TINJAUAN SEPUTAR KESOSIALAN YAYASAN SEBA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tanggal 6 Agustus 2001 diundangkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan, yang kemudian hanya berselang dua tahun, yaitu pada tanggal
6 Oktober 2004 terbit undang-undang revisinya yaitu Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.
Sesungguhnya eksistensi yayasan sudah lama diakui dalam lalu lintas hukum kita,
hanya saja karena belum diatur secara hukum positif, maka hidup dan tumbuh serta
berlangsung berdasarkan kebiasaan yang hidup didalam masyarakat semata-mata.
Dalam hubungan dengan sudah adanya undang-undang yang mengatur mengenai
yayasan tersebut, mungkin perlu adanya penguraian bahwa mulanya tentang yayasan
diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 yang mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus
2002, tetapi kemudian diterbitkan UU No. 28 Tahun 2004, yang maksudnya untuk
merevisi UU No. 16 Tahun 2001, revisi dilakukan atas pertimbangan karena ternyata
setelah terbitnya UU Nomor 16 Tahun 2001, dalam perkembangannya, belum
menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta
dapat menimbulkan berbagai penafsiran. 1Atas dasar pertimbangan itulah dilakukan
perubahan atas undang-undang yang telah ada itu.
Yayasan tersebut pada umumnya bergerak dalam bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang keagamaan, bidang kebudayaan, dan bidang social. Yayasanyayasan dibidang pendidikan ada yang mendirikan sekolah, mendirikan perguruan
tinggi, memberikan beasiswa bagi murid atau mahasiswa yang berprestasi dan
lainnya. Yayasan yang bergerak
dibidang kesehatan misalnya mendirikan rumah
sakit, memberikan biaya pengobatan untuk penyakit-penyakit tertentu seperti
penyakit kanker, jantung, paru-paru, dan lainnya. Juga, yayasan di bidang social
1
Periksa UU No. 16 Tahun 2001 dan UU No. 28 Tahun 2004
1
seperti mendirikan panti asuhan, panti jompo. Dan ada lagi yang bergerak di bidang
kebudayaan seperti perwayangan, kelompok sastra, drama, dan lain sebagainya.
Yayasan merupan suatu lembaga yang mempunyai suatu tujuan idiil, yaitu
tujuan social bagi kesejahteraan masyarakat 2. Periksa Anggaran Dasar yayasan yang
telah dilakukan oleh Mentri Hukum dan HAM3. Dalam hal ini undang-undang kita
yang mengatur mengenai yayasan (UU 16 Tahun 2001 jo. Revisinya UU No. 24
Tahun 2004), telah membatasai dengan ketat mengenai tujuan dari yayasan,
sedemikian rupa hingga yayasan ini tidak disalahgunakan. Sebagaimana pasal 1 UU
No. 16 Tahun 2001, ditentukan bahwa yayasan diperuntukkan untuk tujuan tertentu
dibidang social, keagamaan, dan kemanusiaan4. Demikian yayasan hanyalah dapat
mempunyai tujuan dari tiga sector ini.
Dalam hal ini penulis mengkaji yayasan sebagai fungsi social dengan judul
yang penulis angkat adalah “TINJAUAN SEPUTAR KESOSIALAN YAYASAN
SEBAGAI BADAN HUKUM DENGAN ORIENTASI MURNI NIRLABA” yang
meskipun Undang-Undang yayasan tidak secara tegas menyatakan bahwa yayasan
organisasi nirlaba, tetapi dari rumusan pengertian yang diberikan bahwa “yayasan
adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan
untuk mencapai tujuan tertentu di bidang social, keagamaan, dan kemanusiaan, yang
tidak mempunyai anggota”5 jelas tampak bagi kita semua bahwa yayasan tidak
bermaksud mencari keuntungan sebesar-besarnya.
BAB II
2
Muis, Abdul, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Mengenai Yayasan
Sebagai Badan Hukum dalam Menjalankan Kegiatan Sosial, FHUSU, Medan, 1991: hal. 82
3
Periksa lampiran 3
4
Prasetya, Ruhdi, Yayasan dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2012: hal. 60
5
Lihat UUY No. 16 Tahun 2001, op.cit.
2
PERMASALAHAN
2.1. Rumusan Masalah
1) Bagaimana tinjauan umum pengaturan tentang yayasan?
2) Bagaimana pengaturan mengenai organisasi nirlaba?
3) Bagaimana tinjauan tujuan dan kegiatan yayasan?
2.2. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai tinjauan umum pengaturan tentang
yayasan.
2. Untuk mengetahui mengenai organisasi nirlaba.
3. Untuk mengetahui mengenai tujuan dan kegiatan yayasan.
.
3
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1. TINJAUAN UMUM YAYASAN
1.
Yayasan adalah: Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota6.
2.
Dasar hukum: UUY 28/2004 (pengganti UUY 16/2001). Badan hukum
Yayasan lahir setelah akta pendirian Yayasan disahkan oleh Menhukham7.
Syarat substansial8 Yayasan:a) Didirikan oleh satu orang atau lebih, atau b)
3.
Didirikan berdasarkan surat wasiat c) Kekayaan awal dipisahkan dari kekayaan
pendiri d) Kekayaan awal minimal Rp. 10.000.000,Cara mendirikan yayasan9:
4.
CARA MENDIRIKAN YAYASAN
Pendirian suatu Yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001
mengenai Yayasan, yang diubah denganUndang-Undang No. 28 Tahun 2004, diatur
dalam pasal 9 UU No. 16/2001, yaitu:
1. Minimal didirikan oleh satu orang atau lebih.
6
Lihat UU No.16 Tahun 2001, op.cit
7
Idem.
8
Idem.
9
Idem.
4
2. Pendiri tersebut harus memisahkan kekayaan pribadinya dengan kekayaan
Yayasan.Hal ini sama PT, dimana pendiri menyetorkan sejumlah uang kepada
Yayasan,
untuk
kemUdian
uang
tersebut
selanjutnya
menjadi
Modal
awal/kekayaanYayasan.
3. Dibuat dalam bentuk akta Notaris yang kemudian di ajukan pengesahannya pada
Menteri Kehakiman dan HakAzasiManusia, serta diumumkan dalam berita negara
Republik Indonesia. Dalam prakteknya, jika seseorang ingin mendirikan suatu
yayasan, maka pertama-tama orang tersebut harusmemiliki calon nama. Nama
tersebut kemudian di cek melalui Notaris ke Departemen Kehakiman. Karena
prosespengecekan dan pengesahan yayasan masih dalam bentuk manual (berbeda
dengan PT yang sudah melalui sistemelektronik), maka untuk pengecekan nama
tersebut calon pendiri harus menunggu selama 1 bulan untukmendapatkan kepastian
apakah nama tersebut dapat digunakan atau tidak. Karena proses yang cukup lama
tersebut, sebaiknya calon pendiri menyiapkan beberapa nama sebagai cadangan.
Selama menunggu persetujuan penggunaan nama tersebut, calon pendiri dapat
menyiapkan beberapa hal yang akan dicantumkan dalam akta pendirian yayasan
yaitu:
1. Maksud dan tujuan yayasan, secara baku terdiri dari 3 unsur saja, yaitu: sosialkemanusiaan, dan keagamaan.
2. Jumlah kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya, yang nantinya akan
digunakan sebagai modal awalyayasan.
3. Membentuk Susunan Pengurus yang minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan
bendahara (pasal 32 ayat 2) untuk jangka waktu kepengurusan selama 5 tahun.
4. Membentuk Pengawas (minimal 1 orang), yang merupakan orang yang berbeda
dengan pendiri maupun pengurus.
5
5. Menyiapkan program kerja Yayasan, yang ditanda-tangani oleh Ketua, sekretaris dan
bendahara.
Setelah nama yang dipesan disetujui, maka pendiri harus segera menindak
lanjuti pendirian Yayasan tersebut dengan menanda-tangani akta notaris. Notaris akan
segera memproses pengesahan dari Yayasan tersebut dalamwaktu maksimal 1 (satu)
bulan sejak persetujuan penggunaan nama dari Departemen Kehakiman. Karena
apabilaproses pengesahan tidak dilakukan dalam waktu 1 bulan sejak persetujuan
penggunaan nama, maka pemesanannama tersebut menjadi gugur dan nama tersebut
bisa digunakan oleh yayasan lain.Untuk melengkapi legalitas suatu yayasan, maka
diperlukan ijin-ijin standard yang meliputi:
1. Surat keterangan domisili Perusahaan (SKDP) dari Kelurahan/kecamatan
setempat.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Yayasan
3. Ijin dari Dinas sosial (merupakan pelengkap, jika diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan sosial) atau4. Ijin/terdaftar di Departemen Agama untuk Yayasan
yang bersifat keagamaan (jika diperlukan). Perlu dicermati bahwa pendirian yayasan
pada saat ini harus di ikuti tujuan yang benar-benar bersifat sosial. Karena sejak
berlakunya Undang-Undang No. 16/2001, maka yayasan tidak bisa digunakan
sebagai sarana kegiatan yang bersifat komersial dan harus murni bersifat sosial.
KEKAYAAN YAYASAN DAN SUMBER-SUMBERNYA
Kekayaan yayasan diatur dalam pasal 2,pasal 26 ayat 1, pasal 26 ayat 2 UU
nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan. Diketahui bahwa kekayaan yayasan
merupakan kekayaan yang dipisahkan dapat berupa uang,barang,maupun kekayaan
lain yang diperoleh yayasan berdasarkan UU No 16 Tahun 2001 tentang yayasan.
Kekayaan yang diperoleh dari :
6
a. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat
b. Wakaf
c. Hibah
d. Hibah wasiat (legat) dan
e. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan /
peraturan UU yang berlaku.
Kegiatan Yayasan10:
5.
a) SOSIAL -> pendidikan formal dan non formal; panti asuhan/wreda/ jompo;
rumah sakit, poliklinik, laboratorium; pembinaan olahraga; penelitian di bidang
ilmu pengetahuan; studi banding.
b) KEAGAMAAN -> mendirikan sarana ibadah, pondok pesantren; menerima
dan menyalurkan amal zakat, sedekah; meningkatkan pemahaman keagamaan,
melaksanakan syiar agama, studi banding keagamaan.
c) KEMANUSIAAN ->memberi bantuan kepada: korban bencana alam,
pengungsi akibat perang, tunawisma/fakir miskin/gelandangan; mendirikan
rumah singgah, rumah duka: memberikan perlindungan konsumen; melestarikan
lingkungan hidup.
6.
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan badan usaha
(PT) dan atau ikut serta dalam badan usaha (PT) dengan ketentuan11:
a) Penyertaan (modal) maksimal 25% dari aset Yayasan
10
Idem.
11
Idem.
7
b) Kegiatan badan usaha (PT) yang didirikan Yayasan sesuai dengan maksud dan
tujuan Yayasan
c) Hasil kegiatan usaha tidak boleh dibagikan kepada organ Yayasan
d) Organ Yayasan tidak boleh merangkap sebagai Direksi dan Komisaris pada
badan usaha (PT) yang didirikannya.
Isi Anggaran Dasar Yayasan12:
7.
a) Nama dan tempat kedudukan
b) Maksud dan tujuan serta kegiatan
c) Jangka waktu pendirian
d) Kekayaan awal (cara memperoleh dan penggunaannya)
e) Organ Yayasan yang terdiri dari: Pembina, Pengurus, Pengawas
f) Tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pembina, Pengurus
dan Pengawas
g) Hak dan kewajiban Pembina, Pengurus dan Pengawas
h) Tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan
i) Tahun buku (1 Jan s/d 31 Des)
j) Perubahan Anggaran Dasar
k) Penggabungan dan Pembubaran Yayasan
12
Idem.
8
l) Penggunaan kekayaan Yayasan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan
Yayasan setelah bubar
m) Peraturan penutup
n) Identitas Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Perubahan Anggaran Dasar Yayasan13:
8.
a) Diperbolehkan asalkan tidak mengubah maksud dan tujuan
b) Berdasarkan permufakatan rapat Pembina atau persetujuan 2/3 anggota
Pembina yang hadir
c) Merubah nama dan kegiatan harus mendapat persetujuan Menhukham
d) Merubah selain nama dan kegiatan, cukup diberitahukan kepada Menhukham
e) Atas persetujuan Kurator, jika Yayasan pailit.
Larangan terhadap Yayasan14:
9.
a) Memakai nama yang sama dengan nama Yayasan lain
b) Membagikan hasil kegiatan usaha ataupun kekayaan Yayasan (berupa gaji, dll)
kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.
c) Melakukan perubahan anggaran dasar pada saat Yayasan pailit, kecuali atas
persetujuan Kurator.
13
Idem.
14
Idem.
9
Organ Yayasan terdiri dari15:
10.
a) Pembina (disarankan minimal 3 orang)
b) Pengurus (minimal Ketua, Sekretaris, Bendahara)
c) Pengawas (minimal 1 orang).
(Cat: Perkumpulan syaratnya hampir sama dengan Yayasan hanya organ tertinggi
bukan Pembina tapi Rapat Anggota).
11.
Pembina mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus
atau Pengawas, meliputi16:
a) Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar
b) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas
c) Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan
d) Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan
e) Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau
Pengawas.
12.
Gaji ditetapkan Pembina sesuai kemampuan Yayasan. Pengurus bisa
menerima gaji bila17:
15
Idem.
16
Idem.
17
Idem.
10
a) Ditentukan dalam Anggaran Dasar
b) Pengurus bukan pendiri dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan
Pengawas, dan melaksanakan kepengurusan secara langsung dan penuh.
13.
Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 tahun untuk
melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun lampau
dan rencana perkembangan Yayasan satu tahun ke depan18.
14.
Pengurus (juga Pengawas) diangkat berdasarkan rapat Pembina untuk jangka
waktu 5 tahun dan dapat diangkat kembali. Bila terjadi penggantian pengurus,
maka pengurus yang menggantikan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada
Menkumham paling lambat 30 hari sejak tanggal penggantian pengurus19.
15.
Pengurus dapat mengangkat (dan memberhentikan) Pelaksana Kegiatan
Harian yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari.20
Laporan Tahunan harus dibuat dengan memuat21:
16.
a) Laporan keadaan dan kegiatan Yayasan serta hasil yang dicapai
b) Laporan keuangan (bila dapat bantuan dari pihak luar minimal Rp. 500 juta
dalam satu tahun, dan asetnya diatas Rp 20 miliar wajib diaudit Akuntan Publik).
Laporan ditandatangani pengurus dan pengawas, lalu disahkan oleh rapat
pembina dan ditempel pada papan pengumuman di kantor Yayasan.
18
Idem.
19
Idem.
20
Idem.
21
Idem.
11
17.
Yayasan yang sudah ada sebelum UUY tetap diakui sebagai badan hukum
jika telah22:
a) Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam tambahan berita
negara RI, atau
b) Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin dari instansi terkait.
(Paling lama 6 Oktober 2008 telah menyesuaikan Anggaran Dasar, dan paling
lama 1 tahun sejak penyesuaian Anggaran Dasar wajib diberitahukan kepada
Menhukham.Yayasan yang diakui sebagai badan hukum tidak menyesuaikan
Anggaran Dasarnya dalam masa 3 tahun (paling lambat 6 Oktober 2008) dapat
dibubarkan berdasarkan keputusan Pengadilan).
18.
Penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan satu atau
lebih Yayasan dengan Yayasan lain dan mengakibatkan Yayasan yang
menggabungkan diri menjadi bubar. Penggabungan Yayasan dapat dilakukan
dengan memperhatikan23:
a) Ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan
Yayasan yang lain
b) Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya
sejenis, atau
c) Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
3.2 ORGANISASI NIRLABA
22
Idem.
23
Idem.
12
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik
untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang
bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan
imbalan
apapun
dari
organisasi
tersebut.
(IAI,
2004:
45.1)
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari
beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai
tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi
pada pemupukan laba atau kekayaan semata 24. Lembaga nirlaba atau organisasi non
profit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa
menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini
semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba. Berdasarkan pengertian di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa organisasi nirlaba adalah salah satu lembaga yang tidak
mengutamakan laba dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam organisasi
nirlaba pada umumnya sumber daya atau dana yang digunakan dalam menjalankan
segala kegiatan yang dilakukan berasal dari donatur atau sumbangan dari orang-orang
yang ingin membantu sesamanya.
Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu masyarakat luas yang tidak
mampu khususnya dalam hal ekonomi. Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat
untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang
memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan
yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi
dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki
24
Pahala Nainggolan, 2005 : 01
13
organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan
lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi
nirlaba itu ada.
2.2.1. DEFINISI ORGANISASI NIRLABA TINJAUAN SECARA UMUM
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian
publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal
yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat
buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas
pemerintah.
Perbedaan
organisasi
nirlaba
dengan
organisasi
laba
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya
(laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi
nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas
memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi
nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba
yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya.
Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang
menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana.
Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan
Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Yayasan bergerak dibidang usaha yang berkaitan dengan urusan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, demikian menurut rumusan pasal 1 UUY. Bidang usaha
yayasan tersebut pada hakikatnya merupakan penegasan atau bidang usaha yang
14
selama
ini
diterjuni
oleh
yayasan-yayasan
sebelum
lahir
UUY.
Tidak terjadi perbedaan drastis antara sebelum dan setelah UUY karena sebelum
lahir UUY pun yayasan-yayasan yang didirikan oleh masyarakat Indonesia bergerak
di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Akan tetapi, secara faktual tidak
dapat dipungkiri suatu fakta di dalam praktik yayasan bahwa ada yayasan yang
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pendiri atau pengurusnya, sehingga UUY
menata dengan tegas atas hal itu. Penjelasan umum UUY mengakuinya dengan
menyatakan: Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan
dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan, yang tidak
hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan,
kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para
Pendiri, pengurus, dan pengawas.
2.2.2. CIRI DAN KONSEP AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA
Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba
1.
Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan
pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
2.
Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber
daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
15
Konsep Dasar Pemikiran Akuntansi Organisasi Nirlaba
Di Amerika Serikat (AS), Financial Accounting Standard Board (FASB) telah
menyusun tandar untuk laporan keuangan yang ditujukan bagi para pemilik entitas
atau pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang tidak secara aktif terlibat dalam
manajemen entitas bersangkutan, namun mempunyai kepentingan. FASB juga
berwenang untuk menyusun standar akuntansi bagi entitas nirlaba nonpemerintah,
sementara US Government Accountingg Standard Board (GASB) menyusun standar
akuntansi dan pelaporan keuangan untuk pemerintah pusat dan federal AS.
Di Indonesia, Departemen Keuangan RI membentuk Komite Standar Akuntansi
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Organisasi penyusun standar untuk
pemerintah itu dibangun terpisah dari FASB di AS atau Komite Standar Akuntansi
Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia di Indonesia karena karateristik entitasnya
berbeda. Entitas pemerintah tidak mempunyai pemegang saham atau semacamnya,
memberikan pelayanan pada masyarakat tanpa mengharapkan laba, dan mampu
memaksa pembayar pajak untuk mendukung keuangan pemerintah tanpa peduli
bahwa imbalan bagi pembayar pajak tersebut memadai atau tidak memadai.
International Federation og Accountant (IFAC) membentuk IFAC Public Sector
Committee (PSC) yang bertugas menyusun International Public Sector Accounting
Standartd (IPSAS). Istilah Public Sector di sini berarti pemerintah nasional,
pemerintah regional (misalnya Negara bagian, daerah otonom, provinsi, daerah
istimewa), pemerintah local (misalnya kota mandiri), dan entitas pemerintah terkait
(misalnya perusahaan Negara, komisi khusus). Dengan demikian PSC tidak
menyusun standar akuntansi sector public nonpemerintah.
Pelatihan Keuangan untuk Pengelola Keuangan Organisasi Nirlaba
Organisasi Nirlaba di Indonesia saat ini masih cenderung menekankan pada
prioritas kualitas program dan tidak terlalu memperhatikan pentingnya sistem
16
pengelolaan keuangan. Padahal sistem pengelolaan keuangan yang baik diyakini
merupakan salah satu indikator utama akuntabilitas dan transparansi sebuah lembaga.
Pengetahuan dari staff keuangan mengenai pengelolaan keuangan organisasi nirlaba
masih sangat minimal. Padahal untuk membangun sistem pengelolaan keuangan yang
handal dibutuhkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang cukup.
Penabulu
menghadirkan
Pelatihan
keuangan
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan organisasi nirlaba melalui
penguatan kapasitas dalam bidang pengelolaan keuangan.
Peserta pelatihan memahami sistem pengendalian internal sebagai bagian dari
usaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja lembaga. Peserta dapat melakukan
administrasi keuangan organisasi nirlaba dan membuat laporan keuangan organisasi
sesuai dengan ketentuan dalam PSAK 45.
Pajak bagi organisasi nirlaba
Banyak yang bertanya, apakah organisasi nirlaba, yang mana mereka tidak
mengambil keuntungan dari apapun, akan dikenakan pajak? Sebagai entitas atau
lembaga, maka organisasi nirlaba merupakan subyek pajak. Artinya, seluruh
kewajiban subyek pajak harus dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua
penghasilan yang diperoleh yayasan merupakan obyek pajak.
Pemerintah Indonesia memperhatikan bahwa badan sosial bukan bergerak untuk
mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas pendapatan yang obyek
pajak dan bukan obyek pajak. Namun di banyak negara, organisasi nirlaba boleh
melamar status sebagai bebas pajak, sehingga dengan demikian mereka akan terbebas
dari pajak penghasilan dan jenis pajak lainnya.
2.3 TUJUAN dan KEGIATAN USAHA YAYASAN
17
Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat
dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah
yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan,
akan
tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup
orang lain. Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang
menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam suatu lembaga yang
diakui dan diterima keberadaannya.
Dengan ketiadaan peraturan yang jelas ini, maka semakin berkembang dan
bertumbuhanlah yayasan – yayasan di Indonesia dengan cepat, pertumbuhan mana
tidak diimbangi dengan pertumbuhan peraturan dan pranata yang memadai bagi
yayasan itu sendiri, sehingga masing – masing pihak yang berkepentingan
menafsirkan pengertian yayasan secara sendiri – sendiri sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan mereka.
Tujuan dari Undang – Undang Yayasan, memberikan pemisahan antara peran
yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai
pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya penyertaan modal
maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan
tumpang tindih kepentingan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada
larangan terhadap organ yayasan.25
Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan jelas menegaskan bahwa Yayasan
harus bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
25
L.Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif Atau
Komersial, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,2001,Halaman 8
18
Pada pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001
memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha ataupun mendirikan
suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001
menyebutkan :
” Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian
maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut
serta dalam suatu badan usaha.”
Pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini
tidak diubah tetapi penjelasan pasal ini mempertegas bahwa yayasan tidak dapat
digunakan sebagai wadah usaha. Dengan perkataan lain yayasan tidak dapat langsung
melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau
melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikut sertakan kekayaannya.
Pada Pasal 7 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan bahwa :
” Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan
maksud dan tujuan yayasan.”
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa yayasan harus bertujuan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, dimana yayasan boleh melakukan kegiatan usaha
asalkan laba yang diperoleh dari hasil usaha tersebut dipergunakan dan diperuntukkan
untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini
diperlukan agar yayasan tidak tergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan
pihak lain.26
Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 200 jo Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :
26
Chatamarrasjid Ais, Op. Cit, halaman 51
19
”Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang –
undangan yang berlaku.”
Dalam penjelasan Pasal 8 (delapan) ini, dijelaskan bahwa cakupan kegiatan
usaha
yayasan
menyangkut
Hak
Azasi
Manusia,
kesenian,
olahraga,
perlindungankonsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu
pengetahuan.
Dari
penjelasan itu, kita dapat menyatakan bahwa tujuan dari sebuah yayasan adalah
meningkatkan derajat hidup orang banyak atau mensejahterakan masyarakat.
Mengentaskan kemiskinan, memajukan kesehatan, dan memajukan pendidikan
merupakan kegiatan usaha yang harus menjadi prioritas bagi yayasan. Semua tujuan
yayasan
diharapkan
berakhir
pada
aspek
kepentingan
umum/
kemanfaatan publik sebagaimana maksud dan tujuan yayasan yang seharusnya.
Sebagai perbandingan di Inggris difinisi dari tujuan sosial, keagamaan dan
kemanusiaan ini, sering kali dikaitkan dengan pengertian charity atau sosial
Di Inggris dalam Charitable Uses Acts of 1601 mengemukakan ada 4
klasifikasi dari Charity yaitu mengatasi kemiskinan (The Relief Of Poverty),
memajukan pendidikan (The Advancement of Education), memajukan agama (The
Advancement Of religion), dan tujuan – tujuan lain untuk kepentingan umum (And
Other Purpose of Beneficial to The Community) 27. Pada klasifikasi diatas mencakup
aspek
kepentingan
umum
atau
kemanfaatan
bagi publik umumnya. Jadi, suatu sumbangan atau kegiatan bersifat charitable (
sosial ) dan kemanusiaan bila ia bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya.
Yayasan
tujuannya
bersifar
sosial,
keagamaan
dan
kemanusiaan,namun
Undang – Undang tidak melarang yayasan untuk menjalankan kegiatan usaha.namun
27
Ningrum N Sirait,, Diktat Mata Kuliah Hukum Perusahaan ,Magister Kenotariatan
Usu,2008
20
tidak semata – mata untuk mencari laba, seperti yayasan yang mengusahakan
poliklinik atau rumah sakit. Undang – Undang menghendaki rumah sakit atau
poliklinik berbentuk yayasan, namun jika dilihat dari kegiatan usahanya, rumah sakit
atau poliklinik ditujukan juga untuk mencari laba, namun tujuan yayasan itu bersifat
sosial dan kemanusiaan. Jadi disini rumah sakit tidak dapat dikatagorikan untuk
mencari keuntungan tetapi bertujuan untuk sesuatu yang idiil atau filantropis atau
amal walaupun tidak mustahil yayasan itu mendapat keuntungan28.
Yayasan sebagai philantropis adalah suatu kegiatan yang diminati menuju
kesejahteraan masyarakat. Arti dari philantropis itu adalah kedermawanan sosial,
yang dijalankan dalam kerangka kesadaran dan kesepakatan perusahaan dalam
menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. 29Contoh lain dalam pencapaian
nilai philantropis pada yayasan adalah melalui yayasan yang dirikan oleh perusahaan
atau group perusahaan. untuk pencapaian program Corporate Social Responcibility
(CSR). Perusahaanlah yang menyediakan modal awal, dana rutin atau dana abadi
pada yayasan yang didirikannya. Yayasan ini lah yang menjalankan program CSR
perusahaan yang terdorong untuk menolong sesama dan memperjuangkan
pemerataan sosial.
Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang – undang Nomor 16 Tahun 2001, diterangkan
bahwa kegiatan usaha yayasan penting dilakukan dalam rangka tercapainya maksud
dan tujuan yayasan. Agar yayasan bisa melakukan kegiatan usaha, yayasan
memerlukan wadah atau sarana. Untuk itu, yayasan diperbolehkan mendirikan badan
usaha
supaya
bisa
melaksanakan
kegiatan
usahanya,.
Bahwa ketika mendirikan badan usaha, yayasan harus mengutamakan pendirian
badan usaha yang memenuhi hajat hidup orang banyak, misalnya badan usaha yang
28
Edi Suharto,Pekerjaan Sosial Industri,CSR Dan ComDev,
Http://pkbl.bumn.go.id/file/PSICSR ComDev-edi%20suharto.pdf.
21
bergerak dibidang penanganan Hak Azasi Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan
konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan dapat kita
lihat
bahwa
disini
bidang
–
bidang
usaha tersebut selalu berorientasi pada kepentingan publik. Di samping itu, dalam
mendirikan badan usaha tersebut organ yayasan perlu mempertimbangkan beberapa
hal berikut yaitu : badan usaha tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, badan usaha tidak melanggar kesusilaan, badan usaha itu tidak melanggar
aturan dan ketentuan yang berlaku pada Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun
2001.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Yayasan adalah: Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota dengan Dasar hukum: UUY 28/2004
(pengganti UUY 16/2001). Badan hukum Yayasan lahir setelah akta pendirian
Yayasan disahkan oleh Menhukham
2. Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik
22
untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang
bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan
imbalan apapun dari organisasi tersebut
3. Ciri Organisasi Nirlaba
a. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan
pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau
suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber
daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
4. Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu masyarakat luas yang tidak
mampu khususnya dalam hal ekonomi. Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat
untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang
memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan
yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi
dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki
organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan
23
lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi
nirlaba itu ada.
4.2. SARAN
Kepastian hukum dalam eksistensi yayasan harus lebih ditegakkan. Antara
yayasan sebagai badan hukum yang berorientasi laba maupun nirlaba. Sudah
seyogyanyalah suatu yayasan mementingkan yayasan yang benar-benar murni nirlaba
dan bukan berorientasi kepada laba. Yang akhirnya pengawasan dari pemerintahlah
yang harus lagi di tingkat serta di utamanakan yang mana negara sebagai penengah
dalam segala sesuatunya berkehidupan begbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Muis, Abdul, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan
Mengenai Yayasan Sebagai Badan Hukum dalam Menjalankan Kegiatan Sosial,
FHUSU, Medan, 1991:
Prasetya, Ruhdi, Yayasan dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
L.Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif
Atau
Komersial, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,2001.
Ningrum N Sirait,, Diktat Mata Kuliah Hukum Perusahaan, Magister Kenotariatan
Usu, 2008
Edi
Suharto,Pekerjaan
Sosial
Industri,CSR
Http://pkbl.bumn.go.id/file/PSICSR ComDev-edi%20suharto.pdf.
24
Dan
ComDev,
Borahima, Anwar, Kedudukan Yayasan di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010.
Sentosa, Sembiring, Hukum Dagang, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.
Widjaja, Gunawan, Yayasan di Indonesia: Suatu Panduan Komprehensip, Elex
Media Komputindo, Jakarta, 2002.
25
PENDAHULUAN
Pada tanggal 6 Agustus 2001 diundangkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan, yang kemudian hanya berselang dua tahun, yaitu pada tanggal
6 Oktober 2004 terbit undang-undang revisinya yaitu Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.
Sesungguhnya eksistensi yayasan sudah lama diakui dalam lalu lintas hukum kita,
hanya saja karena belum diatur secara hukum positif, maka hidup dan tumbuh serta
berlangsung berdasarkan kebiasaan yang hidup didalam masyarakat semata-mata.
Dalam hubungan dengan sudah adanya undang-undang yang mengatur mengenai
yayasan tersebut, mungkin perlu adanya penguraian bahwa mulanya tentang yayasan
diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 yang mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus
2002, tetapi kemudian diterbitkan UU No. 28 Tahun 2004, yang maksudnya untuk
merevisi UU No. 16 Tahun 2001, revisi dilakukan atas pertimbangan karena ternyata
setelah terbitnya UU Nomor 16 Tahun 2001, dalam perkembangannya, belum
menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, serta
dapat menimbulkan berbagai penafsiran. 1Atas dasar pertimbangan itulah dilakukan
perubahan atas undang-undang yang telah ada itu.
Yayasan tersebut pada umumnya bergerak dalam bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang keagamaan, bidang kebudayaan, dan bidang social. Yayasanyayasan dibidang pendidikan ada yang mendirikan sekolah, mendirikan perguruan
tinggi, memberikan beasiswa bagi murid atau mahasiswa yang berprestasi dan
lainnya. Yayasan yang bergerak
dibidang kesehatan misalnya mendirikan rumah
sakit, memberikan biaya pengobatan untuk penyakit-penyakit tertentu seperti
penyakit kanker, jantung, paru-paru, dan lainnya. Juga, yayasan di bidang social
1
Periksa UU No. 16 Tahun 2001 dan UU No. 28 Tahun 2004
1
seperti mendirikan panti asuhan, panti jompo. Dan ada lagi yang bergerak di bidang
kebudayaan seperti perwayangan, kelompok sastra, drama, dan lain sebagainya.
Yayasan merupan suatu lembaga yang mempunyai suatu tujuan idiil, yaitu
tujuan social bagi kesejahteraan masyarakat 2. Periksa Anggaran Dasar yayasan yang
telah dilakukan oleh Mentri Hukum dan HAM3. Dalam hal ini undang-undang kita
yang mengatur mengenai yayasan (UU 16 Tahun 2001 jo. Revisinya UU No. 24
Tahun 2004), telah membatasai dengan ketat mengenai tujuan dari yayasan,
sedemikian rupa hingga yayasan ini tidak disalahgunakan. Sebagaimana pasal 1 UU
No. 16 Tahun 2001, ditentukan bahwa yayasan diperuntukkan untuk tujuan tertentu
dibidang social, keagamaan, dan kemanusiaan4. Demikian yayasan hanyalah dapat
mempunyai tujuan dari tiga sector ini.
Dalam hal ini penulis mengkaji yayasan sebagai fungsi social dengan judul
yang penulis angkat adalah “TINJAUAN SEPUTAR KESOSIALAN YAYASAN
SEBAGAI BADAN HUKUM DENGAN ORIENTASI MURNI NIRLABA” yang
meskipun Undang-Undang yayasan tidak secara tegas menyatakan bahwa yayasan
organisasi nirlaba, tetapi dari rumusan pengertian yang diberikan bahwa “yayasan
adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan
untuk mencapai tujuan tertentu di bidang social, keagamaan, dan kemanusiaan, yang
tidak mempunyai anggota”5 jelas tampak bagi kita semua bahwa yayasan tidak
bermaksud mencari keuntungan sebesar-besarnya.
BAB II
2
Muis, Abdul, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Mengenai Yayasan
Sebagai Badan Hukum dalam Menjalankan Kegiatan Sosial, FHUSU, Medan, 1991: hal. 82
3
Periksa lampiran 3
4
Prasetya, Ruhdi, Yayasan dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2012: hal. 60
5
Lihat UUY No. 16 Tahun 2001, op.cit.
2
PERMASALAHAN
2.1. Rumusan Masalah
1) Bagaimana tinjauan umum pengaturan tentang yayasan?
2) Bagaimana pengaturan mengenai organisasi nirlaba?
3) Bagaimana tinjauan tujuan dan kegiatan yayasan?
2.2. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai tinjauan umum pengaturan tentang
yayasan.
2. Untuk mengetahui mengenai organisasi nirlaba.
3. Untuk mengetahui mengenai tujuan dan kegiatan yayasan.
.
3
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1. TINJAUAN UMUM YAYASAN
1.
Yayasan adalah: Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota6.
2.
Dasar hukum: UUY 28/2004 (pengganti UUY 16/2001). Badan hukum
Yayasan lahir setelah akta pendirian Yayasan disahkan oleh Menhukham7.
Syarat substansial8 Yayasan:a) Didirikan oleh satu orang atau lebih, atau b)
3.
Didirikan berdasarkan surat wasiat c) Kekayaan awal dipisahkan dari kekayaan
pendiri d) Kekayaan awal minimal Rp. 10.000.000,Cara mendirikan yayasan9:
4.
CARA MENDIRIKAN YAYASAN
Pendirian suatu Yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001
mengenai Yayasan, yang diubah denganUndang-Undang No. 28 Tahun 2004, diatur
dalam pasal 9 UU No. 16/2001, yaitu:
1. Minimal didirikan oleh satu orang atau lebih.
6
Lihat UU No.16 Tahun 2001, op.cit
7
Idem.
8
Idem.
9
Idem.
4
2. Pendiri tersebut harus memisahkan kekayaan pribadinya dengan kekayaan
Yayasan.Hal ini sama PT, dimana pendiri menyetorkan sejumlah uang kepada
Yayasan,
untuk
kemUdian
uang
tersebut
selanjutnya
menjadi
Modal
awal/kekayaanYayasan.
3. Dibuat dalam bentuk akta Notaris yang kemudian di ajukan pengesahannya pada
Menteri Kehakiman dan HakAzasiManusia, serta diumumkan dalam berita negara
Republik Indonesia. Dalam prakteknya, jika seseorang ingin mendirikan suatu
yayasan, maka pertama-tama orang tersebut harusmemiliki calon nama. Nama
tersebut kemudian di cek melalui Notaris ke Departemen Kehakiman. Karena
prosespengecekan dan pengesahan yayasan masih dalam bentuk manual (berbeda
dengan PT yang sudah melalui sistemelektronik), maka untuk pengecekan nama
tersebut calon pendiri harus menunggu selama 1 bulan untukmendapatkan kepastian
apakah nama tersebut dapat digunakan atau tidak. Karena proses yang cukup lama
tersebut, sebaiknya calon pendiri menyiapkan beberapa nama sebagai cadangan.
Selama menunggu persetujuan penggunaan nama tersebut, calon pendiri dapat
menyiapkan beberapa hal yang akan dicantumkan dalam akta pendirian yayasan
yaitu:
1. Maksud dan tujuan yayasan, secara baku terdiri dari 3 unsur saja, yaitu: sosialkemanusiaan, dan keagamaan.
2. Jumlah kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya, yang nantinya akan
digunakan sebagai modal awalyayasan.
3. Membentuk Susunan Pengurus yang minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan
bendahara (pasal 32 ayat 2) untuk jangka waktu kepengurusan selama 5 tahun.
4. Membentuk Pengawas (minimal 1 orang), yang merupakan orang yang berbeda
dengan pendiri maupun pengurus.
5
5. Menyiapkan program kerja Yayasan, yang ditanda-tangani oleh Ketua, sekretaris dan
bendahara.
Setelah nama yang dipesan disetujui, maka pendiri harus segera menindak
lanjuti pendirian Yayasan tersebut dengan menanda-tangani akta notaris. Notaris akan
segera memproses pengesahan dari Yayasan tersebut dalamwaktu maksimal 1 (satu)
bulan sejak persetujuan penggunaan nama dari Departemen Kehakiman. Karena
apabilaproses pengesahan tidak dilakukan dalam waktu 1 bulan sejak persetujuan
penggunaan nama, maka pemesanannama tersebut menjadi gugur dan nama tersebut
bisa digunakan oleh yayasan lain.Untuk melengkapi legalitas suatu yayasan, maka
diperlukan ijin-ijin standard yang meliputi:
1. Surat keterangan domisili Perusahaan (SKDP) dari Kelurahan/kecamatan
setempat.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Yayasan
3. Ijin dari Dinas sosial (merupakan pelengkap, jika diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan sosial) atau4. Ijin/terdaftar di Departemen Agama untuk Yayasan
yang bersifat keagamaan (jika diperlukan). Perlu dicermati bahwa pendirian yayasan
pada saat ini harus di ikuti tujuan yang benar-benar bersifat sosial. Karena sejak
berlakunya Undang-Undang No. 16/2001, maka yayasan tidak bisa digunakan
sebagai sarana kegiatan yang bersifat komersial dan harus murni bersifat sosial.
KEKAYAAN YAYASAN DAN SUMBER-SUMBERNYA
Kekayaan yayasan diatur dalam pasal 2,pasal 26 ayat 1, pasal 26 ayat 2 UU
nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan. Diketahui bahwa kekayaan yayasan
merupakan kekayaan yang dipisahkan dapat berupa uang,barang,maupun kekayaan
lain yang diperoleh yayasan berdasarkan UU No 16 Tahun 2001 tentang yayasan.
Kekayaan yang diperoleh dari :
6
a. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat
b. Wakaf
c. Hibah
d. Hibah wasiat (legat) dan
e. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan /
peraturan UU yang berlaku.
Kegiatan Yayasan10:
5.
a) SOSIAL -> pendidikan formal dan non formal; panti asuhan/wreda/ jompo;
rumah sakit, poliklinik, laboratorium; pembinaan olahraga; penelitian di bidang
ilmu pengetahuan; studi banding.
b) KEAGAMAAN -> mendirikan sarana ibadah, pondok pesantren; menerima
dan menyalurkan amal zakat, sedekah; meningkatkan pemahaman keagamaan,
melaksanakan syiar agama, studi banding keagamaan.
c) KEMANUSIAAN ->memberi bantuan kepada: korban bencana alam,
pengungsi akibat perang, tunawisma/fakir miskin/gelandangan; mendirikan
rumah singgah, rumah duka: memberikan perlindungan konsumen; melestarikan
lingkungan hidup.
6.
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan badan usaha
(PT) dan atau ikut serta dalam badan usaha (PT) dengan ketentuan11:
a) Penyertaan (modal) maksimal 25% dari aset Yayasan
10
Idem.
11
Idem.
7
b) Kegiatan badan usaha (PT) yang didirikan Yayasan sesuai dengan maksud dan
tujuan Yayasan
c) Hasil kegiatan usaha tidak boleh dibagikan kepada organ Yayasan
d) Organ Yayasan tidak boleh merangkap sebagai Direksi dan Komisaris pada
badan usaha (PT) yang didirikannya.
Isi Anggaran Dasar Yayasan12:
7.
a) Nama dan tempat kedudukan
b) Maksud dan tujuan serta kegiatan
c) Jangka waktu pendirian
d) Kekayaan awal (cara memperoleh dan penggunaannya)
e) Organ Yayasan yang terdiri dari: Pembina, Pengurus, Pengawas
f) Tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pembina, Pengurus
dan Pengawas
g) Hak dan kewajiban Pembina, Pengurus dan Pengawas
h) Tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan
i) Tahun buku (1 Jan s/d 31 Des)
j) Perubahan Anggaran Dasar
k) Penggabungan dan Pembubaran Yayasan
12
Idem.
8
l) Penggunaan kekayaan Yayasan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan
Yayasan setelah bubar
m) Peraturan penutup
n) Identitas Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Perubahan Anggaran Dasar Yayasan13:
8.
a) Diperbolehkan asalkan tidak mengubah maksud dan tujuan
b) Berdasarkan permufakatan rapat Pembina atau persetujuan 2/3 anggota
Pembina yang hadir
c) Merubah nama dan kegiatan harus mendapat persetujuan Menhukham
d) Merubah selain nama dan kegiatan, cukup diberitahukan kepada Menhukham
e) Atas persetujuan Kurator, jika Yayasan pailit.
Larangan terhadap Yayasan14:
9.
a) Memakai nama yang sama dengan nama Yayasan lain
b) Membagikan hasil kegiatan usaha ataupun kekayaan Yayasan (berupa gaji, dll)
kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.
c) Melakukan perubahan anggaran dasar pada saat Yayasan pailit, kecuali atas
persetujuan Kurator.
13
Idem.
14
Idem.
9
Organ Yayasan terdiri dari15:
10.
a) Pembina (disarankan minimal 3 orang)
b) Pengurus (minimal Ketua, Sekretaris, Bendahara)
c) Pengawas (minimal 1 orang).
(Cat: Perkumpulan syaratnya hampir sama dengan Yayasan hanya organ tertinggi
bukan Pembina tapi Rapat Anggota).
11.
Pembina mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus
atau Pengawas, meliputi16:
a) Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar
b) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas
c) Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan
d) Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan
e) Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau
Pengawas.
12.
Gaji ditetapkan Pembina sesuai kemampuan Yayasan. Pengurus bisa
menerima gaji bila17:
15
Idem.
16
Idem.
17
Idem.
10
a) Ditentukan dalam Anggaran Dasar
b) Pengurus bukan pendiri dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan
Pengawas, dan melaksanakan kepengurusan secara langsung dan penuh.
13.
Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 tahun untuk
melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun lampau
dan rencana perkembangan Yayasan satu tahun ke depan18.
14.
Pengurus (juga Pengawas) diangkat berdasarkan rapat Pembina untuk jangka
waktu 5 tahun dan dapat diangkat kembali. Bila terjadi penggantian pengurus,
maka pengurus yang menggantikan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada
Menkumham paling lambat 30 hari sejak tanggal penggantian pengurus19.
15.
Pengurus dapat mengangkat (dan memberhentikan) Pelaksana Kegiatan
Harian yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari.20
Laporan Tahunan harus dibuat dengan memuat21:
16.
a) Laporan keadaan dan kegiatan Yayasan serta hasil yang dicapai
b) Laporan keuangan (bila dapat bantuan dari pihak luar minimal Rp. 500 juta
dalam satu tahun, dan asetnya diatas Rp 20 miliar wajib diaudit Akuntan Publik).
Laporan ditandatangani pengurus dan pengawas, lalu disahkan oleh rapat
pembina dan ditempel pada papan pengumuman di kantor Yayasan.
18
Idem.
19
Idem.
20
Idem.
21
Idem.
11
17.
Yayasan yang sudah ada sebelum UUY tetap diakui sebagai badan hukum
jika telah22:
a) Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam tambahan berita
negara RI, atau
b) Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin dari instansi terkait.
(Paling lama 6 Oktober 2008 telah menyesuaikan Anggaran Dasar, dan paling
lama 1 tahun sejak penyesuaian Anggaran Dasar wajib diberitahukan kepada
Menhukham.Yayasan yang diakui sebagai badan hukum tidak menyesuaikan
Anggaran Dasarnya dalam masa 3 tahun (paling lambat 6 Oktober 2008) dapat
dibubarkan berdasarkan keputusan Pengadilan).
18.
Penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan satu atau
lebih Yayasan dengan Yayasan lain dan mengakibatkan Yayasan yang
menggabungkan diri menjadi bubar. Penggabungan Yayasan dapat dilakukan
dengan memperhatikan23:
a) Ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan
Yayasan yang lain
b) Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya
sejenis, atau
c) Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
3.2 ORGANISASI NIRLABA
22
Idem.
23
Idem.
12
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik
untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang
bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan
imbalan
apapun
dari
organisasi
tersebut.
(IAI,
2004:
45.1)
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari
beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai
tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi
pada pemupukan laba atau kekayaan semata 24. Lembaga nirlaba atau organisasi non
profit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa
menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini
semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba. Berdasarkan pengertian di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa organisasi nirlaba adalah salah satu lembaga yang tidak
mengutamakan laba dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam organisasi
nirlaba pada umumnya sumber daya atau dana yang digunakan dalam menjalankan
segala kegiatan yang dilakukan berasal dari donatur atau sumbangan dari orang-orang
yang ingin membantu sesamanya.
Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu masyarakat luas yang tidak
mampu khususnya dalam hal ekonomi. Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat
untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang
memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan
yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi
dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki
24
Pahala Nainggolan, 2005 : 01
13
organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan
lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi
nirlaba itu ada.
2.2.1. DEFINISI ORGANISASI NIRLABA TINJAUAN SECARA UMUM
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian
publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal
yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat
buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan beberapa para petugas
pemerintah.
Perbedaan
organisasi
nirlaba
dengan
organisasi
laba
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya
(laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi
nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas
memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi
nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba
yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya.
Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang
menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana.
Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan
Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi.
Yayasan bergerak dibidang usaha yang berkaitan dengan urusan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, demikian menurut rumusan pasal 1 UUY. Bidang usaha
yayasan tersebut pada hakikatnya merupakan penegasan atau bidang usaha yang
14
selama
ini
diterjuni
oleh
yayasan-yayasan
sebelum
lahir
UUY.
Tidak terjadi perbedaan drastis antara sebelum dan setelah UUY karena sebelum
lahir UUY pun yayasan-yayasan yang didirikan oleh masyarakat Indonesia bergerak
di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Akan tetapi, secara faktual tidak
dapat dipungkiri suatu fakta di dalam praktik yayasan bahwa ada yayasan yang
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pendiri atau pengurusnya, sehingga UUY
menata dengan tegas atas hal itu. Penjelasan umum UUY mengakuinya dengan
menyatakan: Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan
dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan, yang tidak
hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan,
kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para
Pendiri, pengurus, dan pengawas.
2.2.2. CIRI DAN KONSEP AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA
Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba
1.
Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan
pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
2.
Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber
daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
15
Konsep Dasar Pemikiran Akuntansi Organisasi Nirlaba
Di Amerika Serikat (AS), Financial Accounting Standard Board (FASB) telah
menyusun tandar untuk laporan keuangan yang ditujukan bagi para pemilik entitas
atau pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang tidak secara aktif terlibat dalam
manajemen entitas bersangkutan, namun mempunyai kepentingan. FASB juga
berwenang untuk menyusun standar akuntansi bagi entitas nirlaba nonpemerintah,
sementara US Government Accountingg Standard Board (GASB) menyusun standar
akuntansi dan pelaporan keuangan untuk pemerintah pusat dan federal AS.
Di Indonesia, Departemen Keuangan RI membentuk Komite Standar Akuntansi
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Organisasi penyusun standar untuk
pemerintah itu dibangun terpisah dari FASB di AS atau Komite Standar Akuntansi
Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia di Indonesia karena karateristik entitasnya
berbeda. Entitas pemerintah tidak mempunyai pemegang saham atau semacamnya,
memberikan pelayanan pada masyarakat tanpa mengharapkan laba, dan mampu
memaksa pembayar pajak untuk mendukung keuangan pemerintah tanpa peduli
bahwa imbalan bagi pembayar pajak tersebut memadai atau tidak memadai.
International Federation og Accountant (IFAC) membentuk IFAC Public Sector
Committee (PSC) yang bertugas menyusun International Public Sector Accounting
Standartd (IPSAS). Istilah Public Sector di sini berarti pemerintah nasional,
pemerintah regional (misalnya Negara bagian, daerah otonom, provinsi, daerah
istimewa), pemerintah local (misalnya kota mandiri), dan entitas pemerintah terkait
(misalnya perusahaan Negara, komisi khusus). Dengan demikian PSC tidak
menyusun standar akuntansi sector public nonpemerintah.
Pelatihan Keuangan untuk Pengelola Keuangan Organisasi Nirlaba
Organisasi Nirlaba di Indonesia saat ini masih cenderung menekankan pada
prioritas kualitas program dan tidak terlalu memperhatikan pentingnya sistem
16
pengelolaan keuangan. Padahal sistem pengelolaan keuangan yang baik diyakini
merupakan salah satu indikator utama akuntabilitas dan transparansi sebuah lembaga.
Pengetahuan dari staff keuangan mengenai pengelolaan keuangan organisasi nirlaba
masih sangat minimal. Padahal untuk membangun sistem pengelolaan keuangan yang
handal dibutuhkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang cukup.
Penabulu
menghadirkan
Pelatihan
keuangan
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan organisasi nirlaba melalui
penguatan kapasitas dalam bidang pengelolaan keuangan.
Peserta pelatihan memahami sistem pengendalian internal sebagai bagian dari
usaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja lembaga. Peserta dapat melakukan
administrasi keuangan organisasi nirlaba dan membuat laporan keuangan organisasi
sesuai dengan ketentuan dalam PSAK 45.
Pajak bagi organisasi nirlaba
Banyak yang bertanya, apakah organisasi nirlaba, yang mana mereka tidak
mengambil keuntungan dari apapun, akan dikenakan pajak? Sebagai entitas atau
lembaga, maka organisasi nirlaba merupakan subyek pajak. Artinya, seluruh
kewajiban subyek pajak harus dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua
penghasilan yang diperoleh yayasan merupakan obyek pajak.
Pemerintah Indonesia memperhatikan bahwa badan sosial bukan bergerak untuk
mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas pendapatan yang obyek
pajak dan bukan obyek pajak. Namun di banyak negara, organisasi nirlaba boleh
melamar status sebagai bebas pajak, sehingga dengan demikian mereka akan terbebas
dari pajak penghasilan dan jenis pajak lainnya.
2.3 TUJUAN dan KEGIATAN USAHA YAYASAN
17
Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat
dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah
yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan,
akan
tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup
orang lain. Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang
menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam suatu lembaga yang
diakui dan diterima keberadaannya.
Dengan ketiadaan peraturan yang jelas ini, maka semakin berkembang dan
bertumbuhanlah yayasan – yayasan di Indonesia dengan cepat, pertumbuhan mana
tidak diimbangi dengan pertumbuhan peraturan dan pranata yang memadai bagi
yayasan itu sendiri, sehingga masing – masing pihak yang berkepentingan
menafsirkan pengertian yayasan secara sendiri – sendiri sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan mereka.
Tujuan dari Undang – Undang Yayasan, memberikan pemisahan antara peran
yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai
pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya penyertaan modal
maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan
tumpang tindih kepentingan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada
larangan terhadap organ yayasan.25
Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan jelas menegaskan bahwa Yayasan
harus bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
25
L.Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif Atau
Komersial, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,2001,Halaman 8
18
Pada pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001
memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha ataupun mendirikan
suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001
menyebutkan :
” Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian
maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut
serta dalam suatu badan usaha.”
Pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini
tidak diubah tetapi penjelasan pasal ini mempertegas bahwa yayasan tidak dapat
digunakan sebagai wadah usaha. Dengan perkataan lain yayasan tidak dapat langsung
melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau
melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikut sertakan kekayaannya.
Pada Pasal 7 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan bahwa :
” Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan
maksud dan tujuan yayasan.”
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa yayasan harus bertujuan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, dimana yayasan boleh melakukan kegiatan usaha
asalkan laba yang diperoleh dari hasil usaha tersebut dipergunakan dan diperuntukkan
untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini
diperlukan agar yayasan tidak tergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan
pihak lain.26
Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 200 jo Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :
26
Chatamarrasjid Ais, Op. Cit, halaman 51
19
”Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang –
undangan yang berlaku.”
Dalam penjelasan Pasal 8 (delapan) ini, dijelaskan bahwa cakupan kegiatan
usaha
yayasan
menyangkut
Hak
Azasi
Manusia,
kesenian,
olahraga,
perlindungankonsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu
pengetahuan.
Dari
penjelasan itu, kita dapat menyatakan bahwa tujuan dari sebuah yayasan adalah
meningkatkan derajat hidup orang banyak atau mensejahterakan masyarakat.
Mengentaskan kemiskinan, memajukan kesehatan, dan memajukan pendidikan
merupakan kegiatan usaha yang harus menjadi prioritas bagi yayasan. Semua tujuan
yayasan
diharapkan
berakhir
pada
aspek
kepentingan
umum/
kemanfaatan publik sebagaimana maksud dan tujuan yayasan yang seharusnya.
Sebagai perbandingan di Inggris difinisi dari tujuan sosial, keagamaan dan
kemanusiaan ini, sering kali dikaitkan dengan pengertian charity atau sosial
Di Inggris dalam Charitable Uses Acts of 1601 mengemukakan ada 4
klasifikasi dari Charity yaitu mengatasi kemiskinan (The Relief Of Poverty),
memajukan pendidikan (The Advancement of Education), memajukan agama (The
Advancement Of religion), dan tujuan – tujuan lain untuk kepentingan umum (And
Other Purpose of Beneficial to The Community) 27. Pada klasifikasi diatas mencakup
aspek
kepentingan
umum
atau
kemanfaatan
bagi publik umumnya. Jadi, suatu sumbangan atau kegiatan bersifat charitable (
sosial ) dan kemanusiaan bila ia bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya.
Yayasan
tujuannya
bersifar
sosial,
keagamaan
dan
kemanusiaan,namun
Undang – Undang tidak melarang yayasan untuk menjalankan kegiatan usaha.namun
27
Ningrum N Sirait,, Diktat Mata Kuliah Hukum Perusahaan ,Magister Kenotariatan
Usu,2008
20
tidak semata – mata untuk mencari laba, seperti yayasan yang mengusahakan
poliklinik atau rumah sakit. Undang – Undang menghendaki rumah sakit atau
poliklinik berbentuk yayasan, namun jika dilihat dari kegiatan usahanya, rumah sakit
atau poliklinik ditujukan juga untuk mencari laba, namun tujuan yayasan itu bersifat
sosial dan kemanusiaan. Jadi disini rumah sakit tidak dapat dikatagorikan untuk
mencari keuntungan tetapi bertujuan untuk sesuatu yang idiil atau filantropis atau
amal walaupun tidak mustahil yayasan itu mendapat keuntungan28.
Yayasan sebagai philantropis adalah suatu kegiatan yang diminati menuju
kesejahteraan masyarakat. Arti dari philantropis itu adalah kedermawanan sosial,
yang dijalankan dalam kerangka kesadaran dan kesepakatan perusahaan dalam
menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. 29Contoh lain dalam pencapaian
nilai philantropis pada yayasan adalah melalui yayasan yang dirikan oleh perusahaan
atau group perusahaan. untuk pencapaian program Corporate Social Responcibility
(CSR). Perusahaanlah yang menyediakan modal awal, dana rutin atau dana abadi
pada yayasan yang didirikannya. Yayasan ini lah yang menjalankan program CSR
perusahaan yang terdorong untuk menolong sesama dan memperjuangkan
pemerataan sosial.
Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang – undang Nomor 16 Tahun 2001, diterangkan
bahwa kegiatan usaha yayasan penting dilakukan dalam rangka tercapainya maksud
dan tujuan yayasan. Agar yayasan bisa melakukan kegiatan usaha, yayasan
memerlukan wadah atau sarana. Untuk itu, yayasan diperbolehkan mendirikan badan
usaha
supaya
bisa
melaksanakan
kegiatan
usahanya,.
Bahwa ketika mendirikan badan usaha, yayasan harus mengutamakan pendirian
badan usaha yang memenuhi hajat hidup orang banyak, misalnya badan usaha yang
28
Edi Suharto,Pekerjaan Sosial Industri,CSR Dan ComDev,
Http://pkbl.bumn.go.id/file/PSICSR ComDev-edi%20suharto.pdf.
21
bergerak dibidang penanganan Hak Azasi Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan
konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan dapat kita
lihat
bahwa
disini
bidang
–
bidang
usaha tersebut selalu berorientasi pada kepentingan publik. Di samping itu, dalam
mendirikan badan usaha tersebut organ yayasan perlu mempertimbangkan beberapa
hal berikut yaitu : badan usaha tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, badan usaha tidak melanggar kesusilaan, badan usaha itu tidak melanggar
aturan dan ketentuan yang berlaku pada Pasal 8 Undang – Undang Nomor 16 Tahun
2001.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Yayasan adalah: Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota dengan Dasar hukum: UUY 28/2004
(pengganti UUY 16/2001). Badan hukum Yayasan lahir setelah akta pendirian
Yayasan disahkan oleh Menhukham
2. Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik
22
untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang
bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan
imbalan apapun dari organisasi tersebut
3. Ciri Organisasi Nirlaba
a. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan
pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau
suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber
daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
4. Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu masyarakat luas yang tidak
mampu khususnya dalam hal ekonomi. Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat
untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang
memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan
yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi
dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki
organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan
23
lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi
nirlaba itu ada.
4.2. SARAN
Kepastian hukum dalam eksistensi yayasan harus lebih ditegakkan. Antara
yayasan sebagai badan hukum yang berorientasi laba maupun nirlaba. Sudah
seyogyanyalah suatu yayasan mementingkan yayasan yang benar-benar murni nirlaba
dan bukan berorientasi kepada laba. Yang akhirnya pengawasan dari pemerintahlah
yang harus lagi di tingkat serta di utamanakan yang mana negara sebagai penengah
dalam segala sesuatunya berkehidupan begbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Muis, Abdul, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan
Mengenai Yayasan Sebagai Badan Hukum dalam Menjalankan Kegiatan Sosial,
FHUSU, Medan, 1991:
Prasetya, Ruhdi, Yayasan dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
L.Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif
Atau
Komersial, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,2001.
Ningrum N Sirait,, Diktat Mata Kuliah Hukum Perusahaan, Magister Kenotariatan
Usu, 2008
Edi
Suharto,Pekerjaan
Sosial
Industri,CSR
Http://pkbl.bumn.go.id/file/PSICSR ComDev-edi%20suharto.pdf.
24
Dan
ComDev,
Borahima, Anwar, Kedudukan Yayasan di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010.
Sentosa, Sembiring, Hukum Dagang, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.
Widjaja, Gunawan, Yayasan di Indonesia: Suatu Panduan Komprehensip, Elex
Media Komputindo, Jakarta, 2002.
25