INISIASI KONSTRUKSI HIJAU UNTUK PROYEK G

SEMINAR NASIONAL RITEKTRA

INISIASI KONSTRUKSI HIJAU UNTUK PROYEK GEDUNG
DI INDONESIA
Oleh :
Dr. Wulfram I. Ervianto

Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik-Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Makassar, 2 Agustus 2018

Pendahuluan (1)

2018

Konsentrasi CO2 di udara dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan terlebih setelah terjadi revolusi industri (Salim 2010, h.13).
Kwanda (2003) mengemukakan konsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi
global CO2 dan gas rumah kaca lainnya naik dua kali lipat pada tahun 1965-1998 yang berakibat pada perubahan iklim dunia.

Pendahuluan (2)


Komitmen Indonesia
Secara sukarela Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

Sebesar ± 26%
di tahun 2020 dari tingkat
emisi bussiness as usual atau
tanpa rencana aksi.

Sebesar ± 41%
di tahun 2020 bila
mendapatkan dukungan
pendanaan internasional.

Pendahuluan (3)

Gambar 1. Kerangka pikir

Proyeksi Lokasi Tinggal Penduduk di Indonesia (1)


Proyeksi Jumlah Kota di Indonesia (2)

Proyeksi Lokasi Tinggal Penduduk di Indonesia (2)

Tren Lokasi Tinggal Penduduk
Data yang terkait dengan komposisi penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan menjadi
informasi penting karena peran pedesaan akan tereduksi khususnya sebagai penyangga pangan
nasional (gambar 1).

Kesenjangan
Desa-Kota

Peran desa akan
berkurang sebagai
penyangga pangan.

Dampak Overpopulasi dan Migrasi Terhadap Lingkungan

Persoalan 2
Migrasi penduduk

(desa → kota)

Persoalan 1
Overpopulasi

Emisi CO2

?

Kebutuhan infrastruktur
cenderung ↑↑↑

Penggunaan
sumber daya alam
tak terbarukan ↑↑↑

Emisi CO2

Persoalan 3
Overkonsumsi

Emisi CO2

Proses
Produksi

Transportasi

?

?

Emisi CO2

Aktivitas
konstruksi
↑↑↑
Pendekatan ?

Limbah dan
polusi ↑↑↑


Dampak negatif
lingkungan ↑↑↑

?

?

Kontributor besar terhadap dampak lingkungan adalah: jumlah populasi manusia yang bertumbuh (overpopulasi), eksploitasi dari konsumsi yang berlebihan
(overkonsumsi), penggunaan sumberdaya tak terbarukan, proses pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap pakai, dan masalah transportasi (Rumah Ide
2007).
Hal yang sama disampaikan oleh Choesin et al. (2004) yang menyatakan bahwa overpopulasi dan overkonsumsi menyebabkan dampak lingkungan yang besar.
ASEAN Centre for Energy (ACE) mengindikasikan bahwa 48% pemanasan global dihasilkan oleh bangunan. Dari sudut pandang lingkungan hidup, sektor
konstruksi merupakan pengguna sumberdaya alam yang sangat besar serta memproduksi limbah dan polusi dalam jumlah yang sangat besar, sementara itu
gedung dan perumahan juga menjadi pengguna energi yang cukup signifikan untuk menghasilkan gas rumah kaca (Badan Standarisasi Nasional 2008).

Tren Nilai Konstruksi

Nilai Konstruksi Yang Diselesaikan
(dalam juta rupiah)

400,000,000
350,000,000
300,000,000
250,000,000
200,000,000
150,000,000
100,000,000
50,000,000
0
2004

2005

2006

2007

Konstruksi Bangunan Gedung

2008


2009

2010

2011

2012

Konstruksi Bangunan Sipil

2013

2014

2015

2016

Konstruksi Khusus


Gambar 2. Nilai konstruksi yang diselesaikan di Indonesia

Perlu pendekatan yang mampu mengakomodasi isu
lingkungan namun pembangunan tetap dilaksanakan.

Konstruksi Hijau

Pendekatan Konstruksi Hijau

Perilaku
Penyedia Jasa

Pendekatan
green construction
Perusahaan ramah
lingkungan

Hutan legal


Rendah karbon
Transportasi ramah
lingkungan

Konstruksi
hijau

Regulasi isu ramah
lingkungan

Minimum limbah
Minimum limbah

Energi terbarukan

Maksimum
“nilai”
Produk ramah
lingkungan


Gambar 3. Komponen input dalam konstruksi hijau

Pendekatan
lean construction

Biaya Pengelolaan Emisi Co2

Gambar 4. Emisi CO2 dan biaya pengelolaan

Pengelolaan Hutan

BIAYA PENGELOLAAN EMISI SETIAP TAHAP

#1

Konstruksi

Transportasi

Operasional


Dekontruksi/demolisi

#2
Industri

Limbah

Energi

#5
#4
#3

#1- Emisi Co2 → Sektor Kehutanan → “Deforestasi” (2)

#2

#1

#3

#4
#5
#7

Luas Deforestasi

#6

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kalimantan : 229,8 ribu ha.
Sumatera : 127 ribu ha.
Sulawesi : 70,8 ribu ha.
Papua : 48,6 ribu ha.
Maluku : 23 ribu ha.
Nusa Tenggara : 14,5 ribu ha.
Jawa : 5,5 ribu ha.

Kemampuan Hutan Dalam Menyerap Emisi
Meicer (2000) dalam Ginoga et al. (2004) menyatakan bahwa jumlah CO2 yang dapat diserap hutan
adalah ± 2 giga ton CO2 /tahun.
Sumber : http://www.forda-mof.org/files/01_AhmadJunaedi_klm.pdf

#1- Emisi Co2 → Sektor Kehutanan → “Deforestasi” (2)
Luas Deforestasi Indonesia
tahun 1996 s/d 2017

APL : Area Penggunaan Lain

Persepsi Positif
Sudah ada kesadaran tidak
menebang hutan secara ilegal

Persepsi Negatif
Tidak ada lagi hutan yang dapat
ditebang.

#2-emisi Co2 → Sektor Transportasi (1)

Penggunaan kendaraan
dengan prinsip “Rendah”

Rendah polusi dan
emisi

Rendah biaya

Rendah konsumsi
sumber daya

Rendah tingkat
kecelakaan

Dipengaruhi oleh :







Teknologi kendaraan
Tahun pembuatan
Jenis bahan bakar
Kondisi mesin
Cara mengemudi
Kondisi lalu lintas

Pada kecepatan rendah karena
kemacetan, maka pembakaran bahan
bakar menjadi tidak sempurna sehingga
menghasilkan gas CO lebih banyak.

#2-emisi Co2 → Sektor Transportasi (2)

Melakukan pengujian kendaraan bermotor secara berkala dan teratur
sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

khususnya pasal 53

Memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang
menguji sedikitnya 13 komponen.

Antara lain → Kendaraan laik emisi gas buang sesuai standar.
→ Tingkat kebisingan.

Kota Termacet Dunia

20 Kota Besar Termacet Dunia

1. Los Angeles, Amerika Serikat.
2. Moscow, Rusia.
3. New York, Amerika Serikat.
4. Sao Paolo, Brasil.
5. San Fransisco, Amerika Serikat.
6. Bogota, Kolombia.
7. London, Inggris.
8. Maginitogorsk, Rusia.
9. Yurga, Rusia.
10. Atlanta, Amerika Serikat.

11. Aerodromnyy, Rusia.
12. Paris, Prancis.
13. Caracas, Venezuela.
14. Miami, Amerika Serikat.
15. Kansk, Rusia.
16. Bangkok, Thailand.
17. Jakarta, Indonesia.
18. Washington, Amerika Serikat.
19. Boston, Amerika Serikat.
20. Istanbul, Turki.

Sumber: https://www.merdeka.com/dunia/jakarta-urutan-ke-17-kota-termacet-sedunia.html
diakses tanggal 10 Juli 2018.

#2-emisi Co2 → Sektor Transportasi (3)

Persoalan Kemacetan di Jalan Raya
Tabel 2. Emisi CO2 akibat kondisi lalu lintas/kemacetan di jalan raya untuk satu kendaraan
No.

Kota

Kemacetan
Jam/tahun*

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jakarta
Bandung
Padang
Yogyakarta
Malang
Medan
Pontianak
Semarang
Surabaya
Denpasar

63
46
45
45
45
42
40
37
37
30

Konsumsi
Bahan bakar
rata-rata/jam
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter
7 s/d 10 liter

Konversi
bahan bakar diesel
(kg. CO2/liter)
2,66
2,66
2,66
2,66
2,66
2,66
2,66
2,66
2,66
2,66

*Lama waktu yang dihabiskan pengendara ketika macet dalam jam/tahun

Sumber : https://properti.kompas.com/read/2018/02/25/182046621/ini-10-kota-termacet-di-indonesia

Emisi CO2
(kg)

1.173,05
856,52
837,90
837,90
837,90
782,40
744,80
688,94
688,94
558,60

s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d
s/d

1.675,8
1.223,6
1.197,0
1.197,0
1.197,0
1.117,2
1.064,0
984,2
984,2
798,0

#2-emisi Co2 → Sektor Transportasi (4)
Jumlah Kendaraan di Jakarta

Gambar. Jumlah Kendaraan Bermotor di Jakarta

https://jakarta.bps.go.id

#2-emisi Co2 → Sektor Transportasi (5)
Distribusi Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Jakarta
Tahun 2016 dalam (%)
37.66

15.10

Baik

Sedang

0.55

0.00

Rusak Ringan

Rusak Berat

Gambar : Distribusi panjang jalan menurut kondisi jalan
Sumber: Buku Informasi Statistik, 2017.

Jalan tidak mantap :
• Jalan dalam keadaan rusak ringan
• Jalan dalam keadaan rusak berat.

Kecepatan kendaraan relatif stabil
sehingga emisi CO2 relatif rendah.

#2-emisi Co2 → Sektor Transportasi (6)

Distribusi Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di
Indonesia Tahun 2016 (Dalam %)
45.09

21.4

Baik

Sedang

23,51 %
16.1

17.41

Rusak

Rusak Berat

Gambar : Distribusi panjang jalan menurut kondisi jalan
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016.

Jalan rusak

Kecepatan relatif
rendah

Emisi CO2 ↑↑↑

#3-emisi Co2 → Sektor Limbah Konstruksi (1)

Biaya buang limbah
California dan Vermont: ± $10-$100/ton

Sumber: Rogoff dan Williams, (1994)

Sumber: Craven dkk, (1994)

Sumber: Ferguson, (1995)

#3-emisi Co2 → Sektor Limbah Konstruksi (2)

?
Indonesia
Sumber: Heino, (1994)

Sumber: Hanish, et al (1991) dalam Brooks et.al. (1994)

Sumber: Lanting, (1993)

#3-emisi Co2 → Hambatan Pengelolaan Limbah (3)
#21,5 dari 22 negara → barrier 89%

I : Incentive to recycling
B : Barrier to recycling

#3-emisi Co2 → Hambatan Pengelolaan Limbah (4)

Hambatan Pengelolaan Limbah Di Indonesia
(± 89%)
Kebijakan pemerintah.

Pendidikan dalam rumah
tangga.

Pendanaan pemerintah.

Adminsitrasi manajemen
limbah padat di perkotaan*

Karakterisasi limbah.

Pasar lokal material daur
ulang.

Pengumpulan atau
tersegregasi limbah.

Persoalan teknologi dan
sumberdaya manusia.

* MSWMA : Municipal Solid Waste Management Administration.

#4 : Sektor Industri

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Bab I, Pasal 1, Poin 3. → Definisi Industri Hijau adalah:
Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan
industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi
masyarakat.

Greenship Existing Building Versi 1.0., GBCI 2011
Material ramah lingkungan adalah :
1. Produksi regional.
2. Bersertifikat SNI/ISO/Ecolabel.
3. Material yang dapat diaur ulang (recycle).
4. Material bekas (reuse).
5. Material terbarukan (renewable).
6. Material modular atau prafabrikasi.
7. Kayu bersertifikat.
8. Insulasi yang tidak mengandung styrene.
9. Plafon atau partisi yang tidak mengandung asbestos.
10. Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi rendah.
11. Produk cat dan karpet yang beremisi VOC rendah.

Dampak ?
Aspek biaya
↑↑↑

#5 : Sektor Energi
Energi Ramah Lingkungan dan Terbarukan
Aspek Positif

 Energi yang dihasilkan tidak akan
habis dan selalu tersedia sehingga
tidak terjadi kelangkaan.
 Energi alternatif tidak menghasilkan
limbah yang akan membahayakan
lingkungan dalam jangka panjang.

 Sumber energi seperti sinar matahari,
angin, dan air hanya membutuhkan
biaya awal untuk instalasi sehingga
untuk kemudian dapat berjalan
dengan sendirinya secara gratis.
 Memiliki pasokan energi yang
melimpah. Misalkan jika berada di
daerah dengan banyak sinar matahari,
maka anda akan memiliki banyak
pasokan energi surya.
 Tidak mencemari lingkungan.

Aspek Negatif

 Ketersediaan teknologi untuk efisiensi
penyimpanan energi yang masih terbatas.
 Biaya instalasi awal untuk pembangkit listrik
dari energi alternatif relatif tinggi atau mahal.
Contohnya, bendungan perlu dibangun untuk
membuat pembangkit listrik tenaga air.
 Sumber energi alternatif sangat tergantung
pada faktor-faktor alami. Misalnya, jika terjadi
kemarau panjang, tingkat produksi pembangkit
listrik tenaga air akan terhambat. Demikian
pula tanpa sinar matahari yang cukup, listrik
yang dihasilkan juga akan berkurang.
 Pembangkit dari sumber energi alternatif belum
bisa beroperasi seefisien sumber energi
konvensional. Teknologi yang tersedia saat ini
belum cukup mampu menggantikan energi
konvensional dengan energi alternatif.

Model Assesment Green Construction (1)

Model Assesment Green Construction (2)

Model Assesment Green Construction (3)

Capaian Green Construction (4)

Kontraktor Tidak Green

Kontraktor Green

SWASTA

Perencanaan Tidak Green

Perencanaan Green

I

II

NGC:16,04

NGC: 16,23

BUMN

BUMN

Gedung DPRD Medan

Condotel Jineng Bali

Hotel Mercure
Legian

Hotel Ritz
Carlton Ubud

SWASTA
NGC:10,68

NGC: 9,34

Bandara
Ngurah Rai

Rumah Sakit
Jiwa Bangli

BUMN
NGC:15,43

BUMN

Praktek Terbaik Green Construction di Indonesia
Sumber: Ervianto, W.I., 2014

Uji Coba Model Penilaian Green Construction
Dalam Proyek Dibedakan Berdasarkan
Kepemilikan Perusahaan

66.67%

33.33%

NGC:16,83
BUMN, telah mengimplementasikan SMK3

III
NGC : Nilai Green Construction

IV

Swasta, belum mengimplementasikan SMK3

Green Road

Salah satu Instrumen Penilai Untuk Jalan Raya di Indonesia
PEMERINGKATAN JALAN HIJAU
(GREEN ROAD RATING )

Disusun oleh Pusjatan

SIMPULAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:
 Pendekatan terbaik yang digunakan untuk mencapai ramah lingkungan dapat
dimulai dengan mengadopsi prinsip ramah lingkungan yang diawali dari sektor
yang membutuhkan biaya terkecil, yaitu : sektor energi, sektor industri, sektor
limbah, sektor transportasi, dan sektor kehutanan.


Dalam mencapai peringkat tertentu dalam konstruksi hijau untuk gedung perlu
mengadopsi indikator dalam Greenship mengingat sistem ini yang digunakan di
Indonesia.



Melakukan edukasi bagi pelaku konstruksi di sektor praktis melalui mekanisme
internal kolaborasi antar penyedia jasa yang didasarkan pada kualifikasi
perusahaan.

Terima Kasih

Perkembangan Jumlah Kendaraan
di Indonesia

Sumber
https://www.bps.go.id/linkTableDi
namis/view/id/1133