MEDIA SEJARAH BERBASIS KKNI SEBAGAI SARA
MEDIA SEJARAH BERBASIS KKNI SEBAGAI SARANA
PEMAHAMAN BELAJAR SEJARAH BANGSA
Oleh:
Septina Alrianingrum, SS, M.Pd
FIS – Unesa
[email protected]
PENDAHULUAN
Dewasa ini kecintaan dan kebanggaan kepada bangsa dan tanah air
Indonesia terlihat mulai semakin memudar, sehingga nasionalisme kebangsaan
kita dikhawatirkan lenyap seiring perkembangan jaman dan semakin kompleknya
kehidupan berbangsa dan bernegara. Globalisasi dan modernisasi menjadi
tantangan nyata dalam proses pemahaman sejarah bangsa karena melahirkan
pragmatisme sikap pada rata-rata kaum menengah sampai kaum elite bangsa.
Pesatnya perkembangan globalisasi mempengaruhi budaya bangsa dan
wawasan kebangsaan masyarakat yang mulai mengalami degradasi moral.
Institusi penegak hukum yang semula diharapkan bisa memperbaiki keadaan
ternyata kondisinya lebih parah. Hal ini terlihat sejak tahun 2009 Mahkamah
Agung telah menjatuhkan sanksi pada 78 hakim. Tahun 2010 meningkat menjadi
107 hakim mendapat teguran sampai diberhentikan. Kondisi kepolisian tidak jauh
berbeda karena selama 2010 ada 294 polisi dipecat dari dinas Polri yang terdiri
dari 78 perwira, 272 bintara dan 4 tamtama (Kompas, 20 Juni 2011). Hal ini
menunjukkan bahwa persoalan kebangsaan kita telah ”dihancurkan” oleh perilaku
masyarakatnya sendiri terlihat pada (1) menurunnya moralitas elit dan lembaga
negara (Warjio, Waspada.com; 04 July 2011); (2) maraknya ‘westernisasi’ dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat yang mulai melupakan nilai-nilai kearifan lokal
bangsanya sendiri; dan (3) semakin dibebani dengan beberapa fenomena sosial
budaya yang terjadi pada kehidupan masyarakat di berbagai daerah. Kondisi ini
merupakan bukti konkrit adanya pemahaman terhadap lunturnya wawasan
kebangsaan Indonesia.
Jika kita pahami dengan seksama, diketahui bahwa wawasan kebangsaan
Indonesia sejak tahun 1908 telah memiliki nilai-nilai luhur membangun karakter
bangsa. Wawasan kebangsaan Indonesia lahir ketika bangsa Indonesia berusaha
dan berjuang membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan bangsa barat yaitu
bangsa Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Catatan sejarah perlawanan para
pahlawan itu telah membuktikan bahwa semangat perjuangan bangsa Indonesia
terus berusaha mengusir penjajah dari Nusantara dari abad ke-15 sampai
menjelang abad ke-20. Munculnya kesadaran berjuang secara nasional
berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia mulai nampak
sejak tanggal 20 Mei 1908. Hal ini menjadi tonggak awal sejarah perjuangan
bangsa yang bersifat nasional karena memiliki tekad perjuangan yang lebih tegas.
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dengan ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa,
dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia” menjadi titik
kulminasi awal kesadaran akan wawasan kebangsaan untuk mencapai satu
tonggak sejarah bersatu padu memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945. Perjalanan sejarah ini menjadi embrio konsep awal ‘wawasan
kebangsaan’ berupa gagasan, sikap, dan tekad yang bersumber dari nilai-nilai
budaya bangsa serta disemangati cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dari beberapa kejadian yang terekam dalam jejak sejarah bangsa sudah
selayaknya kita sebagai anak bangsa dan generasi penerus melakukan segala
upaya untuk membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara ‘Indonesia’. Pembelajaran sejarah menjadi
salah satu solusi untuk mulai kembali memperkenalkan proses pendidikan
wawasan kebangsaan ‘Indonesia’ melalui berbagai media pembelajarannya.
Perubahan kebijakan pendidikan sebagai upaya meningkatkan kompetensi
dan kompetisi masyarakat Indonesia telah dipikirkan dengan diterapkannya
kurikulum 2013 (K-13) di satuan pendidikan dasar dan menengah. K-13 yang
dirancang untuk memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap secara utuh, sehingga
menjadi
dasar perumusan
kompetensi dasar tiap mata pelajaran yang ada didalamnya. K-13 memiliki tiga
aspek penilaian, yaitu (1) aspek pengetahuan; (2) aspek ketrampilan; dan (3)
aspek sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku (moral) adalah aspek penilaian yang
penting dalam proses pembelajaran agar peserta didik memiliki kompetensi yang
kompetitif.
Perubahan diatas juga ditindak lanjuti pada perguruan tinggi khususnya
Lembaga Pencetak Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk menyelaraskan
kurikulum perguruan tinggi dengan implementasi K-13 secara optimal.
Kurikulum berbasis kompetensi yaitu suatu kurikulum yang mengacu pada KKNI
(Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) agar terjadi proses standarisasi
kompetensi lulusannya. Saat ini sedang menjadi perbincangan serius para
akademisi kampus di hampir setiap perguruan tinggi bahwa KKNI yang disusun
oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2003 melalui tim khusus
yang dipimpin oleh Megawati Santoso dari Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional berjalan signifikan dengan sistem pendidikan nasional.
Tujuan dari KKNI ini adalah untuk menjamin dan meningkatkan kualitas
pendidikan dan pelatihan agar dunia kerja mendapat kepastian terhadap kualitas
calon tenaga kerja, khususnya guru profesional. KKNI lebih bersifat mengakui
segala macam proses pembelajaran baik dalam pendidikan formal maupun
informal melalui hasil capaian pembelajarannya. s
Pembelajaran sejarah menjadi salah satu alternatif untuk menyamakan visi
tentang pemahaman dan wawasan kebangsaan ‘Indonesia’ sehingga masyarakat,
guru dan peserta didik dapat memiliki satu pemahaman utuh tentang sejarah
bangsanya sendiri. Standarisasi nasional pembelajaran sejarah berbasis KKNI
dapat memberikan suatu alternatif penyamaan visi pembangunan moral bangsa
untuk bangga dan memiliki identitas ke-Indonesia-annya menyongsong era global
ini. KKNI yang diatur oleh Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2012 bertujuan agar
lulusannya harus mencapai learning outcome yang standard, sehingga lulusan dari
seluruh Indonesia dalam bidang-bidang tertentu memiliki kesamaan keselarasan
pendidikan dengan dunia kerja yang dapat mengurangi pengangguran dan
menghasilkan pendidikan yang relevan.
PERMASALAHAN
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan sebuah
permasalahan tentang “Berapa bentuk media pembelajaran sejarah yang sesuai
untuk memberikan pemahaman terhadap pembelajaran sejarah bangsa?”
TUJUAN dan MANFAAT
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi beberapa
jenis dan bentuk media pembelajaran sejarah yang dapat memberikan pemahaman
terhadap pembelajaran sejarah bangsa. Sedangkan tujuan dari pemilihan media
pembelajaran sejarah untuk memberikan pemahaman terhadap sejarah bangsa
diharapkan para calon guru dapat:
1. Menggunakan sumber belajar sebagai media pembelajaran berbasis IPTEKS
untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran sejarah bangsa.
2. Mempersiapkan calon guru profesional agar dapat memberikan media yang
tepat dalam proses pembelajarannya untuk memahami sejarah bangsa melalui
aspek pengetahuan metakognitif keilmuan sejarah dengan menunjukkan
keahlian
berkarya/menciptakan
karya/media
tentang
masalah-masalah
pendidikan sejarah dan sejarah bangsa.
3. Melalui KKNI diharapkan akan mengubah persepsi calon guru profesional
menjadi kompetitif dan berkompetisi secara nasional baik formal, non formal,
atau informal sebagai tanggung jawab mandiri pada bidang kerjanya.
KAJIAN PUSTAKA
1. Hakekat KKNI Pendidikan Sejarah
Pergeseran paradigma kurikulum pendidikan di Indonesia juga mendorong
Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan mengacu pada standar nasional
pendidikan Kurikulum perguruan tinggi. Kurikulum Program Studi Pendidikan
Sejarah yang sekarang berlaku adalah kurikulum berbasis kompetensi disusun
berdasarkan SK Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 232/U/2000 tentang
Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa dan Kurikulum Nasional Program Studi Sarjana, serta nomor
045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Berdasarkan Peraturan
Presiden No. 8 Tahun 2012 maka terjadi perubahan kembali pada kurikulum
perguruan tinggi yaitu kurikulum berbasis KKNI untuk dapat menyiapkan
Program Studi Pendidikan Sejarah memberikan kompetensi lebih pada calon
guru-guru sejarah di masa yang akan datang. Upaya peningkatkan kualifikasi
terhadap lulusan perguruan tinggi di Indonesia ini mendorong pemerintah
menerbitkan Perpres No.08 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) yang menjadi acuan dalam penyusunan capaian pembelajaran
lulusan dari setiap jenjang pendidikan secara nasional.
Latar belakang pemberlakuan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI) ada dua alasan yaitu eksternal dan internal. Alasan eksternal yaitu
tantangan dan persaingan global. alasan internal di antaranya kesenjangan mutu,
jumlah, dan kemampuan. Alasan lain yaitu relevansi penghasil versus pengguna
yang berakibat pada pengangguran. Selain itu, adanya beragam aturan kualifikasi.
Terbitnya Perpres No. 08 tahun 2012 dan UU PT No. 12 Tahun 2012 Pasal
29 ayat (1), (2), dan (3) tentang KKNI dapat menjawab semua permasalahan
diatas dengan penyamaan upaya agar SDM Indonesia dan asing itu memiliki
kesetaraan dan pengakuan. Kurikulum pendidikan tinggi yaitu KKNI ini menjadi
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. Hal ini berdampak pada kurikulum dan
pengelolaannya di setiap program studi perguruan tinggi di Indonesia. Kurikulum
yang awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi menjadi mengacu pada
capaian pembelajaran (learning outcomes) sehingga akan mengubah cara melihat
kompetensi seseorang tidak lagi semata Ijazah tetapi dengan melihat kepada
kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan
terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in
formal) yang akuntanbel dan transparan.
Pelaksanaan KKNI untuk Strata-1melalui 8 tahapan yaitu (1) melalui
penetapan Profil Kelulusan; (2)
merumuskan Learning Outcomes; (3)
merumuskan capaian pembelajaran; (4) merumuskan Kompetensi Bahan Kajian;
(5) Pemetaan LO Bahan Kajian; (6) Pengemasan Matakuliah; (7) Penyusunan
Kerangka kurikulum; dan (8) Penyusuan Rencana Perkuliahan. Kompetensi
menjadi akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu deskripsi
kerja secara terukur dapat dilihat melalui asesmen yang terstruktur, mencakup
aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya.
Sedangkan capaian pembelajaran (learning outcomes) merupakan internalisasi dan
akumulasi ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kompetensi yang dicapai
melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup suatu bidang
ilmu/keahlian tertentu atau melalui pengalaman kerja.
Untuk meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi diperlukan ramburambu yang harus dipenuhi di tiap jenjang perlu dapat membedakan:
1. Learning Outcomes
2. Jumlah SKS
3. Waktu studi minimum
4. Mata Kuliah Wajib : untuk mencapai hasil pembelajaran dengan kompetensi
umum
5. Proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa
6. Akuntabilitas asesmen
7. Perlunya Diploma Supplement (surat keterangan pelengkap ijazah dan
transkrip)
KKNI ini dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup
pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Hal ini
setara dengan K-13 di jenjang pendidikan dasar dan menengah sehingga jenjang
diatas ini dapat mendukung calon guru profesional untuk dapat menguasai fakta,
konsep, prinsip, hukum, teori, dan prosedur bidang ilmu sejarah melalui
pemahaman terhadap konsep teori belajar, karakteristik peserta didik, strategi
perencanaan, dan evaluasi pembelajaran. Secara teoritis KKNI ini dapat
memberikan pemecahan masalah dalam pendidikan sejarah secara prosedural
melalui pendekatan ilmiah, khususnya pemahaman media yang tepat dalam proses
pembelajaran sejarah.
Kurikulum program studi pendidikan sejarah juga mulai menata
pemutakhiran kurikulumnya sesuai dengan KKNI, sehingga terjadi banyak
perubahan dalam capaian pembelajaran, khususnya media pembelajaran sejarah.
Media pembelajaran sejarah memiliki capaian pembelajaran untuk meningkatkan
kompetensi dan kemampuan imajinatif calon guru untuk dapat merevitalisasi
peristiwa sejarah dalam bentuk media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Pengertian Media Pembelajaran Sejarah
a. Pembelajaran Sejarah
Pelajaran sejarah merupakan suatu ilmu yang mempelajari proses perubahan
kehidupan manusia dan lingkungannya dalam suatu dimensi ruang dan waktu
(Djoko Suryo, 1991). Disadari atau tidak, disengaja atau tidak, langsung atau
tidak langsung masa lampau senantiasa menjadi memory yang akan memberikan
pengalaman, pembelajaran, kesan dan peringatan bagi manusia dalam bersikap
dan beraktivitas di masa kini dan masa mendatang. Sejarah merupakan pelajaran
dan pengalaman yang dapat membimbing hidup manusia ke arah yang lebih baik.
Ini berarti hidup manusia itu dapat dikatakan selalu berada dalam tataran sejarah.
WH. Walsh (1963: 45) menunjukkan adanya dua konsep sejarah yaitu sejarah
sebagai keseluruhan tindakan manusia di masa lampau (sejarah sebagai peristiwa)
dan sejarah merupakan gambaran masa lampau yang dibuat oleh manusia
sekarang (sejarah sebagai cerita/narasi).
Pelajaran sejarah menjadi proses yang mempelajari kehidupan manusia
dengan segala aspek kehidupannya. Struktur keilmuan sejarah meliputi tingkatan
proses kehidupan manusia tentang (1) dasar keilmuan sejarah; (2) kehidupan
masyarakat kuno, perkembangan masyarakat beragama Hindu, Budha, Islam
beserta pengaruhnya; (3) proses masuknya kolonialisme-imperialisme barat,
perjuangan
pergerakan
nasional,
masa
pendudukan
Jepang;
(4)
masa
Kemerdekaan, perang dingin dan kerjasama dunia internasional; dan (5)
peristiwa-peristiwa mutakhir yang terjadi sebagai wacana pengayaan dalam proses
pembelajaran sejarah. Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual sejarah
tidak hanya memberikan gambaran tentang masa lampau, tetapi juga memberikan
latihan berpikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari
peristiwa sejarah yang dipelajarinya. Latihan berpikir kritis dilakukan dengan
pendekatan analitis yang salah satunya untuk menjawab komponen pemahaman
sejarah yaitu menjawab unsur ”why” dan ”how” sehingga mahasiswa terlatih
berpikir kritis dan analitis. Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental
untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Pemahaman dan pembelajaran sejarah bertujuan untuk menerangkan
konsep tentang identifikasi dengan penekanan pada pemahaman sejarah untuk
membentuk makna berdasarkan aktivitas pembelajaran dengan proses belajar
terus menerus. Pembelajaran sejarah dapat dikaji melalui teori belajar kognitif dari
Piaget, Bruner dan Ausubel yang sesuai yaitu (1) mengajak berpikir imajinatif
dengan membayangkan sesuatu yang nyata-nyata pernah ada dan atau pernah
terjadi; (2) intelektualitas dilatih dalam bentuk kegiatan belajar dengan menarik
generalisasi-generalisasi dengan menggunakan metode inquiry terhadap peristiwa
sejarah; (3) belajar konsep secara induktif
maupun deduktif, dimana konsep
menjadi wahana berpikir keilmuan; (4) mengembangkan ketrampilan berpikir
intelektual dalam bentuk pembelajaran yang bercirikan rote learning dan
reception learning; dan (5) menunjukkan realitas yang hidup dalam masyarakat
dengan menanamkan kesadaran sejarah dan perspektif sejarah sebagai satu
rangkaian yang tepat dalam proses pembelajaran sejarah (Isjoni, 2007: 90).
Pemahaman, baik Bloom maupun Thompson mengkategorikan ke dalam ranah
kognitif bahwa ranah kognitif meliputi beberapa aspek yaitu ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Keenam aspek tersebut merupakan
hirearki kesukaran tingkat berpikir dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Ranah kognitif ini merupakan ranah terendah dan mendasari tingkat ranah
selanjutnya. Menurut Robert R. Thompson (1971: 17) dalam bukunya A System
Approach to Instruction mengklarifikasikan ranah pembelajaran meliputi tujuh
ranah tujuan yaitu ranah kognitif, emosional, perseptual motor, sosial, fisik,
afektif dan aestetik. Klasifikasi Thompson ini lebih mendekati segala aspek
kehidupan dan keseluruhan dimensi manusia (subyek didik) dalam proses belajar.
Karakteristik pelajaran sejarah yang khas terkait dengan masa lampau dan
kronologis meliputi 3 unsur penting, yaitu manusia, ruang dan waktu yang
berkesinambungan dari masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.
Unsur sebab akibat perlu dipahami dalam merangkai fakta untuk menjelaskan
fakta sejarah dalam segala aspek kehidupan manusia. Hal ini dikaitkan
pembelajaran sejarah disini lebih menekankan pada perspektif kritis-logis dengan
pendekatan historis-sosiologis.
Winkel seperti yang dikutip oleh Meike Imbar (1997: 41) mengungkapkan
pemahaman sebagai bagian dari ranah kognitif yang mencakup kemampuan untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajarinya. Belajar pemahaman
berkaitan dengan belajar bermakna. Pemahaman dapat diartikan sebagai
penguasaan sesuatu dengan pikiran secara mental disertai pemahaman akan
makna, konsep, tujuan dan aplikasinya dalam kehidupan. Penguasaan yang
dimaksudkan adalah mengerti secara mental, makna-maknanya, konsepkonsepnya, tujuan serta aplikasinya dalam kehidupan nyata. Jadi pemahaman
merupakan suatu pola dasar kegiatan belajar suatu pengetahuan, ketrampilan dan
sikap/nilai.
Menurut Bloom et al. (1956: 88-96) perilaku pemahaman dapat
diklasifikasikan dalam tiga macam yaitu translation, interpretation dan
ekstrapolation. Translation diartikan sebagai dapat menggunakan informasi yang
diterima ke dalam bahasa, situasi dan komunikasi yang lain. Pemberian variasi
pada bagian komunikasi dan memisahkan arti bagian-bagian tersebut selaras
dengan konteks antara susunan komunikasi dengan ide yang dipahami sehingga
membentuk konfigurasi baru dalam pemikiran individu. Bukti dari perilaku
interpretation bisa diwujudkan dengan pembuatan kesimpulan atau extrapolation
yang meliputi pembuatan estimasi atau prediksi.
Dari perilaku pemahaman ini dapat diukur sejauhmana tingkat pemahaman
sejarah bangsa dengan jalan memantau tingkat kognitif/pengetahuan beberapa
peristiwa sejarah yang mengungkapkan fakta-fakta atau konsep sejarah tentang
pemahaman wawasan kebangsaan yang dapat berhubungan dengan sikapnya
terhadap kepeduliannya memahami peristiwa di Indonesia dengan baik dan arif
bijaksana. Dalam rangka menumbuhkan dan mempertahankan minat belajar serta
memperdalam pemahaman nilai atau makna sejarah perlu diperhatikan metode
dan teknik pengajaran sejarah dengan memanfaatkan media sebagai sumber
belajar sejarah yang dapat meningkatkan pemahaman nilai akan wawasan
kebangsaan.
Semangat untuk membangun dan percaya akan kemampuan bangsa dalam
melestarikan nilai-nilai kultural dan sosial dapat diawali dengan jalan menggali
nilai-nilai historis melalui media sejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan
bangsa. Kesadaran ini perlu mendapat dukungan penuh dari segala aspek
kehidupan berbangsa khususnya di dunia pendidikan. Terkait dengan dunia
pendidikan, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan
yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan
kepribadian bangsa.
Naya S. (2005: 6) menawarkan pola sosialisasi pembangunan moral bangsa
melalui learning process yaitu (1) belajar memahami nilai-nilai keluarga; (2)
belajar di lembaga pendidikan dan organisasi sosial-politik; (3) belajar terjun ke
masyarakat melalui komunitas budaya, agama, bisnis dan lainnya. Pembelajaran
ini diharapkan mampu membangkitkan minat belajar untuk terus belajar.
Masalah pemahaman sejarah yang sifatnya abstrak memerlukan elemenelemen sejarah yang berkaitan dengan unsur apa, siapa, di mana dan bagaimana
(Louis Gotschalk, 2000: 25). Keempat unsur ini menjadi dasar proses
pengembangan kemampuan berpikir dasar sebagai natural effect dalam kesadaran
sejarah. Pemahaman pembelajaran sejarah berarti dapat menjadi indikator
pengetahuan tentang wawasan kebangsaan melalui belajar sejarah bangsa.
Kebermaknaan ini diharapkan dapat membuka wawasan kebangsaan untuk
memprediksi pentingnya memahami sejarah sebagai sumber belajar wawasan
kebangsaan dan melahirkan sikap positif untuk mewujudkan perjuangan bangsa
Indonesia yang luhur dan bermartabat (Disjalanitra, 1985: 5). Kesadaran sebagai
proses akhir dari pemahaman nilai sejarah ini perlu dibina dan disebar luaskan
guna memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam mengembangkan proses
pengetahuan dan wawasan tentang sejarah perjuangan bangsa.
b. Media pembelajaran sejarah
Proses belajar mengajar merupakan dua unsur yang amat penting yaitu
metode mengajar dan media pengajaran yang saling berkaitan. Media pengajaran
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan
sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar.
Media pembelajaran dari waktu ke waktu mengalami fase perubahan sesuai
perkembangan dan tuntutan zaman yang bersifat kompetensi. Salah satu fungsi
utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut
mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan.
Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat (1)
membangkitkan keinginan dan minat baru; (2) membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar; dan (4) bahkan membawa pengaruh-pengaruh
psikologis terhadap peserta didik.
Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran itu
sendiri. Nana Sudjana (1991) mengemukakan nilai-nilai praktis media pelajaran
adalah:
a. Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir
sehingga mengurangi verbalisme.
b. Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.
c. Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga
hasil belajar bertambah mantap.
d. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan
mandiri.
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.
f. Membantu tumbuhnya pemikiran dan memantau berkembangnya kemampuan
berbahasa.
g. Memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta
membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih
sempurna.
h. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami
dan memungkinkan pembelajar/peserta didik menguasai tujuan pengajaran
menjadi lebih baik.
i. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui budaya tutur, sehingga tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
j. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Fungsi media pembelajaran adalah sebagai sarana komunikasi dan interaksi
serta menjadi salah satu sumber belajar yang penting untuk menyajikan pesan.
Fungsi lain media antara lain:
a. Memberikan pengetahuan tentang tujuan belajar
b. Memotivasi siswa
c. Menyajikan informasi
d. Merangsang diskusi
Manfaat Praktis Media Pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar dan
pengajaran. Media pembelajaran diharapkan dapat memberikan manfaat, antara
lain:
1. Bahan yang disajikan menjadi lebih jelas maknanyadan tidak bersifat
verbalistik.
2. Metode pembelajaran lebih bervariasi.
3. Peserta didik menjadi lebih aktif melakukan beragam aktivitas.
4. Pembelajaran lebih menarik.
5. Mengatasi keterbatasan ruang.
Dari uraian di atas, maka manfaat praktis media pengajaran di dalam proses
belajar mengajar, sebagai berikut:
1. Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga
dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
2. Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak
sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung
antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendirisendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3. Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera ruang dan waktu:
a. Obyek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di ruang
kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau
model.
b. Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat
disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar.
c. Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan
tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide, di samping
secara verbal.
d. Obyek atau proses yang sangat rumit seperti peredaran darah dapat
ditampilkan secara konkret melalui file, gambar, slide, atau simulasi
komputer.
e. Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan
dengan media seperti komputer, film, dan video.
f. Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam
kenyataan memakan waktu lama seperti proses kepompong menjadi kupu-kupu
dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti film, video, slide, atau
simulasi komputer.
4. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa
tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya.
Misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan, dan lain-lain.
3. Pengertian Wawasan Kebangsaan
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari 2 suku kata “Wawasan” dan
“Kebangsaan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) bahwa secara
etimologis istilah “wawasan” berarti (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan; (2)
konsepsi cara pandang. Wawasan Kebangsaan identik dengan Wawasan
Nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional
yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial
budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).
Sedangkan “Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang sama asal keturunan,
adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan
“kebangsaan” mengandung arti (1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa; (2)
perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa; (3) kesadaran diri
sebagai warga dari suatu negara.
Wawasan Kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang
dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan
lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Muladi (Gubernur
Lemhannas RI) meyampaikan bahwa wawasan kebangsaan adalah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan
persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya
bernuansa struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik,
kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan
keamanan.
Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan terwujud dalam persatuan dan kesatuan
bangsa memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu (1)
Penghargaan terhadap harkat dan merta manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa;
(2) Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan
bersatu;(3) Cinta akan tanah air dan bangsa; (4) Demokrasi atau kedaulatan
rakyat; (5) Kesetiakawanan sosial; dan (6) Masyarakat adil-makmur.
Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi
geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan
keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.
Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tata
berhubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di
dunia internasional. Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat
persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa
dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan
masa mendatang serta berbagai potensi bangsa.
Memahami serta mempedomani secara baik ajaran yang terkandung di
dalam konsepsi Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia akan
menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan dari setiap warga bangsa tentang
posisi dan peran masing-masing ditengah-tengah masyarakat yang serba
majemuk. Hal ini berarti suasana kondisi yang mendorong perkembangan setiap
individu sehingga terwujud ketahanan pribadi dapat menciptakan suatu ketahanan
nasional Indonesia.
PEMBAHASAN
Dorongan yang melahirkan kebangsaan kita bersumber dari sejarah
perjuangan bangsa untuk (1) mewujudkan kemerdekaan; (2) memulihkan
martabat kita sebagai manusia; dan (3) menolak segala diskriminasi suku, ras,
asal-usul, keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial. Konsep
kebangsaan kita bertujuan membangun dan mengembangkan persatuan dan
kesatuan dalam satu wadah negara Indonesia.
Indonesia sebagai negara kesatuan merupakan satu kesatuan dipandang dari
semua aspek sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam mendayagunakan
konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk mengejawantahan
semua dorongan dan rangsangan mencapai perwujudan aspirasi bangsa. Tujuan
nasional aspirasi bangsa mencakup kesatuan politik, kesatuan sosial budaya,
kesatuan ekonomi, kesatuan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).
Konsep wawasan kebangsaan muncul dari suatu keprihatinan dari berbagai
kalangan masyarakat Indonesia. Banyak kalangan yang melihat perkembangan
politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan
dan semakin nyata dengan memudarnya wawasan kebangsaan. Pada masa ini,
dampak dari krisis multi-dimensional ini telah memberikan tanda-tanda awal
munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (selfesteem) sebagai bangsa.
Jati diri dan integritas nasional perlu dijaga agar tidak terancam oleh
masuknya berbagai pengaruh nilai ideologi dan sosial budaya global yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang belum memadai menjadi kendala untuk meraih kemampuan daya
saing bangsa di era global. Upaya mencari solusi permasalahan-permasalahan
yang terjadi di masyarakat mendorong civitas akademika yang ada dan para
lulusannya perlu memiliki wawasan kebangsaan yang kuat dalam menjalankan
profesinya dengan tetap terus mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan
sesuai perkembangan zaman.
Bangsa Indonesia kini menghadapi era globalisasi dan liberalisasi di segala
bidang, termasuk aspek sosial budaya. Hal ini menjadi saat yang tepat untuk
melakukan re-evaluasi terhadap proses terbentuknya “nation and character
building”, karena boleh jadi persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini berawal
dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal “kebangsaan”
yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an kita.
Pemaknaan
wawasan
kebangsaan
Indonesia
dewasa
ini
dapat
diakumulasikan sebagai sebuah pemahaman tentang:
a. Cara pandang yang lahir dari keseluruhan kepribadian terhadap lingkungan
sekitarnya dan bersumber kepada falsafah terhadap bangsa.
b. Bangsa memiliki suatu karakter yang timbul karena persatuan nasib, tekad dari
rakyat untuk hidup bersama mencapai cta-cita dan tujuan bersama lepas dari
perbedaan ras, etnis, agama, serta golongan.
c. Wawasan Kebangsaan Indonesia memiliki landasan moral dan etika
bersendikan pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga dapat
menempatkan posisi bangsa Indonesia mampu (1) menghargai harkat dan
martabat kemanusiaan; (2) hak dan kewajiban asasi manusia. Wawasan
kebangsaan memiliki unsur kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga
menjunjung tinggi nilai-nilai universal sebagai bangsa yang majemuk.
Proses pemahaman ‘wawasan kebangsaan’ harus mencakup tiga jenis kegiatan
pembinaan yakni (1) kegiatan untuk membina daya kognitif; (2) kegiatan untuk
membina daya afektif; dan (3) kegiatan untuk pembinaan daya kognatif-volutif.
Pendidikan wawasan kebangsaan dirasakan sebagai usaha yang sangat
mendesak untuk mengatasi kemerosotan penghayatan dan pengamalan wawasan
tersebut sehingga mampu menumbuhkan pemahaman, sikap dan tekad yang
seimbang, antisipatif, dan dialogis terhadap lingkungan alam, sosio-kultur dan diri
sendiri melalui pannduan dari empat materi pokok, yakni sejarah nasional, situasi
nasional kontemporer, situasi negara-negara lain, dan berbagai proyeksi mengenai
masa depan bangsa di era global nantinya.
Beberapa hal yang berkembang dalam media pembelajaran sejarah untuk
memberikan pemahaman sejarah bangsa sehingga diketahui pemahaman wawasan
kebangsaan dapat menyiapkan media pembelajaran dalam bentuk:
1. Peninggalan Sejarah insitu
Peninggalan sejarah artinya warisan masa lampau mempunyai nilai sejarah.
Ada bermacam-macam bentuk peninggalan sejarah. Peninggalan sejarah bisa
berupa fosil, peralatan dari masa lampau, prasati, patung, bangunan, naskah,
dan cerita atau hikayat.
2. Model (Muck Up) yang terdiri dari:
a. Diorama
Diorama merupakan pemandangan (scene) tiga dimensi dalam ukuran kecil
untuk memperagakan atau menjelaskan suatu peristiwa sejarah. Dalam
diorama terdapat benda-benda tiga dimensi dalam ukuran kecil, sehingga
tampak seperti dunia sebenarnya dalam ukuran mini. Contohnya diorama
perjuangan, diorama masa prasejarah, diorama perumusan naskah
proklamasi, dan lainnya.
b. Maket/miniatur
Maket adalah suatu model hasil penyederhanaan suatu realitas tetapi tidak
menunjukkan aktivitas atau tidak menunjukkan suatu proses. Maket mampu
menjelaskan secara detail suatu obyek menjadi topik pembahasan tiga
dimensi sehingga mampu memberikan pemahaman sejarah dan wawasan
kebangsaan. Contohnya maket beberapa kapal perdagangan, maket ritual
keagamaan, dan sebagainya.
c. Replika Candi
Replika candi adalah model penyederhanaan dari suatu candi tertentu.
Kegunaan replika candi untuk menggantikan benda aslinya, sehingga mudah
untuk mengamati dan menilai replika candi tersebut sebagai kegiatan
pembelajaran sejarah tanpa harus pergi ke tempat candi itu berada.
Contohnya replika candi borobudur, Prambanan, Penataran dan sebagainya
yang menunjukkan betapa besar pengaruh India dan kebudayaan lokal
Indonesia dalam seni arsitektur dan ragam hiasnya.
d. Patung/Arca
Patung merupakan karya seni rupa tiga dimensi sehingga benda tiruan
berbentuk manusia dan binatang dengan cara dipahat. Seni patung zaman
dahulu dibuat untuk kepentingan keagamaan (jaman hindu dan budha)
dibuat untuk menghormati dewa atau orang yang dijadikan teladan.
Misalnya: arca dewa wisnu, dewa ganesha, dan arca perwujudan. Pada
perkembangan selanjutnya patung dibuat untuk monument/peringatan suatu
peristiwa besar suatu bangsa, kelompok atau perorangan. Contohnya:
monumen palagan ambarawa, monumen tugu pahlawan dan tugu muda
sebagai wujud peringatan peristiwa mempertahankan kemerdekaan tahun
1945.
3. Peta, terdiri dari:
a. Atlas
Atlas merupakan kumpulan bermacam-macam peta yang disusun dengan
simbol, tulisan, dan bahasa yang sama. Atlas berupa buku yang berisi
bermacam-macam peta yang dilengkapi dengan diagram, gambar, data
statistik, dan uraian penjelasannya dan berwarna. Contohnya atlas tematik,
atlas budaya, atlas sejarah, dan sebagainya.
b. Peta Dinding
Peta Dinding adalah sebuah peta kertas yang dapat digantungkan di dinding.
Peta Dinding lebih mirip seperti poster
dan dapat berukuran kecil,
sederhana atau bisa juga berukuran besar dan sangat detil. Contohnya peta
kota Surabaya, peta perdagangan, peta ekonomi, dan sebagainya.
c. Peta Sketsa
Peta sketsa dapat dikatakan juga sebagai peta sederhana, yaitu gambaran
suatu tempat yang dibuat dengan corat-coret, tidak menggunakan ilmu pasti,
dan tentu saja hasilnya kurang akurat jika dibandingkan dengan peta bagan
yang dibuat oleh jawatan topografi. Contohnya peta jalur kereta api masa
kolonial, peta pemetaan budaya dan peta pemetaan bahasa.
4. Ruang Sejarah
Ruang sejarah disebut laboratorium adalah tempat dilakukannya penelitian dan
eksperimen tentang sejarah. Laboratorium Sejarah merupakan suatu media
pembelajaran sejarah yang efektif karena peserta didik dapat mengadakan
pembelajaran sejarah, kajian ilmiah, presentasi, diskusi, praktikum dan lainlain. Ruang Sejarah ditata untuk menyimpan berbagai perangkat pembelajaran
sejarah diantaranya alat peraga, kolesi maket, koleksi diorama, koleksi repro,
koleksi numistik, koleksi peta, koleksi artefak dan lain-lain, sehingga
memudahkan para peserta didik untuk lebih mendalami materi yang sedang di
pelajari sejarah.
5. Media Audio, terdiri dari:
a. Tape Recorder
b. Radio
6. Media Audio Visual, meliputi:
a. Televisi
Menurut
Omar
Hamalik
(1985:134)
menjelaskan
bahwa
televisi
sesungguhnya adalah perlengkapan elektronik, yang pada dasarnya sama
dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara. Televisi
memberikan kejadian-kejadian yang sebenarnya pada saat suatu peristiwa
terjadi dengan disertai komentar penyiarnya. Kedua aspek tersebut secara
simultan dapat didengar dan dilihat oleh para pemirsa sehingga menjadi
salah satu media pembelajaran sejarah wawasan kebangsaan.
b. Film
Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi
massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil
penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui
proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa
suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem
Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya. Contohnya beberapa film
kepahlawanan, film perjuangan, film berbasis sejarah bangsa.
c. Video
Video adalah teknologi pemrosesan sinyal elektronik meliputi gambar gerak
dan suara untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan
menata ulang gambar bergerak. Video menjadi salah satu alternatif media
pembelajaran sejarah yang dapat direkam dan dibuat sendiri.
7. Media Proyeksi, terdiri dari:
a. Overhead Projector (OHP)
b. Film Strip (Film Rangkaian)
c. Slide
d. LCD
8. Media Modern, meliputi:
a. Komputer
b. Internet
Menurut Haryoso (2002), media adalah segala bentuk yang dimanfaatkan
dalam proses penyaluran informasi. Segala jenis dan bentuk sumber/bahan
yang digunakan dalam bidang pendidikan untuk membantu dalam variasi
proses pembelajaran. Internet sebagai media dalam proses pendidikan
merupakan salah satu kemudahan modern yang disediakan oleh media
pendidikan, karena memiliki layanan yang tepat untuk menunjang proses
pendidikan.
9. Media Cetak, terdiri dari:
a. Buku
Buku adalah jendela ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan agar
pengetahuan tidak terpencar-pencar dan mudah dipelajari. Tujuan buku
untuk menyatukan ilmu pengetahuan tertentu agar terkumpul dalam satu
tempat sehingga mudah ditemukan dan dipelajari. Contohnya buku sejarah
nasional Indonesia yang terdiri dari 6 jilid yang menjelaskan perkembangan
sejarah Indonesia dari masa Praaksara sampai masa modern.
b. Majalah
Majalah dimaknai sebagai media informasi dengan tugas utamanya
menyampaikan berita aktual. Majalah yang diterbitkan dapat menciptakan
lingkungan belajar secara kreatif.
c. Koran
Koran adalah sejenis media massa yang memberitakan kejadian sehari-hari
dalam kehidupan manusia. Tulisan-tulisan yang terdapat dalam sebuah
koran dihasilkan oleh para penulis berita yang disebut sebagai wartawan.
Wartawan tersebut bertugas untuk menulis kejadian-kejadian menarik yang
terjadi di tengah masyarakat. Di dalam sebuah koran, biasanya terdapat
banyak wartawan yang disebarkan ke berbagai daerah untuk mengumpulkan
dan menulis berita yang menarik yang nantinya akan menjadi isi dari koran
tersebut.
10. Media Grafis, terdiri dari:
a. Bagan
b. Diagram
c. Grafik
d. Poster
c. Kartun
Menurut Sudjana dan Rivai (Media Pengajaran, 1991: 61) bahwa sesuai
dengan wataknya kartun yang efektif akan menarik perhatian serta
menumbuhkan minat belajar. Hal ini menunjukkan bahan-bahan kartun bisa
menjadi alat memotivasi yang berguna di kelas. Penggunaan kartun-kartun
dalam menggambarkan konsep ilmiah pengajaran dapat digunakan sebagai
ilustrasi dalam kegiatan pengajaran. Pemakaian kartun mempunyai 2 macam
keuntungan berharga, yaitu (1) gambar-gambarnya dapat menarik perhatian
sehingga pelajaran lebih berarti; dan (2) sebagai variasi dalam mengajar.
f. Foto
Fotografi merupakan media pembelajaran yang sangat mudah dibuat pada
era digital. Berbagai macam gadget yang ada sudah dilengkapi dengan fitur
kamera yang memungkinkan kita membuat gambar fotografi. Gambar
fotografi karena langsung berisi foto nyata objek atau situasi atau peristiwa,
maka merupakan media pembelajaran gambar yang realistik (konkret).
Media pengajaran diatas dapat digunakan untuk menyampaikan pesan
pembelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan sehingga
mendorong proses belajar mengajar
menjadi lebih mudah dipahami.
Pembelajaran sejarah yang memiliki pengetahuan yang membahas semua aspek
kehidupan manusia menjadi salah satu proses pemahaman sejarah perjuangan
bangsa Indonesia. Aspek kesejarahan yang dalam proses pembelajarannya
cenderung monoton ini perlu dilakukan suatu media bantu yaitu beragam media
seperti diatas dapat menjadi sarana proses pemahaman wawasan kebangsaan
Indonesia lebih mudah dipahami dan diinternalisasikan dalam masyarakat
pembelajar.
Pemaknaan wawasan kebangsaan Indonesia melalui media sejarah berbasis
KKNI dapat disesuaikan dengan capaian kompetensinya yaitu:
1. Mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran Sejarah sebagai sumber dan media
pembelajarannya serta memanfaatkannya untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran pemahaman sejarah perjuangan bangsa dalam menata wawasan
kebangsaan Indonesia.
2. Menguasai pengertian, jenis/klasifikasi, fungsi, dan dasar-dasar pengembangan
media pembelajaran, sehingga dapat memilih media pembelajaran yang sesuai
dengan materi, karakteristik peserta didik dan tujuan pemahaman proses
pembelajarannya.
3. Merancang, memilih dan memproduksi media pembelajaran Sejarah dengan
memanfaatkan lingkungan sekitar (kontekstual) dan/atau berbasis TIK.
4. Memiliki
sikap
bertanggung
jawab
dalam
mengembangkan
media
pembelajaran Sejarah yang praktis, efisien dan aman bagi peserta didik.
`
Beberapa fungsi media pembelajaran yaitu (1) Pemusat perhatian peserta
didik; (2) Menggugah emosi peserta didik; (3) Membantu peserta didik untuk
memahami materi pembelajaran; (4) Membantu peserta didik mengorganisasikan
informasi; (5) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik; (6) Membuat
pembelajaran menjadi lebih konkrit; (7) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan
daya indra; (8) Mengaktifkan pembelajaran; (9) Mengurangi kemungkinan
pembelajaran yang melulu berpusat pada guru; dan (10) Mengaktifkan respon
peserta didik. Media pembelajaran dapat berfungsi dengan baik sebagai pemusat
perhatian peserta didik apalagi media pembelajaran itu bersifat menarik.
Fenomena wawasan kebangsaan yang tergradasi dapat diatasi dengan
belajar sejarah. Pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan media pembelajaran
sejarah dapat disesuaikan dengan proses pemahaman sejarah perjuangan bangsa
itu sendiri. Contohnya belajar tentang nilai merdeka pada peristiwa proklamasi
tanggal 17 Agustus 1945 dapat dilakukan dengan menggunakan media (1) visual
berupa foto-majalah-koran sejaman tahun 1945; (2) arsip dokumen sejaman; (3)
media cetak, poster, gambar dan pamflet; (3) benda fisik pendukung proses
sejarah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa media pembelajaran sejarah dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu sarana pendukung proses pemahaman wawasan
kebangsaan masyarakat Indonesia.
PENUTUP
Beberapa fenomena peristiwa pada kehidupan masyarakat yang terjadi di
berbagai daerah setiap hari terlihat di media cetak maupun elektronik. Menghadapi
situasi dan kondisi ini, pembelajaran sejarah menjadi bagian penting untuk proses
pembelajaran pemahaman wawasan kebangsaan untuk menjadikan insan Indonesia
memiliki integritas, cerdas, dan kompetitif serta dapat meningkatkan aktualisasi diri
sekaligus bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
SDM Indonesia hendaknya menjadi insan yang memiliki integritas, cerdas,
dan kompetitif serta dapat meningkatkan aktualisasi diri sekaligus bermanfaat bagi
kesejahteraan umat manusia dengan jalan belajar sejarah perjuangan bangsa. Untuk
memahami bagaimana wawasan kebangsaan perlu memahami secara mendalam
sejarah bangsa melalui telaah kritis peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia
untuk membentuk karakter bangsa..Media pembelajaran sejarah memiliki
berbagai manfaat untuk memperbesar minat dan perhatian pembelajar
meningkatkan proses pemahaman sejarah perjuangan bangsa sebagai dasar
wawasan kebangsaan. Media pembelajaran menjadi salah satu acuan memberikan
pemahaman sejarah perjuangan bangsa melalui beberapa media visual, audio,
audio visual maupun media modern seperti internet dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lemhanas. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lembaga Pengkajian Strategi & Pembangunan. 1994. Pendidikan Wawasan
Kebangsaan,Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Moerdiono. 1991. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia.
Munadi Yudhi. 2012. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta:
Gaung Persada (GP).
Rohani Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suhady, Idup dan A.M. Sinaga. 2006. Wawasan Kebangsaan dalam kerangka
NKRI - Jakarta: Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia.
Wahyudi, Agung, Kita adalah penerus. 2004. Lampung: Jurusan Pemerintahan
FISIP Universitas Lampung.
PEMAHAMAN BELAJAR SEJARAH BANGSA
Oleh:
Septina Alrianingrum, SS, M.Pd
FIS – Unesa
[email protected]
PENDAHULUAN
Dewasa ini kecintaan dan kebanggaan kepada bangsa dan tanah air
Indonesia terlihat mulai semakin memudar, sehingga nasionalisme kebangsaan
kita dikhawatirkan lenyap seiring perkembangan jaman dan semakin kompleknya
kehidupan berbangsa dan bernegara. Globalisasi dan modernisasi menjadi
tantangan nyata dalam proses pemahaman sejarah bangsa karena melahirkan
pragmatisme sikap pada rata-rata kaum menengah sampai kaum elite bangsa.
Pesatnya perkembangan globalisasi mempengaruhi budaya bangsa dan
wawasan kebangsaan masyarakat yang mulai mengalami degradasi moral.
Institusi penegak hukum yang semula diharapkan bisa memperbaiki keadaan
ternyata kondisinya lebih parah. Hal ini terlihat sejak tahun 2009 Mahkamah
Agung telah menjatuhkan sanksi pada 78 hakim. Tahun 2010 meningkat menjadi
107 hakim mendapat teguran sampai diberhentikan. Kondisi kepolisian tidak jauh
berbeda karena selama 2010 ada 294 polisi dipecat dari dinas Polri yang terdiri
dari 78 perwira, 272 bintara dan 4 tamtama (Kompas, 20 Juni 2011). Hal ini
menunjukkan bahwa persoalan kebangsaan kita telah ”dihancurkan” oleh perilaku
masyarakatnya sendiri terlihat pada (1) menurunnya moralitas elit dan lembaga
negara (Warjio, Waspada.com; 04 July 2011); (2) maraknya ‘westernisasi’ dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat yang mulai melupakan nilai-nilai kearifan lokal
bangsanya sendiri; dan (3) semakin dibebani dengan beberapa fenomena sosial
budaya yang terjadi pada kehidupan masyarakat di berbagai daerah. Kondisi ini
merupakan bukti konkrit adanya pemahaman terhadap lunturnya wawasan
kebangsaan Indonesia.
Jika kita pahami dengan seksama, diketahui bahwa wawasan kebangsaan
Indonesia sejak tahun 1908 telah memiliki nilai-nilai luhur membangun karakter
bangsa. Wawasan kebangsaan Indonesia lahir ketika bangsa Indonesia berusaha
dan berjuang membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan bangsa barat yaitu
bangsa Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Catatan sejarah perlawanan para
pahlawan itu telah membuktikan bahwa semangat perjuangan bangsa Indonesia
terus berusaha mengusir penjajah dari Nusantara dari abad ke-15 sampai
menjelang abad ke-20. Munculnya kesadaran berjuang secara nasional
berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia mulai nampak
sejak tanggal 20 Mei 1908. Hal ini menjadi tonggak awal sejarah perjuangan
bangsa yang bersifat nasional karena memiliki tekad perjuangan yang lebih tegas.
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dengan ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa,
dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia” menjadi titik
kulminasi awal kesadaran akan wawasan kebangsaan untuk mencapai satu
tonggak sejarah bersatu padu memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945. Perjalanan sejarah ini menjadi embrio konsep awal ‘wawasan
kebangsaan’ berupa gagasan, sikap, dan tekad yang bersumber dari nilai-nilai
budaya bangsa serta disemangati cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dari beberapa kejadian yang terekam dalam jejak sejarah bangsa sudah
selayaknya kita sebagai anak bangsa dan generasi penerus melakukan segala
upaya untuk membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara ‘Indonesia’. Pembelajaran sejarah menjadi
salah satu solusi untuk mulai kembali memperkenalkan proses pendidikan
wawasan kebangsaan ‘Indonesia’ melalui berbagai media pembelajarannya.
Perubahan kebijakan pendidikan sebagai upaya meningkatkan kompetensi
dan kompetisi masyarakat Indonesia telah dipikirkan dengan diterapkannya
kurikulum 2013 (K-13) di satuan pendidikan dasar dan menengah. K-13 yang
dirancang untuk memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap secara utuh, sehingga
menjadi
dasar perumusan
kompetensi dasar tiap mata pelajaran yang ada didalamnya. K-13 memiliki tiga
aspek penilaian, yaitu (1) aspek pengetahuan; (2) aspek ketrampilan; dan (3)
aspek sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku (moral) adalah aspek penilaian yang
penting dalam proses pembelajaran agar peserta didik memiliki kompetensi yang
kompetitif.
Perubahan diatas juga ditindak lanjuti pada perguruan tinggi khususnya
Lembaga Pencetak Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk menyelaraskan
kurikulum perguruan tinggi dengan implementasi K-13 secara optimal.
Kurikulum berbasis kompetensi yaitu suatu kurikulum yang mengacu pada KKNI
(Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) agar terjadi proses standarisasi
kompetensi lulusannya. Saat ini sedang menjadi perbincangan serius para
akademisi kampus di hampir setiap perguruan tinggi bahwa KKNI yang disusun
oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2003 melalui tim khusus
yang dipimpin oleh Megawati Santoso dari Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional berjalan signifikan dengan sistem pendidikan nasional.
Tujuan dari KKNI ini adalah untuk menjamin dan meningkatkan kualitas
pendidikan dan pelatihan agar dunia kerja mendapat kepastian terhadap kualitas
calon tenaga kerja, khususnya guru profesional. KKNI lebih bersifat mengakui
segala macam proses pembelajaran baik dalam pendidikan formal maupun
informal melalui hasil capaian pembelajarannya. s
Pembelajaran sejarah menjadi salah satu alternatif untuk menyamakan visi
tentang pemahaman dan wawasan kebangsaan ‘Indonesia’ sehingga masyarakat,
guru dan peserta didik dapat memiliki satu pemahaman utuh tentang sejarah
bangsanya sendiri. Standarisasi nasional pembelajaran sejarah berbasis KKNI
dapat memberikan suatu alternatif penyamaan visi pembangunan moral bangsa
untuk bangga dan memiliki identitas ke-Indonesia-annya menyongsong era global
ini. KKNI yang diatur oleh Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2012 bertujuan agar
lulusannya harus mencapai learning outcome yang standard, sehingga lulusan dari
seluruh Indonesia dalam bidang-bidang tertentu memiliki kesamaan keselarasan
pendidikan dengan dunia kerja yang dapat mengurangi pengangguran dan
menghasilkan pendidikan yang relevan.
PERMASALAHAN
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan sebuah
permasalahan tentang “Berapa bentuk media pembelajaran sejarah yang sesuai
untuk memberikan pemahaman terhadap pembelajaran sejarah bangsa?”
TUJUAN dan MANFAAT
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi beberapa
jenis dan bentuk media pembelajaran sejarah yang dapat memberikan pemahaman
terhadap pembelajaran sejarah bangsa. Sedangkan tujuan dari pemilihan media
pembelajaran sejarah untuk memberikan pemahaman terhadap sejarah bangsa
diharapkan para calon guru dapat:
1. Menggunakan sumber belajar sebagai media pembelajaran berbasis IPTEKS
untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran sejarah bangsa.
2. Mempersiapkan calon guru profesional agar dapat memberikan media yang
tepat dalam proses pembelajarannya untuk memahami sejarah bangsa melalui
aspek pengetahuan metakognitif keilmuan sejarah dengan menunjukkan
keahlian
berkarya/menciptakan
karya/media
tentang
masalah-masalah
pendidikan sejarah dan sejarah bangsa.
3. Melalui KKNI diharapkan akan mengubah persepsi calon guru profesional
menjadi kompetitif dan berkompetisi secara nasional baik formal, non formal,
atau informal sebagai tanggung jawab mandiri pada bidang kerjanya.
KAJIAN PUSTAKA
1. Hakekat KKNI Pendidikan Sejarah
Pergeseran paradigma kurikulum pendidikan di Indonesia juga mendorong
Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan mengacu pada standar nasional
pendidikan Kurikulum perguruan tinggi. Kurikulum Program Studi Pendidikan
Sejarah yang sekarang berlaku adalah kurikulum berbasis kompetensi disusun
berdasarkan SK Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 232/U/2000 tentang
Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa dan Kurikulum Nasional Program Studi Sarjana, serta nomor
045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Berdasarkan Peraturan
Presiden No. 8 Tahun 2012 maka terjadi perubahan kembali pada kurikulum
perguruan tinggi yaitu kurikulum berbasis KKNI untuk dapat menyiapkan
Program Studi Pendidikan Sejarah memberikan kompetensi lebih pada calon
guru-guru sejarah di masa yang akan datang. Upaya peningkatkan kualifikasi
terhadap lulusan perguruan tinggi di Indonesia ini mendorong pemerintah
menerbitkan Perpres No.08 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) yang menjadi acuan dalam penyusunan capaian pembelajaran
lulusan dari setiap jenjang pendidikan secara nasional.
Latar belakang pemberlakuan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI) ada dua alasan yaitu eksternal dan internal. Alasan eksternal yaitu
tantangan dan persaingan global. alasan internal di antaranya kesenjangan mutu,
jumlah, dan kemampuan. Alasan lain yaitu relevansi penghasil versus pengguna
yang berakibat pada pengangguran. Selain itu, adanya beragam aturan kualifikasi.
Terbitnya Perpres No. 08 tahun 2012 dan UU PT No. 12 Tahun 2012 Pasal
29 ayat (1), (2), dan (3) tentang KKNI dapat menjawab semua permasalahan
diatas dengan penyamaan upaya agar SDM Indonesia dan asing itu memiliki
kesetaraan dan pengakuan. Kurikulum pendidikan tinggi yaitu KKNI ini menjadi
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. Hal ini berdampak pada kurikulum dan
pengelolaannya di setiap program studi perguruan tinggi di Indonesia. Kurikulum
yang awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi menjadi mengacu pada
capaian pembelajaran (learning outcomes) sehingga akan mengubah cara melihat
kompetensi seseorang tidak lagi semata Ijazah tetapi dengan melihat kepada
kerangka kualifikasi yang disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan
terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas (formal, non formal, atau in
formal) yang akuntanbel dan transparan.
Pelaksanaan KKNI untuk Strata-1melalui 8 tahapan yaitu (1) melalui
penetapan Profil Kelulusan; (2)
merumuskan Learning Outcomes; (3)
merumuskan capaian pembelajaran; (4) merumuskan Kompetensi Bahan Kajian;
(5) Pemetaan LO Bahan Kajian; (6) Pengemasan Matakuliah; (7) Penyusunan
Kerangka kurikulum; dan (8) Penyusuan Rencana Perkuliahan. Kompetensi
menjadi akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu deskripsi
kerja secara terukur dapat dilihat melalui asesmen yang terstruktur, mencakup
aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya.
Sedangkan capaian pembelajaran (learning outcomes) merupakan internalisasi dan
akumulasi ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kompetensi yang dicapai
melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup suatu bidang
ilmu/keahlian tertentu atau melalui pengalaman kerja.
Untuk meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi diperlukan ramburambu yang harus dipenuhi di tiap jenjang perlu dapat membedakan:
1. Learning Outcomes
2. Jumlah SKS
3. Waktu studi minimum
4. Mata Kuliah Wajib : untuk mencapai hasil pembelajaran dengan kompetensi
umum
5. Proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa
6. Akuntabilitas asesmen
7. Perlunya Diploma Supplement (surat keterangan pelengkap ijazah dan
transkrip)
KKNI ini dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup
pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Hal ini
setara dengan K-13 di jenjang pendidikan dasar dan menengah sehingga jenjang
diatas ini dapat mendukung calon guru profesional untuk dapat menguasai fakta,
konsep, prinsip, hukum, teori, dan prosedur bidang ilmu sejarah melalui
pemahaman terhadap konsep teori belajar, karakteristik peserta didik, strategi
perencanaan, dan evaluasi pembelajaran. Secara teoritis KKNI ini dapat
memberikan pemecahan masalah dalam pendidikan sejarah secara prosedural
melalui pendekatan ilmiah, khususnya pemahaman media yang tepat dalam proses
pembelajaran sejarah.
Kurikulum program studi pendidikan sejarah juga mulai menata
pemutakhiran kurikulumnya sesuai dengan KKNI, sehingga terjadi banyak
perubahan dalam capaian pembelajaran, khususnya media pembelajaran sejarah.
Media pembelajaran sejarah memiliki capaian pembelajaran untuk meningkatkan
kompetensi dan kemampuan imajinatif calon guru untuk dapat merevitalisasi
peristiwa sejarah dalam bentuk media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Pengertian Media Pembelajaran Sejarah
a. Pembelajaran Sejarah
Pelajaran sejarah merupakan suatu ilmu yang mempelajari proses perubahan
kehidupan manusia dan lingkungannya dalam suatu dimensi ruang dan waktu
(Djoko Suryo, 1991). Disadari atau tidak, disengaja atau tidak, langsung atau
tidak langsung masa lampau senantiasa menjadi memory yang akan memberikan
pengalaman, pembelajaran, kesan dan peringatan bagi manusia dalam bersikap
dan beraktivitas di masa kini dan masa mendatang. Sejarah merupakan pelajaran
dan pengalaman yang dapat membimbing hidup manusia ke arah yang lebih baik.
Ini berarti hidup manusia itu dapat dikatakan selalu berada dalam tataran sejarah.
WH. Walsh (1963: 45) menunjukkan adanya dua konsep sejarah yaitu sejarah
sebagai keseluruhan tindakan manusia di masa lampau (sejarah sebagai peristiwa)
dan sejarah merupakan gambaran masa lampau yang dibuat oleh manusia
sekarang (sejarah sebagai cerita/narasi).
Pelajaran sejarah menjadi proses yang mempelajari kehidupan manusia
dengan segala aspek kehidupannya. Struktur keilmuan sejarah meliputi tingkatan
proses kehidupan manusia tentang (1) dasar keilmuan sejarah; (2) kehidupan
masyarakat kuno, perkembangan masyarakat beragama Hindu, Budha, Islam
beserta pengaruhnya; (3) proses masuknya kolonialisme-imperialisme barat,
perjuangan
pergerakan
nasional,
masa
pendudukan
Jepang;
(4)
masa
Kemerdekaan, perang dingin dan kerjasama dunia internasional; dan (5)
peristiwa-peristiwa mutakhir yang terjadi sebagai wacana pengayaan dalam proses
pembelajaran sejarah. Unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual sejarah
tidak hanya memberikan gambaran tentang masa lampau, tetapi juga memberikan
latihan berpikir kritis, menarik kesimpulan, menarik makna dan nilai dari
peristiwa sejarah yang dipelajarinya. Latihan berpikir kritis dilakukan dengan
pendekatan analitis yang salah satunya untuk menjawab komponen pemahaman
sejarah yaitu menjawab unsur ”why” dan ”how” sehingga mahasiswa terlatih
berpikir kritis dan analitis. Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental
untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Pemahaman dan pembelajaran sejarah bertujuan untuk menerangkan
konsep tentang identifikasi dengan penekanan pada pemahaman sejarah untuk
membentuk makna berdasarkan aktivitas pembelajaran dengan proses belajar
terus menerus. Pembelajaran sejarah dapat dikaji melalui teori belajar kognitif dari
Piaget, Bruner dan Ausubel yang sesuai yaitu (1) mengajak berpikir imajinatif
dengan membayangkan sesuatu yang nyata-nyata pernah ada dan atau pernah
terjadi; (2) intelektualitas dilatih dalam bentuk kegiatan belajar dengan menarik
generalisasi-generalisasi dengan menggunakan metode inquiry terhadap peristiwa
sejarah; (3) belajar konsep secara induktif
maupun deduktif, dimana konsep
menjadi wahana berpikir keilmuan; (4) mengembangkan ketrampilan berpikir
intelektual dalam bentuk pembelajaran yang bercirikan rote learning dan
reception learning; dan (5) menunjukkan realitas yang hidup dalam masyarakat
dengan menanamkan kesadaran sejarah dan perspektif sejarah sebagai satu
rangkaian yang tepat dalam proses pembelajaran sejarah (Isjoni, 2007: 90).
Pemahaman, baik Bloom maupun Thompson mengkategorikan ke dalam ranah
kognitif bahwa ranah kognitif meliputi beberapa aspek yaitu ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Keenam aspek tersebut merupakan
hirearki kesukaran tingkat berpikir dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Ranah kognitif ini merupakan ranah terendah dan mendasari tingkat ranah
selanjutnya. Menurut Robert R. Thompson (1971: 17) dalam bukunya A System
Approach to Instruction mengklarifikasikan ranah pembelajaran meliputi tujuh
ranah tujuan yaitu ranah kognitif, emosional, perseptual motor, sosial, fisik,
afektif dan aestetik. Klasifikasi Thompson ini lebih mendekati segala aspek
kehidupan dan keseluruhan dimensi manusia (subyek didik) dalam proses belajar.
Karakteristik pelajaran sejarah yang khas terkait dengan masa lampau dan
kronologis meliputi 3 unsur penting, yaitu manusia, ruang dan waktu yang
berkesinambungan dari masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.
Unsur sebab akibat perlu dipahami dalam merangkai fakta untuk menjelaskan
fakta sejarah dalam segala aspek kehidupan manusia. Hal ini dikaitkan
pembelajaran sejarah disini lebih menekankan pada perspektif kritis-logis dengan
pendekatan historis-sosiologis.
Winkel seperti yang dikutip oleh Meike Imbar (1997: 41) mengungkapkan
pemahaman sebagai bagian dari ranah kognitif yang mencakup kemampuan untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajarinya. Belajar pemahaman
berkaitan dengan belajar bermakna. Pemahaman dapat diartikan sebagai
penguasaan sesuatu dengan pikiran secara mental disertai pemahaman akan
makna, konsep, tujuan dan aplikasinya dalam kehidupan. Penguasaan yang
dimaksudkan adalah mengerti secara mental, makna-maknanya, konsepkonsepnya, tujuan serta aplikasinya dalam kehidupan nyata. Jadi pemahaman
merupakan suatu pola dasar kegiatan belajar suatu pengetahuan, ketrampilan dan
sikap/nilai.
Menurut Bloom et al. (1956: 88-96) perilaku pemahaman dapat
diklasifikasikan dalam tiga macam yaitu translation, interpretation dan
ekstrapolation. Translation diartikan sebagai dapat menggunakan informasi yang
diterima ke dalam bahasa, situasi dan komunikasi yang lain. Pemberian variasi
pada bagian komunikasi dan memisahkan arti bagian-bagian tersebut selaras
dengan konteks antara susunan komunikasi dengan ide yang dipahami sehingga
membentuk konfigurasi baru dalam pemikiran individu. Bukti dari perilaku
interpretation bisa diwujudkan dengan pembuatan kesimpulan atau extrapolation
yang meliputi pembuatan estimasi atau prediksi.
Dari perilaku pemahaman ini dapat diukur sejauhmana tingkat pemahaman
sejarah bangsa dengan jalan memantau tingkat kognitif/pengetahuan beberapa
peristiwa sejarah yang mengungkapkan fakta-fakta atau konsep sejarah tentang
pemahaman wawasan kebangsaan yang dapat berhubungan dengan sikapnya
terhadap kepeduliannya memahami peristiwa di Indonesia dengan baik dan arif
bijaksana. Dalam rangka menumbuhkan dan mempertahankan minat belajar serta
memperdalam pemahaman nilai atau makna sejarah perlu diperhatikan metode
dan teknik pengajaran sejarah dengan memanfaatkan media sebagai sumber
belajar sejarah yang dapat meningkatkan pemahaman nilai akan wawasan
kebangsaan.
Semangat untuk membangun dan percaya akan kemampuan bangsa dalam
melestarikan nilai-nilai kultural dan sosial dapat diawali dengan jalan menggali
nilai-nilai historis melalui media sejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan
bangsa. Kesadaran ini perlu mendapat dukungan penuh dari segala aspek
kehidupan berbangsa khususnya di dunia pendidikan. Terkait dengan dunia
pendidikan, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan
yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan
kepribadian bangsa.
Naya S. (2005: 6) menawarkan pola sosialisasi pembangunan moral bangsa
melalui learning process yaitu (1) belajar memahami nilai-nilai keluarga; (2)
belajar di lembaga pendidikan dan organisasi sosial-politik; (3) belajar terjun ke
masyarakat melalui komunitas budaya, agama, bisnis dan lainnya. Pembelajaran
ini diharapkan mampu membangkitkan minat belajar untuk terus belajar.
Masalah pemahaman sejarah yang sifatnya abstrak memerlukan elemenelemen sejarah yang berkaitan dengan unsur apa, siapa, di mana dan bagaimana
(Louis Gotschalk, 2000: 25). Keempat unsur ini menjadi dasar proses
pengembangan kemampuan berpikir dasar sebagai natural effect dalam kesadaran
sejarah. Pemahaman pembelajaran sejarah berarti dapat menjadi indikator
pengetahuan tentang wawasan kebangsaan melalui belajar sejarah bangsa.
Kebermaknaan ini diharapkan dapat membuka wawasan kebangsaan untuk
memprediksi pentingnya memahami sejarah sebagai sumber belajar wawasan
kebangsaan dan melahirkan sikap positif untuk mewujudkan perjuangan bangsa
Indonesia yang luhur dan bermartabat (Disjalanitra, 1985: 5). Kesadaran sebagai
proses akhir dari pemahaman nilai sejarah ini perlu dibina dan disebar luaskan
guna memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam mengembangkan proses
pengetahuan dan wawasan tentang sejarah perjuangan bangsa.
b. Media pembelajaran sejarah
Proses belajar mengajar merupakan dua unsur yang amat penting yaitu
metode mengajar dan media pengajaran yang saling berkaitan. Media pengajaran
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan
sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar.
Media pembelajaran dari waktu ke waktu mengalami fase perubahan sesuai
perkembangan dan tuntutan zaman yang bersifat kompetensi. Salah satu fungsi
utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut
mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan.
Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat (1)
membangkitkan keinginan dan minat baru; (2) membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar; dan (4) bahkan membawa pengaruh-pengaruh
psikologis terhadap peserta didik.
Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran itu
sendiri. Nana Sudjana (1991) mengemukakan nilai-nilai praktis media pelajaran
adalah:
a. Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berpikir
sehingga mengurangi verbalisme.
b. Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.
c. Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga
hasil belajar bertambah mantap.
d. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan
mandiri.
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.
f. Membantu tumbuhnya pemikiran dan memantau berkembangnya kemampuan
berbahasa.
g. Memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta
membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih
sempurna.
h. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami
dan memungkinkan pembelajar/peserta didik menguasai tujuan pengajaran
menjadi lebih baik.
i. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui budaya tutur, sehingga tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
j. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Fungsi media pembelajaran adalah sebagai sarana komunikasi dan interaksi
serta menjadi salah satu sumber belajar yang penting untuk menyajikan pesan.
Fungsi lain media antara lain:
a. Memberikan pengetahuan tentang tujuan belajar
b. Memotivasi siswa
c. Menyajikan informasi
d. Merangsang diskusi
Manfaat Praktis Media Pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar dan
pengajaran. Media pembelajaran diharapkan dapat memberikan manfaat, antara
lain:
1. Bahan yang disajikan menjadi lebih jelas maknanyadan tidak bersifat
verbalistik.
2. Metode pembelajaran lebih bervariasi.
3. Peserta didik menjadi lebih aktif melakukan beragam aktivitas.
4. Pembelajaran lebih menarik.
5. Mengatasi keterbatasan ruang.
Dari uraian di atas, maka manfaat praktis media pengajaran di dalam proses
belajar mengajar, sebagai berikut:
1. Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga
dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
2. Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak
sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung
antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendirisendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3. Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera ruang dan waktu:
a. Obyek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di ruang
kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau
model.
b. Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat
disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar.
c. Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan
tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide, di samping
secara verbal.
d. Obyek atau proses yang sangat rumit seperti peredaran darah dapat
ditampilkan secara konkret melalui file, gambar, slide, atau simulasi
komputer.
e. Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan
dengan media seperti komputer, film, dan video.
f. Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau proses yang dalam
kenyataan memakan waktu lama seperti proses kepompong menjadi kupu-kupu
dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti film, video, slide, atau
simulasi komputer.
4. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa
tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya.
Misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan, dan lain-lain.
3. Pengertian Wawasan Kebangsaan
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari 2 suku kata “Wawasan” dan
“Kebangsaan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) bahwa secara
etimologis istilah “wawasan” berarti (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan; (2)
konsepsi cara pandang. Wawasan Kebangsaan identik dengan Wawasan
Nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional
yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial
budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).
Sedangkan “Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang sama asal keturunan,
adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan
“kebangsaan” mengandung arti (1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa; (2)
perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa; (3) kesadaran diri
sebagai warga dari suatu negara.
Wawasan Kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang
dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan
lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Muladi (Gubernur
Lemhannas RI) meyampaikan bahwa wawasan kebangsaan adalah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan
persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya
bernuansa struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik,
kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan
keamanan.
Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan terwujud dalam persatuan dan kesatuan
bangsa memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu (1)
Penghargaan terhadap harkat dan merta manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa;
(2) Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan
bersatu;(3) Cinta akan tanah air dan bangsa; (4) Demokrasi atau kedaulatan
rakyat; (5) Kesetiakawanan sosial; dan (6) Masyarakat adil-makmur.
Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi
geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan
keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.
Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tata
berhubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di
dunia internasional. Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat
persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa
dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan
masa mendatang serta berbagai potensi bangsa.
Memahami serta mempedomani secara baik ajaran yang terkandung di
dalam konsepsi Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia akan
menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan dari setiap warga bangsa tentang
posisi dan peran masing-masing ditengah-tengah masyarakat yang serba
majemuk. Hal ini berarti suasana kondisi yang mendorong perkembangan setiap
individu sehingga terwujud ketahanan pribadi dapat menciptakan suatu ketahanan
nasional Indonesia.
PEMBAHASAN
Dorongan yang melahirkan kebangsaan kita bersumber dari sejarah
perjuangan bangsa untuk (1) mewujudkan kemerdekaan; (2) memulihkan
martabat kita sebagai manusia; dan (3) menolak segala diskriminasi suku, ras,
asal-usul, keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial. Konsep
kebangsaan kita bertujuan membangun dan mengembangkan persatuan dan
kesatuan dalam satu wadah negara Indonesia.
Indonesia sebagai negara kesatuan merupakan satu kesatuan dipandang dari
semua aspek sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam mendayagunakan
konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk mengejawantahan
semua dorongan dan rangsangan mencapai perwujudan aspirasi bangsa. Tujuan
nasional aspirasi bangsa mencakup kesatuan politik, kesatuan sosial budaya,
kesatuan ekonomi, kesatuan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).
Konsep wawasan kebangsaan muncul dari suatu keprihatinan dari berbagai
kalangan masyarakat Indonesia. Banyak kalangan yang melihat perkembangan
politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan
dan semakin nyata dengan memudarnya wawasan kebangsaan. Pada masa ini,
dampak dari krisis multi-dimensional ini telah memberikan tanda-tanda awal
munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (selfesteem) sebagai bangsa.
Jati diri dan integritas nasional perlu dijaga agar tidak terancam oleh
masuknya berbagai pengaruh nilai ideologi dan sosial budaya global yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang belum memadai menjadi kendala untuk meraih kemampuan daya
saing bangsa di era global. Upaya mencari solusi permasalahan-permasalahan
yang terjadi di masyarakat mendorong civitas akademika yang ada dan para
lulusannya perlu memiliki wawasan kebangsaan yang kuat dalam menjalankan
profesinya dengan tetap terus mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan
sesuai perkembangan zaman.
Bangsa Indonesia kini menghadapi era globalisasi dan liberalisasi di segala
bidang, termasuk aspek sosial budaya. Hal ini menjadi saat yang tepat untuk
melakukan re-evaluasi terhadap proses terbentuknya “nation and character
building”, karena boleh jadi persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini berawal
dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal “kebangsaan”
yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an kita.
Pemaknaan
wawasan
kebangsaan
Indonesia
dewasa
ini
dapat
diakumulasikan sebagai sebuah pemahaman tentang:
a. Cara pandang yang lahir dari keseluruhan kepribadian terhadap lingkungan
sekitarnya dan bersumber kepada falsafah terhadap bangsa.
b. Bangsa memiliki suatu karakter yang timbul karena persatuan nasib, tekad dari
rakyat untuk hidup bersama mencapai cta-cita dan tujuan bersama lepas dari
perbedaan ras, etnis, agama, serta golongan.
c. Wawasan Kebangsaan Indonesia memiliki landasan moral dan etika
bersendikan pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga dapat
menempatkan posisi bangsa Indonesia mampu (1) menghargai harkat dan
martabat kemanusiaan; (2) hak dan kewajiban asasi manusia. Wawasan
kebangsaan memiliki unsur kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga
menjunjung tinggi nilai-nilai universal sebagai bangsa yang majemuk.
Proses pemahaman ‘wawasan kebangsaan’ harus mencakup tiga jenis kegiatan
pembinaan yakni (1) kegiatan untuk membina daya kognitif; (2) kegiatan untuk
membina daya afektif; dan (3) kegiatan untuk pembinaan daya kognatif-volutif.
Pendidikan wawasan kebangsaan dirasakan sebagai usaha yang sangat
mendesak untuk mengatasi kemerosotan penghayatan dan pengamalan wawasan
tersebut sehingga mampu menumbuhkan pemahaman, sikap dan tekad yang
seimbang, antisipatif, dan dialogis terhadap lingkungan alam, sosio-kultur dan diri
sendiri melalui pannduan dari empat materi pokok, yakni sejarah nasional, situasi
nasional kontemporer, situasi negara-negara lain, dan berbagai proyeksi mengenai
masa depan bangsa di era global nantinya.
Beberapa hal yang berkembang dalam media pembelajaran sejarah untuk
memberikan pemahaman sejarah bangsa sehingga diketahui pemahaman wawasan
kebangsaan dapat menyiapkan media pembelajaran dalam bentuk:
1. Peninggalan Sejarah insitu
Peninggalan sejarah artinya warisan masa lampau mempunyai nilai sejarah.
Ada bermacam-macam bentuk peninggalan sejarah. Peninggalan sejarah bisa
berupa fosil, peralatan dari masa lampau, prasati, patung, bangunan, naskah,
dan cerita atau hikayat.
2. Model (Muck Up) yang terdiri dari:
a. Diorama
Diorama merupakan pemandangan (scene) tiga dimensi dalam ukuran kecil
untuk memperagakan atau menjelaskan suatu peristiwa sejarah. Dalam
diorama terdapat benda-benda tiga dimensi dalam ukuran kecil, sehingga
tampak seperti dunia sebenarnya dalam ukuran mini. Contohnya diorama
perjuangan, diorama masa prasejarah, diorama perumusan naskah
proklamasi, dan lainnya.
b. Maket/miniatur
Maket adalah suatu model hasil penyederhanaan suatu realitas tetapi tidak
menunjukkan aktivitas atau tidak menunjukkan suatu proses. Maket mampu
menjelaskan secara detail suatu obyek menjadi topik pembahasan tiga
dimensi sehingga mampu memberikan pemahaman sejarah dan wawasan
kebangsaan. Contohnya maket beberapa kapal perdagangan, maket ritual
keagamaan, dan sebagainya.
c. Replika Candi
Replika candi adalah model penyederhanaan dari suatu candi tertentu.
Kegunaan replika candi untuk menggantikan benda aslinya, sehingga mudah
untuk mengamati dan menilai replika candi tersebut sebagai kegiatan
pembelajaran sejarah tanpa harus pergi ke tempat candi itu berada.
Contohnya replika candi borobudur, Prambanan, Penataran dan sebagainya
yang menunjukkan betapa besar pengaruh India dan kebudayaan lokal
Indonesia dalam seni arsitektur dan ragam hiasnya.
d. Patung/Arca
Patung merupakan karya seni rupa tiga dimensi sehingga benda tiruan
berbentuk manusia dan binatang dengan cara dipahat. Seni patung zaman
dahulu dibuat untuk kepentingan keagamaan (jaman hindu dan budha)
dibuat untuk menghormati dewa atau orang yang dijadikan teladan.
Misalnya: arca dewa wisnu, dewa ganesha, dan arca perwujudan. Pada
perkembangan selanjutnya patung dibuat untuk monument/peringatan suatu
peristiwa besar suatu bangsa, kelompok atau perorangan. Contohnya:
monumen palagan ambarawa, monumen tugu pahlawan dan tugu muda
sebagai wujud peringatan peristiwa mempertahankan kemerdekaan tahun
1945.
3. Peta, terdiri dari:
a. Atlas
Atlas merupakan kumpulan bermacam-macam peta yang disusun dengan
simbol, tulisan, dan bahasa yang sama. Atlas berupa buku yang berisi
bermacam-macam peta yang dilengkapi dengan diagram, gambar, data
statistik, dan uraian penjelasannya dan berwarna. Contohnya atlas tematik,
atlas budaya, atlas sejarah, dan sebagainya.
b. Peta Dinding
Peta Dinding adalah sebuah peta kertas yang dapat digantungkan di dinding.
Peta Dinding lebih mirip seperti poster
dan dapat berukuran kecil,
sederhana atau bisa juga berukuran besar dan sangat detil. Contohnya peta
kota Surabaya, peta perdagangan, peta ekonomi, dan sebagainya.
c. Peta Sketsa
Peta sketsa dapat dikatakan juga sebagai peta sederhana, yaitu gambaran
suatu tempat yang dibuat dengan corat-coret, tidak menggunakan ilmu pasti,
dan tentu saja hasilnya kurang akurat jika dibandingkan dengan peta bagan
yang dibuat oleh jawatan topografi. Contohnya peta jalur kereta api masa
kolonial, peta pemetaan budaya dan peta pemetaan bahasa.
4. Ruang Sejarah
Ruang sejarah disebut laboratorium adalah tempat dilakukannya penelitian dan
eksperimen tentang sejarah. Laboratorium Sejarah merupakan suatu media
pembelajaran sejarah yang efektif karena peserta didik dapat mengadakan
pembelajaran sejarah, kajian ilmiah, presentasi, diskusi, praktikum dan lainlain. Ruang Sejarah ditata untuk menyimpan berbagai perangkat pembelajaran
sejarah diantaranya alat peraga, kolesi maket, koleksi diorama, koleksi repro,
koleksi numistik, koleksi peta, koleksi artefak dan lain-lain, sehingga
memudahkan para peserta didik untuk lebih mendalami materi yang sedang di
pelajari sejarah.
5. Media Audio, terdiri dari:
a. Tape Recorder
b. Radio
6. Media Audio Visual, meliputi:
a. Televisi
Menurut
Omar
Hamalik
(1985:134)
menjelaskan
bahwa
televisi
sesungguhnya adalah perlengkapan elektronik, yang pada dasarnya sama
dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara. Televisi
memberikan kejadian-kejadian yang sebenarnya pada saat suatu peristiwa
terjadi dengan disertai komentar penyiarnya. Kedua aspek tersebut secara
simultan dapat didengar dan dilihat oleh para pemirsa sehingga menjadi
salah satu media pembelajaran sejarah wawasan kebangsaan.
b. Film
Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi
massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil
penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui
proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa
suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem
Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya. Contohnya beberapa film
kepahlawanan, film perjuangan, film berbasis sejarah bangsa.
c. Video
Video adalah teknologi pemrosesan sinyal elektronik meliputi gambar gerak
dan suara untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan
menata ulang gambar bergerak. Video menjadi salah satu alternatif media
pembelajaran sejarah yang dapat direkam dan dibuat sendiri.
7. Media Proyeksi, terdiri dari:
a. Overhead Projector (OHP)
b. Film Strip (Film Rangkaian)
c. Slide
d. LCD
8. Media Modern, meliputi:
a. Komputer
b. Internet
Menurut Haryoso (2002), media adalah segala bentuk yang dimanfaatkan
dalam proses penyaluran informasi. Segala jenis dan bentuk sumber/bahan
yang digunakan dalam bidang pendidikan untuk membantu dalam variasi
proses pembelajaran. Internet sebagai media dalam proses pendidikan
merupakan salah satu kemudahan modern yang disediakan oleh media
pendidikan, karena memiliki layanan yang tepat untuk menunjang proses
pendidikan.
9. Media Cetak, terdiri dari:
a. Buku
Buku adalah jendela ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan agar
pengetahuan tidak terpencar-pencar dan mudah dipelajari. Tujuan buku
untuk menyatukan ilmu pengetahuan tertentu agar terkumpul dalam satu
tempat sehingga mudah ditemukan dan dipelajari. Contohnya buku sejarah
nasional Indonesia yang terdiri dari 6 jilid yang menjelaskan perkembangan
sejarah Indonesia dari masa Praaksara sampai masa modern.
b. Majalah
Majalah dimaknai sebagai media informasi dengan tugas utamanya
menyampaikan berita aktual. Majalah yang diterbitkan dapat menciptakan
lingkungan belajar secara kreatif.
c. Koran
Koran adalah sejenis media massa yang memberitakan kejadian sehari-hari
dalam kehidupan manusia. Tulisan-tulisan yang terdapat dalam sebuah
koran dihasilkan oleh para penulis berita yang disebut sebagai wartawan.
Wartawan tersebut bertugas untuk menulis kejadian-kejadian menarik yang
terjadi di tengah masyarakat. Di dalam sebuah koran, biasanya terdapat
banyak wartawan yang disebarkan ke berbagai daerah untuk mengumpulkan
dan menulis berita yang menarik yang nantinya akan menjadi isi dari koran
tersebut.
10. Media Grafis, terdiri dari:
a. Bagan
b. Diagram
c. Grafik
d. Poster
c. Kartun
Menurut Sudjana dan Rivai (Media Pengajaran, 1991: 61) bahwa sesuai
dengan wataknya kartun yang efektif akan menarik perhatian serta
menumbuhkan minat belajar. Hal ini menunjukkan bahan-bahan kartun bisa
menjadi alat memotivasi yang berguna di kelas. Penggunaan kartun-kartun
dalam menggambarkan konsep ilmiah pengajaran dapat digunakan sebagai
ilustrasi dalam kegiatan pengajaran. Pemakaian kartun mempunyai 2 macam
keuntungan berharga, yaitu (1) gambar-gambarnya dapat menarik perhatian
sehingga pelajaran lebih berarti; dan (2) sebagai variasi dalam mengajar.
f. Foto
Fotografi merupakan media pembelajaran yang sangat mudah dibuat pada
era digital. Berbagai macam gadget yang ada sudah dilengkapi dengan fitur
kamera yang memungkinkan kita membuat gambar fotografi. Gambar
fotografi karena langsung berisi foto nyata objek atau situasi atau peristiwa,
maka merupakan media pembelajaran gambar yang realistik (konkret).
Media pengajaran diatas dapat digunakan untuk menyampaikan pesan
pembelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan sehingga
mendorong proses belajar mengajar
menjadi lebih mudah dipahami.
Pembelajaran sejarah yang memiliki pengetahuan yang membahas semua aspek
kehidupan manusia menjadi salah satu proses pemahaman sejarah perjuangan
bangsa Indonesia. Aspek kesejarahan yang dalam proses pembelajarannya
cenderung monoton ini perlu dilakukan suatu media bantu yaitu beragam media
seperti diatas dapat menjadi sarana proses pemahaman wawasan kebangsaan
Indonesia lebih mudah dipahami dan diinternalisasikan dalam masyarakat
pembelajar.
Pemaknaan wawasan kebangsaan Indonesia melalui media sejarah berbasis
KKNI dapat disesuaikan dengan capaian kompetensinya yaitu:
1. Mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran Sejarah sebagai sumber dan media
pembelajarannya serta memanfaatkannya untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran pemahaman sejarah perjuangan bangsa dalam menata wawasan
kebangsaan Indonesia.
2. Menguasai pengertian, jenis/klasifikasi, fungsi, dan dasar-dasar pengembangan
media pembelajaran, sehingga dapat memilih media pembelajaran yang sesuai
dengan materi, karakteristik peserta didik dan tujuan pemahaman proses
pembelajarannya.
3. Merancang, memilih dan memproduksi media pembelajaran Sejarah dengan
memanfaatkan lingkungan sekitar (kontekstual) dan/atau berbasis TIK.
4. Memiliki
sikap
bertanggung
jawab
dalam
mengembangkan
media
pembelajaran Sejarah yang praktis, efisien dan aman bagi peserta didik.
`
Beberapa fungsi media pembelajaran yaitu (1) Pemusat perhatian peserta
didik; (2) Menggugah emosi peserta didik; (3) Membantu peserta didik untuk
memahami materi pembelajaran; (4) Membantu peserta didik mengorganisasikan
informasi; (5) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik; (6) Membuat
pembelajaran menjadi lebih konkrit; (7) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan
daya indra; (8) Mengaktifkan pembelajaran; (9) Mengurangi kemungkinan
pembelajaran yang melulu berpusat pada guru; dan (10) Mengaktifkan respon
peserta didik. Media pembelajaran dapat berfungsi dengan baik sebagai pemusat
perhatian peserta didik apalagi media pembelajaran itu bersifat menarik.
Fenomena wawasan kebangsaan yang tergradasi dapat diatasi dengan
belajar sejarah. Pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan media pembelajaran
sejarah dapat disesuaikan dengan proses pemahaman sejarah perjuangan bangsa
itu sendiri. Contohnya belajar tentang nilai merdeka pada peristiwa proklamasi
tanggal 17 Agustus 1945 dapat dilakukan dengan menggunakan media (1) visual
berupa foto-majalah-koran sejaman tahun 1945; (2) arsip dokumen sejaman; (3)
media cetak, poster, gambar dan pamflet; (3) benda fisik pendukung proses
sejarah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa media pembelajaran sejarah dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu sarana pendukung proses pemahaman wawasan
kebangsaan masyarakat Indonesia.
PENUTUP
Beberapa fenomena peristiwa pada kehidupan masyarakat yang terjadi di
berbagai daerah setiap hari terlihat di media cetak maupun elektronik. Menghadapi
situasi dan kondisi ini, pembelajaran sejarah menjadi bagian penting untuk proses
pembelajaran pemahaman wawasan kebangsaan untuk menjadikan insan Indonesia
memiliki integritas, cerdas, dan kompetitif serta dapat meningkatkan aktualisasi diri
sekaligus bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
SDM Indonesia hendaknya menjadi insan yang memiliki integritas, cerdas,
dan kompetitif serta dapat meningkatkan aktualisasi diri sekaligus bermanfaat bagi
kesejahteraan umat manusia dengan jalan belajar sejarah perjuangan bangsa. Untuk
memahami bagaimana wawasan kebangsaan perlu memahami secara mendalam
sejarah bangsa melalui telaah kritis peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia
untuk membentuk karakter bangsa..Media pembelajaran sejarah memiliki
berbagai manfaat untuk memperbesar minat dan perhatian pembelajar
meningkatkan proses pemahaman sejarah perjuangan bangsa sebagai dasar
wawasan kebangsaan. Media pembelajaran menjadi salah satu acuan memberikan
pemahaman sejarah perjuangan bangsa melalui beberapa media visual, audio,
audio visual maupun media modern seperti internet dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lemhanas. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lembaga Pengkajian Strategi & Pembangunan. 1994. Pendidikan Wawasan
Kebangsaan,Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Moerdiono. 1991. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia.
Munadi Yudhi. 2012. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta:
Gaung Persada (GP).
Rohani Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suhady, Idup dan A.M. Sinaga. 2006. Wawasan Kebangsaan dalam kerangka
NKRI - Jakarta: Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia.
Wahyudi, Agung, Kita adalah penerus. 2004. Lampung: Jurusan Pemerintahan
FISIP Universitas Lampung.