Metode Dan Pembelajaran Dan Kooperatif
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang
individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan
sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan
masa depan yang berbeda-beda. Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik
dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia
terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang saling
tenggang rasa. Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal
banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan
lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru
dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu
sama lain, menyusun kegiatan kelas sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep
dan keterampilan, cara mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama
lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu
sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau ketidakmampuan karena cacat.
Model pembelajaran kooperatif nampaknya merupakan jawaban atas pertanyaan
tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok yang terkelola dan
terorganisasikan sedemikian sehingga peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil
untuk mencapai tujuan-tujuan akademik, effektif dan sosial (Johnson dan Johnson,1989).
Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat lima prinsip yang harus tercermin
didalamnya.. lima prinsip tersebut adalah : 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung
jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses
kelompok (Lie, 2000). Dalam menyelesaikan tugasnya, peserta didik yang satu
membutuhkan peserta didik yang lain, karena mereka bekerja dalam satu team. Masingmasing peserta didik memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi pada
kelompoknya. Peserta didik yang paham terhadap salah satu tugas harus membantu
peserta didik lain yang belum memahami tugas tersebut. Demikian pula peserta didik
yang belum paham harus meminta penjelasan kepada yang telah paham. Mereka juga
1
harus berinteraksi satu sama lainnya melalui tatap muka dan komunikasi. Evaluasi
dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran
demikian akan mengeliminasi kompetisi yang menimbulkan krisis kepribadian seperti
frustasi, kecemasan yang berlebihan, dan rasa rendah diri yang berujubg pada motivasi
belajar yang rendah. Dari uraian diatas, nampak bahwa model pembelajaran koopertif
dapat menjadi solusi alternatif dalam mengurangi dampak krisis kepribadian sebagaiman
yang dikemukakan oleh Erikson.
B.
Rumusan Masalah
1. Pengertian pembelajaran kooperatif
2. Ciri khas model pembelajaran kooperatif
3. Landasan teoritis model kooperatif
4. Tujuan pembelajaran kooperatif
5. Sintaks atau fase model pembelajaran kooperatif
6. Tipe-tipe model pembelajaran kooperatif
7. Lingkungan belajar model pembelajaran kooperatif
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian pembelajaran kooperatif
2. Mengetahui ciri khas model pembelajaran kooperatif
3. Mengetahui landasan teoritis model kooperatif
4. Mengetahui tujuan pembelajaran kooperatif
5. Mengetahui sintaks atau fase model pembelajaran kooperatif
6. Mengetahui tipe-tipe model pembelajaran kooperatif
7. Mengetahui lingkungan belajar model pembelajaran kooperatif
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara
kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan
mereka sebuah atau beberapa tugas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil
untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada
gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan
bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri
mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
menganut paham konstruktivisme.
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan
menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran
kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan
pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang
3
untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya
menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran
secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikannya dengan temannya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang
didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas
pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama
antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif
merubah peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3
gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori
konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan
(konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.
B. Ciri Khas Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
memiliki ciri-ciri:
untuk
memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja
sama
kelompok
jika
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis
kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
penghargaan
lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Adapun ciri khas model pembelajaran kooperatif adalah terbentuknya kelompok
belajar, namun tidak semua belajar kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran
kooperatif.
C. Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori
pembelajaran sosial (Arends, 1997). Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu
pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik
4
selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer
begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi
untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan
bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dari
uraian di atas nampak bahwa guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran, sumber utama
pembelajaran, serta pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran
konvensional. Pusat pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam
model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber
belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar 4 kelompok, pemberi
motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik
agar memiliki ketrampilan kooperatif.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
a) Teori Konstruktivisme
b) Teori Vigotsky
a. Teori Konstruktivisme
Teori
Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran
yang
bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena
setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang
baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting,
tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting.
Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya
memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa membangun pemahamannya
5
terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif,
dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil
dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari
pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses
mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
b. Teori Vygotsky
Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia memiliki kesamaan
dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari Switzerland) dalam memandang
perkembangan kognitif anak Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat"
(sign system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap anak
sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky berbeda dalam
memandang
"pemicu"
perkembangan
kognitif
anak.
Ia
meyakini
bahwa
perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan masukan dari orang lain.
Vygotsky mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama, perkembangan
intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks pengalaman historis dan
budaya anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign
system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada simbol-simbol yang
diciptakan oleh budaya untuk membantu orang bertikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah. Teori Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama
dalam pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara kooperatif
dengan pengelompokkan peserta didik secara heterogen dari sisi kemampuan 5
akademik, dan kedua, pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya
scaffolding, dengan menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada
tugas belajarnya. (Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya peranan
lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipetipe manusia. Menurut Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial
ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
peserta didik. Pada setting kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir
6
teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten akan sangat efektif
dalam mendorong petrtumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal
Development) anak.
Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih
berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat
adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat ini.
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan
aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan
bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada
saat peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas
yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan
bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.
Pemahaman Kognitif
Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa
ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara
fisik dan pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga
mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam
mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil
pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui
pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki
pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya
menjadi obyektif Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu
struktur kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns
of behavior or thinking).
Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal pembelajaran, Duckworth
(Slavin, 1995) mengemukakan bahwa pedagogi yang balk harus melibatkan anak
pada situasi di mana anak mandiri melakukan percobaan, dalarn arti anak mencoba
segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tandatanda,
memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya,
mencocokkan apa yang la temukan dan membandingkan temuannya dengan anak
lain.
7
Scaffolding
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar
dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan,
menguraikan
masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan,
memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu
belajar mandiri.
Belajar Sosial
Teori John Dewey dan Herbert Thelan
Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari
masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan nyata.
Dewey menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan
demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas.
Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk belajar secara
kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang penting setiap hari.
Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik
belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta didik lain.
Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat
bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi. Thelan
tertarik dengan dinamika kelompok dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci
dan terstruktur dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptual
untuk pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).
D. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas
akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang sulit.
Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai macam latar belakang.
8
Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan
social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang
lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam
kelompok.
E. Sintaks/Fase Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Indikator
1 Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi
Aktivitas Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
dalam kelompok-kelompok
caranya membentuk kelompok belajar dan
belajar
membantu setiap kelompok agar melakukan
4 Membimbing kelompok
transisi efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
bekerja dan belajar
5 Evaluasi
pada saat mengerjakan tugas
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
6 Memberikan penghargaan
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun
kelompok.
F. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division),
tipe ini dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkins dan merupakan model pembelajaran kooperatif paling
sederhana (Ibrahim dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok memiliki
kemampuan akademik yang heterogen (Depelovment MA Project, 2002 : 31),
sehingga dalam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua
orang kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.
9
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap
anggota mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis,
maupun kemampuan.
Guru menyampaikan materi pelajaran.
Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja
akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran
yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota
kelompok.
Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak saling membantu.
Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi
pelajaran, dan kepada siswa secara indivual atau kelompok yang meraih prestasi
tinggi memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah:
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain
Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 72).
Sedangkan
kekurangan
pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD
adalah:
membutuhkan waktu yang lama
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
10
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72).
Tes, Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa
harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh
pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan
kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja
sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Penentuan Skor, Hasil kuis
atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa masukkan dalam
daftar skor individual, untuk melihat peningkatan kemampuan individual. Ratarata skor peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian
hasil kelompok.
2. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments ( TGT )
a. Pengertian
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau
model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya
dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games
Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied
Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns
Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis
kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam
kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT)
hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan
sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik.
Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang
setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur & Wikandari (2000)
menjelaskan bahwa Teams games tournament TGT telah digunakan dalam berbagai
macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan
11
pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti
perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.
b. Langkah-langkah pembelajaran TGT
Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran dan harus memberitahu siswa
agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada
fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor
kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.
Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)
Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6
orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi
kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji
materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan
akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis.
Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama
anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.
Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan.Materinya terdiri dari
sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru
pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah
memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya.
Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok
Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota setiap
kelompok, kemudian dicari rata-ratanya. Berdasarkan skor rata-rata kelompok akan
diperoleh gambaran perbedaan prestasinya. Dari skor rata-rata kelompok ini guru
dapat memberikan penghargaan kepada setiap kelompok berdasarkan kriteria seperti
pada tabel berikut.
Dari sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa pengetahuan tidak bersumber
dari guru, akan tetapi siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka
sendiri bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar
12
konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar
terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif
Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut
Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari
pembelajaran TGT antara lain:
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
Motivasi belajar lebih tinggi
Hasil belajar lebih baik
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan TGT adalah:
Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari
segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai
pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang
dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang
sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas
secara menyeluruh.
Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas
guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik
tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Pengertian
13
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas
Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan 5 atau 6
anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam
bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu
bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang
sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan
kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
a. Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu :
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan
verbal, buku teks, atau bentuk lain
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di empat
duduk masing-masing
Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa Nurhadi
dan Agus Gerrard, 2003 : 40)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa :
Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi, Beberapa aspek dari
tujuan dan motivasi siswa tidak berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru
yang berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan
mereka dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana
pelajaran itu terkait dengan pelajaran sebelumnya.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan
verbal, buku teks atau bentuk-bentuk lain, Menyajikan informasi verbal secara
jelas kepada siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya.
Petunjuk itu tidak akan diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk
menggaris bawahi suatu perhatian singkat tentang penggunaan buku teks.
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan
yaitu:
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain
Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya
14
Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).
4. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
a. Pengertian
Dalam Nurhadi (2005: 120), Frank Lyman (1981) think pair share merupakan
metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh siswa selama proses
pembelajaran dan memberikan kesempatan untuk bekeja sama antar siswa yang
mempunyai kemampuan heterogen. Dikemukakan oleh Lie (2002:56) bahwa, “think
pair share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri
dan bekerjasama dengan orang lain. Think pair share memiliki prosedur secara eksplisit
dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu
satu sama lain (Ibrahim, 2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja
sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil
secara kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan
diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik
model think pair share siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling
berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat
menjembatani dan mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain
yang sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model
ini adalah siswa dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat
saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk
mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk dipertahankan.
Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan
ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan ide-idenya dengan
15
orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan
kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.
Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan
jangka panjang.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share adalah model Pembelajaran yang dapat mengaktifkan
seluruh kelas karena siswa diberi kesempatan bekerja sendiri dan bekerja sama dengan
orang lain dalam kelompok kecil sehingga membantu siswa untuk respek pada orang lain
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa
dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan
menerima umpan balik.
Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model pembelajaran yang
menuntut siswa agar dapat berpikir sendiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain
dalam kelompok kecil dalam mengembangkan kemampuan sehingga 8 diperlukan
interaksi yang baik dalam membagi informasi untuk menyelesaikan permasalahan.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
Dalam Nurhadi (2005 :120), Lyman dan kawan-kawan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah I : thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan siswa
diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
Langkah II : pairing (berpasangan)
Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah dipikirkan.
Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah
diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya
guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah III : sharing (berbagi)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau
bekerja sama dengan secara kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka
bicarakan, langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu
16
ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan
tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
Sedangkan menurut Huda (2011 : 136), prosedur pembelajaran think pair share adalah
sebagai berikut :
1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat
anggota/siswa.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri
terlebih dahulu.
4. Kelompok
membentuk
anggotanya
secara
berpasangan.
Setiap
pasangan
mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.
5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk
mebagikan hasil diskusinya.
Dari langkah-langkah pembelajaran think pair share yang dikemukakan oleh kedua ahli,
belum dicantumkan sintaks pembelajaran kooperatif secara keseluruhan. Langkahlangkah dalam pembelajaranpun menggunakan kegiatan awal, inti dan akhir. Oleh
karena itu, peneliti menggunakan langkah-langkah pembelajaran think pair share
dengan menggabungkannya dengan sintaks pembelajaran kooperatif yakni sebagai
berikut:
A. Kegiatan Awal
1. Membuka pelajaran: memeriksa kesiapan peserta didik.
2. Guru
menyampaikan
tujuan
pembelajaran
yang
ingin
dicapai
dalam
pembelajaran.
3. Guru memberikan informasi dan menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan dan
direncanakan.
4. Guru membentuk kelompok
B. Kegiatan Inti
Tahap think:
5. guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
6. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendirisendiri terlebih dahulu.
Tahap pair :
17
7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan
mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.
8. Guru mengontrol kerja siswa dalam berdiskusi dan membantu siswa
mengarahkan jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami.
Tahap share :
9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing
untuk menshare hasil diskusinya.
10. Guru memimpin jalannya diskusi kelas.
C. Kegiatan Penutup
11. Guru memberi penguatan/penghargaan terhadap hasil diskusi.
12. Guru mengadakan evaluasi.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS
Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berempat
adalah sebagai berikut :
1. Mudah dipecah menjadi berpasangan.
2. Lebih banyak muncul ide.
3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.
4. Guru mudah memonitor.
Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut :
1. Butuh banyak waktu.
2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.
3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.
4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada kelompoknya.
5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.Perhatian anggota sangat
kurang.
5. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)
a. Pengertian
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
b. Langkah- langkah penerapan tipe NHT:
18
1.
Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2.
Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor
dasar atau skor awal.
3.
Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 45 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
4.
Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5.
Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama)
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk
oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
6.
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
7.
Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
8.
Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar
ke skor kuis berikutnya (terkini).
G. Lingkungan Belajar Model Pembelajaran Kooperatif
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi
dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana
mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan
kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam
mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya.
Lingkungan belajar dicirikan oleh proses demokratis dan peranan aktif siswa dalam
menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Lingkungan
belajar untuk dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif adalah meliputi :
Metode : metode mengajar yang dapat digunakan adalah penemuan, inkuiri, pemecahan
masalah, atau pemberian tugas melalui pendekatan kontekstual.
Media : buku siswa, LKS, modul
Peralatan/bahan : sesuai dengan materi
Prasarana/sarana : kelas yang dapat digunakan untuk diskusi kelompok
Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model
pembelajaran kooperatif sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan
kemampuan bekerjasama, berfikir kritis, dan kemampuan untuk membantu teman.
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompokkelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus
bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
a) Teori Konstruktivisme
b) Teori Vigotsky
Langkah – langkah model pembelajaran kooperatif
Fase
Indikator
1 Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi
Aktivitas Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
dalam kelompok-kelompok
caranya membentuk kelompok belajar dan
belajar
membantu setiap kelompok agar melakukan
4 Membimbing kelompok
transisi efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
20
bekerja dan belajar
5 Evaluasi
pada saat mengerjakan tugas
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
6 Memberikan penghargaan
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun
kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012.
Model
Pembelajaran
Inquiri.
(online)
(http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-inquiry.html
diakses pada 15 Oktober 2014).
Anonim. 2012. Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran Inkuiri. (online)
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tm_054161_chapter2.pdf
diakses pada 15 Oktober 2014).
Kunandar.2007. Guru Professional Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dan Sukses Dalam Sertifkasi Guru. Jakarta: Raja Grafndo.
Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
DanMenyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Muslich Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi StandarProses Pendidikan.
Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tabrani, Khadijah. 2012. Lingkungan Belajar Model Pembelajaran. (online)(http://
khadijahtabrani.blogspot.com/2012/07/lingkungan-belajar-modelpembelajaran.html, diakses tanggal 15 Oktober 2014).
21
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang
individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan
sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan
masa depan yang berbeda-beda. Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik
dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia
terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang saling
tenggang rasa. Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal
banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan
lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru
dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu
sama lain, menyusun kegiatan kelas sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep
dan keterampilan, cara mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama
lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu
sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau ketidakmampuan karena cacat.
Model pembelajaran kooperatif nampaknya merupakan jawaban atas pertanyaan
tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok yang terkelola dan
terorganisasikan sedemikian sehingga peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil
untuk mencapai tujuan-tujuan akademik, effektif dan sosial (Johnson dan Johnson,1989).
Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat lima prinsip yang harus tercermin
didalamnya.. lima prinsip tersebut adalah : 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung
jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses
kelompok (Lie, 2000). Dalam menyelesaikan tugasnya, peserta didik yang satu
membutuhkan peserta didik yang lain, karena mereka bekerja dalam satu team. Masingmasing peserta didik memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi pada
kelompoknya. Peserta didik yang paham terhadap salah satu tugas harus membantu
peserta didik lain yang belum memahami tugas tersebut. Demikian pula peserta didik
yang belum paham harus meminta penjelasan kepada yang telah paham. Mereka juga
1
harus berinteraksi satu sama lainnya melalui tatap muka dan komunikasi. Evaluasi
dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran
demikian akan mengeliminasi kompetisi yang menimbulkan krisis kepribadian seperti
frustasi, kecemasan yang berlebihan, dan rasa rendah diri yang berujubg pada motivasi
belajar yang rendah. Dari uraian diatas, nampak bahwa model pembelajaran koopertif
dapat menjadi solusi alternatif dalam mengurangi dampak krisis kepribadian sebagaiman
yang dikemukakan oleh Erikson.
B.
Rumusan Masalah
1. Pengertian pembelajaran kooperatif
2. Ciri khas model pembelajaran kooperatif
3. Landasan teoritis model kooperatif
4. Tujuan pembelajaran kooperatif
5. Sintaks atau fase model pembelajaran kooperatif
6. Tipe-tipe model pembelajaran kooperatif
7. Lingkungan belajar model pembelajaran kooperatif
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian pembelajaran kooperatif
2. Mengetahui ciri khas model pembelajaran kooperatif
3. Mengetahui landasan teoritis model kooperatif
4. Mengetahui tujuan pembelajaran kooperatif
5. Mengetahui sintaks atau fase model pembelajaran kooperatif
6. Mengetahui tipe-tipe model pembelajaran kooperatif
7. Mengetahui lingkungan belajar model pembelajaran kooperatif
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara
kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan
mereka sebuah atau beberapa tugas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil
untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada
gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan
bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri
mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
menganut paham konstruktivisme.
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan
menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran
kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan
pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang
3
untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya
menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran
secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikannya dengan temannya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang
didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas
pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama
antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif
merubah peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3
gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori
konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan
(konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.
B. Ciri Khas Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
memiliki ciri-ciri:
untuk
memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja
sama
kelompok
jika
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis
kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
penghargaan
lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Adapun ciri khas model pembelajaran kooperatif adalah terbentuknya kelompok
belajar, namun tidak semua belajar kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran
kooperatif.
C. Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori
pembelajaran sosial (Arends, 1997). Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu
pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik
4
selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer
begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi
untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan
bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dari
uraian di atas nampak bahwa guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran, sumber utama
pembelajaran, serta pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran
konvensional. Pusat pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam
model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber
belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar 4 kelompok, pemberi
motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik
agar memiliki ketrampilan kooperatif.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
a) Teori Konstruktivisme
b) Teori Vigotsky
a. Teori Konstruktivisme
Teori
Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran
yang
bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena
setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang
baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting,
tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting.
Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya
memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa membangun pemahamannya
5
terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif,
dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil
dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari
pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses
mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
b. Teori Vygotsky
Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia memiliki kesamaan
dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari Switzerland) dalam memandang
perkembangan kognitif anak Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat"
(sign system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap anak
sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky berbeda dalam
memandang
"pemicu"
perkembangan
kognitif
anak.
Ia
meyakini
bahwa
perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan masukan dari orang lain.
Vygotsky mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama, perkembangan
intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks pengalaman historis dan
budaya anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign
system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada simbol-simbol yang
diciptakan oleh budaya untuk membantu orang bertikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah. Teori Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama
dalam pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara kooperatif
dengan pengelompokkan peserta didik secara heterogen dari sisi kemampuan 5
akademik, dan kedua, pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya
scaffolding, dengan menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada
tugas belajarnya. (Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya peranan
lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipetipe manusia. Menurut Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial
ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
peserta didik. Pada setting kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir
6
teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten akan sangat efektif
dalam mendorong petrtumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal
Development) anak.
Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih
berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat
adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat ini.
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan
aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan
bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada
saat peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas
yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan
bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.
Pemahaman Kognitif
Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa
ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara
fisik dan pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga
mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam
mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil
pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui
pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki
pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya
menjadi obyektif Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu
struktur kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns
of behavior or thinking).
Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal pembelajaran, Duckworth
(Slavin, 1995) mengemukakan bahwa pedagogi yang balk harus melibatkan anak
pada situasi di mana anak mandiri melakukan percobaan, dalarn arti anak mencoba
segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tandatanda,
memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya,
mencocokkan apa yang la temukan dan membandingkan temuannya dengan anak
lain.
7
Scaffolding
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar
dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan,
menguraikan
masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan,
memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu
belajar mandiri.
Belajar Sosial
Teori John Dewey dan Herbert Thelan
Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari
masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan nyata.
Dewey menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan
demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas.
Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk belajar secara
kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang penting setiap hari.
Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik
belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta didik lain.
Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat
bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi. Thelan
tertarik dengan dinamika kelompok dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci
dan terstruktur dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptual
untuk pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).
D. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas
akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang sulit.
Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai macam latar belakang.
8
Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan
social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang
lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam
kelompok.
E. Sintaks/Fase Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Indikator
1 Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi
Aktivitas Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
dalam kelompok-kelompok
caranya membentuk kelompok belajar dan
belajar
membantu setiap kelompok agar melakukan
4 Membimbing kelompok
transisi efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
bekerja dan belajar
5 Evaluasi
pada saat mengerjakan tugas
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
6 Memberikan penghargaan
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun
kelompok.
F. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division),
tipe ini dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkins dan merupakan model pembelajaran kooperatif paling
sederhana (Ibrahim dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok memiliki
kemampuan akademik yang heterogen (Depelovment MA Project, 2002 : 31),
sehingga dalam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua
orang kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.
9
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap
anggota mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis,
maupun kemampuan.
Guru menyampaikan materi pelajaran.
Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja
akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran
yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota
kelompok.
Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak saling membantu.
Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi
pelajaran, dan kepada siswa secara indivual atau kelompok yang meraih prestasi
tinggi memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah:
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain
Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 72).
Sedangkan
kekurangan
pembelajaran
kooperatif
tipe
STAD
adalah:
membutuhkan waktu yang lama
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
10
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72).
Tes, Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa
harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh
pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan
kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja
sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Penentuan Skor, Hasil kuis
atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa masukkan dalam
daftar skor individual, untuk melihat peningkatan kemampuan individual. Ratarata skor peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian
hasil kelompok.
2. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments ( TGT )
a. Pengertian
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau
model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya
dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games
Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied
Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns
Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis
kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam
kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT)
hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan
sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik.
Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang
setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur & Wikandari (2000)
menjelaskan bahwa Teams games tournament TGT telah digunakan dalam berbagai
macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan
11
pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti
perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.
b. Langkah-langkah pembelajaran TGT
Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran dan harus memberitahu siswa
agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada
fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor
kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.
Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)
Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6
orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi
kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji
materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan
akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis.
Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama
anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.
Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan.Materinya terdiri dari
sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru
pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah
memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya.
Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok
Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota setiap
kelompok, kemudian dicari rata-ratanya. Berdasarkan skor rata-rata kelompok akan
diperoleh gambaran perbedaan prestasinya. Dari skor rata-rata kelompok ini guru
dapat memberikan penghargaan kepada setiap kelompok berdasarkan kriteria seperti
pada tabel berikut.
Dari sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa pengetahuan tidak bersumber
dari guru, akan tetapi siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka
sendiri bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar
12
konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar
terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif
Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut
Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari
pembelajaran TGT antara lain:
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
Motivasi belajar lebih tinggi
Hasil belajar lebih baik
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan TGT adalah:
Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari
segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai
pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang
dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang
sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas
secara menyeluruh.
Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas
guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik
tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Pengertian
13
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas
Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan 5 atau 6
anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam
bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu
bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang
sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan
kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
a. Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu :
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan
verbal, buku teks, atau bentuk lain
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di empat
duduk masing-masing
Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa Nurhadi
dan Agus Gerrard, 2003 : 40)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa :
Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi, Beberapa aspek dari
tujuan dan motivasi siswa tidak berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru
yang berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan
mereka dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana
pelajaran itu terkait dengan pelajaran sebelumnya.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan
verbal, buku teks atau bentuk-bentuk lain, Menyajikan informasi verbal secara
jelas kepada siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya.
Petunjuk itu tidak akan diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk
menggaris bawahi suatu perhatian singkat tentang penggunaan buku teks.
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan
yaitu:
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain
Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya
14
Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).
4. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
a. Pengertian
Dalam Nurhadi (2005: 120), Frank Lyman (1981) think pair share merupakan
metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh siswa selama proses
pembelajaran dan memberikan kesempatan untuk bekeja sama antar siswa yang
mempunyai kemampuan heterogen. Dikemukakan oleh Lie (2002:56) bahwa, “think
pair share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri
dan bekerjasama dengan orang lain. Think pair share memiliki prosedur secara eksplisit
dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu
satu sama lain (Ibrahim, 2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja
sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil
secara kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan
diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik
model think pair share siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling
berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat
menjembatani dan mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain
yang sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model
ini adalah siswa dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat
saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk
mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk dipertahankan.
Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan
ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan ide-idenya dengan
15
orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan
kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.
Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan
jangka panjang.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share adalah model Pembelajaran yang dapat mengaktifkan
seluruh kelas karena siswa diberi kesempatan bekerja sendiri dan bekerja sama dengan
orang lain dalam kelompok kecil sehingga membantu siswa untuk respek pada orang lain
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa
dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan
menerima umpan balik.
Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model pembelajaran yang
menuntut siswa agar dapat berpikir sendiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain
dalam kelompok kecil dalam mengembangkan kemampuan sehingga 8 diperlukan
interaksi yang baik dalam membagi informasi untuk menyelesaikan permasalahan.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
Dalam Nurhadi (2005 :120), Lyman dan kawan-kawan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah I : thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan siswa
diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
Langkah II : pairing (berpasangan)
Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah dipikirkan.
Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah
diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya
guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah III : sharing (berbagi)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau
bekerja sama dengan secara kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka
bicarakan, langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu
16
ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan
tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
Sedangkan menurut Huda (2011 : 136), prosedur pembelajaran think pair share adalah
sebagai berikut :
1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat
anggota/siswa.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri
terlebih dahulu.
4. Kelompok
membentuk
anggotanya
secara
berpasangan.
Setiap
pasangan
mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.
5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk
mebagikan hasil diskusinya.
Dari langkah-langkah pembelajaran think pair share yang dikemukakan oleh kedua ahli,
belum dicantumkan sintaks pembelajaran kooperatif secara keseluruhan. Langkahlangkah dalam pembelajaranpun menggunakan kegiatan awal, inti dan akhir. Oleh
karena itu, peneliti menggunakan langkah-langkah pembelajaran think pair share
dengan menggabungkannya dengan sintaks pembelajaran kooperatif yakni sebagai
berikut:
A. Kegiatan Awal
1. Membuka pelajaran: memeriksa kesiapan peserta didik.
2. Guru
menyampaikan
tujuan
pembelajaran
yang
ingin
dicapai
dalam
pembelajaran.
3. Guru memberikan informasi dan menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan dan
direncanakan.
4. Guru membentuk kelompok
B. Kegiatan Inti
Tahap think:
5. guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
6. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendirisendiri terlebih dahulu.
Tahap pair :
17
7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan
mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.
8. Guru mengontrol kerja siswa dalam berdiskusi dan membantu siswa
mengarahkan jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami.
Tahap share :
9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing
untuk menshare hasil diskusinya.
10. Guru memimpin jalannya diskusi kelas.
C. Kegiatan Penutup
11. Guru memberi penguatan/penghargaan terhadap hasil diskusi.
12. Guru mengadakan evaluasi.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS
Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berempat
adalah sebagai berikut :
1. Mudah dipecah menjadi berpasangan.
2. Lebih banyak muncul ide.
3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.
4. Guru mudah memonitor.
Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut :
1. Butuh banyak waktu.
2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.
3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.
4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada kelompoknya.
5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.Perhatian anggota sangat
kurang.
5. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)
a. Pengertian
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
b. Langkah- langkah penerapan tipe NHT:
18
1.
Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2.
Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor
dasar atau skor awal.
3.
Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 45 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
4.
Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
5.
Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama)
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk
oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
6.
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
7.
Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
8.
Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar
ke skor kuis berikutnya (terkini).
G. Lingkungan Belajar Model Pembelajaran Kooperatif
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi
dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana
mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan
kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam
mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya.
Lingkungan belajar dicirikan oleh proses demokratis dan peranan aktif siswa dalam
menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Lingkungan
belajar untuk dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif adalah meliputi :
Metode : metode mengajar yang dapat digunakan adalah penemuan, inkuiri, pemecahan
masalah, atau pemberian tugas melalui pendekatan kontekstual.
Media : buku siswa, LKS, modul
Peralatan/bahan : sesuai dengan materi
Prasarana/sarana : kelas yang dapat digunakan untuk diskusi kelompok
Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model
pembelajaran kooperatif sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan
kemampuan bekerjasama, berfikir kritis, dan kemampuan untuk membantu teman.
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompokkelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus
bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
a) Teori Konstruktivisme
b) Teori Vigotsky
Langkah – langkah model pembelajaran kooperatif
Fase
Indikator
1 Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi
Aktivitas Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
dalam kelompok-kelompok
caranya membentuk kelompok belajar dan
belajar
membantu setiap kelompok agar melakukan
4 Membimbing kelompok
transisi efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
20
bekerja dan belajar
5 Evaluasi
pada saat mengerjakan tugas
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
6 Memberikan penghargaan
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun
kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012.
Model
Pembelajaran
Inquiri.
(online)
(http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-inquiry.html
diakses pada 15 Oktober 2014).
Anonim. 2012. Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran Inkuiri. (online)
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tm_054161_chapter2.pdf
diakses pada 15 Oktober 2014).
Kunandar.2007. Guru Professional Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dan Sukses Dalam Sertifkasi Guru. Jakarta: Raja Grafndo.
Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
DanMenyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Muslich Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi StandarProses Pendidikan.
Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tabrani, Khadijah. 2012. Lingkungan Belajar Model Pembelajaran. (online)(http://
khadijahtabrani.blogspot.com/2012/07/lingkungan-belajar-modelpembelajaran.html, diakses tanggal 15 Oktober 2014).
21