Perencanaan Urban Renewal Program Draina

Perencanaan Urban Renewal Program Drainase, Sempadan, Muara Sungai dan Hulu Sungai
Hijau Untuk Mengatasi Banjir, Limbah dan Menambah Resapan Air Tanah Berkelanjutan
(Study DKI Jakarta)
Oleh : Danang Rivadhonni
Abstrak
Permasalah banjir, limbah dan resapan air tanah yang berkurang menjadi isu yang menarik di
kawasan perkotaaan. Sistem, program penanganan dan kontruksi fisik infrastruktur selama ini
berbasis bangunan dengan beton semisal normalisasi yang membangun sempadan dengan
tanggul atau beton dengan membabat habis bagian hijau yang ditumbuhi pohon dan semaksemak. Contoh lain membangun Kanal barat dan Timur dengan sempadan berupa tanggul
beton. Bagaimana air bisa meresap dan mengurangi limpasan hujan jika situasinya seperti ini?.
Seharusnya sikap yang tepat yaitu bukan membangun tanggul beton tetapi dengan tidak
membangun di sempadan sungai dan pinggir pantai. Konsep ini mencoba menawarkan desain
bagaimana mengurangi limpasan air ke sungai secara maksimal, dengan menambah unsur hijau
(pohon, bambu, enceng gondok dan semak belukar) dan dan bahan alami (batu, kerikil, pasir,
arang) sehingga air mampu diresapkan secara maksimal. Air yang menuju sungai diharapkan
jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Pembangunan desain ini membutuhkan konsolidasi tanah
dengan slogan membangun tanpa menggusur yang melibatkan masyarakat setempat dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

PENDAHULUAN
Kawasan perkotaan seringkali dihadapkan dengan permasalahan banjir ketika musim hujan dan

kesulitan akses terhadap air tanah ketika musim kemarau. Hal tersebut terjadi karena semakin
banyak kawasan terbangun yang mengurangi jumlah kawasan terbuka hijau sehingga resapan
air semakin berkurang. Air limpasan ketika hujan sangat sedikit diserap tanah dan langsung
dialirkan dari drainase ke sungai. Atau juga banjir terjadi karena membangun bangunan di
daerah yang dulunya sebagai sawah, rawa atau daerah dataran rendah sebagai tempat air
limpasan berkumpul. Secara instan seringkali developer perumahan dan pusat komersial (mall,
hotel & ruko) untuk menghindari banjir di areanya dengan menguruk tanah lebih tinggi dan
berdampak pada area sekitarnya. Di lain sisi, permasalahan juga timbul ketika terjadi
penurunan permukaan tanah akibat air tanah banyak diekplorasi yang berdampak pada banjir
rob sehingga perlu peninggian bangunan dan reklamasi di daerah pantai. Masalah infiltrasi air
lain ke daratan juga menjadi masalah serius.

1|P age

Infrastruktur yang dibangun selama ini belum mengoptimalkan penyerapan air hujan. Jalan
dibangun dengan perkerasan aspal atau beton yang tidak menyerap air hujan. Pohon-pohon
peneduh sempadan jalan diganti dengan taman bunga atau tumbuhan pendek lainnya yang
tentu saja kuantitas serapan air semakin berkurang dan evaporasi (penguapan) semakin
bertambah. Air dialirkan ke drainase beton yang tidak menyerap air, dan langsung menuju
sungai yang sempadannya juga dibangun dari beton. Bangunan rumah rapat dan padat hampir

tidak ada sejengkal tanah terbuka di pinggir sungai. Sementara itu, pemahaman umum dan
“wajar” untuk memperkuat bangunan di pinggir sungai dan pantai agar tidak terkena erosi dan
abrasi maka dibangun tanggul beton. Begitupula untuk menanggulangi banjir, solusi yang
ditawarkan adalah dengan normalisasi sungai dalam arti mengeruk dan membuat tanggul
beton. Bagaimana air bisa meresap dan mengurangi limpasan air hujan jika situasinya seperti
ini?. Seharusnya sikap yang tepat yaitu bukan membangun tanggul beton tetapi dengan tidak
membangun di pinggir pantai sungai dan sempadan sungai.
Limbah rumah tangga, area perkantoran, rumah sakit dan area pusat komersial seringkali
dibuang begitu saja ke drainase dan mengalir menuju sungai yang membuat air sungai-sungai di
kota-kota besar menjadi hitam, berbau dan keruh serta penuh dengan sampah. Sungai-sungai
akan bermuara ke pantai yang mencemari pantai dan merusak ekosistem. Jika pembangunan
perkotaan mengikuti arus/pola seperti selama ini dan tidak ada “reformasi” maka akan sulit
dibayangkan air sungai kota besar dapat jernih dan bebas sampah.
Solusi terhadap banjir, serapan air tanah dan limbah memerlukan perencanaan pembangunan
yang komprehensif. Tidak hanya melibatkan pemerintah kota saja tetapi melibatkan
pemerintah kota penyangga dan melibatkan penataan ruang di kawasan hulu dan hilir. Kotakota yang biasanya berlokasi di dataran rendah sekitar pantai, mendapatkan limpasan air hujan
dan aliran sungai dari daerah hulu. Oleh karena itu daerah hulu harus ditata sedemikian rupa
agar pertumbuhan bangunan tidak pesat. Sementara di lain sisi, kebutuhan kawasan industri
dan perumahan bagi pekerja seperti di kota besar Jakarta tidak mampu dicukupi oleh
pemerintah kemudian harus bergeser di daerah pinggiran yang juga meliputi daerah hulu

sungai seperti Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Depok. Akibatnya semakin banyak industri dan
perumahan di daerah tersebut yang mengambil air tanah (dalam atau dangkal) sementara di
lain sisi resapan air hujan semakin berkurang.
Solusi yang ditawarkan dalam tulisan ini berupa konsep desain perencanaan urban renewal
pada beberapa bagian bangunan infrastruktur kota yaitu pada drainase, sempadan sungai,
muara sungai serta hulu sungai hijau. Konsep desain ini sederhana, bukan merupakan konsep
frontal dan “high cost” serta mencoba lebih memahami kondisi aktual masyarakat setempat
dengan membangun tanpa menggusur (konsolidasi tanah swadaya).
2|P age

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Perencanaan Desain Urban Renewal Program Drainase, Sempadan, Muara Sungai
dan Hulu Sungai Hijau Untuk Mengatasi Banjir, Limbah dan Menambah Resapan Air Tanah
Berkelanjutan (Study DKI Jakarta)?

TINJAUAN PUSTAKA
A. Perencanaan
A.1.

Proses Perencanaan

Menurut Conyers & Hills (1984), gambar planning process sebagai berikut:
Decision to adobt Planning

Establish Organisational
Framework For Planning

Specify Planning Goals

Monitor and Evaluated

Formulate Objectives

Implement

Collect and Analyze Data

Select Prefered Alternative

Identify Alternative Course
of Action


Appraise Alternative
Course of Action

Tahapan tersebut di atas saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Tiap tiap
tahapan memiliki teknik dan struktur organisasi tersendiri. Dalam setiap tahapan, orangorang yang terlibat dalam perencanaan tersebut harus saling berkomunikasi satu
dengan lainnya. Pada kenyataan, proses perencanaan di dunia nyata jauh lebih komplek
daripada gambar di atas. Seperti halnya kompleksitas perencanaan nasional atau
3|P age

perencanaan regional, siklus keterkaitan antar tahapan perencanaan dan adakalanya
tempo penyelesaian tiap-tiap tahapan yang berbeda-beda. Conyers dan Hills (1984),
juga menyebutkan bahwa terjadinya perbedaan antara teori dan prakteknya seringkali
diakibatkan karena:
1. Waktu yang tidak memadai
2. Data
3. Kemampuan manusia
4. Komunikasi yang tidak memadai antara planner, politisi dan administrator.
Alur proses perencanaan secara umum dalam Djoko Sujarto (2011) sebagai berikut:
Data sebagai

masukan (INPUT)

PROSES ANALISIS

Sintesa sebagai
Keluaran (OUTPUT)

Umpan Balik (feedback)

Sedangkan perencanaan wilayah dan kota mempunyai jenjang/hierarki tertentu yang
sesuai cakupan perencanaan tersebut sebagaimana berikut:
1. Perencanaan nasional mencakup seluruh wilayah Negara. Perencanaan nasional
dimaksudkan untuk memberi acuan dasar dan pedoman pembangunan nasional di
dalam memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada untuk kesejahteraan seluruh
bangsa. Secara fisik biasanya perencanaan nasional tidak dapat digambarkan secara
nyata. Perencanaan nasional tidak bersubordinasi kepada jenjang yang lebih tinggi.
2. Perencanaan Regional atau wilayah yang lingkupnya meliputi suatu territorial yang
luas menyangkut kota-kota, wilayah perkotaan, desa-desa dan wilayah perdesaan
serta wilayah kegiatan fungsional tertentu. Dalam hal ini termasuk pula unsur
lingkungan alami dan binaan. Dalam perencanaan wilayah ini dapat meliputi suatu

wilayah geografis seperti wilayah aliran sungai, wilayah pantai dll atau suatu daerah
administratif seperti propinsi.
3. Perencaaan Kota yaitu penataan dan pengaturan ruang dalam lingkup kota yang
terbentuk oleh beberapa lingkungan dan kawasan fungsional-city space.
4|P age

4. Perencanaan lingkungan yaitu perencanaan yang menyangkut kepentingan
kelompok lebih besar yang terbentuk oleh beberapa kelompok rumah tangga atau
keluarga atau oleh beberapa kegiatan fungsional sehingga membentuk suatu
‘kawasan fungsional’ secara keruangan, ini disebut community space.
5. Perencanaan keluarga/rumah tangga yaitu perencanaan beberapa individu yang
membentuk kelompok yang mempunyai keterhubungan keluarga dengan territorial
wilayahnya yang membatasi tempat kelompok tersebut seperti misalnya rumah
sebagai family space.
6. Perencanaan individu adalah perencanaan manusia secara pribadi yang mempunyai
kepentingan pribadi dengan teritorialnya yang sangat terbatas yaitu sekitar individu
itu (individual space).
Perencanaan tersebut merupakan sebuah sistem. Perencanaan nasional dijabarkan
menjadi perencanaan regional/wilayah begitu juga seterusnya. Proses perencanaan
bottom up disini merupakan upaya penjaringan aspirasi ataupun dialog dari tingkat

bawah (individu) kemudian menjadi kesepakatan perencanaan lingkungan sampai
dengan perencanaan kota/kabupaten. Sebagai contoh adalah musyawarah tingkat RT,
RW, desa/kelurahan, kecamatan kemudian tingkat kabupaten/kota melaksanakan
musyawarah perencanaan pengembangan daerah (musrenbangda) untuk menyusun
Rencana Kerja Pembangunan Daerah begitupun sampai tingkat ke paling atas
(musrenbangnas dengan produk RKP). Apabila inisiasi diawali dari perencanaan tingkat
atas dulu maka diperlukan sosialisasi, dialog dan penyesuaian dengan RKPD yang sudah
ada.
A.2.

Penyusunan RTR dan Dokumen Perencanaan Lainnya
Adapun proses teknis perencanaan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) dalam
Pontoh & Kustiwan (2009) sebagai berikut:
1. Penentuan Arah Pengembangan.
Dalam tahap penentuan arah pengembangan wilayah Kota/kawasan perkotaan
dilakukan pula penentuan batas wilayah perencanaan. Batas ditentukan secara
5|P age

administratif. Selain itu diperlukan peninjauan terhadap aspek ekonomi, sosial,
budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan dan

keamanan.
2. Identifikasi Potensi Dan Masalah Pembangunan
Tahapan ini mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam
suatu wilayah perencanaan wilayah Kota/kawasan perkotaan untuk mewujudkan
keterpaduan, keseimbangan dan keserasian pembangunan antar sektor dalam
rangka

penyusunan

dan

pengendalian

program-program

pembangunan

kota/kawasan perkotaan jangka panjang. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan:
a. Perkembangan sosial kependudukan
b. Prospek pertumbuhan ekonomi

c. Daya dukung fisik dan lingkungan
d. Daya dukung prasarana dan fasilitas perkotaan
3. Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan,
Tahapan mencakup:
a. Perumusan visi, misi dan tujuan pembangunan wilayah kota/kawasan perkotaan.
b. Perkiraan

kebutuhan

pengembangan

yang

mencakup

pengembangan

kependudukan, pengembangan ekonomi perkotaan, kebutuhan fasilitas sosial
dan


ekonomi

perkotaan,

pengembangan

lahan

perkotaan

(kebutuhan

ekstensifikasi, kebutuhan intensifikasi dan ketersediaan lahan) dan perkiraan
kebutuhan sarana dan prasarana.
c. Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/kawasan Perkotaan
4. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan
Untuk mengoperasionalisasikan RTRW/RUTR Kawasan Perkotaan, perlu adanya
suatu upaya penetapan rencana tata ruang dalam bentuk Peraturan Daerah
Kota/kabupaten. Dalam rangka mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan
masyarakat

dalam

pengembangan

perkotaan,

terutama

untuk

menjamin

terwujudnya kesejahteraan masyarakat perkotaan, hak dan kewajiban masyarakat
kota harus tercermin dalam proses perencanaan.
6|P age

Adapun proses penyusunan dokumen perencanaan ruang kabupaten/kota secara resmi
dapat melihat “Peraturan Menteri Dalam Negeri No.54 Tahun 2010, Tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara
Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah”,
dan “Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2009, tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten”. Secara ringkas proses teknis
perencanaan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang (RTRW) resmi1 adalah sebagai
berikut:
I.

Azas Penyusunan RTRW Kota

Proses dan prosedur penyusunan sampai dengan implementasi RTRW kota disyaratkan
berlandaskan atas asas:


keterpaduan;



keserasian;



keselarasan dan keseimbangan;



keberlanjutan;



keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; keterbukaan;



kebersamaan dan kemitraan;



pelindungan kepentingan umum;



kepastian hukum dan keadilan; serta



asas akuntabilitas.

Komponen utama penyusunan RTRW kota meliputi tahap:


persiapan,



proses pengumpulan data dan informasi,



proses analisis,



proses perumusan konsep yang dituangkan dalam konsep pengembangan dan
materi teknis, serta


1

penyusunan naskah raperda.

www.penataanruang.com

7|P age

II. Pentahapan Penyusunan RTRW
Prosedur pentahapan penyusunan RTRW kota melibatkan semua pemangku
kepentingan dan prosedur legalisasi. Waktu yang dibutuhkan untuk proses
penyusunan dan penetapan RTRW kota diupayakan seefektif mungkin, maksimal
selama 24 (dua puluh empat) bulan, dapat terdiri atas : tahapan persiapan,
pengumpulan data, analisis, perumusan konsepsi, dan penyusunan raperda
membutuhkan waktu antara 8 (delapan) bulan sampai dengan 18 (delapan belas)
bulan; dan selebihnya digunakan untuk proses legalisasi.
III. Proses Penyusunan RTRW Kota terdiri dari kegiatan:


Persiapan penyusunan RTRW kota;



Pengumpulan data yang dibutuhkan



Pengolahan dan analisis data;



Perumusan konsep RTRW kota; dan



Penyusunan Raperda tentang RTRW kota.

IV. Prosedur Penyusunan RTRW Kota, mencakup:


Pembentukan tim penyusunan RTRW kota;



Pelaksanaan penyusunan RTRW kota;



Pelibatan peran masyarakat di tingkat kota dalam penyusunan RTRW kota;



Pembahasan Raperda tentang RTRW kota.

B. Urban Renewal
Menurut istilah bahasa urban renewal2 adalah the rehabilitation of city areas by
renovating or replacing dilapidated buildings with new housing, public buildings, parks,
roadways, industrial areas, etc., often in accordance with comprehensive plans.
Sedangkan definisi lainnya3 adalah the process where an urban neighborhood or area is
improved and rehabilitated. The renewal process can include demolishing old or rundown buildings, constructing new, up-to-date housing, or adding in features like a
theater or stadium. Urban renewal is usually undergone for the purposes of persuading
wealthier individuals to come live in that area.
2
3

http://dictionary.reference.com/browse/urban-renewal
http://www.businessdictionary.com/definition/urban-renewal.html

8|P age

C. Drainase, Limpasan, Sempadan Sungai dan Tanggul Sederhana Penjernih Air
Drainase4 adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air atau
ke bangunan resapan buatan. Pengertian drainase perkotaan adalah sistem drainase
dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk
mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman
yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Pengertian tentang drainase kota
menurut SK menteri PU 239 tahun 1987 adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi
mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan
air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota. Drainase
berwawasan lingkungan5 adalah pengelolaan drainase yang tidak menimbulkan dampak
yang merugikan bagi lingkungan.
Menurut Kamus International Commission on Irrigation and Drainage (ICID), banjir
(flood) adalah: “A Relatively high flow or stage in a river , markedly higher than usual;
also the inundation of low land which may result there from. A body of water raising,
swelling and overflowing land not usually thus covered”. Adapun gambar6 konsep banjir
dan sempadan sungai sebagai berikut:
Gambar 1

4

Dalam file presentasi Siswoko
Dalam file presentasi Siswoko
6
Dalam file presentasi Siswoko
5

9|P age

Gambar 2

Gambar 3

10 | P a g e

Definisi limpasan adalah semua air yang mengalir lewat suatu sungai bergerak
meninggalkan daerah tangkap sungai (DAS) tersebut tanpa memperhatikan asal/jalan
yang ditempuh sebelum mencapai saluran (surface atau subsurface). Adapun gambar7
ilustrasi limpasan air di perkotaan sebagai berikut:
Gambar 4

Gambar 5

7

Dalam file presentasi Siswoko

11 | P a g e

Penelitian Adhibaswara dkk (2011) menyebutkan bahwa pemanfaatan sumber mata air,
baik berupa mata air langsung maupun air sungai untuk dikelola sehingga bisa
didistribusikan ke masyarakat setempat dengan metode dan material yang sederhana,
ekonomis, kuat, serta perawatan yang mudah. Pemanfaatan sumber air terdekat yang
paling terjangkau, biasanya berupa aliran sungai. Sumber air tersebut kemudian akan
ditampung dengan cara pembuatan tanggul sederhana yang terbuat dari tumpukan
batu, batang kelapa, bambu, ijuk, dan batang besi sebagai porosnya. Di tempat
penampungan ini nantinya akan dibuat saringan alami berupa enceng gondok sebagai
penyaring kimiawi serta tumpukan kerikil, pasir, dan arang batok kelapa sebagai
saringan fisis. Hal ini bertujuan untuk menyaring air kotor yang berasal dari sumber air
menjadi air bersih yang layak digunakan. Dengan begitu akan dihasilkan air bersih yang
bisa diambil langsung oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Penelitian mereka
juga menghitung kebutuhan anggaran pembuatan tanggul penjernih air seluas 6 x 5
meter hanya sebesar Rp.727.000,-.
D. Fungsi Batu, Kerikil, Pasir, Arang Batok, Enceng Gondok, Tanam Bambu dan Semak Belukar
Pada desain yang akan disampaikan selanjutnya, mendasarkan pada komponen
infrastruktur dari bahan-bahan alami bermanfaat seperti batu, kerikil, pasir, arang
batok, enceng gondok, tanam bambu dan semak belukar. Batu, kerikil, pasir, arang
batok sudah umum dipakai sebagai bahan8 penjernih air alami yang akan meresapkan
air ke tanah. Enceng gondok9 bermanfaat menetralisir kandungan zat kimia berbahaya
untuk kemudian baru air dialirkan ke sungai. Enceng gondok mampu menyerap zat
paling berbahaya dalam air yaitu raksa (Hg) sebesar 1,88mg/g. Bambu10 merupakan
tumbuhan yang paling besar manfaatnya dalam menyerap hujan hingga lebih dari 62%
dan menyimpan air selama 20 tahun serta mampu menahan erosi. Semak belukar yang
dapat terdiri dari kangkung11 dan tumbuhan lainnya juga mampu menetralisir zat kimia
dan menahan erosi air sungai.

8

Keterangan lebih lanjut di:
http://repository.gunadarma.ac.id/157/1/Pengelolaan%20Air%20Secara%20Ekonomis%20Dengan%20Penggunaan
%20Tanggul%20Batang%20Kelapa%20Serta%20Penjernih%20Air%20Alami_UG.pdf, dan di
http://www.ipapedia.web.id/2014/12/membuat-alat-penjernih-air-dengan-bahan.html
9
Tulisan DR. Hasim, DEA di Kompas 2 Juli 2003 dalam :
http://repository.gunadarma.ac.id/157/1/Pengelolaan%20Air%20Secara%20Ekonomis%20Dengan%20Penggunaan
%20Tanggul%20Batang%20Kelapa%20Serta%20Penjernih%20Air%20Alami_UG.pdf , serta
https://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/06/27/tanaman-penyaring-dan-penjernih-air-secara-alami/
10
Penelitian J.A Jensen Universitas Eindhoven-Belanda tahun 2000 di
http://rumahbambu-rumahbambu.blogspot.co.id/2011/11/sejuta-manfaat-bambu-bagi-kehidupan.html , serta
http://www.caraterunik.com/2014/10/pohon-bambu-penyerap-air-hujan.html
11
https://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/06/27/tanaman-penyaring-dan-penjernih-air-secara-alami/

12 | P a g e

E. Perencanaan Bottom-Up dan Konsolidasi Tanah Swadaya
E.1.

Proses Perencanaan Bottom Up
Konsep perencanaan bottom up merupakan proses perencanaan yang melibatkan
masyarakat sebagai element paling bawah. Hal ini merupakan reaksi bahwa objek dan
subjek pembangunan merupakan masyarakat itu sendiri sehingga setiap kebutuhan,
permasalahan dan tujuan pembangunan yang berdampak pada suatu wilayahnya dapat
sesuai dengan yang diharapkan. Apabila terkait dengan kebijakan perencanaan yang
lebih tinggi tingkatannya, maka seyogyanya implementasi dari pelaksaan tersebut
sejalan dengan perencanaan di bawahnya yang telah disepakati masyarakat. Oleh
karena itu dibutuhkan sosialisasi, proses dialog dan penyesuaian atau penyamaan
tujuan dan langkah pelaksanaan pembangunan selanjutnya.
Menurut Nurzaman (2012), konsep perkembangan dari bawah (bottom-up) merupakan
reaksi dari adanya anggapan bahwa konsep perkembangan dari atas (top down) tidak
tepat bagi Negara berkembang. Berbeda dengan pengembangan dari atas yang
menekankan perkembangan wilayah (atau kota) terpilih dengan sektor perkembangan
yang terpilih pula, pengembangan dari bawah menekankan perkembangan yang
terintegrasi antara semua sektor sehingga memberikan kesempatan yang lebih luas
kepada individu serta kelompok sosial dalam wilayah berbasis territorial.
Pengembangan ini menekankan mobililisasi dari kelompok dan sumber daya masyarakat
dalam skala kecil atau menengah untuk manfaat bersama dilihat dari segi sosial,
ekonomi maupun politik. Jelas hal ini sangat berbeda dilihat dari pengembangan yang
diukur hanya dari kemajuan ekonomi seperti dalam pembangunan dari atas. Orientasi
dari produksi harus diubah dimana tidak ditujukan untuk ekspor akan tetapi untuk
kepentingan wilayah sendiri.
Menurut definisi istilah bahasa bottom-up approach12 adalah menyatukan kembali
beberapa sistem untuk membangun sistem yang lebih besar, sehingga membuat subsistem asli muncul dari sistem yang tiba-tiba muncul. Dalam pendekatan bottom-up
elemen dasar individu sebagai sistem yang pertama ditentukan dengan sangat rinci .
Unsur-unsur ini kemudian dihubungkan bersama untuk membentuk sub-sistem yang
lebih besar, yang kemudian pada gilirannya terkait, kadang-kadang dalam berbagai
tingkatan, hingga terbentuk level sistem tertinggi dan lengkap terbentuk. Strategi ini
menyerupai " model benih" , dimana awal kecil tapi akhirnya tumbuh menjadi sangat
komplek dan lengkap. “Strategi Organik" dapat menjalin elemen dan sub-sistem, yang

12

www.pricenton.edu

13 | P a g e

dikembangkan dalam isolasi dan tunduk pada optimasi/pengambilan keputusan lokal
untuk mewujudkan tujuan global.
Proses perencanaan menurut Soegijoko (2011) yang semula top down dan sentralistis,
sekarang sangat bottom up dan terdesentralistis. Daerah yang berhak menentukan dan
bertanggungjawab terhadap pembangunan yang terjadi di daerahnya. Pergeseran ini
sebagai akibat dari dorongan dunia untuk demokrasi, penyelenggaraan good
governance, perencanaan pembangunan yang partisipatif, pelibatan swasta dalam
pembangunan, serta penetapan otonomi daerah.
E.2.

Konsolidasi Tanah Swadaya
Konsolidasi tanah swadaya merupakan salah satu jenis layanan PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak) Badan Pertanahan Nasional/Kementerian Agraria dan Tata Ruang
yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mengelola area perumahannya.
Perencanaan Bottom Up sangat berperan dalam proses konsolidasi tanah swadaya ini.
Masyarakat harus bermusyawarah dan sebagian besar menyepakati proses ini.
Konsolidasi tanah swadaya sangat dibutuhkan guna menata pemukiman padat yang
berdiri di sepanjang sempadan sungai, muara sungai dan hulu sungai.
Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman memberikan pengaturan tentang pembangunan lingkungan siap bangun
yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah dengan melalui konsolidasi tanah,
dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a) Pematangan tanah.
b) Penataan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.
c) Penyediaan prasarana lingkungan.
d) Penghijauan lingkungan.
e) Pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
Dari Pasal 1 butir 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 4 Tahun 1991
dinyatakan bahwa konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan Pertanahan mengenai
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sesuai
dengan tata ruang wilayah, serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, yang bertujuan untuk meningkatan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumberdaya alam, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara
langsung, baik di wilayah kota maupun desa.
Ardiantoro & Priatmono (2001) dalam Premonowati (2006) menyebutkan pengertian
yang lebih operasional konsolidasi tanah adalah suatu model pembangunan pertanahan
14 | P a g e

yang mengatur semua bentuk tanah yang semula tidak teratur dalam hal bentuk, luas
atau letak melalui penggeseran letak, penggabungan, pemecahan, pertukaran, penataan
letak, penghapusan atau pengubahan serta disempurnakan dengan adanya
pembangunan fasilitas umum seperti : jalan, saluran, jalur hijau dan sebagainya,
sehingga menghasilkan pola pengusaan dan rencana penggunaan atau penyelenggaraan
pemanfaatan tanah yang lebih baik dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Pasal 4 ayat (2) Peraturan-Peraturan Kepala BPN Nomor : 4 Tahun 1991 tentang
Konsolidasi Tanah menjelaskan bahwa konsolidasi tanah baru dapat dilakukan apabila
sekurang-kurangnya 85 % (delapan puluh lima persen) dari pemilik tanah yang luas
tanahnya meliputi sekurang kurangnya 85 % (delapan puluh lima persen) dari luas
seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasi menyatakan persetujuannya.
Sedang dilihat dari segi fungsi konsolidasi sebagai kebijakan pengadaan tanah perkotaan
di Indonesia dikenal dua macam pendekatan dalam pelaksanaan konsolidasi, yaitu :
1) Top Down Approach,
Yaitu pendekatan yang merupakan implementasi dari rencana pembangunan yang
telah digariskan pemerintah terhadap daerah-daerah yang ditentukan sebagai obyek
konsolidasi. Untuk membiayai pelaksanaan konsolidasi dana disediakan dari
APBN/APBD sehingga peserta konsolidasi hanya dikenal sumbangan tanah untuk
pengadaan prasarana saja.
2) Bottom Up Approach,
Yaitu pendekatan yang berasal dari usulan masyarakat pemilik tanah yang telah
terkoordinir dan berkeinginan untuk mengatur tanahnya lewat program konsolidasi.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada kesadaran masyarakat akan penataaan
dan keserasian lingkungan. Masyarakat pemilik tanah kemudian mengajukan
permohonan kepada pemerintah untuk dilakukan konsolidasi di tanah yang mereka
miliki. Biaya pelaksanaan proyek ditanggung oleh peserta konsolidasi secara
bersama-sama. Masyarakat dikenai sumbangan tanah untuk prasarana dan
pelaksanaan proyek.
Proses Konsolidasi Tanah Swadaya selama 210 hari dengan persyaratan13 pengajuan
layanan adalah sebagai berikut:

13

http://site.bpn.go.id/o/Beranda/Layanan-Pertanahan/PELAYANAN-PENGATURAN-DAN-PENATAANPERTANAHAN/KONSOLIDASI-TANAH-SWADAYA.aspx

15 | P a g e

1. Formulir permohonan (memuat Identitas diri, luas, letak dan penggunaan tanah
yang dimohon) yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas
materai cukup
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
3. Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
4. Bukti penguasaan/pemilikan tanah
5. Kesepakatan/persetujuan peserta
6. Sket Lokasi yang dimohon
7. Pelepasan hak untuk dimohon hak kembali
Adapun bagan proses14 konsolidasi tanah sebagai berikut:
Gambar 6

14

http://site.bpn.go.id/o/Beranda/Layanan-Pertanahan/PELAYANAN-PENGATURAN-DAN-PENATAANPERTANAHAN/KONSOLIDASI-TANAH-SWADAYA.aspx

16 | P a g e

PEMBAHASAN
Gambaran Umum DKI Jakarta
Sumber berita15 telah menyebutkan bahwa sejak tahun 2012 sebanyak 13 sungai berpotensi
menimbulkan banjir di DKI Jakarta, khususnya memasuki musim penghujan. Sungai tersebut
adalah Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, Kali Grogol, Kali Baru Barat,
Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali
Cakung. Untuk mengantisipasi banjir di Jakarta, BNPB telah membuat aliran empat pengendali
banjir yaitu Cengkareng Drain, Banjir Kanal Barat, Cakung Drain dan Banjir Kanal Timur. Berikut
peta16 rawan banjir:
Gambar 7

15

http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/11/19/mdq562-13-sungai-di-jakartaberpotensi-banjir
16
http;//www.asco.co.id

17 | P a g e

Sungai Ciliwung17 merupakan sungai yang masuk dalam DAS (DAS Ciliwung) berhulu di Gunung
Pangrango, Jawa Barat. Sungai ini mengalir melalui Puncak, Ciawi, lalu membelok ke utara
melalui Bogor, Depok, Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta. Dari Kota Jakarta, alirannya
bercabang dua di daerah Manggarai: yang satu melalui tengah kota, antara lain sepanjang
daerah Gunung Sahari, dan yang lain melalui pinggir kota, antara lain melalui Tanah Abang.
Berikut gambar-gambar18 DAS sungai Ciliwung:
Gambar 8

Gambar 9

17
18

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/207/Ciliwung-Sungai
http:// www.konservasidasciliwung.wordpress.com

18 | P a g e

Dahulu Sungai Ciliwung airnya digunakan sebagai sumber air minum penduduk. Air sungai ini
pada tahun 1689 belum tercemar dan bisa digunakan sebagai air minum. Pada tahun 1740 air
sungai ini sudah dianggap tidak sehat karena segala sampah dan buangan air limbah rumah
sakit dialirkan ke sungai. Banyak pasien menderita disentri dan kolera. Berikut gambar-gambar
kondisi Kali CIliwung dulu dan sekarang:
Gambar 1019 : Kondisi Tahun 1680an

Gambar 1120 : Kondisi Sekarang

Beberapa area sempadan sungai ciliwung sejak di daerah hulu telah dibangun dengan
bangunan tanggul beton. Normalisasi dilakukan dengan mengeduk dan membangun tanggul
beton. Kondisi ini tidak berkontribusi pada penyerapan air limpasan. Adapun gambar-gambar
tersebut sebagai berikut:
19
20

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/207/Ciliwung-Sungai
http:// www.konservasidasciliwung.wordpress.com

19 | P a g e

Gambar 1221

Gambar 1322

Sumber berita23 menyebutkan bahwa menurut Ahli Geografi UI, Dr. Eko Kusratmoko, tidak
semua Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung mengalami kerusakan dan menjadi penyumbang
sampah dan limbah. Daerah yang banyak menyumbang adalah yang banyak terdapat
pemukiman dan melewati pusat kota Jakarta. Setiap DAS mempunyai karakter yang berbeda
dilihat dari penggunaan lahan dan kualitas airnya. Dahulu, sebagian wilayah Jakarta adalah
rawa. Rawa kemudian banyak diubah menjadi lahan sawah, yang kemudian diubah lagi menjadi
perumahan dan perkantoran. Jadi sejak dulu sebenarnya Jakarta adalah lahan basah. Rawa
sendiri adalah tempat retensi air, yang berfungsi untuk menyimpan air, bukan daerah resapan.
Hal tersebut menyebabkan jika ada ada hujan besar air menjadi kedap dan tidak bisa
menyerap. Fungsi rawa sebenarnya adalah sebagai pengatur dan penjaga stabilitas proses
hidrologis. Sementara itu, jika dilihat dari sisi lereng Ciliwung, Guru Besar Fakultas Teknik
UI, Prof.Dr.Ir.Tommy Ilyas, M.Eng, mengatakan saat ini ada berbagai bangunan yang dibangun
di tepi tebing Ciliwung. Sebaiknya, kata dia, pada jarak 10 meter dari tepi lereng sebenarnya
tidak diperbolehkan dibangun bangunan karena sangat berisiko menimbulkan longsor.
Kali Mookervart adalah sebuah saluran air di provinsi Jakarta yang dirancang oleh ahli hidrologi
pada tahun 1678-1689. Saluran ini menghubungkan Kali Angke dengan Cisadane di Kota
Tangerang. Saluran dengan diameter sekitar 25-30 meter ini merupakan salah satu saluran
penting dalam sistem pengendalian banjir kota Jakarta.
Kali Angke adalah sungai yang namanya diberikan setelah terjadinya peristiwa pembantaian
etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740. Angke sendiri
sebenarnya berasal dari dialek Hokkian, yang berarti Kali Merah. Sungai ini berhulu di
kelurahan Menteng, Bogor Barat, Jawa Barat. Kemudian melewati Tangerang Selatan, Kota
21

www.mongabay.co.id
www.antaranews.com
23
https://www.ui.ac.id/berita/sungai-ciliwung-kini-2.html
22

20 | P a g e

Tangerang dan bermuara di Jakarta Barat di wilayah Muara Angke. Sungai ini tidak pernah
kering selama musim kemarau, karena berhulu langsung di wilayah pegunungan di daerah
Bogor, sebagaimana Kali Pesanggrahan dan Ciliwung. Sungai Ini membuat wilayah Jakarta Barat
khususnya Duri Kosambi kebanjiran pada awal tahun 2015. Ketinggian air saat itu mecapai 300
Cm dengan status Siaga 1. Ketinggian air naik disebabkan hujan lokal yang sangat lebat di
jakarta khususnya Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat.
Kali Pesanggrahan adalah sungai yang mengalir dari Kabupaten Bogor, Kota Depok, Jakarta
Selatan, hingga akhirnya ke Tangerang, Banten. Sungai ini melewati Kecamatan Tanah Sereal,
Kecamatan Bojong Gede, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Limo, Kecamatan Kebayoran Lama,
Kecamatan Pesanggrahan, Kecamatan Kembangan, Kecamatan Kebun Jeruk, hingga akhirnya ke
Cengkareng. Berdasarkan data tahun 2005, 55 persen Sub-Daerah Aliran Sungai Kali
Pesanggrahan telah ditempati oleh perumahan, hanya 7 persen yang masih berupa hutan, 20
persen sawah, dan 13 persen lading.
Kali Krukut adalah sungai sepanjang 40 km yang mengalir dari Situ Citayam,
Bogor, Depok, Jagakarsa, Cilandak, Pasar
Minggu, Kemang, Mampang
Prapatan,
Gatot
Subroto, Setiabudi, Tanah Abang, Pecinan Glodok, bercabang di bawah Jembatan Toko Tiga
Pancoran, melewati Pertokoan Gloria sampai di Bawah Jembatan Harco, hingga berakhir di Kali
Ciliwung. Awalnya Kali Krukut merupakan sungai yang bersih dan menjadi tujuan wisata di
bawah pemerintahan Belanda, namun kemudian karena padatnya pemukiman penduduk dan
kurangnya pengelolaan sungai, airnya berubah menjadi kehitaman dan penuh sampah, serta
meluap saat banjir.
Kali Sunter adalah sebuah sungai yang mengalir di bagian timur kota Jakarta, yang memiliki
aliran sungai utama sepanjang 37 km serta memiliki daerah aliran sungai seluas 73.184.092 m2.
Debit airnya adalah 83,8 mm3 saat curah hujan mencapai 100 mm. Daerah aliran sungai ini
sangat padat penghuninya, dan sering terjadi banjir. Di sepanjang sisi aliran sungai ini terdapat
lima danau yang total luasnya adalah 37.2 ha, dan direncanakan pada masa depan 11 danau
kecil lainnya akan dibangun untuk mengendalikan banjir dengan luas mencapai 163.74 ha.
Berbagai sumber pendapat dan berita dapat disimpulkan bahwa banjir Jakarta terjadi karena
tidak tertatanya pembangunan kota tanpa mempertimbangkan kontur bertopografi rendah,
banyak rawa maupun danau, kurang resapan air hujan (RTH) serta pembangunan padat di
sempadan sungai. Begitu pula drainase yang tidak berjalan optimal dan tidak menyerap air.
Adapun sumber berita24 menyebutkan bahwa di tahun 2014 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
memperbaiki drainase di 40 ruas jalan nasional milik pemerintah pusat. Itu dilakukan, karena
mayoritas trotoar jalan protokol di Jakarta tidak memiliki mulut air untuk saluran pembuangan
sehingga banjir terjadi.

24

http://metro.news.viva.co.id/news/read/483862-sering-tergenang--drainase-di-40-jalan-jakarta-diperbaiki

21 | P a g e

Desain Drainase Hijau
Desain drainase ini memungkinkan air hujan dari jalan melalui karsten berlubang dan saluran
kecil menuju drainase. Air hujan terserap di sepadan hijau jalan dengan cepat karena kombinasi
dari pohon besar dan tanaman rumput atau tanaman lainnya. Air limpasan bergerak lebih
lambat menuju drainase kemudian diserap serta dijernihkan oleh batu kali, pasir, ijuk, dan
arang. Sementara disisi kanan kiri drainase terbuat dari brojong (batu kali ditata dan diikat
kawat) memungkinkan penyerapan ke samping. Air limbah rumah tangga yang dibuang menuju
drainase kemudian juga akan dijernihkan sebelum meresap ke dalam tanah. Di ujung
pertemuan drainase antar jalur terdapat dinding penghalang yang memungkinkan air drainase
tidak semuanya keluar menuju sungai namun ditahan guna memperlambat arus dan
memberikan waktu lebih lama untuk terserap. Di dalam air drainase dapat diberikan ikan lele
yang tahan hidup pada kondisi air buruk untuk memakan jentik-jentik nyamuk selama air masih
tergenang. Dasar berupa paving berlubang dimaksudkan agar mempermudah pembersihan
drainase dengan cangkul. Kombinasi Bronjong dan pohon peneduh memperkuat ponadasi
penahan tekanan dari beban jalan. Adapun desain Drainase Hijau yang mampu menyerap air,
mengurangi banjir dan menjernihkan air adalah sebagai berikut:
Gambar 14: Tampak Samping

Sempadan Jalan

Jalan

Karsten berlubang/pori
Bronjong (batu dikawat)
Paving Berlubang/pori
Batu kali dan kerikil
Ijuk
Arang
Pasir
22 | P a g e

Gambar 15 : Tampak Atas
Bak control yang
memperlambat aliran
berisi enceng gondok dan
dasar bahan penjernih

Dinding pelambat aliran

Sempadan Jalan

Saluran kecil sederhana
tertutup kerikil

Sempadan Sungai

Pintu buangan
kecil. Disaat penuh
berfungsi agar air
bebas ke segala
arah sempadan

Rumah

Rumah
Rumah

Rumah

Jalan

Sungai
Karsten berpori,
memungkin air
terserap ke
sempadan jalan

Rumah
Bak control lebih besar
yang memperlambat aliran
berisi enceng gondok dan
dasar bahan penjernih

Desain Sempadan Sungai Hijau
Desain sempadan sungai hijau memungkinkan volume serapan air limpasan hujan menjadi lebih
kecil dari biasanya setelah melewati drainase hijau menuju sungai. Permukaan sungai ketika
banjir akan lebih rendah dari sebelumnya. Bak kontrol besar yang berisi enceng gondok juga
dibangun dinding pelambat air yang lebih rendah beberapa puluh sentimeter dari permukaan
atas drainase. Air dialirkan melalu saluran utama yang dibuat dari bahan penjernih seperti
sebelumnya.Di beberapa tempat permukaan drainase dibuatkan pintu buangan kecil (saluran
pendek yang lebih rendah-lihat gambar 15). Pintu buangan ini memungkinkan air mengalir ke
segala arah dan terserap oleh bambu kemudian terserap semak belukar (kangkung, dsb)
menuju sungai. Resapan air ke bawah melalui celah batu-batuan dan kerikil. Sementara di
pinggir sempadan pertemuan dengan air sungai dibangun tanggul dari bambu sembari
menunggu pertumbuhan akar-akar pohon dan semak-semak cukup kuat untuk menahan arus
sungai di masa yang akan datang. Batu kali yang tertanam di bawah sempadan juga berfungsi
mengikat akar tumbuhan dan mencegah erosi. Pemukiman penduduk digeser menjauh dari
area sempadan. Pembanguan pemukiman ini dengan prosedur konsolidasi tanah swadaya.
Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Bangunan
23 | P a g e

dapat didesain bertingkat semacam kampung deret atau lebih jauh dengan membangun
apartemen untuk memperluas ruang terbuka hijau (RTH). Kepemilikan atas properti dan
sertipikat tanah harus sangat diperhatikan dan dimonitoring bersama. Adapun desain
sempadan sungai hijau yang mampu menyerap air, mengurangi banjir dan menjernihkan air
adalah sebagai berikut:
Gambar 16 : Tampak Samping-Sebelum Urban Renewal

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Air sungai ketika penuh
Palung
Sungai

Gambar 17 : Tampak Samping-Setelah Urban Renewal

Rumah

Rumah

Rumah

Rumah

Air sungai ketika penuh
Palung
Sungai

Desain Muara Sungai Hijau
Desain muara sungai hijau ini dengan cara membuat lokasi di ujung sungai sebagai kawasan
eko-wisata. Air sungai menuju muara diharapkan lebih bersih dan jernih. Desain yang dapat
dibuat dengan membangun air terjun buatan di pintu air dan gedung pompa air (gambar 18).
Air terjun buatan didesain secara indah dengan menambah unsur alam berupa batu kali yang
cukup besar dan di sekelilingnya ditanami pohon besar dan bambu. Aliran air disedot oleh
pompa air kemudian di terjunkan dari atas menuju ke bawah melewati bebatuan dan menjadi
percikan-percikan air. Manfaat mengalirkan dari atas dan memercikkan air sungai adalah
menghilangkan bau serta memasukkan oksigen sehingga kualitas air lebih baik.
24 | P a g e

Lebih jauh lagi, desain dapat diilustrasikan (gambar 19 dan 20) dengan membangun sungai
sudetan dari Ciliwung menuju ke danau yang berada di dalam Taman Impian jaya Ancol,
kemudian menuju ke Danau Ancol. Di area Taman Impian Jaya Ancol dibangun air terjun
buatan sebagai kawasan eko-wisata. Fungsi sungai sudetan ini mengurangi debet air ketika
hujan, menyerapkan air dan menjernihkannya. Sementara di muara depan Pulau Seribu Resort
disulap menjadi hutan mangrove untuk konservasi dan penanggulangan abrasi. Adapun desain
Muara Sungai Hijau yang mampu menyerap air, mengurangi banjir dan menjernihkan air adalah
sebagai berikut:
Gambar 18: Desain Air Terjun Buatan di Pintu Air
Ruko/Mall/Hotel
Gedung
Pompa
Rumah

Rumah

Pintu
Air

Gambar 19: Kawasan Ancol Muara Ciliwung
(sebelum)

25 | P a g e

Gambar 20: Kawasan Ancol Muara Ciliwung (sesudah)

Desain Hulu Sungai Hijau
Desain hulu sungai hijau lebih menekankan pada Rencana Tata Ruang Wilayah karena wilayah
yang ruang yang dicakup sangat luas meliputi Daerah Aliran Sungai seperi DAS Ciliwung.
Wilayah DAS merupakan lintas kewenangan pemerintah daerah sehingga membutuhkan
koordinasi pemerintah propinsi dan pusat. Kawasan sempadan sungai harus dikonsolidasi dan
diterapkan drainase serta sempadan hijau. Apabila program ini bisa skala besar diterapkan
mulai dari hulu sampai hilir maka resapan air ke tanah semakin besar dan volume debit air
menuju muara di Jakarta semakin berkurang sehingga potensi banjir dapat dikurangi. Pemda
DKI dapat berkontribusi dengan membeli bidang tanah di daerah hulu (di luar kawasan hutan)
untuk dimiliki BUMD kemudian dikembangkan menjadi kawasan eko-wisata. Begitupula Pemda
Bogor harus melarang keras pendirian rumah dan villa di area DAS Ciliwung. Pengawasan dan
26 | P a g e

evaluasi bersama-sama antara pemerintah pusat, propinsi dan pemda serta masyarakat harus
benar-benar dilakukan. Adapun desain hulu sungai hijau yang mampu menyerap air,
mengurangi banjir dan menjernihkan air adalah sebagai berikut:
Gambar 21: DAS Sungai Ciliwung
R

R

Ruko/
Mall/H

G
e

P
i

R

Sepanjang Sempadan Sungai

R

R
R

Air
Pa

Proses Perencanaan (Plan, Planning, dan Planer) Urban Renewal
Proses perencanaan meliputi Plan (dokumen resmi), Planning (strategi/kegiatan) dan Planer
(subjek perencana) perlu melakukan mekanisme bottom-up. Prosedur-prosdur resmi yang telah
disepakati secara hukum dilakukan dengan benar dan prosedural. Semua pihak baik dari
swasta, konsultan, akademisi dan masyarakat turut berperan serta dibawah komando dari
pemerintah. Dimungkinkan juga pembangunan program ini dibantu dengan dana dari swasta
semacam CSR. Swasta dapat menganggap proyek ini sebagai potensi bisnis karena
meningkatkan nilai propertinya yang berada di sekitar proyek. Adapun strategi perencanaan
konsep urbal renewal tersebut di atas adalah sebagai berikut:

27 | P a g e

Tabel 1
No

Nama Program

Plan

Planning

Planner

Jangka Waktu

1.

Drainase Hijau

Dokumen Site Kegiatan harus masuk Konsultan,
Menengah
Plan,
Desain, dalam RKP, RPJM Akademisi,
Masyarakat &
Perda
Pemerintah Daerah
Pemerintah
Daerah

2.

Sempadan
Sungai Hijau

Dokumen Site Kegiatan harus masuk
Plan,
Desain, dalam RKP, RPJM
Pemerintah
Perda
Daerah/Propinsi

3.

Air
Terjun Dokumen Site Kegiatan harus masuk Konsultan,
Buatan di Pintu Plan, Desain
dalam RKP, RPJM Akademisi,
Pemerintah
Air
Pemerintah Daerah
Daerah

4.

Sudetan Sungai Dokumen Site Kegiatan harus masuk
Plan,
Desain, dalam RKP, RPJM
dan eco wisata
Pemerintah
Perda
Daerah/Propinsi

5.

Hutan Bakau

Dokumen Site Kegiatan harus masuk Konsultan,
Pendek
Plan,
Desain, dalam RKP, RPJM Swasta,
Akademisi,
Perda
Pemerintah Daerah
Masyarakat &
Pemerintah

6.

Hulu Sungai hijau

RTRW
Kegiatan harus masuk
Kab./Kota,
dalam RKP, RPJM, RPJP
RTRWP,
Pemerintah Daerah
RTRWN, Perda,
Permen,Perpres

Konsultan,
Menengah
Akademisi,
Masyarakat &
Pemerintah
Daerah/Propi
nsi
Pendek

Konsultan,
Menegah
Swasta,
Akademisi,
Masyarakat &
Pemerintah

Konsultan,
Panjang
Swasta,
Akademisi,
Masyarakat &
Pemerintah

28 | P a g e

KESIMPULAN DAN SARAN
Ide desain drainase, sempadan, muara dan hulu hijau ini diharapkan mampu menyerap air
hujan lebih besar, menjernihkan limbah rumah tangga dan lumpur, serta mampu mengurangi
potensi terjadi banjir. Pembangunan berbasis beton tidak memberikan solusi karena bersifat
menampung tanpa menyerap air dan merusak ekosistem. Peneliitan lebih lanjut adalah dengan
melakukan studio lapangan secara mendalam sehingga kebijakan dan program dapat lebih baik.
Konsep pemikiran “out of the box” dan mencintai alam harus dikembangkan. Kreativitas untuk
mengelola alam harus terus ditingkatkan namun tetap menjaga kelestarian alam. Setiap
perencanan dan pengelolaan ruang, dampak yang ditimbulkan adalah tertuju kepada manusia
sendiri. Kerusakan alam yang berdampak pada manusia adalah disebabkan oleh perbuatan
(perencanaan & pelaksanaan) manusia sendiri (Q.S Ar Rum, 41-42). Perencanaan pengelolaan
ruang harus bersifat jangka panjang agar bermanfaat bagi anak cucu kita, serta lebih penting
mengaitkan dengan unsur religi25 (ke-Tuhan-an) sebagai bekal kehidupan akhirat, mengingat
umur manusia antara 60-70 tahun saja.

25

Penulis mengamati bahwa science yang berkembang di peradapan sekarang lebih lebih bersifat sekuler
(menghilangkan unsur religi) namun justru menganggap ilmiah dengan memasukkan pemikiran para filsuf dalam
kajian ilmiah tentang lingkungan semisal antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme. Pandangan tersebut
dianggap ilmiah dan “wajar” jika ditulis pada tulisan ilmiah, berbeda perlakuan dengan ajaran agama yang sangat
jarang disebut pada tulisan ilmiah.

29 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
Adhibaswara, B., dkk. 2011. Pengelolaan Air Secara Ekonomis Dengan Penggunaan Tanggul
Batang Kelapa Serta Penjernih Air Alami. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra,
Arsitektur & Sipil. Volume 4 Tahun 2011. Universitas Gunadharma.
http://repository.gunadarma.ac.id/157/1/Pengelolaan%20Air%20Secara%20Ekonomis%2
0Dengan%20Penggunaan%20Tanggul%20Batang%20Kelapa%20Serta%20Penjernih%20Air
%20Alami_UG.pdf
Conyers, D., Hills, P.1984. An Introduction to Development Planning in The Third World.John
Wiley & Sons.
Nurzaman, S.S. 2012. Perencanaan Wilayah dalam Konteks Indonesia. Penerbit ITB. Bandung.
Premonowati, W. 2006. Tesis : Konsolidasi Tanah Perkotaan Secara Swadaya Untuk Perumahan
Di Kota Tegal (Studi Pengkaplingan Tanah Untuk Perumahan Di Kota Tegal).
http://eprints.undip.ac.id/17701/1/WIDHYASIH_PREMONOWATI.pdf
Pontoh, N.K., Kustiwan,I. 2009. Pengantar Perencanaan Kota. Penerbit ITB. Bandung.
Soegijoko, B.T. 2011. Pergeran Konsepsi dan Pendekatan dalam perencanaan Pembangunan
Wilayah dan kota di Indonesia; Menarik perjalanan dari 50 Tahun Perjalanan
Perencanaan Wilayah dan kota di Indonesia. Penerbit ITB dan Yayasan Sugianto
Soegijoko.Bandung.
Sujarto, D. 2011. Catatan Kuliah: Proses Perencanaan. Penerbit ITB. Bandung.
Sujarto, D._____. Prinsip Perencanaan Wilayah dan Kota (Regional and Urban Planning
Principles). Makalah Program Pasca Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPKITB.Bandung.

30 | P a g e

Dokumen yang terkait

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN PROGRAM ACARA CHATZONE(Studi Terhadap Manajemen Program Acara di Stasiun Televisi Lokal Agropolitan Televisi Kota Batu)

0 39 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162

Tinjauan Atas Perencanaan Dan Pengendalian Anggaran Kas Pada Lembaga Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

6 69 56

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80