Makalah filsafat sebagai induk ilmu

MAKALAH
FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU
Tugas Individu
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang yang
diberikan oleh Dosen Mata Kuliah:
Prof. Dr. Hj. Melly Sri Sulastri Rifa’i. M.Pd
Prof.Dr.M. Syaom Barliana, M.Pd. M.T

Oleh:
Wildan Muta’abidin
1402883

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Sebagai induk dari segela ilmu, filsafat telah berjasa dalam kelahiran
sebuah disiplin ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran semapi edeologi.
Ilmu berasal dari keingintahunya manusia terhadapat sesuatu. Filsafat
adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia tentang mencari
kebenaran dalam menjalani hidup, banyak hal yang dapat diketahui dengan
mempelajari filsafat. Bagi manusia, berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya
seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni
tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam,
atau pun kebenaran. Dengan kata lain filsafat merupakan hal mendasar yang pada
dasarnya dimiliki oleh umat manusia. Setiap manusia, baik yang tergolong
terpelajar bahkan yang tergolong awam sekalipun, memiliki kemampuan untuk
berpikir mengenai hal-hal disekitarnya.
Secara sederhana filsafat adalah cinta atau kecenderungan pada
kebijaksanaan. Cinta kebijaksanaan berarti cinta pada pengetahuan. Orang yang
cinta pengetahuan disebut dengan “philosophos” atau filosof. Pecinta pengetahuan
ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya
(Mohammad Adib . 2010). Dalam pengertian lain yang lebih luas, Louis O.
Kattsoff menyebutkan, filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap

penalaran-penalaran mengenai suatu masalah dan penyusunan secara sengaja serta
sistematis suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan (Suhar Am.
2009)
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat di antaranya tentang logika, etika,
estetika, metafisika dan politik. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang
menjadi cabang-cabang filsafat yang lebih spesifik di antaranya filsafat ilmu.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji

2

hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah) (Bachtiar 2010). Pemahaman dasar tentang
filsafat dan filsafat ilmu ini akan coba penulis paparkan dalam makalah ini.
Filsafat dapat merangsang lahirnya keinginan dari temuan filosofis melalui
berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja
filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya suatu ilmu, oleh karena itu filsafat
disebut juga sebagai induk ilmu (mother of science). Untuk kepentingan
perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu pengetahuan yang
dikenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang

menjadi fokus bahasan dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian filsafat dan cabang-cabang filsafat?
2. Apa pengertian ilmu dan dasar-dasar ilmu?
3. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat dan ilmu ?
4. Bagaimanakah pandangan filsafat sebagai induk ilmu ?
1.3. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat
ilmu, makalah ini juga dibuat untuk menjawab pertanyaan bagaimana filsafat
dipandang sebagai induk ilmu.
1.4. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun atas empat bab;
1. Bab I Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan, sistemetika penulisan.
2. Bab II Filsafat dan Ilmu, bab ini berisi mengenai materi yang
menunjang dalam menjawab permasalah pada latar belakang yang
dirumuskan dalam rumusan masalah.
3. Bab III Pembahasan, bab ini berisi mengenai pembahasan masalah
dengan ditunjang materi serta pandangan penulis.

3


4. Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi, bab ini berisi mengenai
kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan dari kajian materi ini.

4

BAB II
TINJUAN TEORI
FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU

2.1. Pengertian Filsafat
Secara efistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan
terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kencintaan terhadap sesuatu,
dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan. Secara harafiah, filsafat diartikan
sebagai

suatu

kecintaan


terhadap

kebijaksanaan

(kecenderungan

untuk

menyenangi kebijaksanaan).
Hamersma (1981 : 10) mengatakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan
metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan. Jadi, dari definisi ini
nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang
dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakekat
kebenaran”.
Titus et.al (dalam Muntasyir & Munir, 2002 : 3) memberikan klasifikasi
pengertian tentang filsafat, sebagai berikut :
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan
alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).

3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya
filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains
dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten
tentang alam (arti spekulatif).
4) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentris.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli
filsafat.

5

Adapun beberapa defenisi filsafat menurut ilmu filsafat dan filsuf barat
dan timur adalah:
1) Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid
Socrates

dan

guru


Aristoteles,

mengatakan:

Filsafat

adalah

pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli).
2) Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3) Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato
Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4) Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange
menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya

tercakup empat persoalan.
a) Apakah yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
b) Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
c) Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
d) Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi)
5) Cicero (106 – 43 SM ) Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni
“( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars
vitae (seni kehidupan )
6) Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu
Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
7) Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat
adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya
suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan
dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk
sampai kepada

6

8) Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang

menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal
manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
Dari pengertian-pengertian diatas kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa: Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah
yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah
tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
2.2. Tujuan dan Fungsi Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam
semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan
seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan
ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding
and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin T mengatakan: Ilmu memberi kepada kita
pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan
kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan
kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat

memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi
maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran,
kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain.
Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah
tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya,
senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab
terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun
kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan:

7

Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup,
melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai,
menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat
hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru,
mencetak

manusia-manusia yang menjadikan


penggolongan-penggolongan

berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia
kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam
ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Studi filsafat harus membantu
orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang
secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang,
asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang
usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah
harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan,
dan Tuhan.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat
adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa
filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup
sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya
dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus
mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar
manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan
bahagia.
Filsafat dapat digambarkan sebagai disiplin akademik yang berhubungan
dengan beberapa bidang kehidupan seperti alam, agama, ketuhanan, etika,
priologi, ilmu dan pemhamahan tentang kebenaran dari dunia. Maka oleh sebab
itu terdapat cabang- cabang filsafat yang menjadi topic-topik yang dikaji di dalam
filsafat diantaranya:
1. Epistemologi, yaitu menyoroti dari sudut sebab pertama, gejala
pengetahuan dan kesadaran manusia.

8

2. Kritik ilmu, adalah cabang filsafat yang menyibukkan diri dengan
teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang
dasar kepastian dan jenis keterangan yang diberikan yang tidak
termasuk bidang ilmu pengetahuan melainkan merupakan tugas
filsafat.
3. Ontologi, sering disebut metafisika umum atau filsafat pertama
adalah filsafat tentang seluruh kenyataan atau segala sesuatu sejauh
itu ”ada”.
4. Teologi Metafisik, membicarakan filsafat ke-Tuhan-an atau Logos
(ilmu) tentang theos (Tuhan) menurut ajaran dan kepercayaan.
5. Kosmologi, membicarakan tentang kosmos atau alam semesta hal
ihwal dan evolusinya. Filsuf yang berperan antara lain Pitagoras,
plato dan ptolemeus.
6. Antropologi, berkaitan dengan filsafat manusia mempelajari manusia
sebagai manusia,

menguraikan apa atau siapa manusia menurut

adanya yang terdalam, sejauh bisa diketahui mulai dengan akal
budinya yang murni.
7. Etika, atau filsafat moral adalah bidang filsafat yang mempelajari
tindakan manusia. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain
karena tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana
manusia seharusnya bertindak dalam kaitannya dengan tujuan
hidupnya.
8. Estetika, sering juga disebut filsafat keindahan (seni), adalah cabang
filsafat

yang berbicara tentang pengalaman, bentuknya hakikat

keindahan yang bersifat jasmani dan rohani.
9. Sejarah filsafat, sejarah filsafat adalah cabang filsafat yang
mengajarkan jawaban para pemikir besar, tema yang dianggap paling
penting dalam periode tertentu, dan aliran besar yang menguasai
pemikiran selama satu zaman atau suatu bagian dunia tertentu.

9

2.3. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari
kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa
Yunania dalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menuru
tmetode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang itu (KamusBahasaIndonesia, 1998)
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir
lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu
dalam menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu dalam
memproses pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu, definisi ilmu bisa
berlandaskan aktifitas yang dilakukan ilmu itu sendiri.
Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alima, ya’lamu yang berarti tahu atau
mengetahui. Pengertian ilmu

yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia

adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
(Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized

10

knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi,
sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.
Dalam Ensiklopedia Indonesia, kita temukan pengertian sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing
sesuatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa
menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan. Suatu sistem dari
berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai
metode-metode tertentu.”
Prof. DR. Mohammad Hatta mengemukakakan bahwa “Tiap-tiap ilmu
adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu
golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak
dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam”.
Athur Thomson dalam Shihab (2008) mendefinisikan ilmu sebagai
pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam
perwujudan istilah yang sangat sederhana. Menurut S. Hornby ilmu adalah
sebagai: Science is organized knowledge obtained by observation and testing of
fact (ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui
penelitian dan percobaan dari fakta-fakta). Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula.
Poincaredalam Shihab (2008) menjelaskan bahwa ilmu berisi kaidahkaidah dalam arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of
convertions in the sence of disguised definitions). Le Ray (2008) menjelaskan
bahwa “Science consist only of consecrations and it is solely to this circumstance
that is owes its apparent certainlyand cannot teach us the truth, it’s can serve us
only as a rule of action (ilmu tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya
menyajikan sejumlah kaidah dalam berbuat). Dari beberapa definisi ilmu di atas,
maka kandungan ilmu berisi tentang; hipotesa, teori, dalil dan hukum.Penjelasan
tersebut juga menyiratkan bahwa hakekat ilmu bersifat koherensi sistematik.

11

Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan
kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri,
ilmu menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau
alam objek yang sama saling berkaitan secara logis.
Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu akan memuat
sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan.
Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis.Ilmu
memerlukan pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat
bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah terminology ilmiah.
Sejalan dengan perkembangan zaman, meningkatnya kebutuhan hidup
manusia, dan semakin berkembangnya kehidupan modern maka semakin terasalah
kebutuhan untuk menjawab segala tantangan yang dihadapi manusia. Dalam
keadaan yang demikian, lahirlah apa yang disebut ilmu-ilmu pengetahuan khusus.
Momentum pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan khusus itu
bermula disekitar Abad Pertengahan, pada saat lahirnya Zaman Renaissance
(misalnya Ilmu Fisika dan Ilmu Matematika).
Bentuk ilmu yang lain (Ilmu Pengetahuan) bertujuan membantu manusia
dalam mempermudah pelaksanaan kehidupannya atau untuk mensejahterakan
manusia. Disegi lain, dapat pula bertujuan menyusahkan atau menghancurkan
manusia, apabila ilmu dan teknologi itu dipergunakan untuk tujuan perang dengan
menciptakan senjata mutakhir
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar
ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat
empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai,
tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang
paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi
yang perlu diperhatikan yaitu asumsi pertama adalah suatu objek bisa
dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau
komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif artinya

12

ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat).
Asumsi ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak
terjadi secara kebetulan (Supriyanto, 2003).
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan
yang dimiliki.
Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi
perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru
mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan
Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung,
namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu
pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat
kemampuan manusia di bumi ini (Bakhtiar, 2005).
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan
umat manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi
manusia karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi
terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang
nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika
mengandung dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan merupakan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.

13

2.4. Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak perang dunia ke 2, yang telah
menghancurkan kehidupan manusia, para Ilmuwan makin menyadari bahwa
perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan
manusia , ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak
dilandasi oleh nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis pada nasib
manusia , padahal Albert Einstein pada tahun 1938 dalam pesannya pada
Mahasiswa California Institute of Technology mengatakan “ Perhatian kepada
manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah
besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda,
agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan
terhadap kemanusiaan (Jujun S Suriasumantri, 1999 : 249 ).
Akan tetapi penjatuhan bom di Hirosima dan Nagasaki tahun 1945
menunjukan bahwa perkembangan iptek telah mengakibatkan kesengsaraan
manusia , meski disadari tidak semua hasil pencapaian iptek demikian, namun
hal itu telah mencoreng

ilmu dan menyimpang dari pesan Albert Einstein,

sehingga hal itu telah menimbulkan keprihatinan filosof tentang arah kemajuan
peradaban manusia sebagai akibat perkembangan ilmu (Iptek) .
Untuk itu nampaknya para filosof dan ilmuan perlu merenungi apa yang
dikemukakan Harold H Titus dalam bukunya Living Issues in Pilosophy (1959),
beliau mengutif

beberapa pendapat cendikiawan seperti Northrop yang

mengatakan “ it would seem that the more civilized we become , the more
incapable of maintaining civilization we are”, demikian juga pernyataan Lewis
Mumford yang berbicara tentang “the invisible breakdown in our civiliozation :
erosion of value, the dissipation of human purpose, the denial of any dictinction
between good and bad, right or wrong, the reversion to sub human conduct”
(Harold H Titus, 1959 : 3)
Ungkapan tersebut di atas hanya untuk menunjukan bahwa memasuki
dasawarsa 1960-an kecenderungan mempertanyakan manfaat ilmu menjadi hal
yang penting, sehingga pada periode ini (1960-1970) dimensi aksiologis menjadi
perhatian para filosof, hal ini tak lain untuk meniupkan ruh etis dan agamis pada

14

ilmu, agar pemanfaatannya dapat menjadi berkah

bagi manusia dan

kemanusiaan , sehingga telaah pada fakta empiris berkembang ke pencarian
makna dibaliknya atau seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Ismaun, M.Pd
(2000 : 131) dari telaah positivistik ke telaah meta-science yang dimulai sejak
tahun 1965.
Memasuki tahun 1970-an , pencarian makna ilmu mulai berkembang
khususnya di kalangan pemikir muslim , bahkan pada dasawarsa ini lahir gerakan
islamisasi ilmu, hal ini tidak terlepas dari sikap apologetik umat islam terhadap
kemajuan barat, sampai-sampai ada ide untuk melakukan sekularisasi, seperti
yang dilontarkan oleh Nurcholis Majid pada tahun 1974 yang kemudian banyak
mendapat reaksi keras dari pemikir-pemikir Islam seperti dari Prof. H.M Rasyidi
dan Endang Saifudin Anshori.
Mulai awal tahun 1980-an, makin banyak karya cendekiawan muslim yang
berbicara tentang integrasi ilmu dan agama atau islamisasi ilmu, seperti terlihat
dari berbagai karya mereka yang mencakup variasi ilmu seperti karya Ilyas Ba
Yunus tentang Sosiologi Islam, serta karya-karya dibidang ekonomi, seperti
karya Syed Haider Naqvi Etika dan Ilmu Ekonomi, karya Umar Chapra Al
Qur’an, menuju sistem moneter yang adil, dan karya-karya lainnya , yang pada
intinya semua itu merupakan upaya penulisnya untuk menjadikan ilmu-ilmu
tersebut mempunyai landasan nilai islam.
Memasuki tahun 1990-an , khususnya di Indosesia perbincangan filsafat
diramaikan dengan wacana post modernisme, sebagai suatu kritik terhadap
modernisme yang berbasis positivisme yang sering mengklaim universalitas ilmu,
juga diskursus post modernisme memasuki kajian-kajian agama.
Post modernisme yang sering dihubungkan dengan Michael Foccault dan
Derrida

dengan

modernisme seperti

beberapa

konsep/paradigma

yang

kontradiktif

dengan

dekonstruksi, desentralisasi, nihilisme dsb, yang pada

dasarnya ingin menempatkan narasi-narasi kecil ketimbang narasi-narasi besar,
namun post modernisme mendapat kritik keras dari Ernest Gellner dalam
bukunya Post modernism, Reason and Religion yang terbit pada tahun1992. Dia
menyatakan bahwa post modernisme akan menjurus pada relativisme dan untuk

15

itu dia mengajukan konsep fundamentalisme rasionalis, karena rasionalitas
merupakan standar yang berlaku lintas budaya.
gerakan meniupkan nilai-nilai agama pada ilmu makin berkembang,
bahkan untuk Indonesia disambut hangat oleh ulama dan masyarakat terlihat dari
berdirinya BMI, yang pada dasarnya hal ini tidak terlepas dari gerakan islamisasi
ilmu, khususnya dalam bidang ilmu ekonomi.
Dan pada periode ini pula teknologi informasi sangat luar biasa , berakibat
pada makin pluralnya perbincangan/diskursus filsafat, sehingga sulit menentukan
diskursus mana yang paling menonjol, hal ini mungkin sesuai dengan apa yang
digambarkan oleh Alvin Tofler sebagai The third Wave, dimana informasi makin
cepat

memasuki

berbagai

belahan

dunia

yang

pada

gilirannya

akan

mengakibatkan kejutan-kejutan budaya tak terkecuali bidang pemikiran filsafat.
Meskipun nampaknya prkembangan Filsafat dasn ilmu erat kaitan dengan
dimensi

axiologi

atau

nilai-nilai

pemanfaatan

ilmu,

namun

dalam

perkembangannya keadaan tersebut telah juga mendorong para akhli untuk lebih
mencermati apa sebenarnya ilmu itu atau apa hakekat ilmu, mengingat dimensi
ontologis sebenarnya punya kaitan dengan dimensi-dimensi lainnya seperti
ontologi dan epistemologi, sehingga dua dimensi yang terakhir pun mendapat
evaluasi ulang dan pengkajian yang serius.
tonggak penting dalam bidang kajian ilmu dalam filsafat ilmu diantaranya
terbitnya Buku The Structure of Scientific Revolution yang ditulis oleh Thomas S
Kuhn, yang untuk pertama kalinya terbit tahun 1962, buku ini merupakan sebuah
karya yang monumental mengenai perkembangan sejarah dan filsafat sains,
dimana didalamnya paradigma menjadi konsep sentral, disamping konsep
sains/ilmu normal. Dalam pandangan Kuhn ilmu pengetahuan tidak hanya
pengumpulan fakta untuk membuktikan suatu teori, sebab selalu ada anomali
yang dapat mematahkan teori yang telah dominan.
Pencapaian-pencapaian manusia dalam bidang pemikiran ilmiah
menghasilkan teori-teori, kemudian teori-teori
karakteristik tertentu

telah

terspesifikasikan berdasarkan

ke dalam suatu Ilmu. Ilmu (teori) tersebut kemudian

dikembangkan , diuji sehingga menjadi mapan dan menjadi dasar bagi riset-riset

16

selanjutnya , maka Ilmu (sains) tersebut menjadi sains normal yaitu riset yang
dengan teguh berdasar atas suatu pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang
oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi
fundasi bagi praktek riset selanjutnya ( Thomas S Kuhn, 2000 :10 ) .
Pencapaian pemikiran ilmiah tersebut dan terbentuknya sains yang normal
kemudian menjadi paradigma, yang berarti “apa yang dimiliki bersama oleh
anggota suatu masyarakat sains dan sebaliknya masyarakat sains terdiri atas orang
yang memiliki suatu paradigma tertentu (Thomas S Kuhn, 2000 : 171). Paradigma
dari sains yang normal kemudian mendorong riset normal yang cenderung sedikit
sekali ditujukan untuk menghasilkan penemuan baru yang konseptual atau yang
hebat (Thomas S Kuhn, 2000 : 134). Keadaan Ini berakibat pada sains yang
normal, kegunaannya

sangat bermanfaat dan bersifat kumulatif. Teori yang

memperoleh pengakuan sosial akan menjadi paradigma, dan kondisi ini
merupakan periode ilmu normal. Kemajuan ilmu berawal dari perjuangan
kompetisi berbagai teori untuk mendapat pengakuan intersubjektif dari suatu
masyarakat ilmu. Dalam periode sain normal ilmu hanyalah merupakan
pembenaran-pembenaran sesuai dengan asumsi-asumsi paaradigma yang dianut
masyarakat tersebut, ini tidak lain dikarenakan paradigma yang berlaku telah
menjadi patokan bagi ilmu untuk melakukan penelitian, memecahkan masalah,
atau bahkan menyeleksi masalah-masalah yang layak dibicarakan dan dikaji
Akan tetapi didalam perkembangan selanjutnya ilmuwan banyak
menemukan hal-hal baru yang sering mengejutkan, semua ini diawali dengan
kesadaran akan anomali atas prediksi-prediksi paradigma sains normal, kemudian
pandangan yang anomali ini dikembangkan sampai akhirnya ditemukan
paradigma baru yang mana perubahan ini sering sangat revolusioner

17

BAB III
PERAN FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU DALAM REVOLUSI ILMU

3.1. Filsafat sebagai Induk Ilmu
Filsafat dikatakan sebagai ilmu karena filsafat merupakan induk dari
semua ilmu dan mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan.
Sehingga keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat
mempengaruhi aspek hidup manusia secara tidak perseorangan ini sangat diakui
keberadaannya. Karena sifatnya yang sangat rasional dan merupakan buah
pemikiran yang berdasarkan empiric yang dilakukan oleh para filosof sehingga
menghasilkan suatu kebenaran yang dapat di implementasikan teori mereka
masing-masing dalam kehidupan yang nyata.
Namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab
oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya, filsafat memberi
penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut, sementara
ilmu terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap
dikritisi secara radikal, proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan
bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai
upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu
tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu
sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.
Dahulu pada mulanya filsafat meliputi semua ilmu yang ada pada
zamanya: politik, ekonomi, hukum, seni, dan sebagainya. Akan tetapi lama
kelamaan dengan intensifnya usaha-usaha yang bersifat empiris dan eksperimental
terciptalah satu persatu ilmu yang khusus memecahkan satu bidang masalah.
Sehingga

terwujudlah

berbagai

ilmu

pengetahuan

yang

mendasarkan

penyelidikannya secara empiris dan eksperimental dan terlepaslah dari filsafat

18

sebagai induknya. Tetapi dengan munculnya ilmu-ilmu tidak berarti telah
lenyaplah eksistensi filsafat dan fungsinya. Filsafat masih tetap eksis dan
mempunyai fungsi sendiri yang tidak dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan.
Garapan filsafat berbeda dengan garapan ilmu pengtahuan dan masing-masing
dibutuhkan. Dalam kenyataan, setiap ilmu membutuhkan filsafatnya. Ada ilmu
hukum ada pula filsafat hukum, ada ilmu pendidikan ada pula filsafat pendidikan.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat
di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu
kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan
munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah
dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah
identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen
(1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat,
sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999),
filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekarbercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang
filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya
sendiri-sendiri.
3.2. Peran Filsafat Sebagai Induk Ilmu dalam Revolusi Ilmu
Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam
mengorientasikan diri dalam dunia dan memecahkan berbagai persoalan hidup.
Berbeda dari binatang, manusia tidak dapat membiarkan insting mengatur

19

perilakunya.

Untuk

mengatasi

masalah-masalah,

manusia

membutuhkan

kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu membantu
manusia mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan
proses pencariannya.
Pada abad modern ini, ilmu-ilmu pengetahuan telah merasuki setiap sudut
kehidupan manusia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan
banyak membantu manusia mengatasi berbagai masalah kehidupan. Prasetya T.
W. dalam artikelnya yang berjudul “Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul
Karl Feyerabend” mengungkapkan bahwa ada dua alasan mengapa ilmu
pengetahuan menjadi begitu unggul. Pertama, karena ilmu pengetahuan
mempunyai metode yang benar untuk mencapai hasil-hasilnya. Kedua, karena ada
hasil-hasil yang dapat diajukan sebagai bukti keunggulan ilmu pengetahuan. Dua
alasan yang diungkapkan Prasetya tersebut, dengan jelas menunjukkan bahwa
ilmu pengetahuan memainkan peranan yang cukup penting dalam kehidupan umat
manusia.
Akan tetapi, ada pula tokoh yang justru anti terhadap ilmu pengetahuan.
Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend.
Sikap anti ilmu pengetahuannya ini, tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan
itu sendiri, tetapi anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali
melampaui maksud utamanya. Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu
pengetahuan tidak menggunguli bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan
lain. Menurutnya, ilmu-ilmu pengetahuan menjadi lebih unggul karena
propaganda dari para ilmuan dan adanya tolak ukur institusional yang diberi
wewenang untuk memutuskannya.
Sekalipun ada berbagai kontradiksi tentang keunggulan ilmu pengetahuan,
tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnya memberikan
pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari
peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah-masalah
hidupnya, walaupun kadang-kadang ilmu pengetahuan dapat pula menciptakan
masalah-masalah baru.

20

Meskipun demikian, pada kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam
membantu manusia mengatasi masalah kehidupannya sesungguhnya terbatas.
Seperti yang telah diungkapkan pada bagian pendahuluan, keterbatasan itu
terletak pada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan yang hanya membatasi diri pada
tujuan atau bidang tertentu. Karena pembatasan itu, ilmu pengetahuan tidak dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang keseluruhan manusia. Untuk mengatasi
masalah ini, ilmu-ilmu pengetahuan membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah
filsafat menjadi hal yang penting.
C.Verhaak dan R.Haryono Imam dalam bukunya yang berjudul Filsafat
Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu, menjelaskan dua penilaian
filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu. Pertama, filsafat ikut menilai apa yang dianggap
“tepat” dan “benar” dalam ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat dalam ilmu-ilmu
berpulang pada ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal ini filsafat tidak ikut campur
dalam bidang-bidang ilmu itu. Akan tetapi, mengenai apa kiranya kebenaran itu,
ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat menjawabnya karena masalah ini tidak
termasuk bidang ilmu mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan ada tidaknya
kebenaran dan tentang apa itu kebenaran dibahas dan dijelaskan oleh filsafat.
Kedua, filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada
perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran.
Dari dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu di atas, dapat dillihat
bahwa ilmu-ilmu pengetahuan (ilmu-ilmu pasti) tidak langsung berkecimpung
dalam usaha manusia menuju kebenaran. Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan
suatu sumbangan agar pengetahuan itu sendiri semakin mendekati kebenaran.
Filsafatlah yang secara langsung berperan dalam usaha manusia untuk mencari
kebenaran. Di dalam filsafat, berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan
kebenaran dikumpulkan dan diolah demi menemukan jawaban yang memadai.
Pertanggungjawaban rasional pada hakikatnya berarti bahwa setiap
langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan, serta harus
dipertahankan secara argumentatif dengan argumen-argumen yang objektif. Hal
ini berarti bahwa kalau ada yang mempertanyakan atau menyangkal klaim

21

kebenaran suatu pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat dijawab dengan
argumentasi atau alasan-alasan yang masuk akal dan dapat dimengerti.
Dari berbagai penjelasan di atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu
mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan
menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha
menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan
langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka
terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai
kebenaran yang dicari.
Membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus
berpegang pada paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki
paradigma

ilmu

pengetahuan

nampaknya sangat diperlukan

agar ilmu

pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena ilmu pengetahuan tidak
hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai manfaat kepada kehidupan
dunia
Hampir semua kemampuan pemikiran (thought) manusia didominasi oleh
pendekatan filsafat. Pengetahuan manusia yang dihasilkan melalui proses berpikir
selalu digunakannya untuk menyingkap tabir ketidaktahuan dan mencari solusi
masalah kehidupan.antara ilmu Pengetahuan dan ilmu Filsafat ada persamaan dan
perbedaannya.Ilmu Pengetahuan bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah
melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan Filsafat bersifat
priori kesimpulannya ditarik tanpa pengujian,sebab Filsafat tidak mengharuskan
adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena Filsafat bersifat
Spekulatif.Disamping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah
persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran.

22

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1.

Kesimpulan
Filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of

science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang
tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah
keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang
melahirkan berbagai pencabangan ilmu.
Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang
lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan
untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat
untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat
pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang
yang disebut sebagai filsafat ilmu.
Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat,
manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikran,
realitas dan kejadian. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar
dan bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil
kesimpulan.

4.2.

Implikasi
1. Teoritis
Sebagai induk dari ilmu, antara filsafat dan ilmu mempunyai hubungan
timbal balik. Bagi filsafat, ilmu dapat merupakan bahan yang berupa faktafakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat sekaligus
sebagai landasan pengetahuan ilmiah agar pembahasaannya bersifat

23

rasional, mendalam, runtut, dan tidak menimbulkan kesalahan. Sebaliknya
bagi ilmu, filsafat secara kritis menganalisis konsep-konsep dasar
2. Praktis
Filsafat sebagai induk ilmu mempunyai hubungan yang saling berkaitan,
karena ilmu ilmu yang ada sekarang baik ilmu alam maupun ilmu social
berada dalam kajian filasfat, seperti filsafat ilmu ada hubungan antara
filsafat dan ilmu.
4.3.

Rekomendasi

Rekomendasi yang penulis ajukan untuk pembaca maupun untu penulis sendiri
adalah:
1. Bagi pembaca, pentingnya filsafat untuk lebih memahami filsafat dan
ilmu, maka dibutuhkan. manusia harus mengenal filsafat agar hidup bisa
lebih terarah dan tujuan hidup bisa tercapai dengan baik serta sempurna.
Untuk mencapai itu semua manusia harus berusaha memahami dan
mengerti apa konsep dari filsafat itu sebenanrnya.
2. Rekomendasi bagi penulis sendiri, membaca dan memahami tentang
filsafat sebagai induk ilmu sangat penting, terutama dalam pemahman
filsafat dan filsafat ilmu, serta untuk menambah pengetahuan yang
berguna untuk memperkaya dalam penulisan makalah.

24

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika
Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
AM, Suhar, Filsafat Umum; Konsepsi Sejarah dan Aliran, Jakarta: Gaung Persada
Pers, 2009.
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama Surabaya: PT Bina Ilmu.
1987.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Ihsan, Drs, H.A Fuad. Filsafat Ilmu. Jakarta, Rineka cipta.2010
Jalaluddin. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2013
suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta. Ar-Ruza Media.
2008
http://mohismaiel.blogspot.com/2013/06/pemahaman-dasar-filsafat-danfilsafat_8869.html
http://kereta-sains.blogspot.com/2011/06/filsafat-induk-segala-ilmu.html
http://andriwiranata76.blogspot.com/

25