MAKALAH Sosiologi politik SEKOLAH TINGGI

MAKALAH
Sosiologi politik

Disusun oleh :
Felia Safitri
NPM 163341040
Akuntansi 4 A (Reg pagi)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
LA TANSA MASHIRO
RANGKASBITUNG

2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan anugerah kepada penulis sehingga kami diberi kesempatan untuk
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PARTISIPASI POLITIK DEMOKRASI”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengambil data dari beberapa sumber.Dari berbagai
sumber tersebut, penulis merangkum dan menjadikannya isi dari makalah ini.
Dalam makalah ini mencakup hal-hal tentang berbagai partisipasi politik demokrasi
yang saat ini telah banyak di kenal dan digunakan oleh masyarakat di Indonesia maupun

Negara Indonesia.Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat bermanfaat dan dapat
membantu para pembaca untuk memecahkan masalah mengenai partisipasi politik
demokrasi.Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Sosiologi Politik.Dalam
penyusunan makalah ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Ada pepatah mengatakan “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”.Begitupun dengan
makalah ini yang masih jauh dari kata sempurna.Meskipun penulis berharap isi dari makalah
ini bebas dari kekurangan dan kesalahan namun selalu ada yang kurang.Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
kesempurnaan makalah ini untuk ke depannya.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi semua orang
yang membutuhkan.
Rangkasbitung,08 Mei 2018

Penulis

Demokrasi dan Partisipasi Politik dalam konteks Indoneisa )
Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses
demokratisasi. Keinginan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam proses
pembangunan politik bagi negara-negara berkembang seperti di indonesia, karena di

dalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat dilakukan salah satunya adalah
berlangsung dimana proses pemilihan kepala negara sampai dengan pemilihan walikota dan
bupati dilakukan secara langsng. Sistem ini membuka ruang dan membawa masyarkat untuk
terlibat langsung dalam proses tersebut. Pelaksanaan demokrasi indonesia saat ini sedang
berjalan menuju demokrasi yang dewasa, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi tampak terlihat jelas. Partisipasi masyarakat dalam politik menunjukkan bahawa
demokrasi semakin tampak di indonesia
Demokrasi
Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti
rakyat dan“kratos” atau “kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti
“rakyat berkuasa” (government of rule by the people). Istilah demokrasi secara singkat
diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Selain itu, termasuk dalam pengertian demokrasi ialah cara pemerintah Negara yang disebut
“autocratie” atau ”oligarchie”, yakni pemerintahan yang dilakukan oleh segolongan kecil
manusia saja, yang menganggap dirinya sendiri tercakup dan berhak untuk mengambil dan
melakukan segala kekuasaan di atas segenap rakyat.
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan
hukum di Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam kehidupan bernegara antara abad 4 SM- 6
M. pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat

langsung( direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan- keputusan politik
dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur
mayoritas. Di Yunani Kuno, demokrasi hanya berlaku untuk warga Negara yang resmi.
Sedangkan penduduk yang terdiri dari budak, pedagang asing, perempuan dan anak-anak
tidak dapat menikmati hak demokrasi. Gagasan demokrasi yunani Kuno lenyap ketika bangsa
Romawi dikalahkan oleh suku Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad pertengahan
(600-1400). Walaupun begitu, ada sesuatu yang penting yang menjadi tonggak baru
berkenaan dengan demokrasi abad pertengahan, yaitu lahirnya Magna Charta. Dari piagam
tersebut, ada dua prinsip dasar: Pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi; Kedua, HAM lebih
penting daripada kedaulatan Raja. Dalam Negara modern demokrasi tidak lagi bersifat
langsung, tetapi merupakan demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy).
Setelah sempat tenggelam, akhirnya terjadi dua peristiwa penting yang mendorong gagasan
demokrasi muncul kembali yaitu , terjadinya Raissance dan Reformasi. Raissance adalah
aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno, dasarnya
adalah kebebasan berpikir dan nertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang
membatasi dengan ikatan-ikatan. Sedangkan Reformasi yang terjadi adalah revolusi agama
yang terjadi di Eropa Barat abad 16.

Salah satu tokoh yang menyumbangkan pemikiran demokrasi adalah John Locke.
Menurut John Locke (1632-1704), hak-hak poitik rakyat mencakup hak hidup, kebebasan dan

hak memiliki (live, liberal, property).
Demokrasi dalam konteks Indonesia
Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau
bukan tingkat kenegaraan , masih tingkat desa yang disebut demokrasi desa. Contoh
pelaksanaan demokrasi desa pemilihan kepala desa dan rembug desa. Inilah demokrasi asli.
Demokrasi desa mempunyai 5 ciri yakni rapat , mufakat , gotong royong , hak mengadakan
protes bersama dan hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut mempergunakan pendekatan
kontekstual. Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang menjadikan Pancasila
sebagai ideologi negara , pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar negara Indonesia dan
sebagai identitas nasional Indonesia. Sebagai ideologi nasional , Pancasila sebagai cita – cita
masyarakat dan sebagai pedoman membuat keputusan politik. Sebagai pemersatu masyarakat
yang menjadi prosedur penyelesaian konflik
Kita memiliki seperangkat nilai-nilai demokrasi yang pada umumnya mencakup
tentang kebebasan masyarakat dalam berpendapat, dimana demokrasi membangun kondisi
agar setiap warga mampu menyuarakan pendapatnya. Demokrasi juga menjunjung
Kebebasan berkelompok artinya demokrasi memberikan jalan bagi masyarakat untuk
membentuk kelompok bisa berupa partai politik maupun memberiakan dukungan kepada
siapapun sesuai kepentingannya.
Demokrasi juga mengandung nilai kesetaraan (egalitarianism), yang berupa kesetaraan antar
warga dan kesetaraan gender, kesetaraan antar warga artinya setiap warga memiliki

kesempatan yang sama. Kesetaraan gender dapat diartikan perempuan dan laki-laki memiliki
hak yang sama di depan hukum karena memiliki kodrat yang sama sebagai makhluk sosial.
Nilai-nilai lainnya adalah menghormati orang atau kelompok lain, kerjasama, kompetisi,
kompromi, kedaulatan rakyat, dan rasa percaya. Di Indonesia yang menggunakan demokrasi
pancasila, Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai – nilai Pancasila adalah :
1.
Kedaulatan rakyat;
2.
Republik
3.
Negara berdasar atas hukum
4.
Pemerintahan yang konstitusional
5.
Sistem perwakilan
6.
Prinsip musyawarah
7.
Prinsip ketuhanan
Partisipasi Politik

Berpartisipasi merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok,
dinegara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat,
lebih baik. Karena partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah
politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi
yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat
ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan.
Bentuk-bentuk partisipasi tersebut bisa berupa pemberian suara dalam pemilihan umum. Di
sini masyarakat turut serta memberikan/ ikut serta dalam memberi dukungan suara kepada
calon atau partai politik. Partisipasi lainya adalah dalam bentuk kontak/ hubungan langsung
dengan penjabat pemerintah. Partisipasi dengan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan
publik dan partisipasi dengan melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau
pemerintahan.
Pengertian Partisipasi politik

Pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam
posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan sifat partisipasi
politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa.
Miriam Budiardjo (2009) menyatakan partisipasi politik adalah kegiatan seseorang
atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan

jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy). Dengan demikian Partisipasi politik erat kaitanya
dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian
menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintah. Menurut Herbert
McClosky dalam International encyclopedia of the social sciences(Budiardjo,1996:183)
partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak
langsung dalam proses pembentukkan kebijakan umum.
Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945
pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Seperti partisipasi
masyarakat dalam pemilihan umum, ini merupakan salah satu implementasi nilai-nilai
demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebebasan , dimana masyarakat diberi
kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang di inginkan. Dalam hal lain
masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi dalam hal melakukan
protes terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam politik di
Indonesia mengalami peningkatan. Miriam Budiarjo, menyatakan dalam Negara-negara
demokratis umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam
alam pemikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga Negara
mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu.

Sebagai pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik memiliki peran
penting. Karena dalam Negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakya,
oleh rakyat, untuk rakyat. Nilai-niai yang terkandung dalam demokrasi adalah nilai
kebebasan dan kesetaraan. Di Indonesia yang menggunakan demokrasi pancasila, Nilai-nilai
demokrasi yang terjabar dari nilai – nilai Pancasila adalah :
1.
Kedaulatan rakyat;
2.
Republik
3.
Negara berdasar atas hukum
4.
Pemerintahan yang konstitusional
5.
Sistem perwakilan
6.
Prinsip musyawarah
7.
Prinsip ketuhanan

Salah satu implementasi nilai demokrasi adalah partisipasi masyarakat dalam politik,
menurut Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan
Negara dan, secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy). Bentuk dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam politik antara lain
adalah partisipasi dalam pemilihan umum dan partisipasi untuk memprotes pemerintahan.
Definisi partisipasi politik yang cukup senada disampaikan oleh Silvia Bolgherini.
Menurut Bolgherini, partisipasi politik " ... a series of activities related to political life, aimed
at influencing public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or
contentious. Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan
kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara

langsung maupun tidak langsung -- dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun
memaksa.
Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington dan
Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in
Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington and Nelson memberikan suatu
catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian
partisipasi politik. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa
dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan

(contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan
mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan
tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi
politik.
Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh
untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola partisipasi
politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara
dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik
Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo,
dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe.
Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi
tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia,
Portugal, dan Yunani).

1.
2.
3.
4.
5.


Landasan Partisipasi Politik
Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan
kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik ini
menjadi:
kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang
serupa.
kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau
etnis yang serupa.
lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang
sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif
dan legislatif pemerintahan, dan
golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus
menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang
berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak
sederajat.
Model Partisipasi Politik
Model partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model
ini terbagi ke dalam 2 bagian besar: Conventional dan Unconventional. Conventional adalah
mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Mode partisipasi
politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940-an dan 1950an. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan
Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro
lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang 2 (feminist), protes mahasiswa
(students protest), dan teror.
Bentuk Partisipasi Politik
Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di
suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik

1.
2.
3.
4.
5.

tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik
menjadi:
Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum,
mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau
eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik
dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku
anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah;
Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan
pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna
mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau
harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik
(assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi
bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan
individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu,
penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah
masuk ke dalam kajian ini.
Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson belumlah relatif lengkap
karena keduanya belum memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan
diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala
subyektif individu. Misalnya, Thomas M. Magstadt menyebutkan bentuk-bentuk partisipasi
politik dapat meliputi: (1) Opini publik; (2) Polling; (3) Pemilihan umum; dan (4) Demokrasi
langsung. Opini publik adalah gagasan serta pandangan yang diekspresikan oleh para
pembayar pajak dan konstituen pemilu.
Terminologi dalm Partisipasi Politik
Pertama opini publik. Opini publik yang kuat dapat saja mendorong para legislator
ataupun eksekutif politik mengubah pandangan mereka atas suatu isu. Opini publik ini
mengejawantah dalam bentuk lain partisipasi politik selanjutnya, berupa polling, pemilihan
umum,
dan
demokrasi
langsung.
Kedua Polling, yaitu upaya pengukuran opini publik dan juga memengaruhinya.
Melalui polling inilah, partisipasi politik (menurut Magstadt) warganegara menemui
manifestasinya. Di dalam polling, terdapat aneka konsep yang menjadi bagian di dalam
dirinya yaitu: straw polls,random sampling, stratified sampling, exit polling, dan tracking
polls.
Ketiga Straw pollsyaitu survey yang tidak ilmiah karena bersifat sederhana, murah,
dan amat terbuka untuk penyalahgunaan dan manipulasi. Straw polls dianggap tidak ilmiah
karena tidak memertimbangkan representasi populasi yang menjadi responden polling.
Penentuan responden bersifat serampangan, dan terkadang hanya menggunakan sampel yang
hanya
merupakan
bagian
tertentu
dari
populasi.
Keempat Random sampling adalah metode polling yang melibatkan canvassing atas
populasi secara acak. Lawan dari random sampling adalah stratified sampling. Dalam teknik
ini, disarankan jumlah minimal untuk suatu polling adalah 1500 orang apabila populasi yang
diambil pendapatnya adalah besar. Pengambilan sampel acak harus bersifat lintas-segmen
seperti usia, ras, agama, orientasi politik, pendidikan, dan faktor-faktor lain yang signifikan di
suatu masyarakat. Lawan dari random sampling adalah stratified sampling. Metode ini adalah

cara menentukan responden polling, yang diadakan akibat munculnya keterbatasan untuk
melakukan random
sampling.
Dalam stratified
sampling,
pihak
yang
menyelenggarakan pollingmemilih populasi yang cukup kecil tetapi memiliki karakteristik
khusus
(agama,
usia,
income,
afiliasi
partai
politik,
dan
sejenisnya).
Kelima Exit polling adalah polling yang memungkinkan jaringan televisi memrediksi
pemenang suatu pemilihan umum segera setelah pemungutuan suara usai. Teknik yang
dilakukan
adalah
menyurvei
pemberi
suara
di
tps-tps
tertentu.
Keenam Tracking polls adalah polling yang dilakukan atas responden yang sama
dalam suatu periode kampanye. Tujuannya mengidentifikasi peralihan sentimen pemilih atas
suatu calon, partai, ataupun isu. Tujuan dari polling ini adalah memerbaiki kinerja kampanye
calon,
kampaye
parpol,
bahkan
kinerja
pemerintah.
Konteks Pemilihan umum (Pemilu) erat hubungannya dengan polling. Pemilu
hakikatnya adalah polling "paling lengkap" karena menggunakan seluruh warga negara
benar-benar punya hak pilih (tidak seperti polling yang menggunakan sampel). Ini yang
kemudian kita sebut sebagai demokrasi langsung.
Demokrasi langsung adalah suatu situasi di mana pemilih (konstituen) sekaligus
menjadi legislator. Demokrasi langsung terdiri atas plebisit dan referendum. Plebisit adalah
pengambilan suara oleh seluruh komunitas atas kebijakan publik dalam masalah tertentu.
Misalnya, dalam kasus kenaikan harga BBM ketika parlemen mengalami deadlock dengan
eksekutif, diambilah plebisit apakah naik atau tidak. Referendum adalah pemberian suara
dengan mana warganegara dapat memutuskan suatu undang-undang. Misalnya, apakah
undang-undang otonomi daerah perlu direvisi ataukah tidak, dan parlemen
mengalamideadlock, dilakukanlah referendum.
Subyektif Individu
Dimensi subyektif adalah serangkaian faktor psikologis yang berpengaruh terhadap
keputusan seseorang untuk terlibat dalam partisipasi politik. Faktor-faktor ini cukup banyak,
yang untuk kepentingan tulisan ini hanya akan diajukan 2 jenis saja yaitu Political
Dissafection dan Political Efficacy.
1. Political Disaffection adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan perasaan
negatif individu atau kelompok terhadap suatu sistem politik. Penyebab utama daripolitical
disaffection ini dihipotesiskan adalah media massa, terutama televisi. Hipotesis tersebut
diangkat dari kajian Michael J. Robinson selama 1970-an yang mempopulerkan istilah
“videomalaise”. Dengan banyaknya individu menyaksikan acara televisi, utamanya beritaberita politik, mereka mengalami keterasingan politik (political alienation). Keterasingan ini
akibat melemahnya dukungan terhadap struktur-struktur politik yang ada di sistem politik
seperti parlemen, kepresidenan, kehakiman, partai politik, dan lainnya. Individu merasa
bahwa struktur-struktur tersebut dianggap tidak lagi memperhatikan kepentingan mereka.
Wujud keterasingan ini muncul dalam bentuk sinisme politik berupa protes-protes,
demonstrasi-demonstrasi, dan huru-hara. Jika tingkat political disaffection tinggi, maka para
individu atau kelompok cenderung memilih bentuk partisipasi yang sinis ini.
2. Political Efficacy adalah istilah yang mengacu kepada perasaan bahwa tindakan
politik (partisipasi politik) seseorang dapat memiliki dampak terhadap proses-proses politik.
Keterlibatan individu atau kelompok dalam partisipasi politik tidak bersifat pasti atau
permanen melainkan berubah-ubah. Dapat saja seseorang yang menggunakan hak-nya untuk
memiliki di suatu periode, tidak menggunakan hak tersebut pada periode lainnya. Secara
teroretis, ikut atau tidaknya individu atau kelompok ke dalam bentuk partisipasi politik
bergantung pada Political Efficacy ini.
Beberapa pernyataan sehubungan dengan masalah Political Efficacy ini adalah:

1.

“Saya berpikir politik itu jahat, karena seringkali terjadi anarkis, dan konflikyang
sangat panjang .”
2.
"Ikut mencoblos dalam Pemilu adalah jalan terbaik bagaimana saya ini bisa bicara
sesuatu tentang pemerintah itu bertindak.”
3.
“Kadang masalah politik dan pemerintahan terlalu rumit agar bisa dimengerti oleh
orang seperti saya.”
Dari sisi stabilitas politik, sebagian peneliti ilmu politik menganggap bahwa stabilitas politik
akan lahir jika tingkat internal political efficacy rendah dan tingkat external political
efficacy tinggi.

1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

Referensi
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.
Silvia Bolgherini, "Participation" dalam Mauro Calise and Theodore J.
Lowi,Hyperpolitics: An Interactive Dictionary of Political Science Concept (Chicago: The
University of Chicago, 2010)
Oscar Garcia Luengo, E-Activism New Media and Political Participation in Europe,
(CONFines 2/4 agosto-diciembre 2006)
Thomas M. Magstadt, Understanding Politics (Belmont: Cengage Learning, 2012)
Christina Holtz-Bacha, Political Disaffection, dalam dalam Lynda Lee Kaid and Christina
Holtz-Bacha, Encyclopedia of Political Communication, (California : Sage Publications,
2008)
Jan W. van Deth, Political Participation, dalam Lynda Lee Kaid and Christina HoltzBacha, Encyclopedia
Budiarjo, Miriam.2009.Dasar-dasar Ilmu Politik.Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Budiarjo, Miriam.1996.Demokrasi Di Indonesia, Demokrasi Parlementer Dan
Demokrasi