Upaya Pencapaian Sasaran Program Ketahan
Upaya Pencapaian Sasaran Program Ketahanan Pangan Nasional dalam
Perspektif Belanja APBN
Program Ketahanan Pangan Nasional
Topik ketahanan pangan nasional menjadi bahasan strategis dalam
pembangunan nasional, karena dimensi pengaruhnya yang sangat luas ke sektor
politik, ekonomi dan sosial sebuah negara. Dengan kata lain dapat diartikan
stabilitas suatu negara, tergantung pada kecukupan pangan nasional sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhinya. Ketahanan Pangan juga secara
khusus diamanatkan pencapaiannya di dalam UU, yaitu Undang-undang No. 7
Tahun 1996 tentang Pangan, dimana dinyatakan bahwa “Ketahanan Pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan terjangkau”. Perwujudan dan langkah implementasi dari amanah undangundang tentang ketahanan pangan nasional tersebut dituangkan di dalam
Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional (RPJMN) tahap II 2010-2014
dimana salah satu prioritas pembangunan nasional adalah pencapaian
ketahanan pangan nasional. Kebijakan pembangunan pertanian yang diambil
pemerintah guna mendukung pembangunan ketahanan pangan terdapat pada
tabel 1.
melanjutkan bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu
1 (SLPTT);
melanjutkan dan memperkuat kegiatan pertanian yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti
2 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)
pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan
3 produksi yang berkelanjutan;
4 pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;
5 peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor;
peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan
6 usaha tani;
7 jaminan penguasaan lahan produktif;
8 pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;
9 penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;
10 pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan;
11 penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah;
mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan
12 iklim usaha yang kondusif;
pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secaravertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi
usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yangberdaya saingtinggi di pasar lokal maupun
13 internasional;
pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi
14 masyarak khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;
pengembangan diversifkasi pangan dan pembangunan lumbungpangan masyarakat untuk mengatasi rawan
15 pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi;
peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara
16 terpadu;
17 peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional.
18 penguatan sistem perkarantinaan pertanian;
penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifk lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro19 ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani;
pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasiskelompok tani untuk meningkatkan nilai
tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan
20 meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota;
berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif
dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran
21 Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi;
peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi
22 wirausahawan agribisnis;
23 peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.
Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian tersebut, strategi yang akan
ditempuh Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mencanangkan Program
Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan
dan Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber
Daya Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan
Petani, serta (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir.
Pola Konsumsi Pangan Nasional
Dalam rangka mendukung target dan sasaran program ketahanan pangan
nasional, hal yang perlu dipelajari adalah pola konsumsi pangan nasional. Dari
pola konsumsi tersebut dapat dipelajari tren konsumsi bahan pangan dari
masyarakat secara keseluruhan guna kemudian menjadi bahan pengambilan
keputusan kebijakan pemerintah, terutama terkait sektor pertanian dan
perdagangan yang diperlukan dalam mencapai ketahanan pangan. Di dalam
mempelajari pola konsumsi pangan nasional itu sendiri, bahan pangan dapat
diklasifkasikan menurut fungsinya seperti pangan sumber karbohidrat, pangan
sumber protein dan sumber lemak serta vitamin dan mineral 1. Data klasifkasi
bahan pangan ini berguna bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan sektor
pertanian, terutama dari sekuritisasi pasokan domesitk.
Rata-rata Konsumsi Bahan Pangan (KKal) per Kapita Sehari
1150
1100
1050
1000
950
900
850
800
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Padi dan Umbi
Sayur Buah Kacang-Kacangan
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Ikan Daging Telur Susu
Tabel 2. Tingkat Konsumsi Bahan Pangan per Kapita per Hari (Kkal) (Sumber
BPS)
Data BPS, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2 memberikan informasi
bahwa konsumsi bahan pangan sumber kabohidrat berupa padi-padian dan
umbi-umbian menurun dari tahun ke tahun. Dari konsumsi sebesar 1100 kilo
kalori per hari pada tahun 2002, menjadi 1000 kilo kalori pada tahun 2007
sebelum turun ke 920 kilo kalori per hari pada tahun 2012. Di sisi yang lain, data
menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan (padi) terus mengalami
peningkatan (tabel 3). Produksi padi mencapai 48 juta ton pada tahun 1993 dan
mengalami peningkatan 52 juta ton pada tahun 2000 sebelum mencapai 69 juta
ton pada tahun 2012.
1
KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT INDONESIA ANALISIS DATA SUSENAS 19992005, Mewa Ariani
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Ton
Tabel 3. Pertumbuhan Produktivitas dan Produksi Padi (Sumber BPS)
Lebih lanjut tabel 2 menunjukkan bahwa tren tingkat konsumsi sumber
protein, seperti ikan, daging, telur dan susu serta bahan pangan sumber vitamin
dan mineral seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan berbeda
dengan tren konsumsi bahan pangan sumber karbohidrat. Konsumsi bahan
sumber protein stabil pada angka 120-an kilo kalori per hari dan cenderung naik
pada tahun 2011 dan 2012 menjadi sekitar 150 kilo kalori per hari. Sedangkan
bahan pangan sumber vitamin dan mineral juga dalam tren yang stagnan pada
tingkat konsumsi 140 kilo kalori per hari, dan cenderung menurun pada tahun
2011 dan 2012 menjadi 120 kilo kalori per hari.
Produksi Perikanan Nasional (Ton)
8,000,000
7,000,000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0
14,000,000
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Perikanan Budidaya
Total
0
Perikanan Laut
Tabel 4. Produksi Sektor Perikanan (Ton) (Sumber BPS)
Tingkat konsumsi bahan pangan sumber protein ini, salah satunya disuplai
oleh sektor perikanan yang menghasilkan produksi ikan hampir mencapai 13 juta
ton pada tahun 2012, atau meningkat hampir 2 kali lipat dari produksi 2005
yang berkisar di angkan 6.5 juta ton ikan. Namun yang perlu diperhatikan dalam
angka produksi perikanan tersebut yaitu jumlah produksi perikanan laut yang
cenderung konstan di angka 4,5-5 juta ton per tahun. Tren ini berbeda dengan
produksi perikanan budidaya yang terus meningkat pesat dari tahun ke tahun
yaitu berkisar 2 juta ton pada tahun 2005, meningkat pesat menjadi 7.5 juta ton
pada tahun 2011.
Produksi Buah dan Sayuran (Ton)
20,000,000
18,000,000
16,000,000
14,000,000
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Produksi Sayuran
Produksi Buah-Buahan
Tabel 5. Produksi Buah-Buahan dan Sayuran (Sumber BPS)
Demand konsumsi bahan pangan sumber vitamin dan mineral, berupa buah dan
sayuran disuplai oleh produksi nasional, dimana angka produksi sayuran
mencapai hampir 12 juta ton pada tahun 2012, meningkat bertahap dari angka 8
juta ton pada tahun 2003. Sedangkan produksi buah-buahan cenderung lebih
fluktuatif, dimana sampai dengan tahun 2009, produksi buah-buahan meningkat
dari angka produksi 13 jutaan ton menjadi 18 jutaan ton. Namun produksi tahun
selanjutnya turun menjadi 15 jutaan ton, sebelum naik lagi pada tahun 2012
sebesar 17.4 juta ton.
Pola Belanja APBN untuk Ketahanan Pangan
Belanja APBN yang sangat terkait dengan program ketahanan pangan nasional
adalah belanja sektor Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan. Belanja
sektor ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari alokasi belanja
7.5 Trilyun pada APBN 2007, angka APBN untuk sektor ini meningkat pesat
hampir sebesar 300% pada APBN 2013, dimana dianggarkan 19.9 Trilyun untuk
pos pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan (tabel 6).
Belanja APBN Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan (Milyar Rp)
19,759.0 19,925.5
15,492.0
11,241.8
8,716.8 9,004.7
7,570.3
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tabel 6. Belanja APBN Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan (Sumber DJA-Kemenkeu)
Dengan mengacu pada RPJMN dan kesepakatan KTT pangan, arah kebijakan
umum pembangunan ketahanan pangan nasional 2010-2014 adalah untuk: (1)
meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, (2)
meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan, serta (3)
meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan.
Indikator sasaran kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan
penanganan daerah rawan pangan tersebut pada tahun 2014 adalah (a)
pengembangan desa mandiri pangan sebanyak 3.300 desa; (b) pemberdayaan
lumbung masyarakat sebanyak 1000 lumbung; (c) penanganan daerah rawan
pangan di 450 kabupaten/kota; (d) data dan informasi ketersediaan, cadangan
dan rawan pangan di 33 provinsi; serta (e) terlaksananya pemantauan dan
pemantapan ketersediaan dan kerawanan pangan di 33 provinsi.
Keragaan data konsumsi pangan ini sangat penting terutama bagi pemerintah untuk dapat melakukan antisipasi dalam
penyediaannya terutama melalui pasokan dari produksi domestik. Komitmen pemerintah dalam upaya perwujudkan
ketahanan pangan, dilakukan dengan meningkatkan kemandirian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Konsumsi pangan sumber karbohidrat pada era reformasi yaitu setelah tahun 2002 menunjukkan penurunan
dibandingkan dengan konsumsi tahun 1999. Hasil analisis yang dilakukan oleh Sudaryanto,dkk (2000), proporsi dan nilai
nominal pengeluaran pangan pada waktu krisis ekonomi tinggi pada semua kelompok pendapatan rumahtangga.
Selanjutnya dikatakan selama krisis, penduduk mengkonsumsi beras relatif konstan dalam jumlah dan menurun dalam
kualitas. Konsumsi pangan yang berkualitas tinggi seperti daging, susu, telur umumnya menurun (5).
Dampak pemulihan ekonomi terhadap konsumsi pangan tergantung pada jenis pangannya. Konsumsi pangan sumber
karbohidrat menunjukkan penurunan, sedangkan untuk pangan sumber protein, lemak dan vitamin/ mineral menunjukkan
kenaikan. Hal ini dapat dilihat apabila membandingkan data konsumsi pangan pada tahun 1999 sebagai masa krisis
ekonomi dan data tahun 2002 sebagai situasi pemulihan ekonomi
Tingkat konsumsi beras menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan bertanda negatif 2,80
persen per tahun pada periode 2002-2005 (Tabel 3). Penurunan konsumsi beras lebih besar pada masyarakat di kota
daripada di desa. Walaupun tingkat konsumsi beras di Indonesia menunjukkan penurunan, namun dibandingkan dengan
negara Asia seperti Thailand, India dan China masih lebih tinggi, apalagi dengan Jepang. Konsumsi beras di Jepang hanya
sekitar 60 kg/kapita/tahun, sedangkan di Thailand, China dan India sekitar 100 kg/kapita/tahun (6).
Di antara sumber protein, daging ayam dan telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memang harga kedua
komoditas ini lebih murah dibandingkan dengan jenis pangan hewani lainnya seperti daging sapi dan lainnya. Walaupun
konsumsi pangan hewani menunjukkan peningkatan dalam era reformasi ini, namun
dibandingkan dengan konsumsi pangan hewani di negara lain masih rendah. Konsumsi daging di Malaysia dan
Filipina masing-masing mencapai 48 kg dan 18 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur ayam per kapita per tahun di Indonesia 51
butir, sementara di Malaysia mencapai 279 butir(7).
Konsumsi sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan mineral juga meningkat namun peningkatan di kota
sangat kecil tidak sampai satu persen, padahal laju kenaikan konsumsi sayuran dan buah-buahan di desa masing-masing
sebesar 3,12 persen dan 5,34 persen per tahun pada periode 2002-2005. Secara agregat tingkat konsumsi sayuran dan
buah-buahan masing-masing sebesar 50,8 kg dan 31,7 kg/kapita/tahun (Tabel 5). Lagi-lagi konsumsi tersebut masih lebih
rendah dibandingkan dengan rekomendasi FAO yaitu masing-masing 75 kg/kapita/tahun (8).
Tabel 3
Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)
Wilayah/
Tahun
Beras
Jagung
Terigu
Ubikayu
6,5
13,4
Ubijalar
Gula
pasir
Kota+Desa
1999
116,5
3,4
3,0
8,3
2002
114,5
3,4
8,5
12,8
2,8
9,2
2003
109,7
2,8
7,2
12,0
3,3
9,4
2004
107,0
3,2
7,7
15,1
5,4
9,3
2005
105,2
3,3
8,4
15,0
4,0
8,9
-2,80
1,25
0,25
7,07
14,71
-1,09
1999
112,7
0,5
8,9
7,0
0,6
8,7
2002
111,4
0,8
10,6
6,8
2,3
9,5
2003
113,1
0,6
8,7
6,5
2,2
9,6
2004
100,2
0,7
9,3
8,3
2,4
9,5
2005
97,0
0,5
9,9
9,6
1,8
9,1
-5,32
-12,31
-1,56
13,08
5,98
-1,38
1999
118,9
5,2
5,1
17,8
3,7
8,0
2002
118,8
5,6
6,7
17,3
3,3
9,0
2003
119,5
4,4
6,1
16,3
4,1
9,3
2004
112,1
5,1
6,5
19,8
7,7
9,1
2005
112,4
5,4
7,1
19,8
5,8
8,7
-2,30
0,20
2,42
6,01
21,24
-1,22
Laju 2002-2005 (%/th)
Kota
Laju 2002-2005 (%/th)
Desa
Laju 2002-2005 (%/th)
Tabel 4
Konsumsi Pangan Sumber Protein Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)
Wilayah/
Tahun
Daging
ruminansia
Daging
unggas
Telur
Susu
Ikan
Kacangkacangan
Kota+Desa
1999
1,3
1,9
3,5
0,8
14,1
6,8
2002
1,7
3,6
5,6
1,3
16,8
8,9
2003
1,8
4,2
5,4
1,2
18,8
8,3
2004
2,0
4,0
5,8
1,3
17,8
8,7
2005
1,8
4,1
6,1
1,4
18,6
9,3
2,73
3,27
3,32
3,08
2,44
1,82
2,0
2,9
4,6
1,4
14,2
9,1
Laju 2002-2005 (%/th)
Kota
1999
2002
2,5
5,5
7.1
2,2
17,6
10,1
2003
2,4
6,3
6,8
2,0
19,1
9,7
2004
2,9
5,6
7,3
2,1
18,5
10,1
2005
2,6
5,5
7,6
2,3
18,4
10,1
3,08
-1,22
2,78
1,86
0,98
0,40
1999
0,8
1,3
2,7
0,4
14,1
5,8
2002
0,9
2,2
4,3
0,6
16,5
7,9
2003
1,3
2,7
4,3
0,6
18,3
7,3
2004
1,2
2,8
4,5
0,6
17,4
7,5
2005
1,2
2,9
4,9
0,7
18,8
8,6
6,96
8,30
4,44
0,83
3,38
2,94
Laju 2002-2005 (%/th)
Desa
Laju 2002-2005 (%/th)
Tabel 5
Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Vitamin/Mineral Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)
Wilayah/
Tahun
Minyak goreng
Buah/biji
berminyak
Sayuran
Buah
Kota+Desa
1999
7,0
2,7
40,7
18,5
2002
8,3
3,4
47,5
27,2
2003
8,0
3,5
50,7
29,4
2004
8,0
3,2
49,0
27,1
2005
8,2
3,4
50,8
31,7
-0,37
-0,89
1,66
3,88
1999
7,7
2,0
41,7
19,7
2002
8,9
2,6
49,4
30,0
2003
8,6
2,8
51,4
34,6
2004
8,7
2,5
49,3
30,0
2005
8,6
2,6
50,1
32,5
1,14
-1,14
0,00
0,91
6,6
3,1
40,2
17,6
Laju 2002-2005 (%/th)
Kota
Laju 2002-2005 (%/th)
Desa
1999
2002
7,8
4,0
46,3
25,1
2003
7,5
4,0
50,2
27,8
2004
7,5
3,7
48,8
24,9
2005
7,9
4,0
51,9
30,9
0,39
-0,76
3,12
5,34
Laju 2002-2005 (%/th)
Pola konsumsi Pangan Pokok
Perhitungan pola konsumsi pangan pokok didasarkan pada proporsi energi dari masing-masing jenis pangan terhadap total
konsumsi pangan pokoknya. Dengan perhitungan seperti teresbut diperoleh pola konsumsi pangan pokok seperti pada
Tabel 6. Walaupun konsumsi beras cenderung menurun dari tahun ke tahun, namun jumlah beras yang dikonsumsi sangat
besar
dibandingkan dengan jenis pangan lainnya. Sebagai gambaran konsumsi beras pada tahun 2005 mencapai 105,2 kg, yang
berarti sekitar 31,9 kali lebih besar daripada konsumsi jagung; 12,5 kali konsumsi terigu dan 7 kali konsumsi ubikayu.
Perbedaan yang sangat mencolok ini, mengakibatkan beras sebagai pola pangan pokok utama di berbagai wilayah dan
kelompok pendapatan
Tabel 6
Pola Konsumsi Pangan Pokok Menurut Wilayah dan Kelompok Pengeluaran
Golongan pengeluaran
(Rp/kap/bl)
2002
2003
2004
2005
B,J,UK
B,J,UK
B
B,T
60.000-79.999
B,J,UK,T
B,J,T,UK
B,T
B,T
80.000-99.999
B,T,UK
B,T,UK
B,T
B,T
100.000-149.999
B,T
B,T
B,T
B,T
150.000-199.999
B,T
B,T
B,T
B,T
200.000-299.999
B,T
B,T
B,T
B,T
300.000-499.999
B,T
B,T
B,T
B,T
>500.000
B,T
B,T
B,T
B,T
< 60.000
B,T
B
B,T
B,T
60.000-79.999
B,T
B,T,J
B,T
B,T
80.000-99.999
B,T
B,T
B,T
B,T
100.000-149.999
B,T
B,T
B,T
B,T
150.000-199.999
B,T
B,T
B,T
B,T
200.000-299.999
B,T
B,T
B,T
B,T
Kota+Desa
< 60.000
Kota
300.000-499.999
B,T
B,T
B,T
B,T
>500.000
B,T
B,T
B,T
B,T
< 60.000
B,J,UK
B,J,UJ
B,T
B,T
60.000-79.999
B,J,UK
B,J,UK,T
B,T
B,T
80.000-99.999
B,J,T,UK
B,T,UK
B,T
B,T
100.000-149.999
B,T
B,T
B,T
B,T
150.000-199.999
B,T
B,T
B,T
B,T
200.000-299.999
B,T
B,T
B,T
B,T
300.000-499.999
B,T
B,T
B,T
B,T
>500.000
B,T
B,T
B,T
B,T
Desa
Keterangan : B = Beras, T=Terigu termasuk produknya, J=Jagung, UK=Ubikayu,
Uj=Ubijalar
Sebagian besar pola pangan pokok kedua adalah terigu termasuk berbagai jenis mi instan (basah.kering.dll).
Berkembangnya mi instan sebagai makanan utama setelah beras didorong oleh kebijakan jaman orde baru yang
meng”anak-emas”kan terigu selain beras. Adanya kebijakan impor gandum untuk diproses menjadi tepung di dalam negeri
yang berlangsung lama dan subsidi harga terigu oleh pemerintah, maka harga terigu menjadi murah (50% lebih rendah dari
harga internasional).
Selain itu adanya kampanye yang intensif melalui berbagai jenis media seperti media elektronik, product
development yang diperluas dengan harga yang bervariasi dan mudah diperoleh, turut mendorong peningkatan partisipasi
konsumsi produk gandum terutama berupa mi dan roti. Impor gandum pada tahun 1997/1998 sekitar 3,7 juta ton menjadi
4,1 juta ton tahun 2000/2001. Pada tahun 2002 nilai impor gandum mencapai angka US$ 1,2 milyar, tertinggi untuk
kelompok pangan(9).
Upaya efektiftas belanja
Di sisi lain, data menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan (padi) juga terus
mengalami peningkatan. Produksi padi dijadikan benchmark sebagai tanaman
pangan karena sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras
sebagai bahan utama makanan. Produksi padi mencapai 48 juta ton pada tahun
1993 dan mengalami peningkatan 52 juta ton pada tahun 2000 sebelum
mencapai 69 juta ton pada tahun 2012 (tabel 2). Breakdown data produksi padi
tersebut per wilayah pulau dapat dilihat pada tabel 3, dimana wilayah sentra
penghasil padi terbesar tetap berada di Pulau Jawa dengan produksi mencapai
6.8 juta ton pada kurun waktu tahun 2010, meningkat secara moderat dari
angka produksi tahun 1993 sebesar 5.7 juta ton . Disusul kemudian Pulau
Sumatera yang menghasilkan 1.5 juta ton pada tahun 2010. Angka Produksi di
Sumatera ini relatif stabil, berkisar sekitar 1.3 juta ton – 1.5 juta ton pada kurun
waktu 2 dekade.
Ton
Tabel 2. Pertumbuhan Produktivitas dan Produksi Padi Indonesia (Sumber BPS)
Produksi Padi di Indonesia (Ton)
8,000,000
7,000,000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
-
1993
1995
Sumatera
Kalimantan
2000
Jawa
Sulawesi
2005
2010
Bali dan Nusa Tenggara
Maluku dan Papua
2012
Tabel 3. Produksi Padi di Indonesia per Pulau (Sumber BPS)
Namun demikian, jika dilakukan analisa lebih lanjut terhadap data pada tabel 1,
tabel 2, dan tabel 3 guna mengetahui angka produksi beras per kapita, maka
akan ditemukan ketimpangan, dimana (tabel 4).
Perspektif Belanja APBN
Program Ketahanan Pangan Nasional
Topik ketahanan pangan nasional menjadi bahasan strategis dalam
pembangunan nasional, karena dimensi pengaruhnya yang sangat luas ke sektor
politik, ekonomi dan sosial sebuah negara. Dengan kata lain dapat diartikan
stabilitas suatu negara, tergantung pada kecukupan pangan nasional sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhinya. Ketahanan Pangan juga secara
khusus diamanatkan pencapaiannya di dalam UU, yaitu Undang-undang No. 7
Tahun 1996 tentang Pangan, dimana dinyatakan bahwa “Ketahanan Pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan terjangkau”. Perwujudan dan langkah implementasi dari amanah undangundang tentang ketahanan pangan nasional tersebut dituangkan di dalam
Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional (RPJMN) tahap II 2010-2014
dimana salah satu prioritas pembangunan nasional adalah pencapaian
ketahanan pangan nasional. Kebijakan pembangunan pertanian yang diambil
pemerintah guna mendukung pembangunan ketahanan pangan terdapat pada
tabel 1.
melanjutkan bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu
1 (SLPTT);
melanjutkan dan memperkuat kegiatan pertanian yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti
2 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)
pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan
3 produksi yang berkelanjutan;
4 pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;
5 peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor;
peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan
6 usaha tani;
7 jaminan penguasaan lahan produktif;
8 pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;
9 penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;
10 pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan;
11 penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah;
mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan
12 iklim usaha yang kondusif;
pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secaravertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi
usahatani produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yangberdaya saingtinggi di pasar lokal maupun
13 internasional;
pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi
14 masyarak khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM;
pengembangan diversifkasi pangan dan pembangunan lumbungpangan masyarakat untuk mengatasi rawan
15 pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi;
peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara
16 terpadu;
17 peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional.
18 penguatan sistem perkarantinaan pertanian;
penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifk lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro19 ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani;
pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasiskelompok tani untuk meningkatkan nilai
tambah dan daya saing produk pertanian, membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan
20 meningkatkan keseimbangan ekonomi desa-kota;
berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif
dan non tarif perdagangan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran
21 Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi;
peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi
22 wirausahawan agribisnis;
23 peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance.
Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian tersebut, strategi yang akan
ditempuh Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mencanangkan Program
Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan
dan Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber
Daya Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan
Petani, serta (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir.
Pola Konsumsi Pangan Nasional
Dalam rangka mendukung target dan sasaran program ketahanan pangan
nasional, hal yang perlu dipelajari adalah pola konsumsi pangan nasional. Dari
pola konsumsi tersebut dapat dipelajari tren konsumsi bahan pangan dari
masyarakat secara keseluruhan guna kemudian menjadi bahan pengambilan
keputusan kebijakan pemerintah, terutama terkait sektor pertanian dan
perdagangan yang diperlukan dalam mencapai ketahanan pangan. Di dalam
mempelajari pola konsumsi pangan nasional itu sendiri, bahan pangan dapat
diklasifkasikan menurut fungsinya seperti pangan sumber karbohidrat, pangan
sumber protein dan sumber lemak serta vitamin dan mineral 1. Data klasifkasi
bahan pangan ini berguna bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan sektor
pertanian, terutama dari sekuritisasi pasokan domesitk.
Rata-rata Konsumsi Bahan Pangan (KKal) per Kapita Sehari
1150
1100
1050
1000
950
900
850
800
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Padi dan Umbi
Sayur Buah Kacang-Kacangan
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Ikan Daging Telur Susu
Tabel 2. Tingkat Konsumsi Bahan Pangan per Kapita per Hari (Kkal) (Sumber
BPS)
Data BPS, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2 memberikan informasi
bahwa konsumsi bahan pangan sumber kabohidrat berupa padi-padian dan
umbi-umbian menurun dari tahun ke tahun. Dari konsumsi sebesar 1100 kilo
kalori per hari pada tahun 2002, menjadi 1000 kilo kalori pada tahun 2007
sebelum turun ke 920 kilo kalori per hari pada tahun 2012. Di sisi yang lain, data
menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan (padi) terus mengalami
peningkatan (tabel 3). Produksi padi mencapai 48 juta ton pada tahun 1993 dan
mengalami peningkatan 52 juta ton pada tahun 2000 sebelum mencapai 69 juta
ton pada tahun 2012.
1
KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT INDONESIA ANALISIS DATA SUSENAS 19992005, Mewa Ariani
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Ton
Tabel 3. Pertumbuhan Produktivitas dan Produksi Padi (Sumber BPS)
Lebih lanjut tabel 2 menunjukkan bahwa tren tingkat konsumsi sumber
protein, seperti ikan, daging, telur dan susu serta bahan pangan sumber vitamin
dan mineral seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan berbeda
dengan tren konsumsi bahan pangan sumber karbohidrat. Konsumsi bahan
sumber protein stabil pada angka 120-an kilo kalori per hari dan cenderung naik
pada tahun 2011 dan 2012 menjadi sekitar 150 kilo kalori per hari. Sedangkan
bahan pangan sumber vitamin dan mineral juga dalam tren yang stagnan pada
tingkat konsumsi 140 kilo kalori per hari, dan cenderung menurun pada tahun
2011 dan 2012 menjadi 120 kilo kalori per hari.
Produksi Perikanan Nasional (Ton)
8,000,000
7,000,000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0
14,000,000
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Perikanan Budidaya
Total
0
Perikanan Laut
Tabel 4. Produksi Sektor Perikanan (Ton) (Sumber BPS)
Tingkat konsumsi bahan pangan sumber protein ini, salah satunya disuplai
oleh sektor perikanan yang menghasilkan produksi ikan hampir mencapai 13 juta
ton pada tahun 2012, atau meningkat hampir 2 kali lipat dari produksi 2005
yang berkisar di angkan 6.5 juta ton ikan. Namun yang perlu diperhatikan dalam
angka produksi perikanan tersebut yaitu jumlah produksi perikanan laut yang
cenderung konstan di angka 4,5-5 juta ton per tahun. Tren ini berbeda dengan
produksi perikanan budidaya yang terus meningkat pesat dari tahun ke tahun
yaitu berkisar 2 juta ton pada tahun 2005, meningkat pesat menjadi 7.5 juta ton
pada tahun 2011.
Produksi Buah dan Sayuran (Ton)
20,000,000
18,000,000
16,000,000
14,000,000
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Produksi Sayuran
Produksi Buah-Buahan
Tabel 5. Produksi Buah-Buahan dan Sayuran (Sumber BPS)
Demand konsumsi bahan pangan sumber vitamin dan mineral, berupa buah dan
sayuran disuplai oleh produksi nasional, dimana angka produksi sayuran
mencapai hampir 12 juta ton pada tahun 2012, meningkat bertahap dari angka 8
juta ton pada tahun 2003. Sedangkan produksi buah-buahan cenderung lebih
fluktuatif, dimana sampai dengan tahun 2009, produksi buah-buahan meningkat
dari angka produksi 13 jutaan ton menjadi 18 jutaan ton. Namun produksi tahun
selanjutnya turun menjadi 15 jutaan ton, sebelum naik lagi pada tahun 2012
sebesar 17.4 juta ton.
Pola Belanja APBN untuk Ketahanan Pangan
Belanja APBN yang sangat terkait dengan program ketahanan pangan nasional
adalah belanja sektor Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan. Belanja
sektor ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari alokasi belanja
7.5 Trilyun pada APBN 2007, angka APBN untuk sektor ini meningkat pesat
hampir sebesar 300% pada APBN 2013, dimana dianggarkan 19.9 Trilyun untuk
pos pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan (tabel 6).
Belanja APBN Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan (Milyar Rp)
19,759.0 19,925.5
15,492.0
11,241.8
8,716.8 9,004.7
7,570.3
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tabel 6. Belanja APBN Sektor Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Kelautan (Sumber DJA-Kemenkeu)
Dengan mengacu pada RPJMN dan kesepakatan KTT pangan, arah kebijakan
umum pembangunan ketahanan pangan nasional 2010-2014 adalah untuk: (1)
meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, (2)
meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan, serta (3)
meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan.
Indikator sasaran kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan
penanganan daerah rawan pangan tersebut pada tahun 2014 adalah (a)
pengembangan desa mandiri pangan sebanyak 3.300 desa; (b) pemberdayaan
lumbung masyarakat sebanyak 1000 lumbung; (c) penanganan daerah rawan
pangan di 450 kabupaten/kota; (d) data dan informasi ketersediaan, cadangan
dan rawan pangan di 33 provinsi; serta (e) terlaksananya pemantauan dan
pemantapan ketersediaan dan kerawanan pangan di 33 provinsi.
Keragaan data konsumsi pangan ini sangat penting terutama bagi pemerintah untuk dapat melakukan antisipasi dalam
penyediaannya terutama melalui pasokan dari produksi domestik. Komitmen pemerintah dalam upaya perwujudkan
ketahanan pangan, dilakukan dengan meningkatkan kemandirian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Konsumsi pangan sumber karbohidrat pada era reformasi yaitu setelah tahun 2002 menunjukkan penurunan
dibandingkan dengan konsumsi tahun 1999. Hasil analisis yang dilakukan oleh Sudaryanto,dkk (2000), proporsi dan nilai
nominal pengeluaran pangan pada waktu krisis ekonomi tinggi pada semua kelompok pendapatan rumahtangga.
Selanjutnya dikatakan selama krisis, penduduk mengkonsumsi beras relatif konstan dalam jumlah dan menurun dalam
kualitas. Konsumsi pangan yang berkualitas tinggi seperti daging, susu, telur umumnya menurun (5).
Dampak pemulihan ekonomi terhadap konsumsi pangan tergantung pada jenis pangannya. Konsumsi pangan sumber
karbohidrat menunjukkan penurunan, sedangkan untuk pangan sumber protein, lemak dan vitamin/ mineral menunjukkan
kenaikan. Hal ini dapat dilihat apabila membandingkan data konsumsi pangan pada tahun 1999 sebagai masa krisis
ekonomi dan data tahun 2002 sebagai situasi pemulihan ekonomi
Tingkat konsumsi beras menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan bertanda negatif 2,80
persen per tahun pada periode 2002-2005 (Tabel 3). Penurunan konsumsi beras lebih besar pada masyarakat di kota
daripada di desa. Walaupun tingkat konsumsi beras di Indonesia menunjukkan penurunan, namun dibandingkan dengan
negara Asia seperti Thailand, India dan China masih lebih tinggi, apalagi dengan Jepang. Konsumsi beras di Jepang hanya
sekitar 60 kg/kapita/tahun, sedangkan di Thailand, China dan India sekitar 100 kg/kapita/tahun (6).
Di antara sumber protein, daging ayam dan telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memang harga kedua
komoditas ini lebih murah dibandingkan dengan jenis pangan hewani lainnya seperti daging sapi dan lainnya. Walaupun
konsumsi pangan hewani menunjukkan peningkatan dalam era reformasi ini, namun
dibandingkan dengan konsumsi pangan hewani di negara lain masih rendah. Konsumsi daging di Malaysia dan
Filipina masing-masing mencapai 48 kg dan 18 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur ayam per kapita per tahun di Indonesia 51
butir, sementara di Malaysia mencapai 279 butir(7).
Konsumsi sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan mineral juga meningkat namun peningkatan di kota
sangat kecil tidak sampai satu persen, padahal laju kenaikan konsumsi sayuran dan buah-buahan di desa masing-masing
sebesar 3,12 persen dan 5,34 persen per tahun pada periode 2002-2005. Secara agregat tingkat konsumsi sayuran dan
buah-buahan masing-masing sebesar 50,8 kg dan 31,7 kg/kapita/tahun (Tabel 5). Lagi-lagi konsumsi tersebut masih lebih
rendah dibandingkan dengan rekomendasi FAO yaitu masing-masing 75 kg/kapita/tahun (8).
Tabel 3
Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)
Wilayah/
Tahun
Beras
Jagung
Terigu
Ubikayu
6,5
13,4
Ubijalar
Gula
pasir
Kota+Desa
1999
116,5
3,4
3,0
8,3
2002
114,5
3,4
8,5
12,8
2,8
9,2
2003
109,7
2,8
7,2
12,0
3,3
9,4
2004
107,0
3,2
7,7
15,1
5,4
9,3
2005
105,2
3,3
8,4
15,0
4,0
8,9
-2,80
1,25
0,25
7,07
14,71
-1,09
1999
112,7
0,5
8,9
7,0
0,6
8,7
2002
111,4
0,8
10,6
6,8
2,3
9,5
2003
113,1
0,6
8,7
6,5
2,2
9,6
2004
100,2
0,7
9,3
8,3
2,4
9,5
2005
97,0
0,5
9,9
9,6
1,8
9,1
-5,32
-12,31
-1,56
13,08
5,98
-1,38
1999
118,9
5,2
5,1
17,8
3,7
8,0
2002
118,8
5,6
6,7
17,3
3,3
9,0
2003
119,5
4,4
6,1
16,3
4,1
9,3
2004
112,1
5,1
6,5
19,8
7,7
9,1
2005
112,4
5,4
7,1
19,8
5,8
8,7
-2,30
0,20
2,42
6,01
21,24
-1,22
Laju 2002-2005 (%/th)
Kota
Laju 2002-2005 (%/th)
Desa
Laju 2002-2005 (%/th)
Tabel 4
Konsumsi Pangan Sumber Protein Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)
Wilayah/
Tahun
Daging
ruminansia
Daging
unggas
Telur
Susu
Ikan
Kacangkacangan
Kota+Desa
1999
1,3
1,9
3,5
0,8
14,1
6,8
2002
1,7
3,6
5,6
1,3
16,8
8,9
2003
1,8
4,2
5,4
1,2
18,8
8,3
2004
2,0
4,0
5,8
1,3
17,8
8,7
2005
1,8
4,1
6,1
1,4
18,6
9,3
2,73
3,27
3,32
3,08
2,44
1,82
2,0
2,9
4,6
1,4
14,2
9,1
Laju 2002-2005 (%/th)
Kota
1999
2002
2,5
5,5
7.1
2,2
17,6
10,1
2003
2,4
6,3
6,8
2,0
19,1
9,7
2004
2,9
5,6
7,3
2,1
18,5
10,1
2005
2,6
5,5
7,6
2,3
18,4
10,1
3,08
-1,22
2,78
1,86
0,98
0,40
1999
0,8
1,3
2,7
0,4
14,1
5,8
2002
0,9
2,2
4,3
0,6
16,5
7,9
2003
1,3
2,7
4,3
0,6
18,3
7,3
2004
1,2
2,8
4,5
0,6
17,4
7,5
2005
1,2
2,9
4,9
0,7
18,8
8,6
6,96
8,30
4,44
0,83
3,38
2,94
Laju 2002-2005 (%/th)
Desa
Laju 2002-2005 (%/th)
Tabel 5
Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Vitamin/Mineral Menurut Wilayah (Kg/kapita/tahun)
Wilayah/
Tahun
Minyak goreng
Buah/biji
berminyak
Sayuran
Buah
Kota+Desa
1999
7,0
2,7
40,7
18,5
2002
8,3
3,4
47,5
27,2
2003
8,0
3,5
50,7
29,4
2004
8,0
3,2
49,0
27,1
2005
8,2
3,4
50,8
31,7
-0,37
-0,89
1,66
3,88
1999
7,7
2,0
41,7
19,7
2002
8,9
2,6
49,4
30,0
2003
8,6
2,8
51,4
34,6
2004
8,7
2,5
49,3
30,0
2005
8,6
2,6
50,1
32,5
1,14
-1,14
0,00
0,91
6,6
3,1
40,2
17,6
Laju 2002-2005 (%/th)
Kota
Laju 2002-2005 (%/th)
Desa
1999
2002
7,8
4,0
46,3
25,1
2003
7,5
4,0
50,2
27,8
2004
7,5
3,7
48,8
24,9
2005
7,9
4,0
51,9
30,9
0,39
-0,76
3,12
5,34
Laju 2002-2005 (%/th)
Pola konsumsi Pangan Pokok
Perhitungan pola konsumsi pangan pokok didasarkan pada proporsi energi dari masing-masing jenis pangan terhadap total
konsumsi pangan pokoknya. Dengan perhitungan seperti teresbut diperoleh pola konsumsi pangan pokok seperti pada
Tabel 6. Walaupun konsumsi beras cenderung menurun dari tahun ke tahun, namun jumlah beras yang dikonsumsi sangat
besar
dibandingkan dengan jenis pangan lainnya. Sebagai gambaran konsumsi beras pada tahun 2005 mencapai 105,2 kg, yang
berarti sekitar 31,9 kali lebih besar daripada konsumsi jagung; 12,5 kali konsumsi terigu dan 7 kali konsumsi ubikayu.
Perbedaan yang sangat mencolok ini, mengakibatkan beras sebagai pola pangan pokok utama di berbagai wilayah dan
kelompok pendapatan
Tabel 6
Pola Konsumsi Pangan Pokok Menurut Wilayah dan Kelompok Pengeluaran
Golongan pengeluaran
(Rp/kap/bl)
2002
2003
2004
2005
B,J,UK
B,J,UK
B
B,T
60.000-79.999
B,J,UK,T
B,J,T,UK
B,T
B,T
80.000-99.999
B,T,UK
B,T,UK
B,T
B,T
100.000-149.999
B,T
B,T
B,T
B,T
150.000-199.999
B,T
B,T
B,T
B,T
200.000-299.999
B,T
B,T
B,T
B,T
300.000-499.999
B,T
B,T
B,T
B,T
>500.000
B,T
B,T
B,T
B,T
< 60.000
B,T
B
B,T
B,T
60.000-79.999
B,T
B,T,J
B,T
B,T
80.000-99.999
B,T
B,T
B,T
B,T
100.000-149.999
B,T
B,T
B,T
B,T
150.000-199.999
B,T
B,T
B,T
B,T
200.000-299.999
B,T
B,T
B,T
B,T
Kota+Desa
< 60.000
Kota
300.000-499.999
B,T
B,T
B,T
B,T
>500.000
B,T
B,T
B,T
B,T
< 60.000
B,J,UK
B,J,UJ
B,T
B,T
60.000-79.999
B,J,UK
B,J,UK,T
B,T
B,T
80.000-99.999
B,J,T,UK
B,T,UK
B,T
B,T
100.000-149.999
B,T
B,T
B,T
B,T
150.000-199.999
B,T
B,T
B,T
B,T
200.000-299.999
B,T
B,T
B,T
B,T
300.000-499.999
B,T
B,T
B,T
B,T
>500.000
B,T
B,T
B,T
B,T
Desa
Keterangan : B = Beras, T=Terigu termasuk produknya, J=Jagung, UK=Ubikayu,
Uj=Ubijalar
Sebagian besar pola pangan pokok kedua adalah terigu termasuk berbagai jenis mi instan (basah.kering.dll).
Berkembangnya mi instan sebagai makanan utama setelah beras didorong oleh kebijakan jaman orde baru yang
meng”anak-emas”kan terigu selain beras. Adanya kebijakan impor gandum untuk diproses menjadi tepung di dalam negeri
yang berlangsung lama dan subsidi harga terigu oleh pemerintah, maka harga terigu menjadi murah (50% lebih rendah dari
harga internasional).
Selain itu adanya kampanye yang intensif melalui berbagai jenis media seperti media elektronik, product
development yang diperluas dengan harga yang bervariasi dan mudah diperoleh, turut mendorong peningkatan partisipasi
konsumsi produk gandum terutama berupa mi dan roti. Impor gandum pada tahun 1997/1998 sekitar 3,7 juta ton menjadi
4,1 juta ton tahun 2000/2001. Pada tahun 2002 nilai impor gandum mencapai angka US$ 1,2 milyar, tertinggi untuk
kelompok pangan(9).
Upaya efektiftas belanja
Di sisi lain, data menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan (padi) juga terus
mengalami peningkatan. Produksi padi dijadikan benchmark sebagai tanaman
pangan karena sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras
sebagai bahan utama makanan. Produksi padi mencapai 48 juta ton pada tahun
1993 dan mengalami peningkatan 52 juta ton pada tahun 2000 sebelum
mencapai 69 juta ton pada tahun 2012 (tabel 2). Breakdown data produksi padi
tersebut per wilayah pulau dapat dilihat pada tabel 3, dimana wilayah sentra
penghasil padi terbesar tetap berada di Pulau Jawa dengan produksi mencapai
6.8 juta ton pada kurun waktu tahun 2010, meningkat secara moderat dari
angka produksi tahun 1993 sebesar 5.7 juta ton . Disusul kemudian Pulau
Sumatera yang menghasilkan 1.5 juta ton pada tahun 2010. Angka Produksi di
Sumatera ini relatif stabil, berkisar sekitar 1.3 juta ton – 1.5 juta ton pada kurun
waktu 2 dekade.
Ton
Tabel 2. Pertumbuhan Produktivitas dan Produksi Padi Indonesia (Sumber BPS)
Produksi Padi di Indonesia (Ton)
8,000,000
7,000,000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
-
1993
1995
Sumatera
Kalimantan
2000
Jawa
Sulawesi
2005
2010
Bali dan Nusa Tenggara
Maluku dan Papua
2012
Tabel 3. Produksi Padi di Indonesia per Pulau (Sumber BPS)
Namun demikian, jika dilakukan analisa lebih lanjut terhadap data pada tabel 1,
tabel 2, dan tabel 3 guna mengetahui angka produksi beras per kapita, maka
akan ditemukan ketimpangan, dimana (tabel 4).