Ekplorasi Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

(1)

EKSPLORASI JAMUR BERACUN DI CAGAR ALAM

MARTELU PURBA KABUPATEN SIMALUNGUN

SUMATERA UTARA

HASIL PENELITIAN

Oleh : Heldi Pratama

091201150 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

HELDI PRATAMA . Eksplorasi Jamur Beracun Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis jenis jamur beracun yang terdapat pada Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan selama 4 bulan dimulai dari bulan mei sampai September 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplorasi atau jelajah. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan penjelajahan pada seluruh bagian Cagar Alam Martelu Purba, dan selanjutnya mengambil sampel jamur yang ditemukan pada saat penjelajahan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitan menunjukan di kawasan Cagar Alam Martelu Purba ditemukan 12 sampel jamur makroskopis yaitu Auricularia auricular, Ganoderma sp., Tyromycetes Floriformes, Colitricia

sp, Vascellum sp,, Trametes corruguta, Cantharellus sp, Xylaria polymorpha,

Sarcoscypha coccinea., Polyporus arcularius, Trametes sp, Lycoperdon sp. Ke 12

jamur tersebut tergolong dalam 5 famili : Polyporaceae, Cantharellaceae, Lycoperdaceae, Xylariaceae, dan Sarcoscyphaceae. Pada pengujian steroida dan terpenoida menunjukkan 11 jenis jamur mengandung senyawa terpen kecuali jenis Colitricia. Semua jenis jamur mengandung Alkaloid dan tidak mengandung fenolik. Dan pada uji saponin terdapat 3 jenis jamur yaitu Vascellum sp,

Sarcoscypha coccinea, Trametes sp.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Ekplorasi Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu Purba” ini telah diselesaikan dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis keanekaragaman jmur beracun di kawasan Cagar Alam Martelu Purba.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Yunus Afifuddin, S.Hut, M. Si dan Lamek Marpaung, M. Phil, Ph. D yang telah membimbing serta memberi masukan kepada penulis, sehingga draft hasil penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, penulis berharap agar draft hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan kedepannya.

Medan, Oktober 2014


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRACT . ……….. i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Eksplorasi jamur ... 4

Jamur……….. 5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur………… 6

Pengidefikasian Jamur Beracun……….. 8

Klasifikasi Toksin/Racun yang Terdapat Pada Jamur Beracun….. 9

Keadaan umum lokasi Penelitian……… 10

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Prosedur Penelitian ... 14

Identifikasi Jenis Jamur ... 14

Analisis Kelimpahan Jenis ... 14

Analisis Fitokimia ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Habitat Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu Purba……… 25

Deskripsi Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu Purba ... …. 28

Hasil Skrining Fitokimia Tumbuhan Beracun di Cagar Alam Martelu Purba ... 41

Kandungan Senyawa Fitokimia dan Pengaruhnya Terhadap Organisme………... 44


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 51 Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Bagian Tubuh Jamur ... 6

2. Skema Pengujian Alkaloida ... 16

3. Skema Pengujian Steroida-Terpenoida ... 17

4. Skema Pengujian Flavonoid ... 19

5. Skema Pengujian Saponim ... 20

6. Auricularia auricular ... 28

7. Jamur Ganoderma sp ... 29

8. Jamur Tyromicetes floriformes ... 30

9. Jamur Colitricia sp ... 31

10. Jamur Vascellum sp ... 32

11. Jamur Trametes corrugata ... 33

12. Jamur Cantharellus sp ... 34

13. Jamur Xylaria polymorpha ... 35

14. Jamur Sarcoscypha coccinea ... 36

15. Jamur Polyporus arcularius ... 37

16. Jamur Tremetes sp ... 38

17. Jamur Lycoperdon sp ... 39

18. Struktur Inti Alkaloid ... 45

19. Senyawa Terpenoid ... 46

20. Struktur Inti Senyawa Flavonoid ... 47


(7)

DAFTAR TABEL

1. Jenis-jenis Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Cagar

Alam Martelu Purba ... 22 2. Deskripsi Jamur Makroskopis di Cagar Alam Martelu Purba... 25

3. Kondisi Tempat Tumbuh Jamur Beracun di Cagar Alam

Martelu Purba... 26

4. Hasil Skrining Fitokimia Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu


(8)

Daftar Lampiran

1.

Hasil Skrining Fitokimia Jamur Beracun Dicagar Alam Martelu

Purba


(9)

ABSTRAK

HELDI PRATAMA . Eksplorasi Jamur Beracun Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis jenis jamur beracun yang terdapat pada Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan selama 4 bulan dimulai dari bulan mei sampai September 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplorasi atau jelajah. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan penjelajahan pada seluruh bagian Cagar Alam Martelu Purba, dan selanjutnya mengambil sampel jamur yang ditemukan pada saat penjelajahan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitan menunjukan di kawasan Cagar Alam Martelu Purba ditemukan 12 sampel jamur makroskopis yaitu Auricularia auricular, Ganoderma sp., Tyromycetes Floriformes, Colitricia

sp, Vascellum sp,, Trametes corruguta, Cantharellus sp, Xylaria polymorpha,

Sarcoscypha coccinea., Polyporus arcularius, Trametes sp, Lycoperdon sp. Ke 12

jamur tersebut tergolong dalam 5 famili : Polyporaceae, Cantharellaceae, Lycoperdaceae, Xylariaceae, dan Sarcoscyphaceae. Pada pengujian steroida dan terpenoida menunjukkan 11 jenis jamur mengandung senyawa terpen kecuali jenis Colitricia. Semua jenis jamur mengandung Alkaloid dan tidak mengandung fenolik. Dan pada uji saponin terdapat 3 jenis jamur yaitu Vascellum sp,

Sarcoscypha coccinea, Trametes sp.


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia terletak di garis khatulistiwa, yaitu beriklim tropika basah dimana curah hujannya cukup tinggi, sehingga menjadikan Indonesia dapat ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan dan tanaman. Jamur merupakan salah satu tumbuhan yang tergolong ke dalam tumbuhan tingkat rendah yang dapat beradaptasi di kondisi lembab, karena tidak dapat melakukan fotosintesis. Diperkirakan terdapat 1,5 juta spesies jamur di dunia dan hingga tahun 1996 hanya 69.000 spesies jamur yang telah berhasil diidentifikasi. Sejumlah 200.000 spesies dari 1,5 juta spesies jamur tersebut diperkirakan ditemukan di Indonesia, dimana hingga saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah spesies jamur tersebut, yang telah berhasil diidentifikasi, dimanfaatkan, ataupun yang telah punah akibat ulah manusia (Gandjar et al., 2006). Selain itu, masih banyak spesies jamur makroskopis yang belum diketahui manfaatnya hingga saat ini, sehingga pemanfaatan langsung sebagai sumber makanan ataupun bahan obat belum maksimal dilakukan.

Sebagai negara yang memiliki hutan hujan tropis yang luas dengan keanekaragaman spesies jamur makroskopis yang tinggi, di hutan Indonesia penelitian mengenai keanekaragaman jamur makroskopis belum banyak dilakukan. Sampai saat ini data dan literatur mengenai keanekaragaman jamur makroskopis di Indonesia masih sangat terbatas. Data dan literatur tentang jamur makroskopis beracun umumnya adalah tentang jamur makroskopis beracun di daerah beriklim subtropis yang memiliki warna, bentuk, ukuran, dan spesies yang


(11)

pihak, kita dihadapkan pada cepatnya laju penurunan keanekaragaman hayati baik oleh proses alamiah maupun oleh ulah manusia. Jika hal ini terus berlanjut, maka banyak spesies jamur makroskopis yang belum teridentifikasi mungkin akan segera punah. Oleh sebab itu, penelitian mengenai keanekaragaman spesies jamur makroskopis beracun iklim tropis perlu dilakukan secara intensif.

Cagar Alam Martelu Purba merupakan Kawasan Cagar Alam yang termuda di Propinsi Sumatera Utara. Status kawasan ini sebelumnya adalah Kawasan Hutan Lindung Martelu Purba, yang pertama kali diatur dalam ZB tanggal 8 Juli 1916 dan kemudian dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 9232/Kpts/Um/1982 tanggal 27 Desember 1982. Akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 471/Kpts-II/1993 tanggal 2 September 1993, statusnya dialih fungsikan menjadi kawasan Cagar Alam Martelu Purba dengan luas sekitar 195 Ha.

Hal inilah yang membuat penulis meneliti kawasan tersebut, karena belum ada yang melakukan penelitian terkait jamur beracun di kawasan tersebut sehingga belum tersedianya data keragaman untuk jenis jamur yang beracun. Oleh karena itu, penelitian pada kawasan ini sangat perlu, dikarenakan untuk menganalisis keanekaragaman spesies jamur makroskopis beracun di Cagar Alam Martelu Purba.


(12)

Tujuan

Tujuan dari penelitian yang berjudul “Eksplorasi Jamur Beracun Di Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara” ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi jamur beracun yang dikenal maupun tidak dikenal yang terdapat di kawasan Martelu Purba.

2. Menganalisis keanekaragaman jamur beracun di kawasan Cagar Alam Martelu Purba.

3. Analisis metabolisme sekunder pada jamur beracun yang dominan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dijadikan acuan sebagai informasi-informasi mengenai jamur beracun yang ada dikawasan Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.


(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Eksplorasi Jamur

Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan. Langkah pertama pengeksplorasian adalah mencari informasi ke dinas-dinas dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini kemudian dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang umumnya daerah asal dan penyebaran jenis tanaman (Andriani et al., 2010).

Eksplorasi hendaknya dilakukan pada sentra produksi, daerah produksi tradisional, daerah terisolir, daerah pertanian lereng-lereng gunung, pulau terpencil, daerah suku asli, daerah dengan sistem pertanian tradisional/belum maju, daerah yang masyarakatnya menggunakan komoditas yang bersangkutan sebagai makanan pokok/utama/penting, daerah epidemik hama/penyakit, serta daerah transmigrasi lama dan baru. Eksplorasi dan koleksi plasma nutfah disertai dengan menggali keterangan dari petani yang berkaitan dengan kriteria preferensi petani terhadap varietas tanaman yang bersangkutan. Di samping itu, benihnya harus sehat dan jumlahnya mencukupi. Eksplorasi mikroba pertanian dilakukan dengan berbagai cara isolasi dan koleksi di habitatnya atau di tempat-tempat yang diduga mengandung mikroba tersebut. Terhadap mikroba yang telah diisolasi dan dikoleksi dilakukan karakterisasi baik dari sifat dan karakter morfologi koloninya pada media khusus maupun bentuk sel dan cirinya, serta sifat-sifat biokimiawi-nya (Kusumo et al., 2002).


(14)

Jamur

Ilmu yang mempelajari tentang jamur disebut mikologi. Jamur berasal dari bahasa Yunani yaitu fungus (mushroom) yang berarti tumbuh dengan subur. Jamur merupakan organisme yang hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya terbatas. Di alam, jamur dapat dilihat dan dikenal dengan mudah di tempat-tempat yang lembab, misalnya pada substrat serasah, pada buah-buahan yang mulai membusuk, dan pada batang tumbuhan (Gandjar, dkk., 2006). Jamur dapat tumbuh di tanah, ataupun pada tumbuhan yang masih hidup ataupun sudah mati (Tjitrosomo, 1983).

Struktur tubuh buah jenis jamur dapat berbeda dengan jenis jamur lainnya yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai (stipe), dan lamella (gills) serta cawan (volva). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta bentuk dari pileus dan stipe merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi suatu jenis jamur. Beberapa karakteristik umum dari jamur yaitu: jamur merupakan organisme yang tidak memiliki klorofil sehingga cara hidupnya sebagai parasit atau saprofit. Tubuh terdiri dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak secara aseksual dan seksual (Alexopoulus dan Mimms, 1979).

Jamur makroskopis adalah jamur yang tubuh buahnya besar (berukuran 0,6 cm dan lebih besar) yang membentuk struktur reproduksi untuk menghasilkan dan menyebarkan sporanya. Jamur makroskopik yang mempunyai tubuh buah besar dikenal sebagai makrofungi. Sebagian besar makrofungi yang dikenal adalah Basidiomycetes dan sebagian kecil termasuk pada Ascomycetes (Gandjar, dkk., 2006).


(15)

Jamur merupakan salah satu keunikan yang memperkaya keanekaragaman jenis mahkluk hidup. Beberapa jenis jamur telah banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan dan sumber bahan obat-obatan tradisional maupun modern (Parjimo, 2007).

Tubuh buah jamur pada umumnya tersusun oleh bagian-bagian yang dinamakan tudung/cap (pileus), bilah (lamellae), kumpulan bilah (gills), cincin (annulus/ring), batang/tangkai (stipe), cawan (volva) dan sisik (scale).

Gambar 1. Bagian tubuh jamur

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Kondisi iklim dan letak geografis yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan mikroorganisme. Kerusakan yang diakibatkan oleh pelapukan jamur, disebabkan oleh temperatur dan presipitasi yang merupakan faktor iklim yang sangat penting (Arif et al., 2008)

Menurut Tambunan dan Nandika (1989), ada beberapa faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur, antara lain :


(16)

a) Temperatur

Jamur perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar, tetapi pada kondisi-kondisi alami perkembangan yang paling cepat terjadi selama periode-periode bulan kering yang lebih banyak dalam setiap tahun. Menurut Asnah (2010) bahwa suhu maksimum untuk pertumbuhan kebanyakan jamur berkisar 30⁰C sampai 40⁰C dan optimalnya pada suhu 20⁰C sampai 30⁰C.

b) Oksigen

Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O. Sebaliknya untuk pertumbuhan yang optimum, oksigen harus diambil secara bebas dari udara. Tanpa adanya oksigen, tidak ada jamur yang dapat hidup (Tambunan dan Nandika, 1989).

c) Kelembaban

Kebutuhan jamur akan memiliki kelembaban yang berbeda-beda, namun hampir semua jenis jamur dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air substrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. Kondisi ini berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu dengan kadar air kurang dari 20 % umumnya sedikit diserang oleh jamur perusak. Sebaliknya kayu dengan kadar air 35-50 % sangat disukai oleh jamur perusak. Jamur pelapuk akan menyerang kayu yang berbeda pada lingkungan yang lembab dalam waktu yang relatif lama (Tambunan dan Nandika, 1989).


(17)

d) Konsentrasi Hidrogen (pH)

Umumnya jamur akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH 4,5 sampai 5,5 (Tambunan dan Nandika, 1989).

e) Bahan Makanan

Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin dan zat isi sel lainnya. Selulosa, hemiselulosa, lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai makromolekul yang terlalu besar dan tidak larut dalam air untuk diasemilasi langsung oleh jamur (Tambunan dan Nandika, 1989).

Pengidentifikasian Jamur Beracun

Penentuan suatu jamur ke dalam golongan yang dapat dikonsumsi atau beracun sangat sukar dilakukan. Salah satu cara untuk menentukannya adalah dengan mengetahui secara tepat spesies dari jamur tersebut. Pengalaman sangat menentukan dalam membedakan karakteristik jamur yang dapat dikonsumsi dan spesies jamur beracun tersebut. Berikut ini adalah beberapa aturan dari petunjuk yang dapat membantu dalam menghindari jamur beracun :

1. Jamur yang tidak boleh dimakan yaitu, spesies Amanita spp. dan khususnya penentuan jamur harus diperhatikan dalam mengidentifikasi jamur yang menyerupai spesies Amanita atau berbagai jamur putih lainnya.

2. Biasanya jamur beracun berwarna cokelat dan cokelat muda, khususnya tudung atau kepala dengan warna kemerah mudaan, kecoklat-coklatan, ungu kecoklatan atau kehitaman.


(18)

sampah dan kotoran hewan.

4. Apabila jamur beracun tersebut digoreskan dengan pisau yang terbuat dari logam, maka pisau tersebut akan berwarna hitam atau biru.

Beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit parah dan yang lainnya dapat menyebabkan penyakit yang lebih ringan pada manusia. Jamur beracun dapat juga menyebabkan Hallucinogenic (Fly) dan terkadang menimbulkan reaksi yang tidak dapat diprediksi (Mahardika, 2008).

Menurut El Shirazi (2010) bahwa ada beberapa cara untuk membedakan ciri-ciri jamur beracun dengan jamur tidak beracun, di antaranya :

1. Umumnya mempunyai warna yang menyolok, seperti : merah darah, hitam legam, biru tua, ataupun warna-warni lainnya.

2. Jamur beracun menghasilkan bau busuk yang menusuk hidung, seperti telur busuk, H2S, ataupun bau Amoniak.

3. Jamur beracun juga mempunyai cincin atau cawan, akan tetapi ada juga jamur yang mempunyai cincin tetapi tidak beracun seperti jamur merang dan jamur kompos.

Klasifikasi Toksin/Racun yang Terdapat pada Jamur Beracun

Diantara sekian banyak jenis jamur yang tumbuh liar pada musim hujan orang sering sulit membedakan antara jamur yang dapat di konsumsi dan jamur yang tidak dapat di konsumsi (jamur beracun). Ada beberapa cara yang dapat di lakukan oleh masyarakat awam untuk membedakan jamur beracun dengan jamur yang tidak beracun, umumnya jamur beracun mempunyai warna yang mencolok seperti warna merah darah, hitam legam, biru tua, ataupun warna–warna yang mencolok lainya. Jamur beracun biasanya menghasilkan bau yang menusuk


(19)

hidung, selubung universal yang membentuk cincin dan selubung universal yang membentuk cawan (volva). Gejala yang biasanya muncul apabila seseorang mengalami keracunan jamur biasanya mual–mual, muntah, kepala pusing, bahkan akibat yang paling fatal adalah kematian (Suriawiria, 1986).

Mikotoksin tidak hanya dihasilkan oleh kapang, tetapi juga oleh jamur makroskopis. Menurut Gandjar et al. (2006) di antara jamur makroskopis yang menarik terdapat jenis-jenis yang bila dimakan menyebabkan halusinasi (mengkhayal tanpa sadar), antara lain dari genus Psilocybe (P. mexicana, P. caerulescens, dan P. cubensis (=Stropharia cubensis)) yang terdapat di mexico. Pscilocybe sp. menghasilkan toksin psilocybin. Jamur lain juga menyebabkan halusinasi adalah Amanita muscaria yang dapat berwarna merah atau kuning, dan lebih dikenal sebagai “the fly agaric”. Jamur ini disebut “fly agaric”, sebab lalat yang hinggap di jamur ini akan mati. Di Eropa Tengah dan di Asia kadang-kadang ekstrak jamur tersebut diletakkan di suatu wadah di luar jendela agar lalat-lalat di lingkungan rumah hinggap di wadah tersebut. Senyawa yang terdapat pada jamur ini adalah muskarin. Toksik yang dihasilkan oleh Amanita phalloides sangat kuat dan menyebabkan kematian dalam waktu sangat singkat. Cendawan penghasil phallotoksin tersebut (merusak struktur sel hati, ginjal, dan saluran pencernaan) juga disebut “the death angel” karena selalu menyebabkan kematian bila dikonsumsi meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Cagar alam Martelu Purba secara administratif terletak di Desa Purba Tongah dan kelurahan Tiga Runggu, kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografis, Cagar Alam Martelu Purba


(20)

terletak pada koordinat 2⁰53' - 2⁰54' LU dan 98⁰42' - 98⁰43' BT. Kawasan Cagar Alam Martelu Purba terletak pada ketinggian 1.320 mdpl.

Berdasarkan Letak DAS (Daerah Aliran Sungai) maka Cagar Alam Martelu Purba terletak di dalam kawasan DAS Ular.

Berdasarkan SK Menhut No.471/Kpts-II/1993, tentang perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung Martelu Purba menjadi Cagar Alam Martelu Purba, Cagar Alam Martelu Purba ditetapkan seluas 195 ha.

Hampir sebagian besar Cagar Alam Martelu Purba memiliki topografi datar hingga berombak dengan kemiringan s/d 8 %. Hanya sebagian saja yang tergolong dalam kelas sangat curam jika ditinjau berdasarkan kelas kelerengan lahan (datar < 8%, landai 8-15 %, agak curam 16-25 %, curam 26-40 %, sangat curam > 40 % ) yaitu di bagian utara yang terdapat jurang dengan kemiringan s/d 80 %.

Berdasarkan peta tanah eksplorasi Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara yang bersumber dari peta tanah Dati I Sumatera Utara yang diterbitkan oleh Direktur Bina Program Bogor, maka jenis tanah yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba termasuk dalam satuan tanah podsolik coklat dan kelabu dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi vulkanik. Ph tanah rata-rata yang terdapat di Kawasan Cagar Alam Martelu Purba yaitu 6,38.

Iklim yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba dan daerah sekitarnya termasuk kedalam iklim B (menurut Schmidt & Ferguson) dengan curah hujan rata-rata setahun sebesar 2.194 mm dan rata-rata hari hujan setahun sebanyak 125 hari. Musim kemarau berlangsung pada bulan Desember s/d September, sedangkan musim hujan berlangsung pada bulan Maret s/d Nopember. Rata-rata


(21)

suhu maksimum di Cagar Alam Martelu Purba yaitu 21,7⁰ C dan rata-rata suhu minimum yaitu 14,7⁰ C.


(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - September 2014. Pengambilan sampel di kawasan hutan Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Analisis fitokimia dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kantung plastik, kertas label, kamera digital, kalkulator, kantung plastik, GPS (Global Position System), meteran, parang, tali rafia, alat tulis, lesung/penggilingan, Beaker Glass, oven, penangas air, timbangan elektrik, Cawan Petri, spatula, labu Erlenmayer, gelas ukur, Autoklaf, filtrat, dan pipet tetes.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu buku identifikasi jamur Hall et al. (2003), Duffy (2008), Huffman et al. (2008) dan Garzt (1927), jamur yang bersifat toksik, alkohol, Kuisioner, tally sheet, peta administrasi dan kontur, pereaksi Salkowsky, pereaksi Lieberman-Bouchardart, pereaksi 1 % cerium sulfat dalam asam sulfat 10 %, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, metanol, aquades, larutan HCL 2 N, larutan MeOH 90 %, larutan HCL 1 N, larutan CHCL3, dan larutan Alkohol 70%. .


(23)

Prosedur Penelitian

A. Identifikasi Jenis Jamur Pengumpulan Data

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan-tahapan pengumpulan data masyarakat lokal disekitar kawasan Cagar Alam Martelu Purba yaitu mencakup : a. Observasi lapangan, merupakan kegiatan pengamatan langsung di lapangan

terhadap masyarakat yang akan dijadikan sebagai responden.

b. Penentuan informan kunci dan sampel responden. Informan kunci dan responden dalam penelitian ini adalah guide/ pembimbing lapangan, serta masyarakat yang mengetahui informasi tentang jamur makroskopis.

B. Analisis Kelimpahan Jenis Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

deskriptif eksploratif dan dokumentasi dengan cara menjelajah atau melacak keberadaan jamur yang terdapat di lapangan. Penjelajahan dilakukan dengan menjalani jalur jelajah yang terdapat di kawasan Cagar Alam Martelu Purba.

Identifikasi jenis dilakukan dengan mengamati ciri makroskopis yaitu dengan cara mengenali jenis jamur melalui warna jamur, koloni jamur dan bentuk tubuh buah jamur. Sampel yang didapatkan di lapangan didokumentasikan dengan menggunakan kamera digital. Identifikasi yang dilakukan, mengacu pada buku identifikasi jamur, yaitu Hall et al. (2003), Duffy (2008), Huffman et al. (2008) dan Garzt (1927).


(24)

C. Analisis Fitokimia Persiapan Simplisia

Sampel yang telah diambil di lapangan, dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 1 kg sebanyak spesies yang ditemukan. Sampel yang telah diambil terbagi menjadi dua bagian untuk setiap jenisnya yaitu: sampel basah yang dicampurkan dengan larutan alkohol 70 % untuk diidentifikasi lebih lanjut dan sampel kering untuk diujikan kandungannya di laboratorium. Pemberian alkohol bertujuan agar sampel tidak layu dan mudah untuk diidentifikasi.

Pengujian Simplisia di Laboratorium

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri maupun lingkungannya (Lenny, 2006). Kandungan bahan metabolit sekunder dapat diketahui melalui pengujian skrining fitokimia sebagai berikut (Tarigan et al., 2008) :

a. Uji Alkaloid (Pereaksi Dragendorff, Meyer, Bouchardat, dan Wagner)

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, lalu dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh akan dipakai untuk test alkaloida sebagai berikut:

1) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat, reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna coklat sampai hitam.


(25)

2) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau jingga.

3) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

4) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Wagner, reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna coklat.

Gambar 2. Skema Pengujian Alkaloid (Tarigan et al., 2008) Serbuk sampel (0.5 gr)

Asam klorida 2 N

(1 ml) Aquadest (9 ml)

Dipanaskan 2 menit

Pendinginan

Penyaringan

Filtrat (3 tetes)

Pereaksi Mayer (2 tetes)

Filtrat (3 tetes)

Pereaksi Dragendorf (2 tetes) Filtrat (3 tetes)

Pereaksi Bouchardat

(2 tetes) Filtrat

Endapan cokelat sampai hitam Pengendapan Pengendapan Pengendapan

Filtrat (3 tetes)

Pereaksi Wagner (2 tetes) Pengendapan Endapan cokelat Endapan warna merah/jingga Endapan warna putih/kuning


(26)

b. Uji Terpenoid dan Steroid

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia diekstraksi selama 2 jam dengan pengambahan 20 ml eter, disaring kemudian dilakukan pemeriksaan pada masing-masing pereaksi dengan prosedur sebagai berikut:

1) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Salkowsky (H2SO4 pekat). Apabila terbentuk warna merah menunjukkan adanya terpenoida/steroida.

2) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Liebermann – Bouchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya terpenoida/steroida.

3) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi cerium sulfat 1%. Apabila terbentuk warna coklat menunjukkan adanya terpenoida/ steroida.

Gambar 3. Skema Pengujian Steroida-Terpenoida (Tarigan et al., 2008) Filtrat

Salkowsky (2 tetes) Pereaksi Liebermann-Burchard

(2 tetes)

Penyaringan

CeSO4 1% dalam H2SO4 10% (2 tetes) Filtrat (3 tetes) Filtrat (3 tetes) Filtrat (3 tetes)

Larutan cokelat Larutan

merah pekat Larutan hijau

kebiru-biruan

Serbuk sampel (1gr) Ekstraksi Eter (20 ml) Selama 2 jam


(27)

c. Uji Flavonoid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram, lalu ditambahkan 10 ml metanol dan direfluksi selama 10 menit, kemudian disaring panas-panas melalui kertas saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling, setelah dingin ditambahkan 5 ml eter, dikocok hati-hati, lalu didiamkan sebentar. Lapisan metanolnya diambil, diuapkan pada temperatur 400C, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Filtratnya digunakan untuk uji flavonoida dengan cara berikut:

1) Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 2 ml etanol 95%, lalu ditambahkan 0,5 gram serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit, kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Jika dalam waktu 2 – 5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoida.

2) Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 2 ml etanol 95%, lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah ungu menunjukkan adanya flavonoida.

3) Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 2 ml etanol 95%, lalu ditambahkan pereaksi NaOH 10%. Jika terjadi warna biru violet menunjukkan adanya flavonoida.

4) Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dengan 2 ml etanol 95%, lalu ditambahkan pereaksi FeCl3 1%. Jika terjadi warna hitam menunjukkan adanya flavonoida.


(28)

5) Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dengan 2 ml etanol 95% lalu ditambahkan pereaksi H2SO4 pekat. Jika terjadi warna hijau kekuning-kuningan menunjukkan adanya flavonoida.

Gambar 4. Skema Pengujian Flavonoid (Tarigan et al., 2008)

d. Uji Saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin.

Larutan ekstrak (1 ml)

FeCl3 1% (3 tetes)

NaOH 10% (3 tetes)

Mg-HCl (3 tetes)

H2SO4 (p) (3tetes) Warna merah kekuningan Warna ungu kemerahan Warna jingga sampai merah Warna merah intensif Refluksi

Serbuk sampel (0,5 gr) Metanol 10 ml

Pengenceran filtrat

Diuapkan pada suhu 400C Air suling 10ml

Ekstraksi

Eter (5 ml) Setelah filtrat


(29)

Gambar 5. Skema Pengujian Saponin (Tarigan et al., 2008)

Air panas (10 ml) Tabung reaksi

Serbuk sampel (0,5 gr)

Pendinginan

Pengocokan 10 detik

HCl 2N (1 tetes)

Buih 10 menit; 1-10cm


(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cagar Alam Martelu Purba merupakan Kawasan Cagar Alam yang termuda di Propinsi Sumatera Utara dengan luas sekitar 195 Ha. Cagar alam ini mempunyai ketinggian 1.320 mdpl yang kecenderungan memiliki kontur datar.

Hasil dari Informan kunci yang diwawancarai adalah masyarakat yang mempunyai keterkaitan terhadap Cagar Alam Martelu Purba. Hasil wawancara menunjukkan bahwa ada 2 orang yang mengetahui keberadaan jamur makroskopis dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Menurut masyarakat tersebut jamur beracun ini bila dimakan akan terasa pahit, warnanya berambut berwarna putih. Apabila jamur tersebut dikonsumsi, maka akan menimbulkan diare dan sakit perut. Masyarakat yang berada di sekitar Cagar Alam Martelu Purba, mengenal jamur dengan nama jamur kuping merah. Setelah dilakukan wawancara, penelitian dilanjutkan pengambilan sampel jamur di Cagar Alam Martelu Purba.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini terdapat 12 jenis jamur yang ada di Cagar Alam Martelu Purba yaitu Auricularia auricular, Ganoderma sp., Tyromycetes Floriformes, Colitricia sp, Vascellum sp,, Trametes corruguta, Cantharellus sp, Xylaria polymorpha, Sarcoscypha coccinea., Polyporus arcularius, Trametes sp, Lycoperdon sp.

Berdasarkan penelitian terdapat 12 jenis jamur yang diidentifikasi dan sebagian jamur telah diketahui oleh masyarakat, yaitu jamur merah. Jamur yang ditemukan terbagi menjadi dua yaitu jamur yang dapat dikonsumsi dan jamur yang beracun. Jamur yang didapatkan tersebut, diidentifikasi dengan berbagai ciri fisik dan ciri khusus yang ada (pengamatan secara makroskopis). Berikut ini tabel


(31)

1 yang menjelaskan tentang jamur yang ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

Tabel 1. Jenis-jenis Jamur Makroskopis yang Ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba

Spesies jamur makroskopis yang ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba terbagi ke dalam 2 divisi, 5 kelas, 6 ordo, dan 5 famili. Jamur makroskopis yang ditemukan terdiri atas divisi Ascomycota dan Basidiomycota. Terdapat dua spesies jamur makroskopis yang termasuk ke dalam divisi Ascomycota, selebihnya sebanyak 10 spesies jamur makroskopis yang ditemukan termasuk ke dalam divisi Basidiomycota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies jamur makroskopis yang ditemukan umumnya didominasi oleh divisi Basidiomycota. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso (2004) bahwa, divisi Basidiomycota sering dipresentasikan sebagai jamur makroskopis. Pernyataan ini didukung oleh Dwidjoseputro (1978) yang menerangkan bahwa, karakteristik Basidiomycota antara lain kebanyakan makroskopis. Dwidjoseputro (1978) juga mengemukakan

No. Spesies Nama

Lokal Devisi Kelas Ordo Family

1 Auricularia auricular _ Basidiomycota Hymenomycetes Tremellales Cantharellaceae 2 Ganoderma sp. Jamur merah Basidiomycota Hymenomycetes Aphylloporales Polyporaceae 3 Tyromycetes Floriformes _ Basidiomycota Hymenomycetes Aphylloporales Polyporaceae 4 Colitricia sp _ Basidiomycota Hymenomycets Aphylloporales Polyporaceae 5 Vascellum sp _ Basidiomycota Gasteromycetes Lycoperdales Lycoperdaceae 6 Trametes corruguta _ Basidiomycota Hymenomycetes Aphylloporales Polyporaceae 7 Cantharellus sp _ Basidiomycota Hymenomycetes Aphylloporales Cantharellaceae 8 Xylaria polymorpha _ Ascomycota Pyrenomycetes Helotiales Xylariaceae 9 Sarcoscypha coccinea. _ Ascomycota Pezizomycetes Pezizales Sarcoscyphaceae 10 Polyporus arcularius _ Basidiomycota Hymenomycetes Aphylloporales Polyporaceae 11 Trametes sp _ Basidiomycota Hymenomycetes Aphylloporales Polyporaceae 12 Lycoperdon sp _ Basidiomycota Gasteromycetes Lycoperdales Lycoperdaceae


(32)

bahwa kebanyakan Ascomycota bersifat mikroskopis, hanya sebagian kecil yang bersifat makroskopis dan memiliki tubuh buah.

Jamur yang paling banyak ditemukan yaitu dari family Polyporaceae sebanyak 6 jenis. Jenis-jenis famili Polyporaceae yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu Ganoderma sp., Tyromycetes Floriforme, Colitricia sp., Trametes corruguta, Polyporus arcularius, Trametes sp. Famili Polyporaceae banyak ditemukan di tempat-tempat lembab, hal ini sesui dengan pernyataan (Muhlisin, 2013) yakni sebagian besar anggota keluarga ini memiliki hymenium ( lapisan subur) dalam pori-pori vertikal dibawah payung, tetapi beberapa dari mereka memiliki insang seperti struktur pori-pori yang memanjang membentuk labirin. Sebagian besar anggota famili ini memiliki bubuk spora putih yang menyukai tempat-tempat yang lembab dengan naungan kanopi yang lebat.

Pengamatan dan pengambilan sampel yang dilakukan di Cagar Alam martelu purba didapatkan 1 jenis jamur dari genus Ganoderma yang merupakan famili Ganodermataceae. Jamur ini disebut dengan jamur kayu karena hidup melekat pada kayu. Jamur ini juga biasanya dikenal dengan jamur Lingshi. Namun, sayangnya jamur ini tidak dapat dikonsumsi seperti jamur makro pada umunya karena teksturnya yang keras namun dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran obat. Jamur Ganoderma dianggap mampu meningkatkan kekebalan tubuh manusia dari serangan penyakit, mampu menghambat pertumbuhan tumor, dan mampu meningkatkan stamina orang usia lanjut. Ganodermataceae disebut dengan jamur coklat atau merah. Badan buahnya berbentuk setengah lingkaran menyerupai kipas, besar dan keras, permukaannya licin dan mengkilat. Hidup pada kayu-kayu yang telah lapuk.


(33)

Berdasarkan pengamatan di lapangan, ditemukan 3 jenis jamur yang termasuk dalam famili Hymenochaetaceae yaitu: Coltricia sp, Inonotus tabacinus, dan Inonotus duostratotus. Tubuh buahnya menghasilkan basidio, yang membedakan mereka dari yang lain adalah tangkai buah dan tudung buah dengan hymenium di bawah bagian belakangnya, atau melekat di belakangnya dan berbentuk melengkung, lebih rata atau lebih seperti susbtrat atau tersusun, dengan hymenium di bagian luarnya (merunduk atau terbalik) dari ukuran kecil hingga ukuran sangat besar 2-2,5 centimeter, coklat kekuning-kuningan, atau coklat muda, atas coklat kemerahan, coklat tua atau kehitam-hitaman. Tubuh buahnya tumbuh di tanah atau di kayu yang sudah mati dan di kayu yang hidup (biasanya menyebabkan kayu menjadi lapuk dan memutih) (Watson dan Dallwitz, 2012).

Jamur yang ditemukan memiliki beberapa karakteristik fisik yang dapat dilihat secara langsung dari bentuk, ukuran, warna, tekstur, corak, maupun ciri khas, sehingga dapat diketahui jenisnya. Setiap jenis jamur dapat tumbuh dengan kesesuaian lingkungannya masing-masing. Berikut ini Tabel 2. yang menjelaskan tentang deskripsi jamur makroskopis yang ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara .


(34)

Tabel 2. Deskripsi Jamur Makroskopis di Cagar Alam Martelu Purba

Habitat Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu Purba

Sebagian besar jamur beracun tumbuh di serasah pohon hutan, ataupun di tanah hutan yang berasosiasi dengan akar pohon meranti. Meskipun, ada pula jenis jamur yang tumbuh menempel di batang pohon yang hidup atau mati, yang bersifat saprofit atau melapukan kayu. Berikut ini dijelaskan tentang kondisi tempat tumbuh jamur di Cagar Alam Martelu Purba pada Tabel 3.

No Nama Jenis

Ciri-ciri Warna

Tekstur Corak

Tangkai Tudung

1 Auricularia auricular

- Cokelat Gelatin Polos

2 Ganoderma sp. Cokelat gelap Coklat Halus Bergelombang 3 Tyromycetes floriformes

- Putih Halus Polos

4 Colitricia sp

- Kuning Kasar Radial

5 Vascellum sp

- Cokelat gelap Kasar Radial

6 Trametes corruguta Hitam

- Licin Polos

7 Cantharellus sp Orange Putih hingga krem Kasar Polos 8 Xylaria polymorpha Putih, krem Putih Halus Polos 9 Sarcoscypha coccinea. Putih Putih kekuningan Halus Polos 10 Polyporus arcularius Putih Putih Halus Polos 11 Trametes sp Putih

kecokelatan

Putih Agak

kasar

Radial, warna gelap di tengah 12 Lycoperdon sp


(35)

Tabel 3. Kondisi Tempat Tumbuh Jamur Beracun diCagar Alam Martelu Purba No Nama Spesies Habitat Intensitas Cahaya Kayu Tanah Pohon Hidup

1 Auricularia auricular - + - Sedikit 2 Ganoderma sp. + - - Banyak 3 Tyromycetes floriformes + - - Sedikit 4 Colitricia sp + - - Banyak 5 Vascellum sp + - - Sedikit 6 Trametes corruguta + - - Sedikit 7 Cantharellus sp + - - Cukup Banyak 8 Xylaria polymorpha + - - Cukup Banyak 9 Sarcoscypha coccinea. + - - Sedikit 10 Polyporus arcularius + - - Cukup Banyak 11 Trametes sp + - -

Sedikit 12 Lycoperdon sp + - - Sedikit Keterangan : + ditemukan jamur

- tidak ditemukan jamur

Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa kayu lapuk menjadi habitat yang dominan bagi kebanyakan spesies jamur makroskopis di areal penelitian. Pada penelitian ini ditemukan 11 spesies jamur makroskopis yang hidup pada kayu lapuk dan 1 spesies jamur makroskopis yang hidup hanya pada tumpukan serasah/tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asnah (2010) bahwa jamur makroskopis dapat tumbuh di banyak habitat dari Artik hingga tropis, dan beberapa jamur makroskopis menunjukkan habitat spesifik. Umumnya jamur makroskopis tumbuh di atas kayu lapuk, serasah/tanah, daun, dan kotoran hewan, serta ada juga yang tumbuh pada jamur yang telah membusuk. Dengan mengamati habitat jamur makroskopis tersebut, maka dapat diketahui peranannya bagi suatu


(36)

ekosistem hutan. Jamur makroskopis yang ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba pada umumnya merupakan spesies jamur pelapuk kayu dan serasah. Hal ini dikarenakan sebagian besar jamur makroskopis yang ditemukan dalam penelitian ini hidup pada kayu lapuk dan serasah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar spesies jamur makroskopis yang ditemukan berperan sebagai dekomposer dalam jaring-jaring makanan di ekosistem Cagar Alam Martelu Purba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suharna (1993) bahwa jamur berperan sebagai dekomposer bersama dengan bakteri dan beberapa spesies protozoa, sehingga banyak membantu proses dekomposisi bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan. Munir (2006) juga menyatakan bahwa kelompok jamur makroskopis merupakan kelompok utama organisme pendegradasi lignoselulosa, karena mampu menghasilkan enzim-enzim pendegradasi lignoselulosa seperti selulase, ligninase, dan hemiselulase. Beberapa spesies jamur makroskopis yang ditemukan di areal penelitian juga bersifat parasit bagi kayu/pohon yang masih hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan McKane dan Kandel (1996) bahwa beberapa spesies jamur makroskopis bersifat parasit bagi tumbuhan atau hewan.

Adapun jamur-jamur makroskopis yang ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba yaitu sebagai berikut :


(37)

Deskripsi Jamur beracun di Cagar Alam Martelu Purba

1. Tyromycetes floriformes

Badan buah bertumpuk, berdaging lembut, ketika masih segar berair, kaku ketika kering, tudung berukuran 4 cm, berbentuk cembung seperti petal, berambut berwarna putih hingga kekuningan, tidak memiliki tangkai.

Jamur ini merupakan salah satu jamur yang beracun atau tidak dapat dikonsumsi, karena mengandung senyawa yang dapat mematikan organism. Umumnya jamur ini memiliki bentuk seperti payung dengan tudung berbentuk setengah bola yang berwarna putih dan tangkai lurus berwarna putih serta dilengkapi dengan serabut halus disekeliling tangkai. Menurut saadatmand dan feriba (2011) bahwa amanita verosa memiliki kandungan racun yang cukup tinggi bernama Amatoxin. Amatoxin adalah racun yang sering mematikan, dan memiliki 90% kontribusi terhadap jamur-jamur beracun di dunia yang fatal bagi manusia.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Polyporaceae

Genus : Tyromyces

Species : Tyromyces floriformes Gambar 6. Tyromyces floriformes


(38)

Habitat

Dibawah pohon yang telah mati, terutama konofer yang sangat sedikit di jumpai di lapangan. Jenis jamur ini merupakan salah satu jamur yang beracun atau tidak dapat dikonsumsi, karena mengandung senyawa yang dapat mematikan organisme.

2. Colitricia sp

Badan buah bertudung dan cabang, biasanya teresterial, bagian tudungnya berukuran 1-5 cm, berbentuk setengah lingkaran, permukaan kering, berwarna kecoklatan, bagian cabang 1-5 cm, ketebalan cabang 1-4 cm, berwarna coklat kemerahan. Terlalu keras untuk dimakan.

Jamur ini hidup berkelompok, umumnya hidup di lumut kayu, jamur ini berkembang bila terlalu tidak terkena naungan dari pohon lainnya. Jamur ini terdapat disetiap musim, baik penghujan atau musim panas.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Polyporaceae

Genus : Colitricia

Species : Colitricia sp Gambar 7. Colitricia sp


(39)

Habitat

Soliter atau dalam koloni kecil, biasanya pada tanah atau lumut kayu.

3. Vascellum sp

Badan buah bagian atas biasanya berbentuk bulat, dengan dasar yang menyempit dan berkeriput, panjang 2-6 cm, luas 2-4 cm, biasanya berkembang biak, bagian basal steril, biasanya berwarna putih dan menjadi kecoklatan atau keunguan seiring bertambah usia.

Jamur ini sangat mudah di jumpai di Cagar Alam Martelu Purba, pada umumnya hidup dikayu yang sudah mati, perkembangan cukup relative, garis tepinya biasanya berwarna putih. Jamur ini hidup berkelompok, setiap kelompok dapat mencapai 10-15 jamur yang tumbuh di kayu mati tersebut.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Gasteromycetes Order : Lycoperdales Family : Lycoperdaceae Genus : Vascellum

Species : Vascellum sp Gambar 8. Vasellum sp.


(40)

4. Trametes corrugata

Tubuh buah sporophore tidak bertangkai (sessil) bentuk semi serkuler (dimidate) seperti kulit atau seperti gabus. Panjang pileus 15-18 cm, lebar 2-7 cm, permukaan licin, memiliki garis konsentris dan kerutan radial, berwarna coklat kemerahan bagian tepi putih, pucat, krem hingga coklat abu-abu, permukaan pori berwarna krem gelap.

Jamur ini sedikit yang dapat dijumpai di Cagar Alam Martelu Purba. Saat di lapangan jamur ini memiliki panjang ± 6 cm. berwarna kehitaman dan memiliki bintik-bintik putih ditubuhnya. Hidup ditempat kering atau pada kayu yang sudah mati.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Polyporaceae Genus : Trametes

Species : Trametes corruguta Gambar 9. Trametes corruguta

Habitat


(41)

5. Xylaria polymorpha

Tubuh buah berbentuk gada, berwarnaa hitam dengan tangkai (stipe) silindris. Meskipun dalam kondisi segar tubuh buahnya sangat keras. Jamur ini tidak menarik untuk dikonsumsi karena strukturnya yang sangat keras.

Jamur ini mempunyai struktur yang keras, hidup dikayu yang sudah mati. Jamur ini mudah ditemukan dilapangan, warnanya coklat kehitaman. Hidupnya berkelompok.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi Division : Ascomycota Class : Pyrenomycetes Order : Helotiales Family : Xylariaceae Genus : Xylaria

Species : Xylaria polymorpha Gambar 10. Xylaria polymorpha

Habitat

Hidup di kayu lapuk atau humus tanah yang banyak mengandung kayu. Hidup bersoliter atau berkelompok, jamur ini dapat hidup sepanjang tahun dan dapat hidup baik musim penghujan atau musim kering. Jamur ini juga banyak terdapat di Cagar Alam Martelu Purba, karena iklimnya cocok untuk perkembangbiakan jamur ini.


(42)

6. Polyporus arcularius

Diameter tudung 2-5 cm, bentuk cembung, umblicate, warna coklat, coklat abu-abu, tudung bersisik, bagian bawah tudung bertruktur tabung warna putih, tinggi tangkai 1-2,5 cm, warna coklat abu-abu, atau coklat kehitaman, tubuh seperti kulit.

Tudung pada umumnya bulat lingkaran dengan sempurna agak berbentuk corong atau berbentuk pinggan. Jamur ini banyak terdapat di Cagar Alam Martelu Purba. Berkembang bila musim penghujan.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Polyporaceae Genus : Polyporus

Species : Polyporus arcularius Gambar 11. Polyporus arcularius

Habitat


(43)

7. Lycoperdon sp

Carpaphore 1-5 cm, peridium (kulit) berwarna putih hingga coklat, ujung (apex) berwarna lebih gelap. Endoperidium berwarna kuning, membuka pada bagian apex. Edible saat muda.

Jamur ini biasanya hidup berkelompok, dan sangat mudah dijumpai di Cagar Alam Martelu Purba. Hidup dikayu mati/busuk. Setiap kelompok terdapat 6-10 jamur.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Gasteromycetes Order : Lycoperdales Family : Lycoperdaceae

Genus : Lycoperdon

Species : Lycoperdon sp Gambar 12 .Lycoperdon sp

Habitat

Hidup dikayu busuk, menyebar atau mengelompok. Jamur ini terdapat banyak dilapangan, terutama di Cagar Alam Martelu Purba tempat penelitian saya.


(44)

Jamur yang Dapat diKonsumsi Setelah diLakukan Identifikasi

8. Auricularia auricular

Jamur ini memiliki bentuk seperti telinga, tubuh buahnya kenyal ( mirip glatin) bila dalam keadaan segar, dan akan keras seperti tulang bila dalam keadaan kering. Umumnya jamur ini hidup ditanah. Warna jamur ini umumnya hitam atau coklat kehitaman akan tetapi adapula yang yang berwarna coklat tua. Jamur ini biasa hidup ditempat yang lembab, dan bila musim penghujan akan lebih banyak berkembang.

Tubuh buah dari jamur ini berukuran 6 hingga 10 cm, berbentuk seperti telinga, tidak betangkai atau bertangkai pendek, elastic, transparan, dalam keadaan segar berbentuk seperti glatin dan umumnyaa berwana coklat.

Klasifikasifikasi ilmiah : Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Tremellales Family : Cantharellaceae

Genus : Auricularia

Species : Auricularia auricular Gambar 13. Auricularia auricular


(45)

Habitat

Jamur ini hidup menempel di batang pohon yang telah tumbang. Jamur ini dapat tumbuh pada ketinggian 1520-1700 meter di atas permukaan laut. Biasanya jamur ini dapat tumbuh dengan naungan yang penuh, karena menempel pada batang pohon. Auricularia auricula tumbuh secara berkelompok atau clusters.

9. Ganoderma sp

Tubuh buah dari Ganodema sp berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai pendek, memiliki bentuk seperti kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun segar, dapat berubah menjadi kuning karat atau mengkilap, hitam keabu-abuan. Bagian tepi tubuh berwarna putih, atau abu-abu, bagian bawah tubuh berwarna putih atau berubah menjadi warna coklat bila digores atau luka.

Jamur ini banyak ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba, umumnya jamur ini tumbuh pada kayu lapuk, parasit pada pohon. Jamur ini memiliki struktur yang keras, memiliki bentuk unik seperti kipas.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales

Family : Polyporaceae Genus : Ganoderma


(46)

Habitat

Hidup dikayu lapuk, parasit pada pohon.

10. Cantharellus sp

Tudung 3-13 cm, biasanya berbentuk cembung ketika muda, tetapi menjadi rata pada saat dewasa, permukaannya licin, terkadang terdapat retakan berwarna orange keemasan atau kuning, tepi bergelombang, daging tipis dan kaku, cabang 2 10 cm, ketebalan 0,5-3 cm. dapat dimakan.

Jamur ini hidup berkelompok, dan umumnya hidup dikayu yang sudah mati. Dilapangan jamur ini biasa hidup di bawah naungan pohon meranti, dan sedikit terkena sinar matahari.

Klasifikassi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Cantharellaceae Genus : Cantharellus

Species : Cantharellus sp Gambar 15. Cantharellus sp.

Habitat


(47)

11. Sarcoscypha coccinea

Badan buah 2-5 cm dan makin membesar saat matang, berbentuk mangkuk, tepinya tidak berliku, fertil pada bagian bawah dan bagian atas permukaan (berwarna cerah ke orange) , bagian luar berwarna keputihan ditutupi oleh bulu, berdaging tipis, batang tidak ada.

Jamur ini biasa hidup berkoloni atau soliter pada kayu tumbang atau mati. Jamur ini memilki struktur lembut dalam keadaan segar dank keras bila dalam keadaan kering. Jamur ini mudah di jumpai di Cagar Alam Martelu Purba .

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Ascomycota Class : Pezizomycetes Order : Pezizales

Family : Sarcoscyphaceae Genus : Sarcoscypha

Species : Sarcoscypha coccinea Gambar 16. Sarcoscypha coccinea

Habitat

Hidup berkoloni ataupun soliter, pada bagian pohon tumbang atau bagian cabang.

12. Tremetes sp

Tubuh buah berbentuk setengah lingkaran, bagian tepi licin dan berwarna putih, memiliki garis konsentris, memiliki tangkai 0,5-1 cm, bagian bawah berwarna putih. Dapat dimakan tetapi terlebih dahulu direbus dengan suhu 62°C.


(48)

Jamur ini biasa hidup berkelompok, dan tidak bertangkai. Tubuh buahnya membentuk setengah lingkaran. Jamur ini tidak terlalu banyak terdapat di lapangan.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi

Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Polyporaceae

Genus : Tremetes

Species : Tremetes sp Gambar 17. Tremetes sp

Habitat.


(49)

Analisis Fitokimia Jamur Beracun yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba

Pengujian fitokimia dilakukan pada 12 jenis jamur yang telah dipilih berdasarkan jumlahnya yang dapat mencukupi sebagai bahan fitokimia dari Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Masing-masing contoh uji memiliki berat yang sesuai dengan kriteria pengujian agar dapat dilakukan pengujian tersebut. Menurut Kusumo et al.(2002) bahwa eksplorasi dan koleksi plasma nutfah disertai dengan menggali keterangan dari petani yang berkaitan dengan kriteria preferensi petani terhadap varietas tanaman yang bersangkutan. Di samping itu, benihnya harus sehat dan jumlahnya mencukupi.

Sebelum dilakukan skrining fitokimia, jamur-jamur tersebut telah diidentifikasi dan dikering udarakan hingga kadar airnya menjadi rendah. Pengeringan dilakukan untuk mempermudah penghalusan sampel jamur tersebut. Sampel yang telah dihaluskan, dapat dicampurkan dengan pereaksi-pereaksi kimia untuk mendapatkan kandungan fitokimianya. Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam jamur tersebut. Senyawa-senyawa tersebut meliputi Alkaloid, Flavonoid, Steroid-Terpenoid, dan Saponin. Pengujian dilakukan pada masing-masing spesies jamur . Jamur yang mengandung senyawa tersebut, ditandai dengan adanya minimal dua pereaksi yang bernilai positif. Pada pengujian saponin hanya digunakan satu pereaksi.


(50)

Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu Purba

Nama Lokal

Nama Sample

Fenolik Terpen/steroid Akaloid Saponin

FeCl3 CeSO4 Boucharolat Dragendorf Mayer Wagner Aqua

Auricularia auricular - + - +++ - - - Jamur

Merah

Ganoderma sp. - ++++ - +++ - - -

Tyromycetes Floriformes - + - ++++ - - -

Colitricia sp - - - + - - -

Vascellum sp - +++ ++ ++ ++ - ++

Trametes corruguta - +++ - +++ - - -

Cantharellus sp - +++ - ++ - - -

Xylaria polymorpha - ++ - ++++ - - -

Sarcoscypha coccinea. - ++ - ++++ - - ++

Jamur kincir

Polyporus arcularius - + - +++ - - -

Trametes sp - ++ - + - - ++

Lycoperdon sp - ++ +++ +++ - ++ -

Ket : Lieberman burchard : h2so4 (p) + ch3cooh anhidrat + : cukup reaktif terhadap pereaksi Bouchardad : kl + aquades + iodium ++ : cukup reaktif terhadap pereaksi Wagner :kl + aquadet + iodium +++ : reaktif terhadap pereaksi

Meyer : hgcl2 + aquadest +kl ++++ : reaktif terhadap pereaksi Dragendorff : bino3 + hno3 + kl + aquadest +++++ : sangat reaktif terhadap pereaksi


(51)

Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil uji fenolik dengan pereaksi FeCl3 menunjukkan bahwa tidak ada jenis yang mengandung senyawa fenolik dalam pengujian jamut tersebut.

Berdasarkan pengujian steroida dan terpenoida yang telah dilakukan, diketahui menunjukkan bahwa 11 jenis jamur mengandung senyawa terpen kecuali untuk jenis jamur colitricia sp. Senyawa terpen yang paling banyak terkandung dalam jamur Ganoderma sp (jamur merah). Umumnya kandungan steroida berperan sebagai pelindung dan penolak serangga. Menurut Fauzia (2010) bahwa jika terdapat dalam tumbuhan, maka beberapa senyawa ini akan dapat berperan menjadi pelindung. Senyawa ini tidak hanya bekerja menolak beberapa serangga tetapi juga menarik beberapa serangga lain, sedangkan terpenoida dapat menolak beberapa serangga pada tanaman melalui ekstraksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budianto dan Tukiran (2012) yang mengatakan bahwa senyawa triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat repellent (penolak serangga), sehinga sering dimanfaatkan sebagai insektisida.

Pengujian senyawa Alkaloid dengan menggunakan pereaksi Boucharolat, Dragendorf, Mayer, Wagner. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua jenis mengandung senyawa alkaloid. Kandungan senyawa Alkaloida berperan sebagai penurun aktivitas makan pada organisme (antifeedant). Hal ini membuktikan bahwa 12 jenis jamur ini dapat dijadikan sebagai anti hama. Menurut Taofik (2010) yang menyatakan bahwa salah satu alkaloid yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi nikotina ini dampak fisiologinya cukup besar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada dosis yang tinggi,


(52)

dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan nikotina dalam dosis rendah dapat berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom.

Hasil pengujian saponin dengan pereaksi aqua menunjukkan bahwa terdapat kandungan saponin terdapat pada jenis jamur, Vascellum sp, Sarcoscypha coccinea, Trametes sp. Kandungan senyawa saponin berperan sebagai penghancur sel-sel darah merah pada organisme, sehingga dapat dijadikan sebagai racun bagi organisme. Menurut Claus (1961) bahwa senyawa saponin dikarakteristikan dengan pembentukan solusi koloidal di dalam air yang berbusa ketika dikocok. Senyawa ini mengandung rasa yang lebih pahit, aroma yang tajam, dan berisikan racun-racun yang biasanya menyebabkan bersin dan iritasi pada selaput membran. Saponin dapat menghancurkan sel-sel darah merah melalui hemolisis dan dapat berperan sebagai racun pada hewan-hewan yang berdarah dingin, terutama digunakan sebagai racun ikan.

Kandungan Senyawa Fitokimia dan Pengaruhnya terhadap Organisme 1. Alkaloid ( Bouchharolat, Dragendorf, Meyer, Wagner )

Menurut Arbiastutie dan Muflihati (2008) bahwa alkaloid merupakan golongan zat metabolit sekunder terbesar. Alkaloid biasanya tak berwarna dan diidentikkan dengan rasa pahit di lidah, seringkali beracun bagi manusia dan mempunyai banyak kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga digumakan luas dalam pengobatan.

Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai


(53)

kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Beberapa alkaloid diketahui beracun terhadap organisme lain (Cahyadi, 2009).

Struktur dari alkaloid beranekaragam, mulai dari alkaloid berstruktur sederhana sampai yang rumit. Salah satu alkaloid yang mempunyai struktur paling sederhana adalah nikotina, tetapi nikotina ini dampak fisiologinya cukup besar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada dosis tinggi dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan nikotina dalam dosis rendah berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom. Jika dosis ini dilanjutkan, maka nikotina

dapat menekan sistem syaraf sehingga aktifitas syaraf menjadi di bawah normal (Taofik, 2010). Nikotin merupakan racun syaraf yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga sehingga efektif untuk mengendalikan hama pengisap juga serangga seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali jamur (fungisida) (Dinas Pertanian TPH Kabupaten Grobogan, 2012).

Pengujian senyawa Alkaloid dengan menggunakan pereaksi boucharolat, dragendorf, mayer, wagner. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua jenis mengandung senyawa alkaloid. Kandungan senyawa Alkaloida berperan sebagai penurun aktivitas makan pada organisme (antifeedant). Hal ini membuktikan bahwa 12 jenis jamur ini dapat dijadikan sebagai anti hama. Menurut Taofik (2010) yang menyatakan bahwa salah satu alkaloid yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi nikotina ini dampak fisiologinya cukup besar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada dosis yang tinggi, dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan nikotina dalam dosis rendah dapat berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom.


(54)

Gambar 18. Struktur inti Alkaloida (Fauzia, 2010)

2. Terpenoid dan Steroid ( CeSO4 )

Terpenoid biasanya terdapat dalam daun dan buah, seperti apel dan pir yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan (Euphorbia, Hevea dan lain-lain). Triterpenoid tertentu dikenal karena rasanya, terutama kepahitannya (Taofik, 2010). Terganggunya sistem syaraf dan sistem metabolisme ulat grayak disebabkan oleh adanya senyawa triterpenoid pada Ekstrak Kloroform kulit batang Bakau Merah (EKBM). Senyawa triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat repellent (penolak serangga), sehinga sering dimanfaatkan sebagai insektisida (Budianto dan Tukiran, 2012).

Steroid adalah senyawa organik bahan alam yang dihasilkan oleh organisme melalui metabolit sekunder, senyawa ini banyak ditemukan pada jaringan hewan dan tumbuhan. Asal usul biogenetic dari steroid mengikuti reaksi-reaksi pokok yang sama, dengan demikian maka golongan senyawa ini memiliki kerangka dasar yang sama. Senyawa steroid terdapat dalam setiap makhluk hidup. Steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan disebut fitosterol, sedangkan yang ditemukan dalam jaringan hewan disebut kolesterol. Beberapa senyawa ini jika terdapat dalam tumbuhan akan dapat berperan menjadi pelindung. Senyawa ini tidak hanya bekerja menolak beberapa serangga tetapi juga menarik beberapa serangga lain (Fauzia, 2010).


(55)

Gambar 19. Struktur inti senyawa Steroida (Fauzia, 2010)

a.Skualena b. Ursana

Gambar 20. Senyawa Terpenoid (Fauzia, 2010)

3. Flavonoid

Fauzia (2010) menyatakan flavonoid tertentu mengandung komponen aktif untuk mengobati gangguan fungsi hati dan kemungkinan sebagai antimikroba dan antivirus, sedangkan senyawa steroid jika terdapat pada tumbuhan kemungkinan berperan sebagai pelindung.

Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buhan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting


(56)

dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Lenny, 2006).

Gambar 21. Struktur inti senyawa Flavonoid (Fauzia, 2010)

4. Saponin

Kandungan senyawa saponin berperan sebagai penghancur sel-sel darah merah pada organisme, sehingga dapat dijadikan sebagai racun bagi organisme. Menurut Claus (1961) bahwa senyawa saponin dikarakteristikan dengan pembentukan solusi koloidal di dalam air yang berbusa ketika dikocok. Senyawa ini mengandung rasa yang lebih pahit, aroma yang tajam, dan berisikan racun-racun yang biasanya menyebabkan bersin dan iritasi pada selaput membran. Saponin dapat menghancurkan sel-sel darah merah melalui hemolisis dan dapat berperan sebagai racun pada hewan-hewan yang berdarah dingin, terutama digunakan sebagai racun ikan.

Saponin adalah suatu kelas gabungan senyawa kimia atau salah satu senyawa metabolit sekunder yang ditemukan dari sumber alami dan dari berbagai macam spesies tanaman. Secara spesifik, saponin merupakan glikosida amphiatik dengan struktur seperti busa sabun yang dihasilkan bila dikocok pada larutan


(57)

berair dan strukturnya terdiri dari satu atau lebih glikosida hidrofilik dikombinasikan dengan derivat triterpene lipofilik (Cahyadi, 2009).

Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga. Dua jenis saponin yang dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid. Aglikonnya disebut Sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam asam atau menggunakan enzim. Saponin mempunyai rasa pahit, dapat mengadsorbsi Ca dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Berdasarkan identifikasi dengan spektrum UV Visibel dan FTIR menunjukkan bahwa senyawa saponin mengandung gugus hidroksil, ester, eter, karboksil dan ikatan rangkap tak terkonjugasi (Fauzia, 2010). Saponin dikarakteristikan dengan pembentukan solusi koloidal di dalam air yang berbusa ketika dikocok. Saponin mengandung rasa yang lebih pahit, aroma yang tajam, dan racun-racun yang berisikan zat-zat yang biasanya menyebabkan bersin dan lainnya menyebabkan iritasi ke selaput membran. Senyawa saponin menghancurkan sel-sel darah merah melalui hemolisis dan umumnya beracun, terutama pada hewan-hewan yang berdarah dingin, banyak yang telah digunakan sebagai racun ikan (Claus, 1961).


(58)

Gambar 22. Struktur inti senyawa Saponin (Fauzia, 2010)

Senyawa-senyawa tersebut dapat bersifat toksik pada kadar tertentu. Hal ini dapat menyebabkan kematian terhadap hewan percobaan yaitu larva Artemia salina Leach. Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid, terpenoid, saponin dan flavonoid dalam buah pare yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan larva mati (Cahyadi, 2009).


(59)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jamur yang ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba berjumlah 12 jenis, yaitu Auricularia auricular, Ganoderma sp., Tyromycetes Floriformes, Colitricia sp, Vascellum sp,, Trametes corruguta, Cantharellus sp, Xylaria polymorpha, Sarcoscypha coccinea., Polyporus arcularius, Trametes sp, Lycoperdon sp.

2. Jenis jamur Vascellum sp memiliki potensi untuk dibudidayakan di sekitar Cagar Alam Martelu Purba, karena memiliki kelimpahan jenis yang cukup tinggi dan kesesuaian kondisi lingkungan dengan pertumbuhannya.

3. Ada 11 jenis yang mengandung steroida dan terpenoida yaitu Auricularia auricular, Ganoderma sp., Tyromycetes Floriformes, Vascellum sp,, Trametes corruguta, Cantharellus sp, Xylaria polymorpha, Sarcoscypha coccinea., Polyporus arcularius, Trametes sp, Lycoperdon sp. Semua jenis jamur mengandung Alkaloid dan tidak mengandung fenolik. Dan pada uji saponin terdapat 3 jenis jamur yaitu Vascellum sp, Sarcoscypha coccinea, Trametes sp.

Saran

Setelah ditemukannya jenis-jenis jamur beracun dan tidak beracun ini, semoga dapat menambahkan informasi tentang keberadaan jamur di Cagar Alam Martelu Purba. Serta perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan jamur makroskopis yang ada di Cagar Alam Martelu Purba tersebut terutama jamur yang tidak teridentifikasi. Pengujian lanjutan mengenai skrining


(60)

organisme perlu dilakukan agar diketahui kandungan lainnya, serta pengaruhnya terhadap beberapa organisme


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus, J. Constantine. Dan Charles.W. Mims.1979. Introductiory Micology.John Wiley and Sons. New York.

Arif, Astuti, Musrizal M., Tutik K., dan Vitri H. 2008. Isolasi dan Identifikasi Jamur Kayu dari Hutan Pendidikan dan Latihan Tabo-tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Jurnal Perennial, 3(2) : 49-54.

Asnah. 2010. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.Tesis Program Studi Magister Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas sumatera utara, 15-16

Budianto, Faris dan Tukiran 2012. Bioinsektisida dari tumbuhan bahau merah (Rhizhopora stylosa. Griff) (rhizhoporaaceae). UNESA Journal Of Chemistry.

Claus, E.P 1961. Pharmacognosy. Copyright © Fourth Edition. Lea & Febiger. Philadelphia.

Departemen Kehutanan. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan. P.67/Menhut-II/2006.


(62)

Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi, Edisi Kedua. Penerbit Alumni. Bandung.

El Shirazi, D.S. 2010. Mengenal dan Mengidentifikasi Jamur Liar (Wild-Mushroom) di TWA Sorong (Edisi 8 2010).

Fauzia, L. M. 2010. Isolasi Senyawa Aktif dan Uji Toksitas Ekstrak Heksana Daun Pecut Kuda. (Stachytharpheta Jamaicensis L. Vahl).

Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Gartz, Jochen. 1927. Magic Mushrooms Around the World. Lis Publications. Los Angeles, CA.

Hall, Ian R., Steven L. S., Peter K.B., Wang Yun, Anthony L.J.C. 2003. Edible and Poisonous Mushrooms of The World. Timber Press. Portland and Cambridge.

Huffman, D.M., L.H. Tiffany, G. Knaphus, dan R.A. Healy. 2008. Mushrooms and Other Fungi of the Midcontinental. University of lowa Press- Second Edition.


(63)

Kusumo, Surachmat, Maharani H., Sugiono M., Machmud T., Subandriyo, Atmadja H., Agus N., dan Husni K. 2002. Pedoman Pembentukan Komisi Daerah dan Pengelolaan Plasma Nutfah. Departemen Pertanian Balitbang Pertanian Komnas Plasma Nutfah.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, halaman : 14.

Mahardika, B. P. 2008. Klasifikasi jamur ke dalam kelas dapat dikonsumsi atau beracun menggunakan algoritma vfi 5 (studi kasus : famili agaricus dan lepiota). Laporan akhir Departemen ilmu komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor.

McKane, L. dan J. Kandel. 1996. Microbiology: Essentials and Applications. McGraw-Hill. New York.

Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Mikrobiologi FMIPA USU. USU Repository. Medan.


(64)

Suharna, N. 1993. Keberadaan Basidiomycetes di Cagar Alam Bantimurung, Karaenta dan Sekitarnya, Maros, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH 1993. Balitbang Mikrobiologi, Puslitbang Biologi- LIPI. Bogor.

Suriawiria, U. 1986. Pengantar untuk Mengenal dan Menanam Jamur. Penerbit Angkasa. Bandung.

Tambunan, Bedyaman dan Dodi Nandika, 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Perusak Biologis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Taofik, M. Yulianti E ., dan Barizi A. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Air Daun Paitan. ( Thitonia diversifolia ) Sebagian Bahan Insektisida Botani untuk Pengendali Hama Tungau Eriophyidae. Alchemy, vol.2, no. 1 Oktober 2010. Halaman : 104-157.

Tarigan, Juliati, Cut F.Z., dan Herlince S. 2008. Skrining Fitokimia Tumbuhan yang Digunakan oleh Pedagang Jamu Gendong untuk Merawat Kulit Wajah di Kecamatan Medan Baru. Jurnal Biologi Sumatera ISSN 1907-5537, halaman : 1– 6.


(65)

(1)

organisme perlu dilakukan agar diketahui kandungan lainnya, serta pengaruhnya terhadap beberapa organisme


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus, J. Constantine. Dan Charles.W. Mims.1979. Introductiory Micology.John Wiley and Sons. New York.

Arif, Astuti, Musrizal M., Tutik K., dan Vitri H. 2008. Isolasi dan Identifikasi Jamur Kayu dari Hutan Pendidikan dan Latihan Tabo-tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Jurnal Perennial, 3(2) : 49-54.

Asnah. 2010. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara.Tesis Program Studi Magister Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas sumatera utara, 15-16

Budianto, Faris dan Tukiran 2012. Bioinsektisida dari tumbuhan bahau merah (Rhizhopora stylosa. Griff) (rhizhoporaaceae). UNESA Journal Of Chemistry.

Claus, E.P 1961. Pharmacognosy. Copyright © Fourth Edition. Lea & Febiger. Philadelphia.

Departemen Kehutanan. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan. P.67/Menhut-II/2006.


(3)

Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi, Edisi Kedua. Penerbit Alumni. Bandung.

El Shirazi, D.S. 2010. Mengenal dan Mengidentifikasi Jamur Liar (Wild-Mushroom) di TWA Sorong (Edisi 8 2010).

Fauzia, L. M. 2010. Isolasi Senyawa Aktif dan Uji Toksitas Ekstrak Heksana Daun Pecut Kuda. (Stachytharpheta Jamaicensis L. Vahl).

Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Gartz, Jochen. 1927. Magic Mushrooms Around the World. Lis Publications. Los Angeles, CA.

Hall, Ian R., Steven L. S., Peter K.B., Wang Yun, Anthony L.J.C. 2003. Edible and Poisonous Mushrooms of The World. Timber Press. Portland and Cambridge.

Huffman, D.M., L.H. Tiffany, G. Knaphus, dan R.A. Healy. 2008. Mushrooms and Other Fungi of the Midcontinental. University of lowa Press- Second Edition.


(4)

Kusumo, Surachmat, Maharani H., Sugiono M., Machmud T., Subandriyo, Atmadja H., Agus N., dan Husni K. 2002. Pedoman Pembentukan Komisi Daerah dan Pengelolaan Plasma Nutfah. Departemen Pertanian Balitbang Pertanian Komnas Plasma Nutfah.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, halaman : 14.

Mahardika, B. P. 2008. Klasifikasi jamur ke dalam kelas dapat dikonsumsi atau beracun menggunakan algoritma vfi 5 (studi kasus : famili agaricus dan lepiota). Laporan akhir Departemen ilmu komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor.

McKane, L. dan J. Kandel. 1996. Microbiology: Essentials and Applications. McGraw-Hill. New York.

Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Mikrobiologi FMIPA USU. USU Repository. Medan.


(5)

Suharna, N. 1993. Keberadaan Basidiomycetes di Cagar Alam Bantimurung, Karaenta dan Sekitarnya, Maros, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH 1993. Balitbang Mikrobiologi, Puslitbang Biologi- LIPI. Bogor.

Suriawiria, U. 1986. Pengantar untuk Mengenal dan Menanam Jamur. Penerbit Angkasa. Bandung.

Tambunan, Bedyaman dan Dodi Nandika, 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Perusak Biologis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Taofik, M. Yulianti E ., dan Barizi A. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Air Daun Paitan. ( Thitonia diversifolia ) Sebagian Bahan Insektisida Botani untuk Pengendali Hama Tungau Eriophyidae. Alchemy, vol.2, no. 1 Oktober 2010. Halaman : 104-157.

Tarigan, Juliati, Cut F.Z., dan Herlince S. 2008. Skrining Fitokimia Tumbuhan yang Digunakan oleh Pedagang Jamu Gendong untuk Merawat Kulit Wajah di Kecamatan Medan Baru. Jurnal Biologi Sumatera ISSN 1907-5537, halaman : 1– 6.


(6)