BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pusta (1)

8

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Budha Maryanti, dkk (2011), menyimpulkan bahwa kekuatan tarik komposit
untuk perlakuan alkalisasi dengan persentase 5% dengan proses alkalisasi selama 1
jam menghasilkan kekuatan tarik 97,356 N/mm2, sedangkan tanpa alkalisasi atau
alkalisasi 0% menghasilkan kekuatan tarik sebesar 90,14N/mm2.
Djafar, dkk (2012), Menyimpulkan bahwa sifat kekuatan bending dari tenunan
serat rami ATBM (alat tenun bukan mesin) jenis basket tipe s 3/12 dengan matriks
epoksi resin diperoleh tegangan bending yang terendah yaitu pada spesimen ke tiga
sebesar ζb3 = 87, 7843 MPa, regangan bending dan modulus elastisitas bending yang
terendah yaitu pada spesimen ke empat sebesar εb4 = 0,00249 mm/mm dan Eb4 =
26,4541 GPa. Sedangkan tegangan bending yang maksimum yaitu pada spesimen ke
enam sebesar ζb6 = 88, 4309 MPa, regangan bending dan modulus elastis bending
yang maksimum juga pada spesimen enam yaitu sebesar εb6 = 0,0315 mm/mm dan
Eb6 = 29,3592 GPa serta defleksi terendah terjadi pada spesimen ketiga dan keempat
sebesar 6 mm dan untuk defleksi maksimum terjadi pada spesimen keenam sebesar
7,5 mm.
Rindrawan (2016), Meyimpulkan bahwa kekuatan tarik rata-rata matrik adalah

28,9 MPa dan regangan 2,04%. Sedangkan yang menggunakan serat sejajar memiliki
kuat tarik 21,17 MPa dan regangan 2,06% yang hampir sama dengan matrik. Nilai
kuat tarik dan regangan pada serat acak 18,49 MPa, regangannya 1,21%. Komposit

9

dengan variasi arah serat acak 18,49 MPa, regangannya 1,21%. Komposit dengan
variasi arah serat anyam memiliki nilai rata-rata terendah yaitu hanya 16,5 MPa dan
regangannya 1,21%.
Sudarsono (2013), menyimpulkan tegangan tekuk terbesar dimiliki oleh
spesimen 2 lapis yaitu sebesar 30,881 Mpa dengan regangan 1,795% dan modulus
young 2,018 0,776 Gpa. Penambahan serat rami memberikan sifat mekanik tegangan
tekuk yang signifikan sebesar 62,42% dan perbedaan berat komposit antara 1 lapis
dan 2 lapis tidak terlalu jauh.
Yudha Yoga Pratama, dkk (2014), hasil penelitian menunjukan kekuatan tarik
tertinggi polyester dengan serat sabut kelapa bahwa pada spesimen komposit dengan
kombinasi perlakuan alkali selama 2 jam, panjang serat 10 mm dan fraksi volume
serat 35% dan hasil kekuatan tarik rata-rata 21,24 MPa.
2.2 Bahan Komposit
2.2.1 Definisi komposit

Hadi, (2000), Menyatakan bahwa bahan komposit berarti terdiri dari dua
atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopis.
Makroskopis berbeda dengan paduan atau alloy, yang penggabungan unsurunsurnya dilakukan secara mikroskopis. Pada bahan komposit, sifat-sifat unsur
pembentuknya masih terlihat jelas, pada paduan sudah tidak tampak secara nyata.
Dengan demikian komposit lebih unggul dalam penggabungan sifat masingmasing unsur pembentuknya.
Umumnya bahan komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) dan
bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matriks. Matrik adalah fase

10

dominan dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume.
Sedangkan, reinforcement (filler) adalah penguat atau penahan beban utama
dengan pelekat antara dua penyusun dan permukaan fase yang berbatasan dengan
fase lain.
Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat
digunakan untuk pembuatan propeller turbin angin. Dalam perkembangan
teknologi komposit mengalami kemajuan yang sangat pesat ini dikarenakan
keistimewaan sifat yang renewable atau terbarukan, kekuatan yang tinggi
terhadap kekakuan, ketahan terhadap korosi dan lain-lain, sehingga mengurangi
konsumsi bahan kimia maupun gangguan lingkungan hidup.

Kebanyakan teknologi modern memerlukan kombinasi sifat-sifat yang luar
biasa yang tidak dapat dicapai oleh bahan-bahan lazim seperti logam, keramik,
dan bahan polimer. Komposit merupakan salah satu bahan baru hasil rekayasa
yang terdiri dari satu atau dua bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda
satu sama lainnya baik sifat kimia maupun fisiknya dan tetap terpisah dalam hasil
akhir bahan tersebut. Industri manufaktur selain membutuhkan dari sifat logam
dibutuhkan pula material yang memiliki sifat-sifat istimewa yang sulit diperoleh
dari sifat logam.
Komposit memiliki sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari
material pembentuknya.Komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari
logam, kekakuan jenis (modulus young/density) dan kekuatan jenisnya lebih
tinggi dari logam.Beberapa lamina komposit ditumpuk dengan arah orientasi
serat yang berbeda, gabungan lamina ini disebut sebagai laminat.

11

Komposit terbentuk karena adanya ikatan pada permukaan, ikatan-ikatan
tersebut dibentuk karena sling terikat satu sama lain. Adapun ikatan permukaan
antara matriks dan filler/reinforcement terjadi karena melalui tiga cara utama
yaitu:

1.

Interlocking antar permukaan merupakan ikatan yang terjadi karena
kekerasan bentuk permukaan partikel.

2.

Gaya elektrostatis merupakan ikatan yang terjadi karena adanya gaya
tarik menarik antara atom yang bermuatan ion.

3.

Gaya vanderwalls merupakan ikatan yang terjadi karena adanya
pengutupan antar partikel.

2.2.2 Klasifikasi komposit
Klasifikasi bahan komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya, bahan
komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis, seperti:
1.


Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic
atau metal anorganic.

2.

Klasifikasi menurut karakteristik bult-form, seperti sistem matrik atau
laminat.

3.

Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan
dicontinous.

4.

Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau structural.
(Schwartz, 1984).

12


Sedangkan klasifikasi menurut komposit serat (fiber-matrik composites)
dibedakan menjadi beberapa macam antara lain:
1.

Fiber composite (komposit serat) adalah gabungan serat dengan
matrik.

2.

Filled composit adalah gabungan matrik continous dengan matrik yang
kedua.

3.

Flake composite adalah gabungan serpih rata dengan matrik.

4.

Particulate composite adalah gabungan partikel dengan matrik


5.

Laminate composite adalah gabungan lapisan atau unsur pokok
laminat. (Schwartz, 1984).

Gambar 2.1 Klasifikasi bahan komposit yang umum digunakan
(Sumber: Hadi, 2000)
Bahan komposit secara umum terdiri dari 3 macam yaitu bahan komposit
partikel (particulate composite), bahan komposit serat (fiber composite) dan
komposit struktur (structural composite). Bahan komposit partikel terdiri dari

13

partikel-partikel yang diikat oleh matrik, bentuk partikel ini bisa berupa bulat,
kubik, tetragonal atau bahkan berbentuk yang tidak beraturan atau acak, bahan
komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat matrik, bentuknya ada dua
macam yaitu serat panjang (continous fiber) dan serat pendek (short fiber dan
whisker), sedangkan komposit struktur (structural composite) dibentuk oleh
reinforce yang memiliki bentuk lembaran-lembaran.
Komposit struktur (structural composite) dibentuk oleh reinforce yang

memiliki bentuk lembaran-lembaran. Berdasarkan struktur, komposit dapat
dibagi menjadi dua yaitu struktur laminate dan struktur sandwich. Struktur
laminate adalah gabungan dari dua atau lebih lamina ( satu lembar komposit
dengan arah serat tertentu) yang membentuk elemen struktur secara integral pada
komposit, sedangkan struktur sandwich adalah komposit yang tesusun dari 3
lapisan yang terdiri dari metal sheet sebagai kulit permukaan (skin) serta material
inti (core) dibagian tengahnya (berada diantaranya).
2.2.3 Bagian-Bagian Utama Komposit
Komposit memiliki 2 bagian utama yaitu penguat (reinforcement) dan
matrik. Keduanya memiliki peranan penting dalam penyusunan komposit,
penguat sebagai penanggung beban utama dan matrik merupakan fraksi volume
terbanyak atau dominan.
1.

Reinforcement
Komposit memiliki bagian utama yaitu penguat (reinforcement) yang

fungsinya sebagai penanggung beban utama pada komposit contoh serat. Serat

14


(fiber) merupakan suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang
berbentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat digolongkan menjadi dua
jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia).
Jenis-Jenis Reinforcement ada dua, yaitu sebagai berikut:
1.

Serat alami merupakan serat yang terbuat dari tanaman, seperti serat
rami, kenaf, sisal, bambu dan lain-lain.

2.

Serat Sintetis merupakan serat yang terbuat dari manusia seperti serat
fiber glass, karbon dan Kevlar.

Chawla (1987), menyatakan advanced composit merupakan serat-serat
dengan kekakuan spesifik yang tinggi (kekakuan dibagi oleh berat jenisnya).
Serat dengan jenis-jenis yang banyak tersedia untuk bahan komposit dan
jumlahnya hampir meningkat.
Susunan serat dapat menentukan suatu bahan komposit, secara umum

penyusun serat pada komposit dapat dibedakan sebagai berikut:
1.

Unidirectional yaitu serat disusun secara parallel satu sama lain.
Kekuatan tarik yang paling tinggi terhadap pada bahan yang sejajar
dengan arah serat, sedangkan kekuatan yang paling rendah pada bahan
yang tegak lurus.

2.

Pseudoisotropic yaitu serat disusun secara acak, pada susunan serat ini
kekuatan yang terjadi pada satu titik pengujian mempunyai nilai yang
sama.

3.

Bidirectional yaitu serat disusun tegak lurus satu dengan yang lain.
Pada susunan serat ini kekuatan tarik yang paling tinggi terdapat pada

15


arah 0 dan 90, sedangkan kekuatan paling rendah pada serat dengan
arah 45.
Sifat mekanik dari pemasangan serat satu arah ini adalah yang paling
propesional, karena pemasangan serat satu arah ini dapat memberikan kontribusi
pemakaian serat yang paling banyak. Hal ini sebabkan karena pemasangan serat
acak kontribusi serat yang dipasang akan semakin sedikit (fraksi volume sedikit),
hal ini mengakibatkan kekuatan pada komposit akan menurun.
Sedangkan jenis model penguatan serat pada bahan komposit dapat
dikelompokkan berdasarkan orientasi arah dan bentuk serat yakni orientasi:
1.

Continous Fiber Composite atau uni-directional Fiber Composite
mempunyai serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara
kompositnya. Kekurangannya lemah pada antar lapisan karena
kekuatan antar lapisan dipengaruhi matrik.

2.

Woven Fiber Composite (bi-directional) mempunyai serat anyam agar
tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan. Susunan serat
memanjang yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan
kekakuan tidak sebaik tipe continous fiber composite.

3.

Discontinuous Fiber Composite (Chopped fiber composite) tipe ini
serat pendek dengan susunan acak untuk mengurangi biaya produksi
pada produksi volume besar. Kekurangannya sifat mekanik kekuatan
yang masih dibawah dengan serat lurus pada jenis yang sama.

16

4.

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antar serat
lurus dengan serat acak.Agar mengeliminir kekurangan sifat dari
kedua tipe dan menggabungkan kelebihannya.

Komposit dapat dikelompokkan menurut bahan penguat pada matrik atau
dapat juga dari bahan yang menjadi matrik pengikat. Untuk komposit yang dari
bahan penguat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1.

Serat alam yang dibagi menjadi empat jenis, yaitu serat tumbuhan,
serat kayu, serat hewan dan serat mineral. Serat alami yang banyak
digunakan adalah serat hewan, yaitu sutra dan bulu domba.

2.

Serat sintetis yaitu serat yang umumnya berasal dari bahan petrokimia.
Bahan penguat serat sintetis diproduksi dengan industri manufaktur,
dimana komponen-komponennya diproduksi secara terpisah, kemudian
digabungkan dengan teknik tertentu agar diperoleh struktur, sifat dan
geometri yang diinginkan. Serat sintetis ini dapat berupa serat gelas,
karbon, nilon dan poliester.

2.

Matriks
Matriks adalah fase dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi

volume terbanyak (dominan). Struktur komposit dapat dibedakan menjadi
Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composites-PMC) bahan ini
merupakan bahan komposit yang sering digunakan, biasa disebut polimer
berpenguat serat (FRP – Fibre Reinforced Polymers or Plastics). Bahan ini
menggunakan suatu polimer berbahan resin sebagai matriknya dan suatu jenis

17

serat seperti kaca, karbon dan aramid (Kevlar) sebagai penguatnya. Gibson
(1994).
Komposit polimer ini memiliki sifat-sifat diantaranya:
1.

Ketangguhan baik dan lebih ringan

2.

Kemampuan mengikuti bentuk.

3.

Biaya pembuatan lebih rendah.

4.

Dapat dibuat dengan produksi massal.

Matrik sebagai salah satu bahan utama komposit, mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1.

Melindungi serat secara langsung dari gesekan mekanik.

2.

Mempertahankan dan memegang serat pada tetap posisinya.

3.

Menstransfer tegangan ke serat secara merata.

4.

Tetap stabil setelah proses manufaktur.

5.

Melindungi dari lingkungan yang merugikan.

Matrik memiliki beberapa sifat-sifat yang mendukung dalam bahan
komposit yaitu sebagai berikut:
1. Sifat mekanis yang baik.
2. Kekuatan ikatan yang baik.
3. Ketangguhan yang baik
4. Tahan terhadap temperature. (Ellyawan, 2008).
Polimer merupakan nama lain dari plastik, yaitu molekul yang besar atau
makro molekul yang terdiri dari satuan yang berulang-ulang atau mer. Polimer
telah mengambil peran penting dalam teknologi. Hal ini dikarenakan polimer

18

memiliki sifat-sifat seperti ringan dan mudah dibentuk. (Sudira, 1985)
menyatakan polimer yang sering dipakai adalah polimer yang disebut dengan
plastik.
Plastik dibagi menjadi dua kategori menurut sifat-sifatnya terhadap suhu,
yaitu:
1.

Thermoplastic adalah plastik yang dapat dilunakan berulang kali
(recycle) dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupakan
polimer yang akan menjadi keras apabila didinginkan. Thermoplastic
akan meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu
dan mempunyai sifat dapat balik (reversible) kepada sifat aslinya,
yaitu kembali mengeras bila didinginkan. Contoh dari thermoplastic
yaitu Epo Ghksi (EP), Unsaturatedpolyester (UP), Polyurethane (PU),
Phenol Formaldehyde (PF) dan Polyethylene terephthalate (PET).

2.

Thermoset tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversible). Bila
sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakan
kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakan thermoset
melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang
demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis
melamin. Plastik jenis thermoset tidak begitu manarik dalam proses
daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volume jauh lebih
sedikit (sekitar 10%) dari volume jenis plastik yang bersifat
thermoplastic. Contoh dari thermoset yaitu Polypropylene (PP), High

19

Density Polyethylene (HDPE), Low Density Polyethylene (LDPE) dan
Polyvinylcloride (PVC).
Tabel 2.1 Polymeric Matrix Materials
Polymer

Characteristic and Applications
High strength (for filament-wound vessels
For general structures (usually fabric-feinforced)

Thermosetting:

Epoxies, Polyester, Phenolic, Silicones High-temperature applications
Electrical application (printed-circuit panels)
Thermoplastic:
Less common, especially good ductility
Nylon, Polycarbonate, Polystyrene

(Sumber: Felicitas, 2016)
Pada tabel 2.1 menunjukan sifat dari resin epoksi dan resin polyester.
Kedua jenis tersebut merupakan jenis matrik yang banyak digunakan pada jenis
termosetting berikut keunggulan, kekurangan dan contoh penngunaannya:
1.

Resin Polyester adalah bahan matrik polimer yang paling luas
penggunaannya sebagai matrik pengikat, dari proses pengerjaan yang
sederhana sampai hasil produksi yang dikerjakan dengan proses
cetakan mesin. Sebagai resin thermosetting, polyester memiliki
kekuatan mekanik yang cukup bagus, ketahanan terhadap bahan kimia,
selain itu harganya relatif cukup murah. Resin jenis ini banyak
digunakan dalam fiber reinforced plastic karena jika diperkuat dengan
serat gelas maka ketahanan panas akan lebih baik, tetapi kurang kuat.
Resin polyester dapat mengalami proses curing dalam suhu kamar dan

20

dapat dipercepat dengan menambahkan katalis. Bahan polyester
banyak digunakan untuk komposit berpenguat serat gelas, contohnya:
kapal, tangki penyimpanan air dan perlengkapan bangunan.
2.

Resin Epoksi ini harganya sedikit mahal, tetapi resin jenis ini memilki
keunggulan dalam hal kekuatan yang tinggi dan penyusutan yang
relatif kecil setelah proses curing. Resin ini banyak dipakai sebagai
matrik pada komposit polimer dengan penguatnya serat karbon atau
Kevlar.

Tabel 2.2 menunjukan sifat dari resin epoksi dan resin poliester, keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pemilihan resin dalam
penggunaannya sangatlah penting agar hasil produksi sesuai tujuan yang
diinginkan.
Tabel 2.2 Sifat Epoksi dan Resin Poliester
Sifat

Poliester

Epoksi

Kekuatan tarik (MPa)

40-90

55-130

Modulus elastis
(GPa)

2,0-4,4

2,8-4,2

Kekuatan impak
(J/m)

10,6-21,2

5,3-53

Kerapatan

1,10-1,46

1,2-1,3

(Sumber: Felicitas, 2016)
2.2.4 Kekuatan Bahan Komposit
Jumlah kandungan serat dalam komposit merupakan hal yang menjadi
perhatian khusus pada komposit berpenguat serat. Untuk memperoleh komposit

21

berkekuatan tinggi, distribusi serat dengan matrik harus merata pada proses
pencampuran agar mengurangi timbulnya voids. Untuk menghitung fraksi
volume, parameter yang harus diketahui adalah berat jenis resin, berat jenis serat,
berat komposit dan massa serat. (Febriyanto, 2011)
Bahan komposit dibuat untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan
penyusunnya.Komposit meningkatkan kekuatan tarik matrik dan mengurangi
regangan matrik. Serat yang memiliki getas tetapi memiliki kekuatan tarik tinggi
dipadukan dengan matrik yang memiliki kekuatan tarik terendah dan kekuatan
regangan yang besar, akan menjadi suatu bahan yang memiliki sifat yang lebih
baik. Perbaikan sifat inilah yang membuat bahan dari komposit banyak
digunakan sebagai bahan yang digunakan dalam bidang teknik dan industri.
Tegangan komposit dapat dihitung dengan persamaan:
ζc = ζfѴf + ζmѴm

(2.1)

Sedangkan untuk fraksi volume kayu dan fraksi volume komposit dapat
dicari menggunakan rumus berikut:
V𝑘𝑎𝑦𝑢

Vkayu =

V𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

(2.2)

V𝑐

Vc =

V𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

(2.3)

Tegangan pada laminate (komposit berlapis) dapat dihitung dengan rumus
berikut:
Dimana:
Ѵf

= Fraksi volume serat

vf

= Volume serat

22

ζf

= Tegangan serat

Ѵm

= Fraksi volume matrik

vm

= Volume matrik

ζm

= Tegangan matrik

Ѵkayu

= Fraksi volume kayu sengon laut

vkayu

= Volume kayu sengon laut

ζkayu

= Tegangan kayu sengon laut

Ѵc

= Fraksi volume komposit

vc

= Volume komposit

ζc

= Tegangan komposit

ρf

= Density serat

ρm

= Density matrik

ρkayu

= Density kayu sengon laut

Vtotal

= Volume total

(Sumber: Hadi, 2000)

Jumlah serat pada bahan komposit serat sering dinyatakan dalam fraksi
volume serat (Vf), yaitu perbandingan volume serat terhadap volume bahan (Vc).
Semakin besar kandungan volume serat pada komposit akan mengakibatkan
peningkatkannya kekuatan dari komposit tersebut.
Kekuatan bending atau kekuatan lentur merupakan tegangan bending
terbesar yang dapat diterima pembebaan luar tanpa mengalami deformasi besar.
Pengujian lentur untuk mengetahi keelastisan suatu bahan. Cara pengujian lentur
dengan memberikan pembebanan tegak lurus terhadap sampel dengan tiga titik

23

lentur dan titik-titik sebagai penahan berjarak tertentu. Titik pembebanan
diletakkan pada pertengahan panjang sampel ditunjukan pada gambar 2.2.
Pada pengujian ini terjadi pelengkungan pada titik tengah sampel dan
besarnya perlengkungan ini dinamakan defleksi (δ). Kemudian dicatat beban
maksimum (Wmaks) dan regangan saat spesimen patah.

Gambar 2.2 Pengaruh pembebanan lengkung terhadap benda uji
(Sumber: http://reskioga.blogspot.com)
Menurut Standart ASTM D 790-02, untuk menentukan kekuatan bending
komposit dapat ditentukan dengan persamaan:
ζ𝑏 =

3𝑃𝐿
2𝑏𝑑 ²

(2.4)

Dimana:ζ𝑏 = Tegangan bending (MPa)
P = Beban yang diberikan (N)

b = Lebar dari benda uji (mm)
d = Tebal benda uji (mm)
L = Jarak antar titik tumpuan (mm)
Regangan bending (ε𝑏 ) dapat diketahui besarnya menggunakan persamaan:

24

ε𝑏 =

6𝛿𝑑
𝐿2

(2.5)

Dimana: ε𝑏 = Regangan bending (%)

L = Panjang benda uji (mm)
δ = Defleksi pada span tengah (mm)
d = Tebal benda uji (mm)

Nilai modulus elastisitas bending (Eb) bahan dapat dirumuskan dengan
persamaan:
Eb =

𝐿3 𝑚

4𝑏𝑑 3

(2.6)

Dimana: Eb = Modulus elastisitas bending (MPa)
L = Panjang benda uji (mm)
b = Lebar benda uji (mm)
d = Tebal benda uji (mm)
m = Kemiringan kurva tegangan-regangan P/ δ (N/mm)
δ = Defleksi pada span tengah (mm)

2.2.5 Metode Pembuatan Komposit
Secara umum metode pembuatan material komposit terdiri dari 2 cara
yaitu: Proses cetakan terbuka (open-mold process) dan proses cetakan tertutup
(closed mold process).
Proses Cetakan Terbuka (Open-Mold Process) ada 5 cara yaitu sebagai
berikut:

25

1. Contact molding/ Hand lay up adalah metode paling sederhana dengan
cara menuangkan resin dengan tangan kedalam serat, meratakan
segaligus member tekanan menggunakan rol atau kuas.
2. Vacuum bag adalah penyempurnaan dari hand lay up, penggunaan
vakum ini untuk menghilangkan udara yang terperangkap dan
kelebihan resin.
3. Pressure Bag adalah prosesnya sama dengan vakum, hanya saja yang
digunakan udara atau uap bertekanan yang dimasukkan melalui suatu
wadah elastis.
4. Spray-up merupakan metode penyemprotan serat yang melewati
tempat pemotongan (chopper), sementara resin yang telah bercampur
dengan katalis juga disemprotkan secara bersamaan pada wadah
tempat pencetakan spray-up yang telah disiapkan sebelumnya.
5. Filament Winding adalah serat tipe roving atau single strand
dilewatkan melalui wadah yang berisi resin, kemudian fiber tersebut
akan diputar sekeliling mandrel yang sedang bergerak dua arah, arah
radial dan arah tangensial.
Proses cetakan tertutup (closed mold processes) ada tiga cara sebagai
berikut:
1. Proses cetakan tekan dimana prosesnya menggunakan hydraulic
sebagai penekannya. Dimana resin dimasukkan kedalam rongga
cetakan kemudian dilakukan penekanan dan pemanasan.

26

2. Injection Molding yaitu fiber dan resin dimasukkan kedalam rongga
cetakan bagian atas, kondisi temperature dijaga supaya tetap dapat
mencairkan resin. Resin dan fiber akan mengalir kebagian bawah
cetakan.
3. Continuous Pultrusion adalah fiber jenis roving dan resin dalam wadah
dilewatkan kecetakan pra cetak dan diawetkan secara kontinyu.
2.2.6 Bahan-Bahan Tambahan Pembentuk Komposit
Khususnya menggunakan metode hand-lay-up, berikut bahan-bahan
tambahan yang umum digunakan untuk proses pembuatan komposit, yaitu:
1. Talk
Bahan ini berupa bubuk berwarna putih seperti sagu. Berfungsi sebagai
campuran resin dan hardener agar keras dan agak lentur.
2. Aerosil
Aerosil berbentuk bubuk sangat halus berwarna putih. Berfungsi
sebagai perekat agar komposit menjadi kuat dan tidak mudah
patah/pecah.
3. Dempul fiber glass
Setelah hasil benda terbentuk dan dilakukan finishing, bagian yang
berpori dan tidak rata dilakukan pendempulan.
4. Mirror Glasses
Mirror glasses berupa pasta dan mempunyai warna bermacam-macam.
Berfungsi sebagai pelicin atau pemisah agar cetakan dapat dilepas.

27

5. Polyvinyl Alcohol (PVA)
Cairan kimia ini berwarna biru. Berfungsi untuk melapisi antara
master mould/cetakan dengan bahan resin dan hardener agar keduanya
tidak saling merekat dan cetakan dapat dilepas.
6. Pigmen
Bahan ini merupakan zat pewarna sebagai campuran saat resin dan
hardener

dicampur.

Pada

umumnya

pemilihan

warna

untuk

mempermudah proses akhir saat pengecatan.
7. Aseton
Bahan ini berwana bening berupa cairan. Fungsinya untuk mencairkan
resin agar dalam pembentukan tidak terlalu kental.
8. Cobalt
Cairan kimia ini berwarna kebiru-biruan. Berfungsi sebagai bahan
aktif pencampur katalis agar cepat kering. Perbandingan yang
digunakan 1 tetes cobalt berbanding 1 liter katalis, agar tidak terlalu
banyak cobalt karena menimbulkan api.
2.3 Tegangan
2.3.1 Pengertian Tegangan
Tegangan (stress) merupakan perbandingan antara gaya yang bekerja pada
benda dengan luas penampang benda. Setiap komponen merefleksikan pengaruh
beban terpasang yang berbeda dari setiap batang dan diberikan nama khusus,
sebagai berikut:

28

1.

Gaya aksial (axial force) dinotasikan Pxx. Komponen ini mengukur kerja
tarikan/tekanan pada penampang. Gaya ini selalu disebut P. Suatu tarikan
menyatakan suatu gaya tarik yang cenderung memperpanjang batang,
sedangkan tekanan adalah gaya yang cenderung memperpendek batang.

2. Gaya Geser (share force) dinotasikan Pxy, Pxz. Gaya ini adalah komponen
tahan total akibat geseran salah satu sisi penampang suatu bagian terhadap
bagian lain. Resultante gaya geser selalu disebut sebagai V, dan komonen Vy
dan Pz menunjukkan arahnya.
3. Torsi (Torque) dinotasikan Mxx. Komponen ini mengukur tahanan punter
batang dan umumnya diberi symbol T.
4. Momen lentur (bending moment) dinotasikan PxyPxz. Komponen ini
mengukur tahanan lentur batang terhadap sumbu Y atau Z dan selalu dikenal
dengan My atau Mz.
5. Tegangan timbul akibat adanya tekanan, tarikan, tekukan, dan reaksi. Pada
pembebanan tarik terjadi tegangan tarik, pembebanan tekan terjadi tegangan
tekan begitu pula pada pembebanan yang lain.
2.3.2 Tegangan Normal
Tegangan normal merupakan tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap
bidang. Tegangan normal terjadi akibat adanya reaksi yang diberikan pada
benda. Pada gambar 2.3 ditunjukkan bahwa gaya dalam yang bekerja melalui
potongan penampang batang mempunyai arah yang tegak lurus (normal)

29

terhadap penampang tersebut, gaya normal tersebut terkait dengan tegangan
normal akibat beban aksial yang dinyatakan dalam bentuk:
ζ = P/A

(2.7)

Dimana: ζ = tegangan normal (N/m2)
P = gaya (N)
A = luas penampang (m)

Gambar 2.3 Tegangan Normal
(Sumber: Hutahaean, 2014)
Dimana dalam hal ini ζ adalah tegangan rata-rata. Suatu permukaan yang
luasnya kecil yaitu ΔA, dengan membagi ΔF dengan ΔA, akan memperoleh
tegangan rata-rata pada ΔA.
2.3.3 Tegangan Tarik (Tensile Stress)
Tegangan tarik adalah apabila sebuah batang diberikan intensitas tegangan
merata yang dibebani secara aksial lalu batang ditarik dengan gaya P. Tegangan
tarik pada umumnya terjadi pada tali, rantai dan lain-lain.

30

Gambar 2.4 Tegangan tarik pada batang penampang luas A
(Sumber: Hutahaean, 2014)
2.3.4 Tegangan Tekan
Tegangan tekan terjadi apabila suatu batang diberi gaya P yang saling
berlawanan dan terletak dalam satu garis gaya. Misalnya, terjadi pada tiang
bangunan yang belum mengalami tekukan, porok sepeda, dan batang torak.

Gambar 2.5 Tegangan tekan
(Sumber: Hutahaean, 2014)

31

2.3.5 Tegangan Geser
Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang
berlawanan arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada
penampangnya tidak terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada
konstruksi. Misalnya: sambungan keeling, gunting, dan sambungan baut.

Gambar 2.6 Tegangan Geser
(Sumber: Hutahaean, 2014)
2.3.6 Tegangan Lengkung
Tegangan lengkung adalah tegangan yang diakibatkan karena adanya
gaya yang menumpu pada titik tengah suatu beban sehingga mengakibatkan
benda tersebut mengalami lengkungan.

Gambar 2.7 Tegangan lengkung
(Sumber: http://funny-mytho.blogspot.co.id, 2010)

32

2.3.7 Tegangan Bidang
Tegangan bidang merupakan keseluruhan tegangan pada batang yang
mengalami tarik, tekan, atau torsi serta mengalami lentur dibagian sisi
terluarnya.
2.4 Regangan
Regangan (strain) adalah sebagai perbandingan antara pertambahan panjang
batang dengan mula-mula. Regangan merupakan ukuran mengenai seberapa jauh
batang tersebut berubah bentuk. Tegangan diberikan pada materi dari arah luar,
sedangkan regangan adalah tanggapan materi terhadap tegangan. Pada daerah elastis,
besarnya tegangan berbanding lurus dengan regangan. Perbandingan antara tegangan
dan regangan benda tersebut disebut modulus elastisitas atau modulus young.

Gambar 2.8 Regangan pada batang
(Sumber: Hutahaean, 2014)

33

Gere & Timoshenko, 2000. Suatu batang lurus akan mengalami perubahan
panjang apabila dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika ditarik dan
menjadi pendek jika ditekan. Jika kita meninjau setengah bagian dari batang
(panjangnya L/2), bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan δ/2,
dan jika kita meninjau seperempat bagian dari batang, bagian ini akan mempunyai
perpanjangan yang sama dengan δ/4. Dengan proses ini kita akan sampai pada konsep
perpanjanhan per satuan panjang, atau regangan. Jika batang tersebut mengalami
tarik, maka regangannya disebut regangan tarik, yang menunjukkan perpanjangan
bahan. Jika batang tersebut mengalami tekan, maka regangannya adalah regangan
tekan dan batang tersebut memendek. Regangan tarik biasa bertanda positif regang
tekan bertanda negatif . Regangan ε disebut regangan normal karena regangan ini
berkaitan dengan tegangan normal.
2.5 Properties of Wood and fiber
2.5.1 Kayu Sengon Laut
Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang
mengeras karena mengalami lignifikasi (pengayuan). Penyebab terbentuknya
kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada dinding sel berbagai
jaringan di batang. (www.wikipedia.org). Bahan alami dari pohon akan terus
berubah, yang mempengaruhi perubahan diantaranya seperti kelembaban,
kondisi tanah, dan ruang tumbuh.
Kayu dapat digambarkan sebagai sifat orthotropic dalam tiga arah yang
saling tegak lurus: Longitudinal axis (L) yaitu sejajar dengan serat kayu, Radial

34

axis (R) yaitu arah normal pada serat cincin (tegak lurus dalam arah radial) dan
Tangensial axis adalah tegak lurus tetapi bersinggungan dengan serat cincin.

Gambar 2.9 Prinsip Tiga Aksis pada Kayu Sesuai Serat Kayu
(Sumber: U.S Department of Agriculture, 2010)

Gambar 2.10 Properties Wood of Paraserianthes Falcataria
(Sumber: www.wood-database.com)
Kayu sengon (Albizia/Paraserianthes Falcataria), sebutan lain untuk
pohon sengon laut ini antara lain batai, machis dan puah. Pohon sengon laut
tersebar di seluruh Jawa, Maluku dan Irian Jaya. Indonesia menggunakan
sengon laut sebagai bahan furniture dan kerajinan tangan, karakteristik kayunya
sesuai dengan kebutuhan industri. Masa tebang sengon laut relatif cepat,

35

budidaya mudah, dan tempat tumbuhnya dimana saja. Untuk memasok industri,
sengon laut dapat dipanen pada umur 4-6 tahun. Umur yang sama, kayu lain
belum sekuat sengon laut.
2.5.2 Serat Rami
Tanaman rami istilah lain boehmeria nivea, merupakan tanaman
tahunan yang berbentuk rumpun yang mudah tumbuh dan dapat dikembangkan
di daerah tropis, tahan terhadap penyakit dan hama. Tanaman ini dapat
menghasilkan serat alam nabati dari pita (ribbons) pada kulit kayunya yang
sangat keras dan mengkilap. Serat rami mempunyai sifat dan karakteristik serat
kapas (cotton) yaitu sama-sama dapat dipintal ataupun dicampur dengan serat
yang lainnya untuk dijadikan bahan baku tekstil. Dalam hal tertentu serat rami
mempunyai keunggulan dibandingkan serat-serat lainnya seperti kekuatan tarik,
daya serap terhadap air, tahan terhadap kelembaban dan bakteri, tahan terhadap
panas, peringkat no 2 setelah sutera dibandingkan serat alam yang lain, lebih
ringan dibanding serat sintetis dan ramah lingkungan (tidak mengotori
lingkungan sehingga baik terhadap kesehatan).
Serat alam sebagai elemen penguat sangat menentuan sifat mekanik dari
komposit karena meneruskan beban yang distribusikan oleh matrik.Semua serat
alam dari tanaman memiliki sifat hydrophilic yang sangat berlawanan dengan
sifat hidrophobik polimer. Orientasi arah serat, jenis struktur tenunan, ukuran
bentuk serta material serat adalah faktor-faktor yang mempengaruhi sifat
mekanik dan laminat. Serat rami tenunan yang dikombinasikan dengan epoksi

36

resin sebagai matrik akan dapat menghasilkan komposit alternatif untuk
aplikasi teknik. Dengan memvariasikan orientasi arah serat rami dan jenis tenun
dari serat rami diharapkan akan didapatkan hasil properti mekanik komposit
yang maksimal untuk mendapatkan dukungan pemanfaatan komposit alternatif
(Hwang dkk, 2003).
Tabel 2.3 Daftar referensi mechanical properties dari serat rami

(Sumber: Djafar dan Syam, 2012)
Komposisi kimia dari serat rami tidak selalu persis sama, karena seperti
diketahui serat alam adalah material komposit yang di desain secara alami,
tanpa ada campur tangan manusia secara langsung sehingga komposisi yang
ada tidak bisa secara pasti ditentukan, namun kita bisa mengambil kisarannya.
Serat rami memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi dan sifat mekanis
relatif paling tinggi dibandingkan dengan serat alam yang lainnya sehingga
memungkinkan untuk digunakan sebagai penguat untuk komposit polimer.
Keunggulan serat rami dibandingkan dengan fiber glass adalah
komposit serat rami lebih ramah lingkungan karena mampu terbiodegrasi secara
alami dan harganya pun lebih murah dibandingkan fiber glass. Sedangkan fiber
glass sukar terbiodegrasi secara alami, sehingga perlu adanya bahan alternatif
pengganti fiber glass tersebut.Selain itu fiber glass juga menghasilkan CO dan

37

debu berbahaya bagi kesehatan jika didaur ulang, sehingga perlu adanya bahan
alternatif pengganti fiber glass. (Hadi, 2000).
Tabel 2.4 Komposisi Kandungan Kimia Serat Rami

(Sumber: Djafar dan Syam, 2011)
Serat rami yang menyerupai serat kapas membutuhkan proses yang agak
panjang, pengolahan serat diperoleh setelah setelah melalui mesin dan proses
mekanisme serta proses bakterisasi/kimiawi sebagai berikut (Sudiro, 2008):
1. Proses Dekortikasi: Proses pemisahan serat dari batang tanaman, hasil serat
kasar disebut “Chine Grass”.
2. Proses Degumisasi: Proses pembersihan serat dari getah pectin, lignin wales
dan lai-lain, hasilnya serat degum disebut “ Degummed Fiber”.
3. Proses softening: Proses pelepasan dan proses penghalusan baik secara
kimiawi maupun mekanis agar serat rami tersebut dapat diproses untuk
dijadikan seperti kapas.
Massa jenis dari serat rami adalah berkisar antara 1,5-1,6 gr/cm3 dengan
kekuatan tarik serat rami berkisar antara 400-1050 MPa. Modulus elastisitas

38

tarik dan regangannya adalah sekitar 61,5 GPa dan 3,6 %.. Diameter serat rami
sekitar 0,04-0,08 mm (Mueller 2003).
2.6 Konsep Dasar Propeller
Secara aerodinamika atau dinamika udara yang dirumuskan oleh Daniel
Bernaulli disebutkan bahwa gaya angkat merupakan fungsi dari kecepatan propeller
dan besar sudut tengadah (angle of attack) yang dibentuk oleh geometri propeller
dengan arah kecepatan. Geometri propeller direpresentasikan dengan irisan melintang
propeller (propeller airfoil). Propeller airfoil ini dapat bergeometri besar di pangkal
propeller (propeller-root chord) dan secara berangsur dapat bergeometri lebih kecil
hingga ke ujung propeller (propeller-tip chord). Begitu pula dengan ketebalan
propeller airfoil yang ketebalannya dapat menyurut dari propeller-root thickness
hingga propeller-tip thickness. Perbedaan-perbedaan geometri ini secara umum
disesuaikan dengan kekuatan konstruksi propeller terutama bagi propeller yang
digunakan dengan ukuran besar.

v
Thrust

thickness

Gambar 2.11 Definisi-definisi pada Propeller Airfoil
(Sumber: Kamil, 2007)

39

Secara aerodinamis, semakin tipis propeller airfoil dan semakin besar
perbandingan propeller-root chord dengan propeller-tip chord, maka semakin baik
bagi gaya angkat pesawat.
2.6.1 Bagian-bagian Propeller
Propeller blades (bilah-bilah propeller) biasanya mengambil bentuk
dari sayap pesawat terbang namun camber (garis tengah lengkung) dan chord
(garis tengah lurus) di setiap bagiannya berbeda. Perbedaan komponen ini
sedemikian rupa membentuk propeller.
Tabel 2.5 Bagian-bagian Propeller Blade
No.
Bagian
1. Hub
2. Root
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tip
Leading
Edge
Trailing
Edge
Blade Back
Blade Face
Blade
Element

Keterangan
bagian yang menancap pada crankshaft (poros engkol)
bagian yang terdekat dengan hub, disebut shank (tulang
kering) dan biasanya tebal dan kuat
bagian ujung dari bilah propeller, terjauh dari hub
ujung depan yang mengiris atau memotong datangnya arus
udara
ujung belakang, berlawanan dengan leading edge
lengkungan atas dari airfoil, disebut cambered side
lengkungan bawah yang datar dari airfoil, disebut flat side
kombinasi lengkungan atas-bawah membentuk bilah propeller.
Bilah ini berubah bentuk dan sudut dari hub sampai dengan tip
(Sumber: Java Prop. 2008 )

2.6.2 Elemen-elemen Propeller
Tugas utama propeller adalah mengubah daya engine menjadi gaya
dorong seefisien mungkin. Dengan begitu tingginya kecepatan putar dan
besarnya daya yang harus diserap secara umum propeller dibuat dari bahan
kayu atau komposit. Propeller yang dibuat secara cetakan tidak tahan beban

40

yang terus menerus sehingga mudah patah dan berbahaya. Maka dari itu
biasanya propeller dibuat dari komposit material seperti epoxy resin atau fiber
glass, carbon/glass/kevlar rovings. Propeller dari kayu lebih ringan dan tahan
getaran namun sulit dibuat dan dirawat juga sulit diduplikasi, sehingga pilihan
bahan komposit menjadi favorit bagi pabrikan.
Elemen-elemen yang mempengaruhi prestasi propeller dengan berbagai
geometri, seperti tampak pada Tabel 2.7, meliputi:
Tabel 2.6 Elemen-elemen Propeller Blade
Elemen
Keterangan

No.
1.

Blade Angle

sudut antara setiap elemen bilah dengan bidang putar
propeller, berbeda besar mulai dari hub hingga tip

2.

Blade Path

lintasan arah gerakan elemen bilah

3.

Angle of Attack

sudut antara chord elemen bilah dengan arah arus
udara datang

4.

Pitch

jarak tempuh/maju yang dicapai untuk satu putaran
propeller

5.

Geometri Pitch

jarak tempuh/maju yang dicapai untuk satu putaran
propeller secara teoritis tanpa adanya slip

6.

Effective Pitch

jarak tempuh/maju yang dicapai untuk satu putaran
propeller secara nyata karana adanya slip

7.

8.

Blade Activity

pengukuran kapasitas daya yang dapat diserap

Factor

propeller

Design Lift

pengukuran kapasitas thrust yang dapat dihasilkan

Coefficient
9.

Relative Wind

arus udara yang datang berarah relatif terhadap arah
gerakan bilah-bilah propeller
(Sumber: Java Prop, 2016 )

41

Wajib diketahui bahwa diameter propeller (D), blade angle (β),
kecepatan axial (νaxial), dan jumlah putaran n. Dengan penampang propeller
blade akan didapat Gambar 2.11.
spinner

D

Gambar 2.12 Typical Propeller Blades Geometry
( Sumber: Java Prop, Propellers for F3D Models, 2016 )

Gambar 2.13 Kecepatan Aksial Propeller Blades
( Sumber: Java prop. Propellers for F3D Models, 2016 )
Propeller dapat dianggap sebagai sayap berputar (rotary wing) karena
bentuk bilah-bilah propeller menyerupai bentuk sayap walaupun camber dan
chordnya berubah di setiap elemen (airfoil). Konsekuensinya setiap propeller
mempunyai sudut tengadah (angle of attack) bagi setiap bilah dengan masingmasing gaya angkat dan kecepatan arus udara datang yang kesemuanya

42

terdistribusi di seluruh bilah propeller. Perbedaan antara sayap pesawat dengan
bilah propeller adalah bahwa sayap pesawat hanya punya satu kecepatan axial
sedangkan propeller mempunyai kecepatan aksial dan radial yang beresultan
vektor sebesar kecepatan arus udara datang.
Gaya-gaya beban utama yang bekerja pada propeller sewaktu terbang di
udara. Empat gaya utama bekerja pada propeller airfoil atau blade element
adalah:
1. Thrust (T), yaitu gaya dorong sepanjang batang as propeller dan diukur
dalam Newtons (N).
2. Torque (Q) adalah gaya torsi tegak lurus thrust searah putaran propeller dan
diukur dalam Newtons (N).
3. Lift (L) disebut gaya angkat yang tegak lurus arah arus udara datang dan
diukur dalam Newtons (N).
4. Drag (D) adalah gaya hambat tegak lurus Lift sepanjang arah arus udara
datang dan diukur dalam Newtons (N)

Gambar 2.14 Gaya pada penampang Propeller
(Sumber: Jhon Brandon, 2000–2007)

43

Gaya angkat dan gaya hambat bervariasi sesuai rpm propeller dan
kecepatan pesawat yang mana berubah sesuai sudut datang arus udara. Di lain
pihak arah thrust dan torsi tidak berubah hanya saja berubah secara magnitudo
(besaran). Pada Gambar 2.13, simbol R mengartikan gaya resultan dari vektorvektor gaya yang ada. Secara mudah pusat gaya angkat dari airfoil dapat
ditentukan sebagai jarak ¼ chord diukur dari leading edge. Gaya-gaya lain atau
beban-beban sekunder yang beraksi pada putaran (spins) propeller adalah gaya
centrifugal/centripetal dan pitching moments (momen putar), yaitu:
Centripetal Force (Fc) yaitu gaya yang bekerja kearah pusat rotasi agar
propeller tidak berpencaran. Diberikan sebagai:

FC  mr 2 (N),

(2.8)

Keterangan
m = massa (kg),
r = propeller radius (m), dan
ω = kecepatan sudut propeller (rad/s)

(Atmadi dan Hartono, 2005)

Pitching Moment (M) adalah momen yang terjadi sebagai akibat dari
gaya angkat pada propeller atau gaya centrifugal rotasi propeller penimbul
gerak maju (pitch) dari propeller itu sendiri baik naik atau turun. Pitching
moment ini adalah gaya (angkat atau centrifugal) dikalikan lengan momen dan
diberikan dalam Newton meters (Nm).

44

Gambar 2.15 Pusat Rotasi Propeller Blades
(Sumber: Java Prop, 2016 )
Pitching moment akibat gaya angkat merupakan hasil konsentrasi gaya
angkat pada ¼ chord dari leading edge. Dengan pitching moment inilah pitch
propeller bertambah.
Gaya Angkat
Pusat Bilah
Pitching Moment

Gambar 2.16 Gaya Angkat penyebab Pitching Moment
(Sumber: Java Prop. Rotary wing, 2016 )
Pitching moment akibat gaya centrifugal propeller, terjadi pada waktu
pusat massa tidak segaris dengan pusat rotasi bilah propeller, sehingga
memunculkan komponen gaya yang tidak melewati pusat rotasi bilah dan maka
dari itu menimbulkan momen yang dapat menaik atau menurunkan pitch.
Gaya Centrifugal
Pitching Moment

Gambar 2.17 Gaya Centrifugal penyebab Pitching Moment
(Sumber: Java Prop. Rotary wing, 2016 )

45

Apabila kecepatan putar propeller dinyatakan dengan νtip maka
kecepatan total atau resultante kecepatan propeller menjadi:
2
2
   axial
 tip
dimana νtip=π.n.D.

(2.9)

Kecepatan total searah dengan resultante gaya-gaya yang bekerja pada
propeller, Gambar 2.27.

Gambar 2.18 Thrust dan kecepatan propeller blades, pusher and puller.
(Sumber: Java Prop. 2008 )
Suatu

propeller sering dinyatakan dengan satuan misalnya 10x5,

10x6, atau yang lain. Hal ini menyatakan bahwa propeller tersebut memiliki
diameter 10 inchi dan pitch 5 inchi. Pitch sendiri diartikan sebagai seberapa
jauh propeller bergerak ke depan dalam satu kali putaran tanpa slip.
Propeller slip (Ralph, 2000) adalah perbedaan antara geometric pitch
dari propeller dan effective pitch-nya. Geometric pitch adalah jarak yang
seharusnya ditempuh oleh propeller dalam satu kali putaran, sedangkan
effective pitch adalah jarak yang ditempuh sebenarnya. Adapun korelasi

46

geometri propeller dengan kecepatan-kecepatan yang dihasilkan dapat
dirumuskan sebagai berikut (Rakiman, 2002):
pitch 

Dt
2L

Vtip  nD

(2.10)
(2.11)

Vaxial  nxpitch


pitch
Vtip
D

(2.12)

Keterangan;
t = tebal bilah propeller;
D = diameter propeller;
L = lebar bilah propeller;
n = jumlah putaran per menit.
Apabila νtip mendekati kecepatan suara (sonik) atau lebih (supersonik)
maka kondisi propeller dalam bahaya dan berakibat sonic boom yang
memungkinkan bilah-bilah propeller rusak dan patah. Dengan kecepatan suara
sekitar 350 m/s (atau 1260 km/jam).
Hingga kini telah diketahui bagi para perancang pesawat terbang bahwa
dalam pembahasan teori dasar propeller dikenal teori momentum dan teori
elemen bilah.
2.6.3 Teori Blade Elemen (Elemen Bilah)
Teori Elemen Bilah setidaknya akan lebih akurat ketimbang teori
momentum karena mempertimbangkan perbedaan di setiap elemen bilah

47

sebagaiman jaraknya dari hub dimana setiap elemen bilah memiliki kecepatan,
sudut bilah dan sudut pitch yang berbeda (sendiri-sendiri) terhadap garis gaya
angkat nol (zero lift line) dan parameter-parameter lainnya.

Gambar 2.19 Karakteristik Elemen Bilah
(Sumber: FIU-NASA, 2006)
Setiap elemen bilah dianalisa sebagai airfoil 2 dimensi. Gaya angkat dan
gaya hambat tiap elemen dihitung menggunakan sudut datang dan
diintegrasikan guna memperoleh thrust total, torsi total dan daya total. Gambar
2.20 memperlihatkan bagaimana bilah propeller dibagi ke dalam elemenelemen bilah sepanjang bilah itu sendiri (dari hub hingga tip) sejauh radius
propeller dengan cross-section (area irisan) tegak lurus bidang putar (cakram)
propeller.

48

blade tip
blade hub

blade butt

Gambar 2.20 Distribusi Elemen-elemen Bilah Propeller
(Sumber: FIU-NASA, 2016)
Begitu sekalinya kecepatan-kecepatan diketahui dan dikenakan pada
elemen bilah, maka dengan mudah dapat dihitung seberapa besar dan arah
kecepatan resultan dan gaya-gaya pada bilah seperti gaya angkat, gaya hambat
dan sudut arus udara datang. Selanjutnya vektor-vektor gaya angkat dan gaya
hambat memberikan resultan gaya aerodinamika yang juga dapat dihitung dari
komponen-komponen besaran gaya-gaya thrust dan torsi pada setiap elemen
bilah.

Gaya

dorong

mengintegrasikannya.

total

dan

torsi

total

diperoleh

dengan

cara

49

Pada faktanya teori elemen bilah ini juga tidak begitu akurat, sebab
masih perlu mempertimbangkan pengaruh-pengaruh dari compressibility
(perubahan massa jenis udara), tip losses (slip pada tip), slipstream swirl (slip
akibat pusaran angin), dan aerodinamika non-linier.
2.7 Bagian-bagian PLT Angin
Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLT Angin) merupakan sebuah pembangkit
listrik yang memanfaatkan angin sebagai energi dasar untuk menggerakkan turbin
angin yang selanjutnya dikonversikan menjadi energi listrik. Sistem pembangkit
menggunakan angin sebagai sumber energi alternatif yang sangat berkembang pesat,
mengingat angin merupakan salah satu energi yang tidak terbatas di alam.
Turbin angin yang tersapu oleh angin akan bergerak yang selanjutnya akan di
couple dengan generator sehingga bisa menghasilkan energi listrik. Turbin angin
memiliki beberapa bagian untuk mendukung proses berlangsungnya sistem konversi
energi angin. Bagian-bagian turbin angin tersebut yaitu:
1. Anemometer
Mengukur kecepatan angin dan mengirimkan data kecepatan angin ke
pengontrol.
2. Blades
Jumlah turbin angin baik dua atau tiga sudu. Angin bertiup diatas
menyebabkan sudu mengangkat dan berputar.
3. Gear box

50

Alat ini berfungsi untuk mengubah putaran rendah pada kincir menjadi
putaran tinggi. Biasanya Gearbox yang digunakan sekitar 1:60.
4. Generator
Berfungsi untuk mengubah energi gerak menjadi energi listrik.
5. Rotor
Pisau yang terhubung bersama-sama.
6. High speed shaft
Mengubah poros rotor kecepatan rendah dikalikan menjadi sekitar 30-60
rpm.
7. Nacelle
Berada diatas menara dan berisi gear box, poros kecepatan rendah dan
tinggi, generator, control dan rem.
8. Yaw drive
Untuk menjaga rotor menghadap ke arah angin jika perubahan angin.
9. Wind vane
Tindakan arah angin dan berkomunikasi dengan yaw drive untuk
menggerakkan turbin dengan koneksi yang benar dengan angin.
10. Penyimpanan energi (battery)
Digunakan alat penyimpanan energi yang berfungsi sebagai back-up energi
listrik untuk penggunaan sewaktu-waktu.

51

Gambar 2.21 Bagian-bagian PLT Angin
(Sumber: Budianto, 2014)
2.7.1 Klasifikasi Turbin Angin
Turbin angin merupakan turbin yang digerakkan oleh angin, yaitu udara
yang bergerak diatas permukaan bumi. Penggunaan turbin angin terus menerus
mengalami perkembangan guna memanfaatkan energi angin secara efektif,
terutama pada daerah-daerah dengan aliran angin yang relatif tinggi sepanjang
tahun. Turbin angin terbagi menjadi 2 macam yaitu Horizontal Axis Wind
Turbin (HAWT) dan Vertical Axis Wind Turbin (VAWT).

52

Gambar 2.22 Turbin angin: (a) sumbu horizontal, (b) sumbu vertical
(Sumber: Mathew, 2006)
Horizontal Axis Wind Turbin (HAWT) dalam bahasa Indonesia sering
dikenal dengan turbin angin sumbu horizontal (TASH). Turbin angin ini juga
sering dikenal dengan turbin angin tipe propeller. Turbin angin ini merupakan
turbin angin yang sumbu rotasi rotornya parallel terhadap permukaan tanah.
Turbin angin sumbu horizontal memiliki poros rotor utama dan generator lsitrik
dipuncak menara dan diarahkan menuju arah datangnya angin untuk dapat
memanfaatkan energi angin. Rotor turbin angin kecil diarahkan menuju
datangnya angin dengan pengaturan baling-baling angin sederhana sedangkan
turbin angin besar umumnya menggunakan sensor angin dan motor yang
mengubah rotor turbin mengarah pada angin. Berdasarkan prinsip aerdinamis,
rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag, namun
gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal
dengan turbin tipe lift.
Turbin angin terbagi dari 4 jenis menurut jumlah sudu atau blade, yaitu:
1.

Turbin angin satu sudu (single blade)

53

2.

Turbin angin dua sudu (double blade)

3.

Turbin angin tiga sudu (three blade)

4.

Turbin angin banyak sudu (multi blade)

Gambar 2.23 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu
(Sumber: Mathew, 2006)
Berdasarkan letak rotor terhadap arah angin, turbin angin sumbu
horizontal dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Upwind
2. Downwind
Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah
datangnya angin sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang
membelakangi arah angin. Rotor pada turbin upwind terletak didepan turbin,
posisi mirip dengan pesawat terbang yang didorong baling-baling. Demi
menajaga turbin tetap menghadap ke arah angin diperlukan mekanisme yaw
seperti ekor turbin. Keuntungannya, naungan menara berkurang. Sedangkan
kekurangannya,membutuhkan nacelle yang panjang untuk menjaga rotor sejauh
mungkin dari menara untuk menhindari tabrakan antara sudu dan menara. Sudu
dibuat kaku agar menghindari melentur ke arah menara.

54

Gambar 2.24 Turbin angin jenis (a) upwind dan (b) downwind
(Sumber: Prasetya, 2015)
Turbin angin downwind memiliki rotor disisi bagian belakang turbin.
Bentuk nacelle didesain untuk menyesuaikan dengan arah angin, sehingga tidak
membutuhkan mekanisme yaw. Keunggulannya yaitu sudu rotor dapat fleksibel
karena tidak membahayakan terjadinya tabrakan dengan menara. Sudu yang
fleksibel memiliki keuntungan, biaya pembuatan sudu lebih murah dan
mengurangi tegangan pada tower selama keadaan angin dengan kecepatan
tinggi. Kekurangannya dimana kelenturannya menyebabkan keletihan pada
sudu. Pada bagian belakang menara merupakan masalah dengan mesin
downwind karena menyebabkan turbulensi aliran dan mening