Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

  Tumbuhan beracun

  Indonesia tercatat mempunyai lebih dari 50 famili tumbuhan penghasil racun, sedang sekitar 250 famili lainnya belum diketahui kandungan bahan racunnya. Berdasarkan hasil penelitian sebagian tumbuhan tersebut, interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi telah menyebabkan sejumlah senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan dan fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu. Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat dan sebagainya (Hamid dan Nuryani, 1992) .

  Menurut Foray (1954) beliau mentafsirkan tumbuhan beracun sebagai tumbuhan yang menyebabkan kesehatan normal terganggu apabila bahagian- bahagian tertentu darinya digunakan oleh manusia atau hewan yang dapat menerima dampaknya. Kingsburg (1967) pernah meneliti lebih kurang 700 spesies tumbuhan yang beracun dan masih banyak lagi yang belum diketahui. Tumbuhan yang digolongkan ke dalam tumbuhan beracun terdiri daripada kumpulan rumpair, kulat, paku-pakis dan tumbuhan tinggi (Syahputra, 2001).

  Tumbuhan-tumbuhan yang ada di alam sangat banyak jenisnya. Dari berbagai jenis tumbuhan tersebut ada sebagian besarnya dimanfaatkan oleh manusia. Namun ada beberapa yang jarang bahkan tidak dimanfaatkan oleh manusia karena berbahaya terutama bagi kesehatan manusia. Mungkin saja tanaman yang dibeli ataupun didapat dari teman-teman merupakan tanaman yang

  4 beracun. Keracunan yang ditimbulkan oleh tanaman-tanaman ini, umumnya belum ada penawar. Jadi sebaiknya diusahakan jangan sampai terpapar racun tumbuhan-tumbuhan tersebut (Seran, 2011).

  Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut (Ardianto, 2013).

  1. Memiliki duri tajam hampir di semua bagian.

  2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat di bagian daun atau batang.

  3. Memiliki getah yang pahit.

  4. Memiliki bunga atau buah berwarna kuat atau gelap.

  5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit 6.

Daun terlihat utuh, tidak ada bekas-bekas serangan serangga

  Racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam- asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin dan lignin. Tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada akar (contoh alang- alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri (Widodo, 2005).

  Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrient yang dikandungnya (Samsudin,2008).

  Racun merupakan salah satu senjata pembunuh makhluk hidup yang sudah sangat tua, setua kehidupan manusia. Racun yang menjadi favorit untuk melenyapkan nyawa seseorang karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak meninggalkan jejak pembunuhan, mudah diperoleh, mudah digunakan, dan sangat efektif. Disamping berfungsi sebagai agen maut, racun apabila diberikan pada dosis yang tepat dapat berfungsi sebagai obat ataupun kegiatan yang menunjang lainnya. Disamping pengobatan, sebagian racun dapat digunakan sebagai kegiatan penunjang hidup manusia (Widodo,2005).

  Tanaman mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Zat-zat pada tanaman dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya adalah digitoksin, kolcisin dan

  

atropin ). Widodo (2005) menyatakan bahwa zat kimia tertentu yang ada dalam

  tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga dan ruminan.

  Tanaman pangan, yaitu sayuran dan buah-buahan, memiliki kandungan nutrien, vitamin dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Namun, beberapa jenis sayuran dan buah-buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk melawan serangan jamur dan serangga (Asikin, 2002).

  Konsumen I (herbivora) adalah obyek lain selain manusia yang lebih berpotensi terserang racun alami. Obyek lain ini akan menjadi perhatian dalam kehidupan bermasyarakat kalau mereka adalah ternak atau peliharaan milik manusia karena pasti akan diupayakan agar ternak itu tidak terkena racun.

  Tumbuhan beracun pun secara umum jadi dihindari, dikhawatirkan dan dinilai memiliki sifat tidak menyenangkan oleh masyarakat (Rejesus, 1986).

  Grainge dan Ahmed (1988) menyatakan bahwa tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkan zat-zat hasil metabolisme sekunder dengan cara pencucian air hujan (contohnya pada daun dan kulit tanaman), penguapan dari daun (contohnya kamfer), ekskresi eksudat pada akar (contohnya alang-alang) dan dekomposisi bagian tanaman itu sendiri (jatuh ke tanah dan membusuk).

  Komponen Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

  Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun dan kemungkinan dapat disebabkan oleh hasil metabolisme sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan beracun tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun pada umumnya mengandung zat- zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda. Senyawa racun yang bersifat alami dalam tumbuhan beracun belum sepenuhnya diketahui dan belum semuanya dimanfaatkan secara aplikatif. Beberapa jenis tumbuhan beracun mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan lainnya. Hanenson (1980) menyatakan bahwa komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun melalui metabolisme sekunder terbagi atas beberapa macam seperti alkaloid, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin,

  1. Alkaloid Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda- beda sesuai kondisi lingkungannya dan alkaloid umunya tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.

  2. Glikosida Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis yang biasa dikenal dengan sebutan aglikon. Glikosida merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan bahkan lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah alkaloid yang terkandung. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut serta diare.

  3. Asam oksalat Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim. Kadar asam oksalat paling tinggi ada pada saat akhir musim panas dan musim gugur. Hal ini disebabkan oleh asam oksalat yang dihasilkan tumbuhan terakumulasi selama masa tumbuhan produktif pada musim-musim itu. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi asam oksalat adalah mulut beserta kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara sekitar selama dua hari dan bahkan dapat menyebabkan kematian jika terkontaminasi terlalu banyak.

  4. Resin Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic, fenol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu.

  Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi resin adalah iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh, gejala muntah-muntah, bengkak dan kulit melepuh.

  5. Phytotixin Phytotixin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh bagian kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi phytotoxin adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terkontaminasi.

  6. Tanin Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental.

  Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit atau kelat. Jika terkonsumsi lebih dari 100 mg bisa menghasilkan masalah pada saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain.

  7. Saponin Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort (Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama. Saponin ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila saponin dikonsumsi secara berlebihan adalah dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa pencernaan sehingga menderita muntah-muntah, sakit perut, perdarahan, pusing, maag dan begitu terkontaminasi ke sistem peredaran darah, senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf bahkan dapat menghasilkan serangan jantung.

  Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi polipeptida (hypoglycin) adalah akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.

  Cagar Alam

  Cagar alam adalah suatu kawasan n ekosistemnya atau Sebagai bagian dari kawasan konservasi (Kawasan Suaka Alam), maka kegiatan wisata atau kegiatan lain yang bersifat komersial, tidak boleh dilakukan di dalam area cagar alam. Sebagaimana kawasan konservasi lainnya, untuk memasuki cagar alam diperlukan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). SIMAKSI bisa diperoleh di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.

  Cagar Alam Martelu Purba merupakan Kawasan Cagar Alam yang termuda di Propinsi Sumatera Utara. Status kawasan ini sebelumnya adalah tanggal 8 Juli 1916 dan kemudian dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 9232/Kpts/Um/1982 tanggal 27 Desember 1982. Akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 471/Kpts-II/1993 tanggal 2 September 1993, statusnya dialihfungsikan menjadi kawasan Cagar Alam Martelu Purba dengan Luas sekitar 195 Ha. Kawasan ini secara administratif pemerintahan terletak di Desa Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Lokasi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Waktu tempuh sekitar 4 jam dengan route perjalanan dari Medan menuju Pematang Siantar dan berakhir di Desa Tiga Runggu sejauh lebih kurang 140 Km.

  Karakteristik penentuan suatu kawasan sebagai kawasan cagar alam antara lain sebagai berikut.

  1. Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan serta ekosistem.

  2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit – unit penyusunnya.

  3. Memiliki kondisi alam yang masih alami dan belum terganggu oleh manusia.

  4. Memiliki ciri khas potensi sehingga dapat menjadi contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi.

  5. Memiliki komunitas tumbuhan beserta ekosistem yang langka atau yang keberadaannya hampir punah.

  6. Memiliki luas yang cukup dan bentuk tertentu untuk mendukung pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami