BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Ruang Lingkup Komunikasi 2.1.1 Komunikasi - Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Budaya Organisasi (Studi Deskriptif Mengenai Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Budaya Organisasi Di Departemen Sales & Marketing Hotel Danau T

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1 Ruang Lingkup Komunikasi

2.1.1 Komunikasi

  Kehidupan manusia di dunia ini tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan masyarakat. Aktivitas komunikasi dapat dilihat pada setiap aspek kehidupan sehari-hari manusia yaitu sejak bangun tidur hingga tidur kembali di malam hari. Dapat dipastikan bahwa sebagian besar dari kegiatan kehidupan manusia menggunakan komunikasi.

  Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifat comunis, yang bermakna umum atau bersama-sama (Wiryanto, 2004:5).

  Wilbur Schramm dalam Suprapto (2006:2-3) menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process). Schramm menguraikannya sebagai berikut :

  “Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagai informasi, ide atau sikap. Seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi dengan para pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu”.

   Dari uraian tersebut, definisi komunikasi menurut Schramm tampak lebih

  cenderung mengarah pada sejauhmana keefektifan proses berbagi antarpelaku komunikasi. Menurutnya sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness), kesepahaman antara sumber

  

(source) dengan penerima (audience). Menurutnya, sebuah komunikasi akan

  benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain sama seperti apa yang dikehendaki oleh pengirim.

  Esensi komunikasi dalam setiap situasi adalah orang saling bertukar pesan dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran. Karena orang punya tujuan, latar belakang, kebiasaan dan preferensi yang berbeda, maka komunikasi yang efektif haruslah bersifat interaktif yaitu setiap orang ikut aktif dalam mendengarkan dan merespon satu sama lain. Masing-masing elemen dari proses komunikasi ikut berperan dalam menciptakan komunikasi yang interaktif. Kultur dari pengirim dan penerima komunikasi akan mempengaruhi semua area komunikasi interaktif. Adapun unsur-unsur (komponen-komponen) komunikasi adalah sebagai berikut : 1.

  Sumber (sources) pesan atau pengirirm pesan Sumber pesan menentukan jenis pesan yang akan dikirim dan cara penyampaiannya. Ketika memutuskan bagaimana dan apa yang akan disampaikan, pengirim melakukan komunikasi interaktif dengan mempertimbangkan kebutuhan dari orang yang akan menerima pesan.

  2. Pesan (message) Pesan adalah isi atau konten (content) komunikasi, ide-ide yang ingin disampaikan seseorang. Pesan dapat diekspresikan secara verbal (dengan bicara atau dalam bentuk tulisan) maupun secara nonverbal (melalui isyarat, postur tubuh, ekspresi wajah dah bahkan melalui gaya busana).

  3. Encoding Encoding adalah proses fisik dalam mengorganisasikan elemen-elemen

  pesan untuk keperluan transimisi ke penerima. Dalam komunikasi verbal,

  encoding adalah tindakan memilih dan menyuarakan huruf menjadi kata-

  kata. Dalam komunikasi nonverbal, encoding berupa isyarat, senyum atau anggukan kepala dan sebagainya. Komunikator interaktif yang efektif untuk meningkatkan akurasi dan makna pesan yang ingin disampaikan.

  4. Saluran (channel) Saluran adalah medium yang membawa pesan yang telah di-encode oleh sumber. Saluran mencakup pula pertemuan langsung seperti interaksi tatap muka, rapat dan chating online, peercakapan telepon maupun video .

  conferencing 5.

  Penerima (receiver) Penerima adalah tujuan dari pesan. Penerima pesan adalah penentu utama dari jadi atau tidaknya komunikasi berlangsung. Dengan kata lain, pesan menjadi komunikasi hanya jika penerima mengambil pesan itu. Penerima mencakup semua orang yang mengambil pesan, terlepas dari apakah ia merupakan sasaran dari si pengirim atau tidak.

  6. Decoding Decoding adalah proses yang dilakukan penerima untuk memahami pesan.

  Decoding dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti latar belakang kultural, kemampuan mendengar dan sikap terhadap atau saluran komunikasi.

  7. Tanggapan (feedback)

  Tanggapan adalah respons, verbal atau nonverbal yang diberikan oleh penerima pesan. Pengirim pesan akan mengirimkan tanggapan selama proses komunikasi karena hal itu bisa membuat pengirim tahu apakah pesannya sudah dipahami dengan benar atau belum. Tanggapan dapat berbentuk respons verbal atau nonverbal, memo tertulis, panggilan telepon, jawaban lewat emai atau tanggapan langsung dalam suatu forum seperti dalam rapat atau pertemuan lainnya.

  8. Gangguan (noise) Gangguan adalah segala sesuatu yang mengganggu atau mencampuri komunikasi. Gangguan bisa mencakup suara, gangguan psikologis seperti kegugupan atau ketegangan, gangguan emosional seperti kegembiraan atau kesedihan yang berlebihan dan bahkan gangguan fisiologis seperti keletihan atau penyakit. Bias dan prasangka juga merupakan bentuk gangguan psikologis karena sikap bias terhadap pembicara dapat mengintervensi penerimaan pesan.

  9. Konteks (context) Konteks adalah setting atau tata situasi dimana komunikasi berlangsung.

  Konteks dapat berupa konteks fisik atau tempat fisik (kantor, ruang rapat, caffee), konteks kronologis atau waktu/tanggal terjadinya interaksi (setelah jam kerja, pagi hari, malam hari), konteks kultural atau latar etnis/nasional dan/atau organisasional dari orang yang mengadakan komunikasi (orang jakarta dan Medan, manager dan staf), dan konteks sosial atau sejarah dan relasi sosial antar komunikator (usia, hubungan pertemanan di luar kantor, harmoni atau konflik personal). Konteks dapat mempengaruhi konten pesan, kualitas dan efektivitas komunikasi. Konteks merupakan komponen yang selalu ada dalam proses komunikasi.

  10. Pemahaman bersama (shared meaning) Pemahaman bersama adalah pemahaman mutual yang diperoleh ketika pengirim dan semua penerima pesan menginterpretasikan pesan dengan cara yang sama. Inilah tujuan utama yang diharapkan dari suatu komunikasi.

  (O’hair, et al, 2009: 5-8). Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam buku Human Communication menjelaskan 3 model komunikasi yang dikutip oleh Bungin (2006:253) yaitu :

  1. Model komunikasi linear, yaitu model komunikasi 1 arah (one-way view

  of communication ) dimana komunikator memberikan suatu stimulus dan

  komunikan memberikan suatu stimulus dan komunikan memberikan respons atau tanggapan yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Seperti teori jarum hipodermik (hypodermic needle theory), asumsi-asumsi teori ini yaitu ketika seseorang mempengaruhi orang lain, maka ia “menyuntikkan suatu ampul” persuasi kepada orang lain itu. Sehingga orang lain tersebut melakukan apa yang ia kehendaki.

  2. Model komunikasi dua arah, adalah model komunikasi interaksional, merupakan kelanjutan dari pendekatan linear. Pada model ini, terjadi komunikasi umpan balik (feedback) gagasan. Ada pengirim (sender) yang mengirimkan informasi dan ada penerima (receiver) yang melakukan seleksi, interpretasi dan memberikan respons balik terhadap pesan dari pengirim. Dengan demikian, komunikasi berlangsung dalam proses dua arah (two-way) maupun proses peredaran atau perputaran arah (cylical prosess), sedangkan setiap partisipan memiliki peran ganda dimana pada suatu waktu bertindak sebagai sender sedangkan pada waktu lain berlaku sebagai receiver, terus seperti itu sebaliknya.

3. Model komunikasi transaksional, yaitu komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) diantara dua orang atau lebih.

  Proses komunikasi ini menekankan semua perilaku adalah komunikatif dan masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi memiliki konten pesan yang dibawanya dan saling bertukar dalam transaksi. Sementara dilihat dari prosesnya, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu secara primer dan sekunder.

  a.

  Proses Komunikasi Primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, syarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam proses komunikasi adalah jelas karena bahasalah yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain baik berbentuk ide-ide, informasi maupun opini; yang bersifat konkret maupun abstrak. Pikiran atau perasaan seseorang baru akan diketahui orang lain apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer, yakni lambang-lambang. Dengan kata lain, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (content) dan lambang (symbol). Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bagasa, tetapi dalam situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang dipergunakan dapat berupa kial (gesture), yakni gerang anggota tubuh, gambar, warna, dan sebagainya. Dalam komunikasi, bahasa disebut lambang verbal (verbal symbol), sedangkan lambang lainnya dinamakan lambang non-verbal (non verbal symbol).

  b.

  Proses Komunikasi Sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, memo, email, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

  (Effendy, 2006:11-16)

2.1.2 Komunikasi Organisasi

  Manusia adalah makhluk sosial yang berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, baik itu di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan kerja. Manusia sebagai makhluk sosial di dalam memenuhi kebutuhan yang merupakan agian dari tujuan hidupnya adalah dengan cara bekerja. Manusia dapat bertahan hidup dalam masyarakat jika mereka menjalani kehidupan sebagai sebuah aktifitas interaksi dan kerjasama yang dinamis dalam suatu jaringan kedudukan dan perilaku. Aktifitas interaksi dan kerjasama itu terus berkembang secara teratur sehingga terbentuklah wadah yang disebut organisasi. Dalam melaksanakan interaksi dan kerjasama dalam organisasi dibutuhkan komunikasi (Liliweri, 2004: 1).

  Redding dan Sanborn dalam Muhammad (2005:65) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan kepada bawahan (downward), komunikasi dari bawahan kepada atasan (upward), komunikasi dari orang-orang yang sama level / tingkatnya dalam organisasi (komunikasi horizontal), keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program.

  Dengan adanya komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya, kurang atau tidak adanya komunikasi, organisasi dapat macet atau berantakan. Organisasi tanpa komunikasi ibarat sebuah mobil yang didalamnya terdapat rangkaian alat-alat otomotif, yang terpaksa tidak berfungsi karena tidak adanya aliran fungsi antara satu bagian dengan bagian yang lain (Muhammad, 2001: 1).

  Komunikasi organisasi, dipandang dari suatu perspektif interpretatif (subjektif) adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Sifat terpenting komunikasi organisasi adalah penciptaan pesan, penafsiran, dan penanganan kegiatan anggota organisasi, bagaimana komunikasi berlangsung dalam organisasi dan maknanya bergantung pada konsepsi seseorang mengenai organisasi. Bila organisasi dianggap sebagai suatu struktur yang telah ada sebelumnya, maka komunikasi dapat dianggap sebagai suatu substansi nyata yang mengalir ke atas, ke bawah, dan ke samping dalam suatu wadah. Dalam pandangan itu, komunikasi berfungsi mencapai tujuan dari sistem organisasi.

  Fungsi-fungsi komunikasi lebih khusus meliputi pesan-pesan mengenai pekerjaan, pemeliharaan, motivasi, integratif dan inovasi. Komunikasi mendukung struktur organisasi dan adaptasi dengan lingkungan (Sutrisno, 2010: 48-49).

  Komponen komunikasi organisasi merupakan kunci dari komunikasi organisasi yang terdiri dari tujuh komponen yaitu:

  1. Proses Organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar pesan di antara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus-menerus dan tidak ada henti-hentinya maka dikatakan sebagai suatu proses

  2. Pesan Yang dimaksud dengan pesan adalah susunan simbol yang penuh arti tentang orang, objek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang. Simbol-simbol yang digunakan dalam pesan dapat berupa verbal dan nonverbal. Komunikasi disebut efektif apabila pesan yang dikirmkan itu diartikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim.

  3. Jaringan Organisasi terdiri dari beberapa orang yang mempunyai posisi atau jabatan masing-masing di dalam organisasi. Pertukaran pesan dari orang-orang ini selayaknya terjadi melewati suatu sistem yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi ini mungkin mencakup hanya dua orang, beberapa orang atau keseluruhan organisasi. Hakikat dan luas jaringan ini dipengaruhi oleh banyak faktor.

  4. Keadaan saling tergantung Keadaan saling tergantung ini tidak luput dari ketergantungan satu departemen dengan departemen lainnya. Hal inilah yang menjadi sifat dari suatu organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka. Bila suatu departemen mengalami gangguan, maka otomatis akan berpengaruh juga dengan departemen lainnya dan mungkin juga akan berakibat pada seluruh sistem organisasi.

  5. Hubungan Karena organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka, sistem pada kehidupan masyarakat maka untuk berfungsinya seluruh sistem yang ada terletak pada tangan manusia, dengan kata lain jalannya pesan dihubungkan oleh manusia.

  6. Lingkungan Lingkungan yang dimaksud disini ialah semua keseluruhan secara fisik dan hal-hal yang menyebabkan masyarakat diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan ini dapat dibedakan atas lingkungan internal yang termasuk disini ialah personalia (karyawan), staf, golongan fungsional dari organisasi dan komponen organisasi lainnya seperti tujuan dan produk organisasi, dan lingkungan eksternal dari organisasi ialah langganan, leveransir, saingan dan teknologi.

  7. Ketidakpastian Ketidakpastian yang dimaksud disini ialah adanya perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Untuk mengurangi faktor ketidakpastian ini organisasi menciptakan dan menukar pesan di antara anggota, melakukan suatu penelitian, pengembangan organisasi dan menghadapi tugas-tugas yang kompleks dengan integrasi yang tinggi. (Muhammad, 2009:68-74)

2.1.2.2 Jaringan Komunikasi Formal dan Informal Dalam Organisasi

  Terdapat 3 bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi, yaitu : 1.

  Komunikasi ke Bawah Komunikasi ke bawah adalah pesan dari atasan kepada bawahan. Ada 5 tipe komunikasi ke bawah yaitu sebagai berikut :

  • Instruksi kerja : Pesan yang menyebutkan perintah dan cara melakukan tugas.
  • Alasan di balik tugas : Pesan yang menjelaskan mengapa tugas harus dilakukan dan bagaimana tugas itu berkaitan dengan aktivitas lain dalam organisasi.
  • Prosedur dan praktik : Pesan yang menginformasikan kepada anggota organisasi tentang tanggung jawab, kewajiban dan privilese organisasi.
  • Tanggapan : Pesan yang menginformasikan tentang kinerja karyawan di organisasi.
  • Indoktrinasi tujuan : pesan yang mengajari setiap karyawan soal misi, tujuan dan sasaran organisasi. (O’Hair et al, 2009: 55-56).

  2. Komunikasi ke Atas Komunikasi ke atas adalah pesan dari bawahan kepada atasan. Empat tipe komunikasi ke atas adalah :

  • Merefleksikan kinerja karyawan dan ppekerjaan
  • Mengungkapkan informasi tentang sesama karyawan
  • Mengkomunikasikan sikap dan pemahaman tentang praktik dan kebijakan organisasi
  • Melaporkan aktivitas dan tugas yang diasosiasikan dengan pencapaian tujuan. Komunikasi ke atas memiliki beberapa kelebihan antara lain agar atasan tahu apakah bawahannya menerima ide, rancangan dan kebijakannya. Komunikasi ke atas juga memberi bawahan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembuatan keputusan dan karenanya bisa memuaskan kebutuhan mereka untuk dihargai.

  3. Komunikasi Horizontal Komunikasi horizontal adalah pesan yag dipertukarkan pada level hirarki yang sama. Beberpa fungsi komunikasi horizontal adalah :

  • Memfasilitasi pemecahan masalah
  • Memungkinkan sharing informasi di antara kelompok-kelompok yang berbeda

  • Meningkatkan koordinasi kerja antar departemen atau tim
  • Memperkuat semangat
  • Membantu menyelesaikan konflik

  Komunikasi horizontal lebih cocok digunakan di perusahaan yang bergerak di bidang inovatif dan kreatif seperti pengembangan software dan mainan yang membutuhkan fleksibilitas. (O’hair, 2009:56-58)

  Sementara itu, jaringan informal sering merupakan aspek terbuka dari jalur komunikasi. Jaringan informal kadang dinamakan “grapevine” dan merupakan substitusi untuk komunikasi ke bawah, ke atas dan horizontal. Pesan disebarkan di seputar tempat kerja, di cafe, di pesta, dan sebagainya. Jaringan informal berkembang lebih cepat di organisasi yang lebih menekankan pada team building dibanding organisasi pada umumnya.

  Efek dari grapevine yang negatif dapat dikontrol oleh pimpinan dengan menjaga jaringan komunikasi formal yang bersifat terbuka, jujur, teliti dan sensitif terhadap komunikasi ke atas, ke bawah dan mendatar. Hubungan yang efektif antara atasan dan bawahan kelihatannya sangat krusial untuk mengontrol infomasi informal.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Strategi Komunikasi

  Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communiaction planning) dan manajeman komunikasi (communiaction

  

management ) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut

  strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi (Effendy, 2003:29).

  Istilah perencanaan komunikasi berasal dari kata perencanaan dan komunikasi. Perencanaan sendiri bersumber dari kata rencana yang berarti segala sesuatu yang akan atau harus dilakukan. Apabila segala sesuatu yang akan atau harus dilakukan itu diupayakan secara sistematis dan dinyatakan secara tertulis maka disebut perencanaan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses atau usaha atau tindakan membuat rencana

  

  

  Menurut Georgy R. Terry dalam Ruslan (2002:1), manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan, perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.

  Manajemen komunikasi adalah manajemen yang diterapkan dalam kegiatan komunikasi. Ini berarti manajemen akan berperan atau sebagai penggerak aktivitas komunikasi dalam usaha pencapaian tujuan komunikasi (Suprapto, 2009:132). Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan oleh peneliti bahwa manajemen merupakan suatu proses termasuk dalam hal berkomunikasi untuk mencapai tujuan tertentu, khususnya mengenai sosialisasi budaya organisasi di Hotel Danau Toba International Medan.

  Onong Uchjana Effendy menjelasakan bahwa strategi komunikasi mempunyai fungsi untuk menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruksif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal dan menjembatani kesenjangan budaya akibat kemudahan diperolehnya dan dioperasionalkannya media massa yang begitu strategi komunikasi, Effendy berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut : a.

  Mengenal Khalayak Mengenal khalayak haruslah merupakan langkah pertama bagi komunikator dalam usaha komunikasi yang efektif. Dalam proses komunikasi, baik komunikator maupun khalayak, mempunyai kepentingan yang sama. Tanpa persamaan kepentingan, komunikasi tak mungkin berlangsung. Justru itu, untuk berlangsungnya suatu komunikasi dan kemudian tercapainya hasil yang positif, maka komunikator harus menciptakan persamaan kepentingan dengan khalayak terutama dalam pesan, metoda dan media.

  Untuk menciptakan persamaan kepentingan tersebut, maka komunikator harus mengerti dan memahami kerangka pengalaman dan kerangka referensi khalayak secara tepat dan saksama, yang meliputi:

  • pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan, kemampuan khalayak untuk menerima pesan-pesan lewat media yang digunakan,

  Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri dari : pengetahuan khalayak terhadap perbendaharaan kata-kata yang digunakan. Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan norma-norma

  • kelompok dan masyarakat yang ada.
  • Dalam observasi atau penelitian, publik dapat diidentifikasi dari beberapa segi. Dari segi pengetahuan khalayak misalnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan, dapat ditemukan khalayak yang tidak memiliki pengetahuan, memiliki hanya sedikit, memiliki banyak dan ahli tentang masalah yang disajikan. Sedang dari segi sikap khalayak teerhadap isi pesan yang disampaikan dapat ditemukan khalayak yang setuju, ragu-ragu dan yang menolak.

  Situasi dimana khalayak itu berada

  Demikian juga dari segi kesediaan khalayak menerima pengaruh, khususnya mengenai inovasi, melalui penelitian dapat diperoleh identifikasi publik atau khalayak. Dalam hal ini Schoen-fed (dalam Astrid S. Soesanto, 141- 142, 1974) mengemukakan klasifikasi khalayak sebagai berikut :

  • idea baru dan karenanya mudah atau sukar menerima idea baru orang lain.

  Innovator ataupun penemu idea adalah orang-orang yang kaya akan

  • apa yang dianjurkan kepadanya.

  Early adopters atau orang-orang yang cepat bersedia untuk mencoba

  • idea-idea baru asal saja sudah diterima oleh orang banyak.

  Early Majority atau kelompok orang-orang yang mudah menerima

  • menolak idea baru, terbatas pada suatu daerah.

  Majority atau kelompok dalam jumlah terbanyak yang menerima atau

  • baru dan mengadakan perubahan-perubahan atas pendapatnya yang semula.

  Non-adopters ataupun orang-orang yang tidak suka menerima idea

  Mengenai pengaruh kelompok dan nilai-nilai kelompok, memang merupakan hal yang harus dikenal dan diteliti oleh komunikator untuk menciptakan komunikasi yang efektif, sebab manusia hidup dalam dan dari kelompoknya.

  Pengenalan mengenai khalayak sangat diperlukan, unsur manusia dalam proses komunikasi adalah unsur yang sangat penting dan merupakan inti dari komunikasi.

  b.

  Menyusun Pesan Setelah mengenal khalayak dan situasinya, maka langkah selanjutnya dalam perumusan strategi, ialah menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi. Syarat utama dalam mempengaruhi khalayak dari pesan tersebut, ialah mampu membangkitkan perhatian. Hal ini sesuai dengan rumus klasik AIDDA sebagai adoption process, yaitu Attention, Interest, Desire, Decision dan Action. Artinya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention), kemudian menumbuhkan minat dan kepentingan (interest), sehingga khalayak memiliki hasrat (desire) untuk menerima pesan yang dirangsangkan oleh komunikator, dan akhirnya diambil keputusan (decision) untuk mengamalkannya dalam tindakan (action).

  Dalam masalah ini Wilbur Schramm (1955) mengajukan syarat-syarat untuk berhasilnya pesan tersebut sebagai berikut :

  • Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan itu dapat menarik perhatian sasaran yang dituju.
  • Pesan haruslah menggunakan tanda-tanda yang didasarkan pada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, shingga kedua pengertian itu bertemu.
  • Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi daripada sasaran dan menyarankan cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu.
  • Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok dimana kesadaran pada saat digerakkan untuk memberikan jawaban yang dikehendaki.

  Selanjutnya Schramm mengemukakan apa yang disebut availability (mudahnya diperoleh) dan contrast (perbedaan yang menyolok). Kedua hal ini ditujukan terutama dalam penggunaan tanda-tanda komunikasi (sign of

  communication ) dan penggunaan medium.

  Availability berarti pesan itu mudah diperoleh dalam persoalan yang sama

  orang selalu memilih yang paling gampang, yaitu tidak terlalu banyak meminta energi atau biaya. Sedang contrast menunjukkan bahwa pesan itu disampaikan dengan menggunakan tanda-tanda dan medium memiliki perbedaan yang tajam dengan keadaan sekitarnya, sehingga ia kelihatan atau kedengaran sangat menyolok, dan dengan demikian itu mudah ditangkap oleh panca indra.

  c.

  Menetapkan Metoda Dalam dunia komunikasi pada metode panyampaian / mempengaruhi itu dapat dilihat dari dua aspek yaitu menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya. Hal tersebut dapat diuraikan lebih lanjut, bahwa yang pertama, semata-mata melihat komunikasi itu dari segi pelaksanaannya dengan melapaskan perhatian dari isi pesannya. Sedang yang keuda yaitu melihat komunikasi itu dari segi bentuk pernyataan atau bentuk pesan dan maksud yang dikandung. Oleh karena itu yang pertama menurut cara pelaksanaannya dapat diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu metode redundancy (repetition) dan canalizing. Sedang yang kedua (menurut bentuk isinya) dikenal metode-metode : informatif, persuasif, edukatif dan kursif.

  • Redundancy (repetition)

  Adalah mempengaruhi khalayak dengan cara mengulang-ulang pesan kepada khalayak. Dengan metode ini banyak manfaat yang dapat ditarik. Manfaat itu antara lain bahwa khalayak akan lebih memperhatikan pesan itu, karena juustru berkonsentrasi pada pesan yang diulang—ulang, sehingga ia akan lebih banyak mengikat perhatian. Manfaat lainnya ialah bahwa khalayak tidak akan mudah melupakan hal yang penting yang disampaikan berulang-ulang itu.

  • Canalizing Canalizing ialah memahami dan meneliti pengaruh kelompok terhadap individu atau khalayak. Untuk berhasilnya komunikasi ini, maka haruslah dimulai dari memenuhi nilai-nilai dan standar kelompok dan masyarakat dan secara berangsur-angsur merubahnya ke arah yang dikehendaki. Akan tetapi bila hal ini kemudian ternyata tidak mungkin, maka kelompok tersebut secara perlahan dipecahkan, sehingga anggota-anggota kelompok itu dudah tidak memiliki lagi hubungan yang ketat. Dengan demikian pengaruh kelompok akan menipis dan
akhirnya akan hilang sama sekali. Dalam keadaan demikian itulah pesan-pesan akan mudah diterima oleh komunikan. Informatif

  • Dalam dunia Publisistik atau komunikasi massa dikenal salah satu bentuk pesan yang bersifat informatif, yaitu suatu bentuk isi pesan, yang bertujuan mempengaruhi khalayak dengan jalan (metode) memberikan penerangan yang berisi fakta dan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
  • Persuasif berarti mempengaruhi dengan jalan membujuk. Dalam hal ini khalayak digugah baik pikirannya, maupun dan terutama perasaannya. Metode persuasif ini merupakan suatu cara untuk mempengaruhi komunikan, dengan tidak terlalu banyak berpikir kritis, bahkan kalau dapat khalayak itu dapat terpengaruh secara tidak sadar. Justru itu dengan metode persuasif ini, komunikator terlebih dahulu menciptakan situasi yang mudah kena sugesti (suggestible).

  Persuasif

  • Mendidik berarti memberikan sesuatu idea kepada khalayak apa sesungguhnya, di atas fakta-fakta, pendapat dan pengalaman yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi kebenarannya, dengan disengaja, teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang diinginkan. Oleh karena itu suatu pernyataan kepada umum dengan metode ini akan memberikan pengaruh yang mendalam kepada khalayak kendatipun hal ini akan memakan waktu yang sedikit lebih lama dibanding dengan memakai metode persuasif.

  Edukatif

  • Kursif berarti mempengaruhi khalayak dengan jalan memaksa. Dalam hal ini khalayak dipaksa, tanpa perlu berpikir lebih banyak lagi, untuk menerima gagasan-gagasan atau idea-idea yang dilontarkan. Oleh karena itu pesan dari komunikasi ini selain berisi pendapat-pendapat juga berisi ancaman-ancaman. Metode kursif ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk peraturan-peraturan, perintah-perintah dan intimidasi-intimidasi. Untuk pelaksanaannya yang lebih lancar biasanya di belakangnya berdiri suatu kekuatan yang cukup tangguh.

  Kursif (Cursive)

  d.

  Seleksi dan Penggunaan Media Sebelum suatu pesan disampaikan, perlu dipertimbangkan penggunaan media atau saluran yang paling efektif. Di dalam ilmu komunikasi, dikenal komunikasi langsng (face to face) dan melalui media massa. Komunikasi langsung yaitu berkomunikasi langsung secara tatap muka (face to face) antara komunikator dengan komunikan. Jika sasarannya hanya terdiri dari beberapa orang saja dan lokasinya dapat dijangkau, sebaiknya menggunakan komunikasi langsung. Jika sasarannya banyak orang dan tersebar dimana-man, maka saluran yang sesuai adalah menggunakan media massa.

  Penggunaan media sebagai alat penyalur ide, dalam rangka merebut pengaruh khalayak adalah suatu hal yang merupakan keharusan, sebab media dapat menjangkau khalayak cukup besar. Media merupakan alat penyalur, juga mempunyai fungsi sosial yang kompleks.

  Sebagaimana dalam penyusunan pesan kita harus selektif, dalam artian menyesuaikan keadaan dan kondisi khalayak, maka dengan sendirinya dalam penggunaan mediapun harus demikian. Justru itu selain kita harus berfikir dalam jalinan faktor-faktor komunikasi sendiri juga harus dalam hubungannya dengan situasi sosial-psikologis, harus diperhitungkan pula. Hal ini karena masing-masing medium tersebut mempunyai kemampuan dan kelemahan-kelemahan tersendiri sebagai alat. (Effendy, 2003)

2.2.2 Budaya Organisasi

2.2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

  Menurut Robert G. Owen (1991), budaya organisasi adalah norma yang menginformasikan anggota organisasi mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima, nilai-nilai dominan yang dihargai organisasi di atas yang lainnya, asumsi dasar dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota organisasi, peraturan main yang harus dipelajari jika orang ingin dapat sejalan dan diterima sebagai anggota organisasi dan filsafat yang mengarahkan organisasi dalam berhubungan dengan karyawan dan kliennya (Wirawan, 2008:9).

  Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai- nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adapatsi eksternal dan integrasi internal (Mangkunegara, 2005: 113).

  Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi (Sutrisno, 2010: 2).

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu kebiasaan atau peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi untuk diikuti oleh semua anggota organisasi. Budaya organisasi dapat menjadi sebuah kebiasaan yang khas atau unik dari organisasi lainnya, misalnya saja Hotel Danau Toba International Medan yang memadukan keramahan lokal, profesionalisme serta tak lupa untuk memperkenalkan budaya batak pada dunia dalam menjalankan bisnisnya.

2.2.2.2 Pembentukan Budaya Organisasi

  Pada dasarnya untuk membentuk budaya organisasi yang kuat memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahap. Di dalam perjalanannya sebuah organisasi mengalami pasang surut, dan menerapkan budaya organisasi yang berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain. Budaya bisa dilihat sebagai suatu hal yang mengelilingi kehidupan orang banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan cakupannya ketingkat organisasi atau bahkan kelompok yang lebih kecil, akan dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang dan akhirnya direkayasa, diatur dan diubah (Robbins, 2003)

  Berikut ini adalah gambar proses terbentuknya budaya organisasi menurut Robbins :

  Menurut Robbins (2003), Budaya Organisasi dapat dibentuk melalui beberapa cara. Cara tersebut biasanya melalui beberapa tahap yaitu :

  2. Pendiri membawa satu atau lebih orang-orang kunci yang merupakan para pemikir dan membentuk sebuah kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri.

  3. Kelompok tersebut memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan sebuah organisasi. Mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain-lain mengenai suatu hal yang relevan.

  4. Langkah terakhir yaitu orang-orang lain dibawa masuk ke dalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti dan pada akhirnya memulai sebuah pembentukan sejarah bersama. Filsafat dari

  Pendiri Organisasi

  Kriteria Seleksi

  Sosialisasi Manajemen

  Puncak Budaya

  Organisasi

1. Seseorang (pendiri) mempunyai sejumlah ide atau gagasan tentang suatu pembentukan organisasi baru.

  2.2.2.3 Fungsi Budaya Organisasi

  Bob Widyahartono, Pengamat Ekonomi dan Dosen FE Usakti melalui artikelnya tentang Filososfi Melandasi Budaya Perusahaan yang Operasional menyatakan bahwa setiap organisasi terdiri atas berbagai ragam manusia dengan sifat dan perilaku masing-masing. Sekalipun demikian setiap organisasi memiliki kesadaran diri atau tata nilai yang mendasari gerak operasinya. Dengan adanya kesadaran itu maka suatu filosofi dapat merupakan sarana yang paling berguna untuk mempersatukan kegiatan para karyawan melalui suatu pengertian bersama akan sasaran dan tata nilai (goals and values). Lebih lanjut Bob Widyahartono memberikan pendapatnya bahwa peranan manajemen puncak yang mengalir melalui menengah adalah membekali segenap karyawan secara berkelanjutan tentang nilai-nilai konseptual yang menjelaskan tujuan hidup (purpose of life)

  Menurut Kreitner dan Kinicki (2005:83-86), budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Adapun fungsi budaya organisasi antara lain: 1.

  Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya, sebagai perusahaan yang inovatif yang memburu pengembangan produk baru.

  2. Memudahkan komitmen kolektif, sebuah perusahaan dimana karyawannya bangga menjadi bagian darinya atau cenderung tetap bekerja dalam waktu lama.

  3. Mempromosikan stabilitas system sosial, mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, konflik dan perubahan diatur dengan efektif.

  4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya, dimana membantu karyawan memahami mengapa organisasi melakuakan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya.

  Fungsi budaya kerja adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan- ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Hal ini dapat berfungsi pula sebagai kontrol atas perilaku para karyawan. (Sutrisno, 2010: 11).

  2.2.2.4 Sosialisasi Budaya Organisasi

  Budaya organisasi yang homogen dapat diciptakan melalui kegiatan sosialisasi budaya organisasi. Dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan manipulasi budaya maupun persepsi. Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk buruk pada anggota akan diarahkan agar menjadi baik, sehingga mampu menciptakan kondisi yang paling ideal yang harus dilakukan seluruh anggota.

  Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses dimana individu ditransformasikan dri pihak luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg, 1995). Jadi dalam proses ini terjadi transformasi atau perubahan diri individu yang semula dari luar organisasi agarr mampu berpartisipasi secara aktif dalam organisasi (Sutrisno, 2010:29).

  Menurut Gibson et al., (2006: 41) sosialisasi organisasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi untuk mengenalkan karyawan baru pada budaya organisasi tersebut. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005: 96) sosialisiasi organisasi didefinisikan seagai proses seseorang mempelajari nilai, norma dan perilaku yang dituntut yang memungkinkan ia untuk berpartisispasi sebagai anggota organisasi. Sosialisasi organisasi merupakan mekanisme kunci yang digunakan oleh organisasi untuk menanamkan budaya organisasinya. Secara singkat, sosialisasi organisasi mengubah orang baru menjadi orang yang berfungsi penuh dalam mempromosikan dan mendukung nilai dan keyakinan dasar organisasi.

  Mekanisme pengenalan budaya organisasi ini tentunya tidaklah terjadi secara tiba-tiba, melainkan perlu adanya proses komunikasi melalui interaksi- interaksi yang terjadi dalam setiap bagian organisasi. Sosialisasi merupakan proses melalui saluran-saluran formal seperti program-program introduksi dan latihan maupun cara informal seperti interaksi sehari-hari dengan teman-teman sekerja, para karyawan baru secara disadari atau tidak mengabsorsi informasi tentang apa saja yang diharapkan dan bagaimana sesuatu dikerjakan dalam konsep budaya organisasi, maka di dalamnya terdapat proses pembelajaran (Muchlas, 2005: 152).

  Sosialisasi merupakan sarana seorang anggota baru untuk mempelajari dan memasuki budaya yang ada di dalam organisasi. Sosialisasi dapat dikatakan sebagai sarana seorang anggota baru untuk dapat memasuki budaya organisasi yang baru sehingga orang baru tersebut dapat diterima sebagai bagian dari organisasi dan budaya organisasi menjadi bagian dirinya dalam setiap tindakannya selama berada di dalam organisasi tersebut.

  Secara fakta proses sosialisasi terhadap budaya organisasi ini bukan proses yang tidak begitu mudah dilakukan, begitu banyak anggota baru memiliki kesulitan dan bersosialisasi dengan budaya organisasi. Feldman sebagaimana dikutip oleh Kreitner & Kinicki (2005, 97-100) menjelaskan terdapat tiga tahapan dalam proses sosialisasi yang meliputi:

  1. Sosialisasi antisipasi (Anticipatory Socialization) yaitu suatu tahapan yang dimulai dengan seorang individu bergabung dengan organisasi. Proses ini disebut juga proses pembelajaran yang dilakukan sebelum bergabung dengan organisasi. Dalam tahapan ini ini seorang pegawai baru berusaha mencari informasi tentang seluk beluk organisasi yang akan dimasuki dan berandai-andai dengan lingkungan barunya.

2. Tahapan kedua dari proses sosialisasi adalah tahapan pertemuan

  (encounter), merupakan tahapan yang dimulai saat kontrak pekerjaan ditandatangani. Tahapan ini dinamakan tahap pertemuan karena individu mulai bertemu dengan nilai-nilai, keterampilan dan tingkah laku baru yang harus disesuikan dengan perilaku organisasi. “Counter experience as one

  of change, contrast dan surprise and argues that the new comer must work to make sense of the new organizational culture” (Miller, 2003: 141).

  Tahapan yang kedua ini menimbulkan situasi yang sulit bagi pegawai baru yang cukup meresahkan karena pegawai baru harus beradaptasi dengan lingkungan organisasi, pekerjaan, pegawai senior maupun pihak manajemen. Miller (2003,141) mengutarakan the new comer relies on

  predispotitions, past experience and the interpretations of other .

  3. Tahapan yang terakhir adalah tahapan perubahan dan pemahaman bertambah. (Acquisition). Dalam tahapan ini individu mulai menguasai ketrampilan, peran dan menyesuaikan diri dengan nilai dan norma kelompok. Dengan bahasa yang berbeda Jablin dalam Miller (2003, 142) menggunakan istilah metamorphosis yang mana tahapan ini membawa pegawai baru dapat diterima oleh karyawan senior sebagai bagian dari organisasi. Pegawai baru mulai dapat bekerja secara maksimal dan tingkat stress mulai menurun bila dibandingkan dengan tahapan encounter. Seorang pegawai baru bertindak sebagai anggota organisasi dan posisinya sudah mulai diperhitungkan oleh pegawai yang lebih senior.

  Setelah tiga tahap sosialisasi organisasi tersebut selesai dan karyawan sudah tersosialisasi, maka akan timbul tingkah laku dan afeksi dari orang yang sudah tersosialisasi tersebut, antara lain: a.

  Hasil tingkah laku:

  • Melaksanakan peran tugasnya
  • Tetap berada di organisasi
  • Berinovasi dan bekerjasama secara spontan b.

  Hasil yang bersifat afeksi:

  • Merasa puas secara umum
  • Secara internal termotivasi untuk bekerja

  • Terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang tinggi.

  Berdasarkan pendapat Luthans dapat diuraikan proses sosialisasi budaya organisasi kepada karyawan adalah sebagai berikut :

  1. Seleksi terhadap calon karyawan Pimpinan harus selektif menerima calon karyawan. Karyawan harus memenuhi kualifikasi persyaratan yang telah ditentukan agar mereka mampu berpedoman pada sistem nilai dan norma-norma yang terkandung dalam budaya organisasi.

  2. Penempatan Karyawan Penempatan kerja karyawan haruslah sesuai dengan kemampuan dan bidan keahliannya. Sebagaimana prinsip penenmpatan kerja “The righ man in

  the right place, the right man on the right job”.

  3. Pengalaman bidang pekerjaan Pengalaman bidang pekerjaan karyawan dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan analisis kebutuhan dan permasalahannya.

  4. Pengukuran kinerja dan pemberian penghargaan Kinerja organisasi perlu diukur secara periodik 6 bulan atau minimal setiap tahun agar dapat dievaluasi perkembangannya dari tahun ke tahun berikutnya. Perkembangan kinerja organisasi sangat ditentukan efektif tidaknya kepemimpinan pimpinan dan manajer dalam pengelolaan kegiatan usaha, produktivitas kerja karyawan, serta partisipasi akti setiap individu organisasi.

  5. Penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai utama organisasi Penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai utama organisasi kepada seluruh individu organisasi agar mereka bekerja berlandaskan pada moral dan mencapai prestasi optimal.

  6. Memperluas informasi/cerita/berita tentang budaya organisasi Pimpinan dan manajer perlu memperluas informasi atau menceritakan peraturan-peraturan organisasi, kepegawaian dan sanksi-sanksi kerja kepada karyawan agar mereka mampu memahami dan mematuhinya. Begitu pula kepada karyawan perlu diberikan informasi tentang penghargaan bagi mereka yang berpartisipasi aktif dan sanksi-sanksi yang diberikan kepada mereka yang tidak berpartisipasi ataupun yang melanggar sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di organisasi.

  7. Pengakuan dan promosi karyawan Pimpinan perlu memberikan pengakuan dalam bentuk promosi jabatan bagi karyawan yang berprestasi tinggi, memberikan predikat karyawan teladan berdasarkan kondite dan prestasi mereka. Begitu pula promosi jabatan dan predikat terbaik agar mereka dapat memegang teguh budaya organisasi.

  8. Pelaksanaan budaya organisasi Menurut Fred Luthans dan Stephen P. Robbins dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan budaya organisasi dapat dikaji dari karakteristik budaya organisasi. (Mangkunegara, 2005: 119-122).

  Dalam proses sosialisasi, peran pemimpin sangat diperlukan untuk memberikan dukungan dan koordinasi yang tepat bagi karyawan terutama karyawan baru untuk lebih memahami budaya organisasi. Seorang pemimpin harus dapat memotivasi bawahannya dan memberikan kebebasan kepada karyawan untuk lebih banyak terlibat dalam berbagai kegiatan. Pemimpin juga harus dapat memelihara budaya yang ada di organisasi. Untuk dapat memelihara budaya dengan baik, ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan : 1.

  Pemimpin perusahaan harus senantiasa memberikan dorongan kepada para manajer dan karyawan untuk mengimplementasikan budaya perusahaannya dalam setiap event.

  2. Pemimpin perrusahaan harus memberikan keteladanan terutama dalam lingkungan yang bersifat paternalistik yang menempatkan seorang pemimpin sebagai sentral figur. Demikian pula para manajer perusahaan sebagai pemimpin suatu unit kerja, pada hakikatnya juga merupakan sentral figur bagi unit kerja yang dipimpinnya.

  3. Perusahaan harus dapat adaptif terhadap subkultur yang ada (yang tidak bertentangan dengan budaya perusahaan) dan turut serta memperkaya

  main culture atau dominant culture di perusahaan tersebut.

  4. Pemimpin perusahaan dan para manajer memberikan bimbingan agar mentoleransi kelompok lain dengan subkultur yang berbeda, bahkan berusaha untuk membantunya dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

  5. Pemimpin perusahaan dan para manajernya senantiasa memberikan penjelasan dan menekankan bahwa perusahaan yang dimiliki itu akan semakin kaya dan kuat karena dibangun melalui di antara subkultur yang ada di perusahaan. (Sutrisno, 2010: 34-35).

2.3 Penelitian Terdahulu

  1. Judul: Strategi komunikasi dalam penerapan budaya organisasi di RS. Sari Asih Serang, disusun oleh Fitri Febriyanti Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun 2013.

Dokumen yang terkait

Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Budaya Organisasi (Studi Deskriptif Mengenai Strategi Komunikasi Dalam Sosialisasi Budaya Organisasi Di Departemen Sales & Marketing Hotel Danau Toba International Medan)

21 140 93

Hubungan Komunikasi Organisasi dengan Sosialisasi Nilai-nilai Organisasi (Studi Korelasional pada Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional)

0 28 160

Budaya Komunikasi Di Organisasi Dan Motivasi Kerja Karyawan (Studi Korelasional Budaya Komunikasi Di Organisasi Dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Karyawan di PT Indosat Tbk Kota Medan)

0 45 209

Peran Komunikasi Organisasi Dalam Membangun Efektivitas kerja karyawan Sales Marketing FIF cabang SPEKTRA Medan (Studi Korelasi Tentang Peran Komunikasi Organisasi dalam Membangun Efektivitas Kerja Karyawan Sales Marketing FIF cabang Spektra Medan)

1 39 138

Strategi Komunikasi dan Rekrut Anggota Organisasi (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Strategi Komunikasi dalam Perekrutan Anggota Organisasi di HMI Komisariat FISIP USU)

20 159 97

Strategi Komunikasi Dompet Dhuafa Republika Dalam Sosialisasi Zakat

5 14 94

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Mera

0 0 27

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asi

0 0 18

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Kerangka Teori - Strategi Komunikasi Pelayanan dan Kepuasan (Studi korelasional Strategi Komunikasi Pelayanan Pegawai Perpustakaan USU terhadap Kepuasan Mahasiswa USU)

0 0 20

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teoritis - Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pegawai (Studi Korelasional mengenai Pengaruh Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Toba Samosir)

0 0 24