2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) - Pengaruh Ukuran Kap, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Dan Ukuranperusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei
2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Praktek manajemen laba yang terjadi dalam sebuah perusahaan dapat
dijelaskan melalui teori agency. Konsep teori agency menjelaskan bagaimana
hubungan atau kontrak antara pemegang saham (principal) dan manajer
(agent). Manajer bekerja untuk melakukan tugas sesuai dengan kepentingan
pemegang saham. Pemegang saham juga mendelegasikan otoritas dalam
pembuatan keputusan kepada manajer. Hal ini memungkinkan agen
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada prinsipal. Pemegang saham
akan memberikan imbalan yang sesuai dengan kinerja yang dicapai oleh
manajemen.
Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang
maksimal. Pemegang saham memberikan wewenang kepada manajer untuk
melaksanakan tugasnya demi mencapai laba yang diinginkan. Namun tak
jarang tujuan yang sudah ditetapkan tidak tercapai dikarenakan sifat
mementingkan diri sendiri. Perbedaan tujuan utama antara pemegang saham
dan manajer juga yang saling bertentangan menimbulkan masalah keagenan.
Pihak principal memiliki tujuan utama yaitu profitabilitas yang selalu
meningkat, sementara pihak agent memiliki tujuan untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya. Eisenhardt (1989), dalam
Suryani (2010) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi
sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri
(self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
Universitas Sumatera Utara
masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari
resiko (risk averse).
Teori agensi juga menjelaskan bahwa masalah keagenan terjadi karena
adanya asimetris informasi. Asimetris informasi merupakan perbedaan atau
kesenjangan informasi dimana manajer memiliki informasi yang lebih banyak
mengenai perusahaan jika dibandingkan dengan pemegang saham. Dalam
kondisi seperti ini manajer dengan leluasa melakukan tindakan sesuai dengan
keinginannya sendiri termasuk melakukan manajemen laba. Teori keagenan
ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam
hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989) dalam Suryani 2010. Pertama adalah
masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuantujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang
sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang
benar-benar dilakukan oleh agen.
2.1.2 Manajemen Laba
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari laba
yang diperoleh oleh perusahaan. Informasi laba perusahaan merupakan
informasi penting dalam laporan keuangan yang digunakan oleh pihak
yang menggunakannya untuk membuat keputusan penting. Dalam
kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer
perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi keuangan
Universitas Sumatera Utara
perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan
manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak
eksternal. Sulistyanto dalam Sipayung (2012) menyatakan bahwa
manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk
mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk
mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi
perusahaan.
Scott (2000) dalam Suryani (2010) mendefinisikan manajemen
laba sebagai pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk
tujuan spesifik. Scoot mengungkapkan terdapat dua cara untuk
memahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik
manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi
kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua,
memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana
manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi
diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian
yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak. Healy dan Wahlen (1999) dalam Anggraeni (2013)
menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika para manajer
menggunakan pertimbangan di dalam pelaporan keuangan dan di dalam
transaksi yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan bagi yang
manapun menyesatkan beberapa stakeholders tentang dasar kinerja
Universitas Sumatera Utara
ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak
yang tergantung pada angka-angka akuntansi dilaporkan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
manajemen laba merupakan tindakan manipulasi laporan keuangan
yang sengaja dilakukan oleh pihak manajemen sehingga informasi yang
dilaporkan dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan demi
keuntungan pihak manajemen. Manajemen laba dapat menurunkan
tingkat kualitas laporan keuangan karena dapat menambah bias dalam
laporan keuangan yang dapat mengganggu pemakai laporan keuangan
tersebut.
2.1.2.2 Pola Manajemen Laba
Scoot (2000) dalam Ningsaptiti (2010) menyatakan bahwa pola
manajemen laba dapat dibagi menjadi :
1. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan
CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada
periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan
sehingga mengharuskan manajemen membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode
berikutnya akan lebih tinggi.
2. Income Minimazation
Universitas Sumatera Utara
Dilakukan pada saat perusahaan pada saat perusahaan
mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika
laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat
diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang
tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini
dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran
atas perjanjian hutang.
4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang
dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba
yang relatif stabil.
5. Offsetting extraordinary/unusual gains
Dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang
tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba
6. Aggresive accounting applications
Teknik yang diartikan sebagai salah saji (misstatement) dan
dipakai untuk membagi laba antar periode.
7. Timing Revenue dan Expense Recognition
Universitas Sumatera Utara
Dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang
berkaitan dengan timing suatu transaksi.
2.1.2.3 Motivasi Manajemen Laba
Manajemen melakukan tindakan manajemen laba dilatar
belakangi oleh beberapa motivasi. Menurut Suryani 2010 motivasi yang
melatarbelakangi terjadinya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
manajer, antara lain:
1. Bonus Purposes
Manajer yang lebih mengetahui informasi tentang laba
perusahaan
dibandingkan
dengan
pemegang
saham
cenderung bersifat opportunistic dan melakukan tindakan
manajemen laba untuk memaksimalkan laba saat ini dengan
tujuan unutk mendapatkan insentif berupa bonus.
2. Political Motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung
mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan
publik
yang
mengakibatkan
pemerintah
menetapkan
peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations
Dilakukan perusahaan dengan tujuan penghematan pajak.
Manajemen laba dilakukan untuk memperkecil perolehan
Universitas Sumatera Utara
laba sehingga mengakibatkan pajak yang dibayarkan kepada
pemerintah juga lebih kecil dari yang seharusnya.
4. Pergantian CEO
Manajemen laba yang dilakukan oleh CEO yang telah
mendekati masa pensiunnya biasanya dilakukan dengan
manaikkan laba dengan tujuan mendapatkan bonus.
5. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang baru pertama kali melakukan penawaran
sahamnya dan belum memiliki nilai pasar memiliki
kecenderungan untuk melakukan manajemen laba dalam
prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga
saham perusahaan di masa yang akan datang.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan harus
disampaikan oleh manajer kepada investor sebagai bentuk
tanggungjawab manajer. Oleh karena itu, pelaporan laba
perlu dibuat sedemikian rupa sehingga investor tetap menilai
bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik sesuai
keinginan.
2.1.2.4 Discretionary Accruals
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan
keuangan menggunakan dasar akrual. Akuntansi berbasis akrual telah
disepakati sebagai dasar dalam pemyusunan laporan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Akuntansi berbasis akrual dipandang lebih rasional jika dibandingkan
dengan akuntansi berbasia kas. Sulistyanto dalam (Sipayung 2012:18)
menyatakan bahwa akuntansi berbasisi akrual mennggunakan prosedur
akrual, defferal, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan
pendapatan, biaya, dan keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk
menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas
belum diterima dan dikeluarkan. Pemilihan dasar akrual bertujuan untuk
menjadikan laporan keuangan lebih informatif tentang keadaan yang
sebenarnya.
Akuntansi berbasis akrual mengakui pengaruh setiap transaksi
pada saat kejadian bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar serta dicatat dan dilaporkan pada saat periode berjalan. Laporan
keuangan yang disusun berdasarkan akrual memberikan informasi
kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan
penerimaan atau pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas
di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan
diterima di masa depan (IAI dalam Andayani 2009:23).
Konsep akrual terdiri dari dua, yaitu discretionary accrual dan
non
discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual
laba atau beban yang bebas, tidak diatur dan merupakan pilihan
kebijakan manajemen. Non discretionary accrual adalah pengakuan
akrual laba yang wajar, yangtunduk pada suatu standar atau prinsip
Universitas Sumatera Utara
akuntansi yang berlaku umum. Non discretionary accrual merupakan
akrual yang wajar, dan apabila di langgar akan mempengaruhi kualitas
laporan keuangan (tidak wajar), oleh karena itu bentuk akrual yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk discretionary accrual yang
dinilai dengan menggunakan modified Jones model.
2.1.3 Ukuran KAP
Auditor merupakan salah satu mekanisme untuk mengendalikan
perilaku manajemen sehingga proses audit yang dilakukan memiliki peranan
penting dalam mengurangi biaya keagenan dengan membatasi perilaku
opportunistik manajemen. Auditor sebagai pihak yang independen diharapkan
dapat meminimalkan tindakan manajemen laba serta meningkatkan
kepercayaan atas laporan keuangan yang diaudit.
Ukuran KAP adalah besar kecilnya perusahaan audit. Ukuran KAP
diukur dari KAP big four dan KAP non big four. Auditor big four adalah
auditor yang memiliki keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor
non big four, oleh karena itu auditor big four akan berusaha secara sungguhsungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan
reputasinya dengan cara memberi perlindungan kepada publik (Sanjaya, 2008
dalam Putri 2013). Auditor yang berasal dari KAP big four dianggap lebih
baik dalam mennghambat tindakan manajemen laba jika dibandingkan
dengan KAP non-big four.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Proporsi Komisaris Independen
Istilah komisaris independen menunjukkan keberadaan mereka sebagai
wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili
kepentingan investor. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham
independen maka keberadaan komisaris independen diwajibkan. Komisaris
independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi
dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Keberadaan komisaris
independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang
dibuat oleh direksi.
Ada dua kriteria persyaratan seseorang menduduki jabatan komisaris
independen. Kedua syarat tersebut adalah:
a. Kriteria komisaris independen menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI), yaitu:
i.
Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen,
ii. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham
mayoritas, atau seseorang pejabat atau dengan cara lain yang
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan
pemegang saham mayoritas dari perusahaan,
iii. Komisaris indepeden dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh
Universitas Sumatera Utara
perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha
dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai
komisaris setelah tidak lagi menempati posisi itu,
iv. Komisaris independen bukan merupakan penasihat profesional
perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan
perusahaan tersebut,
v.
Komisaris
independen
bukan
merupakan
pemasok
atau
pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau
perusahaan lain yang satu kelompok, atau dengan cara lain
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan
pemasok atau pelanggan tersebut,
vi. Komisaris independen tidak memiliki kotraktual dengan
perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selagi
sebagai komisaris perusahaan tersebut,
vii. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan
bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara
wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material
dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk
bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
b. Kriteria komisaris independen menurut keputusan direksi PT. Bursa
Efek Jakarta Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19 Juli
2004, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
i.
Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh
anggota dewan komisaris,
ii. Komisaris independen tidak punya saham baik langsung
maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik,
iii. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
emiten atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham
utama dari perusahaan tercatat yang bersangkutan,
iv. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat
yang bersangkutan,
v.
Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada
perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat
yang bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun
tidak
langsung
yang
berkaitan
dengan
kegiatan
usaha
perusahaan tercatat,
vi. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik,
vii. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundangundangan di bidang pasar modal,
viii. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang
saham minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Universitas Sumatera Utara
Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap
operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris
dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses
penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar
dari kecurangan laporan keuangan (Boediono, 2005 dalam Suryani 2010).
Jika fungsi independensi dewan komisaris cenderung kuat, maka tindakan
manajemen laba cenderung dapat dihindari. Sebaliknya, jika fungsi
independensi dewan komisaris cenderung lemah, maka tindakan manajemen
laba juga akan cenderung lebih sering terjadi.
2.1.5 Free Cash Flow
Free cash flow adalah arus kas bebas yang merupakan sisa perhitungan
arus kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan di akhir suatu periode
keuangan. Meskipun dinamakan bebas pihak manajemen tidak dapat dengan
bebas menggunakan uang ini. Keown et.al., (2011) mendefinisikan arus kas
bebas adalah jumlah yang tersedia dari operasi setelah investasi pada modal
kerja operasional bersih dan aktiva tetap. Uang tunai yang tersedia ini
kemudian didistribusikan kepada pemilik perusahaan dan kreditor atau dapat
dikatakan setelah perusahaan membayar semua beban operasinya dan
melakukan investasi, maka sisa kas didistribusikan kepada pemegang saham
dan kreditor. White et al (2003) dalam Zuhri (2010) mendefinisikan free cash
flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash
Universitas Sumatera Utara
flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang
dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi.
Suatu perusahaaan dapat dinilai dari berapa besar keuntungan yang
diperolehnya selama periode
tertentu. Keuntungan suatu perusahaan
tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun dengan
menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan
tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan. Semakin
besar kas tersedia dalam perusahaan tersebut, maka semakin sehat perusahaan
tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran
utang, dan dividen.
Jensen dalam Tampubolon (2012) menyatakan bahwa jika arus kas
bebas dalam perusahaan tidak digunakan atau diinvestasikan untuk
memaksimalkan atau menyeimbangkan bunga pemegang saham, maka hal ini
akan memunculkan masalah keagenan. Manajer akan lebih memilih untuk
berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Dampaknya perusahaan
akan berada pada posisi pertumbuhan yang rendah.
2.1.6 Kepemilikan Institusional
Masalah keagenan dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan.
Struktur kepemilikan dapat dilihat dari besarnya saham yang dimiliki oleh
seseorang atau lembaga dalam perusahaan. Struktur kepemilikan mampu
mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Semakin besar
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan saham, semakin tinggi pengendalian yang dapat dilakukan.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi atau lembaga seperti: perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi, pemerintah dan kepemilikan institusi lainnya. Kepemilikan
institusional merupakan salah satu cara untuk mengendalikan pihak
manajemen melalui tindakan monitoring yang efektif sehingga tindakan
manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen dapat dikurangi.
Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam
mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi
lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Investor
institusi
sering disebut sebagai investor sophisticated karena mempunyai kemampuan
dalam memproses informasi jika dibandingkan dengan investor non
institusional. Kehadiran institusi sebagai pemilik saham dapat memnatasi
manajemen dalam melakukan tindakan manajemen laba.
Pujiningsih (2011) menyatakan ada dua perbedaan pendapat mengenai
investor institusional. Pertama, didasarkan pada pandangan bahwa investor
institusional adalah pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya
terfokus pada laba sekarang(current earnings). Perubahan pada laba sekarang
dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini
tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat
melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham
dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan
likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings management.
Kedua, memandang investor institusional sebagai investor yang
berpengalaman (sophisticated) yang terfokus pada laba masa datang (future
earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional
menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan
mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi
investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif
dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan
manajer.
2.1.7 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dijadikan sebagai skala untuk mengukur besar
kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari total aset yang
dimiliki perusahaan, laba yang diperoleh perusahaan, penjualan, dan nilai
pasar saham. Pada umumnya ukuran perusahaan diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, yaitu: perusahaan berskala besar, perusahaan berskala menengah,
dan perusahaan berskala kecil. Ukuran perusahaan digunakan untuk
mengetahui apakah perusahaan memiliki aktivitas operasional yang lebih
kompleks sehingga memungkinkan dilakukan manajemen laba
Besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi manajer dalam
membuat pelaporan keuangan dan prosedur akuntansi. Perusahaan berskala
besar pada umumnya telah banyak diketahui oleh publik dan akan sangat
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan, sehingga laporan kinerja perusahaan harus dilaporkan secara
akurat. Siregar dan Utama (2005) dalam Pujiningsih (2011:29) menuturkan
bahwa semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia
untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi
dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak. Perusahaan besar
memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dan
memiliki transparansi yang lebih. Veronica dan Utama (2005) dalam Suryani
(2010) menemukan bukti adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan
terhadap manajemen laba. Semakin besar perusahaan maka dorongan untuk
melakukan tindakan manajemen laba oleh manajemen perusahaan semakin
kecil.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang manajemen laba telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dan peneliti menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai bahan
referensi dalam melakukan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Guna
dan Herawaty (2010) yang meneliti tentang pengaruh mekanisme good corporate
governance, independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap
manajemen laba menyimpulkan bahwa leverage, kualitas audit dan profitabilitas
berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan kepemilikan institusional,
kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, independensi dan
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian
Guna berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmadika (2011)
Universitas Sumatera Utara
yang mengindikasikan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh dengan manajemen
laba.
Ningsaptiti (2010) meneliti tentang analisis pengaruh ukuran perusahaan
dan mekanisme good governance terhadap manajemen laba. Objek penellitian
adalah perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI pada tahun 2007-2009. Hasil
penelitian tersebut mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi
kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris dan
komposisi komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Pujiningsih (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh struktur
kepemilikan, ukuran perusahaan, praktik corporate governance, dan kompensasi
bonus terhadap manajemen laba. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009 yang terdiri dari 36 sampel. Hasil
penelitiannya mengindikasikan bahwa komite audit dan kompensasi bonus
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan
manajerial, ukuran perusahaan, dewan komisaris, dan kualitas audit tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian oleh Putri (2013) menganalisis tentang pengaruh srtuktur
kepemilikan dan kualitas audit terhadap manajemen. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa kepemilikan manajerial dan ukuran KAP berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan kepemilikan institusional,
Universitas Sumatera Utara
independensi auditor dan auditor spesialisasi industri tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2010)
yang meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance dan ukuran
perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI yang objek penelitiannya adalah perusahaan manufaktur tahun 2004-2008.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris, komposisi dewan
komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba. Perbedaan hasil penelitian tersebut membuat peneliti tertarik untuk kembali
mengangkat masalah tentang manajemen laba, adapun perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah tahun penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yaitu tahun 2013 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan
peneliti menambah serta mengurangi beberapa variabel independen.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Nama
Peneliti
dan Tahun
Penelitian
Judul
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian
Universitas Sumatera Utara
1.
Guna dan Pengaruh
Herawaty
Mekanisme
(2010)
Good
Corporate
Governance,
Independensi
Auditor,
Kualitas
Audit
dan
Faktor
Lainnya
Variabel
dependen:
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Good
Corporate
Governance,
Independensi
Auditor,
Kualitas
Audit
Regresi
berganda
Leverage, kualitas
audit
dan
profitabilitas
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
Kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajemen,
komite
audit,
komisaris
independen,
independensi dan
ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
2.
Rahmadika
(2011)
Pengaruh
Kualitas
Auditor
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi Empiris
pada
perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar
di
BEI
tahun
2008-2009)
Variabel
dependen:
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Kualitas
Auditor
Regresi
linear
berganda
Spesialis industri
dan ukuran KAP
terbukti
tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
3.
Ningsaptiti
(2010)
Analisis
Pengaruh
Ukuran
Perusahaan
dan
Mekanisme
Good
Governance
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
Empiris pada
Variabel
dependen:
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Ukuran
Perusahaan,
Konsentrasi
Kepemilikan,
Komposisi
Anggota
Regresi
berganda
Ukuran
perusahaan,
konsentrasi
kepemilikan,
kualitas
audit
dengan
proksi
spesialisasi
industri
KAP
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba,
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan
Manufaktur
yang terdaftar
di BEI tahun
2006-2008)
Dewan
Komisaris,
Spesialisasi
industri KAP,
Komposisi
Komite Audit
4.
Pujiningsih
(2011)
Pengaruh
Struktur
Kepemillikan,
Ukuran
Perusahaan,
Praktik
Corporate
Governance
dan
Kompensasi
Bonus
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
Empiris pada
Perusahaan
Manufaktur
yang terdaftar
di BEI periode
2007-2009)
Variabel
Regresi
dependen:
berganda
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Struktur
kepemilikan,
ukuran
perusahaan,
komite audit,
proporsi
dewan
komisaris,
ukuran KAP,
kompensasi
bonus
sedangkan
komposisi dewan
komisaris
dan
komite audit tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba
Struktur
kepemilikan
modal,
ukuran
perusahaan,
keberadaan
komite
audit,
proporsi dewan
komisaris,
kualitas
audit
berpengaruh
negatif terhadap
namajemen laba;
sedangkan
kompensasi bonus
berpengaruh
positif terhadap
manajemen laba
5.
Putri (2013)
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan
dan Kualitas
Audit terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di
Bursa
Efek Indonesia
Tahun 20092011)
Variabel
Regregi
dependen:
berganda
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Kepemilikna
institusional,
kepemilikan
manajerial,
ukuran KAP,
independensi
auditor, dan
auditor
spesialisasi
industri
Kepemilikan
manajerial
dan
ukuran
KAP berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
manajemen laba;
sedangkan
kepemilikan
institusional,
independensi
auditor
dan
auditor
spesialisasi
industri
Universitas Sumatera Utara
6.
Suryani
(2010)
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance
dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap
Manajemen
Laba
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang terdaftar
di BEI
Variabel
Regresi
dependen :
berganda
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Struktur
kepemilikan,
dewan
komisaris,
komisaris
independen,
komite audit,
dan ukuran
perusahaan
7.
Agustia
(2013)
Pengaruh
Faktor Good
Corporate
Governance,
Free
Cash
Flow,
dan Leverage
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Regresi
dependen :
berganda
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Ukuran
komite audit,
proporsi
dewan
komisaris
independen,
kepemilikan
institusional,
komisaris
manajerial,
free
cash
flow,
leverage
ratio
8.
Anggraeni
(2013)
Pengaruh
Struktur
Variabel
dependen:
Regresi
berganda
tidak berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
Struktur
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial, dan
ukuran
perusahaan
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap
manajemen laba:
sedangkan ukuran
dewan komisaris,
komposisi dewan
komisaris
independen, dan
komite audit tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
Ukuran
komite
audit,
proporsi
komite
audit
independen,
kepemilikan
institusional dan
kepemilikan
manajerial tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba,
sedangkan
leverage
berpengaruh, free
cash
flow
berpengaruh
negative
dan
signifikan
terhadap
manajemen laba
Struktur
kepemilikan
Universitas Sumatera Utara
9.
Sudibyo
(2013)
Kepemilikan
Manajerial,
Ukuran
Perusahaan,
dan
Praktik
Corporate
Governance
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi Empiris
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di BEI tahun
2009-2011)
Pengaruh
Struktur
Corporate
Governance
dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
Empiris pada
Perusahaan
Jasa
Non
Keuangan
yang
terdaftar
di
Bursa
Efek
Indonesia
2009-2011)
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Struktur
Kepemilikan
Manajerial,
Ukuran
Perusahaan,
Komposisi
Dewan,
Komisaris
Independen,
Komite
Audit,
dan
Ukuran KAP
Variabel
Regresi
dependen:
berganda
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial,
proporsi
dewan
komisaris,
dan ukuran
perusahaan
manajerial
dan
ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba;
sedangkan
proporsi dewan
komisaris
independen,
komite audit, dan
ukuran
KAP
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba.
Kepemilikan
manajerial
dan
kepemilikan
institusional
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
manajemen laba;
sedangkan
proporsi dewan
komisaris
dan
ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual (kerangka teoritis) adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor- faktor penting yang
diketahui dalam suatu masalah tertentu (Erlina, 2011). Berdasarkan uraian
Universitas Sumatera Utara
tinjauan pustaka di atas maka penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu
manajemen laba dan variabel independen terdiri dari Kualitas Auditor, Proporsi
Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran
Perusahaan. Berikut ini adalah skema kerangka konseptual penelitian ini:
Proporsi Komisaris Independen
Ukuran KAP
(X1)
Proporsi Komisaris Independen
(X2)
Free Cash Flow
Manajemen Laba
(X3)
(Y)
Kepemilikan Institusional
(X4)
Ukuran Perusahaan
(X5)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian
2.4.1 Ukuran KAP dengan Manajemen Laba
Auditor yang bergabung dalam big four pada umumnya memiliki
kemampuan dan reputasi yang lebih baik daripada auditor non big four. Hal
ini disebabkan auditor dalam kelompok KAP big four cenderung memiliki
auditor yang lebih berpengalaman serta memiliki kemampuan dalam
membatasi besarnya manajemen laba suatu perusahaan. Jika auditor ini tidak
dapat
mempertahankan reputasinya, maka masyarakat akan hilang kepercayaan
kepada auditor big four dan dianggap gagal menjalankan perannya sebagai
auditor sehingga auditor ini akan tiada dengan sendirinya seperti yang pada
KAP Arthur Andersen yang terlibat dalam kasus Enron. Guna dan Herawaty
(2010) meneliti tentang hubungan antara ukuran KAP dengan manajemen
laba menemukan bahwa ukuran KAP berpengaruh terhadap manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerayli et al (2011) menyimpulkan bahwa
ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan
uraian tersebut maka hipotesis yang dapat disusun sebagai berikut :
H1: Ukuran KAP berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.4.2 Proporsi Komisaris Independen dengan Manajemen Laba
Universitas Sumatera Utara
Komisaris independen menunjukan keberadaan mereka sebagai
perwakilan pemegang saham independen (minoritas) dan bukan merupakan
anggota manajemen
perusahaan. Keberadaaan mereka diwajibkan dalam
sebuah perusahaan sebagai tindakan untuk melindungi kepentingan
pemegang saham independen. Komisaris independen diharapkan mampu
menciptakan keseimbangan berbagai kepentingan para pihak, yaitu pemegang
saham utama, karyawan, manajemen, komisaris, maupun pemegang saham
publik. Penelitian Anggraeni (2013) menemukan bahwa proporsi dewan
komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan
uraian tersebut makan hipotesis yang disusun yaitu:
H2 : Proporsi Komisaris Independen berpengaruh terhadap manajemen
laba.
2.4.3 Free Cash Flow dengan Manajemen Laba
Arus kas bebas merupakan arus kas yang benar-benar tersedia untuk
diatribusikan kepada pemegang saham ataupun debitur. Keuntungan suatu
perusahaan tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun
dengan menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh
perusahaan tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan.
Mardiyanto (2008) dalam Agustia (2013) menyatakan perusahaan dengan
nilai free cash flow yang tinggi cenderung tidak melakukan manajemen laba,
karena sebagian besar investor merupakan pemilik sementara yang berfokus
Universitas Sumatera Utara
pada informasi arus kas bebas yang menujukkan kemampuan perusahaan
dalam membayar deviden. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian
yang dilakukan Agustia (2013) menyimpulkan bahwa free cash flow
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut
hipotesis yang disusun yaitu :
H3 : Free Cash Flow berpengaruh terhadap manajemen laba
2.4.4 Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba
Kepemilikan institusional merupakan salah satu langkah untuk
memonitor kinerja manajer dalam mengelola perusahaan. Kehadiran institusi
dalam struktur kepemilikan saham perusahaan diharapkan bisa mengurangi
perilaku manajemen laba yang dilakukan manajer. Kepemilikan institusional
memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses
monitoring secara efektif. Semakin tinggi kepemilikan institusional
diharapkan tindakan manajemen laba semakin berkurang. Suryani (2010)
dalam
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
kepemilikan
institusional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan
uraian tersebut hipotesis yang disususn yaitu :
H4: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen
2.4.5 Ukuran Perusahaan dengan Manajemen Laba
Universitas Sumatera Utara
Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari total aset yang dimiliki
perusahaan, laba yang diperoleh perusahaan, penjualan, dan nilai pasar
saham. Besar kecilnya perusahaan akan memepengaruhi manajemen dalam
penyusunan laporan keuangan dan prosedur akuntansi. Perusahaan yang besar
lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati
dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga akan berdampak perusahaan
tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat. Penelitian Ningsaptiti (2010)
menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba. Pujiningsih (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang disusun yaitu :
H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba
H6 : Ukuran KAP, Proporsi Komisaris Independen, free cash flow,
kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
simultan terhadap manajemen laba
Universitas Sumatera Utara
Praktek manajemen laba yang terjadi dalam sebuah perusahaan dapat
dijelaskan melalui teori agency. Konsep teori agency menjelaskan bagaimana
hubungan atau kontrak antara pemegang saham (principal) dan manajer
(agent). Manajer bekerja untuk melakukan tugas sesuai dengan kepentingan
pemegang saham. Pemegang saham juga mendelegasikan otoritas dalam
pembuatan keputusan kepada manajer. Hal ini memungkinkan agen
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada prinsipal. Pemegang saham
akan memberikan imbalan yang sesuai dengan kinerja yang dicapai oleh
manajemen.
Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang
maksimal. Pemegang saham memberikan wewenang kepada manajer untuk
melaksanakan tugasnya demi mencapai laba yang diinginkan. Namun tak
jarang tujuan yang sudah ditetapkan tidak tercapai dikarenakan sifat
mementingkan diri sendiri. Perbedaan tujuan utama antara pemegang saham
dan manajer juga yang saling bertentangan menimbulkan masalah keagenan.
Pihak principal memiliki tujuan utama yaitu profitabilitas yang selalu
meningkat, sementara pihak agent memiliki tujuan untuk memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya. Eisenhardt (1989), dalam
Suryani (2010) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi
sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri
(self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
Universitas Sumatera Utara
masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari
resiko (risk averse).
Teori agensi juga menjelaskan bahwa masalah keagenan terjadi karena
adanya asimetris informasi. Asimetris informasi merupakan perbedaan atau
kesenjangan informasi dimana manajer memiliki informasi yang lebih banyak
mengenai perusahaan jika dibandingkan dengan pemegang saham. Dalam
kondisi seperti ini manajer dengan leluasa melakukan tindakan sesuai dengan
keinginannya sendiri termasuk melakukan manajemen laba. Teori keagenan
ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam
hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989) dalam Suryani 2010. Pertama adalah
masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuantujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang
sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang
benar-benar dilakukan oleh agen.
2.1.2 Manajemen Laba
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari laba
yang diperoleh oleh perusahaan. Informasi laba perusahaan merupakan
informasi penting dalam laporan keuangan yang digunakan oleh pihak
yang menggunakannya untuk membuat keputusan penting. Dalam
kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer
perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi keuangan
Universitas Sumatera Utara
perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan
manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak
eksternal. Sulistyanto dalam Sipayung (2012) menyatakan bahwa
manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk
mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk
mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi
perusahaan.
Scott (2000) dalam Suryani (2010) mendefinisikan manajemen
laba sebagai pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk
tujuan spesifik. Scoot mengungkapkan terdapat dua cara untuk
memahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik
manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi
kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua,
memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana
manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi
diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian
yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak. Healy dan Wahlen (1999) dalam Anggraeni (2013)
menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika para manajer
menggunakan pertimbangan di dalam pelaporan keuangan dan di dalam
transaksi yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan bagi yang
manapun menyesatkan beberapa stakeholders tentang dasar kinerja
Universitas Sumatera Utara
ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak
yang tergantung pada angka-angka akuntansi dilaporkan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
manajemen laba merupakan tindakan manipulasi laporan keuangan
yang sengaja dilakukan oleh pihak manajemen sehingga informasi yang
dilaporkan dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan demi
keuntungan pihak manajemen. Manajemen laba dapat menurunkan
tingkat kualitas laporan keuangan karena dapat menambah bias dalam
laporan keuangan yang dapat mengganggu pemakai laporan keuangan
tersebut.
2.1.2.2 Pola Manajemen Laba
Scoot (2000) dalam Ningsaptiti (2010) menyatakan bahwa pola
manajemen laba dapat dibagi menjadi :
1. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan
CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada
periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan
sehingga mengharuskan manajemen membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode
berikutnya akan lebih tinggi.
2. Income Minimazation
Universitas Sumatera Utara
Dilakukan pada saat perusahaan pada saat perusahaan
mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika
laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat
diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang
tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini
dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran
atas perjanjian hutang.
4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang
dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba
yang relatif stabil.
5. Offsetting extraordinary/unusual gains
Dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang
tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba
6. Aggresive accounting applications
Teknik yang diartikan sebagai salah saji (misstatement) dan
dipakai untuk membagi laba antar periode.
7. Timing Revenue dan Expense Recognition
Universitas Sumatera Utara
Dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang
berkaitan dengan timing suatu transaksi.
2.1.2.3 Motivasi Manajemen Laba
Manajemen melakukan tindakan manajemen laba dilatar
belakangi oleh beberapa motivasi. Menurut Suryani 2010 motivasi yang
melatarbelakangi terjadinya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
manajer, antara lain:
1. Bonus Purposes
Manajer yang lebih mengetahui informasi tentang laba
perusahaan
dibandingkan
dengan
pemegang
saham
cenderung bersifat opportunistic dan melakukan tindakan
manajemen laba untuk memaksimalkan laba saat ini dengan
tujuan unutk mendapatkan insentif berupa bonus.
2. Political Motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung
mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan
publik
yang
mengakibatkan
pemerintah
menetapkan
peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations
Dilakukan perusahaan dengan tujuan penghematan pajak.
Manajemen laba dilakukan untuk memperkecil perolehan
Universitas Sumatera Utara
laba sehingga mengakibatkan pajak yang dibayarkan kepada
pemerintah juga lebih kecil dari yang seharusnya.
4. Pergantian CEO
Manajemen laba yang dilakukan oleh CEO yang telah
mendekati masa pensiunnya biasanya dilakukan dengan
manaikkan laba dengan tujuan mendapatkan bonus.
5. Initital Public Offering (IPO)
Perusahaan yang baru pertama kali melakukan penawaran
sahamnya dan belum memiliki nilai pasar memiliki
kecenderungan untuk melakukan manajemen laba dalam
prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga
saham perusahaan di masa yang akan datang.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan harus
disampaikan oleh manajer kepada investor sebagai bentuk
tanggungjawab manajer. Oleh karena itu, pelaporan laba
perlu dibuat sedemikian rupa sehingga investor tetap menilai
bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik sesuai
keinginan.
2.1.2.4 Discretionary Accruals
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan
keuangan menggunakan dasar akrual. Akuntansi berbasis akrual telah
disepakati sebagai dasar dalam pemyusunan laporan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Akuntansi berbasis akrual dipandang lebih rasional jika dibandingkan
dengan akuntansi berbasia kas. Sulistyanto dalam (Sipayung 2012:18)
menyatakan bahwa akuntansi berbasisi akrual mennggunakan prosedur
akrual, defferal, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan
pendapatan, biaya, dan keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk
menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas
belum diterima dan dikeluarkan. Pemilihan dasar akrual bertujuan untuk
menjadikan laporan keuangan lebih informatif tentang keadaan yang
sebenarnya.
Akuntansi berbasis akrual mengakui pengaruh setiap transaksi
pada saat kejadian bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar serta dicatat dan dilaporkan pada saat periode berjalan. Laporan
keuangan yang disusun berdasarkan akrual memberikan informasi
kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan
penerimaan atau pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas
di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan
diterima di masa depan (IAI dalam Andayani 2009:23).
Konsep akrual terdiri dari dua, yaitu discretionary accrual dan
non
discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual
laba atau beban yang bebas, tidak diatur dan merupakan pilihan
kebijakan manajemen. Non discretionary accrual adalah pengakuan
akrual laba yang wajar, yangtunduk pada suatu standar atau prinsip
Universitas Sumatera Utara
akuntansi yang berlaku umum. Non discretionary accrual merupakan
akrual yang wajar, dan apabila di langgar akan mempengaruhi kualitas
laporan keuangan (tidak wajar), oleh karena itu bentuk akrual yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk discretionary accrual yang
dinilai dengan menggunakan modified Jones model.
2.1.3 Ukuran KAP
Auditor merupakan salah satu mekanisme untuk mengendalikan
perilaku manajemen sehingga proses audit yang dilakukan memiliki peranan
penting dalam mengurangi biaya keagenan dengan membatasi perilaku
opportunistik manajemen. Auditor sebagai pihak yang independen diharapkan
dapat meminimalkan tindakan manajemen laba serta meningkatkan
kepercayaan atas laporan keuangan yang diaudit.
Ukuran KAP adalah besar kecilnya perusahaan audit. Ukuran KAP
diukur dari KAP big four dan KAP non big four. Auditor big four adalah
auditor yang memiliki keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor
non big four, oleh karena itu auditor big four akan berusaha secara sungguhsungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan
reputasinya dengan cara memberi perlindungan kepada publik (Sanjaya, 2008
dalam Putri 2013). Auditor yang berasal dari KAP big four dianggap lebih
baik dalam mennghambat tindakan manajemen laba jika dibandingkan
dengan KAP non-big four.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Proporsi Komisaris Independen
Istilah komisaris independen menunjukkan keberadaan mereka sebagai
wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili
kepentingan investor. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham
independen maka keberadaan komisaris independen diwajibkan. Komisaris
independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi
dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Keberadaan komisaris
independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang
dibuat oleh direksi.
Ada dua kriteria persyaratan seseorang menduduki jabatan komisaris
independen. Kedua syarat tersebut adalah:
a. Kriteria komisaris independen menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI), yaitu:
i.
Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen,
ii. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham
mayoritas, atau seseorang pejabat atau dengan cara lain yang
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan
pemegang saham mayoritas dari perusahaan,
iii. Komisaris indepeden dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh
Universitas Sumatera Utara
perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha
dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai
komisaris setelah tidak lagi menempati posisi itu,
iv. Komisaris independen bukan merupakan penasihat profesional
perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan
perusahaan tersebut,
v.
Komisaris
independen
bukan
merupakan
pemasok
atau
pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau
perusahaan lain yang satu kelompok, atau dengan cara lain
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan
pemasok atau pelanggan tersebut,
vi. Komisaris independen tidak memiliki kotraktual dengan
perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selagi
sebagai komisaris perusahaan tersebut,
vii. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan
bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara
wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material
dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk
bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
b. Kriteria komisaris independen menurut keputusan direksi PT. Bursa
Efek Jakarta Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19 Juli
2004, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
i.
Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh
anggota dewan komisaris,
ii. Komisaris independen tidak punya saham baik langsung
maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik,
iii. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
emiten atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham
utama dari perusahaan tercatat yang bersangkutan,
iv. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat
yang bersangkutan,
v.
Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada
perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat
yang bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun
tidak
langsung
yang
berkaitan
dengan
kegiatan
usaha
perusahaan tercatat,
vi. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik,
vii. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundangundangan di bidang pasar modal,
viii. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang
saham minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Universitas Sumatera Utara
Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap
operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris
dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses
penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar
dari kecurangan laporan keuangan (Boediono, 2005 dalam Suryani 2010).
Jika fungsi independensi dewan komisaris cenderung kuat, maka tindakan
manajemen laba cenderung dapat dihindari. Sebaliknya, jika fungsi
independensi dewan komisaris cenderung lemah, maka tindakan manajemen
laba juga akan cenderung lebih sering terjadi.
2.1.5 Free Cash Flow
Free cash flow adalah arus kas bebas yang merupakan sisa perhitungan
arus kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan di akhir suatu periode
keuangan. Meskipun dinamakan bebas pihak manajemen tidak dapat dengan
bebas menggunakan uang ini. Keown et.al., (2011) mendefinisikan arus kas
bebas adalah jumlah yang tersedia dari operasi setelah investasi pada modal
kerja operasional bersih dan aktiva tetap. Uang tunai yang tersedia ini
kemudian didistribusikan kepada pemilik perusahaan dan kreditor atau dapat
dikatakan setelah perusahaan membayar semua beban operasinya dan
melakukan investasi, maka sisa kas didistribusikan kepada pemegang saham
dan kreditor. White et al (2003) dalam Zuhri (2010) mendefinisikan free cash
flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash
Universitas Sumatera Utara
flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang
dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi.
Suatu perusahaaan dapat dinilai dari berapa besar keuntungan yang
diperolehnya selama periode
tertentu. Keuntungan suatu perusahaan
tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun dengan
menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan
tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan. Semakin
besar kas tersedia dalam perusahaan tersebut, maka semakin sehat perusahaan
tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran
utang, dan dividen.
Jensen dalam Tampubolon (2012) menyatakan bahwa jika arus kas
bebas dalam perusahaan tidak digunakan atau diinvestasikan untuk
memaksimalkan atau menyeimbangkan bunga pemegang saham, maka hal ini
akan memunculkan masalah keagenan. Manajer akan lebih memilih untuk
berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Dampaknya perusahaan
akan berada pada posisi pertumbuhan yang rendah.
2.1.6 Kepemilikan Institusional
Masalah keagenan dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan.
Struktur kepemilikan dapat dilihat dari besarnya saham yang dimiliki oleh
seseorang atau lembaga dalam perusahaan. Struktur kepemilikan mampu
mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Semakin besar
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan saham, semakin tinggi pengendalian yang dapat dilakukan.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi atau lembaga seperti: perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi, pemerintah dan kepemilikan institusi lainnya. Kepemilikan
institusional merupakan salah satu cara untuk mengendalikan pihak
manajemen melalui tindakan monitoring yang efektif sehingga tindakan
manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen dapat dikurangi.
Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam
mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi
lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Investor
institusi
sering disebut sebagai investor sophisticated karena mempunyai kemampuan
dalam memproses informasi jika dibandingkan dengan investor non
institusional. Kehadiran institusi sebagai pemilik saham dapat memnatasi
manajemen dalam melakukan tindakan manajemen laba.
Pujiningsih (2011) menyatakan ada dua perbedaan pendapat mengenai
investor institusional. Pertama, didasarkan pada pandangan bahwa investor
institusional adalah pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya
terfokus pada laba sekarang(current earnings). Perubahan pada laba sekarang
dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini
tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat
melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham
dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan
likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings management.
Kedua, memandang investor institusional sebagai investor yang
berpengalaman (sophisticated) yang terfokus pada laba masa datang (future
earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional
menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan
mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi
investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif
dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan
manajer.
2.1.7 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dijadikan sebagai skala untuk mengukur besar
kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari total aset yang
dimiliki perusahaan, laba yang diperoleh perusahaan, penjualan, dan nilai
pasar saham. Pada umumnya ukuran perusahaan diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, yaitu: perusahaan berskala besar, perusahaan berskala menengah,
dan perusahaan berskala kecil. Ukuran perusahaan digunakan untuk
mengetahui apakah perusahaan memiliki aktivitas operasional yang lebih
kompleks sehingga memungkinkan dilakukan manajemen laba
Besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi manajer dalam
membuat pelaporan keuangan dan prosedur akuntansi. Perusahaan berskala
besar pada umumnya telah banyak diketahui oleh publik dan akan sangat
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan, sehingga laporan kinerja perusahaan harus dilaporkan secara
akurat. Siregar dan Utama (2005) dalam Pujiningsih (2011:29) menuturkan
bahwa semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia
untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi
dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak. Perusahaan besar
memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dan
memiliki transparansi yang lebih. Veronica dan Utama (2005) dalam Suryani
(2010) menemukan bukti adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan
terhadap manajemen laba. Semakin besar perusahaan maka dorongan untuk
melakukan tindakan manajemen laba oleh manajemen perusahaan semakin
kecil.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang manajemen laba telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dan peneliti menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai bahan
referensi dalam melakukan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Guna
dan Herawaty (2010) yang meneliti tentang pengaruh mekanisme good corporate
governance, independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap
manajemen laba menyimpulkan bahwa leverage, kualitas audit dan profitabilitas
berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan kepemilikan institusional,
kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, independensi dan
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian
Guna berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmadika (2011)
Universitas Sumatera Utara
yang mengindikasikan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh dengan manajemen
laba.
Ningsaptiti (2010) meneliti tentang analisis pengaruh ukuran perusahaan
dan mekanisme good governance terhadap manajemen laba. Objek penellitian
adalah perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI pada tahun 2007-2009. Hasil
penelitian tersebut mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi
kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris dan
komposisi komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Pujiningsih (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh struktur
kepemilikan, ukuran perusahaan, praktik corporate governance, dan kompensasi
bonus terhadap manajemen laba. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009 yang terdiri dari 36 sampel. Hasil
penelitiannya mengindikasikan bahwa komite audit dan kompensasi bonus
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan
manajerial, ukuran perusahaan, dewan komisaris, dan kualitas audit tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian oleh Putri (2013) menganalisis tentang pengaruh srtuktur
kepemilikan dan kualitas audit terhadap manajemen. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa kepemilikan manajerial dan ukuran KAP berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan kepemilikan institusional,
Universitas Sumatera Utara
independensi auditor dan auditor spesialisasi industri tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2010)
yang meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance dan ukuran
perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI yang objek penelitiannya adalah perusahaan manufaktur tahun 2004-2008.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris, komposisi dewan
komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen
laba. Perbedaan hasil penelitian tersebut membuat peneliti tertarik untuk kembali
mengangkat masalah tentang manajemen laba, adapun perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah tahun penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yaitu tahun 2013 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan
peneliti menambah serta mengurangi beberapa variabel independen.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Nama
Peneliti
dan Tahun
Penelitian
Judul
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian
Universitas Sumatera Utara
1.
Guna dan Pengaruh
Herawaty
Mekanisme
(2010)
Good
Corporate
Governance,
Independensi
Auditor,
Kualitas
Audit
dan
Faktor
Lainnya
Variabel
dependen:
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Good
Corporate
Governance,
Independensi
Auditor,
Kualitas
Audit
Regresi
berganda
Leverage, kualitas
audit
dan
profitabilitas
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
Kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajemen,
komite
audit,
komisaris
independen,
independensi dan
ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
2.
Rahmadika
(2011)
Pengaruh
Kualitas
Auditor
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi Empiris
pada
perusahaan
manufaktur
yang
terdaftar
di
BEI
tahun
2008-2009)
Variabel
dependen:
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Kualitas
Auditor
Regresi
linear
berganda
Spesialis industri
dan ukuran KAP
terbukti
tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
3.
Ningsaptiti
(2010)
Analisis
Pengaruh
Ukuran
Perusahaan
dan
Mekanisme
Good
Governance
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
Empiris pada
Variabel
dependen:
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Ukuran
Perusahaan,
Konsentrasi
Kepemilikan,
Komposisi
Anggota
Regresi
berganda
Ukuran
perusahaan,
konsentrasi
kepemilikan,
kualitas
audit
dengan
proksi
spesialisasi
industri
KAP
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba,
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan
Manufaktur
yang terdaftar
di BEI tahun
2006-2008)
Dewan
Komisaris,
Spesialisasi
industri KAP,
Komposisi
Komite Audit
4.
Pujiningsih
(2011)
Pengaruh
Struktur
Kepemillikan,
Ukuran
Perusahaan,
Praktik
Corporate
Governance
dan
Kompensasi
Bonus
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
Empiris pada
Perusahaan
Manufaktur
yang terdaftar
di BEI periode
2007-2009)
Variabel
Regresi
dependen:
berganda
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Struktur
kepemilikan,
ukuran
perusahaan,
komite audit,
proporsi
dewan
komisaris,
ukuran KAP,
kompensasi
bonus
sedangkan
komposisi dewan
komisaris
dan
komite audit tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba
Struktur
kepemilikan
modal,
ukuran
perusahaan,
keberadaan
komite
audit,
proporsi dewan
komisaris,
kualitas
audit
berpengaruh
negatif terhadap
namajemen laba;
sedangkan
kompensasi bonus
berpengaruh
positif terhadap
manajemen laba
5.
Putri (2013)
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan
dan Kualitas
Audit terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di
Bursa
Efek Indonesia
Tahun 20092011)
Variabel
Regregi
dependen:
berganda
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Kepemilikna
institusional,
kepemilikan
manajerial,
ukuran KAP,
independensi
auditor, dan
auditor
spesialisasi
industri
Kepemilikan
manajerial
dan
ukuran
KAP berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
manajemen laba;
sedangkan
kepemilikan
institusional,
independensi
auditor
dan
auditor
spesialisasi
industri
Universitas Sumatera Utara
6.
Suryani
(2010)
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance
dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap
Manajemen
Laba
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang terdaftar
di BEI
Variabel
Regresi
dependen :
berganda
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Struktur
kepemilikan,
dewan
komisaris,
komisaris
independen,
komite audit,
dan ukuran
perusahaan
7.
Agustia
(2013)
Pengaruh
Faktor Good
Corporate
Governance,
Free
Cash
Flow,
dan Leverage
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Regresi
dependen :
berganda
Manajemen
laba
Variabel
independen:
Ukuran
komite audit,
proporsi
dewan
komisaris
independen,
kepemilikan
institusional,
komisaris
manajerial,
free
cash
flow,
leverage
ratio
8.
Anggraeni
(2013)
Pengaruh
Struktur
Variabel
dependen:
Regresi
berganda
tidak berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
Struktur
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial, dan
ukuran
perusahaan
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap
manajemen laba:
sedangkan ukuran
dewan komisaris,
komposisi dewan
komisaris
independen, dan
komite audit tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba.
Ukuran
komite
audit,
proporsi
komite
audit
independen,
kepemilikan
institusional dan
kepemilikan
manajerial tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba,
sedangkan
leverage
berpengaruh, free
cash
flow
berpengaruh
negative
dan
signifikan
terhadap
manajemen laba
Struktur
kepemilikan
Universitas Sumatera Utara
9.
Sudibyo
(2013)
Kepemilikan
Manajerial,
Ukuran
Perusahaan,
dan
Praktik
Corporate
Governance
terhadap
Manajemen
Laba
(Studi Empiris
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di BEI tahun
2009-2011)
Pengaruh
Struktur
Corporate
Governance
dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Manajemen
Laba
(Studi
Empiris pada
Perusahaan
Jasa
Non
Keuangan
yang
terdaftar
di
Bursa
Efek
Indonesia
2009-2011)
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Struktur
Kepemilikan
Manajerial,
Ukuran
Perusahaan,
Komposisi
Dewan,
Komisaris
Independen,
Komite
Audit,
dan
Ukuran KAP
Variabel
Regresi
dependen:
berganda
Manajemen
Laba
Variabel
independen:
Kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial,
proporsi
dewan
komisaris,
dan ukuran
perusahaan
manajerial
dan
ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba;
sedangkan
proporsi dewan
komisaris
independen,
komite audit, dan
ukuran
KAP
berpengaruh
signifikan
terhadap
manajemen laba.
Kepemilikan
manajerial
dan
kepemilikan
institusional
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
manajemen laba;
sedangkan
proporsi dewan
komisaris
dan
ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh
terhadap
manajemen laba
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual (kerangka teoritis) adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor- faktor penting yang
diketahui dalam suatu masalah tertentu (Erlina, 2011). Berdasarkan uraian
Universitas Sumatera Utara
tinjauan pustaka di atas maka penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu
manajemen laba dan variabel independen terdiri dari Kualitas Auditor, Proporsi
Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran
Perusahaan. Berikut ini adalah skema kerangka konseptual penelitian ini:
Proporsi Komisaris Independen
Ukuran KAP
(X1)
Proporsi Komisaris Independen
(X2)
Free Cash Flow
Manajemen Laba
(X3)
(Y)
Kepemilikan Institusional
(X4)
Ukuran Perusahaan
(X5)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian
2.4.1 Ukuran KAP dengan Manajemen Laba
Auditor yang bergabung dalam big four pada umumnya memiliki
kemampuan dan reputasi yang lebih baik daripada auditor non big four. Hal
ini disebabkan auditor dalam kelompok KAP big four cenderung memiliki
auditor yang lebih berpengalaman serta memiliki kemampuan dalam
membatasi besarnya manajemen laba suatu perusahaan. Jika auditor ini tidak
dapat
mempertahankan reputasinya, maka masyarakat akan hilang kepercayaan
kepada auditor big four dan dianggap gagal menjalankan perannya sebagai
auditor sehingga auditor ini akan tiada dengan sendirinya seperti yang pada
KAP Arthur Andersen yang terlibat dalam kasus Enron. Guna dan Herawaty
(2010) meneliti tentang hubungan antara ukuran KAP dengan manajemen
laba menemukan bahwa ukuran KAP berpengaruh terhadap manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerayli et al (2011) menyimpulkan bahwa
ukuran KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan
uraian tersebut maka hipotesis yang dapat disusun sebagai berikut :
H1: Ukuran KAP berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.4.2 Proporsi Komisaris Independen dengan Manajemen Laba
Universitas Sumatera Utara
Komisaris independen menunjukan keberadaan mereka sebagai
perwakilan pemegang saham independen (minoritas) dan bukan merupakan
anggota manajemen
perusahaan. Keberadaaan mereka diwajibkan dalam
sebuah perusahaan sebagai tindakan untuk melindungi kepentingan
pemegang saham independen. Komisaris independen diharapkan mampu
menciptakan keseimbangan berbagai kepentingan para pihak, yaitu pemegang
saham utama, karyawan, manajemen, komisaris, maupun pemegang saham
publik. Penelitian Anggraeni (2013) menemukan bahwa proporsi dewan
komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan
uraian tersebut makan hipotesis yang disusun yaitu:
H2 : Proporsi Komisaris Independen berpengaruh terhadap manajemen
laba.
2.4.3 Free Cash Flow dengan Manajemen Laba
Arus kas bebas merupakan arus kas yang benar-benar tersedia untuk
diatribusikan kepada pemegang saham ataupun debitur. Keuntungan suatu
perusahaan tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun
dengan menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh
perusahaan tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan.
Mardiyanto (2008) dalam Agustia (2013) menyatakan perusahaan dengan
nilai free cash flow yang tinggi cenderung tidak melakukan manajemen laba,
karena sebagian besar investor merupakan pemilik sementara yang berfokus
Universitas Sumatera Utara
pada informasi arus kas bebas yang menujukkan kemampuan perusahaan
dalam membayar deviden. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian
yang dilakukan Agustia (2013) menyimpulkan bahwa free cash flow
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut
hipotesis yang disusun yaitu :
H3 : Free Cash Flow berpengaruh terhadap manajemen laba
2.4.4 Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba
Kepemilikan institusional merupakan salah satu langkah untuk
memonitor kinerja manajer dalam mengelola perusahaan. Kehadiran institusi
dalam struktur kepemilikan saham perusahaan diharapkan bisa mengurangi
perilaku manajemen laba yang dilakukan manajer. Kepemilikan institusional
memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses
monitoring secara efektif. Semakin tinggi kepemilikan institusional
diharapkan tindakan manajemen laba semakin berkurang. Suryani (2010)
dalam
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
kepemilikan
institusional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan
uraian tersebut hipotesis yang disususn yaitu :
H4: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen
2.4.5 Ukuran Perusahaan dengan Manajemen Laba
Universitas Sumatera Utara
Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari total aset yang dimiliki
perusahaan, laba yang diperoleh perusahaan, penjualan, dan nilai pasar
saham. Besar kecilnya perusahaan akan memepengaruhi manajemen dalam
penyusunan laporan keuangan dan prosedur akuntansi. Perusahaan yang besar
lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati
dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga akan berdampak perusahaan
tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat. Penelitian Ningsaptiti (2010)
menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba. Pujiningsih (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang disusun yaitu :
H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba
H6 : Ukuran KAP, Proporsi Komisaris Independen, free cash flow,
kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
simultan terhadap manajemen laba
Universitas Sumatera Utara