PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR T

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES,
KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Heru Hendrayana 1
Rezha Ramadhika 2
1,2

Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
* Email : heruha@ugm.ac.id

SARI
Konservasi air tanah merupakan salah satu komponen penting dalam pengelolaan air tanah
sebagai upaya mencegah degradasi kuantitas dan kualitas air tanah. Maksud dari penelitian ini
adalah untuk menentukan langkah perlindungan air tanah melalui tindakan konservasi air tanah,
sehingga dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pelaksanaan program pengelolaan air
tanah di Kabupaten Kulon Progo. Tujuan dari penelitian ini adalah (a) mengetahui konfigurasi dan
sistem akuifer cekungan air tanah, (b) menentukan kondisi batas cekungan air tanah secara lateral

dan vertikal, (c) menentukan nilai dari parameter yang digunakan dalam penentuan zona konservasi,
dan (d) menentukan zona konservasi air tanah. Metode yang digunakan untuk penentuan zona
konservasi cekungan air tanah dengan menentukan nilai parameter zona konservasi, yaitu: (a)
keterdapatan dan potensi air tanah, (b) perubahan kedudukan muka air tanah, (c) perubahan kualitas
air tanah, (d) perubahan lingkungan air tanah, (e) ketersediaan sumber air selain air tanah, (f)
prioritas pemanfaatan air tanah, serta (g) kepentingan masyarakat dan pembangunan. Dengan teknik
pembobotan dan penampalan dari setiap parameter dapat ditentukan zona konservasi air tanah pada
daerah penelitian. Hidrogeologi daerah penelitian merupakan sistem akuifer pantai (Coastal Aquifer
System) tersusun oleh Subsistem Aluvial Pantai (endapan pasir -lempung dan lensa-lensa pasir) dan
Subsistem Gumuk Pasir (endapan pasir lepas). Dasar akuifer tersusun oleh batuan tersier bersifat
relatif kedap air. Tipe akuifer utama adalah akuifer bebas dengan ketebalan semakin bertambah dari
utara ke selatan. Arah aliran air tanah relatif utara – selatan. Zona konservasi air tanah di daerah
penelitian terbagi menjadi 3 zona, yaitu Zona Aman I, Aman II dan Rawan.
Kata kunci: Cekungan Air Tanah, Konfigurasi dan Sistem Akuifer, Zona Konservasi

I.

Wates dan pengelolaan air tanah secara
berkelanjutan dapat tercapai.


PENDAHULUAN

Pada umumnya kegiatan manusia
mempengaruhi kondisi lingkungan, khususnya
lingkungan air tanah akibat kegiatan industri,
daerah permukiman dan kegiatan pertanian.
Menurut Hendrayana dan Putra, 2008, dalam
upaya mencegah degradasi kuantitas dan
kualitas air tanah, konservasi air tanah
merupakan salah satu komponen penting
dalam
pengelolaan
air
tanah
yang
berkelanjutan.
Dalam
penentuan
zona
konservasi perlu dilakukan identifikasi

geometri dan konfigurasi Cekungan Air Tanah
Wates (CAT Wates) untuk mengetahui ruang
lingkup daerah penelitan. Hasil dari penelitian
ini menghasilkan geometri dan konfigurasi
sistem akuifer dan zona konservasi pada CAT
Wates. Dengan demikian, hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat digunakan untuk menjadi
acuan pemerintah dalam melaksanakan
program kerja kegiatan konservasi di CAT

II.

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Peneliti Terdahulu
Fitriany dan Suharyadi (1999) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa aliran air
tanah di daerah gumuk pasir pantai terbagi
menjadi dua yakni aliran air tanah yang
mengalir ke utara dan ke selatan.

Siregar dan Suharyadi (1999) dalam
penelitiannya menerangkan kualitas air tanah
di Daerah Gumuk Pasir belum terpengaruh
intrusi air laut.
Kusumayudha (2010) menyatakan bahwa
akuifer pada batuan vulkanik di daerah
Kulon Progo merupakan akuifer retakan
tidak tertekan. Pada batuan tersebut terdapat
kekar-kekar yang relatif rapat sehingga
membentuk retakan-retakan.
Celah-celah

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA
retakan terisi oleh air tanah sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai akuifer retakan.
II.2. Kondisi Geologi Regional
II.2.1.Geomorfologi Regional
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah

penelitian
secara
geomorfologi
dapat
dibedakan menjadi 6 (enam) satuan
geomorfologi sebagai berikut: (a) Satuan
Pegunungan Kulon Progo, (b) Satuan
Perbukitan Sentolo, (c) Satuan Teras Progo,
(d) Satuan Dataran Aluvial, (e) Satuan Dataran
Pantai dan (f) Satuan Gumuk Pasir.
II.2.2. Stratigrafi Regional
Menurut penelitian Rahardjo, 1977,
Cekungan Air Tanah Wates terdiri dari 2 (dua)
formasi berumur Tersier dan 2 (dua) formasi
berumur Kuarter.
Batuan Tersier ini merupakan basement
dari CAT Wates yaitu Formasi Kebo Butak
dan Formasi Sentolo. Sedangkan batuan
kuarter merupakan pengisi dari cekungan air
tanah, meliputi Formasi Volkanik Merapi

Muda dan Endapan alluvium.

III.

METODE PENELITIAN
Dalam metodologi penentuan Zona
Konservasi Air Tanah CAT Wates yang
pertama kali dilakukan adalah menentukan
konfigurasi dan geometri sistem akuifer dari
CAT tersebut dengan korelasi data hasil survey
geolistrik yang tersebar di CAT Wates, baik
yang berasal sekunder maupun data primer.
Kemudian pengumpulan data yang diperlukan
sebagai parameter konservasi air tanah. Setelah
itu dengan metode AHP (Analytical Hierarchy
Process) dilakukan pembobotan sesuai
prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah.
Terakhir
dilakukan penampalan untuk
mendapatkan zona konservasi air tanah dan

peta prioritas pengelolaan zona konservasi air
tanah.
Secara rinci dapat dilihat pada diagram
alir (lihat Gambar 1).

IV.

DATA DAN ANALISIS
IV.1. Penentuan Batas CAT Wates
Cekungan Air Tanah (CAT) atau
groundwater basin adalah suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat
semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air
tanah berlangsung (PP No. 43, 2008).

Berdasarkan hasil identifikasi oleh Badan
Geologi, Departemen ESDM, tahun 2007,
maka Cekungan Air Tanah Wates merupakan
CAT No. 45, yang secara administrasi

termasuk wilayah Kabupaten Kulon Progo.
Dengan demikian Cekungan Air Tanah ini
merupakan Cekungan Air Tanah dalam satu
wilayah Kabupaten. Peta Batas Cekungan Air
Tanah Wates dapat dilihat pada Gambar 2.
IV.1.1. Batas Horisontal CAT Wates
Tipe dan batas horisontal CAT Wates
dapat ditentukan dari hasil korelasi data survey
geolistrik sebagai berikut (lihat (Gambar 3):
(a) Batas Horisontal H2 (Groundwater Divide),
(b) Batas Horisontal H3 (External HeadControlled Boundary), (c) Batas Horisontal H4
(Inflow Boundary) dan (d) Batas Horisontal H5
(Outflow Boundary).
IV.1.2. Batas Vertikal CAT Wates
Tipe dan batas vertikal CAT Wates dapat
ditentukan dari hasil korelasi data survey
geolistrik sebagai berikut (lihat Gambar 4) : (a)
Batas Vertikal V1 (Free Surface Boundary).
(b) Batas Vertikal V2 (Internal HeadControlled Boundary) dan (c) Batas Vertikal
V3 (Internal Zero-Flow/No Flow Boundary).

IV.2. Konfigurasi Sistem Akuifer CAT
Wates
Berdasarkan
konsep
satuan
hidrostratigrafi, maka konfigurasi sistem
akuifer di CAT Wates termasuk ke dalam
Sistem Akuifer Pantai (Coastal Aquifer
System) dan memiliki 2 (dua) subsistem (lihat
Gambar 4) yaitu :
 Subsistem
Alluvial
Pantai
(Kelompok Akuifer 1)
 Subsistem Gumuk Pasir (Kelompok
Akuifer 2)
 Dasar Akuifer / Kelompok Non
Akuifer
Secara
geomorfologis

rangkaian
Perbukitan Kulonprogo dan Perbukitan
Sentolo yang tersusun oleh batuan Tersier juga
membatasi CAT Wates berturut-turut di bagian
barat laut dan timur laut. Sedangkan secara
geologis, CAT Wates dibatasi oleh Formasi
Kebo Butak, Andesit Tua dan Sentolo. Litologi
utama penyusun CAT Wates adalah Formasi
Wates dan sebagian Formasi Yogyakarta serta
endapan Merapi Muda pada bagian timur.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA
Secara umum air tanah mengalir dari
utara ke selatan dengan landaian hidraulika
yang secara bergradasi semakin kecil (lihat
Gambar 8). Di daerah selatan, terdapat
subsistem gumuk pasir yang memiliki pola
aliran cenderung berlawanan yaitu utara –

selatan mengikuti pola morfologi dari gumuk
pasir tersebut secara lokal.
Di dalam CAT Wates, semakin ke
arah selatan terjadi penurunan gradien
topografi yang disertai dengan penurunan
gradien hidraulika serta nilai-nilai karakteristik
akuifer, sehingga kecepatan aliran air tanah ke
arah selatan juga akan semakin berkurang.
Ketebalan sistem akuifer CAT Wates
sangat beragam, secara umum ketebalan
semakin bertambah besar ke arah selatan
dengan ketebalan akuifer mencapai lebih dari
70 meter di daerah Pantai Temon, sedangkan
di daerah Pantai Wates mencapai sekitar 50
meter. Ketebalan akuifer ini berkurang menuju
tepian cekungan bagian utara, barat dan timur
menjadi sekitar 30 m.
Berdasarkan data log bor, dapat
diketahui bahwa endapan Kuarter Wates yang
menyusun daerah dataran Wates atau daerah
lepasan air tanah di bagian selatan, merupakan
campuran dari rombakan dari Formasi Sentolo,
Kebo Butak dan Andesit Tua. Pada log litologi
tersebut dapat diketahui adanya pecahan
batugamping dan koral. Serta pengaruh fluvial
tersusun dari endapan material lempung, lanau,
pasir halus serta lensa pasir dan lempung yang
berada di sekitar aliran Kali Serang. Dapat
disimpulkan, bahwa lensa pasir dan lempung
yang berada diantara lempung pasir tersebut
merupakan hasil proses fluviatil.
Konfigurasi secara horisontal dan
vertikal dari penyebaran masing-masing
kelompok akuifer utama dan dasar akuifer /
kelompok non akuifer, dapat dilihat pada
Konfigurasi hidrostratigrafi sistem akuifer
CAT Wates (Utara-Selatan) (Gambar 7) dan
Konfigurasi hidrostratigrafi sistem akuifer
CAT Wates (Barat-Timur) (Gambar 6).
Seluruh konfigurasi hidrostratigrafi tersebut
memiliki persebaran pada Peta Sayatan
Hidrostratigrafi di CAT Wates (Gambar 5).
IV.3. Parameter Zona Konservasi
IV.3.1. Daerah imbuhan dan lepasan air
tanah
Penentuan batas antara daerah
imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah

sangat penting dalam menyusun rancangan
penetapan cekungan air tanah. Menurut
penelitian Hendrayana & Vicente, 2015, batas
daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan
air tanah di CAT Wates ditetapkan melalui
analisis data geologi dan hidrogeologi yang
ada, yaitu dengan mendasarkan metoda
sebagai berikut :
 Analisis morfologi tekuk lereng
 Analisis pemunculan mata air
 Analisis kedudukan dan kerapatan kontur
muka air tanah
 Hubungan antara kedudukan muka air
tanah dan air permukaan
Daerah resapan dan imbuhan (lihat
Gambar 9) berkaitan dengan ketersediaan air
tanah pada CAT yang saling berhubungan satu
sama lainnya, karena apabila sistem pada
daerah resapan terganggu keseimbangannya
maka akan merusak sistem yang ada pada
daerah lepasan air tanah, sehingga secara
umum akan merusak keseluruhan sistem air
tanah pada CAT Wates.
Elevasi dari daerah imbuhan (recharge
area) terletak antara elevasi 15 m sd 25 m dml
dan daerah lepasan (discharge area)
mempunyai elevasi antara 15 sd 0 m dml.
Daerah imbuhan mempunyai garis kontur
elevasi muka air tanah relatif lebih rapat
dibandingkan daerah lepasan yang mimiliki
garis kontur elevasi muka air tanah yang jarang.
Persebaran daerah imbuhan air tanah berada
pada bagian utara di CAT Wates yang
memiliki kontur mulai meninggi. Sedangkan
untuk daerah lepasannya berada pada bagian
yang lebih datar berada diselatan daerah
imbuhan air tanah.
IV.3.2. Zona perlindungan mata air
Zona
perlindungan
mata
air
merupakan kawasan semu dengan radius 1000
meter yang ditentukan oleh persebaran mata
air pada CAT Wates yang berkaitan dengan
sumber air strategis untuk kepentingan umum.
Kawasan ini diperlukan untuk melindungi
keberlanjutan pemanfaatan air tanah pada
mata air. Didalam CAT Wates sendiri tidak
ditemukan mata air dengan debit yang berarti,
sehingga parameter zona perlindungan mata air
tidak berpengaruh di daerah ini.
IV.3.3. Karakteristik Potensi Akuifer
Potensi akuifer berhubungan dengan
jumlah besarnya air tanah yang dapat

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA
dimanfaatkan pada CAT Wates. Pada
penelitian
ini
menggunakan
nilai
transmissivitas sebagai parameter karakteristik
potensi akuifer. Besar kecilnya nilai
transmissivitas pada CAT Wates akan
berpengaruh terhadap besarnya kemampuan
ketersediaan
air
tanah
untuk
dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan. Nilai
transmisivitas dari CAT Wates berkisar 510
m2/hari yang termasuk kedalam nilai cukup
tinggi yang melampar merata diseluruh
wilayah CAT. Hal ini dipengaruhi litologi
penyusun daerah tersebut berupa endapan
kuarter dari Formasi Wates dan Yogyakarta
serta Endapan Merapi Muda.
IV.3.4. Kedalaman muka air tanah
Berubahnya kedalaman muka air tanah
umumnya tergantung pada besar kecilnya
pemanfaatan yang ada pada suatu daerah.
Pemanfaatan air tanah secara berlebihan yang
tidak memperhatikan kuantitas ketersediaan air
tanah yang ada akan dapat menyebabkan
bertambahnya kedalaman muka air tanah pada
CAT Wates. Pada umumnya kedalaman muka
air tanah pada CAT Wates berada pada 0-5 m
dari permukaan (lihat Gambar 10). Namun
ditemukan setempat pada Kecamatan Temon
dengan kedalaman muka air tanah mencapai
10 m.
IV.3.5. Kualitas air tanah
Daya hantar listrik adalah salah satu
parameter kualitas kimia air tanah yang
menunjukan sifat menghantarkan listrik dari
air. Air yang banyak mengandung garam akan
mempunyai harga daya hantar listrik.
Berdasarkan nilai daya hantar listrik dapat
dibuat klasifikasi air seperti pada Tabel 1.
Kualitas air tanah pada CAT Wates pada
umumnya termasuk Aman dan Aman Sekali
(lihat Gambar 11). Namun ditemukan setempat
pada Kecamatan Panjatan yang termasuk
kedalam zona rawan.
IV.3.6. Pemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanah ini secara
langsung akan mempengaruhi kondisi akuifer
yang ada sehingga dalam perkembangannya
kondisi akuifer tersebut akan berubah seiring
berubahnya jumlah pemanfaatan air tanah.
Oleh karena itu, pemanfaatan air tanah ini
harus diperhatikan dengan sebaik – baiknya
disesuaikan dengan kebutuhan sehingga tidak
merusak tatanan akuifer yang telah ada.
Potensi degradasi kuantitas air tanah pada

CAT Wates dilihat dari pemanfaatan air
tanahnya berada di tingkat tinggi, sedang dan
rendah
(lihat
Gambar
12).
Dengan
pemanfaatan tertinggi pada Kecamatan
Pengasih dan Sentolo. Sedangkan pemanfaatan
terendah pada Kecamatan Temon.
IV.3.7. Klas resiko lahan terhadap
degradasi kuantitas dan kualitas air tanah
Pemanfaatan air tanah akan sangat
berkaitan dengan pemanfaatan lahan yang
berkembang pada suatu daerah. Tata guna
lahan dalam kehidupan manusia merupakan
aspek yang tidak dapat dikesampingkan,
karena dalam upaya manusia memenuhi
berbagai kebutuhan dan keperluan hidupnya
manusia memanfaatkan lahan untuk keperluan
yang berbeda-beda. Perbedaan pemanfaatan
tersebut berdasarkan kebutuhan dari manusia
itu sendiri dan kemampuan, serta kecocokan
lahan
dalam
penggunaanya.
Tiap-tiap
pemanfaatan lahan memiliki nilai dan
bobotnya terhadap pengaruhnya pada prioritas
konservasi. CAT Wates pada umumnya
digunakan sebagai Tegalan, semak/belukar,
sawah, kebun, dan pemukiman (lihat Gambar
13).
IV.4. Peta konservasi air tanah
Dengan melakukan penampalan pada
3 parameter utama zona konservasi yaitu
karakteristik potensi akuifer, kedalaman muka
air tanah dan kualitas air tanah, maka CAT
Wates dibagi menjadi 3 zona yaitu Zona Aman
1, Zona Aman II dan Zona Rawan (lihat
Gambar 14).
a. Zona Aman I
Potensi air tanah baik, umumnya
kedudukan muka air tanah pada kedalaman
kurang dari 5 m dari permukaan tanah. Nilai
transmissivitas akuifer lebih besar dari 500
m2/hari, nilai konduktivitas hidrolika sebesar
17 m/hari, dengan ketebalan akuifer rata-rata
30 m. Kualitas air tanah sangat baik dengan
nilai dhl < 750 μS/cm. Pada zona ini
diperlukan tindakan konservasi
dan
pengendalian pemanfaatan air tanah.
b. Zona Aman II
Potensi air tanah baik, umumnya
kedudukan muka air tanah pada kedalaman
kurang dari 5 m dari permukaan tanah. Nilai
transmissivitas akuifer lebih besar dari 500
m2/hari, nilai konduktivitas hidrolika sebesar
17 m/hari, dengan ketebalan akuifer rata-rata
30 m. Kualitas air tanah baik dengan nilai dhl

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA
750 – 1000 μS/cm. Pada zona ini diperlukan
tindakan konservasi
dan pengendalian
pemanfaatan air tanah melihat kemungkinan
terjadinya intrusi air laut jika pemanfaatan air
tanah mencapai interface.
c. Zona Rawan
Potensi air tanah sedang, umumnya
kedudukan muka air tanah pada kedalaman
lebih dari 10 m dari permukaan tanah. Nilai
transmissivitas akuifer 1 - 100 m2/hari, nilai
konduktivitas hidrolika sebesar 0.01 m/hari,
dengan ketebalan akuifer rata-rata 400 m.
Kualitas air tanah sangat baik dengan nilai dhl
< 750 μS/cm. Pada zona ini diperlukan
tindakan konservasi
dan pengendalian
pemanfaatan air tanah dikarenakan nilai
transmisivitas yang kecil dan pemanfaatan air
tanah yang melebihi kemampuan akuifer
dalam memenuhi bermacam kebutuhan.
IV.5. Penentuan nilai (scoring) klas
parameter prioritas pengelolaan zona
konservasi air tanah
Nilai dari klas-klas parameter ditentukan
berdasarkan aspek kerentanan akuifer (aquifer
susceptibility) terhadap proses pemanfaatan air
tanah dan atau resiko terhadap kerusakan
kuantitas dan kualitas air tanah dari suatu
parameter. Konsep yang digunakan pada
pembagian nilai ini adalah “semakin tidak
rentannya suatu parameter terhadap terjadinya
kerusakan kuantitas dan atau kualitas air tanah
maka nilainya semakin kecil dalam aspek
kepentingannya (necessity) untuk dilakukan
suatu tindakan konservasi”.
Dalam hal ini, klas parameter dengan
nilai kerentanan terendah untuk terjadinya
kerusakan kuantitas dan atau kualitas air tanah
akibat kondisi alamiah maupun aspek
pemanfaatan dan atau pencemaran air tanah
ditentukan bernilai 1 dan klas kerentanan yang
lebih tinggi berturut-turut bernilai 2, 3 dan
seterusnya sesuai dengan pembagian klas tiap
parameter
yang
digunakan.
Adapun,
pembagian klas setiap parameter yang
digunakan
pada
penentuan
prioritas
pengelolaan zona konservasi air tanah di
wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat
pada Tabel 2 s/d Tabel 8.
IV.6. Penentuan bobot parameter prioritas
pengelolaan zona konservasi air tanah
Pada suatu proses overlay, bobot
parameter merupakan salah satu hal yang vital

untuk ditentukan. Secara sederhana, dapat juga
diasumsikan bahwa setiap parameter memiliki
bobot pengaruh yang sama, tetapi pada
kenyataannya suatu parameter akan lebih
penting dibandingkan parameter yang lain.
Pada penentuan prioritas pengelolaan zona
konservasi air tanah, penentuan bobot menjadi
sangat penting oleh karena satu parameter akan
memiliki prioritas lebih dalam kerangka
konservasi,
semisal
parameter
daerah
imbuhan-lepasan air tanah adalah parameter
yang utama dalam konservasi oleh karena
kelestarian, keberlanjutan pemanfaatan air
tanah sangat bergantung pada kelestarian zona
imbuhan. Sesuai dengan Undang-Undang dan
Peraturan yang berlaku, nampak bahwa urutan
parameter
prioritas
pengelolaan
zona
konservasi air tanah telah ditetapkan sebagai
berikut (dari yang terpenting):
1. Peta daerah imbuhan – lepasan air tanah;
atau peta daerah resapan air tanah (Re);
2. Peta perubahan muka air tanah (Ked);
3. Peta perubahan kualitas/mutu air tanah
(DHL);
4. Peta klas resiko lahan terhadap degradasi
kuantitas dan kualitas air tanah (Lahan);
5. Peta
karakteristik
potensi
akuifer
(Transmisivitas) yang mewakili potensi
air tanah (Tr);
6. Peta zona perlindungan mataair dan
perlindungan sumber air baku (Ab);
7. Peta debit pemompaan/pemanfaatan air
tanah sekarang yang didasarkan pada
wilayah administrasi (Pump).
Dengan menggunakan metoda AHP
(Analytical Hierarchy Process), bobot masingmasing parameter diatas dihitung dan
didapatkan bobot-bobot seperti diperlihatkan
pada Tabel 9. Besaran bobot-bobot ini
memiliki nilai konsistensi (CI) mendekati 0 (≈
0) dan nilai konsistensi yang dapat diterima
dalam teori AHP adalah < 0,1, sehingga bobotbobot tersebut dapat digunakan.
IV.7. Peta prioritas pengelolaan zona
konservasi air tanah
Untuk menentukan daerah prioritas
pengelolaan zona konservasi air tanah, peta
konservasi air tanah ditampalkan lagi dengan
parameter daerah imbuhan dan lepasan air
tanah, daerah sempadan mata air, tingkat
pemanfaatan air tanah dan tataguna lahan.
Setelah dilakukan penampalan, maka dapat
terlihat CAT Wates termasuk kedalam zona
prioritas I, II, III dan IV (lihat Gambar 15).

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA
secara bergradasi semakin kecil. Di daerah
selatan, terdapat subsistem gumuk pasir yang
memiliki pola aliran cenderung berlawanan
yaitu utara – selatan mengikuti pola morfologi
dari gumuk pasir tersebut secara lokal.
Ketebalan sistem akuifer CAT Wates
sangat beragam, secara umum ketebalan
semakin bertambah besar ke arah selatan
dengan ketebalan akuifer mencapai lebih dari
70 meter di daerah Pantai Temon, sedangkan
di daerah Pantai Wates mencapai sekitar 50
meter. Ketebalan akuifer ini berkurang menuju
tepian cekungan bagian utara, barat dan timur
menjadi sekitar 30 m.
Zona konservasi pada CAT Wates
termasuk kedalam kategori Zona Aman I, Zona
Aman II dan Zona Rawan. Sedangkan untuk
prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah
termasuk kedalam kategori Prioritas I, Prioritas
II, Prioritas III dan Prioritas IV. Program kerja
yang perlu dilakukan untuk daerah ini adalah
perlindungan,
pelestarian,
pengawetan,
pengendalian
pemanfaatan
air
tanah,
pengendalian kualitas air tanah, pemantauan
dan pengawasan.
Saran untuk penelitian selanjutnya,
parameter konservasi (kualitas air tanah) agar
dapat menggunakan kadar nitrat (NO3) karena
dianggap lebih baik menunjukan pengaruh
aktivitas manusia terhadap degradasi kualitas
dibandingkan dengan DHL. Selain itu juga
diharapkan dapat lebih menambah titik survey
untuk menambah tingkat akurasi data.

IV.8. Program pengelolaan air tanah
Dari hasil pembagian zona prioritas
pengelolaan zona konservasi air tanah CAT
Wates seperti yang dapat dilihat pada Gambar
15, maka akan diperlukan suatu program
pengelolaan air tanah yang harus dilakukan
agar dapat tetap menjaga kelestarian air tanah
pada CAT Wates. Berikut adalah program
pengelolaan air tanah yang perlu dilakukan
untuk tiap zona prioritas :
a. Zona Prioritas 1
Sangat diperlukan tindakan konservasi
dan pengendalian (perlindungan, pelestarian,
pengawetan, pengendalian pemanfaatan air
tanah, pengendalian kualitas air tanah,
pemantauan dan pengawasan).
b. Zona Prioritas II
Diperlukan tindakan konservasi dan
pengendalian
(perlindungan,
pelestarian,
pengawetan, pengendalian pemanfaatan air
tanah, pengendalian kualitas air tanah,
pemantauan).
c. Zona Prioritas III
Diperlukan
tindakan
konservasi
(perlindungan, pelestarian, pengawetan, dan
pemantauan).
d. Zona Prioritas IV
Diperlukan tindakan perlindungan dan
pelestarian (perlindungan, pelestarian, dan
pemantauan).

V.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pengelompokan satuan-satuan
hidrostratigrafi di dalam CAT Wates, maka
akuifer-akuifer yang ada dapat disatukan
menjadi beberapa satuan hidrostratigrafi, yaitu
(a) Subsistem Alluvial - Pantai / Akuifer Bebas
(Kelompok Akuifer 1); (b) Subsistem Gumuk
Pasir / Akuifer Bebas (Kelompok Akuifer 2)
dan (c) Dasar Akuifer / Kelompok Non
Akuifer.
Secara umum air tanah mengalir dari utara
ke selatan dengan landaian hidraulika yang

VI.

ACKNOWLEDGEMENT
Penulis
mengucapkan
terimakasih
kepada Departemen Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, UGM yang telah memberikan
pendanaan penelitian kepada penulis sehingga
segala kebutuhan untuk penelitian dapat
terpenuhi dengan baik.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R. W., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. 1A. Government Printing Office,The Hauge.
Amsterdam
Bouwer, H.,1978. Groundwater Hydrology. Mc Graw-Hill series in water resources and
environmental engineering. New York
Fitriany, A dan Suharyadi, 1999. Air Tanah Di Daerah Gumuk Pasir Pantai Kabupaten Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta . Tugas AKhir, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM.
Yogyakarta

Hendrayana, H., dan Putra, D.P.E., 2008, Konservasi Airtanah “Sebuah Pemikiran”,Jurusan
Teknik Geologi-Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hendrayana, H., dan Vicente, V.A.D.S., 2015. Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan
Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta -Sleman. Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Kusumayudha, S.B., 2010. Model Konseptual Hidrogeologi Kubah Kulon Progo berdasarkan
pemetaan dan Analisis Geometri Fraktal. Jurnal of Proccedings PIT IAGI 39 th Annual
Convention and Exhibition. Lombok
PP No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah

Siregar dan Suharyadi. 1999. Pemanfaatan dan Pengembangan Air Tanah Untuk pemenuhan
Kebutuhan Air Lahan Pertanian di Kawasan Gumuk Pasir Pantai Glagah, Kecamatan
Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta . Tugas Akhir, Jurusan

Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM. Yogyakarta
UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Rahardjo,W & Rusidi, S., 1977. Geological Report to Accompany Geological Map of The Yogyakarta
Quadrangle, Java Bandung: Geological Survey of Indonesia

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

LAMPIRAN TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Air Berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (modifikasi Bouwer,1978 dan PAHIAA,
1986 dalam Hatori, 2008)

No
1
2
3

Nilai DHL (mikroS/cm )
< 750
750 – 1500
> 1500

Macam air
Baik sekali – baik
Baik – diijinkan
Diijinkan - Tidak dapat dipakai

Tabel 2. Nilai Klas Aspek Wilayah Imbuhan dan Lepasan Air tanah

Klas Parameter
Daerah
Imbuhan/Recharge

Daerah
lepasan/Discharge

Deskripsi kepentingan
Kerusakan daerah ini akan
sangat mempengaruhi
kelestarian dan
keberlanjutan pemanfaatan
air tanah di seluruh wilayah
CAT
Kerusakan daerah ini akan
mempengaruhi kelestarian
dan keberlanjutan
pemanfaatan air tanah di
daerah lepasan CAT

Susceptibility
tinggi

Nilai
2

rendah

1

Tabel 3. Nilai Klas Aspek Zona Perlindungan Mataair/ Sumber Air Baku
Klas Parameter
Deskripsi kepentingan
Susceptibility

Daerah dalam
sempadan/perlindungan
(< 1000 m)

Daerah di luar
sempadan/perlindungan
(> 1000 m)

Kerusakan daerah ini akan
sangat mempengaruhi
kelestarian dan
keberlanjutan pemanfaatan
mataair/sumber air baku
Kerusakan daerah ini akan
mempengaruhi kelestarian
dan keberlanjutan
pemanfaatan air tanah di
mataair/sumber air baku

tinggi

Nilai
2

rendah

1

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Tabel 4. Nilai Klas Aspek Karakteristik Potensi Akuifer (Transmissivitas)
Deskripsi kepentingan Susceptibility
Nilai

Klas Parameter
(Transmissivitas –
m2/hari)
1 - 100

100 – 500

> 500

Transmissivitas rendah,
degradasi kuantitas air
tanah akibat
pemanfaatan tinggi
Transmissivitas sedang,
degradasi kuantitas air
tanah akibat
pemanfaatan sedang
Transmissivitas tinggi,
degradasi kuantitas air
tanah akibat
pemanfaatan kecil

Tinggi

3

Sedang

2

Rendah

1

Tabel 5. Nilai Klas Aspek Kedalaman Muka Air tanah
Klas Parameter
Deskripsi kepentingan Susceptibility

(Kedalaman muka air
tanah – m dari
permukaan)
0–5m

5 – 10 m

> 10 m

Kedalaman MAT yang
besar mencapai kurang
lebih 1/10 dari total
minimum ketebalan
akuifer
Kedalaman MAT yang
sedang mencapai
kurang lebih 1/7 dari
total minimum
ketebalan akuifer
Kedalaman MAT yang
kecil mencapai kurang
lebih 1/5 dari total
minimum ketebalan
akuifer

Nilai

Kecil

1

Sedang

2

Besar

3

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Tabel 6. Nilai Klas Aspek Persebaran Kualitas Air Tanah
Klas Parameter
Deskripsi kepentingan
Susceptibility

(Daya Hantar Listrik μS/cm)
> 1500

750 – 1500

< 750

Konsentrasi garam terlarut
yang tinggi menunjukkan
tingkat degradasi kualitas
yang tinggi
Konsentrasi garam terlarut
yang sedang menunjukkan
tingkat degradasi kualitas
yang sedang
Konsentrasi garam terlarut
yang rendah menunjukkan
tingkat degradasi kualitas
yang rendah

Nilai

Tinggi

3

Sedang

2

Rendah

1

Tabel 7. Nilai klas Aspek Resiko Kerusakan Air tanah Akibat Tata Guna Lahan
Klas Parameter
Deskripsi kepentingan
Susceptibility
Nilai

(Tata Guna Lahan)
Industri,Komersial/Pemukiman

Pertanian

Perkebunan, Tegalan

Hutan, Air tawar, Pasir darat,
Belukar/semak, bentukan
alamiah

Probabilitas tinggi sebagai
pengguna air yang cukup
besar dan sumber pencemar
Probabilitas sedang sebagai
pengguna air yang besar
namun relatif sedang
sebagai sumber pencemar
Probabilitas rendah sebagai
pengguna air yang besar
dan sumber pencemar
Probabilitas sangat rendah
sebagai pengguna air yang
besar dan sumber pencemar

Tinggi

4

Sedang

3

Rendah

2

Sangat
rendah

1

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Tabel 8. Nilai Klas Aspek Pemanfaatan Air Tanah
Klas Parameter
Deskripsi kepentingan Susceptibility

(Pemanfaatan Air
tanah – m3/tahun)
> 1.000.000
500.000 – 1.000.000
< 500.000

Potensi degradasi
kuantitas air tanah besar
Potensi degradasi
kuantitas air tanah sedang
Potensi degradasi
kuantitas air tanah kecil

Nilai

Tinggi

3

Sedang

2

Rendah

1

Tabel 9. Matrik AHP (Analytical Hierarchy Process) Penentuan Bobot Parameter
Re
Ked DHL Lahan Tr
Ab
Pump
Bobot

Re
Ked
DHL
Lahan
Tr
Ab
Pump

1
0.50
0.33
0.25
0.20
0.17
0.14

2
1
0.67
0.50
0.40
0.30
0.28

3
1.5
1
0.75
0.60
0.50
0.43

4
2
1.33
1
0.80
0.67
0.57

5
2.50
1.67
1.25
1
0.83
0.71

6
3
2
1.50
1.20
1
0.85

7
3.50
2.33
1.75
1.40
1.17
1

(%)
38,6
19,3
12,9
9,6
7,7
6,4
5,5

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Gambar 2. Peta Batas Cekungan Air Tanah Wates

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Gambar 3. Tipe batas horizontal CAT Wates

Gambar 4. Tipe batas vertikal CAT Wates

Gambar 5. Peta sayatan hidrostratigrafi di CAT Wates

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Gambar 6. Konfigurasi hidrostratigrafi sistem akuifer CAT Wates (Barat - Timur)

Gambar 7. Konfigurasi hidrostratigrafi sistem akuifer CAT Wates (Utara - Selatan)

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Gambar 8. Peta pola aliran air tanah di CAT Wates

Gambar 9. Peta daerah imbuhan dan lepasan air tanah di CAT Wates

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Gambar 10. Peta kedalaman muka air tanah di CAT Wates

Gambar 11. Peta sebaran kualitas air tanah di CAT Wates

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Gambar 12. Peta pemanfaatan air tanah di CAT Wates

Gambar 13. Peta pemanfaatan lahan di CAT Wates

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMA

Gambar 14. Peta Konservasi Air Tanah CAT Wates

Gambar 15. Peta Prioritas Pengelolaan Zona Konservasi Air Tanah CAT Wates

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

IMPLEMENTASI MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 STUDI KASUS PENGONTROL SUHU ALIRAN AIR DALAM PIPA DENGAN METODE KONTROL FUZZY LOGIK

28 240 1

PERANCANGAN KINCIR AIR PEMBANGKIT LISTRIKPADA PEMANFAATAN AIR SUNGAIDI KECAMATAN NGUTER, KABUPATEN SUKOHARJO,JAWA TENGAH

1 71 1

PENATAAN PARKIR DI KAWASAN PEMANDIAN AIR HANGAT PRATAAN KABUPATEN TUBAN

6 113 2

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

HUBUNGAN ANTARA KONDUKTIVITAS, TDS (Total Dissolved Solid) DAN TSS (Total Suspended Solid) DENGAN KADAR Fe2+ DAN Fe TOTAL PADA AIR SUMUR GALI

16 162 80

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADA BROILER

12 105 39