Tugas Kajian Dan Otonomi Daerah
Karakteristik Desentralisasi di Indonesia
Firjal
D
esentralisasi
diyakini
dan
akan
otonomi
mampu
daerah
di
mendekatkan
Indonesia
pelayanan
masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
memupuk demokrasi local di tengah keberagaman agama, adat,
dan
budaya,
serta
luasnya
wilayah
dan
letak
georafss
Berdasarkan pada variasi lokalitas yang sangat beragam itu
pula,
maka
sangat
tepat
jika
pemerintah
menerapkan
desentralisasi dalam wujud yang nyata, yakni otonomi daerahs
Hal
ini
memberi
peluang
bagi
tiap
daerah
untuk
mengembangkan potensi alam dan sumber daya manusias Studi
desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dilakukan oleh
peneliti dan akademisis Tak sedikit dari fakta penelitian dan
analisis
mengungkap
belum
maksimalnya
pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesias
Dari berbagai hasil penelitian menyebutkan pasang surut
pelaksanaan
berlangung
desentralisasi
sejak
masa
dan
otonomi
kemerdekaan
daerah
hingga
saat
telah
inis
Pemegang rezim kekuasaan tampaknya menjadi salah satu
elemen yang turut memengaruhi perkembangan desentralisasi
dan otonomi daerah di Indonesias Bentuk serta dimensi derajat
desentralisasi dan otonomi daerah pun selalu berbeda sesuai
keingginan
pemegang
kekuasaans
Dengan
demikian,
karakteristik desentralisasi di Indonesia dapat dilihat sesuai
dengan tujuan dan orientasi pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemimpin yang berkuasas
Karakteristik desentralisasi di Indonesia, dapat dikaji
melalui Undang-Undang No 5 Tahun 1974, Tentang Pokok
Pemerintah Daerah pada Rezim Orde Baru, dan UndangUndang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerh, yang
kemudian
diubah
dan
dilengkapi
secara
mendalam
oleh
Undang No 32 Tahun 2004 yang mengatur sistem pemilihan
langsung kepala daerah, Provinsi, Kabupaten dan Kotas
Terlapas dari itu, sebagai sebuah konsep, desentralisasi
dalam perkembangannya sendiri oleh Slater dan Rondinelli
(1989-1990) sempat dipertentangkans Dibalik itu, keduanya
secara bersama mengungkap keunggulan dan kelemahan
perspektif desentralisasi politik dan perspektif desentralisasi
administrasis Perbedaan mendasar dua perspekstif ini terletak
pada rumusan defnisi dan tujuan desentralisasis Perspektif
desentralisasi politik mendefnisikan desentralisasi sebagai
devolusi kekuasaan (devolution of power) dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerahs Pada sisi lain, perspektif
desentralisasi
administrasi
desentralisasi
sebagai
(administrative
lebih
delegasi
authority)
dari
menekankan
wewenang
pemerintah
defnisi
administratif
pusat
kepada
pemerintah daerahs1
Desentralisasi yang utuh Parsons (1991) yang dikutip Drs
Syarif
Hidayat
mendefnisikan
kekuasaan
kekuasaan
dalam
Too
desentralisasi
pemerintahan
di
pusat
Much
sebagai
antara
dengan
Too
Soon
berbagi
kelompok
(2007)
(sharing)
pemegang
kelompok-kelompok
lainnya,
dimana masing-masing kelompok tersebut memiliki otoritas
untuk
mengatur
bidang-bidang
tertentu
dalam
lingkup
teritorial suatu negaras Berdasarkan perspektif politik, kata
desentralisasi telah digunakan untuk menjelaskan mekanisme
penyerahan
kekuasaan
dari
pemerintah
pusat
kepada
pemerintah daerahs Mekanisme ini untuk selanjutnya disebut
dengan desentralisasi politiks Dari sudut pandang administrasi
publik,
desentralisasi
didefnisikan
sebagai
pendelegasian
otoritas administrasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah
1
Syarif Hidayat : Jurnal Politik. Desentralisasi dan Otonomi daerah Dalam Perspektif StateSociety Relation Vol.1. No.1 2008.
daerah,
yang
selanjutnya
disebut
dengan
desentralisasi
bukanlah
sebuah
keniscahyaan,
administrasis2
Konsep
sehingga
desentralisasi
bisa
terlaksana
jika
pemerintah
daerah
diberi
kepercayaan dan otoritas (kewenangan) utuh untuk mengatur
dan
mengelola
urusan
bertanggungjawab
atas
domestik
kegagalan
saja,
dan
tetapi
juga
keberhasilannyas
Sementara pemerintah pusat hanya mengawasi dan memberi
dukungan kepada daerahs Dengan begitu, pemerintah pusat
hanya fokus pada urusan kebijakan nasional dan strategi pada
kompetisi globals
Namun, konsep Desentralisasi pada rezim orde baru tidak
dimplementasikan secara utuhs Alhasil, kesenjangan terjadi
antara
pusat
dan
daerah,
baik
dari
segi
pemerataan
pembangunan, pembagian, dan distribusi kewenangan, tingkat
kemakmuran, hingga pada persoalan pengelolaan sumber daya
alams Namun, sejak era reformasi bergulir, desentralisasi mulai
berbenah dengan mewujudkan dalam proyek besar otonomi
daerahs Atas dasar ini penulis memfokuskan pembahasan ini
pada karakteristik desentralisasi yang dijalankan pada masa
orde baru hingga saat ini, melalui dua perspektif yang telah
dibahas di awal yakni, prespektif desentralisasi politik dan
desentralisasi administrasis Kedua perspektif tersebut, memiliki
perbedaan defnisi, tujuan, dan fokus kebijakans Hal ini tentu
menjadi
dikotomi
yang
berpengaruh
signifkan
terhadap
pelaksanaan desentralisasi dalam sistem pemerintahan yang
demokratiss
Desentralisasi Era Orde Baru
Giatnya
menomorduakan
sosialisasi
pembangunan
pembangunan
Politiks
ekonomi
Stabilisasi,
Pertumbuhan, dan Pemerataan dijadikan sebagai tujuan utama
2
Ibid
proses pembangunan melalui
Rencana Pembangunan Lima
Tahun (REPELITA)s3 Namun, tulis White, Bs (1989) dikutip
Jullisar An-Naf menyatakan bahwa pembangunan pertanian dan
pedesaan juga menjadi titik tolak pembangunan yang saat itu
menjadi tujuan gandas Pertama, kebutuhan untuk menjamin
ketersediaan pangan di perkotaan dengan harga yang relatif
stabil; kedua, kebutuhan untuk menjaga kendali politik di
daerah pedesaans Hal itu menjadi salah satu dari sekian banyak
alasan bagi Presiden Soeharto dalam
mengeluarkan undang-
undang No 5 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah demi mewujudkan tujuan Trilogi Pembangunan4 yang
dicita-citakans
Dari
pelaksanaannya,
dapat
disimpulkan
bahwa
kekuasaan yang hegemonik dan monopilistik telah terbukti
mampu mereduksi konsep desentralisasi dan otonomi ideal
menjadi
sentralistis5s
Tak
hayal,
implementasinya
bertentangan dengan spirit demokrasi dan rasa keadilans
“Itulah sebabnya desentralisasi kewenangan di bidang politik
dan administrasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
wajib diberikans”6 Artinya, menurut hemat penulis, pengelolaan
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya sehari-hari
sudah sewajarnya telah menjadi tanggung jawab pemerintah
daerahs
Jika ditinjau lebih dalam, UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang
pemerintah Daerah, bersifat limitatif dan setengah hati dalam
3
4
5
6
Pemerintah orde Baru menetapkan prioritas pada stabilisasi ekonomi, terutama penurunan
tingkat inflasi yang telah mencapai 600 persen pada tahun 1965 dan 1966, perbaikan keuangan
pemerintah, dan rehabilitasi basis-basis ekonomi yang produktif. Pengoperasian kekuatankekuatan pasar digalakan dari sebelumnya, investasi modal asing diundang masuk, dan
bantuan (pinjaman) luar negeri dicari secara aktif.
Jullisar An-Naf, : Tinjauan Analitis Terhadap Model Pembangunan Indonesia, Jurnal
Kybernan, vol. 2, no. 1 maret 2011.
Sistem sentralistis lebih mengarah pada penyeragaman dibawah kendali pemerintah pusat.
Dalam masyarakat yang majemuk (pluralistis), bentuk ini tentu saja tidak menggambarkan
kenyataan yang ada sehingga berpotensi timbulnya ketidakpuasan masyarakat. Bahkan dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan, cenderung menimbulkan gejolak pemberontakan daerah
yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Djohan Dhohermansyah : Otonomi Daerah, Teori dan Praktek, Tulisan : Menyoal Revisi UU
Otonomi Daerah
pemberian otonom, sebab kontrol sepenuhnya masih dikuasai
pusats Ini dibuktikan dengan penerapan tiga asas dalam satu
sistem pemerintah daerah sekaligus, yakni asas dekosentrasi,
asas desentralisasi, dan asas pembantuans Hal ini tentunya
mengaburkan makna otonomi, sehingga dalam prakteknya
pemerintah pusat lebih menitikbertakan pada pelaksanaan asas
dekonsentrasis
Pertimbangan
dan
Tujuan
diselenggarakan
asas
dekosentrasi yaitu, efesisnsi dan evektiftas penyelenggaran
pemerintahs Tujuan tersebut memperkuat Dengan demikian,
pemerintahan orde baru karakteristik desentralisasi yang
terpeliharanya keserasian dalam pelaksanaan pembangunan
dan
terpiliharanya
kesatuan
Negara
Republik
Indonesias
Menurut, Mawhood yang dikutib Syarif, Dekonsentrasi adalah
“Dekonsentrasi,
dipersamakan
decentralisation
dan
defnisikan
administrative
responsibility
dengan
sebagai
from
administrative
“he
transfer
central
to
of
local
governments”.7
Artinya transfer kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah hanya bersifat urusan-urusan admintrastif
dan dalam bidang-bidang tertentu tanpa kewenangan lebih dan
bertanggungjawab
kepada
pemerintah
pusats
Namun,
pemberian kewenangan yang dimaksud dalam pasal 7 UU n0 5
tahun 1974 merupakan yang sewaktu-waktu bisa dirubah
sesuai kehendak pemerintahs Dengan kata lain, wewenang atau
urusun yang diserahkan kepada daerah dapat ditarik kembalis
Kewenangan yang tidak diserahkan kepada daerah berarti
tetap menjadi wewenang pemerintah pusats 8 Dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi maka dibentuk dan disusun
daerah tingkat II dan Tingkat IIs Pemerintah daerah adalah
kepala daerah dan dewan perwakilan daerah sebagaimana
7
8
Syarif Opcit. Hal 2
B.N. Marbun, SH. Otonomi Daerah 1945-2010, Proses dan Realita, Hal 93. Ed (Rev),
Pustaka Sinar Harapan Jakarta 2010
dijelaskan pasal 13 ayat 1s Ini melemahkan peran DPRDs
Kepala daerah memiliki kedudukan yang sejajar dengan DPRDs
Sebagaimana diketahui, pendidikan politik pada rezim orde
baru tidak berjalan akibat dari kebijakan Soeharto yang
menerapkan dwi fungsi ABRI di segala bidang dan sektor
pemerintahan, termasuk di bidang legislatif pusat sampai
daerahs Artinya, keberadaan ABRI dalam bidang legislatif dan
pemerintahan
difungsikan
untuk
mengontrol
dan
mengendalikan pembangunan yang saat itu difokuskan pada
sektor pertanian dan pedesaans
Sementara
itu,
kemandetan
desentralisasi
dalam
menciptakan stabilitas politik nasional juga terlihat, ketika
Soeharto memaksakan fusi partai-partai, dari 9 partai menjadi
3 partai, yakni PPP, PDIP di tengah dominasi Golkars Dengan
alasan stabilisasi, Soeharto mengurangi kegiatan Partai Politik
dan memandulkan peran DPR dan DPRDs Hal ini tentunya,
bertolak belakang dengan salah satu fokus desentralisasi dalam
perspektif
politik
yakni
penguatan
DPRs9
Alhasil,
semua
kekuatan politik praksis berpusat di Jakarta, dan Pemerintah
Pusat mengendalikan semua kekayaan Negaras Rezim orde
baru semakin berkuasa karena didukung penuh oleh militer,
depolitisasi sistematis oleh hampir semua intitusi sosialekonomis
Dalam
fskal
1999,
misalnya,
pemerintah
pusat
mengumpulkan 94 persen dari pendapatan pemerintah secara
umum dan sekitar 60 persen dari pengeluaran daerah dibiayai
oleh transfer dari pusats Sistem ini memperlemah hubungan
antara permintaan lokal dan pengambilan keputusan dalam hal
pelayanan publik lokal, mengurangi akuntabilitas lokal, dan
membuat alokasi yang bersifat ad hoc dari sumberdaya fskal di
seluruh daerahs10
9
10
Marbun, Opcit Hal 90
Muhammad Noor, Memahami Desentralisasi Indonesia, Interpena, Yogyakarta, 2012. Hal 55.
Pilihan
itu
mengontrol
untuk
ketat
menjamin
pemerintah
rantai
komando
dalam
dengan
tujuan
daerah
mempercepat pembangunan nasional yang menitikberatkan
pada
dua
aspek,
yakni
efektiftas
dan
efsiensi,
tetapi
mengenyampingkan aspek akuntabiltass Penekanan pada kedua
aspek tersebut, membuktikan pembangunan pada rezim orde
dijalankan dalam perspektif desentralisasi administrasi bukan
desentralisasi politiks Sebab, menurut Rondinelli (1983: 4),11
tujuan
utama
desentralisasi
pemerintah
yang
hendak
adalah
untuk
daerah
dicapai
melalui
meningkatkan
dalam
menyediakan
kebijakan
kemampuan
public
good
andservices, serta untuk meningkatkan efsiensi dan efektivitas
pembangunan ekonomi di daerahs
Desentralisasi
sejatinya,
berorientasi
pada
partisipasi
masyarakat, transparansi, keadilan dan kompetisi politik yang
sehat sebagai wujud idealnya demokrasis Dengan demikian
pada rezim orde baru, hakikat dari desentralisasi sebagai
wujud pemerintah yang demoktaris bisa dikatakan stagnann
bahkan nampaknya jauh dari harapans
Desentralisasi Era Revormasi
Reformasi pada tahun 1998 sebagai gerakan korektif
terhadap rezim orde baru, telah menandai beralihnya era
otoriter-sentralistis
ke
era
demokratis
partisipatifs
Hal
demikian turut berimplikasi secara langsung terhadap pola
hubungan antara pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahs
Hubungan pusat dan daerah
yang sebelumnya
bercorak
sentralistik diarahkan kepada politik desentralisasis
Perubahan
dikehendaki
dalam
reformasis
Pergeseran
sejumlah model dan paradigma pemerintahan daerah yang
terjadis
'Structural
efficiency
model'
yang
menekankan
efisiensi dan keseragaman pemerintahan lokal ditinggalkan
11
Syarif Opcit Hal 5.
dan dianut 'local democracy model's 12 Secara politik, setelah
pergeseran
model
tersebut
terjadi
pula pergeseran dari
pengutamaan dekonsentrasi ke pengutamaan desentralisasis
Hal ini ditandai dengan pengesahan UU Nomor 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No 25 Tahun
1999 tentang perimbangan Keuangan Antara Pusat Daerah
pada massa transisi era Presiden, BJ Habibies
Salah satu ketentuan penting di dalam UU No 2 tahun
1999 adalah DPRD di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
diberi kekuasaan politik yang lebih besars13 Sebelumnya, di
masa orde baru, pemerintah daerah lebih dikenal dengan
Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan Dati II). Desentralisasi
politik Baru benar-benar dijalankan disahkannya UU Nos 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menggariskan
daerah
provinsi
dan
daerah
kabupaten
atau
kota
menyelenggarakan otonomi seluas-luasnyas Otonomi daerah,
berpijak pada prinsip-prinsip dasar Federalisme14s
Pemilihan langsung kepala daerah diterapkan setalah
selama
25
tahun
kepemimpinan
daerah-daerah
dibawah
kekuasaan
mengalami
sentralistiss
krisis
Jadi,
desentralisasi memerlukan transfer kekuasaan politik, fskal,
dan pemerintahan kepada pemerintah daerahs DPRD mendapat
peran
signifkan
pemerintah
dalam
daerah
yang
menjalankan
dikepalai
fungsi
Walikota
pengawasan
dan
Bupatis
Artinya, secara politik, dapat dikatakan bahwa otonomi daerah
bertujuan
memberi
ruang
kompetisi
dalam
proses
kepemimpinan yang mampu menciptakan stabilitas di tengah
kompleksitas keberagamans
12
Bhenyamin Hoessein, dalam makalah “Perspektif Jangka Panjang Desentralisasi Dan
Otonomi Daerah” Disampaikan pada Diskusi Kebijakan Desentralisasi Dan Otonomi Daerah
Dalam Jangka Panjang BAPPENAS, tanggal 27 November 2002.
13
Wahyudi Kumorotomo, Desentralisasi Fiskal : Politik dan Perubahan Kebijakan 1974-2004,
Kencana Media, Jakarta, 2008. Hal 18
14
Federalisme dapat dipahami sebagai mekanisme berbagi kekuasaan secara konstitusional di
mana kombinasi dari berpemerintahan sendiri dan berbagi kekuasaan dijamin dalam konstitusi
tersebut.
Desentralisasi yang diwujudkan melalui otonomi daerah
juga dimaksudkan untuk menciptakan akuntabiltas pemerintahs
Akuntabilitas
adalah syarat kunci bagi terciptanya
good
governance dalam tujuan desentarlisasi, yakni demokratisasis
Jika tinjau dari tujuan, menurut Smith (1985), 15 memiliki tiga
tujuan utama, yakni desentralisasi sebagai political education
(pendidikan politik), to provide training in political leadership
(untuk latihan kepemimpinan) dan to create political stability
menciptakan Stabilitas Politiks Pendidikan politik sebagaimana
dimaksud Smith, adalah penyaluran partisipasi politik di
tingkat daerah dan mewujudkan stabilitas nasionals
Berangkat dari tujuan desentralisasi yang dipaparkan Smit
di atas dan orientasi dari pelaksanaan UU Nomor
maka,
penulis
politik
dominan
menyimpulkan,
dan
menjadi
karakteristik
tujuan
utama
32 2004,
desentralisasi
pelaksanaan
otonomi daerah di era reformasis Semangat desentalisasi politik
itu, tak disertai dengan disentralisasi fscals
Setelah para anggota parlemen menjadi lebih berkuasa
Karen desentralisasi, koalisi dan aliansi tersandera oleh pelaku
bisnis yang tidak hanya melibatkan birokrat tetapi juga anggota
DPRDs Apalagi dengan kontrol public yang belum berjalan
efektif di daerah, aliansi korup mulai merebak di saat kontrol
pusat mulai berkurangs
Hal ini dikarenakan, partai tidak betul-betul selektif dalam
memilih anggota partais Edukasi politik yang diamksud Smith
tidak berjalan karena orientasi partai bergeser dari mesin
pencetak pemimpin menjadi mesin pecentak uangs Belum lagi,
mahar dan menyuap16
kepada mahkamah konstitusi politik
yang dibebankan partai kepada calon kepala daerah untuk
diusung dalam pilkada yang bernilai Miliaran rupiahs Tak ayal,
15
16
Syarif LoCcit Hal 3.
Suap Akil Mokhtar, Bupati Morotai Divonis 4 tahun, Kompas.com. Rusli Sibua menyuap Akil
senilai 2 Miliar Rupiah. Sementara dalam pengakuan lain “of the record” saat penulis masih
aktif menjadi sebagai salah satu wartawan. Ia juga luput dari korban mahar politik sebesar 5
miliar rupiah untuk mencalonkan diri menjadi Bupati Morotai Periode 2011-2016.
banyak kepala derah yang tersandung korupsi17 karena sibuk
mengembalikan
kost
politik
selama
kampanyes
Dengan
demikian, menurut hemat penulis tujuan disentalisasi politik
untuk demokratisasi harus berkolerasi dengan undang-undang
partai politik, keuangan, serta undang khusus yang mengatur
etika
kepemimpinans
Hal
ini
dimaksudkan
agar
konfik
kepentingan di Legislative, Eksekuif, dan yudikatif tidak lagi
masif sehingga terceiptanya pemerintah yang akuntabel baik di
daerah maupun di tingkat nasionals
17
Data dari Kemendagri sejak 2004 hingga Februari 2013. Berdasarkan data tersebut, sedikitnya
291 kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota terlibat dalam kasus korupsi.
keterlibatan gubernur sebanyak 21 orang, wakil gubernur tujuh orang, bupati 156 orang, wakil
bupati 46 orang, wali kota 41 orang, dan wakil wali kota 20 orang. Tercatat 1.221 nama
pegawai pemerintah terlibat dalam kasus korupsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 877-nya
sudah menjadi terpidana. Sementara 185 orang lainnya sudah berstatus tersangka, sedangkan
112 orang lainnya sudah terdakwa, dan 44 nama tersisa masih dimintai keterangannya sebagai
saksi:
http://www.jpnn.com/read/2014/02/15/216728/318-Kepala-Daerah-Terjerat-Korupsidiunduh 10/21/2016 pukul 02.14WIB
Firjal
D
esentralisasi
diyakini
dan
akan
otonomi
mampu
daerah
di
mendekatkan
Indonesia
pelayanan
masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan
memupuk demokrasi local di tengah keberagaman agama, adat,
dan
budaya,
serta
luasnya
wilayah
dan
letak
georafss
Berdasarkan pada variasi lokalitas yang sangat beragam itu
pula,
maka
sangat
tepat
jika
pemerintah
menerapkan
desentralisasi dalam wujud yang nyata, yakni otonomi daerahs
Hal
ini
memberi
peluang
bagi
tiap
daerah
untuk
mengembangkan potensi alam dan sumber daya manusias Studi
desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dilakukan oleh
peneliti dan akademisis Tak sedikit dari fakta penelitian dan
analisis
mengungkap
belum
maksimalnya
pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesias
Dari berbagai hasil penelitian menyebutkan pasang surut
pelaksanaan
berlangung
desentralisasi
sejak
masa
dan
otonomi
kemerdekaan
daerah
hingga
saat
telah
inis
Pemegang rezim kekuasaan tampaknya menjadi salah satu
elemen yang turut memengaruhi perkembangan desentralisasi
dan otonomi daerah di Indonesias Bentuk serta dimensi derajat
desentralisasi dan otonomi daerah pun selalu berbeda sesuai
keingginan
pemegang
kekuasaans
Dengan
demikian,
karakteristik desentralisasi di Indonesia dapat dilihat sesuai
dengan tujuan dan orientasi pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemimpin yang berkuasas
Karakteristik desentralisasi di Indonesia, dapat dikaji
melalui Undang-Undang No 5 Tahun 1974, Tentang Pokok
Pemerintah Daerah pada Rezim Orde Baru, dan UndangUndang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerh, yang
kemudian
diubah
dan
dilengkapi
secara
mendalam
oleh
Undang No 32 Tahun 2004 yang mengatur sistem pemilihan
langsung kepala daerah, Provinsi, Kabupaten dan Kotas
Terlapas dari itu, sebagai sebuah konsep, desentralisasi
dalam perkembangannya sendiri oleh Slater dan Rondinelli
(1989-1990) sempat dipertentangkans Dibalik itu, keduanya
secara bersama mengungkap keunggulan dan kelemahan
perspektif desentralisasi politik dan perspektif desentralisasi
administrasis Perbedaan mendasar dua perspekstif ini terletak
pada rumusan defnisi dan tujuan desentralisasis Perspektif
desentralisasi politik mendefnisikan desentralisasi sebagai
devolusi kekuasaan (devolution of power) dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerahs Pada sisi lain, perspektif
desentralisasi
administrasi
desentralisasi
sebagai
(administrative
lebih
delegasi
authority)
dari
menekankan
wewenang
pemerintah
defnisi
administratif
pusat
kepada
pemerintah daerahs1
Desentralisasi yang utuh Parsons (1991) yang dikutip Drs
Syarif
Hidayat
mendefnisikan
kekuasaan
kekuasaan
dalam
Too
desentralisasi
pemerintahan
di
pusat
Much
sebagai
antara
dengan
Too
Soon
berbagi
kelompok
(2007)
(sharing)
pemegang
kelompok-kelompok
lainnya,
dimana masing-masing kelompok tersebut memiliki otoritas
untuk
mengatur
bidang-bidang
tertentu
dalam
lingkup
teritorial suatu negaras Berdasarkan perspektif politik, kata
desentralisasi telah digunakan untuk menjelaskan mekanisme
penyerahan
kekuasaan
dari
pemerintah
pusat
kepada
pemerintah daerahs Mekanisme ini untuk selanjutnya disebut
dengan desentralisasi politiks Dari sudut pandang administrasi
publik,
desentralisasi
didefnisikan
sebagai
pendelegasian
otoritas administrasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah
1
Syarif Hidayat : Jurnal Politik. Desentralisasi dan Otonomi daerah Dalam Perspektif StateSociety Relation Vol.1. No.1 2008.
daerah,
yang
selanjutnya
disebut
dengan
desentralisasi
bukanlah
sebuah
keniscahyaan,
administrasis2
Konsep
sehingga
desentralisasi
bisa
terlaksana
jika
pemerintah
daerah
diberi
kepercayaan dan otoritas (kewenangan) utuh untuk mengatur
dan
mengelola
urusan
bertanggungjawab
atas
domestik
kegagalan
saja,
dan
tetapi
juga
keberhasilannyas
Sementara pemerintah pusat hanya mengawasi dan memberi
dukungan kepada daerahs Dengan begitu, pemerintah pusat
hanya fokus pada urusan kebijakan nasional dan strategi pada
kompetisi globals
Namun, konsep Desentralisasi pada rezim orde baru tidak
dimplementasikan secara utuhs Alhasil, kesenjangan terjadi
antara
pusat
dan
daerah,
baik
dari
segi
pemerataan
pembangunan, pembagian, dan distribusi kewenangan, tingkat
kemakmuran, hingga pada persoalan pengelolaan sumber daya
alams Namun, sejak era reformasi bergulir, desentralisasi mulai
berbenah dengan mewujudkan dalam proyek besar otonomi
daerahs Atas dasar ini penulis memfokuskan pembahasan ini
pada karakteristik desentralisasi yang dijalankan pada masa
orde baru hingga saat ini, melalui dua perspektif yang telah
dibahas di awal yakni, prespektif desentralisasi politik dan
desentralisasi administrasis Kedua perspektif tersebut, memiliki
perbedaan defnisi, tujuan, dan fokus kebijakans Hal ini tentu
menjadi
dikotomi
yang
berpengaruh
signifkan
terhadap
pelaksanaan desentralisasi dalam sistem pemerintahan yang
demokratiss
Desentralisasi Era Orde Baru
Giatnya
menomorduakan
sosialisasi
pembangunan
pembangunan
Politiks
ekonomi
Stabilisasi,
Pertumbuhan, dan Pemerataan dijadikan sebagai tujuan utama
2
Ibid
proses pembangunan melalui
Rencana Pembangunan Lima
Tahun (REPELITA)s3 Namun, tulis White, Bs (1989) dikutip
Jullisar An-Naf menyatakan bahwa pembangunan pertanian dan
pedesaan juga menjadi titik tolak pembangunan yang saat itu
menjadi tujuan gandas Pertama, kebutuhan untuk menjamin
ketersediaan pangan di perkotaan dengan harga yang relatif
stabil; kedua, kebutuhan untuk menjaga kendali politik di
daerah pedesaans Hal itu menjadi salah satu dari sekian banyak
alasan bagi Presiden Soeharto dalam
mengeluarkan undang-
undang No 5 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah demi mewujudkan tujuan Trilogi Pembangunan4 yang
dicita-citakans
Dari
pelaksanaannya,
dapat
disimpulkan
bahwa
kekuasaan yang hegemonik dan monopilistik telah terbukti
mampu mereduksi konsep desentralisasi dan otonomi ideal
menjadi
sentralistis5s
Tak
hayal,
implementasinya
bertentangan dengan spirit demokrasi dan rasa keadilans
“Itulah sebabnya desentralisasi kewenangan di bidang politik
dan administrasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
wajib diberikans”6 Artinya, menurut hemat penulis, pengelolaan
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya sehari-hari
sudah sewajarnya telah menjadi tanggung jawab pemerintah
daerahs
Jika ditinjau lebih dalam, UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang
pemerintah Daerah, bersifat limitatif dan setengah hati dalam
3
4
5
6
Pemerintah orde Baru menetapkan prioritas pada stabilisasi ekonomi, terutama penurunan
tingkat inflasi yang telah mencapai 600 persen pada tahun 1965 dan 1966, perbaikan keuangan
pemerintah, dan rehabilitasi basis-basis ekonomi yang produktif. Pengoperasian kekuatankekuatan pasar digalakan dari sebelumnya, investasi modal asing diundang masuk, dan
bantuan (pinjaman) luar negeri dicari secara aktif.
Jullisar An-Naf, : Tinjauan Analitis Terhadap Model Pembangunan Indonesia, Jurnal
Kybernan, vol. 2, no. 1 maret 2011.
Sistem sentralistis lebih mengarah pada penyeragaman dibawah kendali pemerintah pusat.
Dalam masyarakat yang majemuk (pluralistis), bentuk ini tentu saja tidak menggambarkan
kenyataan yang ada sehingga berpotensi timbulnya ketidakpuasan masyarakat. Bahkan dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan, cenderung menimbulkan gejolak pemberontakan daerah
yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Djohan Dhohermansyah : Otonomi Daerah, Teori dan Praktek, Tulisan : Menyoal Revisi UU
Otonomi Daerah
pemberian otonom, sebab kontrol sepenuhnya masih dikuasai
pusats Ini dibuktikan dengan penerapan tiga asas dalam satu
sistem pemerintah daerah sekaligus, yakni asas dekosentrasi,
asas desentralisasi, dan asas pembantuans Hal ini tentunya
mengaburkan makna otonomi, sehingga dalam prakteknya
pemerintah pusat lebih menitikbertakan pada pelaksanaan asas
dekonsentrasis
Pertimbangan
dan
Tujuan
diselenggarakan
asas
dekosentrasi yaitu, efesisnsi dan evektiftas penyelenggaran
pemerintahs Tujuan tersebut memperkuat Dengan demikian,
pemerintahan orde baru karakteristik desentralisasi yang
terpeliharanya keserasian dalam pelaksanaan pembangunan
dan
terpiliharanya
kesatuan
Negara
Republik
Indonesias
Menurut, Mawhood yang dikutib Syarif, Dekonsentrasi adalah
“Dekonsentrasi,
dipersamakan
decentralisation
dan
defnisikan
administrative
responsibility
dengan
sebagai
from
administrative
“he
transfer
central
to
of
local
governments”.7
Artinya transfer kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah hanya bersifat urusan-urusan admintrastif
dan dalam bidang-bidang tertentu tanpa kewenangan lebih dan
bertanggungjawab
kepada
pemerintah
pusats
Namun,
pemberian kewenangan yang dimaksud dalam pasal 7 UU n0 5
tahun 1974 merupakan yang sewaktu-waktu bisa dirubah
sesuai kehendak pemerintahs Dengan kata lain, wewenang atau
urusun yang diserahkan kepada daerah dapat ditarik kembalis
Kewenangan yang tidak diserahkan kepada daerah berarti
tetap menjadi wewenang pemerintah pusats 8 Dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi maka dibentuk dan disusun
daerah tingkat II dan Tingkat IIs Pemerintah daerah adalah
kepala daerah dan dewan perwakilan daerah sebagaimana
7
8
Syarif Opcit. Hal 2
B.N. Marbun, SH. Otonomi Daerah 1945-2010, Proses dan Realita, Hal 93. Ed (Rev),
Pustaka Sinar Harapan Jakarta 2010
dijelaskan pasal 13 ayat 1s Ini melemahkan peran DPRDs
Kepala daerah memiliki kedudukan yang sejajar dengan DPRDs
Sebagaimana diketahui, pendidikan politik pada rezim orde
baru tidak berjalan akibat dari kebijakan Soeharto yang
menerapkan dwi fungsi ABRI di segala bidang dan sektor
pemerintahan, termasuk di bidang legislatif pusat sampai
daerahs Artinya, keberadaan ABRI dalam bidang legislatif dan
pemerintahan
difungsikan
untuk
mengontrol
dan
mengendalikan pembangunan yang saat itu difokuskan pada
sektor pertanian dan pedesaans
Sementara
itu,
kemandetan
desentralisasi
dalam
menciptakan stabilitas politik nasional juga terlihat, ketika
Soeharto memaksakan fusi partai-partai, dari 9 partai menjadi
3 partai, yakni PPP, PDIP di tengah dominasi Golkars Dengan
alasan stabilisasi, Soeharto mengurangi kegiatan Partai Politik
dan memandulkan peran DPR dan DPRDs Hal ini tentunya,
bertolak belakang dengan salah satu fokus desentralisasi dalam
perspektif
politik
yakni
penguatan
DPRs9
Alhasil,
semua
kekuatan politik praksis berpusat di Jakarta, dan Pemerintah
Pusat mengendalikan semua kekayaan Negaras Rezim orde
baru semakin berkuasa karena didukung penuh oleh militer,
depolitisasi sistematis oleh hampir semua intitusi sosialekonomis
Dalam
fskal
1999,
misalnya,
pemerintah
pusat
mengumpulkan 94 persen dari pendapatan pemerintah secara
umum dan sekitar 60 persen dari pengeluaran daerah dibiayai
oleh transfer dari pusats Sistem ini memperlemah hubungan
antara permintaan lokal dan pengambilan keputusan dalam hal
pelayanan publik lokal, mengurangi akuntabilitas lokal, dan
membuat alokasi yang bersifat ad hoc dari sumberdaya fskal di
seluruh daerahs10
9
10
Marbun, Opcit Hal 90
Muhammad Noor, Memahami Desentralisasi Indonesia, Interpena, Yogyakarta, 2012. Hal 55.
Pilihan
itu
mengontrol
untuk
ketat
menjamin
pemerintah
rantai
komando
dalam
dengan
tujuan
daerah
mempercepat pembangunan nasional yang menitikberatkan
pada
dua
aspek,
yakni
efektiftas
dan
efsiensi,
tetapi
mengenyampingkan aspek akuntabiltass Penekanan pada kedua
aspek tersebut, membuktikan pembangunan pada rezim orde
dijalankan dalam perspektif desentralisasi administrasi bukan
desentralisasi politiks Sebab, menurut Rondinelli (1983: 4),11
tujuan
utama
desentralisasi
pemerintah
yang
hendak
adalah
untuk
daerah
dicapai
melalui
meningkatkan
dalam
menyediakan
kebijakan
kemampuan
public
good
andservices, serta untuk meningkatkan efsiensi dan efektivitas
pembangunan ekonomi di daerahs
Desentralisasi
sejatinya,
berorientasi
pada
partisipasi
masyarakat, transparansi, keadilan dan kompetisi politik yang
sehat sebagai wujud idealnya demokrasis Dengan demikian
pada rezim orde baru, hakikat dari desentralisasi sebagai
wujud pemerintah yang demoktaris bisa dikatakan stagnann
bahkan nampaknya jauh dari harapans
Desentralisasi Era Revormasi
Reformasi pada tahun 1998 sebagai gerakan korektif
terhadap rezim orde baru, telah menandai beralihnya era
otoriter-sentralistis
ke
era
demokratis
partisipatifs
Hal
demikian turut berimplikasi secara langsung terhadap pola
hubungan antara pemerintah (pusat) dan pemerintah daerahs
Hubungan pusat dan daerah
yang sebelumnya
bercorak
sentralistik diarahkan kepada politik desentralisasis
Perubahan
dikehendaki
dalam
reformasis
Pergeseran
sejumlah model dan paradigma pemerintahan daerah yang
terjadis
'Structural
efficiency
model'
yang
menekankan
efisiensi dan keseragaman pemerintahan lokal ditinggalkan
11
Syarif Opcit Hal 5.
dan dianut 'local democracy model's 12 Secara politik, setelah
pergeseran
model
tersebut
terjadi
pula pergeseran dari
pengutamaan dekonsentrasi ke pengutamaan desentralisasis
Hal ini ditandai dengan pengesahan UU Nomor 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No 25 Tahun
1999 tentang perimbangan Keuangan Antara Pusat Daerah
pada massa transisi era Presiden, BJ Habibies
Salah satu ketentuan penting di dalam UU No 2 tahun
1999 adalah DPRD di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
diberi kekuasaan politik yang lebih besars13 Sebelumnya, di
masa orde baru, pemerintah daerah lebih dikenal dengan
Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan Dati II). Desentralisasi
politik Baru benar-benar dijalankan disahkannya UU Nos 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menggariskan
daerah
provinsi
dan
daerah
kabupaten
atau
kota
menyelenggarakan otonomi seluas-luasnyas Otonomi daerah,
berpijak pada prinsip-prinsip dasar Federalisme14s
Pemilihan langsung kepala daerah diterapkan setalah
selama
25
tahun
kepemimpinan
daerah-daerah
dibawah
kekuasaan
mengalami
sentralistiss
krisis
Jadi,
desentralisasi memerlukan transfer kekuasaan politik, fskal,
dan pemerintahan kepada pemerintah daerahs DPRD mendapat
peran
signifkan
pemerintah
dalam
daerah
yang
menjalankan
dikepalai
fungsi
Walikota
pengawasan
dan
Bupatis
Artinya, secara politik, dapat dikatakan bahwa otonomi daerah
bertujuan
memberi
ruang
kompetisi
dalam
proses
kepemimpinan yang mampu menciptakan stabilitas di tengah
kompleksitas keberagamans
12
Bhenyamin Hoessein, dalam makalah “Perspektif Jangka Panjang Desentralisasi Dan
Otonomi Daerah” Disampaikan pada Diskusi Kebijakan Desentralisasi Dan Otonomi Daerah
Dalam Jangka Panjang BAPPENAS, tanggal 27 November 2002.
13
Wahyudi Kumorotomo, Desentralisasi Fiskal : Politik dan Perubahan Kebijakan 1974-2004,
Kencana Media, Jakarta, 2008. Hal 18
14
Federalisme dapat dipahami sebagai mekanisme berbagi kekuasaan secara konstitusional di
mana kombinasi dari berpemerintahan sendiri dan berbagi kekuasaan dijamin dalam konstitusi
tersebut.
Desentralisasi yang diwujudkan melalui otonomi daerah
juga dimaksudkan untuk menciptakan akuntabiltas pemerintahs
Akuntabilitas
adalah syarat kunci bagi terciptanya
good
governance dalam tujuan desentarlisasi, yakni demokratisasis
Jika tinjau dari tujuan, menurut Smith (1985), 15 memiliki tiga
tujuan utama, yakni desentralisasi sebagai political education
(pendidikan politik), to provide training in political leadership
(untuk latihan kepemimpinan) dan to create political stability
menciptakan Stabilitas Politiks Pendidikan politik sebagaimana
dimaksud Smith, adalah penyaluran partisipasi politik di
tingkat daerah dan mewujudkan stabilitas nasionals
Berangkat dari tujuan desentralisasi yang dipaparkan Smit
di atas dan orientasi dari pelaksanaan UU Nomor
maka,
penulis
politik
dominan
menyimpulkan,
dan
menjadi
karakteristik
tujuan
utama
32 2004,
desentralisasi
pelaksanaan
otonomi daerah di era reformasis Semangat desentalisasi politik
itu, tak disertai dengan disentralisasi fscals
Setelah para anggota parlemen menjadi lebih berkuasa
Karen desentralisasi, koalisi dan aliansi tersandera oleh pelaku
bisnis yang tidak hanya melibatkan birokrat tetapi juga anggota
DPRDs Apalagi dengan kontrol public yang belum berjalan
efektif di daerah, aliansi korup mulai merebak di saat kontrol
pusat mulai berkurangs
Hal ini dikarenakan, partai tidak betul-betul selektif dalam
memilih anggota partais Edukasi politik yang diamksud Smith
tidak berjalan karena orientasi partai bergeser dari mesin
pencetak pemimpin menjadi mesin pecentak uangs Belum lagi,
mahar dan menyuap16
kepada mahkamah konstitusi politik
yang dibebankan partai kepada calon kepala daerah untuk
diusung dalam pilkada yang bernilai Miliaran rupiahs Tak ayal,
15
16
Syarif LoCcit Hal 3.
Suap Akil Mokhtar, Bupati Morotai Divonis 4 tahun, Kompas.com. Rusli Sibua menyuap Akil
senilai 2 Miliar Rupiah. Sementara dalam pengakuan lain “of the record” saat penulis masih
aktif menjadi sebagai salah satu wartawan. Ia juga luput dari korban mahar politik sebesar 5
miliar rupiah untuk mencalonkan diri menjadi Bupati Morotai Periode 2011-2016.
banyak kepala derah yang tersandung korupsi17 karena sibuk
mengembalikan
kost
politik
selama
kampanyes
Dengan
demikian, menurut hemat penulis tujuan disentalisasi politik
untuk demokratisasi harus berkolerasi dengan undang-undang
partai politik, keuangan, serta undang khusus yang mengatur
etika
kepemimpinans
Hal
ini
dimaksudkan
agar
konfik
kepentingan di Legislative, Eksekuif, dan yudikatif tidak lagi
masif sehingga terceiptanya pemerintah yang akuntabel baik di
daerah maupun di tingkat nasionals
17
Data dari Kemendagri sejak 2004 hingga Februari 2013. Berdasarkan data tersebut, sedikitnya
291 kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota terlibat dalam kasus korupsi.
keterlibatan gubernur sebanyak 21 orang, wakil gubernur tujuh orang, bupati 156 orang, wakil
bupati 46 orang, wali kota 41 orang, dan wakil wali kota 20 orang. Tercatat 1.221 nama
pegawai pemerintah terlibat dalam kasus korupsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 877-nya
sudah menjadi terpidana. Sementara 185 orang lainnya sudah berstatus tersangka, sedangkan
112 orang lainnya sudah terdakwa, dan 44 nama tersisa masih dimintai keterangannya sebagai
saksi:
http://www.jpnn.com/read/2014/02/15/216728/318-Kepala-Daerah-Terjerat-Korupsidiunduh 10/21/2016 pukul 02.14WIB