psidium Guajava L ) Kultivar CITAYAM

0 16 40

THE DEVELOPMENT OF THE INTERACTIVIE LEARNING MEDIA OF UNIFROMLY ACCELERATED MOTION (GLBB) IN CLASS X BASED-GENERIC SCIENCE SKILLS USING FLASH ANIMATION OF SENIOR HIGH SCHOOL IN WEST LAMPUNG REGENCY PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATERI GERAK L

0 35 131