Ekotaksonomi Tumbuhan Paku Di Taman Wisata Alam Sicikeh-Cikeh Kabupaten Dairi Sumatera Utara

(1)

EKOTAKSONOMI TUMBUHAN PAKU DI TAMAN WISATA

ALAM SICIKEH-CIKEH KABUPATEN DAIRI

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

I C H L A S

077030013/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

EKOTAKSONOMI TUMBUHAN PAKU DI TAMAN WISATA

ALAM SICIKEH-CIKEH KABUPATEN DAIRI

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

I C H L A S

077030013/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : EKOTAKSONOMI TUMBUHAN PAKU DI TAMAN WISATA ALAM SICIKEH-CIKEH KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Ichlas Nomor Pokok : 077030013 Program Studi : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc) (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Ketua Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 31 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

2. Prof. Dr. Ing Ternala. A. Barus, M.Sc 3. Dr. Delvian, SP, MP


(5)

PERNYATAAN

EKOTAKSONOMI TUMBUHAN PAKU DI TAMAN WISATA

ALAM SICIKEH-CIKEH KABUPATEN DAIRI

SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2009


(6)

ABSTRAK

Penelitian ekotaksonomi tumbuhan paku telah dilaksanakan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April 2009 sampai dengan Juni 2009. Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan Metode Purposive Sampling. dan dalam pengambilan data digunakan

Metode Kuadrat pada tiga lokasi berbeda (jalur yang berada di ketiga danau) dengan

ukuran petak 5 m x 5 m. Dari penelitian ini ditemukan 21 jenis paku-pakuan, 1 diantaranya epifit yaitu Asplenium nidus L. Dan 20 jenis teresterial yaitu Selliquea

lima (V. A. V. R), Gleichenia linearis Brum., Oleanra pistillaris (SW) C. Chr., Ctenopteris tenuisecta (BL) J. Sm., Humata repens (L. Fil) Diels., Phymatopteris triloba (Houtt) Piehi., Ctenopteris contigula (Fort) Holtt., Lycopodium plegmaria L., Vittaria sp., Hymenophyllum productum Kunze., Davallia denticulate (Brum) Mett., Ctenopteris mollicoma Ness & BL., Polypodium percifolium Desv., Christella

sp., Cyatheaceae recumutata Copel., Neprolepis sp., Elapoglossum robinsonii Holt,

Leucostegia pallida (Mett) Copel., Selaginella wildenowii (Desv) Backer., Drynaria

sp. INP tertinggi pada lokasi I adalah Gleichenia linearis Burm. sebesar 50,50%, pada lokasi II adalah Hymenophyllum productum Kunze. sebesar 28,72% dan pada lokasi III adalah Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. sebesar 48,06%.


(7)

ABSTRACT

The research of ecotaxonomy of pteridophyta has conducted during April 2009 until june 2009 at Nature Park Ecotourism of Sicikeh-cikeh, KAB. Dairi North of Sumatera. Research location determined by using Purposive Sampling Method. While in order to collect the data is use Quardrat Method in three different locations (the line ara locatied in all of the lake). Each line divided by 15 plots, and each lot has 5 m x 5 m in size. The research found that, there are 21 type of pteridophyta, one of them is epiphytic Asplenium nidus L. and the other 20 type are teresterial type that is Selliquea lima (V. A. V. R) Hollt., Gleichenia linearis Brum., Oleanra pistillaris

(SW) C. Chr., Ctenopteris tenuisecta (BL) J. Sm., Humata repens (L. Fil) Diels.,

Phymatopteris triloba (Houtt) Piehi., Ctenopteris contigula (Fort) Holtt., Lycopodium plegmaria L., Vittaria sp., Hymenophyllum productum Kunze., Davallia denticulate (Brum) Mett., Ctenopteris mollicoma Ness & BL., Polypodium percifolium Desv., Christella sp., Cyatheaceae recumutata Copel., Neprolepis sp., Elapoglossum robinsonii Hollt., Leucostegia pallida (Mett) Copel., Selaginella wildenowii (Desv) Backer., Drynaria sp. INP is highest at location I is Gleichenia linearis Brum. equal to 50,50%, at location II is Hymenophyllum productum Kunze. equal to 28,27% and at location III is Selliquea lima (V. A. V. R) Hollt. equal to 48,06%.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat dan ridho-NYA berupa pengetahuan, kesehatan dan waktu sehingga hasil tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini berjudul “Ekotaksonomi Tumbuhan Paku di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi Sumatera Utara” dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc dan Dr. Delvian, SP, MP sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan pelaksanaan penelitian ini.

2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan izin penulis mengikuti perkuliahan di Program Magister Biologi.

3. Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberi beasiswa kepada penulis.

4. Kepada Balai Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam Sumatera Utara yang telah memberikan izin lokasi penelitian.

5. Kepala SMP Negeri 2 Bahorok Kabupaten Langkat dan SMA Nurani Belawan yang telah memberikan dukungan bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian ini.


(9)

6. Dra. Sri Mulyani, MBA yang telah memberikan dukungannya.

7. Istri (Drg. Rini Hayati) yang dengan sabar memberikan motivasi dan doa hingga akhir penulisan tesis ini.

8. Teman-teman Ekologi 2007 dan mahasiswa S1 Andini Sahputri, Mahya dan Kasbih serta adik-adik yang tergabung dalam asisten Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, FMIPA Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu dan memberikan semangat sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Medan, Agustus 2009 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Ichlas dilahirkan pada tanggal 20 November 1962 di Belawan Kota Madya Medan. Anak dari pasangan Ayahanda H. M. Nuh Nasution (Alm) dan Ibu Hj. Masniara Lubis (Alm) sebagai anak keempat dari lima bersaudara.

Tahun 1974 penulis lulus dari SD Negeri 7 Belawan, tahun 1979 lulus SMP Swasta Nurani Belawan dan tahun 1982 lulus dari SMA Negeri Labuhan Deli di Kota Madya Medan. Pada tahun 1989 lulus dari IKIP Negeri Medan Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Biologi Strata I. Pada tahun 1992 guru di SMA Panca Budi Medan dan guru di SMA Medan Putri Medan. Tahun 1998 diangkat menjadi CPNS di SMP Negeri 2 Bahorok Kabupaten Langkat bertugas sampai saat ini. Tahun 1999 guru di SMA Nurani Belawan Kodya Medan sampai saat ini. Tahun 2007 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister (S2) di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan Beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Keanekaragaman Tumbuhan... 5

2.2Ciri-ciri Khas Tumbuhan Paku ... 5

2.3Asal Daerah Persebaran Tumbuhan Paku ... 6

2.4Ekologi Tumbuhan Paku... 7

2.5Botani Sistematika Tumbuhan Paku ... 8

2.6Distribusi Tumbuhan Paku... 11

2.7Manfaat Tumbuhan Paku ... 13

2.8Hutan ... 14

III.BAHAN DAN METODE ... 15

3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

a. Letak dan Luas Lokasi Penelitian ... 15

b. Iklim dan Hidrologi ... 16

c. Topografi dan Geologi ... 16

d. Flora ... 16

e. Fauna ... 17

3.2Alat dan Bahan ... 17

3.3Metode Penelitian... 18

3.3.1 Di Lapangan ... 18

3.3.2 Di Laboratorium... 19

3.4Analisis Data ... 20


(12)

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

4.1Komposisi Jenis Tumbuhan Paku-pakuan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi ... 23

4.2Distribusi Jenis Tumbuhan Paku-pakuan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi ... 26

4.3Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis Tumbuhan Paku-pakuan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi ... 31

4.4Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E’) pada Ketiga Lokasi Penelitian... 40

4.5Indeks Kesamaan (IS) ... 42

4.6Kunci Identifikasi Tumbuhan Paku-Pakuan di TWA Sicikeh-cikeh ... 44

4.7Deskripsi Jenis Paku-pakuan... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 67

5.1Kesimpulan ... 67

5.2Saran... 68


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Jenis Tumbuhan Paku-pakuan yang Diperoleh pada Ketiga Lokasi Penelitian di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh... 24 2. Distribusi Jenis Tumbuhan Paku-pakuan yang Terdapat di Taman

Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi ... 27 3. Data Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting Jenis

Tumbuhan Paku-pakuan pada Lokasi Penelitian I di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh ... 32 4. Kerapatan, Frekuensi, dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan

Paku-pakuan pada Lokasi Penelitian II di Taman Wisata Alam

Sicikeh-cikeh... 34 5. Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan

Paku-pakuan pada Lokasi Penelitian III di Taman Wisata Alam

Sicikeh-cikeh... 37 6. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada

Ketiga Lokasi Penelitian di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh

Kabupaten Dairi ... 40 7. Data Indeks Kesamaan (IS) pada Ketiga Lokasi Penelitian


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Cara Pengambilan Sampel Tanah ... 19

2. Asplenium nidus L. ... 46

3. Ctenopteris tenuisecta (BL) J.SM. ... 47

4. Ctenopteris contigula (Fort) Holtt. ... 48

5. Ctenopteris mollicoma Ness & BL. ... 49

6. Christella sp ... 50

7. Cyatheaceae recumutata Copel. ... 51

8. Davalia denticulate (Brum) Mett... 52

9. Drynaria sp ... 53

10. Elapoglossum robinsonii Hollt. ... 54

11. Gleichenia linearis Brum di Habitatnya. ... 55

12. Humata repens (L. Fil) Diels. ... 56

13. Hymenophyllum productum Kunze... 57

14. Lycopodium plegmaria L. ... 58

15. Leucostegia pallida (Mett) Copel. ... 59

16. Neprolepis sp ... 60

17. Oleanra pistillaris (SW) C. Chr. ... 61

18. Phimatopteris triloba (Houtt) Piehi. ... 62

19. Selaginella wildenowii (Desv) Backer. ... 63

20. Selliquena lima (V. A. V. R) ... 64

21. Polypodium percifolium Desv... 65


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Peta Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh... 74 2. Peta Ketiga Danau yang terdapat di Taman Wisata Alam

Sicikeh-Cikeh... 75 3. Tabel Pengamatan Paku-pakuan di TWA Sicikeh-cikeh ... 76 4. Data Faktor Fisik Lingkungan ... 79 5. Contoh Perhitungan K, KR, F, FR, INP, H’, E, IS dan Indeks

Similaritas ... 82 6. Foto-Foto Penelitian... 84 7. Hasil Identifikasi Spesimen... 87


(16)

ABSTRAK

Penelitian ekotaksonomi tumbuhan paku telah dilaksanakan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April 2009 sampai dengan Juni 2009. Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan Metode Purposive Sampling. dan dalam pengambilan data digunakan

Metode Kuadrat pada tiga lokasi berbeda (jalur yang berada di ketiga danau) dengan

ukuran petak 5 m x 5 m. Dari penelitian ini ditemukan 21 jenis paku-pakuan, 1 diantaranya epifit yaitu Asplenium nidus L. Dan 20 jenis teresterial yaitu Selliquea

lima (V. A. V. R), Gleichenia linearis Brum., Oleanra pistillaris (SW) C. Chr., Ctenopteris tenuisecta (BL) J. Sm., Humata repens (L. Fil) Diels., Phymatopteris triloba (Houtt) Piehi., Ctenopteris contigula (Fort) Holtt., Lycopodium plegmaria L., Vittaria sp., Hymenophyllum productum Kunze., Davallia denticulate (Brum) Mett., Ctenopteris mollicoma Ness & BL., Polypodium percifolium Desv., Christella

sp., Cyatheaceae recumutata Copel., Neprolepis sp., Elapoglossum robinsonii Holt,

Leucostegia pallida (Mett) Copel., Selaginella wildenowii (Desv) Backer., Drynaria

sp. INP tertinggi pada lokasi I adalah Gleichenia linearis Burm. sebesar 50,50%, pada lokasi II adalah Hymenophyllum productum Kunze. sebesar 28,72% dan pada lokasi III adalah Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. sebesar 48,06%.


(17)

ABSTRACT

The research of ecotaxonomy of pteridophyta has conducted during April 2009 until june 2009 at Nature Park Ecotourism of Sicikeh-cikeh, KAB. Dairi North of Sumatera. Research location determined by using Purposive Sampling Method. While in order to collect the data is use Quardrat Method in three different locations (the line ara locatied in all of the lake). Each line divided by 15 plots, and each lot has 5 m x 5 m in size. The research found that, there are 21 type of pteridophyta, one of them is epiphytic Asplenium nidus L. and the other 20 type are teresterial type that is Selliquea lima (V. A. V. R) Hollt., Gleichenia linearis Brum., Oleanra pistillaris

(SW) C. Chr., Ctenopteris tenuisecta (BL) J. Sm., Humata repens (L. Fil) Diels.,

Phymatopteris triloba (Houtt) Piehi., Ctenopteris contigula (Fort) Holtt., Lycopodium plegmaria L., Vittaria sp., Hymenophyllum productum Kunze., Davallia denticulate (Brum) Mett., Ctenopteris mollicoma Ness & BL., Polypodium percifolium Desv., Christella sp., Cyatheaceae recumutata Copel., Neprolepis sp., Elapoglossum robinsonii Hollt., Leucostegia pallida (Mett) Copel., Selaginella wildenowii (Desv) Backer., Drynaria sp. INP is highest at location I is Gleichenia linearis Brum. equal to 50,50%, at location II is Hymenophyllum productum Kunze. equal to 28,27% and at location III is Selliquea lima (V. A. V. R) Hollt. equal to 48,06%.


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Vegetasi yang ditinjau dalam penelitian ini adalah kelompok tumbuhan paku-pakuan (Pteridophyta). Menurut Tjitrosoepomo (1991), tumbuhan paku merupakan salah satu jenis tumbuhan yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dengan penyebaran yang luas. Menurut Holtum (1965), jumlah paku-pakuan yang ada di dunia tercatat sekitar 10.000 jenis yang tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis.

Di Jawa terdapat 515 jenis dan yang umum dibudidayakan ada sekitar 62 jenis. Setiap saat dapat dilihat dalam pameran-pameran tanaman hias ataupun dalam koleksi seseorang, yang dikoleksi umumnya adalah kultivarnya saja (Rismunandar dan Ekowati, 1991).

Tumbuhan paku merupakan tumbuhan kormophyta berspora yang dapat hidup di mana saja (kosmopolitan). Kelimpahan dan penyebarannya sangat tinggi terutama di daerah hujan tropis dan banyak terdapat di hutan pegunungan (Ewusie, 1990).

Paku-pakuan memiliki potensi yang beranekaragam, diantaranya sebagai tanaman hias, makanan, sarana karangan bunga bahkan dapat sebagai kerajinan tangan seperti pot dan asbak rokok. Tumbuhan ini juga mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, terutama pada keindahannya dan sebagai tanaman hortikultura yang sering dimanfaatkan sebagai tanaman hias, diantaranya suplir (Adiantum


(19)

sedangkan yang sering dimanfaatkan sebagai makanan berupa sayuran adalah jenis paku burung (Pterioptalkis silikmat).

Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh memiliki potensi sebagai perlindungan tumbuhan, di samping memiliki sumberdaya alam yang kaya akan populasi tumbuhan yang berpotensi sebagai tanaman hias (Rismita, et.al dalam LIPI, 2003). Penelitian tentang keanekaragaman jenis tumbuhan paku di kawasan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh belum pernah dilakukan. Informasi tentang tumbuhan paku yang berpotensi sebagai tanaman hias pada kawasan ini perlu diteliti dan dikembangkan, sehingga dapat dijadikan sebagai tanaman yang bernilai ekonomi.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Ekotaksonomi Tumbuhan Paku di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh, Kabupaten Dairi Sumatera Utara”.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keanekaragaman jenis tumbuhan paku-pakuan yang ditemukan di TWA Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi, Sumatera Utara?

2. Bagaimana distribusi tumbuhan paku yang dominan di TWA Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi, Sumatera Utara?


(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui keanekaragaman jenis dari tumbuhan paku yang berada di TWA Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

2. Mengetahui distribusi tumbuhan paku yang dominan di TWA Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

3. Mengetahui kedudukan jenis-jenis tumbuhan paku dalam taksonomi tumbuhan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Melengkapi informasi dan data tentang berbagai jenis tumbuhan paku-pakuan di TWA Sicikeh-cikeh, serta usaha pelestariannya sebagai sumber plasma nutfah di Hutan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh dan umumnya di Hutan Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan informasi bagi para kolektor dan pemulia tumbuhan paku-pakuan untuk lebih mengenal spesies alam Indonesia dan untuk lebih termotivasi membudidayakannya, sehingga diharapkan agar populasinya dapat dipertahankan.

3. Sebagai sumber informasi bagi Dinas Kehutanan dan masyarakat dalam pengelolaan dan konservasi tumbuhan paku, sehingga penyelamatan


(21)

kepunahan plasma nutfahnya segera dapat teratasi apalagi diduga kawasan tersebut merupakan habitat alami dari tumbuhan paku jenis baru yang status keberadaannya sudah mulai terancam.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keanekaragaman Tumbuhan

Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar atau Divisi Pteridophyta (pteris = bulu burung; phyta = tumbuhan), yang diterjemahkan secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan tumbuhan berkormus, sebab paku mempunyai campuran sifat dan bentuk antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi (Raven et al., 1992).

Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati yang utama di dunia. Walaupun luasnya hanya meliputi 1,3% permukaan bumi namun kawasan ini mengandung berbagai jenis makhluk hidup. Ditinjau dari keanekaragaman tumbuhan ditemukan 225-300 jenis bakteri dan alga biru, 4.280-12.000 jenis jamur (Fungi), 1.000-18.000 jenis ganggang (Alga), 1500 jenis lumut (Bryophyta), 1.250-1.500 jenis paku-pakuan (Pteridophyta), 100 jenis Gymnospermae dan 2500-30.000 jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae) dengan 100-150 suku tumbuhan (Hasairin

et al, 1997).

2.2. Ciri-ciri Khas Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku merupakan suatu divisi tumbuhan kormus, artinya tumbuhnya dengan nyata dapat dibedakan atas akar, batang dan daun. Namun demikian, tumbuhan paku belum menghasilkan biji. Alat perkembangbiakan


(23)

tumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu ahli taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua kelompok yaitu Cryptogamae dan Phanerogamae (Tjitrosoepomo, 1991).

Menurut Rismunandar dan Ekowati (1991), Pteridophyta disebut dengan nama Tracheopyta yang berarti tumbuhan yang berjaringan pembuluh. Jaringan pembuluh ini terdiri atas 2 yaitu:

a. Pembuluh kayu (xylem)

Berfungsi mengangkut air dan garam-garam tanah dari akar kebagian atas hingga daun.

b. Pembuluh tapis (floem)

Berfungsi mengangkat hasil asimilasi dari daun keseluruh bagian organ termasuk akar.

Tumbuhan Tracheophyta mengadakan perkawinan dengan menghasilkan spora dan dapat tumbuh menjadi tumbuhan paku. Ciri-ciri khas dari paku-pakuan adalah:

a. Membentuk sporangia yang sangat besar jumlahnya. b. Sporangia dibentuk di bagian bawah sporofil.

c. Sperma masuk kedalam telur arkegonium dengan persaingan langsung.

2.3. Asal Daerah Persebaran Tumbuhan Paku

Menurut Tjitrosomo et al., (1983), Pteridophyta hidup tersebar luas dari tropika yang lembab sampai melampaui lingkaran Arktika. Jumlah yang


(24)

teramat besar dijumpai di hutan-hutan hujan tropika dan juga tumbuh dengan subur di daerah beriklim sedang, di hutan-hutan, padang rumput yang lembab, sepanjang sisi jalan dan sungai.

Jones dan Luchsinger (1986) melaporkan di muka bumi ini terdapat 13.000 jenis Pteridophyta. Di kawasan Malesiana yang terdiri dari hampir sebagian besar kepulauan Indonesia, Philipina, Guinea, dan Australia Utara diperkirakan terdapat 4000 jenis paku yang mayoritasnya Filicinae (Whitten dan Whitten, 1995). Menurut Loveless (1999), paku diwakili oleh kurang dari 10.000 jenis yang hidup, tetapi karena ukurannya yang besar dan penampilannya yang khas, tumbuhan paku merupakan komponen vegetasi yang menonjol.

Melihat cara tumbuhnya, tumbuhan paku hidup di alam, ada yang menempel di batang pohon atau tumbuh di tanah. Masing-masing jenis atau kelompok tumbuhan paku memiliki lingkungannya sendiri, pada lingkungan sejuk, terlindung, terkena panas sinar matahari langsung (Sastrapradja et al., 1985).

2.4. Ekologi Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga tidak jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah lembab, di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan bahkan banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas tanah. Jenis-jenis paku epifit yang berbeda, juga akan berbeda kebutuhannya terhadap


(25)

cahaya. Ada yang menyenangi tempat terlindung dan ada sebagian pada tempat tertutup (Wiesner (1907), Went (1940) dalam Hasar dan Kaban, (1997)).

Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari (Holtum, 1986).

Paku yang menyenangi sinar matahari “sun-fern” selain ada yang membentuk belukar dan ada juga yang memanjat. Sebagian kecil “sun-fern” tumbuh di tempat yang benar-benar terbuka. Namun demikan memerlukan juga lindungan dari sinar matahari. Sehingga sering ditemukan tumbuh di antara tumbuhan lain, tidak terisolasi. Paku yang berbentuk belukar membuat sendiri naungannya dengan cara membuat rimbunan yang terdiri dari daun-daunan (Richard, 1952).

2.5. Botani Sistematika Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis dan ukuran spora yang dihasilkan, sifat anulus, letak sporangium, dan sorusnya pada daun. Divisi Pteridophyta dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Psilophytinae, Equisetinae, Lycopodinae dan Filicinae.


(26)

a. Kelas Psilophytinae (Paku purba)

Anggota paku kelas ini telah lama punah. Oleh karena itu orang sering menyebutnya dengan nama paku purba.

Contoh: Psilotum nudum

b. Kelas Equisetinae (Paku ekor kuda)

Seperti halnya kelas Psilophytinae sebagian besar anggota paku ekor kuda juga sudah banyak yang punah. Umumnya paku ekor kuda memiliki batang berupa rhyzoma. Cabang-cabang batangnya beruas-ruas. Pada ujung cahang batang sering ditemukan badan bulat disebut elatern. Badan ini merupakan penghasil spora.

Contoh: Equisetum debile dan Equisetutn arvense c. Kelas Lycopodinae (Paku rambut atau Paku kawat)

Kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu: 1) Ordo Selaginellales

Family : Selaginellaceae

Spesies : Selagenella weldonowi 2) Ordo Lycopodiales

Family : Lycopodiaceae


(27)

d. Kelas Filicinae (Paku sejati)

Paku kelompok ini paling banyak anggota spesiesnya. Habitatnya di darat, air dan ada pula yang hidup menumpang pada tumbuhan lain sebagai epifit. Kelas ini mencakup beberapa sub kelas, yaitu:

1) Sub kelas Eusporangiatae Ordo : Marattiales

Family : Marattiaceae

Spesies : Christensenia aescul 2) Sub kelas Hydropterides

Semua anggota sub kelas ini hidup di air. Jadi, termasuk tumbuhan hidrofit. Dibagi atas dua family, yaitu:

Family : Salviniaceae Spesies : Salvinia natans Family : Marciliaceae Spesies : Marcillea crenata

Sub kelas Leptosporangiatae Family : Schyzaeceae

Spesies : Lygodiun circinatum Family: Hymenophillaceae

Spesies : Hymenophillum austrate Family : Cyatheaccae


(28)

Family : Gleicheinaceae

Spesies : Gleichenia linearis (Paku resam) Family : Davalliaceae

Spesies : Dava irichoinonuies Family : Aspleniaceae

Spesies : Asplenium nidus (Paku sarang burung) Family : Pteridaceae

Spesies : Adiantum peruvianum (Suplir gunung) Family : Polypodiaceae

Spesies : Draymoglosum phaseolides (Sisik naga) Family : Acrostichaceae

Spesies : Platycerurn bifurcatum (Tanduk rusa)

(Tjitrosoepomo, 1991).

2.6. Distribusi Tumbuhan Paku

Hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur dan penampilan yang berbeda. Zona-zona vegetasi tersebut dapat dikenali di semua gunung di daerah tropis meskipun tidak ditentukan oleh ketinggian saja. Di dataran rendah, semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung yang tinggi atau di bagian yang tengah suatu jajaran pegunungan, zona itu lebih luas (Mackinnon, 2000). Namun dengan naiknya ketinggian tempat, pohon-pohon semakin pendek, kelimpahan epifit serta tumbuhan pemanjat berubah (Anwar et al., 1984).


(29)

Umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak daripada di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh (Sastrapradja et al., 1980).

Pada daerah tropis dan subtropis, tumbuhan paku-pakuan berada di tempat-tempat yang lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai, di pegunungan, di lereng-lereng yang terjal hingga dekat kawah gunung berapi bahkan sampai di sungai-sungai. Melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup beragam, ada yang menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung. Masing-masing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri (Sastrapradja & Afriastini, 1985).

Menurut Faizah (2002), suhu udara, suhu tanah dan intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman Chaytea spp di hutan Tongkoh kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara.

Di lokasi terbuka beberapa epifit berhasil tumbuh di tanah. Namun di hutan mereka sangat tergantung pada inangnya, untuk tempat hidup bukan sebagai sumber makanan. Epifit tidak membutuhkan makanan organik dari tumbuhan lain. Epifit memainkan peranan yang penting dalam ekosistem hutan hujan sebagai habitat bagi beberapa hewan (Richard, 1952). Menurut LIPI (1980), menyatakan bahwa paku epifit ikut membantu dalam mempertahankan kelembaban lapisan vegetasi dasar karena mampu beradaptasi terhadap kekeringan.


(30)

Vegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada ketinggian yang berbeda-beda. Suhu menurun secara teratur sejalan dengan ketinggian yang meningkat (Ewusie, 1990). Selanjutnya Anwar et al., (1984), menyatakan bahwa laju penurunan suhu umumnya sekitar 0,6°C setiap penambahan ketinggian sebesar 100 m. Tetapi hal ini berbeda-beda tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya.

2.7. Manfaat Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku banyak ragamnya. Banyak diantaranya yang mempunyai bentuk yang menarik sehingga bagus untuk dijadikan sebagai tanaman hias. Selain sebagai tanaman hias, paku dapat pula dimanfaatkan sebagai sayuran berupa pucuk-pucuk paku. Dari segi obat-obatan tradisional, paku pun tidak luput dari kehidupan manusia. Ada jenis-jenis yang daunnya dipakai untuk ramuan obat, ada pula yang rhizomanya. Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras, diperuntukkan untuk berbagai keperluan. Tidak jarang sebagai tiang rumah, paku dipakai untuk pengganti kayu, batang paku diukir untuk dijadikan patung-patung yang dapat ditempatkan di taman. Kadang-kadang dipotong-potong untuk tempat bunga, misalnya tanaman anggrek (Sastrapradja dan Afriastini, 1979).

Sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia terutama sebagai bahan makanan (sayuran). Dewasa ini pemanfaatannya berkembang sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk organik dan tumbuhan obat (Amoroso, 1990).


(31)

Nilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya dan sebagai tanaman hortikultura beberapa jenis Lycopodinae yang suka panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap yang digunakan dalam pembuatan karangan bunga, sedang sporanya kecil-kecil yang mudah terbakar karena kandungannya akan minyak, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan kilat panggung (Polunin, 1990).

2.8. Hutan

Hutan merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup pada suatu tempat di mana terdapat hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Salah satu sumberdaya alam yang perlu dikelola sebaik mungkin adalah hutan, sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari baik oleh generasi masa kini maupun masa mendatang. Hal ini mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan manusia, diantaranya sumber makanan, sumber air untuk mengatur tata air serta mencegah erosi dan banjir. Di samping dapat memberi konstribusi pada bidang pariwisata, hutan juga memberi arti yang sangat besar di bidang pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan (Departemen kehutanan, 1989).

Hutan ditempati oleh berbagai jenis tumbuhan diantaranya adalah paku-pakuan yang telah tersebar di seluruh dunia, tetapi terbanyak di daerah tropik lembab juga dipelihara secara ekstensif di kebun-kebun dan kamar kaca karena daunnya yang sangat menarik. Kebanyakan tumbuhan paku memiliki perawakan yang khas, hingga tidak mudah keliru dengan tumbuhan yang lain (Loveless, 1989).


(32)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan April 2009 sampai dengan Juni 2009 di hutan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh, Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

a. Letak dan Luas Lokasi Penelitian

Hutan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh, Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi terletak di Propinsi Sumatera Utara dengan luas areal 575 ha. Secara geografis kawasan ini terletak pada 02º 35´ LU dan 98º 20´–98º 30´ BT. Dusun Pancur Nauli berbatasan langsung dengan kawasan hutan Sicikeh-cikeh yang terdiri atas tiga jenis status kawasan hutan, yaitu Hutan Adat, Hutan Lindung Adian Tinjoan seluas 19.000 ha dan TWA Sicikeh-cikeh. Lokasi penelitian Hutan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh berjarak kira-kira 170 km dari Kota Medan (Lampiran 1). Secara administrasi TWA Sicikeh-cikeh terletak pada:

Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan. Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Pancur Nauli.


(33)

b. Iklim dan Hidrologi

Berdasarkan klasifikasi Schmidt Fergusson, TWA Sicikeh-cikeh termasuk kedalam tipe B dengan curah hujan rata-rata/tahun 2000 – 2500 mm, di mana musim hujan tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Mei, sedangkan pada musim kemarau terjadi pada bulan Juni – September. Suhu maksimum 14-30 oC dengan kelembaban rata-rata berkisar 90-100% (Asmarni, 2006).

Kawasan TWA Sicikeh-cikeh mempunyai sumber mata air yang tetap berupa danau dan sungai. Terdapat 4 (empat) danau yang terdiri dari 3 (tiga) danau besar dan 1 satu danau kecil. Terdapat 2 sungai permanen yaitu Sungai Lae Prada dan Lae Pandaro. Salah satu aliran air untuk mengaliri ladang penduduk (BKSDA I SUMUT, 2003).

c. Topografi dan Geologi

Keadaan topografi Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh pada umumnya datar, sebagian bergelombang sedang dan ringan dengan ketinggian antara 1500-2000 m dpl. Keadaan geologi dan tanah terdiri dari bahan induk batuan beku dan vulkanik dengan jenis tanah podsolik kecoklat-coklatan kelabu (BKSDA I SUMUT, 2003).

d. Flora

Keragaman tumbuhannya sangat tinggi, dari tumbuhan tingkat rendah hingga tumbuhan tingkat tinggi. Pada umumnya terdiri dari pohon berdaun lebar dan berjarum antara lain: sampinur bunga (Podocarpus sp.), haundolok (Eugynia sp.), kemenyan (Styrax benzoyn), hoting (Quercus spp.), medang (Dehaasia oblanceel), meang (Palaquim spp.). Selain populasi yang masih relatif cukup baik, bagian


(34)

penutup tanah banyak dijumpai tumbuhan yang berbunga indah antara lain

Nepenthes, berbagai jenis herba, paku-pakuan, rotan liana dan sebagainya (BKSDA I

SUMUT, 2003).

e. Fauna

Jenis-jenis fauna yang ada seperti beruang madu (Heilartus malayanus), harimau (Pantera tigris sumatrana), rusa (Cervus unicolor), owa (Hylobates moloch), babi hutan (Sus victatus), kucing hutan (Felix bagalensis), kambing hutan (Capricornis sumatraensis), ayam hutan (Gallus-gallus), dan berbagai jenis burung antara lain Poksai jambul putih (Garrulax leocphus), murai batu (Monticola

solitarius), kutilang (Pycnonothus aurigaster), enggang (Aceros sp.) dan itik air

(Anas supersiliosa) (BKSDA I SUMUT, 2003).

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat penelitian yang digunakan antara lain: buku identifikasi jenis paku-pakuan, peta lokasi, kompas, GPS, kamera digital, gunting, parang, meteran, penggaris besi 30 cm, alat tulis, lakban, hygrometer, termometer, lux meter, soil tester, soil pH.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alkohol 70%, aquades, kantong plastik ukuran 40 x 50 cm, kertas koran, kertas label, karton tebal/ kardus, label gantung, tali plastik, pasak, goni.


(35)

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Di Lapangan

Metode penelitian menggunakan metode Purposive Sampling. Untuk mengetahui keberadaan spesies di dalam komunitas, maka dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan metode kuadrat. Metode kuadrat ini adalah suatu teknik analisis vegetasi dengan menggunakan plot atau petak contoh yang pada umumnya berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang dengan ukuran tertentu sesuai dengan kurva spesies minimum area dengan cara kerja sebagai berikut:

1. Penentuan daerah sampel pada hutan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh ditentukan langsung dengan terlebih dahulu dieksplorasi untuk mengetahui keberadaan tumbuhan paku.

2. Menentukan jumlah plot yang digunakan sehingga dapat mewakili daerah penelitian dengan cara menempatkan plot pada sepanjang jalur perjalanan (track) kiri dan kanan ke tiga danau, penarikan plot 5 m x 5 m sebanyak 15 plot sehingga jumlah keseluruhan ada 45 plot.

3. Data lapangan diambil dengan mencatat sifat fisik kimia lingkungan, diantaranya suhu tanah diukur dengan soil thermometer, pH tanah diukur dengan soil tester, kelembaban udara diukur dengan sling, intensitas cahaya diukur dengan lux meter, dan kordinat tempat dengan menggunakan GPS pada lokasi penelitian.

4. Dilakukan identifikasi sifat-sifat morfologi paku di lapangan meliputi habitus, ukuran, daun serta menyangkut bentuk dan posisi spora.


(36)

5. Pembuatan spesimen herbarium kering di lapangan dan di laboratorium. 6. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara diagonal dengan menggunakan

bor tanah, dengan mengambil sampel tanah secukupnya antara kedalaman 1-20 cm (tergantung ketebalan serasah yang menutupi tanah tersebut). Dilakukan tiga kali pengulangan pada setiap stasiun pengamatan, seperti terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Cara Pengambilan Sampel Tanah

7. Untuk mendapatkan sifat fisik-kimia dan unsur hara makro dari substrat tanah tersebut diteliti lebih lanjut di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU.

3.3.2. Di Laboratorium

Analisis data hasil penelitian dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis deskriptif digunakan dalam mengidentifikasi tumbuhan paku seperti sifat morfologi, akar, batang, daun, dan sporanya. Penyediaan spesimen tumbuhan diperoleh dari koleksi hidup di lapangan yang akan diusahakan lengkap berupa spora, daun, batang, dan akar. Hal-hal yang lain perlu dicatat apabila hilang dalam pengawetan.


(37)

Setelah spesimen diawetkan, dilakukan identifikasi lanjutan di laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penentuan jenis dilakukan dengan mencocokkan spesimen dan ciri hasil identifikasi. Identifikasi jenis dilakukan dengan bantuan buku rujukan seperti Fern of Malaya in Colour (Piggot, 1964), Taxonomy of Vascular Plants (Lawrence, 1964), Fundamentals of Plants Sistematics (Radford, 1986), Botany of Degree Students (Dutta, 1968), Jenis Paku Indonesia (Sastrapradja dan Afriastini, 1979).

3.4. Analisis Data

Analisis data tumbuhan paku dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut:

1. Kerapatan

a. Kerapatan Jenis Dengan rumus:

K = Jumlah individu suatu jenis = ind/ha Luas petak contoh

b. Kerapatan Relatif KR Dengan rumus:

KR = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis


(38)

2. Frekuensi

a. Frekuensi suatu jenis Dengan rumus:

F = Jumlah sub petak ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh sub petak contoh b. Frekuensi relatif suatu jenis FR

Dengan rumus:

FR = F suatu jenis x 100% F seluruh jenis

3. Indeks Nilai Penting

Untuk mengetahui jenis tumbuhan paku yang dominan maka dihitung Indeks Nilai Penting (INP), dengan rumus: INP = KR + FR

4. Indeks Keanekaragaman

Kemudian untuk menghitung indeks Keanekaragaman (diversitas) dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wienner, sebagai berikut:

H’= - Dimana

ni = Jumlah individu satu jenis N = Jumlah individu seluruh jenis Ln = Log Natural (Log = 2,4 Ln)

Identifikasi indeks keanekaragaman jenis sebagai berikut: 1. Rendah, bila indeks keanekaragaman H’< 1

2. Sedang, bila indeks keanekaragaman 1 ≤ H’≤ 3 3. Tinggi, bila indeks keanekaragaman H’> 3


(39)

5. Indeks Similaritas

2C

IS= X 100 % A + B

Keterangan: A = Jumlah jenis yang terdapat pada lokasi A

B = Jumlah jenis yang terdapat pada lokasi B

C = Jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang dibandingkan

(Fachrul, 2007)

3.5. Analisis Taksonomi

1. Analisis jenis tumbuhan paku dibuat dalam kunci identifikasi agar dapat dikelompokkan berdasarkan pencirian untuk menunjukkan tingkatan dan kedudukannya dalam takson.


(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Komposisi Jenis Tumbuhan Paku-pakuan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi

Hasil penelitian tentang ekotaksonomi paku-pakuan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi yang dilakukan di tiga lokasi yaitu danau I, danau II dan danau III, menunjukkan bahwa pada ketiga lokasi penelitian terdapat 21 jenis paku-pakuan yang termasuk dalam 14 famili dan 19 genus seperti tercantum pada Tabel 1. Paku-paku tersebut dapat dikelompokkan kedalam 2 ordo yaitu Filicinales dan Selaginellales dengan 2 kelas yaitu Filicineae dan Lycopodineae.

Odum (1971), menyatakan bahwa tumbuhan paku merupakan tumbuhan kormophyta berspora yang dapat hidup di mana saja (kosmopolitan). Tjitrosoepomo (2001), menyatakan bahwa paku termasuk satu divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan menjadi tiga bagian pokoknya yaitu akar, batang dan daun. Kelimpahan dan penyebaran tumbuhan paku sangat tinggi terutama di daerah tropis, paku banyak dijumpai di hutan pegunungan.

Ditinjau dari habitatnya paku-paku tersebut terdiri dari 1 jenis paku-paku epifit dan 20 jenis paku-paku teresterial yang tersebar pada tiga lokasi penelitian. Jumlah jenis tertinggi pada lokasi III terdapat 21 jenis paku-pakuan, yang terdiri dari 1 jenis epifit dan 20 jenis teresterial, pada lokasi II terdapat 20 jenis paku-pakuan yang terdiri dari 1 jenis epifit dan 19 jenis teresterial, pada lokasi III terdapat 18 jenis


(41)

yang terdiri dari 1 jenis epifit dan 17 jenis teresterial di mana Drynaria sp tidak ditemukan di lokasi I, dan II, sedangkan Leucostegia pallida dan Selagenella

wildenowii ada di lokasi II dan III (Desv) Backer (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis Tumbuhan Paku-pakuan yang Diperoleh pada Ketiga Lokasi Penelitian di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh

Lokasi

No Ordo Family Jenis

I II III

1 Filicinales Aspleniaceae Asplenium nidus L.* + + +

2 Chyateaceae Cyathea recommutata Copel.** + + +

3 Vittariaceae Vittaria sp.** + + +

4 Davalliaceae Davallia denticulata (Brum) Mett.** + + +

5 Humata rapens (l.Fil) Diesls.** + + + 6 Phymatopteris triloba (Houtt) Copel.** + + + 7 Gramminitidaceae Ctenopteris mollicuma Ness & Bl.** + + + 8 Ctenopteris tenuisecta (Bl.) J. Sm.** + + + 9 Ctenopteris contigula (Fort) Holt.** + + +

10 Gleicheniaceae Gleichenia linearis Burm.** + + +

11 Hymenophyllaceae Hymenophyllum productum Kunze.** + + +

12 Lomariopsidaceae Elapoglossum robinsonii Holtt.** + + +

13 Lycopodiaceae Lycopodium plegmaria L.** + + +

14 Neprolepidaceae Neprolepis sp.** + + +

15 Oleandraceae Oleandra pistillaris (SW) C. Chr.** + + +

16 Polypodiaceae Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt.** + + +

17 Polypodium percifolium Desv.** + + +

18 Theliptheridaceae Christella sp.** + + +

19 Davalliaceae Leucostegia pallida (Mett) Copel.** - + +

20 Polypodiaceae Drynaria sp.** - - +

21 Selaginellales Selaginellaceae Selagenella wildenowii (Desv) Backer.** - + + Keterangan:

Lokasi I : Danau I * : Epifit + : Ditemukan Lokasi II : Danau II ** : Teresterial _ : Tidak ditemukan Lokasi III : Danau III

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kelas Filicinae dengan ordo Filicinales memiliki jumlah jenis yang terbanyak yaitu 20 jenis. Menurut Tjitrosoepomo (2001),


(42)

tumbuhan tersebut paling banyak ditemukan pada daerah tropika, meliputi jenis-jenis paku dari yang terkecil (hanya beberapa mm) sampai yang terbesar (yang berupa pohon). Kelas Lycopodiinae dengan ordo Selaginellales hanya memiliki satu famili yaitu Selaginellaceae. Disebabkan karena tumbuhan ini bersifat heterospora, protaliumnya amat kecil jadi telah mengalami reduksi yang jauh sehingga menyebabkan jenis ini dominan membentuk suatu rumpun namun penyebaran sporanya yang luas karena berukuran kecil tidak dapat didukung oleh faktor fisik lingkungan tempat hidupnya jadi jumlahnya tidak melebihi jenis yang lain.

Menurut Sastrapradja dan Afriastini (1979), umumnya di daerah pegunungan tumbuhan paku akan banyak dijumpai dari pada daerah dataran rendah, hal ini disebabkan karena faktor fisik lingkungan yang berbeda. Namun ada beberapa jenis dari paku-pakuan yang memiliki penyebaran yang sempit.

Tingginya jumlah jenis paku-pakuan pada lokasi III kemungkinan disebabkan karena faktor lingkungan (faktor fisik) yang sesuai untuk kehidupan berbagai jenis paku. Pada lokasi III suhu udara rata-rata 22,67oC, suhu tanah rata-rata 23,67oC, pH tanah rata-rata 4,1, kelembaban udara rata-rata 71,27%, kedalaman serasah rata-rata 17,93 cm dan intensitas cahaya rata-rata 7053,33 Lux (Lampiran 4). Pada lokasi III naungan pohon sangat banyak, sehingga kelembaban udara lebih tinggi dan paku-pakuan cenderung hidup pada naungan pohon. Sementara pada lokasi II dengan pohon yang sudah berkurang, suhu udara rata-rata 20,27oC, suhu tanah rata-rata 19,80oC, pH tanah rata-rata 4,8, kelembaban udara rata-rata 70,53%, kedalaman serasah rata-rata 17,20 cm dan intensitas cahaya rata-rata 33926,67 Lux. Pada lokasi I


(43)

suhu udara rata-rata 20,40oC, suhu tanah rata-rata 22,77oC, pH tanah rata-rata 5,2, kelembaban udara rata-rata 87,13%, kedalaman serasah rata-rata 10,73 cm dan intensitas cahaya rata-rata 7206,67 Lux. Menurut Sastrapradja dan Afriastini (1979), umumnya pada daerah pegunungan jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah disebabkan karena kelembaban udara yang jauh lebih tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Hal ini sesuai dengan Anwar et. al (1984), menyatakan bahwa kelimpahan dari vegetasi di pegunungan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya ketinggian. Selanjutnya Kusrinawati (2005), bahwa dengan bertambahnya ketinggian maka jenis semakin berkurang tetapi diikuti dengan peningkatan jumlah individu.

4.2. Distribusi Jenis Tumbuhan Paku-pakuan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi

Distribusi jenis paku-pakuan yang terdapat di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh memiliki jumlah individu paling banyak berturut-turut adalah

Gleichenia linearis Burm. sebanyak 747 individu, diikuti oleh

Hymenophyllum productum Kunze. sebanyak 419 individu dan Elapoglossum robinsonii Holtt. sebanyak 214 individu pada lokasi I. Pada lokasi II jenis

paku-pakuan yang memiliki jumlah individu paling banyak berturut-turut adalah Hymenophyllum productum Kunze. sebanyak 469 individu diikuti oleh

Elapoglossum robinsonii Holtt. sebanyak 387 individu dan Lycopodium plegmaria L. sebanyak 228. Pada lokasi III jenis paku-pakuan memiliki


(44)

jumlah individu paling banyak adalah Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. sebesar 479 individu diikuti oleh Phymatopteris triloba (Houtt) Copel. sebanyak 129 individu dan Gleichenia linearis Burm. sebanyak 122 individu (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi Jenis Tumbuhan Paku-pakuan yang Terdapat di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi

Lokasi

No Jenis I

(ind/375m2)

II (ind/375m2)

III (ind/375m2)

Jlh

1 Elapoglossum robinsonii Holtt. 214 387 65 666

2 Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. 130 110 479 719

3 Gleichenia linearis Burm. 747 192 122 1061

4 Oleandra pistillaris (SW) C. Chr. 71 99 112 282

5 Ctenopteris tenuisecta (Bl.) J. Sm. 52 149 2 203

6 Humata rapens (l.Fil) Diesls. 99 121 75 295

7

Phymatopteris triloba (Houtt)

Copel. 79 19 129 227

8 Ctenopteris contigula (Fort) Holt. 39 40 56 135

9 Lycopodium plegmaria L. 21 228 27 276

10 Vittaria sp. 121 149 15 285

11

Hymenophyllum productum

Kunze. 419 469 79 967

12 Davallia denticulata (Brum) Mett. 17 7 2 26

13 Ctenopteris mollicuma Ness & Bl. 20 158 19 197

14 Polypodium percifolium Desv. 15 67 10 92

15 Christella sp. 10 21 4 35

16 Cyathea recommutata Copel. 4 106 10 120

17 Neprolepis sp. 3 2 22 27

18 Asplenium nidus L. 11 23 15 49

19 Leucostegia pallida (Mett) Copel. - 34 31 65

20

Selagenella wildenowii (Desv)

Backer. - 8 13 21

21 Drynaria sp. - - 5 5

Jumlah Jenis 18 20 21


(45)

Pada lokasi I jenis yang mendominasi adalah Gleichenia linearis Burm., Pada lokasi ini intensitas cahaya tinggi sebesar 108.100 lux meter (Lampiran 4.).

Gleichenia linearis Burm., dapat tumbuh baik pada kondisi lingkungan yang terbuka

dengan intensitas cahaya tinggi. Lawrence (1951) menyatakan bahwa jenis

Gleichenia linearis Burm., sering dijumpai pada lingkungan dengan intensitas cahaya

tinggi. Jenis ini tumbuhan paku-pakuan yang paling banyak dijumpai yang tersebar di seluruh dunia. Sastrapradja et al, (1980) menyatakan Gleichenia linearis Burm., akan cepat tumbuh pada lereng yang terbuka.

Hymenophyllum productum Kunze., (419 ind/375 m2) dan Elapoglossum

robinsonii Holtt. (214 ind/375 m2) menempati urutan ke-2 dan ke-3 dengan jumlah individu terbanyak pada lokasi I. ke dua jenis ini menyukai intensitas cahaya yang tinggi, dengan kelembaban udara yang rendah, faktor fisik sangat sesuai dengan ke dua jenis ini sehingga memiliki jumlah yang banyak. Selain itu kedua jenis ini memiliki penyebaran yang luas memungkinkan memiliki jumlah individu yang tinggi. Holtum (1986) menyatakan bahwa Hymenophyllum productum Kunze.,

Elapoglossum robinsonii Holtt. dan mempunyai jumlah terbesar di kawasan

malesiana yang sebagian besar tersebar di kepulauan Indonesia.

Drynaria sp, Leucostegia pallida, dan Selagenella wildonewi tidak ditemukan

pada lokasi I, hal ini karena ketiga jenis tersebut sangat menyukai kondisi lingkungan yang teduh dengan intensitas cahaya yang rendah. Pada lokasi I intensitas cahaya tinggi, sehingga ketiga jenis tersebut tidak dapat tumbuh pada lokasi I.


(46)

Pada lokasi II Hymenophyllum productum Kunze., memiliki jumlah terbanyak sebesar 469 ind/375 m2, jenis ini memiliki penyebaran yang luas dengan kemampuan hidup yang tinggi selain faktor fisik lingkungan yang sesuai kemampuan berinteraksi dengan lingkungan akan mempengaruhi jumlah individu suatu jenis pada suatu lokasi. Menurut Polunin (1990) Hymenophyllum productum Kunze., memiliki spora yang kecil dengan bantuan angin dapat menempuh jarak yang luas tanpa kehilangan kemampuan untuk mulai dengan kehidupan yang baru setelah memperoleh kondisi yang sesuai.

Elapoglossum robinsonii Holtt. (387 ind/375 m2) dan Lycopodium plegmaria L. (228 ind/375 m2) menempati urutan ke-2 dan ke-3 terbanyak pada lokasi II.

Elapoglossum robinsonii Holtt. Memiliki kemampuan bertahan hidup yang tinggi,

jenis ini juga dapat ditemukan pada lokasi terbuka dan sedikit teduh, begitu juga hal dengan Lycopodium plegmaria L. akan dapat tumbuh dengan baik dan membentuk rumpun yang banyak pada kondisi lingkungan yang sesuai. Holtum (1990) menyatakan Elapoglossum robinsonii Holtt. dan Lycopodium plegmaria L. ditemukan pada tempat-tempat teduh di hutan pegunungan.

Drynaria sp tidak ditemukan pada lokasi II karena pada lokasi ini suhu udara

sebesar 20,27oC (Lampiran 4) sangat rendah, rendahnya suhu udara menyebabkan tidak maksimalnya pertumbuhan jenis ini sehingga jenis ini tidak dapat bertahan hidup.

Pada lokasi III Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. (479 ind/375 m2) menempati urutan tertinggi. Menurut Anwar et al, (1984) Gleichenia linearis Burm.,dan


(47)

Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. dapat tumbuh membentuk belukar yang padat dan

tajam pada hutan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Kondisi lingkungan pada lokasi III sangat sesuai bagi jenis ini sehingga memiliki jumlah yang tinggi.

Phymatopteris triloba (Houtt) Copel. (129 ind/375 m2) Gleichenia linearis Burm., (122 ind/375 m2) menempati urutan ke-2 dan ke-3 tertinggi, kedua jenis ini adalah jenis yang paling sering dijumpai. Menurut Lawrance (1958) jenis

Phymatopteris triloba (Houtt) Copel., Gleichenia linearis Burm., merupakan jenis

paku-pakuan yang paling banyak jumlahnya yang tersebar di seluruh dunia. Menurut Ewusie (1990) menyatakan bahwa cahaya mempunyai peranan sangat penting untuk penyebaran dan orientasi tumbuhan yang merupakan faktor pembatas di dalam hutan tropika.

Menurut Foster (1967) lingkungan tempat tumbuh paku mencakup tanah untuk akarnya, sinar matahari yang sampai kedaun, hujan, angin, perubahan suhu, termasuk tumbuhan lain yang hidup di sebelahnya. Kondisi lingkungan di hutan yang tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar matahari yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan lebih terlindung dari panas. Hal ini dapat dilihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai pada hutan yang benar-benar tertutup. Oleh karena itu, pada beberapa jenis paku yang menyukai sinar matahari penuh akan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya tinggi, namun pada beberapa jenis paku yang tidak menyukai sinar matahari langsung akan memiliki


(48)

jumlah yang sedikit pada daerah dengan intensitas cahaya tinggi seperti jenis

Davallia denticulata (Brum) Mett, diikuti oleh Selaginela wildenowii (Desv) Backer.

dan Drynaria sp.

4.3. Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis Tumbuhan Paku-pakuan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi

Indeks Nilai Penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam suatu komunitas tumbuhan. Di mana indeks nilai penting itu didapat dari penjumlahan kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR). Dari ketiga lokasi penelitian mempunyai Indeks Nilai Penting yang berbeda-beda. Indeks Nilai Penting pada lokasi I dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku-pakuan pada Lokasi Penelitian I di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh

No Jenis Jlh Total

Ind/375m2 K(ind/ha)

KR (%) F

FR (%)

INP (%)

1 Elapoglossum robinsonii Holtt. 214 5706,67 10,33 1 16,67 26,99 2 Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. 130 3466,67 6,27 0,6 10,00 16,27 3 Gleichenia linearis Burm. 747 19920,00 36,05 0,87 14,44 50,50 4 Oleandra pistillaris (SW) C. Chr. 71 1893,33 3,43 0,13 2,22 5,65 5 Ctenopteris tenuisecta (BL) J. Sm. 52 1386,67 2,51 0,2 3,33 5,84 6 Humata rapens (l.Fil) Diesls. 99 2640,00 4,78 0,4 6,67 11,44 7 Phymatopteris triloba (Houtt.) Copel. 79 2106,67 3,81 0,8 13,33 17,15 8 Ctenopteris contigula (Fort) Holt. 39 1040,00 1,88 0,47 7,78 9,66 9 Lycopodium plegmaria L. 21 560,00 1,01 0,13 2,22 3,24 10 Vittaria sp. 121 3226,67 5,84 0,2 3,33 9,17 11 Hymenophyllum productum Kunze. 419 11173,33 20,22 0,4 6,67 26,89 12 Davallia denticulate (Brum) Mett. 17 453,33 0,82 0,2 3,33 4,15 13 Ctenopteris mollicuma Ness & Bl. 20 533,33 0,97 0,07 1,11 2,08 14 Polypodium percifolium Desv. 15 400,00 0,72 0,13 2,22 2,95


(49)

15 Christella sp. 10 266,67 0,48 0,07 1,11 1,59 16 Cyathea recommutata Copel. 4 106,67 0,19 0,13 2,22 2,42 17 Neprolepis sp. 3 80,00 0,14 0,07 1,11 1,26 18 Asplenium nidus L. 11 293,33 0,53 0,13 2,22 2,75

Jumlah 2072 55253,33 100 6,0 100 200

Pada Tabel 3 menjelaskan bahwa INP tertinggi pada lokasi I berturut-turut adalah Gleichenia linearis Burm. sebesar 50,50%, diikuti oleh Elapoglossum

robinsonii Holtt. sebesar 26,99%, dan Hymenophyllum productum Kunze. sebesar

26,89%. Sedangkan INP terendah adalah Neprolepis sp. sebesar 1,26%, diikuti oleh

Christella sp. sebesar 1,59% dan Ctenopteris mollicuma Ness & Bl. Sebesar 2,08%.

Tingginya INP pada jenis-jenis tersebut disebabkan banyaknya jumlah individu dari jumlah ini bila dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya yang terdapat pada lokasi penelitian dan seringkali jenis-jenis tersebut membentuk belukar yang cukup lebat. Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan oleh faktor fisik kima lingkungan, selain itu keadaan tanah yang sesuai sangat mendukung hidup dan berkembang tumbuhan paku (Lampiran 3). Menurut Sastrapradja et al (1980), Gleichenia linearis Burm. bersifat seperti alang-alang yang akan dengan cepat menutupi tempat-tempat yang terbuka.

INP terendah adalah Neprolepis sp. sebesar 1,26%, diikuti oleh Christella sp. sebesar 1,59% dan Ctenopteris mollicuma Ness & Bl. sebesar 2,08%. Tinggi rendahnya nilai KR pada jenis-jenis tersebut di atas menunjukkan keadaan


(50)

lingkungan yang berubah, meliputi suhu rata-rata 20,40oC, kelembaban yang tinggi sebesar rata-rata 87,13%, dan intensitas cahaya rata-rata 7206,67 Lux.

Menurut Darma dan Peneng, (2007) Neprolepis merupakan jenis terestrial terutama pada hutan-hutan basah di dataran rendah yang biasanya tumbuh berkelompok, pada tanah berbatu, tanah cadas, atau batu kapur yang merupakan tempat disukainya.

Suseno & Riswan dalam Sofyan (1991), menyatakan bahwa kerapatan tumbuhan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta tersedianya biji. Selain itu Neprolepis sp., Christella sp. dan

Ctenopteris mollicuma Ness & Bl. tidak menyukai sinar matahari langsung, pada

lokasi I intensitas cahaya sangat tinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain sehingga jenis-jenis tersebut tidak memiliki jumlah individu yang banyak pada lokasi I tersebut. Berbeda dengan lokasi II yang memiliki beberapa jenis yang tidak dijumpai padai lokasi I seperti Selagenella wildenowii yang tidak menyukai sinar matahari dengan intensitas yang tinggi (Tabel 4).


(51)

Tabel 4. Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku-pakuan pada Lokasi Penelitian II di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh

No Jenis Jlh Total

ind/375m2 K(ind/ha)

KR (%) F

FR (%)

INP (%)

1 Elapoglossum robinsonii Holtt. 387 10320 16,20 0,87 11,82 28,02 2 Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. 110 2933,33 4,60 0,27 3,64 8,24 3 Gleichenia linearis Burm. 192 5120 8,04 0,4 5,45 13,49 4 Oleandra pistillaris (SW) C. Chr. 99 2640 4,14 0,67 9,09 13,23 5 Ctenopteris tenuisecta (Bl.) J. Sm. 149 3973,33 6,24 0,4 5,45 11,69 6 Humata rapens (l.Fil) Diesls. 121 3226,67 5,06 0,47 6,36 11,43 7 Phymatopteris triloba (Houtt.) Copel. 19 506,67 0,80 0,2 2,73 3,52 8 Ctenopteris contigula (Fort) Holt. 40 1066,67 1,67 0,4 5,45 7,13 9 Lycopodium plegmaria L. 228 6080 9,54 0,47 6,36 15,91 10 Vittaria sp. 149 3973,33 6,24 0,67 9,09 15,33 11 Hymenophyllum productum Kunze. 469 12506,67 19,63 0,67 9,09 28,72 12 Davallia denticulate (Brum) Mett. 7 186,67 0,29 0,07 0,91 1,20 13 Ctenopteris mollicuma Ness & Bl. 158 4213,33 6,61 0,53 7,27 13,89 14 Polypodium percifolium Desv. 67 1786,67 2,80 0,27 3,64 6,44 15 Christella sp. 21 560 0,88 0,2 2,73 3,61 16 Cyathea recommutata Copel. 106 2826,67 4,44 0,4 5,45 9,89 17 Neprolepis sp. 2 53,33 0,08 0,07 0,91 0,99 18 Asplenium nidus L. 23 613,33 0,96 0,07 0,91 1,87 19 Leucostegia pallid (Mett) Copel. 34 906,67 1,42 0,07 0,91 2,33 20 Selagenella wildenowii (Desv) Backer. 8 213,33 0,33 0,2 2,73 3,06

Jumlah 2389 63706,67 100 7,33 100 200

Keterangan: K = Kerapatan KR= Kerapatan Relatif INP= Indeks Nilai Penting F = Frekuensi FR = Frekuensi Relatif

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa INP tertinggi pada lokasi II berturut-turut adalah Hymenophyllum productum Kunze. sebesar 28,72%, diikuti oleh

Elapoglossum robinsonii Holtt. sebesar 28,02% dan Lycopodium plegmaria L. Holtt.


(52)

diikuti oleh Davallia denticulatac (Brum) Mett. sebesar 1,20% dan Asplenium nidus L. Sebesar 1,87%.

Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa faktor, seperti: flora setempat, habitat (iklim, tanah dan lain lain), waktu dan kesempatan (Magurran, 1983). Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi dan kerapatan setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan (Soerianegara, 1998).

Hymenophyllum productum Kunze. Memiliki INP tertinggi pada lokasi II

karena jenis ini merupakan paku epifit. Di hutan hujan tropis paku epifit tumbuh melekat pada batang pohon, cabang, pada daun-daun pohon, belukar dan liana. Menurut Foster (1967) Hymenophyllum productum Kunze. adalah paku yang dapat hidup di tanah, namun karena pertumbuhannya ekstensif maka perlu mencari tumpangan pada pohon. Menurut Holtum (1968), penyebaran paku epifit tidak memperlihatkan zonasi yang jelas. Hal ini disebabkan karena paku epifit dapat beradaptasi secara morfologi terhadap fluktuasi kelembaban dan cahaya yang besar juga terhadap perubahan lingkungan. Di samping itu akar tumbuhan paku jenis

Hymenophyllum productum Kunze. diikuti oleh Elapoglossum robinsonii Holtt. dan Lycopodium plegmaria L. Holtt. ditemukan terlindung dengan berbagai cara sering

tumbuh dengan lumut. Pada suatu saat akar tumbuhan paku tersebut biasanya membentuk kumpulan dan mengumpulkan humus yang menyerap kelembaban


(53)

selama hujan dan pada malam hari menyerap embun. Berdasarkan hal tersebut wajar apabila jenis-jenis Hymenophyllum productum Kunze. diikuti oleh Elapoglossum

robinsonii Holtt. dan Lycopodium plegmaria L. Holtt. memiliki jumlah yang relatif

tinggi pada lokasi II.

Indeks Nilai Penting terendah adalah Neprolepis sp. diikuti oleh Davallia

denticulatac (Brum) Mett. dan Asplenium nidus L. jenis paku-pakuan tersebut

memiliki jumlah INP terendah pada lokasi II disebabkan oleh penyebaran yang tidak terlalu luas, selain itu kondisi faktor fisik lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan jenis paku-pakuan tersebut. Karena semakin ke lokasi penelitian III (Danau III) intensitas cahaya semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi sehingga ditemukan beberapa jenis yang sesuai pertumbuhannya pada kondisi ini (Tabel 5) dan jumlah INP dari beberapa jenis tumbuhan paku yang mendominasi pada lokasi penelitian I dan II mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (1999), frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis-jenis dalam suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas.


(54)

Tabel 5. Kerapatan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting Jenis Tumbuhan Paku-pakuan pada Lokasi Penelitian III di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh

No Jenis Jlh Total

ind/375m2 K(ind/ha)

KR (%) F

FR (%)

INP (%)

1 Elapoglossum robinsonii Holtt. 65 1733,33 5,03 0,73 12,09 17,12 2 Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. 479 12773,33 37,07 0,67 10,99 48,06 3 Gleichenia linearis Burm. 122 3253,33 9,44 0,67 10,99 20,43 4 Oleandra pistillaris (SW) C. Chr. 112 2986,67 8,67 0,4 6,59 15,26 5 Ctenopteris tenuisecta (Bl.) J. Sm. 2 53,33 0,15 0,07 1,10 1,25 6 Humata rapens (l.Fil) Diesls. 75 2000 5,80 0,27 4,40 10,20 7 Phymatopteris triloba (Houtt.) Copel. 129 3440 9,98 0,4 6,59 16,58 8 Ctenopteris contigula (Fort) Holt. 56 1493,33 4,33 0,53 8,79 13,13 9 Lycopodium plegmaria L. 27 720 2,09 0,33 5,49 7,58 10 Vittaria sp. 15 400 1,16 0,07 1,10 2,26 11 Hymenophyllum productum Kunze. 79 2106,67 6,11 0,27 4,40 10,51 12 Davallia denticulate (Brum) Mett. 2 53,33 0,15 0,07 1,10 1,25 13 Ctenopteris mollicuma Ness & Bl. 19 506,67 1,47 0,27 4,40 5,87 14 Polypodium percifolium Desv. 10 266,67 0,77 0,2 3,30 4,07 15 Christella sp. 4 106,67 0,31 0,13 2,20 2,51 16 Cyathea recommutata Copel. 10 266,67 0,77 0,13 2,20 2,97 17 Neprolepis sp. 22 586,67 1,70 0,27 4,40 6,10 18 Asplenium nidus L. 15 400 1,16 0,2 3,30 4,46 19 Leucostegia pallid (Mett) Copel. 31 826,67 2,40 0,2 3,30 5,70 20 Selagenella wildenowii (Desv) Backer. 13 346,67 1,01 0,13 2,20 3,20 21 Drynaria sp. 5 133,33 0,39 0,07 1,10 1,49

Jumlah 1292 34453,33 100 6,07 100 200

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada lokasi III berturut-turut adalah Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. sebesar 48,06%, diikuti oleh Gleichenia linearis Burm. sebesar 20,43% dan Elapoglossum robinsonii Holtt. sebesar 17,12%. Sedangkan INP terendah adalah Davallia denticulatac (Brum)


(55)

Mett. dan Ctenopteris tenuisectac Bl.) J. Sm. sebesar 1,25%, diikuti oleh Drynaria sp. sebesar 1,49% dan Christella sp. sebesar 2,51%.

Pertumbuhan tumbuhan paku dipengaruhi oleh faktor genetik selain itu dipengaruhi juga oleh interaksinya dengan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa jenis-jenis yang nilai INPnya tertinggi memiliki kemampuan berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan yang tinggi. Daniel et al., (1992), menambahkan bahwa pertumbuhan juga dipengaruhi oleh zat-zat organik yang tersedia, kelembaban, sinar matahari, tersedianya air dalam tanah dan proses fisiologi tumbuhan tersebut. Selanjutnya Loveles (1989), menambahkan bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung berkembang luas.

Gleichenia linearis Burm. memiliki jumlah yang banyak pada suatu lokasi

disebabkan karena kurangnya naungan pada lokasi ini. Menurut Anwar et al., (1984), paku resam Gleichenia dapat membentuk belukar yang padat dan tajam pada hutan pegunungan. Selain itu ukuran spora yang kecil dari Elapoglossum robinsonii Holtt. sangat menentukan besar penyebarannya pada suatu lokasi. Hal tersebut didukung pernyataan Polunin (1990) bahwa pemencaran spora yang berukuran kecil dengan bantuan angin dapat menempuh jarak ratusan mil tanpa kehilangan kemampuannya untuk mulai dengan kehidupan yang baru setelah memperoleh kondisi yang sesuai.

Menurut Sastrapradja et al., (1985), beberapa jenis dapat memberi arti yang jauh lebih penting dari jenis lainnya dalam suatu komonitas, pengaruh ini dapat mengubah suatu komunitas karena bersifat dominan dari jenis lainnya. Selanjutnya


(56)

Irwan (1997), menyatakan bahwa jenis yang mengendalikan suatu komunitas dapat ditentukan oleh keanekaragaman dan aspek struktur komunitas.

INP terendah adalah Davallia dentaculata (Brum) Mett, Ctenopteris

tenuisecta (BI) J. Sm. dan Drynaria sp. Jenis-jenis tersebut memiliki jumlah yang

rendah karena jenis-jenis tersebut memiliki penyebaran yang relatif rendah dan kemampuan beradaptasi yang rendah, selain itu keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan akan sangat berpengaruh terhadap keberadaan suatu jenis.

Drynaria sp menyukai tempat yang lembab, keadaan lingkungan yang basah

dengan intensitas cahaya yang rendah. Hal ini memungkinkan jenis ini tumbuh pada lokasi III di mana pada lokasi III ini rata-rata intensitas cahaya 7053,33 Lux dibandingkan lokasi I dan II yang memiliki rata-rata intensitas cahaya masing-masing 33926,67 Lux dan 7206,67 Lux.

4.4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada Ketiga Lokasi Penelitian

Dari hasil yang didapat pada masing-masing lokasi penelitian, diperoleh nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada Tabel 6.

Tabel 6. Indeks Keanekaragaman (H) dan Indeks Keseragaman (E) pada Ketiga Lokasi Penelitian di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi

lokasi H' E

I 2,06 0,71

II 2,53 0,84


(57)

Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Whiner (H’) untuk paku-pakuan pada lokasi I adalah 2,06, pada lokasi II adalah 2,53 dan pada lokasi III adalah 2,24. Menurut Fahcrul (2007), menyatakan bahwa kisaran dan pengelompokan indeks keanekaragaman yaitu keanekaragaman rendah apabila H’ lebih kecil dari 1, keanekaragaman sedang apabila H’ lebih kecil dari 3 dan lebih besar dari 1, dan keanekaragaman tinggi apabila H’ lebih besar dari 3.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman paku-pakuan teresterial maupun epifit di kawasan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh tergolong sedang. Odum (1996), menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies, maka semakin tinggi keanekaragamannya. Sebaliknya, bila nilainya kecil maka komunitas tersebut didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena satu komunitas walaupun banyak jenisnya, tetapi bila penyebaran individu tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Menurut Indriyanto (2006), keanekaragaman jenis didalam atau diantara berbagai komunitas melibatkan 3 komponen yaitu ruang, waktu dan makanan.

Menurut Soerianegara dan Indrawan (1999), bahwa dengan memperhatikan keanekaragaman jenis dalam komunitas diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisme komunitas tersebut. Biasanya makin banyak atau semakin beranekaragam suatu komunitas, makin tinggi organisasi di dalam komunitas tersebut. Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaan sehingga, keadaannya menjadi lebih baik.


(58)

Nilai indeks keseragaman paku-pakuan di kawasan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh adalah lokasi I sebesar 0,71, pada lokasi II sebesar 0,84 dan pada lokasi III sebesar 0,74. Menurut Krebs (1985), keseragaman rendah apabila E bernilai 0-0,5 dan keseragaman tinggi apabila E bernilai 0,5-1. sehingga dapat dikatakan bahwa keseragaman pada lokasi I, II dan lokasi III adalah tinggi. Tingginya keseragaman pada dikarenakan penyebaran jenis yang merata dengan ditandai adanya beberapa jenis yang sangat dominan pada suatu lokasi (Tabel 6).

4.5. Indeks Kesamaan (IS)

Suatu komonitas dapat dibedakan dengan komonitas lainnya dengan memperhatikan struktur komonitas tersebut. Dari daftar komposisi serta peubah lainnya dapat dihitung secara kuantitatif apakah suatu komonitas sama atau berbeda dengan komonitas lainnya. Bila dua komonitas jenis organisme penyusunnya sama berarti kedua komonitas itu sama. Dalam hal ini berarti tingkat kesamaannya 100%. Dari data yang telah dianalisis, diperoleh data mengenai indeks kesamaan dari tiga lokasi yang berbeda-beda pada kawasan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh pada Tabel 7.

Tabel 7. Indeks Kesamaan (IS) pada Ketiga Lokasi Penelitian di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh Kabupaten Dairi

IS I II III

I - 67, 35% 63,73%

II - - 59,71%


(59)

Perbandingan tingkat kesamaan jenis paku-pakuan antara lokasi I dan II sebesar 67,35%, antara lokasi I dan III sebesar 63,73% dan lokasi II dan III sebesar 59,71%, ini menunjukkan tingkat kesamaannya mirip. Hal ini sesuai dengan pengelompokan nilai indeks similaritas oleh Suin (2002), sebagai berikut:

Kesamaan < 25% : Sangat tidak mirip

Kesamaan 25-50% : Tidak mirip

Kesamaan 50-70% : Mirip Kesamaan 70-100% : Sangat mirip

Tingkat kesamaan yang tinggi antara lokasi I dan II kemungkinan disebabkan karena faktor abiotik yang tidak terlalu berbeda antara kedua lokasi tersebut. Perbedaan suhu yang mencolok dapat menyebabkan perbedaan jenis paku-pakuan yang berbeda pada lokasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan rendahnya tingkat kesamaan paku-pakuan antara lokasi I dan III juga lokasi II dan III.

Perbandingan kedua lokasi tersebut apabila dilihat dari faktor abiotik di mana pada lokasi I, suhu udara rata-rata 20,40, suhu tanah rata-rata 22,22, pH-tanah 5,2, pH-air 4,6 kelembaban udara rata-rata 87,13, intensitas cahaya rata-rata 7206,67 dan kedalaman serasah rata-rata 10,73 cm, sedangkan pada lokasi II, suhu udara rata-rata 20,27, suhu tanah rata 19,80, pH-tanah 5,8, pH-air 4,8, kelembaban udara rata-rata 70,53, intensitas cahaya rata-rata-rata-rata 33926,67 dan kedalaman serasah rata-rata-rata-rata 17,20 cm. Pada lokasi III suhu udara rata-rata 22,67, suhu tanah rata-rata 23,67, pH-tanah 4,1 pH-air 4,7, kelembaban udara rata-rata 71,27, intensitas cahaya rata-rata 7053,33 dan kedalaman serasah rata-rata 17,93 cm (Lampiran 4).


(1)

2. a. Jenis Elapoglossum robinsonii Hollt merupakan jenis yang terdistribusi paling tinggi di ketiga lokasi,yaitu pada Danau I FRnya 16,67%, Danau II FRnya 11,82%, dan Danau III FRnya 12,09%.

b. Jenis tumbuhan paku yang dominasi pada Danau I adalah Gleichenia linearis Burm. dengan INP tertinggi 50,50%, pada Danau II adalah Hymenophyllum productum Kunze. dengan INP tertinggi 28,72% dan pada Danau III adalah Selliquea lima (V.A.V.R) Holtt. tertinggi 48,06%. 3. Dari 21 jenis tumbuhan paku-pakuan yang ditemukan di Taman Wisata Alam

Sicikeh-cikeh kedudukannya di dalam taksonomi termasuk dalam 2 ordo yaitu Filicinales dan Selaginellales dan 14 famili yaitu Aspleniceae, Chyateaceae, Vittariaceae, Davalliaceae, Gramminitidaceae, Gleicheniaceae, Hymenophyllaceae, Lomariopsidaceae, Lycopodiceae, Neprolepidaceae, Oleandraceae, Polypodiaceae, Theliptheridceaea, Selaginelaceae.

5.2. Saran

1. Dari hasil penelitian di sekitar danau di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh seluas 1125 m2 didapat 21 jenis paku-pakuan, diharapkan untuk mendapatkan data inventarisasi paku-pakuan yang lebih baik seharusnya luas penelitian diperluas.

2. Diharapkan pengelola Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh dan masyarakat dapat menjaga pelestarian tumbuhan paku yang ada di Taman Wisata Alam


(2)

Sicikeh-cikeh yang sudah didata agar dapat digunakan sebagai tanaman obat-obatan dan berpotensi sebagai tanaman hias yang bernilai ekonomi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amoroso, V.B., 1990, Ten Edible Economic Ferns of Mindanao, The Philippine Journal of Science.

Anwar, J. S.J. Damanik, N. Hisyam & A.J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: UGM Press.

Asmarni. A.Z. 2006. Inventarisasi Anggrek Tanah di TWA Sicikeh-cikeh, Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi. Skripsi. Medan: Fakultas Pertanian USU.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam I SUMUT, 2003. Informasi Kawasan Konservasi di Sumut. BKSDA I SUMUT. Medan.

Daniel, T. W., J. A. Helms, F. S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip Silvinatural. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Darma, I. D. P, Peneng I. Nyoman. 2007. Inventarisasi Tumbuhan Paku di Kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti Sumba Timur, Waingapu, NTT. BIODIVERSITAS ISSN: 1412-033X Volume 8, Nomor 3 Juli 2007. Hlm: 242-248.

Ewusie, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB.

Fachrul, F. M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Faizah, F. 2002. Keanekaragaman dan Penyebaran Cythea spp. (Paku Tiang) di Hutan Tongkoh Kawasan Tahura Bukit Barisan. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Medan

Foster. A.S. and E.M. Gifford. 1967. Comvarative Morphology of Vascular Plant. Second Indian Editions. Bombai: Vaklis. Feffer and Simons Private.

Hasar, A., & B. Kaban. 1997. Analisis Jenis Paku Epifit pada Kelapa Sawit (Elais gunensis) di PTP Tanjung Garbus, Lubuk Pakam, Deli Serdang. Laporan Penelitian FPMIPA IKIP. Medan.

Hasairin, A. 2002. Analisis Kekerabatan Fenetik Paku Epifit pada Pohon Pinus di TAHURA Bukit Barisan Sumatera Utara. Laporan Penelitian HEDS JICA, Jakarta.


(4)

Hasairin, A. 2002. Biodiversitas Jenis Talas di Cagar Alam Sibolangit Ditinjau dari Asal Persebaran dan Botani Ekonomi. Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti Jakarta. Jakarta.

Hasairin, A; Harsono, T; Suryani, C. 1997. Analisis Keanekaragaman Morfologi Akar, Batang, Daun, Bunga, & Buah Tumbuhan Tingkat Tinggi di Cagar Alam Sibolangit dalam Menunjang Perkuliahan Botani pada Jurusan Biologi FKIP Medan. Laporan Peneliti Muda BBI Dikti Jakarta. Jakarta.

Holtum, R. 1965. Flora of Malaysia. Volume 2 Ferus of Malaya. 2.nd Government Printing Office. Singapore.

Holtum, R. 1958. Flora of Malaysia. Volume 2 Ferus of malaya. 2.nd Government Printing Office. Singapore.

Holtum. R.E. 1986. A Revised Flora of Malaya. Vol. II. Fern of Malayan. Govermen Printing Office. Singapore.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Irwan, Z. D. 1992. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Jones, S. B. and Luchsinger, A. E. 1986. Plant Sistematics. New York: Mc Graw-Hill

Book Company, Inc.

Loveless, A. R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.

Loveless, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. Jakarta: PT Gramedia.

LIPI. 1980. Jenis-jenis Paku di Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor. LIPI. 2003. Jenis-jenis Paku di Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor. Lawrence. G.H.M. 1951. Taxonomy of Vascular Plant. New York: The Macmillan

Company.

Mackinnon, K., G. Hatta., H. Halim., & A. Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan. Buku III. Jakarta: Prenhallindo.

Magurran, A E. 1983. Ecological Diversity and Its Measurement. Australia: Croom Helm Limited.


(5)

Odum, P. E. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Thahjono Samingan, M.Sc. Cet. 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Polunin, C. 1997. Teori Ekosisitem dan Penerapannya. Yogyakarta: UGM Press. Rismunandar & Ekowati, M. 1991. Tanaman Hias Paku-pakuan. Jakarta: Penerbit

Swadaya.

Raven, P.H., R.F. Evert dan S.E. Eichhorn. 1992. Biology of Plants. New York: Worth Publishers.

Richard, P. W. 1952. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. Crambrige: At The Crambrige University Press.

Sastrapradja, S. dan J. J. Afriastini. 1979. Kerabat Paku-pakuan. Bogor: Herbarium Bogoriense LIPI.

Sastrapraja. S. J.J. Afriastini, D. Darnaedi. dan Elisabet. 1980. Jenis Paku Indonesia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional.

Sastrapraja. S. J.J. Afriastini, D. Darnaedi. dan Elisabet. 1985. Jenis Paku Indonesia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional.

Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas.

Sofyan, M.Z. 1991. Analisis Vegetasi Pohon di Hutan Saloguma. Tesis Sarjana Biologi. Padang: FMIPA- UNAND, (tidak dipublikasi).

Soerianegara, I, & A. Indrawan. 1999. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Departemen Managemen Hutan. Fakultas Kehutanan.

Tjitrosoepomo, G. 1991. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta Bryophyta. Pteridophyta). Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Tjitrosoepomo, G. 2001. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Tjitrosomo, Siti Sutarmi, H. Sudarnadi dan A. Zakaria. 1983. Botani Umum 3. Bandung: Angkasa.


(6)

Whitten, T., and Whitten, J., 1995, Indonesian Heritage Plants, Singapore: Grolier Int. Inc.,