optimasi sistem jaringan produksi pada b (1)

OPTIMASI SISTEM JARINGAN PRODUKSI PADA BLOCK
STATION I.B LAPANGAN JOB PPEJ BOJONEGORO

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
INDRA BAYU
113130099

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017

OPTIMASI SISTEM JARINGAN PRODUKSI PADA BLOCK
STATION I.B LAPANGAN JOB PPEJ BOJONEGORO

1. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam sistem jaringan produksi Lapangan JOB PPEJ, sumur dibagi dalam
sebuah block station yang dalam block tersebut sumur-sumur dipisahkan lagi

menjadi sebuah cluster. Pengoptimasian produksi sebuah lapangan yang terdapat
beberapa cluster dilakukan dengan regrouping cluster ataupun dengan penggantian
ukuran choke untuk sumur natural flow yang sesuai dengan produktivitas sumur
sehingga tidak akan menimbulkan masalah selama proses produksi dan laju alir
yang diinginkan dapat tercapai.
Analisa optimasi sistem jaringan cluster akan memberikan solusi apa yang
sebaiknya dilakukan dalam usaha optimasi sistem jaringan cluster yang ditinjau
dari aspek produksi yaitu memperoleh laju produksi yang besar, penambahan
kumulatif produksi minyak dan gas yang besar juga berlangsung lama. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan melakukan simulasi produksi pada sistem jaringan cluster,
yaitu dengan membuat suatu model yang disesuaikan dengan perilaku produksi
yang sebenarnya.
Pemodelan skenario optimasi sistem jaringan produksi cluster block station,
menggunakan perangkat lunak pipesim yang dikembangkan oleh Sclumberger.
Dengan sensitivitas artificial lift produksi untuk sumur yang sudah pada tahap
secondary recovery dan choke untuk sumur yang masih natural flow.

2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada skripsi tertuang melalui pertanyaan, bagaimanakah
pengaruh sensitivitas pengangkatan buatan dan choke agar memperoleh produksi

maksimal?. Apakah dengan melakukan regrouping berhasil mengurangi
backpressure sehingga laju alir produksi meningkat?.

3. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud

Mengetahui kinerja dari sumur-sumur di block station IB dengan
menganalisa laju produksi dengan menggunakan perangkat lunak
pipesim.

Tujuan

Mengoptimasikan

produksi

dengan

membuat


skenario

menggunakan perangkat lunak pipesim.

3. BATASAN MASALAH
Dalam penelitian tugas akhir ini, cakupan masalah yang akan diteliti
memiliki batasan masalah yaitu lingkup tinjauan penelitian dibatasi pada aliran dari
reservoir sampai pada separator di permukaan.

4. METODOLOGI
Pipesim merupakan salah satu simulasi produksi yang digunakan penulis
untuk mensimulasikan block station IB. Secara garis besar, prosedur yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Persiapan data yaitu pengumpulan, pengelompokan dan pemilihan data
lapangan yang berupa data reservoir, data sumur dan penunjang yang
nantinya digunakan dalam proses inisialisasi. Data yang diperlukan
dalam mengembangkan model diantaranya :


Data properti fluida (PVT, FVFO dan komposisi fluida

reservoir).



Data laju produksi (Ps dan Pwf, Pb, Qo dan Ql, WC).



Data profil geometri pipeline (jenis pipa, ID dan panjang pipa).



Data komplesi (Pwh, letak perforasi, ID & OD tubing serta ID
& OD casing).

2. Melakukan analisa pada produktivitas masing-masing sumur.


Membuat Kurva IPR sehingga mendapat inflow performance
tiap sumur. Sebagai contoh menggunakan metode vogel, pudjo

sukarno.



Memperhitungkan kehilangan tekanan vertikal memakai metode
kehilangan tekanan pada pipa vertikal sehingga mendapat kurva
outflow performance. Sebagai contoh : metode Hagedorn &
Brown, metode Beggs & Brill.



Potongan dari inflow & outflow performace dapat diketahui laju
alir (q), tubing head pressure dan pressure well head tiap sumur.

3. Melakukan analisa pada sistem jaringan produksi di permukaan


Setelah mengetahui pressure well head tiap sumur, kemudian
memperhitungkan kehilangan tekanan pada pipa horizontal
hingga mencapai header. Sebagai contoh menggunakan metode

Beggs & Brill, metode Duckler.



Bila

terjadi

backpressure

di

header

maka

dilakukan

penyeragaman tekanan pada header sebagai titik node.



Memperhitungkan tekanan kerja separator optimum.

4. Mengevaluasi dan menganalisa skematik diagram jaringan produksi
existing sebagai base case scenario. Kemudian melakukan beberapa
skenario produksi sehingga dapat dilakukan perbandingan terhadap data
report antara model sebenarnya yang sudah ada dengan skenario.
Sebagai contoh skenario : merubah tekanan pada separator tanpa
merubah jaringan, regrouping, merubah tekanan pada separator dan
regrouping.
5. Untuk melakukan analisa produktivitas masing-masing sumur, jaringan
produksi di permukaan dan skenario produksi agar mendapatkan hasil
optimum nantinya dibantu oleh simulator pipesim.
6. Menyimpulkan dan menulis laporan. Optimasi dianggap berhasil
apabila parameter laju alir produksi secara sistem jaringan meningkat.

5. HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkan suatu model
simulasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
perencanaan pengembangan block station IB yang ditinjau dari aspek produksinya.


6. LANDASAN TEORI
6.1. Aliran Fluida Dalam Media Berpori
6.1.1. Productivity Index
PI merupakan besaran yang menunjukkan kemampuan batuan reservoir untuk
berproduksi, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara laju produksi fluida
dengan pressure drawdown. Jadi dapat dikatakan bahwa PI adalah suatu angka yang
menunjukkan tingkat keproduktifitasan suatu formasi, atau secara matematis dapat
dinyatakan dengan persamaan

PI 

q
, bbl/D/psi ......................................................... (6-1)
Ps  Pwf

Keterangan :
PI

= productivity index, bbl/day/psi


Q

= laju produksi cairan total, bbl/day

Ps

= tekanan statis reservoir, psi

Pwf

= tekanan dasar sumur sewaktu terjadi aliran, psi

Secara teoritis Persamaan (6-1) dapat didekati oleh persamaan radial dari darcy
untuk fluida homogen, incompressible dan horizontal. Dengan demikian untuk aliran
minyak saja berlaku hubungan :

PI 

0.00708k o h

.................................................................. (6-2)
 o Bo ln( re / rw )

Persamaan (6-1) hanya dapat digunakan untuk aliran fluida satu fasa,
sehingga tidak dapat dipenuhi apabila dalam aliran fluida terdapat air formasi.
Tetapi dalam praktek keadaan semacam ini masih dapat dianggap berfasa satu,
sehingga persamaan (6-1) dapat diperluas dengan memasukkan laju aliran air ke
dalam persamaan tersebut, yaitu :
PI 

qo  q w
.......................................................................... (6-3)
Ps  Pwf

Keterangan :
qw

= Laju aliran air di permukaan, STB/D

Berdasarkan pengalamannya, Kermit E Brown (1967) telah memberikan

batasan terhadap tingkat produktifitas sumur sebagai berikut :


PI rendah, jika PI ≤ 0.5



PI sedang, jika 0.5 ≤ PI ≤ 1.5



PI tinggi, jika PI ≥ 1.5

6.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)
Productivity Indeks yang telah disebutkan di atas hanya merupakan
gambaran secara kuantitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi.
Untuk melihat kelakuan sumur berproduksi, maka harga PI dinyatakan secara
grafis, yaitu grafik yang menunjukkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur
dengan laju produksi, berupa grafik Inflow Performance Relationship (IPR).
Untuk sumur yang telah berproduksi dimana tekanan dasar sumur telah
turun di bawah tekanan gelembung sehingga gas bebas ikut terproduksi, maka
kurva IPR tidak linier lagi tetapi berupa garis lengkung. Hal ini disebabkan karena
kemiringan kurva IPR akan berubah secara kontinyu untuk setiap harga Pwf.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Vogel terhadap sumur-sumur
yang berproduksi dari reservoar dengan mekanisme pendorong solution gas drive,
Vogel melakukan beberapa anggapan reservoir bertenaga dorong gas terlarut, harga
skin disekitar lubang bor sama dengan nol, dan tekanan reservoir dibawah tekanan
saturasi
Kemudian dengan menggunakan persamaan (6-4) dibuat suatu grafik IPR
(dimensionless IPR) yang ditunjukan pada gambar 6.1. Untuk tujuan praktis grafis
IPR tak berdimensi tersebut dinyatakan dalam persamaan berikut :

q o  qb
 Pwf 
 Pwf 
 1 - 2
 ………...………………….(6-4)
  0.8 
q max  qb
 Ps 
 Ps 
2

Keterangan :
qo

= rate produksi minyak (data test), bbl/hari

qmax = rate produksi maksimum pada Pwf = 0, BOPD
qb

= rate produksi pada saat Pwf = Pb, bbl/hari

Pwf

= tekanan alir dasar sumur, psi

Pb

= tekanan bubble point, psi

Gambar 6.1.
Kurva IPR untuk aliran dua fasa.
6.2. Aliran Fluida Dalam Pipa
6.2.1. Persamaan Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa
Persamaan dasar aliran fluida dalam pipa dikembangkan dari Persamaan
Energi, yang menyatakan keseimbangan energi antara dua titik dalam sistem aliran
fluida. Persamaan ini mengikuti hukum konversi energi, yang menyatakan bahwa
energi yang masuk ke titik pertama ditambah dengan kerja-kerja yang dilakukan
oleh dan terhadap fluida di antara titik pertama dan kedua, dikurangi dengan energi
yang hilang di antara kedua titik tersebut sama dengan energi yang keluar dari titik
kedua. Hukum konservasi energi tersebut dapat dituliskan dalam persamaan
berikut:

𝑈1 + 𝑝1 𝑉1 +
Keterangan :

𝑚𝑣12
2𝑔𝑐

+

𝑚𝑔ℎ1
𝑔𝑐

+ 𝑄 − 𝑊 = 𝑈2 + 𝑝2 𝑉2 +

U

= energi dalam

pV

= energi dalam ekspansi atau kompresi

𝑚𝑣 2

= energi kinetic

𝑚𝑔ℎ

= energi potensial

Q

= energi panas yang ditambahkan

W

= kerja yang dilakuan terhadap fluida

2𝑔𝑐
𝑔𝑐

𝑚𝑣22
2𝑔𝑐

+

𝑚𝑔ℎ2
𝑔𝑐

... (6-5)

Persamaan (6-5) merupakan hukum konservasi energi yang akan
dikembangkan menjadi persamaan aliran fluida dalam pipa, dengan menggunakan
konsep-konsep thermodinamika, dimana dapat diperoleh persamaan untuk
menghitung kehilangan tekanan.
A. Reynolds Number
Reynolds Number adalah parameter tidak berdimensi yang menunjukan
perbandingan antara gaya inersia dengan gaya viskositas atau dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1488vd
Re 
......................................................................... (6-6)

Keterangan:

ρ

= densitas fluida, lbm/ft3

v

= kecepatan aliran, ft/sec

d

= pipa ID, ft

µ

= viskositas fluida, cp

B. Regim Fluida
Regim Aliran menggambarkan aliran fluida secara alami. Ada dua jenis
aliran yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar mempunyai NRe
(Reynolds Number) kurang dari 2100 dan aliran turbulen mempunyai NRe lebih
besar dari 4000. Sedangkan untuk aliran fluida yang mempunyai NRe antara 2100 –
4000 disebut dengan aliran transisi.
C. Teorema Bernoulli
Pada umumnya untuk menyatakan energi yang terkandung di dalam fluida
disebut energy potensial yang diistilahkan dalam tinggi ekivalen atau “Head” dalam
kolom fluida. Sesuai dengan pernyataan di atas, Bernoulli membagi energy total
pada satu titik menjadi beberapa, yaitu:
1. Head karena ketinggian
2. Head tekanan yang disebabkan oleh energy potensial yang terkandung
didalam tekanan fluida pada suatu titik
3. Head kecepatan yang disebabkan oleh energi kinetik yang terdapat di
dalam fluida

Dengan menganggap bahwa fluida tidak melakukan kerja dan tidak dikenai
kerja maka persamaan Bernoulli dapat ditulis sebagai berikut:

Z

144P1

1



v12
144P2 v22
 Z2 

 H L ............................... (6-7)
2
2g
2g

Keterangan :
Z

= head ketinggian

P

= tekanan, psi

ρ

= densitas, lb/ft3

v

= kecepatan, ft/sec

g

= konstanta gravitasi

HL

= friction head loss, ft

D. Persamaan Darcy
Persamaan ini sering disebut juga persamaan Weisbach atau persamaan
Darcy-Weisbach yang menyatakan bahwa Head-loss akibat gesekan antara dua titik
padasuatu bagian pipa adalah berbanding lurus dengan kecepatan dan panjang pipa
dan berbanding terbalik dengan diameter pipa atau dapat ditulis:

fLV 2
HL 
D 2 g .............................................................................. (6-8)
Keterangan :
HL

= head-loss karena gesekan, ft

L

= panjang pipa, ft

D

= diameter pipa, ft

f

= gesekan
Persamaan 6-7 dan 6-8 dapat dipakai untuk menghitung tekanan pada setiap

titik di dalam system pemipaan jika tekanan, kecepatan alir, diameter pipa dan
elevasi diketahui. Sebaliknya, jika tekanan, diameter pipa dan elevasi diketahui
pada dua titik, maka kecepatan alir dapat dihitung.
E. Faktor Gesekan Moody
Variabel f yang terdapat pada persamaan-persamaan sebelumnya disebut
factor gesekan Moody dan bersarnya nilai f ditentukan dari diagram Moody
(Gambar 6.2.). Faktor gesekan ini sering juga disebut factor gesekan Fanning,

dimana harganya satu per empat dari faktor gesekan Moody. Dalam beberapa
referensi faktor gesekan yang digunakan adalah Moody dilain pihak faktor gesekan
Fanning juga seing digunakan. Latihan penggunaan faktor gesekan ini harus sering
dilakukan untuk menghindari kesalahan penggunaan faktor gesekan.

Gambar 6.2.
Diagram Moody
Pada umumnya, faktor gesekan merupakan fungsi dari Reynold number, Re
dan kekasaran relatif pipa, ɛ/D. Untuk aliran laminar, f hanya fungsi dari Re:
f 

64
........................................................................................ (6-9)
Re

Untuk aliran turbulen, f merupakan fungsi dari kekasaran pipa dan Re. Pada
nilai Re yang sangat tinggi, f hanya fungsi dari ɛ/D.
6.2.2. Kehilangan Tekanan dalam Pipa Produksi
Persamaan kehilangan tekanan pipa yang digunakan adalah:

f v 2 vdv
dP
g
 sin   M


dL g c
2 g c D g c dL ................................................ (6-10)
Keterangan:
g
 sin 
gc

= kehilangan tekanan karena ketinggian

f M v 2
2gc D

= kehilangan tekanan karena gesekan

vdv
g c dL

= kehilangan tekanan karena percepatan

P

= tekanan, lbf/ft2

L

= panjang pipa, ft

g

= percepatan gravitasi, ft/sec2

gc

= 32.17, ft-lbm/lbf-sec2

ρ

= densitas, lbm/ft3

θ

= sudut yang terbendutk terhadap arah horizontal, derajat

fM

= faktor gesekan Darcy-Weisbach (Moody)

v

= kecepatan alir, ft/sec

D

= diameter dalam pipa, ft
Untuk aliran vertikal dimana θ = 90o maka sin 90 = 1 sehingga persamaan

6-10 menjadi:

f v 2 vdv
dP g

 M

dL g c
2 g c D g c dL ....................................................... (6-11)
Untuk aliran horizontal dimana θ = 0o, maka sin 0 = 0 sehingga persamaan
6-10 menjadi:

f v 2 vdv
dP
g

 M

dL g c
2 g c D g c dL ....................................................... (6-12)
6.2.2.1. Korelasi Aliran Fluida Multifasa dalam Pipa
6.2.2.1.1. Metode Hagedorn & Brown
Usaha yang telah dilakukan oleh Hagedorn & Brown adalah membuat suatu
korelasi perhitungan gradient tekanan yang dapat dipergunakan dalam range laju
aliran yang sering dijumpai dalam praktek, range GLR yang luas, dapat
dipergunakan untuk setiap ukuran tubing serta berbagai sifat fisik daripada fluida
yang mengalir.
Metode ini memperhitungkan adanya “slip‟, yaitu perbedaan kecepatan
antara gas dan cairan, tetapi tidak memperhitungkan adanya pola aliran. Dasar
penurunan persamaan keseimbangan energi dengan memasukkan semua energi
kecuali energi We.

144

(Vm2 / 2 g c )
f  w2
P


 m 
.................... (6-13)
h
h
2.9652  1011 d 5  m

Keterangan :

ρm

= ρLHL + ρg(1-HL)

HL

= liquid hold up factor

ρm

= total masa oil, water, gas pada 1 bbl cairan (lb/cuft)

HL ditentukan berdasarkan hubungan yang merupakan fungsi GLR, WOR, d
dan sebagainya seperti pada gambar bilangan Reynold untuk dua fasa.
Harga NRe dihitung dengan menggunakan Persamaan :
w
( N Re ) T .P  2.2  10 2
d L H L  g (1  H L ) ..................................... (6-14)
Harga liquid hold-up ditentukan secara empiris, yang merupakan fungsi dari 4
parameter tak berdimensi, yaitu :
1. Liquid Velocity Number, NLv
NLv = 1.938 VSL (ρ L/σ)0.25 .......................................................... (6-15)
2. Gas Velocity Number, Ngv
Ngv = 1.938 Vsg (ρ L/ σ)0.25 ......................................................... (6-16)
3. Pipa Diameter Number, Nd
Nd = 120.872 d (ρ L/ σ)0.5............................................................. (6-17)
4. Liquid Viscosity Number, NL
NL = 0.15726 µ L (1/ ρ L σ 3)0.25 ................................................... (6-18)
Keterangan :
vsL

= kecepatan superficial cairan = ft/sec

vsg

= kecepatan superficial gas = ft/sec

ρL

= densitas cairan, lb/cuft

ρg

= densitas gas, lbm/cuft

σ

= tegangan permukaan, dyne/cm

µL

= viscositas cairan, cp

d

= diameter pipa, ft

Untuk menghubungkan keempat faktor parameter tak berdimensi diatas,
makan dapat dibuat sistem hubungan faktor hold-up, seperti pada gambar 6.3.
pengaruh viscositas cairan diperhitungkan dalam bentuk C NL yang ditentukan
berdasarkan hubungan antara CL dan CNL , seperti pada gambar 6.4.
Pendekatan-pendekatan diatas digunakan untuk mengetahui friksi yang
timbul pada aliran dua fasa dalam pipa vertikal, maka dapat pula diketahui selisih
tekanan berapa yang akan memberikan flow rate tertentu. Dengan demikian
produktivitas aliran fluida dua fasa dalam pipa vertikal diketahui.

Gambar 6.3.
Korelasi Faktor Hold Up

Gambar 6.4.
Korelasi Faktor Viskositas
6.2.2.1.2. Metode Beggs & Brill
Pola aliran merupakan suatu parameter korelasi dan tidak menyatakan
tentang pola pola aliran sebeneranya, kecuali apabila pipa pada kedudukan

horizontal. Pola-pola aliran yang dipertimbangkan dalam perhitungan ini, yaitu:
segregated, transisi, intermittent dan distributed. Parameter-parameter yang
diperlukan untuk menentukan pola aliran adalah sebagai berikut:
V m2
N FR 
gD .................................................................................... (6-19)

L 

V SL
V m ....................................................................................... (6-20)

L1 = 316 λL0.302 .............................................................................. (6-21)
L2 = 0.0009252 λL-2.4684 ................................................................. (6-22)
L3 = 0.1 λL-1.4516 ............................................................................. (6-23)
L4 = 0.5 λL-6.738 .............................................................................. (6-24)
Batasan untuk tiap pola aliran adalah sebagai berikut:


Pola aliran segregated.

L  0,01 dan N FR  L1 atau L  0,0 dan N FR  L2 .


Pola aliran transition.

L  0,0 dan L2  N FR  L3 .


Pola aliran intermittent.

0,01  L  0,4 dan L3  N FR  L1 atau L  0,4 dan L3  N FR  L4 .


Pola aliran distributed.

L  0,4 dan N FR  L1 atau L  0,4 dan N FR  L4 .
Secara umum persamaan Hold-up cairan pada pipa horizontal, sebagai
berikut:
b

aH
H L 0  cL ............................................................................... (6-25)
N FR

Dimana konstanta a, b dan c berbeda untuk setiap kondisi aliran, seperti
terlihat pada tabel VI-1. Kemudian untuk mencari liquid hold-up pada pola aliran
transisi digunakan interpolasi dari liquid hold-up aliran segregated dengan aliran
intermittent, dengan persamaan:
HL(transisi) = A HL(segregated) + B HL(intermittent) ................. (6-26)
Keterangan :

L3  N FR
A = L  L ............................................................................... (6-27)
3
2
B = 1 – A ....................................................................................... (6-28)
Tabel VI-1
Konstanta a, b dan c
POLA ALIRAN

a

b

c

Segregated

0,98

0,4846

0,0868

Intermittent

0,845

0,5351

0,0173

Distributed

1,065

0,5824

0,0609

Harga liquid hold-up pada sudut kemiringan tertentu merupakan koreksi dari
harga pada pipa horizontal, yaitu:

H L    H L 0 ............................................................................ (6-29)
Keterangan :
HL (θ)

= liquid hold up pada sudut kemiringan sebesar θ

HL (0)

= liquid hold up pada pipa alir horizontal

Ψ

= faktor koreksi terhadap kemiringan pipa alir
= 1 – C(sin(1.8 α) – 0.333 sin3 (1.8 α)

θ

= sudut kemiringan pipa sebenarnya terhadap bidang horizontal

C

= (1-λL) ln (d(λL)e (NFR)f (NFR)g
Tabel VI-2.
Konstanta untuk Menghitung Harga C
Pola Aliran

d

e

f

g

Segregated

0.011

-3.7680

3.5390

-1.6140

Intermittent

2.965

0.3050

-0.4473

0.0978

Distributed
Semua pola aliran

Tidak perlu dikoreksi karena C = 0
6-650

-0.3692

0.1244

-0.5056

Harga C berdasarkan pola aliran :
 Segregated.

 0,0001.N 3,539 
C    (1   ) ln  1,614 3,LV
..........................................(6-30)
768 
 N FR 

C    (1   ) ln


0,1244
4,7.N LV
.................................................(6-31)
0 , 5056
3,962N FR

Intermittent.
3, 539
 0,305N LV

C    (1   ) ln 
...............................................(6-32)
0 , 4473 
 N LV

0,1244
4,7.N LV
C    (1   ) ln 3,962 0,5056 .................................................(6-33)
 N FR



Distributed.

C    0 ............................................................................... (6-34)
C    (1   ) ln

0,1244
4,7.N LV
..................................... ............... (6-35)
0 , 5056
3,962N FR

Beggs & Brill juga mendefinisikan factor gesekan dua fasa (f tp) dengan
menggunakan diagram Moody untuk pipa halus, atau dengan menggunakan
persamaan berikut:

ftp  e s . f n ...................................................................................... (6-36)
Harga fn adalah faktor gesekan no slip yang dapat ditentukan dari Moody’s
diagram untuk pipa alir halus (smooth pipe) ataupun dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan :




N Re

f n  2. log


N

4
.
5223
log
3
.
8125
Re




2

.................................. (6-37)

Keterangan :

N Re  1488

 mVm d
un

....................................................................... (6-38)

 n   L L   g  g ........................................................................ (6-39)

Kemudian dari persamaan 6-36 dapat dihitung rasio no slip friction factor
dua fasa yang kemudian persamaannya menjadi sebagai berikut:

f tp
fn

 es

Keterangan :
S

ln( y)
. (6-40)
{0.0523  3.182 ln( y)  0.8725[ln( y )]2  0.01853[ln( y)]4 }

y


.................................................................................. (6-41)
[ H L ] 2

Persamaan (6-40) akan berharga tak terhingga pada interval 1 < y < 1.2 dan
untuk interval y tersebut fungsi S, ditentukan dengan persamaan :

S  ln 2.2 y  1.2 .....................................................................(6-48)
Gradien tekanan akibat gesekan menurut Beggs-Brill dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
f tp  n v m2
 dp 
.....................................................................(6-49)
  
2g c d
 dL  f

Dimana ρn adalah no slip density.

 n   L L   g  g ........................................................................ (6-50)
Korelasi Beggs & Brill Original dilakukan pengembangan yang dikenal
dengan Begss & Brill Revised dengan perubahan:
1. Gelembung pada regim aliran diasumsikan adalah no slip hold up.
2. Friksi yang terjadi pada pipa standar diubah dengan friksi yang terjadi pada
fasa berdasarkan kecepatan aliran rata-rata.
6.2.2.2. Metode Kehilangan Tekanan dalam Pipa Horizontal
Persamaan yang digunakan dalam aliran horizontal yaitu:

dP f m  m vm2  m vm dvm


........................................................... (6-51)
2g c d
dL
g c dL
Komponen ketinggian pada aliran fluida dalam aliran horizontal tidak
digunakan karena tidak ada fluida yang terangkat ke atas. Secara matematis, sin θ
= 0 pada sudut nol derajat.

Jika komponen akselerasi diabaikan maka persamaan 6-51 akan menjadi:

dP f m  m v m2
.............................................................................. (6-52)

dL
2gc d
Salah satu metode dalam perhitungan aliran fluida horizontal yaitu metode
Beggs-Brill. Metode ini memperhitungkan semua range laju alir dan ukuran pipa
yang digunakan. Dan metode ini juga dapat digunakan pada aliran horizontal yang
mempunyai sudut tertentu. Korelasi lain yang dapat digunakan dalam perhitungan
aliran fluida horizontal adalah Duckler et al., Eaton et al., Flaningan dan Hybrid
Model.
6.2.2.2.1. Korelasi Beggs and Brill
Metode korelasi Beggs-Brill yang telah dibahas sebelumnya pada sub bab
6.2.2.1.2. dapat diaplikasikan pada perhitungan kehilangan tekanan untuk aliran
horizontal. Dengan sudut kemiringan pipa sama dengan 0, tidak ada koeksi yang
diperlukan untuk horizontal holdup, Prediksi pola aliran horizontal ditunjukan pada
gambar 6.5.
6.2.2.2.2. Korelasi Duckler
Studi yang dilakukan Duckler terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Dengan anggapan tidak terjadi slip antara slip dan dianggap homogen
2. Dengan menganggap terjadi slip, tetapi perbandingan antara kecepatan
masing-masing fasa terhadap kecepatan rata-rata adalah konstan.
Korelasi Duckler I :
Duckler I ini dikembangkan berdasarkan anggapan bahwa aliran merupakan
aliran homogen dan tidak terjadi “slip” antar fasa. Hold up cairan tanpa slip, yL
didefinisikan sebagai perbandingan antara laju aliran cairan volumetric terhadap
laju fluida total volumetric atau sebagai perbandingan antara kecepatan cairan
superficial dengan kecepatan superficial total. Korelasi ini merupakan korelasi
yang sederhana, dimana tidak diperlukan peta pola aliran seperti perhitungan
tekanan fluida satu fasa.
Hold up aliran tanpa slip, L dihitung dengan persamaan. Sedangkan faktor gesekan
dua fasa, ftp dihitung dengan persamaan :

f tp  0.0014 

0.125
( N Re) tp

...............................................................(6-53)

0.32

Keterangan :
Nretp =

1488.Wt
...........................................................................(6-54)
( .d / 4). tp

WT = total laju massa aliran (liquid + gas), lbm/sec
= WL + Wg = qL L + qg g
µ tp

................................................(6-55)

= viskositas dua fasa, cp
=

d

µ LL + µ g ( 1 – L )

...........................................................(6-56)

= diameter dalam pipa, ft

Kehilangan tekanan aliran dalam pipa horizontal sebagai akibat gesekan dihitung
dengan persamaan :
2. f TP .( M tp ) 2
 P 

 L 
g c . TP .d
f

....................................................................(6-57)

Keterangan :
Mtp

= WT / Ap ........................................................................(6-58)
= kecepatan massa total, lbm/sec-ft2

 .d 2

= cross sectional area dari pipa, ft2

Ap

=

 tp

= densitas dua fasa, lbm/cuft

4

=  L . L +  g (1 – L)
gc

................................................(6-59)

= faktor konversi satuan (32.174), lbm ft/(lbf .s2)

Pengaruh percepatan dihitung dengan persamaan berikut :
a

16.WT .Wg .P

 2 .d 4 .P1 .P2 .g c

........................................................................(6-60)

Anggap P1 (up stream pressure) dan P2 sebagai (down stream pressure) untuk suatu
jarak x, dimana Pavg adalah tekanan rata-rata.
Pavg

=

P1  P2
.................................................................................(6-61)
2

Sehingga akan didapat kehilangan total akibat gesekan :

 P 


 L  total

 P 


 L  f

1  a 

..........................................................................(6-62)

Korelasi Duckler II :
Korelasi Duckler II ini disebut juga metode slip konstan dan merupakan
korelasi yang paling banyak digunakan. Pada metode ini meskipun dengan
anggapan terjasdi slip, tetapi harga no-slip hold up tetap dihitung. Harga no-slip
hold up ini digunakan untuk menentukan harga faktor gesekan dan hold up
sebenarnya. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Nretp 

d .v m . tp

 tp

..............................................................................(6-63)

Keterangan :
µ tp

= viskositas dua fasa, cp
=

d

µ LL + µ g ( 1 – L ) ,seperti pada persaman (6-55)

= diameter dalam pipa, ft

 TP = densitas dua fasa, lbm/cuft
 L 2 
 1   L 2 




= L 
   g  1  H  
H
L 
 L


..................................................(6-64)

 L = no-slip liquid hold up
HL = liquid hold up
vm = kecepatan campuran/mixture, ft/sec

Sementara besarnya kehilangan tekanan akibat gesekan dan akibat
percepatan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Pf 

2. f tp .L.v m2 . tp
12.g c .d

1
Pa 
144.g c . A 2

......................................................................................(6-65)


  .q 2
  g .q g 2  .q 2 
 L .q L 2 

 g g
L L






. cos 





1
1


H
H
H
H




L
L
L
L

 downstream 
 upstream

....................... ......................................................................................(6-66)
Sehingga kehilangan tekanan total adalah :

Ptotal  Pf  Pa

..............................................................................(6-67)

Gambar 6.5.
Flow Regime Korelasi Beggs-Brill
6.2.3. Analisa Nodal
Sistem sumur produksi yang menghubungkan antara formasi produktif
dengan separator dapat dibagi menjadi 6 komponen, seperti yang ditunjukan
gambar 6.4, yaitu:
a. Komponen formasi produktif/reservoir

b. Komponen komplesi
c. Komponen tubing
d. Komponen pipa salur
e. Komponen restriksi/jepitan
f. Komponen separator
Komponen tersebut berpengaruh terhadap laju produksi sumur yang akan
dihasilkan. Laju produksi yang optimum dapat diperoleh dengan cara
menvariasikan ukuran tubing, pipa salur jepitan dan tekanan kerja separator.
Pengaruh kelakuan aliran fluida masing-masing komponen terhadap system sumur
secara keseluruhan akan dianalisa dengan menggunakan analisa system nodal.

Gambar 6.4.
Sistem Sumur Produksi
6.2.4. Gathering System
Di lapangan sumur sembur alam dan sumur sembur buatan mengalirkan
fluida dengan laju yang berbeda, demikian juga dengan tekanan tiap-tiap sumur
yang dihubungkan denga satu pipa ke separator.
Klasifikasi dari gathering system adalah
1. Untuk sumur-sumur yang mempunyai kapasitas yang sangat besar, maka
setiap sumur akan mempunyai fasilitas pengukuran dan pemisahan sendirisendiri. Untuk sumur yang mengandung paraffin, maka pemisahan gas akan
terhambat yang menyebabkan endapan paraffin yang akhirnya akan

menyumbat pipa, untuk itu gas langsung dipisahkan di dekat kepala sumur,
demikian juga untuk sumur-sumur minyak yang jaraknya cukup jauh.
Penggunaan sistem ini secara ekonomi kurang menguntungkan.
2. Well centre gathering system. Pada sistem ini beberapa sumur disatukan
dalam satu gathering system dan baru dipisahkan fluidanya.
3. Common line gathering system. Pada sistem ini beberapa sumur produsi
disatukan dalam satu flowline dimana produksi minyak, gas dan air diukur
pada interval-interval tertentu oleh portable well tester yang dipasang dekat
well side.

6.2.6. Simulator Pipesim
Sistem jaringan produksi pada lapangan IB dilakukan dengan menggunakan
software komersil yaitu pipesim. Pipesim adalah suatu simu;ator produksi yang
dapat digunakan dalam analisa hal-hal sebagai berikut:
a. Analisa pipeline & facilities,
b. Analisa well performance
c. Analisa jaringan (networking)
d. Production optimation

7. DATA YANG DIPERLUKAN
Tabel VII-1.
Data-data Yang Diperlukan Untuk Perencanaan Simulasi
Data Produksi dan Reservoir









Ps dan Pwf
Pb
Laju produksi total (Ql)
Laju produksi minyak (Qo)
Water Cut (WC)
GLR, GOR dan WOR formasi
Temperatur Permukaan
Temperatur reservoir
PVT dan Sumur








SG oil
SG gas
API Gravity
SG air formasi
Faktor volume formasi minyak
Komposisi fluida reservoir
Data Pipa dan Jaringan






Jenis pipa
Diameter pipa
Panjang pipa
Ukuran choke
Data Komplesi








Pwh
Kedalaman Sumur
ID & OD Tubing
ID & OD Casing
Panjang Tubing
Letak Perforasi (MD & TVD)

8. TIME SHEET
NO

DISKRIPSI

1
2
3
4
5

Studi Literatur dan
Lapangan
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisa Hasil Skenario
Penyusunan Laporan

I

9. RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
RINGKASAN
DAFTAR ISI

MINGGU
II III IV V

VI

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Maksud dan Tujuan
1.4. Batasan Masalah
1.5. Metodologi
1.6. Hasil yang Diharapkan
1.7. Sistematika Penulisan
BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN
2.1. Sejarah Dan Letak Geografis Lapangan IB
2.2. Keadaan Geologi Regional
2.3. Perkembangan Produksi
2.4. Data Sumur Produksi dan pipeline Lapangan IB
BAB III. TEORI DASAR
3.1. Aliran Fluida dalam Media Berpori
3.1.1. Productivity Index
3.1.2. Grafik Inflow Performance Relationship (IPR)
3.1.3. Pembuatan Kurva IPR
3.2. Aliran Fluida dalam Pipa
3.2.1. Persamaan Dasar Aliran Fluida dalam Pipa
3.2.2. Kehilangan Tekanan dalam Pipa produksi
3.2.2.1. Korelasi Aliran Fluida Multifasa dalam Pipa
3.2.2.2. Metode Kehilangan Tekanan pada Pipa Horizontal
3.3. Analisa Nodal
3.4. Gathering System
3.5. Simulator Pipesim
3.5.1. Analisa Pipeline & Facilities
3.5.2. Analisa Well Performance

3.5.3. Analisa Jaringan (Networking)
3.5.4. Production Optimization
3.5.5. Persiapan Data Lapangan
3.5.5.1. Data Reservoir dan Sumur
3.5.5.2. Data Pipa dan Jaringan
3.5.6. Pembuatan Model pada Pipesim
3.5.6.1. Pemilihan Fluida
3.5.6.2. Pemilihan Korelasi Fluida
3.5.6.3. Pembuatan Model Single Branch
3.5.6.4. Pembuatan Model Network
BAB

IV.

SKENARIO

PRODUKSI

LAPANGAN

MENGGUNAKAN SIMULATOR PIPESIM
4.1. Simulator Pipesim
4.2. Persiapan Data Lapangan
4.2.1. Data Reservoir
4.2.2. Data Sumur
4.2.3. Data Produksi
4.2.4. Data Pipa
4.3. Pembuatan Model (Existing)
4.3.1. Pemilihan Fluida
4.3.2. Pemilihan Korelasi Fluida
4.3.3. Pembuatan Model Single Branch
4.3.4. Pembuatan Model Network
4.4. Pembuatan Skenario Optimasi
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR SIMBOL LAMPIRAN

IB

DENGAN

10. RENCANA DAFTAR PUSTAKA
Beggs Dale, H., “Production Optimization Using Nodal Analysis”, Oil and Gas
Consultants International, Inc.,Tulsa, 1978.
Economides, M.J., Hill, H.D., Economides, C.E., “Petroleum Production System”,
PTR Prentice Hall, Englewood Clift, New Jersey, 1994.
Anas Puji Santoso, Ir. MT. 1998, “Teknik Produksi I”, Jurusan Teknik
Perminyakan UPN Veteran Yogyakarta.
Sukarno, Pudjo., Leksono M., 1990, “Aliran Fluida Multifasa Dalam Pipa”
Jansen, J. D., Currie, “Modelling and Optimization of Oil and Gas Production”,
Baker Huges INTEQ Training Course, The Netherlands, 2004
Schlumberger,

“Pipesim Fundamental Training and Excersice

Schlumberger Information Solution, Houston, 2007.

Guide”,

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22