Latar belakang Tujuan Dan Permasalahan

V BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Penelitian
Dari tahun ke tahun, perusahaan yang masuk ke dalam pasar modal

semakin bertambah karena peluang bisnis yang tinggi memerlukan alat yaitu dana
untuk mencapainya dan pasar modal menjadi sarana yang tepat untuk memperoleh
dana usaha. Seorang investor yang rasional adalah yang teliti dalam menilai
ekspektasi imbal hasil yang akan diperolehnya nanti. Maka dari itu, rasio
keuangan sangat penting untuk mengukur kinerja keuangan.
Tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemamakmuran para pemegang
saham atau pemilik. Kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan dalam
wujud semakin tinggi harga saham, yang merupakan pencerminan dari keputusankeputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan dividen. Harga saham adalah harga
suatu saham yang diperdagangkan di bursa atau pasar modal. Harga saham sering
dicatat pada saat hari terakhir perdagangan di bursa sehingga sering disebut harga
penutupan, harga saham sangat dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan.
Ketika permintaan akan saham meningkat maka harga sahamnya pun meningkat
dan sebaliknya ketika banyak yang menjual saham maka harga saham akan turun.
Untuk memprediksi harga saham terdapat pendekatan dasar yaitu, analisis

fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental adalah analisis yang
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai
faktor- faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham, dan menerapkan
hubungan variabel- variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham
(Suad Husnan, 2009:307). Analisis teknikal menegaskan bahwa perubahan harga
saham terjadi berdasarkan pola perilaku harga saham itu sendiri, sehingga
cenderung untuk terulang kembali. Asumsi dasar dari analisis teknikal adalah
bahwa jual beli saham merupakan kegiatan yang berspekulasi (Suad Husnan,
2009; 341)

Secara fundamental harga saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan
resiko yang dihadapi. Kinerja perusahaan tercermin dari laba operasi dan laba
bersih per saham serta beberapa rasio keuangan yang menggambarkan kekuatan
manajemen dalam mengelola perusahaan. Resiko perusahaan tercermin dari daya
tahan perusahaan dalam menghadapi siklus ekonomi serta faktor ekonomi makro
serta makro non ekonomi. Kinerja perusahaan dan resiko yang dihadapi
dipengaruhi oleh faktor makro dan mikro ekonomi. Perubahan faktor ekonoomi
makro dan ekonomi mikro tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja
perusahaan, tetapi secara perlahan dalam jangka panjang (Muhammad Fahmi,
2010). Analisis laporan keuangan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam menentukan harga saham suatu perusahaan.
Berikut adalah harga saham perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2012.

TABEL 1.1
HARGA SAHAM PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
TAHUN
HARGA SAHAM
2008 2009 2010 2011
Bakrie Telecom
51
147 235 260
XL Axiata
950 1930 5300 4525
Smartfren Telecom
50
50
50
50

Inovisi Infracom
660 6050 5900
Indosat
5750 4725 5400 5650
Telekomunikasi Indonesia
7400 9450 7950 7050
Sumber; www.idx.com (data diolah)
a. Berdasarkan tabel 1.1, dapat dilihat bahwa:

2012
50
5700
84
7100
6450
9050

1. Pada tahun 2008- 2009 PT Bakrie Telecom mengalami kenaikan
sebesar 96 (147-51)
2. Pada tahun 2009- 2010 PT Bakrie Telecom mengalami kenaikan

sebesar 88 (235- 147)
3. Pada tahun 2010- 2011 PT Bakrie Telecom mengalami kenaikan
sebesar 25 (260- 235)
4. Pada tahun 2011- 2012 PT Bakrie Telecom mengalami penurunan
sebesar 210 (260- 50)
b. 1. Pada tahun 2008- 2009 PT XL Axiata mengalami kenaikan sebesar 980
(1930- 950)
2. Pada tahun 2009- 2010 PT XL Axiata mengalami kenaikan sebesar
3370 (5300- 1930)
3. Pada tahun 2010- 2011 PT XL Axiata mengalami penurunan sebesar
775 (5300- 4525)
4. Pada tahun 2011- 2012 PT XL Axiata mengalami kenaikan sebesar
1175 (5700- 4525)
Karena adanya fluktuasi pada harga saham perusahaan telekomunikasi dari
tahun 2008- 2012 maka perlu diteliti faktor- faktor apa saja yang berpengaruh
pada perubahan harga saham tersebut.
Berikut ini merupakan data empiris mengenai variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu; Debt to Equity Ratio pada perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
TABEL 1.2


DEBT TO EQUITY RATIO PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI
PERIODE 2008- 2012
TAHUN
200
201
DEBT TO EQUITY RATIO

2008

9

2010

2011
17.9

2

Bakrie Telecom

XL Axiata

2.7
0.35
146.

1.9
19.4

0.19
24.7

2
20.7

1.92
19

Smartfren Telecom


9
10.0

91.4

1173.2

73.4

31.4

Indosat
Telekomunikasi Indonesia

8
30.9

8.34
29.6


3.63
25.9

4.96
25.3

3
24.9

Sumber: laporan keuangan bursa efek Indonesia
Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa:
1. PT Bakrie Telecom, memiliki nilai variabel der tertinggi pada tahun 2011,
sedangkan nilai variabel der terendah pada tahun 2010.
2. PT XL Axiata, memiliki nilai variabel der tertinggi pada tahun 2010, sedangkan
nilai variabel der terendah pada tahun 2008.
3. PT Smartfren Telecom memiliki nilai variabel der tertinggi pada tahun 2010,
sedangkan nilai variabel der terendah pada tahun 2012.
4. PT Indosat memiliki nilai variabel der tertinggi pada tahun 2008, sedangkann
nilai variabel der terendah pada tahun 2012.
5. PT Telekomunikasi Indonesia memiliki nilai variabel der tertinggi pada tahun

2008, sedangkan nilai variabel der terendah pada tahun 2012.

Berikut merupakan data empiris mengenai variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu: Long Term Debt to Equity Ratio pada
perusahaan telekomunikasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode
2008- 2012.

TABEL 1.3
LONG TERM DEBT TO EQUITY RATIO PADA PERUSAHAAN
TELEKOMUNIKASI
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2008- 2012
TAHUN
LT DEBT TO EQUTY

201

RATIO
Bakrie Telecom
XL Axiata


2008
47.16
427.3

2009
86.1
142.8
340.0

2010
103.9
93.7
2115.

2011
111.9
63.9

2

277
74

Smartfren Telecom

405.3
133.9

7
131.8

7

181.3
113.7

127

Indosat
Telekomunikasi Indonesia

5
59.04

9
53.65

126.8
51.49

6
32.6

128
30.1

Sumber: Laporan Keuangan Bursa Efek Indonesia
1. PT Bakrie Telecom, memiliki nilai variabel LTDER tertinggi pada tahun 2012,
sedangkan nilai variabel LTDER terendah pada tahun 2008.
2. PT XL Axiata, memiliki nilai variabel LTDER tertinggi pada tahun 2008,
sedangkan nilai variabel LTDER terendah pada tahun 2011.
3. PT Smartfren Telecom memiliki nilai variabel LTDER tertinggi pada tahun
2010, sedangkan nilai variabel LTDER terendah pada tahun 2012.
4. PT Indosat memiliki nilai variabel LTDER tertinggi pada tahun 2008,

sedangkan nilai variabel LTDER terendah pada tahun 2012.
5. PT Telekomunikasi Indonesia memiliki nilai variabel der tertinggi pada tahun
2008, sedangkan nilai variabel der terendah pada tahun 2012.
Berikut merupakan data empiris mengenai variabel intervening yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu: Return on Equity pada perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
TABEL 1.4
RETURN ON EQUITY PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2008- 2012
TAHUN
200
201
RETURN ON EQUITY
2008
2010
2011
9
2
17,9
2,7
1,9
0,19
1,92
Bakrie Telecom
2
0,35 19,4 24,7
20,7 19,0
XL Axiata
146,
91,4 1173,2 73,4 31,4
Smartfren Telecom
9
10,8 8,34 3,63
4,96 3,0
Indosat
30,9 29,6 25,9
25,3 24,9
Telekomunikasi Indonesia
Sumber: Laporan Keuangan Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan tabel diatas adanya penurunan ROE pada perusahaan BTEL
pada tahun 2011 sebesar 17,92 sementara di tahun 2012 menurun menjadi 1,92.
Perusahaan EXCL pada tahun 2011 sebesar 20,7 sementara di tahun 2012
menurun menjadi 19,0. Perusahaan FREN pada tahun 2011 sebesar 73,4
sementara di tahun 2012 menurun menjadi 31,4. Perusahaan ISAT pada tahun
2011 sebesar 4,96 sementara ditahun 2012 menurun menjadi 3,0. Perusahaan
TLKM pada tahun 2011 sebesar 25,3 sementara ditahun 2012 menurun menjadi
24,9. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurang efisiennya penggunaan modal
sendiri sehingga menyebabkan terjadinya penurunan ROE pada beberapa

perusahaan. Menurut Kashmir (2012, hal 204) semakin tinggi ROE, maka akan
semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas suatu
perusahaan, yaitu jenis, skala, umur perusahaan, struktur modal, dan produk yang
dihasilkan (Arioctafianti, Munawir, Yusralaini dkk., 2009, hal 35).
Financial leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan sumber
dana yang menimbulkan beban tetap. Apabila perusahaan menggunakan
hutang, maka perusahaan harus membayar bunga. Analisis leverage
digunakan untuk mengukur komposisi perbandingan antara dana atau modal
sendiri yang dicerminkan dalam komponen modal dengan dana luar.

Return on Equity (ROE) disebut juga dengan istilah rentabilitas modal
sendiri.

Return

on

perusahaan dengan

Equity
modal

(ROE)
sendiri

merupakan
untuk

kemampuan

menghasilkan

suatu

keuntungan.

Keuntungan yang dimaksud adalah keuntungan yang tersedia untuk para
pemegang saham (earning for stockholder equity) atau laba setelah pajak
(earning after tax).

Salah satu indikator terpenting untuk menilai prospek perusahaan dimasa
yang akan datang dari sudut pandang investor adalah dengan melihat
sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Semakin besar Return on
Equity (ROE) mencerminkan semakin optimal perusahaan menggunakan modal
sendiri dalam menghasilkan dan meningkatkan laba. Secara empiris semakin
besar keuntungan (laba) maka semakin besar pula minat investor untuk
menginvestasikan dananya dalam saham tersebut (Edy Subiyantoro dan
Fransisca Andreani, 2003). Hal tersebut terbukti bahwa harga saham mengalami
peningkatan ketika nilai Return on Equity (ROE) meningkat.

Insi Kamilah Indallah (2012) dan Syahib Natarsyah (2000) melakukan
penelitian dan menemukan bahwa Return on Equity (ROE) mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Namun berbeda dengan
penelitian yang

dilakukan

menemukan bahwa Return

oleh

Tiara

Rachman

Putri

(2011)

yang

on Equity (ROE) tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap harga saham. Selain itu penelitian Dyah Ayu Wijayani
(2011) dan Tri Suciyati (2011) menyatakan bahwa Return on Equity (ROE)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham.

Debt To Equity Ratio (DER) merupakan rasio solvabilitas yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya
yang ditunjukkan oleh beberapa bagian dari modal sendiri (ekuitas) yang
digunakan untuk membayar hutang. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan
perbandingan antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total
ekuitasnya (Fara Dharmastuti, 2004).

Tingginya nilai Debt to Equity Ratio (DER) suatu perusahaan
menyebabkan harga saham suatu perusahaan menjadi rendah, hal tersebut
dikarenakan apabila perusahaan memperoleh laba maka perusahaan akan
cenderung untuk menggunakan laba tersebut untuk membayar hutangnya
dibandingkan membayar dividen (Fara Dharmastuti, 2004). Namun terdapat
kenyaraan bahwa harga saham mengalami peningkatan ketika Debt to Equity
Ratio (DER) perusahaan meningkat. Menurut Dwiatma (2011) dan Mursidah
Nurfadillah (2011), bahwa Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh
terhadap harga saham. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Amanda
Pranggana (2012) menunjukkan bahwa variabel Debt to Equity Ratio (DER)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

Berdasarkan fenomena gap dan research gap yang ada maka, peneliti
bermaksud untuk meneliti ANALISIS PENGARUH STRUKTUR MODAL

TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA PERUSAHAAN
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”.

1.2

Rumusan Masalah
Kinerja Perusahaan dapat ditunjukkan dalam laporan keuangan perusahaan

yang bermanfaat bagi para pengambil keputusan terutama bagi investor yang akan
menanamkan dananya di pasar modal. Dengan menganalisis laporan keuangan
melalui perhitungan rasio- rasio keuangan, maka investor dapat mmeprediksi
harga saham yang diinginkan sehingga dapat dibuat portofolio yang
menguntungkan dari hasil investasi.
Debt to Equity Ratio dan Return on Equity adalah beberapa indikator
terpenting untuk menilai prospek dimasa yang akan datang dari sudut pandang
investor dengan melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan.
Semakin besar return on equity mencerminkan semakin optimal
perusahaan menggunakan modal sendiri dalam menghasilkan dan meningkatkan
laba. Secara empiris semakin besar keuntungan (laba) maka semakin besar pula
minat investor untuk menginvestasikan dananya dalam saham tersebut (Edy
Subiyantoro dan Fransisca Andreani, 2003). Hal tersebut terbukti ketika return on
equity meningkat maka harga saham pun meningkat.
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio solvabilitas yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.
Tingginya nilai debt to equity ratio suatu perusahaan menyebabkan harga saham
menjadi rendah, hal tersebut dikarenakan apabila perusahaan memperoleh laba
maka perusahaan akan cenderung untuk menggunakan laba tersebut untuk
membayar hutangnya. Namun terdapat kenyataan bahwa harga saham mengalami
peningkatan ketika debt to equity ratio perusahaan meningkat.
Menurut Sudana (2011:21), rasio LTDER adalah mengukur besar kecilnya
penggunaan hutang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri

perusahaan. LTDER dalam arti lain adalah rasio yang mengukur besar modal
perusahaan yang dibiayai melalui hutang jangka panjang. Semakin besar nilai
LTDER mencerminkan resiko keuangan yang semakin besar, dan bisa juga
sebaliknya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi pertanyaan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah variabel Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh dan signifikan
terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan sektor telekomunikasi
periode 2008- 2012?
2. Apakah variabel Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh dan signifikan
terhadap Harga Saham pada perusahaan sektor telekomunikasi periode
2008- 2012?
3. Apakah variabel Longterm Debt to Equity Ratio (LTDER) berpengaruh
dan signifikan terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan sektor
telekomunikasi periode 2008- 2012?
4. Apakah variabel Longterm Debt to Equity Ratio (LTDER) berpengaruh
dan

signifikan

terhadap

Harga

Saham

pada

perusahaan

sektor

telekomunikasi periode 2008- 2012?
5. Apakah variabel Return on Equity (ROE) berpengarug dan signifikan
terhadap Harga Saham pada perusahaan sektor telekomunikasi periode
2008- 2012?
6. Apakah variabel Return on Equity (ROE) merupakan variabel yang
memediasi antara variabel Debt to Equity Ratio dengan Harga Saham pada
perusahaan sektor telekomunikasi periode 2008- 2012?
7. Apakah variabel Return on Equity (ROE) merupakan variabel yang
memediasi antara variabel Longterm Debt to Equity Ratio (LTDER)
dengan harga saham pada perusahaan sektor telekomunikasi periode 20082012?

1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya hal- hal yang dianggap perlu

untuk diteliti lebih lanjut, yang berhubungan dengan pengaruh beberapa faktor
terhadap harga saham dengan ROE sebagai variabel intervening pada perusahaan
sektor bank periode 2008- 2012. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh variabel Debt to Equity Ratio (DER) terhadap
Return on Equity (ROE) pada perusahaan sektor telekomunikasi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
2. Untuk mengetahui pengaruh variabel Debt to Equity Ratio (DER) terhadap
Harga Saham pada perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
3. Untuk mengetahui pengaruh variabel

Longterm Debt to Equity Ratio

terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan sektor telekomunikasi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
4. Untuk mengetahui pengaruh variabel

Longterm Debt to Equity Ratio

terhadap Harga Saham pada perusahaan sektor telekomunikasi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
5. Untuk mengetahui pengaruh variabel Return on Equity (ROE) terhadap
Harga Saham pada perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
6. Untuk mengetahui apakah variabel Return on Equity (ROE) merupakan
variabel yang dapat memediasi hubungan antara Debt to Equity Ratio
terhadap Harga Saham pada perusahaan sektor telekomunikasi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.
7. Untuk mengetahui apakah variabel Return on Equity merupakan variabel
yang dapat memediasi hubungan antara Longterm Debt to Equity Ratio
dengan Harga Saham pada perusahaan sektor telekomunikasi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012.

1.4

Kegunaan Penelitian

1.4.1

Kegunaan Teoritis

1. Untuk dijadikan rujukan dalam pengembangan penelitian berikutnya dan
untuk mendukung teori- teori yang telah ada sebelumnya.
2. Diharapkan dapat menambahkan literature yang membantu di dalam ilmu
manajemen khususnya yang menyangkut tentang Harga Saham.
1.4.2

Kegunaan Teoritis

1. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan.
2. Bagi pihak perguruan tinggi, hasil penelitian ini semoga dapat berguna
sebagai perbendaharaan yang dapat digunakan sebagai referensi bagi
peneliti- peneliti berikutnya.
3. Bagi masyarakat, dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dalam proses pemilihian saham yang akan dijadikan investasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Landasan Teori

2.1.1

Teori Sinyal (Signaling Theory)
Menurut Puput Wijayanti (2011), Signaling Theory (Teori Sinyal)

menyatakan bahwa terdapat kandungan informasi pada pengungkapan suatu
informasi yang dapat menjadi sinyal bagi investor dan pihak potensi lainnya
dalam

mengambil

keputusan

ekonomi.

Suatu

pengungkapan

dikatakan

mengandung informasi apabila dapat memicu reaksi pasar, yaitu dapat berupa
kenaikan harga saham, maka pengungkapan tersebut merupakan sinyal positif.
Namun apabila pengungkapan tersebut memberikan dampak negative, maka

pengungkapan tersebut merupakan sinyal negative. Berdasarkan teori ini makan
suatu pengungkapan laporan tahunan perusahaan merupakan informasi yang
penting dan dapat mempengaruhi investor dalam proses pengambilan keputusan.
Kualitas pelaporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaan
merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor
atau pihak- pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan seharusnya
memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat
keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Dalam Signaling Theory (Teori
Sinyal), pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan
perusahaan dimasa depan, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator
nilai perusahaan. Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban dimasa yang akan datang
atau adanya resiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif
oleh pasar (Brigham, 1999).
Signaling Theory (Teori Sinyal) dapat membantu perusahaan (agent),
pemilik (principal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi
dengan menghasilkan kualitas laporan keuangan. Untuk memastikan pihak- pihak
yang berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan
pihak perusahaan, perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas
memberikan pendapat tentang laporan keuangan.
Menurut Jogiyanto (2000), informasi lengkap, relevan, akurat, dan tepat
waktu sangat dibutuhkan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk
mengambil keputusan investasi. Ratio- ratio dari laporan keuangan seperti Return
on Equity, Debt to Equity Ratio, maupun rasio- rasio lain akan sangat bermanfaat
bagi investor maupun calon investor sebagai salah satu dasar analisis dalam
berinvestasi. Teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan melaporkan secara
sukarela ke pasar modal agar investor mau menginvestasikan dananya, kemudian
manajer akan memberikan sinyal dengan menyajikan laporan keuangan dengan
baik agar nilai saham meningkat.

2.1.2

Teori Struktur Modal
Teori struktur modal (capital structure theory) modern dimulai dengan

paper Modigliani dan Miller (1958), yang merupakan terobosan baru dalam
manajemen keuangan modern. Proposisi yang diajukan Modigliani dan Miller
memiliki pendukung yang sangat besar sampai sekarang. Proposisi yang
menyatakan tidak relevannya keputusan financing memberikan implikasi penting,
yaitu pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi tidak relevan, dan
secara implisit juga menimbulkan pertanyaan pada kondisi bagaimana keputusan
tersebut menjadi relevan. Setelah mengalami diskusi yang sangat panjang.
Modigliani dan Miller (1963), melonggarkan salah satu asumsinya tentang adanya
pajak penghasilan. Bahwa apabila ada pajak penghasilan. Maka keputusan
financing menjadi relevan, penggunaan utang akan meningkatkan nilai
perusahaan (Harris dan Raviv, 2001)
Struktur modal terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Teori Struktur Modal Tradisional yang terdiri dari:
a. Pendekatan Laba Bersih (Net Income Approach) yaitu pendeketan ini
mengasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi (Ke) yang konstan dan
perusahaan dapat meningkatkan jumlah utangnya dengan tingkat biaya
utang (Kd) yang konstan pula. Karena KI dan Kd konstan maka semakin
besar jumlah utang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata- rata
tertimbang (Ko) semakin kecil sebagai akibat penggunaan utang yang
semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat.
b. Pendekatan Laba Operasi Bersih (Net Income Approach = NOI Approach),
yaitu pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata- rata tertimbang
konstan berapapun tingkat utang yang digunakan oleh perusahaan.
Pertama, diasumsikan bahwa biaya utang konstan seperti halnya dalam
pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan utang yang semakin besar
oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan resiko perusahaan.

Oleh karena itu, tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal
sendiri akan meningkatnya resiko perusahaan.
c. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach) merupakan pendaketan
yang mengasumsikan bahwa hingga suatu leverage tertentu, resiko
perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik Kd maupun Ke
relative kosntan. Namun demikian setelah leverage atau rasio utang
tertentu, biaya utang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan
biaya modal ini sendiri akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar
daripada penurunan biaya karena penggunaan utang yang lebih murah.
Akibatnya, biaya modal rata- rata tertimbang pada awalnya menurun dan
setelah leverage tertentu akan meningkat. Oleh karena itu, nilai perusahaan
mula- mula meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan
hutang yang semakin besar. Dengan demikian menurut pendekatan
tradisional, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan.
Struktur modal tersebut terjadi pada saat nilai perusahaan maksimum atau
struktur modal yang mengakibatkan biaya modal rata- rata tertimbang
minimum.
2. Teori Struktur Modal Modern yang terdiri dari:
a. Model Modigliani- Miller (MM) tanpa pajak,
Teori mereka menggunakan beberapa asumsi:
1) Resiko bisnis perusahaan diukur dengan EBIT (Standard
Deviation Earning Before Interest Taxes = deviasi standar laba
sebelum bunga dan pajak.
2) Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT
perusahaan di masa mendatang.
3) Saham dan obligasi diperjualbelikan disuatu pasar modal yang
sempurna.

4) Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap
periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain,
pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama.
b. Model Modigliani- Miller (MM) dengan pajak yaitu MM menerbitkan
artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958. Asumsi yang diubah adalah
adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan (corporate income taxes).
Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang
(leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga utang
adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (a tax deductible
expense).
c. Model Miller yaitu Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga
meliputi pajak untuk penghasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah pajak
penghasilan dari saham dan pajak penghasilan dari obligasi. Kelemahan
utama model Modigliani dan Miller adalah mengabaikan faktor yang
disebut sebagai financial distress dan agency cost.
d. Financial Distress dan Agency Cost
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan

dan

terancam

bangkrut.

Jika

perusahaan

mengalami

kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan (bankcruptcy costs)
yang disebabkan oleh keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar,
biaya likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum
terjual, dan sebagainya. Pada umumnya kemungkinan terjadi financial
distress semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang.
Logikanya adalah semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula
biaya beban bunga, semakin besar profitabilitas bahwa penurunan
penghasilan akan menyebabkan financial distress.
Agency Cost atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena
perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik

perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul
dari problem keagenan (agency problem). Jika perusahaan menggunakan
utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang
merugikan kreditor.
e. Model Trade Off (model gabungan antara model Modigliani- Miller,
Model Miller dan Financial Distress dan Agency Costs) merupakan model
yang semakin besar penggunaan utang, semakin besar keuntungan dari
penggunaan utang (leverage gain), tetapi biaya financial distress dan
agency cost juga meningkat, bahkan lebih besar. Berarti penggunaan utang
akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada waktu titik tertentu.
f. Teori Informasi tidak Simetris (Asymmetric Information Theory)
merupakan kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih
banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen
perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan
investor

di

pasar

modal.

Jika

manajemen

perusahaan

ingin

memaksimumkan nilai untuk pemegang saham saat ini (current
stockholder), bukan pemegang saham baru, maka ada kecenderungan
bahwa:
1) Jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak
akan menerbitkan saham baru tetapi menggunakan laba ditahan
(supaya prospek cerah tersebut dinikmati current stockholder.
2) Jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru
untuk memperoleh dana (ini akan menguntungkan current
stockholder karena tanggung jawab mereka berkurang)
Karena adanya asymmetric information, dapat disimpulkan bahwa
perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan laba ditahan
dan dana depresiasi, utang dan penjualan saham baru.
Karena pentingnya struktur modal dan rasio hutang dari perusahaan, maka
penelitian ini menggunakan rasio untuk proxinya yaitu Debt to Equity Ratio dan

Longterm Debt toEquity Ratio untuk menilai perusahaan dari sisi ekuitas dan aset
atau kekayaannya (Ricardo, 2012).
Alasan pemilihan variabel Debt to Equity Ratio dan Longterm Debt to
Equity Ratio dikarenakan dari total Debt to Equity Ratio dan Longterm Debt to
Equity Ratio akan dapat diketahui seberapa besar modal perusahaan yang dapat
dipergunakan untuk membayar hutang- hutangnya.

2.1.1

Pengertian Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan menurut Agust Sartono adalah manajemen dana
baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi
secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau
pembelanjaan secara efisien. (2008:6).

Menurut Suad Husnan manajemen keuangan adalah manajemen terhadap
fungsi- fungsi keuangan (2006:4)

Menurut

Bambang

Riyanto

(2004:4)

Manajemen

keuangan

ialah

keseluruhan aktivitas yang berhubungan dengan usaha mendapatkan dana yang di
perlukan dengan biaya yang minimal dengan syarat-syarat yang paling
menguntungkan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien
mungkin.

Menurut definisi dari beberapa ahli di atas maka peneliti menyimpulkan
bahwa manajemen keuangan adalah manajemen terhadap seluruh aktivitas dana
untuk mengalokasikan atau menggunakannya secara efektif dan usaha untuk
mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk investasi.

2.1.2

Fungsi dan Tujuan Manajemen Keuangan

Menurut Suad Husnan fungsi manajemen adalah menggunakan dana dan
mencari dana. Sedangkan tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk
memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan harga yang
bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual (2006:6).

2.1.3

Pengertian Laporan keuangan

Laporan keuangan adalah laporan yang memberikan gambaran akuntansi
atas operasi serta posisi keuangan perusahaaan (Farah Margaretha:20). Menurut
Kashmir (2012:6) “Dalam pengertian yang sederhana, laporan keuangan adalah
laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam
satu periode tertentu.”

Kemudian menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No.1 (2012:13)
”Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan
kinerja keuangan suatu entitas.”

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis menyimpulkan pengertian
laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan atau menggambarkan
kondisi keuangan suatu perusahaan dalam periode tertentu. Menurut Farah
Laporan keuangan meliputi:

1) Laporan Laba/Rugi (Income Statement), yang berisi laporan sistematis
tentang pendapatan-pendapatan (revenues) dan biaya-biaya (expenses)
perusahaan selama satu periode tertentu.
2) Neraca (balance sheet) berisi laporan sistematis keadaan aktiva (assets),
utang (liabilities) dan modal sendiri (owners equity) perusahaan pada saat
tertentu.

3) Laporan saldo laba, yang berisi laporan sistematis tentang laba yang
dihasilkan dan akan dibagikan sebagai dividen atau ditahan selama periode
tertentu.
4) Laporan arus kas, yang berisi laporan atas dampak kegiatan operasi,
investasi, dan pembiayaan perusahaan terhadap arus kas selama satu
periode tertentu
5) Laporan Laba/Rugi (Income Statement), yang berisi laporan sistematis
tentang pendapatan-pendapatan (revenues) dan biaya-biaya (expenses)
perusahaan selama satu periode tertentu.
6) Neraca (balance sheet) berisi laporan sistematis keadaan aktiva (assets),
utang (liabilities) dan modal sendiri (owners equity) perusahaan pada saat
tertentu.
7) Laporan saldo laba, yang berisi laporan sistematis tentang laba yang
dihasilkan dan akan dibagikan sebagai dividen atau ditahan selama periode
tertentu.
8) Laporan arus kas, yang berisi laporan atas dampak kegiatan operasi,
investasi, dan pembiayaan perusahaan terhadap arus kas selama satu
periode tertentu.

2.1.4

Pengertian Saham

Saham adalah salah satu alternatif yang dapat dipilih oleh investor untuk
berinvestasi selain dari obligasi. Saham dapat diartikan sebagai tanda penyertaan
atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik
kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga
tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang
ditanamkan di perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2011:5).

Sedangkan menurut Husnan (2005:29), saham merupakan secarik kertas
yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk
memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan
sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut
menjalankan haknya.

Dan menurut Bambang Riyanto (2004:240). Saham adalah tanda bukti
pengembalian bagian atau peserta dalam suatu perseroan terbata. Bagi perusahaan
yang bersangkutan yang diterima dari hasil penjualan sahamnya akan tetap
tertanam di dalam perusahaan tersebut selama hidupnya, meskipun bagi
pemegang saham sendiri itu bukanlah merupakan penanaman yang permanen
karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya.

Sedangkan menurut Tandelilin (2007:18), saham merupakan surat bukti
bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan
memiliki saham suatu perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap
pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran
semua kewajiban perusahaan.

2.1.5

Jenis-Jenis Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011:6) ada beberapa sudut pandang
untuk membedakan jenis-jenis saham, yaitu:

1) Ditinjau dari segi kemampuan hak tagih atau klaim
a) Saham Biasa (Common Stock)

Saham biasa merupakan saham yang memiliki klain berdasarkan laba
atau rugi yang diperoleh perusahaan. Bila terjadi likuidasi, pemegang saham

biasa yang mendapatkan prioritas paling akhir dalam pembagian dividen dari
penjualan aset perusahaan.

2) Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham preferen merupakan saham dengan bagian hasil yang tetap dan
apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan
mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan aset.

1) Ditinjau dari cara peralihan
a) Saham Atas Unjuk (Bearer Stock)

Saham atas unjuk adalah saham yang tidak tertulis nama pemiliknya,
agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara
hokum, siapapun yang memegang saham ini, maka akan diakui sebagai
pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

2) Saham Atas Nama (Registered Stock)

Saham atas nama merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama
pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu

3) Ditinjau dari Kinerja Perdagangan
a) Blue Chip Stocks

saham biasa dari suatu per usahaan yang memiliki reputasi tinggi sebagai
leader di industri sejenis, memiliki perdagangan yang stabil dan konsisten dalam
membayar dividen.

b) Income Stock

Saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen
lebih tinggi rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten
seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara
teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak
mementingkan potensi.

b) Growth Stock

Saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang
tinggi sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi.

c) Speculative Stock

Saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh
penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi tidak mempunyai kemungkinan
penghasilan yang tinggi di masa mendatang meskipun belum pasti.

d) Counter Cyclical Stock

Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro mapun situasi
bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi
sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang
tinggi pada masa resesi.

2.1.6

Pengertian Harga Saham

Harga saham dapat dikatakan sebagai indikator nilai perusahaan, yang
dalam pandangan investor akan mencerminkan tingkat keberhasilan dari
pengelolaan perusahaan atau kinerja perusahaan.

Pengertian harga saham menurut Agus Sartono (2008:70) “harga pasar
saham terbentuk melalui mekanisme permintaan dan penawaran di pasar modal”.

Pengertian harga saham menurut Martono (2007:13) didefinisikan sebagai “
harga saham merupakan refleksi dari keputusan-keputusan investasi, pendanaan
(termasuk kebijakan dividen) dan pengelolaan aset”.

Sedangkan Menurut Sawidji Widoatmodjo (2005:7) mendefenisikan harga
saham sebagai “harga pasar saham adalah harga jual dari investor yang satu
kepada investor yang lain setelah saham tersebut dicantumkan di bursa, baik bursa
utama maupun OTW (Over the Counter Market).”.

Menurut Widoatmodjo (2005:13) harga saham dapat dibedakan sebagai
berikut:

1. Harga Nominal

Harga saham merupakan harga yang tercantum dalam sertifikat
saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham
yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting
karena dividen yang dibayarkan atas saham biasanya ditetapkan
berdasarkan nilai nominal.

2. Harga Perdana

Harga perdana merupakan harga pada waktu saham tersebut dicatat
di bursa efek dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana
yang disebut dengan IPO (Initial Public Offering). Harga saham pada
pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan
emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu
akan dijual kepada masyarakat.

3. Harga Pasar

Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan
investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut ditetapkan di
bursa efek. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dan penjamin
emisi. Harga inilah yang disebut sebagai harga pasar sekunder dan
merupakan

harga

yang

benar-benar

mewakili

harga

perusahaan

penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi
negoisasi harga antara investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang
setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar
yang tercatat pada waktu penutupan (closing price) aktivitas di Bursa Efek
Indonesia (BEI)

.

2.1.7

Analisis Saham

Analisis saham bertujuan untuk menentukan waktu terbaik membeli dan
menjual saham. Analisis saham umumnya dapat dilakukan oleh para investor
dengan mengamati dua pendekatan dasar, yaitu

1) Analisis Teknikal
Menurut Husnan (2006:349) “analisis teknikal merupakan upaya
untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati perubahan harga
saham tersebut di waktu yang lalu.”

Sutrisno (2005:330) menyatakan bahwa analisis teknikal adalah
pendekatan investasi dengan cara mempelajari data historis dari harga
saham serta menghubungkannya dengan trading volume yang terjadi dan
kondisi ekonomi pada saat itu. Analisis ini hanya mempertimbangkan
pergerakan harga saja tanpa memperhatikan kinerja perusahaan yang
mengeluarkan saham. Pergerakan harga tersebut dihubungkan dengan
kejadian-kejadian pada saat itu seperti adanya pengaruh ekonomi,
pengaruh politik, pengaruh statement perdagangan, pengaruh psikologis
maupun pengaruh isu-isu lainnya.

Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga
saham dengan mengamati perubahan harga saham di periode yang lalu dan
upaya untuk menentukan kapan investor harus membeli, menjual atau
mempertahankan sahamnya dengan menggunakan indikator-indikator
teknis atau menggunakan analisis grafik. Indikator teknis yang digunakan
adalah

moving

average

(trend

yang

mengikuti

pasar),

volume

perdagangan, dan short-interest ratio. Sedangkan analisis grafik
diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai pola seperti key reserval, head
and shoulders, dan sebagainya. Analisis ini menggunakan data pasar dari
saham, seperti harga dan volume transaksi penjualan saham untuk
menentukan nilai saham.

2) Analisis Fundamental

Analisis fundamental merupakan faktor yang erat kaitannya dengan
kondisi perusahaan, yaitu kondisi manajemen organisasi sumber daya
manusia dan kondisi keuangan yang tercermin dalam kinerja keuangan
perusahaan. Menurut Husnan (2006:315), “analisis fundamental mencoba
memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan
mengestimasi niali faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham di masa yang akan datang dan menetapkan hubungan variabelvariabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham”.

Menurut Jogiyanto (2004:315), “analisis fundamental merupakan
analisis yang menggunakan data-data finansial, yaitu data-data yang
berasal dari laporan keuangan perusahaan, seperti laba, dividen yang
dibagikan dan sebagainya. Analisis fundamental merupakan analisis yang
berkaitan dengan kondisi internal perusahaan.”

Sutrisno

(2005:331)

mengemukakan

“analisis

fundamental

merupakan pendekatan analisis harga saham yang menitikberatkan pada
kinerja perusahaan yang mengeluarkan saham dana analisis ekonomi yang
akan mempengaruhi masa depan perusahaan”.

Analisis fundamental

menitikberatkan pada rasio keuangan dan kejadian-kejadian yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan. Sebagai pakar berpendapat teknik analisis fundamental lebih
cocok untuk membuat keputusan dalam memilih saham perusahaan mana
yang dibeli untuk jangka panjang. Beberapa faktor utama atau
fundamental

yang mempengaruhi

harga saham,

yaitu penjualan,

pertumbuhan penjualan, operasional perusahaan, laba, dividen, Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), perubahan manajemen, dan pernyatanpernyataan yang dibuat oleh manajemen perusahaan.

2.1.8

Debt to Equity Ratio

Debt to Equity

Ratio

(DER) menggambarkan

kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang ditunjukkan oleh
beberapa bagian dari modal sendiri atau ekuitas yang digunakan untuk
membayar hutang. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan
antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitasnya. Debt
to Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan sebagai berikut (Robert Ang,
1991):

Total Liabilitas / Total Equity

2.1.9

Return on Equiy

Return on Equity (ROE) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang
banyak digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Return on Equity (ROE)
bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas
modalnya sendiri.

Menurut Sartono (2001), Return on Equity (ROE) sering disebut juga
dengan Rate of Return on Net Worth yang merupakan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan dengan ekuitas yang dimiliki. Semakin besar
presentase Return on Equity (ROE) yang dimiliki perusahaan maka semakin besar
dan efektif kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba.

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006), Return on Equity (ROE) dapat
dirumuskan sebagai berikut:

(Laba Bersih setelah Pajak / Total Modal Pemegang Saham) x 100%

2.2.0

Longterm Debt to Equity Ratio

Menurut Sudana (2012:21), rasio LTDER adalah mengukur besar kecilnya
penggunaan hutang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri
perusahaan. LTDER dalam arti lain adalah rasio yang mengukur besar modal
perusahaan yang dibiayai melalui hutang jangka panjang. Semakin besar nilai
rasio ini mencerminkan resiko keuangan yang semakin besar, dan bisa juga
sebaliknya.

Rasio LTDER digunakan untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara
membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang
disediakan perusahaan. Semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin kecil
beban bunga dan utang jangka panjang yang harus dibayar sehingga hutang yang
ditanggung oleh perusahaan tersebut rendah dan akan menaikkan laba
perusahaanm sehingga hal ini akan direspon positif oleh para investor di pasar
modal. Pada kondisi seperti itulah harga saham dipasar modal akan naik karena
respon positif menunjukkan adanya kenaikan jumlah permintaan saham.

2.1

Penelitian Terdahulu

1) Penelitian oleh Tiara Rachman (2011) dengan judul “Analisis
Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Harga Saham pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hanya ROA dan EPS berpengaruh positif
terhadap harga saham. Sedangkan CR, DER dan ROE tidak
berpengaruh terhadap Harga Saham.

2) Penelitian oleh Mursidah Fadillah (2011) dengan judul “Analisis
Pengaruh EPS, DER dan ROE terhadap Harga Saham PT Unilever

Indonesia Tbk”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel EPS
dan ROE yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
Harga Saham. Sedangkan DER berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap Harga Saham.

3) Penelitian oleh Amanda Pranggana (2012) dengan judul “Pengaruh
Faktor Fundamental dan Resiko Sistematik terhadap Harga Saham
pada Industri Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Periode
2008-2011”. Hasil ini menunjukkan bahwa hanya variabel BV, ROA,
PER, DER yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
Harga Saham.

4) Penelitian oleh Syahib Natarsyah (2000) dengan judul “Analisis
Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Resiko Sistematika
terhadap Harga Saham Studi Kasus Industri Barang dan Konsumsi
yang Go-Public di Pasar Modal Indonesia”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hanya DER dan ROE berpengaruh positif
terhadap Harga Saham. Sedangkan ROA, DPR, dan BV tidak
berpengaruh terhadap Harga Saham.

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No

Permasalahan
Penelitian

Peneliti

Metode
Penelitian

Hasil
Penelitian

1 Pengaruh Debt to Amanda
Equity
Ratio Pranggana,
terhadap Harga 2012
Saham

Regresi
Berganda

Syahib
Natarsyah,
2000

Regresi
Berganda

Dalam
penelitian ini,
hanya
variabel BV,
ROA, PER,
DER
yang
memiliki
pengaruh
positif
dan
signifikan
terhadapharg
a saham.
Dalam
penelitian in,
hanya
variabel DER
dan
ROE
yang
memiliki
pengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
harga saham.
Dalam
penelitian ini
variabel
DER,
CR,
EPS
dan
ROA
memiliki
pengaruh
sangat kuat
terhadap
harga saham
Hasil
penelitian ini
menunjukkan
bahwa hanya
ROA
dan
EPS
yang

Lia Nirawati; Regresi
Topowijono
Berganda
dan
Moch.
Ichsan, 2009

Tiara
Rachman
Putri, 2011

berpengaruh
signifikan
terhadap
harga saham,
sedangkan
CR,
DER,
dan
ROE
tidak
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
harga saham.
2 Pengaruh Return Mursidah
Regresi
Dalam
on
Equity Nurfadillah,
Berganda
penelitian ini,
terhadap Harga 2011
hanya
Saham
variabel EPS
dan
ROE
yang
memiliki
pengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
harga saham.
Sedangkan
DER
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
harga saham.
Insi Kamilah Regresi
Dalam
Indallah,
Berganda
penelitian ini
2012
ROA, ROE,
EPS,
NPM
memiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
harga saham.
Njo
Auto
ROE
Anastasia,
korelasi dan mempunyai
2003
Normalitas pengaruh
positif
an

Tri Suciyati, Regresi
2011
Berganda

3 Pengaruh Debt to
Equity
Ratio
terhadap Return
on Equity

Faizatur
Regresi
Rosyadah,
Berganda
Suhadak dan
Darminto
(2013)

Asty
Dela Regresi
Mareta,
Berganda
Topowijono,
Zahroh
(2013)

signifikan
terhadap
harga saham
Dalam
penelitian ini
ROA, ROE,
dan
NPM
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
harga saham,
sedangkan
EVA
dan
EPS
berpengaruh
signifikan
terhadap
harga saham,
sedangkan
EVA
dan
EPS
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
harga saham.
Hasil
penelitian
adalah
DR
berpengaruh
positif
terhadap
ROE,
sedangkan
DER
berpengaruh
negatif
terhadap
ROE.
Hasil
penelitian
adalah DER
berpengaruh
positif
dan
signifikan

Kamallah,
Regresi
Nasrizal
Berganda
Akbar
dan
Lexinta
Kinanti
(2009)

terhadap
ROE,
sedangkan
DR
tidak
berpengarug
terhadap
ROE
Hasil
penelitian
adalah DER
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
ROE, ukuran
perusahaan
berpengaruh
negatif
terhadap
ROE,
sedangkan
TAT
dan
umur
perusahaan
tidak
berpengaruh
terhadap
ROE.

Sumber: berbagai jurnal

2.2

Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, kerangka pemikiran menggambarkan hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen serta variabel intervening.
Variabel independen penelitian meliputi Debt to Equity Ratio (DER),
sedangkan variabel dependen penelitian ini adalah harga saham perusahaan
serta variabel intervening dalam penelitian ini adalah Return on Equity (ROE)

Kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada gambar 2.1 yang merupakan
analisis jalur path (Path Analysis)

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
.

Pengaruh Tidak Langsung

Pengaruh langsung

Debt to Equity Ratio
(DER)
(X1)

LONG TERM DEBT
TO EQUITY RATIO
(X2)

Return on Equity
(ROE)
(M)

Harga Saham
Closing Price
(Y)

Pengaruh langsung

2.2.1

Hubungan Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan kelompok dalam rasio leverage.
Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total hutang terhadap
total modal yang dimiliki perusahaan dalam pemenuhan kewajiban jangka
panjangnya. Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk mengukur tingkat
penggunaan hutang terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan
(Ang, 1997). Debt to Equity Ratio (DER) juga menunjukkan seberapa besar
tingkat hutang suatu perusahaan, perusahaan dengan tingkat hutang yang besar
mempunyai biaya hutang yang besar juga. Hal tersebut menjadi beban bagi
perusahaan yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan investor. Para investor
cenderung menghindari saham-saham yang memiliki Debt to Equity Ratio (DER)
yang tinggi. Rasio ini menunjukkan komposisi struktur modaldari total pinjaman
terhadap total modal yang dimiliki perusahaan, DER menunjukkan sejauh mana
perusahaan dapat menanggung kerugian tanpa harus merugikan kreditornya.

H 1 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap harga saham.

2.2.2

Hubungan Return on Equity terhadap harga saham

Return on Equity (ROE) merupakan perbandingan antara laba bersih
perusahaan

dengan ekuitas yang dimiliki perusahaan (Fara Dharmastuti,

2004).Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri (saham).
Return on Equity (ROE) juga merupakan rasio yang memberikan informasi pada
para investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan
yang berasal dari kinerja perusahaan yang menghasilkan laba. Semakin besar nilai
Return on Equity (ROE) artinya tingkat pengembalian yang diharapkan investor
juga besar. Semakin besar nilai Return on Equity (ROE) maka perusahaan
dianggap semakin menguntungkan, oleh sebab itu investor kemungkinan akan

mencari saham ini hingga menyebabkan permintaan bertambah dan harga
penawaran dipasar sekunder terdorong naik (Christina Yolana dan Dwi Martani,
2005).

Tingkat pengembalian ekuitas (ROE) merupakan suatu alat analisis untuk
mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
bagi pemilik saham atas modal yang telah yang mereka investasikan.

Rasio ini penting bagi para pemilik dan pemegang saham karena rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola modalnya untuk
mendapatkan laba bersih (net income). Perusahaan yang memiliki Return on
Equity (ROE) yang rendah atau bahkan negatif akan terklasifikasikan sebagai
perusahaan yang kurang baik dalam menghasilkan incomenya. Kenaikan Return
on Equity biasanya diikuti oleh kenaikan harga saham perusahaan tersebut (Teguh
Pujo Mulyono, 1995:74)

H 2