1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini teknologi di bidang industri pengangkutan baik darat, laut
maupun udara berkembang dengan pesat.Di Indonesia pun penggunaan hasil-hasil produksi teknologi yang tinggi dibidang alat angkut pesat sekali, meskipun yang menikmati hasil produksi tersebut baru sebagian golongan masyarakat saja. Produksi kendaraan bermotor saat ini tidak terbilang jumlahnya disebabkan persaingan harga dan kualitas kendaraan pribadi dan alat angkut penumpang umum, baik yang melalui darat, laut maupun udara, dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya yang merupakan dampak lain yang harus dipeerhitungkan dari segi ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin meningkat dengan dikutinya kemajuan pemikiran masyarakat dalam usaha perniagaan yang membuat maraknya usaha asuransi akhir-akhir ini.Hal ini dapat dipahami mengingat meningkatnya laju pembangunan di Indonesia pada berbagai sektor kehidupan, mengundang pula semakin meningkatnya risiko yang dihadapi.Risiko ini dapat timbul dalam berbagai bentuk, seperti kerusakan alat-alat, terganggunya transportasi, rusaknya proyek hasil pembangunan, kehilangan barang-barang berharga dan lain-lain. Lembaga asuransi atau pertanggungan dalam kondisi tersebut mempunyai fungsi sebagai lembaga yang akan mengambil alih setiap risiko yang mungkin timbul atau dihadapi.
Hubungan antara risiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat satu dengan yang lain. Dari sisi manajemen risiko, asuransi sebagai salah satu cara yang terbaik untuk menangani suatu risiko. Secara sederhana dapat dijabarkan bahwa seseorang yang ingin mengalihkan risiko yang akan timbul diharuskan membayar premi kepada perusahaan asuransi, kemudian apabila risiko itu terjadi maka suatu kewajiban bagi pihak asuransi untuk membayar klaim tersebut.
Namun dalam prakteknya tidak sesederhana itu.
Perjanjian asuransijika dilihat dari sifatnya adalah merupakan perjanjian konsesual yaitu suatu perjanjian yang sudah terbentuk sejak adanya kata sepakat.
Sifat konsesual dari perjanjian asuransi ini terdapat pada Pasal257 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) yang menentukan bahwa:“Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup; hak-hak dan kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani.”Jadi sejak ditutupnya perjanjian tersebut, maka perjanjian asuransi itu sudah terbentuk, bahkan sebelum polis tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak.Pada Pasal 257 KUHD tersebut merupakan sebuah penerobosan terhadap Pasal 255 KUHD yang mensyaratkan bahwa perjanjian asuransi harus dibuat dalam suatu akta yang dinamakan polis.Akan tetapi dengan adanya polis yang dijadikan sebagai syarat mutlak dalam perjanjian asuransi tidak berarti asuransi merupakan perjanjian formal.Hal ini dikarenakan berdasarkan Pasal 257 KUHD yang menyatakan bahwa perjanjian asuransi. itu sudah terbentuk sejak adanya kata sepakat. Terlebih lagi apabila disimpulkan dari ketentuan Pasal 258 KUHDagang bahwa alat bukti lain diperkenan-kan juga asal ada permulaan pembuktian dengan surat. Adapun alat bukti yang dimaksud adalah alat bukti sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1866 KUHPerdata yang
terdiri dari tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Melihat kenyataan tersebut, banyak persoalan yang melingkupi lembaga asuransi atau pertanggungan dan banyak pula syarat yang harus dipenuhi. Dalam hal ini sebagai suatu perbandingan adalah Pembelian kendaraan mobil secara mengangsur asuransi kendaraan bermotor dan hubungannya dengan Asuransi Kendaraan mobil.
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung.
Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia. Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.Berbagai perusahaan asuransi berlomba- lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. 2 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 6 (Jakarta :
Asuransi kendaraan bermotor adalah pertanggungan kerugian atau kerusakan bermotor. Jenis asuransi ini sebetulnya sama dengan asuransi kebakaran, yang objeknya adalah kerugian atau kerusakan atas harta benda, hanya di sini harta bendanya berupa kendaraan bermotor. Aturan yang berlaku pada asuransi kebakaran umumnya juga berlaku untuk kendaraan bermotor.Bermacam- macam perusahaan telah muncul, khususnya perusahan yang berhubungan dengan kegiatan memberikan jaminan atau tangungan kepada seseorang atau kepada suatu aset tertentu, karena standar suatu saat dapat ditimpa oleh suatu kerugian atau peristiwa. Perusahaan ini disebut dengan perusahaan asuransi dengan objek tanggungan ialah kendaraan bermotor maka disebut dengan Asuransi kendaraan bermotor.
Asuransi kendaraan bermotor adalah pertanggungan kerugian atau kerusakan bermotor. Jenis asuransi ini sebetulnya sama dengan asuransi kebakaran, yang objeknya adalah kerugian atau kerusakan atas harta benda, hanya di sini harta bendanya berupa kendaraan bermotor. Aturan yang berlaku pada
asuransi kebakaran umumnya juga berlaku untuk kendaraan bermotor. Tetapi karena kendaraan bermotor mempunyai banyak karakteristik berbeda dibanding jenis benda lainnya, maka asuransi kendaraan bermotor diatur tersendiri, meskipun di dalamnya terdapat juga aturan-aturan seperti yang berlaku didalam asuransi kebakaran.
Masalah klaim asuransi saat ini, banyak kasus yang terjadi bahwa manfaat yang seharusnya diterima oleh pemengang polis(selanjutnya disebut tertanggung) (diakses bisa diperoleh karena ada beberapa prosedur dan persyaratan yang tidak dipenuhi, sehingga menjadi kendala dalam proses pencairan klaim. Oleh karena itu, tertanggung harus membaca polis dengan seksama, bukan hanya membaca saja, tetapi tertanggung perlu memahami isi polis tersebut. Misalnya kondisi apa saja yang termasuk dalam pertanggungan asuransi, berapa besar uang pertanggungan, bagaimana bila tertanggung tidak sanggup membayar premi asuransi berikutnya dan sebagainya yang terkait dengan klaim. Disini agen sangat berperan penting untuk menjelaskan semua isi polis asuransi tertanggung, bila agen keberatan menjelaskan, peserta harus lebih teliti dengan melakukan pengecekan terhadap polis.
Melihat permasalahan diatas tertanggung membutuhkan lembaga yang mampu menampung agar pengaduan klaim asuransi yang ditolak, prosedur klaim dipersulit, dan masalah nilai tunai dapat diperjuangkan.Melihat penyebab diatas maka diperlukan adanya penyelesaian bagi kedua belah pihak.Perjanjian kontrak yang dibuat sesuai kesepakatan kedua belah pihak juga tidak mampu menampung harapan dari pihak asuransi dan konsumen atau nasabah asuransi.
Hal penting untuk diketahui bahwa apabila tertanggung melakukan prosedur klaim yang benar, hal tersebut dapat sangat membantu menyelesaikan klaim secara lancar dan cepat.Apabila prosedur klaim tersebut tidak dilakukan, dapat menyebabkan penundaan penyelesaian klaim dan dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan pihak asuransi menolak klaim.
Berdasarkan uraian di atas merasa tertarik mengangkat judul Analisis
Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/BPSK/2013 Tentang Penolakan klaim Asuransi Kendaraan Bermotor B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan klaim asuransikendaraan bermotor ? 2.
Bagaimanakah tanggung jawab pihak asuransi terhadap klaim asuransi kendaraan bermotor?
3. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/BPSK/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor? C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan klaim asuransi kendaraan bermotor.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab pihak asuransi terhadap klaim asuransi kendaraan bermotor.
3. Untuk mengetahui Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/BPSK/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor.
D. Keaslian Penelitian
Penulisan skripsi ini didasarkan atas ide atau gagasan penulis dan telah dilakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum USU oleh Petugas Pustaka bahwa judul skripsi Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/BPSK/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor ini tidak ditemukan dan tidak ada yang mirip. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tulisan ini adalah asli.
Skripsi ini asli ditulis dan diproses melalui pemikiran penulis, referensi dari peraturan-peraturan, buku-buku, kamus hukum, internet, bantuan dari pihak- pihak yang berkompeten dalam bidangnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka 1.
Pengertian asuransi Asuransi dalam Bahasa Belanda disebut”Verzekering”atau juga berarti pertanggungan. Secara yuridis, pengertian asuransi atau pertanggungan menurut
Pasal 246 KUHD adalah: ”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karena suatu peristiwa yang tak tertentu” Pengertian Asuransi sebagaimana tercantum di dalam Buku Kesatu Bab IX Pasal 246 KUHD adalah sebagai berikut : Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk menberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.
H.M.N Purwosutjipto, memberikan definisi atau pengertian asuransi sejumlah uang sebagai berikut : ”Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dimana penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar sejumlah premi, sedangkan penanggung mengikatkan diri untuk membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan pada saat ditutupnya pertanggungan kepada penikmat dan didasarkan
atas hidup dan matinya seseorang yang ditunjuk. Pengertian asuransi menurut
Pasal 246 KUHD semata-mata mendefinisikan mengenai asuransi kerugian, karena secara historis ketentuan-ketentuan dalam KUHD kebanyakan diambil dari asuransi laut, yang merupakan asuransi kerugian, di mana pada saat itu (tahun 1847) merupakan asuransi yang paling lengkap peraturannya.
Pada tanggal 11 Februari 2014 pemerintah mengatur asuransi secara spesifik dengan mengundangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut UU Peransuransian), istilah asuransi menurut
Pasal 1 angka (1) adalah : Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yangmenjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
4 a.
Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yangmungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidakpasti; atau b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yangdidasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan ataudidasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Berdasarkan definisi asuransi tersebut dapat diketahui adanya beberapa unsur dalam asuransi, yaitu :
a.
Merupakan suatu perjanjian b.
Adanya premi c. Adanya kewajiban penanggung untuk memberikan penggantian kepada tertanggung d.
Adanya suatu peristiwa yang belum terjadi (anzekes voorval) Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian, maka didalamnya paling sedikit terdapat dua pihak yang mengadakan kesepakatan.
Pihak yang satu adalah pihak yang mengalihkan risiko kepada pihak lain, yang disebut dengan tertanggung. Sedangkan pihak yang lain adalah pihak yang menerima risiko dari pihak tertanggung, yang disebut dengan penanggung, yaitu
5 Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga (Bandung :
perusahaan asuransi. Perjanjian dalam asuransi merupakan perjanjian dengan ciri dan sifat khusus, jika dibandingkan dengan perjanjian lainnya.
Premi, adalah prestasi yang harus diberikan tertanggung kepada penanggung.Premi ini biasanya ditentukan dalam suatu persentase (rate) dari jumlah yang dipertanggungkan.Biasanya premi dibayarkan pada awal perjanjian asuransi.Misalnya dalam polis standar kebakaran Indonesia, ditentukan jangka waktu pembayaran premi adalah 30 (tiga puluh) hari dari jangka waktu mulainya pertanggungan.Apabila tertanggung tidak memenuhi prestasinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan makaperjanjian asuransi batal dengan sendirinya dan penanggung terbebas dari segala kerugian yang timbul.
Penanggung wajib memberikan ganti kerugian kepadatertanggung apabila risiko yang dialihkan benar-benar terjadi danmenimbulkan kerugian secara ekonomis. Perlu diperhatikan, bahwapenanggung hanya wajib memberikan ganti rugi sesuai dengankondisi pertanggungan, mengenai apa yang terjamin dan tidakmenjamin kerugian yang dikecualikan dalam polis.
Asuransi kendaraan bermotor, salah satu jenis asuransi kerugian yang diminati konsumen karena asuransi ini memberikan pertanggungan atas kerugian/ berkurangnya nilai secara finansial atas obyek pertanggungan kendaraan bermotor yang disebabkan karena menabrak, ditabrak, dicuri, terbakar, dan tergelincir.
Secara spesifik juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 74/PMK.010/2007 tentang Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi (selanjutnya disebut PMK No. 74/PMK.010/2007) khususnya Pasal 1 ayat (2) : Asuransi Kendaraan Bermotor adalah produk asuransi kerugian yang melindungi tertanggung dari risiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan dengan kepemilikan dan pemakaian kendaraan bermotor.
a.
Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyebutkan bahwa usaha asuransi umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti Badan hukum penyelenggara perasuransian dalam UUPerasuransian, disebut perusahaan perasuransian. Perusahaan perasuransian tersebut adalah: b.
Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
c.
Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya 6 Ronny Hanitijo Sumitra, Asuransi Kendaraan bermotor (Ghalia Indonesia, Jakarta, peserta, atau pembayaran lain kepada tertanggung atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
d.
Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya.
e.
Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama tertanggung.
f.
Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.
g.
Usaha Penilai Kerugian Asuransi adalah usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa konsultasi atas objek asuransi.
h.
Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi. i.
Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa. j.
Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah.
2. Subyek dan obyek asuransi
Subyek dalam perjanjian asuransi adalah pihak-pihak yang bertindak aktif yang mengamalkan perjanjian itu, yaitu pihak tertanggung, pihak penanggung dan pihak-pihak yang berperan sebagai penunjang perusahaan asuransi.
a.
Penanggung Pengertian penanggung secara umum, adalah pihak yang menerima pengalihan risiko dimana dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagitertanggung. Dari pengertian penanggung tersebut di atas, terdapat hakdan kewajiban yang mengikat penanggung. Hak-hak dari penanggung adalah :
1) Menerima premi
2) Mendapatkan keterangan dari tertanggung berdasar prinsipitikad terbaik Pasal 251 KUHD.
3) Hak-hak lain sebagai imbalan dari kewajiban tertanggungHak
penanggung antara lain
a) Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian.
b) Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan kepadanya.
c) Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD).
d) Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung
(Pasal 282 KUHD.
e) Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain, dengan maksud untuk membagi risiko yang dihadapinya (Pasal 271
KUHD). Sedangkan kewajiban dari penanggung adalah :
1) Memberikan polis kepada tertanggung.
2) Membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita tertanggung dalam hal asuransi kerugian dan membayar santunan pada asuransi jiwa sesuai dengan kondisi polis.
3) Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada 7 tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjian terjadi, kecuali jika
M. Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut.
4) Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung Pasal 259, 260 KUHD.
5) Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur, dengan syarat tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya premi restorno, Pasal 281 KUHD.
6) Dalam asuransi kebakaran, penanggung harus mengganti biaya yang diperlukan untuk membangun kembali apabila dalam asuransi tersebut diperjanjikan demikian Pasal 289 KUHD.
b.
Tertanggung Pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yang mengalihkan risiko kepada pihak lain dengan membayarkan sejumlah premi. Berdasar Pasal
250 KUHD yang dapat bertindak sebagai tertanggung adalah sebagai berikut :“Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang yang lain, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda tidak berkewajiban mengganti kerugian
Berdasarkan Pasal 250 KUHD tersebut yang berhakbertindak sebagai tertanggung adalah pihak yang mempunyaiinterest (kepentingan) terhadap obyek yang dipertanggungkan.Apabila kepentingan tersebut tidak ada, maka pihakpenanggung tidak berkewajiban memberikan ganti kerugianyang diderita pihak tertanggung.Pasal 264 KUHD menentukan, selain mengadakanperjanjian asuransi untuk kepentingan diri sendiri, jugadiperbolehkan mengadakan perjanjian asuransi untukkepentingan pihak ketiga, baik berdasarkan pemberian kuasadari pihak ketiga itu sendiri ataupun di luar pengetahuan pihakketiga yang berkepentingan.
c.
Objek asuransi kendaraan bermotor Secara umum, obyek asuransi dapat berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya.Benda asuransi adalah harta kekayaan. Karena kepentingan itu melekat pada benda asuransi, maka kepentingan juga harta kekayaan .Sebagai harta kekayaan kekayaan memiliki
unsur-unsur bersifat ekonomi.
Ketentuan Pasal 268 KUHD, asuransi dapat mengenai segala macam kepentingan yang dinilai dengan uang, diancam oleh bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui kriteria kepentingan yaitu kepentingan harus:
1) ada pada setiap asuransi (Pasal 250 KUHD) 2) dapat dinilai dengan uang 3) dapat diancam oleh bahaya 4) tidak dikecualikan oleh undang-undang Kendaraan bermotor roda empat atau lebih (sedan, minibus, jeep, truck) termasuk akesoris atau perlengkapan tambahan yang menempel pada kendaraan
8 Aanmuhsinin.wordpress.com/2013/06/28/asuransi-rangkap-pada-asuransi-kendaraan-
tersebut. Khusus untuk motor roda dua dapat ditutup dengan pertimbangan akomodasi bisnis.
3. Polis asuransi kendaraan bermotor
Berdasarkan polis standar asuransi kendaraan bermotor Indonesia bahwa tertanggung telah mengajukan suatu permohonan tertulis yang menjadi dasar dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari polis ini, penanggung akan memberikan ganti rugi kepada tertanggung terhadap kerugian atas dan atau kerusakan pada kendaraan bermotor dan atau kepentingan yang dipertanggungkan, berdasarkan pada syarat dan kondisi yang dicetak, dicantumkan, dilekatkan dan atau dibuatkan endorsemen pada polis ini.
Ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis.Polis ini sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan diantara penanggung dan pertanggung.Dalam polis disebutkan semua ketentuan dan persyaratan tentang pertanggungan yang telah dibuat. Yang dimaksud dengan polis standart kendaraan bermotor adalah polis yang digunakan di Indonesia oleh para penanggung yang berada di bawah naungan Dewan Asur ansi Indonesia (selanjutnya disebut DAI). Polis merupakan alat bukti yang sempurna dan lengkap tentang apa yang mereka perjanjikan dalam perjanjian asuransi. Jadi bagi tertanggung, polis itu menentukan nilai yang sangat menentukan bagi pembuktian haknya. Tanpa polis maka pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas. Hal itu tercermin dalam Pasal 257 KUHD ayat (2) yaitu: “Ditutupnya perjanjian menerbitkan kewajiban bagi si penanggung untuk menkita tangani polis tersebut dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkan kepada si penanggung.” Mengenai polis standar yang dikeluarkan oleh DAI tersebut di atas hanya terbatas pada perusahaan-perusahaan asuransi yang terdaftar dan berada di bawah naungan DAI, tetapi bagiperusahaan asuransi yang tidak atau belum menjadi anggota DAI tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan ketentuan-ketentuan sebagai standart yang telah ditetapkan oleh DAI. Maka di sini nampaklah pula bahwa DAI mempunyai peranan yang penting terutama terhadap anggota-anggota persekutuannya yaitu dalam hal pengelolaan pelayanan terhadap masyarakat.
Disamping itu yang menjadi tugas pokokDAI adalah untuk melakukan penyeragaman polis asuransi untuk anggota-anggota persekutuannya agar tidakada perbedaan yang menyolok antara polis asuransi yang satu dengan polis
asuransi yang lain.
Syarat-syarat formal polis diatur lebih lanjut pada Pasal 256 KUHD yang mengatur mengenai syarat-syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu akta dapat disebut sebagai suatu polis dalam setiap polis, kecuali mengenai pertanggugan jiwa, harus memuat hal–hal sebagai berikut: a.
Hari ditutupnya pertanggungan.
b.
Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan sendiri atau atas tanggungan orang ketiga.
c.
Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan d. Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan.
e.
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung. 9 Arsel Idjard dan Nico Ngani, Profil Hukum Perasuransian di Indonesia (Jakarta:
f.
Saat mana bahaya mulai berlakuuntuk tanggungan sipenanggung dan saat berakhirnya itu.
g.
Premi pertanggungan tersebut, dan h. Pada umumnya semua keadaan yangkiranya penting; bagi si penanggung untuk diketahuinya; dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak, polis tersebut harus ditkita tangani oleh tiap-tiap penanggung. Syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 256 KUHD tersebut pada dasarnya berfungsi sebagai ketentuan umum, oleh karena itu masih diperlukan lagi syarat- syarat tambahan lain yang khusus berlaku bagi para pihak pada suatu persetujuan tertentu. Syarat-syarat tambahan yang sifatnya khusus tadi biasanya ditulis atau diketik pada bagian kertas polis yang khusus disediakan untuk keperluan itu.Tetapi lambat laun syarat-syarat itu dilekatkan dalam polis. Tentu saja syarat- syarat tambahan yang dilekatkan dalam polis hanya akan syah apabila dilkitasi oleh klausula-klausula yang menyebutkan bahwa terhadap yang bersangkutan, disamping syarat-syarat lain yang belum diatur dalam polis, tetapi oleh para pihak/satu pihak dianggap penting baginya. Jadi klausula yang mengatur berlakunya syarat tambahan pada setiap polis adalah sangat penting artinya.
F. Metode Penelitian 1.
Spesifikasi penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis.Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan penolakan klaim asuransi kendaraan bermotor
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian. Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan dengan penolakan klaim asuransi kendaraan bermotor.
2. Data penelitian
Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder.Menurut Ronny Hanitijo Soemitro data sekunder adalah data yang
diperoleh melalui bahan kepustakaan.
Penelitian ini yang dijadikan data sekunder adalah data yang bersumber dari:
10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 1. 11 Ronny Hanitijo Sumitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia a.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHDagang)
3) Undang-undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian b.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/BPSK/2013.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara:
4.
Analisis data studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif-
12 induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah.
Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai
dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II PENGATURAN KLAIM ASURANSIKENDARAAN BERMOTOR Bab ini berisikan mengenai keberadaan asuransi dalam pemberian 13 kredit kendaraan bermotor, asuransi sebagai bentuk pengalihan risiko, H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II (Surakarta: UNS Press, 1988), hlm. hak dan kewajiban para pihak dalam asuransi bermotor dan pengaturan klaim asuransi kendaraan bermotor.
BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP KLAIM ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR Bab ini berisikan mengenai hubungan hukum perusahaan asuransi dengan klaim asuransi, penyebab penolakan klaim asuransi kendaraan bermotor, akibat hukum penolakan klaim asuransi dan upaya hukum tertanggung jika penanggung menolak objek klaim.
BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 101/K.PDT.SUS/BPSK/2013 TENTANG PENOLAKAN KLAIM ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
Bab ini berisikan mengenai posisi kasus, alasan hakim mahkamah agung melakukan penolakan klaim asuransi kendaraan bermotor dan pertimbangan hakum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.SUS/BPSK/2013 tentang penolakan klaim asuransi kendaraan bermotor dan tanggungjawab pihak asuransi dalam penolakan asuransi kendaraan bermotor.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar.