Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di Hutan Pendidikan Gunung Barus Sebagai Bahan Pestisida Alami

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG BARUS SEBAGAI BAHAN
PESTISIDA ALAMI
SKRIPSI
Oleh : FRANS FELLIX B O S
081202059 TEKNOLOGI HASIL HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG BARUS SEBAGAI BAHAN
PESTISIDA ALAMI
SKRIPSI
Oleh FRANS FELLIX B O S
081202059 TEKNOLOGI HASIL HUTAN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.
ABSTRAK
Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Oleh karena itu, kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kandungan senyawa kimia dari tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung Barus adalah Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid adalah Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa terpenoid adalah Mussaenda glabra, Strobilanthus paniculata, dan Didymocarpus corchorifolia. Tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid diantaranya adalah Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, dan Achimenes longiflora. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa saponin antara lain Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia.

Kata kunci: Tumbuhan beracun, Hutan Gunung Barus, fitokimia, pestisida alami.

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksploration of Plant Toxix in The Forest Education of Gunung Barus as Material of Natural Pestiside. Supervised of YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.
ABSTRACT
Plant contain a many chemical material to form secondary metabolit product and used by plant as material resistance from disturbed organism attack. Because that is, we can to make the plant as material pestiside. The research of purpose to knows kinds and chemical material of plant toxic in the Forest Education of Gunung Barus.
The kinds of plant toxic finded in the Forest Education of Gunung Barus are Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Plants of contain flavonoid compound are Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia. And plants of contain terpenoid compound are Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, and Didymocarpus corchorifolia. The plants of contain alkaloid compound are Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, and Achimenes longiflora. Plants of contain saponin compound are Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia.
Keywords: Plants toxic, Forest of Gunung Barus, phytochemical, natural pestiside.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 04 Oktober 1990 dari seorang ayah H. Sitio dan ibu R. br. Sitorus. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Riwayat pendidikan yaitu Pendidikan Dasar di Timbul Jaya 2 Medan lulus tahun 2002, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di sekolah yang sama hingga lulus tahun 2005. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Raksana Medan dan lulus pada tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan ke perguruan tinggi. Melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), penulis diterima di Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam pemilihan minat, penulis memilih minat Teknologi Hasil Hutan.
Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PEH) di Lau Kawar dan TWA Deleng Lancuk, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kemudian penulis juga melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dan penulis melalukan penelitian dengan judul “Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami” untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah “Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Yunus Afifuddin, S.Hut, M. Si dan Lamek Marpaung, M. Phil, Ph. D yang telah membimbing serta memberi masukan kepada penulis, hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua, abang dan serta teman-teman Kehutanan 2008 yang selalu memberikan dukungan dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pengelola Balai Tahura Bukit Barisan yang telah mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian di lapangan.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan ke depannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Februari 2013
Penulis


DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................... ABSTRACT ........................................................................................... RIWAYAT HIDUP ................................................................................. KATA PENGANTAR............................................................................. DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR GAMBAR............................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

i ii iii iv vi vii viii

PENDAHULUAN Latar Belakang .............................................................................. Tujuan Penelitian........................................................................... Manfaat Penelitian.........................................................................

1 3 3

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Tumbuhan Beracun......................................................... Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan ............... Beberapa Tumbuhan Yang Dikenal ..............................................

4 6 8

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... Alat dan Bahan .............................................................................. Prosedur Penelitian........................................................................ Aspek Ethnobotani ................................................................. Aspek Fitokimia ..................................................................... Kondisi Umum Lokasi Penelitian .................................................

10 10 10 10 11 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus............................................................. Pengujian Fitokimia Tumbuhan .................................................... Flavonoid................................................................................ Terpenoid ............................................................................... Alkaloid .................................................................................. Saponin................................................................................... Potensi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus


14
34 36 38 39 39 40 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.................................................................................... Saran ...........................................................................................

44 44

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 46

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

1. Analisis Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus ...........................................................................................
2. Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun ...................................

34 37

DAFTAR GAMBAR


1. Begonia muricata BL.................................................................. 2. Homalonema singaporensis Regel.............................................. 3. Balanophora fungosa Forst......................................................... 4. Trevesia cheirantha Ridl............................................................. 5. Psychotaria stipulaceae Wall. . .................................................. 6. Mussaenda glabra Vahl. ............................................................. 7. Aeschynanthus parvifolia R.BR. ................................................. 8. Strobilanthes paniculata (Ness).................................................. 9. Achimenes longiflora DC............................................................ 10. Didymocarpus corchorifolia BR.................................................

15 18 19 22 23 25 28 29 31 33

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus .. 2. Hasil Skrining Fitokimia Tumbuhan...........................................

48 51

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai Bahan Pestisida Alami. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.
ABSTRAK
Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Oleh karena itu, kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kandungan senyawa kimia dari tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Pendidikan Gunung Barus adalah Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid adalah Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa terpenoid adalah Mussaenda glabra, Strobilanthus paniculata, dan Didymocarpus corchorifolia. Tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid diantaranya adalah Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, dan Achimenes longiflora. Sedangkan tumbuhan yang mengandung senyawa saponin antara lain Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, dan Didymocarpus corchorifolia.
Kata kunci: Tumbuhan beracun, Hutan Gunung Barus, fitokimia, pestisida alami.

FRANS FELLIX B O S. 081202059. Eksploration of Plant Toxix in The Forest Education of Gunung Barus as Material of Natural Pestiside. Supervised of YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.
ABSTRACT
Plant contain a many chemical material to form secondary metabolit product and used by plant as material resistance from disturbed organism attack. Because that is, we can to make the plant as material pestiside. The research of purpose to knows kinds and chemical material of plant toxic in the Forest Education of Gunung Barus.
The kinds of plant toxic finded in the Forest Education of Gunung Barus are Begonia muricata BL, Homalonema singaporensis Regel, Balanophora fungosa Forst, Trevesia cheirantha Ridl, Psychotaria stipulaceae Wall, Mussaenda glabra Vahl, Aeschynanthus parvifolia R. BR, Strobilanthes paniculata Ness, Achimenes longiflora DC, dan Didymocarpus corchorifolia BR. Plants of contain flavonoid compound are Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Balanophora fungosa, Mussaenda glabra, Aeschynanthus parvifolia, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia. And plants of contain terpenoid compound are Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, and Didymocarpus corchorifolia. The plants of contain alkaloid compound are Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Psychotaria stipulaceae, Mussaenda glabra, and Achimenes longiflora. Plants of contain saponin compound are Begonia muricata, Balanophora fungosa, Trevesia cheirantha, Mussaenda glabra, Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, and Didymocarpus corchorifolia.

Keywords: Plants toxic, Forest of Gunung Barus, phytochemical, natural pestiside.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun,
menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi organisme pengganggu tanaman (OPT). Di Indonesia, sebenarnya terdapat sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati. Namun, sampai saat ini pemanfaatannya belum dilakukan dengan maksimal. Tumbuhan penghasil pestisida nabati diantaranya dibagi menjadi kelompok tumbuhan insektisida nabati, atraktan (pemikat), rodentisida nabati, moluskisida nabati dan pestisida serbaguna (fungisida, bakterisida, moluskisida, nematisida dan lainnya). Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami atau nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam. Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi. Penggunaan pestisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan pestisida sintesis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya

tergantung kepada pestisida sintesis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan pestisida sintesis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula (Kardinan, 2004).
Salah satu tumbuhan yang telah dikatakan mengandung bahan pestisida alami adalah Tuba (Deris eliptica). Salah satu produksi metabolit sekunder yang dikandung oleh tumbuhan tuba adalah rotenon. Kandungan rotenon tertinggi terdapat pada akarnya, yaitu antara 0,3-12%. Selain rotenon, unsur-unsur utama yang terkandung pada akar tuba adalah deguelin, eliptone dan toxicarol. Rotenon merupakan racun perut dan kontak, tetapi tidak bersifat sistemik. Namun demikian, rotenon relatif aman bagi kesehatan manusia. Rotenon larut dalam pelarut organik polar, bekerja relatif lambat dan memerlukan beberapa hari untuk membunuh serangga, serta mudah terdegradasi oleh sinar matahari dan udara terbuka. Selain sebagai moluskisida, rotenon juga berperan sebgai insektisida, akarisida dan racun ikan. Rotenoid merupakan racun penghambat metabolisme dan sistem syaraf yang bekerja perlahan. Serangga yang teracuni sering mati karena kelaparan yang disebabkan oleh kelumpuhan alat-alat mulut. Tepung akar tuba dengan konsentrasi 1-5% sangat efektif mengendalikan beberapa serangga hama gudang pada biji-bijian. Selain hama serangga, akar tuba sangat beracun terhadap keong mas, yaitu dengan adukan akar tuba dalam air yang ditambahkan sekitar 0,1% deterjen cair. Ekstrak akar tuba juga sangat beracun terhadap serangga hama gudang Callosobruchus analis (Kardinan, 2004).
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh

tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif. Walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Lebih dari 2.400 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida (Kardinan, 2004).
Keanekaragaman tumbuhan di Hutan Pendidikan Gunung Barus sangat melimpah. Mulai dari tumbuhan tingkat bawah atau jenis semak hingga jenis pohon sangat beranekaragam tumbuh di kawasan hutan tersebut. Oleh karena itu, penulis melalukan eksplorasi tumbuhan yang terdapat di Hutan Pendidikan Gunung Barus, terutama yang termasuk tumbuhan beracun, agar nantinya dapat diaplikasikan sebagai bahan pestisida alami.
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui jenis-jenis tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus.
2. Mengetahui jenis metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai agar nantinya kandungan
senyawa racun alami pada tumbuhan beracun tersebut dapat dimanfaatkan misalnya sebagai bahan pembuatan pestisida alami.

TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Tumbuhan Beracun Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan

berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan tumbuhan, termasuk beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan seperti sayuran dan buah-buahan memiliki kandungan nutrien, vitamin, dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Meskipun demikian, beberapa jenis sayuran dan buahbuahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan, dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2012).
Terdapatnya racun atau anti nutrisi pada tumbuhan pada umumnya terjadi karena faktor dalam (faktor intrinsik) yaitu suatu keadaan dimana tumbuhan tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, saponin dan lain-lain adalah beberapa contohnya. Faktor lainnya adalah faktor luar (faktor lingkungan) yaitu keadaan dimana secara genetik tumbuhan tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam organ tubuhnya.

Contohnya adalah terdapatnya Se berlebihan pada tanaman yang mengakumulasi Se dalam protein misalnya pada Astralagus sp. Juga unsur radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya (Widodo, 2005).
Tumbuhan mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Beberapa zat pada tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya digitoksin, kolcisin dan atropin). Untungnya, diantara ribuan tanaman yang dikomsumsi oleh ternak, relatif sedikit yang menyebabkan keracunan. Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga dan ruminan (Widodo, 2005).
Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam-asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin dan lignin. Tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi aksudat pada akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri (Widodo, 2005).

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan
dapat disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda, namun, ada juga yang tidak. Sebagian besar dan berbagai macam jenis tumbuhan yang mengandung senyawa racun bersifat alami belum sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980), komponenkomponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin dan mineral lainnya.
1. Alkaloid Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang
ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbedabeda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.
2. Polipeptida dan asam amino Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila
terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic. 3. Glikosida Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses
hidrolisis, yang biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling

banyak terdapat pada tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga menyebabkan overdosis.
4. Oksalat Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan
iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur. Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika terhirup.
5. Resin Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan
penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.

6. Phytotoxin Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian
kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terhirup.

Beberapa Tumbuhan Yang Dikenal Beberapa jenis tumbuhan yang telah dikenal di Indonesia adalah antara
lain (Steenis, 2006): 1. Balanophora fungosa Forst Spesies ini dibedakan dari spesies sebelumnya karena sisik daun tebal
yang merapat, perbedaan permukaan umbi rimpang dan perbungaan yang membulat. Spesies tidak begitu umum. Hanya bunga betina yang diketahui, sehingga tumbuhan ini disebut “tumbuhan janda”.
Spesies ini hanya dikenal di Jawa bagian barat dari Gunung Salak hingga Priangan Timur, dalam hutan, pada 1250-2500 m. Hidup sebagai parasit pada puspa dan mungkin juga pada Podocarpus.
2. Begonia muricata BL. Batang berupa rimpang merayap yang memunculkan daun-daun dan
perbungaan. Daun panjang 5-17 cm, lebar 4-13 cm. Buah bersayap tipis sama besar. Satu tumbuhan dapat mempunyai perbungaan jantan dan betina.
Di Jawa hanya ditemukan dari Nirmala ke arah timur hingga Garut, dalam hutan lembab, sering pada lereng curam dan tempat-tempat berbatu, pada ketinggian 900-2000 m. Juga terdapat di Sumatera.
3. Strobilanthes paniculata Ness Terna tegak bercabang-cabang, tinggi 1-2 meter. Daun dari satu pasang
tidak sama, satu kadang-kadang lekas hilang, panjang 7-18 meter, lebar 3-7 cm. Daun gantilan di bawah bunga kecil.
Di Jawa bagian barat, Jawa Tengah (Lawu) dan Jawa Timur (Tengger, Semeru, Tarub-Lamongan) dalam hutan hujan pada 600-1800 m.

4. Mussaenda glabra Vahl. Pohon kecil, kadang-kadang menyerabut, tinggi hingga 5 m. Saat
berbunganya segera diketahui dari munculnya beberapa daun pemikat kuning atau keputihan pada perbungaan gundung. Bukan daun sejati, melainkan cuping kelopak khusus, 4 cuping kelopak lainnnya tidak tampak, segitiga dan berbentuk seperti gagang. Daun sangat bervariasi dalam bentuk dan ukuran, panjang 5-17 cm, lebar 2-7 cm, panjang daun pemikat 4-9 cm. Bunga jantan dan betina dalam satu tumbuhan. Buah buni menjotong, panjang 1,5-2 cm, tertutup lentisel terpencar, jika masak hitam.
Di seluruh Jawa, sepanjang tepi hutan, tempat bukaan, belukar, pertumbuhan sekunder, dari pamah hingga ± 1700 m. Dalam pengertian luas spesies ini tersebar di seluruh Nusantara.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November hingga Desember 2012.

Pengumpulan sampel tumbuhan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Barus, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Pengujian fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Kegiatan identifikasi tumbuhan beracun dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantung plastik, kertas
label, parang, meteran, tali, tabung reaksi, beaker glass, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, pereaksi
flavonoid, pereaksi alkaloid (Maeyer, Wagner, Bouchardart, Dragendorf), pereaksi terpenoid (Salkowsky, Lieberman-Bouchard, CeSO4 1% dalam H2SO4 10%), dan pereaksi saponin (HCl 10% dan akuades).
Prosedur Penelitian Aspek Ethnobotani
Aspek ethnobotani. Aspek ethnobotani merupakan kegiatan pengumpulan dan pengambilan sampel tumbuhan beracun yang akan diidentifikasi. Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan beracun menggunakan metode purposive sampling, dengan menggunakan bentuk petak ukur berupa plot

lingkaran dengan luas 0,05 ha. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus:
a. Kerapatan suatu jenis (K) K = ∑individu suatu jenis Luas petak contoh
b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) KR = K suatu jenis x100% ∑ K seluruh jenis
c. Frekuensi suatu jenis (F) F = ∑Sub - petak ditemukan suatu jenis ∑Seluruh sub - petak
d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR) FR = FSuatu jenis x100 % ∑ FSeluruh jenis
e. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR
f. Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner H’ = - ∑ (ni/N) ln (ni/N)
Aspek Fitokimia Aspek fitokimia. Menguji golongan metabolit sekunder dari masing-
masing ekstrak tumbuhan beracun dengan menggunakan pereaksi tertentu. Berdasarkan hasil uji skirining fitokimia tumbuhan beracun akan dibuat rekapitulasi secara deskriptif senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan

beracun tersebut. Adapun prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan adalah (Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam, 2010):
1. Pengujian Alkaloid Bagian tumbuhan yang telah dikeringkan, dihaluskan sebanyak 10 gram
dimasukkan ke beaker glass, kemudian ditambahkan larutan HCl 2N sampai sampel terendam. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 2 jam pada temperatur 600C, lalu disaring. Kemudian larutan ekstrak di test dengan pereaksi alkaloid yaitu Bouchardart, Wagner, Maeyer, dan Dragendorf.

2. Pengujian Terpenoid/Steroid Bagian dari tumbuhan diiris halus kemudian dikeringkan dalam oven pada
temperature 500C atau di bawah sinar matahari. Kemudian sampel yang telah kerig ditimbang sebanyak 2-3 gram, kemudian masukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 10 ml metanol dan dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air, kemudian disaring. Kemudian ekstraksi ditest dengan pereaksi terpenoid.
3. Pengujian Flavonoid/Tanin Sampel yang telah kering ditimbang sebanyak 2-4 gram, kemudian
diekstraksi dengan metanol sebanyak 20 ml, ekstraksi dapat dilakukan pada suasana panas atau dingin, lalu disaring. Kemudian ekstraksi ditest dengan pereaksi NaOH 10%, FeCl 1%, Mg-HCl encer, H2SO4 pekat, dan Na-asetat encer, kemudian amati hasil reaksinya.
4. Pengujian Saponin Sampel bagian tumbuhan diekstraksi dengan metanol di atas penangas air
hingga diperoleh ekstrak. Kemudian ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan dingin. Setelah dingin, tabung dikocok selama 2-3 menit (hingga

terbentuk busa). Didiamkan busa yang terbentuk selama 1 menit. Kemudian dilakukan test permanen dengan penambahan 1-3 tetes HCl 10%.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) 2011 antara pihak
Universitas Sumatera Utara (USU) dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, kawasan Hutan Pendidikan USU memiliki luas 1000 ha. Hutan Pendidikan USU merupakan bagian dari Tahura Bukit Barisan. Letak geografis Hutan Pendidikan USU berdasarkan penelitian Setiawan (2012) adalah 3013’ LU - 3011’ LU dan 98034’ BT - 98032’ BT, terletak pada jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Batas-batas Hutan Pendidikan USU antara lain, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Bukum, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Bukum dan Desa Tanjung Barus, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Barus dan Desa Barus Julu, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Barus Julu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Tumbuhan Beracun di Hutan Pendidikan Gunung Barus

Menurut peneliti, ciri-ciri yang tergolong tumbuhan beracun antara lain

warnanya yang mencolok, menimbulkan aroma yang menyengat atau bau yang

tidak menyenangkan bagi manusia, dan umumnya tidak ada tumbuhan lain yang


tumbuh di sekitar tumbuhan beracun tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka didapatlah 10 jenis

tumbuhan beracun yang terdapat di Hutan Pendidikan Gunung Barus sebagai

berikut:

1. Begonia muricata BL.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta


Class

: Spermatopsida

Ordo

: Cucurbitales

Famili

: Begoniaceae

Genus

: Begonia

Spesies

: Begonia muricata BL.

Dekripsi Tumbuhan

Begonia muricata merupakan tanaman tahunan yang memiliki banyak

kandungan air, umumnya berupa semak. Mempunyai batang yang tegak, kadang-

kadang memiliki rimpang, atau tanaman dengan akar umbi dan dengan batang

yang pendek, umumnya berupa liana atau tanaman merambat atau memanjat

dengan akar adventif, atau stolon. Daun-daun sangat sederhana, umumnya seperti

kelompok palma, berbentuk alternate atau berselang-seling, pada ujung berbentuk miring dan simetris, ujung-ujungnya tidak beraturan atau bergerigi, kadangkadang bagian seluruhnya, pembulunya umumnya seperti jenis palma. Tangkai daun panjang, tangkainya seperti keadaan layu. Bunga bersifat berkelamin tunggal, merupakan tanaman berumah satu, umumnya berumah dua, dalam satu batang terdapat 2-4 bunga, kadang-kadang bersifat malai. Bunga jantan terdiri dari 2-4 bagian, yang umumnya salah satu bagian luar besar, dan bagian dalamnya kecil. Batang-batangnya berjumlah banyak, tidak memiliki filamen pada bagian dasarnya. Kepala sari memiliki dua sel, yang berupa apikal atau lateral, yang menyambung dengan bagian ujungnya, kadang-kadang berbentuk apiculate. Bunga memiliki putik, yang terbagi 2-5 bagian, putik berada di bagian luar, yang terdiri dair 1-3 bagian, plasenta berbentuk axile atau parietal, dengan 2-3 jenis atau lebih, yang tergabung dengan bagian bawahnya, memiliki satu cabang atau lebih. Pangkalnya kering, kadang-kadang seperti buah berri, memiliki 3 sayap yang tidak rata atau tidak sama, umumnya tidak bersayap dan memiliki 3 hingga 4 tanduk. Biji-biji sangat banyak, berwarna cokelat pucat, berbentuk persegi dan diselimuti kulit biji (Stang, 2012).
Gambar 1. Begonia muricata BL.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, Begonia muricata merupakan jenis tanaman semak yang dapat tumbuh secara berkelompok dalam satu areal tertentu. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tanah yang lembab, pada ketinggian 1450-2000 meter di atas permukaan laut. Umumnya dapat ditemukan pada tempat-tempat yang agak datar atau landai pada hutan pegunungan. Dapat tumbuh dalam keadaan yang terlindungi atau ternaungi hingga mendapat cahaya yang sedikit. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri batang berwarna merah dan ditumbuhi bulu-bulu halus, daun berwarna kehijauan yang pada permukaannya juga ditumbuhi bulu-bulu halus.
Begonia dapat dikenali dengan mudah karena memiliki ciri-ciri yang spesifik yaitu merupakan terna tegak. Semak atau menjalar, batang berair. Daun tersebar, gagang daun jelas, mempunyai daun penumpu, helaian daun tidak simetris. Perbungaan tersusun majemuk menggarpu ganda. Bunga berkelamin tunggal, berumah satu, daun kelopak 2, berkatup. Bunga betina mempunyai 2-5 tenda, bunga dan 3 daun buah, tangkai kepala putik terbagi 3, bakal biji banyak dalam satu ruang. Bunga jantan mempunyai 2 tenda bunga, benangsari banyak, tangkai bertautan. Buah kapsul, bersudut atau bersayap tiga, jarang lebih atau sayap tidak berkembang (Siregar dan Wiriadinata, 2004).
Begonia asli Indonesia pada umumnya mempunyai perawakan yang kurang menarik, hidup secara liar, banyak dijumpai pada hutan-hutan tropik basah pada tempat yang lembab, teduh, tepi sungai, dan daerah pegunungan mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 2000 mdpl. Di Indonesia Begonia masih belum mendapatkan penanganan serius, bahkan keberadaannya cenderung terabaikan.

Padahal Begonia dapat dikembangkan sebagai komoditi tanaman hias eksotik

(Siregar dan Wiriadinata, 2004).

Begonia termasuk tumbuhan yang gampang dikoleksi dari hutan, karena

mudah dikenali. Faktor lingkungan tempat hidupnya mudah dijangkau, banyak

terdapat di hutan-hutan primer, sekunder, tempat-tempat terlindung, lembab,

pinggir-pinggir sungai, kawasan sekitar air terjun dan menyukai kelembaban yang

tinggi. Habitus tempat ditemukannya Begonia merupakan indikator bahwa hutan

tersebut masih bagus, artinya belum banyak gangguan dan belum mengalami

pengrusakan (Siregar dan Wiriadinata, 2004).

2. Homalonema singaporensis Regel.

Tumbuhan ini dapat dikalsifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Liliopsida

Ordo

: Alismatales

Famili

: Araceae

Genus

: Homalomena

Spesies

: Homalonema singaporensis Regel.

Deskripsi Tumbuhan

Homalonema merupakan tanaman herba, tanaman tahunan, dapat tumbuh

pada lahan basah atau lembab, kadang-kadang bersifat epifit atau memanjat.

Biasanya mengandung getah susu dan berair. Memiliki rimpang, umbi atau stolon.

Rimpang tumbuh secara vertikal atau horizontal, yang muncul dekat permukaan,

kadang-kadang bercabang. Daun bersifat soliter atau jarang, alternate atau

berkerumun. Tangkai daun jarang, berbentuk bulat panjang atau obovate. Perbungaan bersifat spadices, tangkai bunga berbentuk silinder atau bulat telur. Bunga bersifat biseksual atau berkelamin tunggal, jantan dan betina biasanya pada tanaman yang sama (Stang, 2012).

Gambar 2. Homalonema singaporensis Regel.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini merupakan sejenis

talas-talasan. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan lembab dan dapat tumbuh

dalam keadaan yang terlindungi atau dinaungi. Tumbuh pada ketinggian 1450-

2000 meter di atas permukaan laut. Dapat ditemukan pada areal yang datar hingga

kemiringan yang agak landai. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada habitatnya secara

berkelompok maupun secara soliter pada tempat tertentu. Ciri-ciri tumbuhan ini

adalah daun berwarna kehijauan, daun berbentuk seperti hati. Memiliki batang

semu berwarna hijau, dan dapat tumbuh tunas pada permukaan tanah.

3. Balanophora fungosa Forst.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Santales

Famili

: Balanophoraceae

Genus

: Balanophora

Spesies

: Balanophora fungosa Forst.

Deskripsi Tumbuhan

Balanophora merupakan tumbuhan yang termasuk berumah satu atau

berumah dua. Rimpang bercabang atau tidak bercabang, mengandung getah lilin

(balanophorin), memiliki kulit yang menyerupai sisik-sisik yang halus atau kasar.

Daun opposite atau berlawanan, alternate atau selang-seling, atau spiral. Memiliki

bunga jantan dan bunga betina. Perbungaan berbentuk seperti gagang, silinder,

elipsoid, bulat telur hingga bundar, yang diperbesar setelah bunga mekar. Batang-

batang berbentuk setengah bulat atau bulat (Hwang dan Murata, 2003).

Gambar 3. Balanophora fungosa Forst.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini adalah tumbuhan yang bersifat parasit pada akar pohon. Tumbuhan ini hanya dapat tumbuh pada akarakar pohon yang masih hidup, dan juga dalam keadaan kelembaban tinggi. Dapat tumbuh pada ketinggian 1450-1500 mdpl. Secara fisik tumbuhan ini memiliki ciri-

ciri seperti bunga yang mekar, berwarna merah terang, dan bila dipegang

mengandung cairan atau getah yang lengket.

Balanophora fungosa adalah tumbuhan yang termasuk tumbuhan berumah

satu atau umumnya berumah dua. Memiliki rimpang yang berwarna cokelat

kekuningan, tidak memiliki cabang. Pada permukaannya memiliki benjolan-

benjolan yang menyerupai kutil dan berwarna kekuningan. Memiliki batang yang

berwarna merah muda, oranye kemerahan, atau kadang-kadang berwarna

kekuning-kuningan. Daun berbentuk spiral atau kadang-kadang opposite atau

berlawanan. Perbungaan berbentuk elipsoid, ovoid atau bulat telur, atau berbentuk

kerucut. Bunga jantan, pada dasarnya perbungaan berkelamin dua, bersifat

actinomorfik, tangkai berukuran 4,5 mm, kepala sari berjumlah 4 atau 5. Bunga

betina, berwarna kekuning-kuningan, dan pada umumnya perbungaan terdapat

pada sumbu utama (Hwang dan Murata, 2003).

Balanophora fungosa adalah tanaman akar parasit tanpa akar dan

klorofil. Penyebaran tanaman ini tergantung pada banyak faktor seperti tanaman

inang, penyerbuk, penyebar dan kelembaban. Oleh karena itu, B. fungosa

mungkin dapat digunakan sebagai indikator kesehatan hutan (Hsiao, et al, 2010).

Biasanya Balanophora fungosa digunakan untuk pengobatan antara lain

untuk menghentikan pendarahan di dalam organ tubuh dan juga dapat mengobati

eksim. Tumbuhan ini juga dapat dikonsumsi pada bagian rimpangnya.

4. Trevesia cheirantha Ridl.

Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Apaiales

Famili

: Araliaceae

Genus

: Trevesia

Spesies

: Trevesia cheirantha Ridl.

Deskripsi Tumbuhan

Trevesia cheirantha sinonim Trevesia burckii merupakan tumbuhan

berupa semak atau pohon yang tingginya dapat mencapai 5 m. Memiliki cabang

yang sangat kecil, cabang-cabang berbentuk tegak lurus hingga kadang-kadang

barsandar atau menempel. Batang-batang menyebar yang memiliki panjang 0,2-

0,7 cm. Daun-daun pada pohon yang kecil sangat sederhana, berbentuk delta

hingga ovate atau bulat telur. Tangkai daun berukuran 20 x 0,5-50 x 1 cm,

bertektur licin dan dengan ditumbuhi duri-duri yang panjangnya 1-3 mm, pada

bagian bawahnya memiliki duri-duri dengan panjang 1-2 mm. Perbungaan bersifat

terminalia atau mengelilingi daun-daun, yang berbentuk seperti gugusan, memiliki

6-12 cabang sekunder. Pembungaan berjumlah 30-50 bunga, yang seluruhnya

berukuran 3-8 cm, tangkai berukuran 10 x 0,2 – 35 x 0,7 mm. Bunga-bunga

berbentuk seperti wadah yang melingkar yang berukuran 3,5 x 7 mm. Kelopak

bergerigi, kelopak berjumlah 7-10, yang terdapat di dalam calyptra. Batang-

batang berjumlah 7-10, kepala sari berbentuk elips yang berukuran 3 x 2 mm.

Butiran-butiran putik berukuran 30-35 µm. Buah berbentuk bundar, kerucut yang

berukuran 2 cm. Tumbuhan ini biasanya tumbuh di hutan-hutan, dengan

ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (Jebb, 1998).

Gambar 4. Trevesia cheirantha Ridl.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, Trevesia chirantha merupakan jenis

tanaman semak atau perdu. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan tanah yang

lembab, terlindungi dari cahaya matahari atau ternaungi, pada ketinggian 1450-

1600 mdpl. Dapat ditemukan pada areal yang datar hingga kemiringan yang

landai. Tumbuhan ini tumbuh secara soliter atau menyebar. Ciri-ciri tumbuhan ini

adalah daun berwarna kehijauan, berbentuk seperti tangan manusia dengan jari-

jarinya, memiliki batang yang tegak yang ditumbuhi duri-duri kecil pada

permukaannya.

5. Psychotaria stipulaceae Wall.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Gentianales

Famili

: Rubiaceae

Genus

: Psychotaria

Spesies

: Psychotaria stipulaceae Wall.

Deskripsi Tumbuhan Merupakan tumbuhan tegak, semak, sangat kuat, licin, memiliki cabang
dengan diameter hingga 2 cm, lembut, pipih, cabang mempunya sisi yang longgar. Daun berwarna coklat kemerahan pada saat kering. Memiliki tangkai daun yang panjangnya 2,5-3,5 cm. Daun sangat panjang, berbentuk oblanceolate (berbentuk seperti pisau) atau obovate atau bulat lonjong, saraf sekitar 20 pasang, ramping, tidak seperti kulit. Tangkai dan cabang yang sangat kuat. Bunga yang sangat kecil, memiliki tangkai bunga, kelopak bunga memiliki bentuk seperti gerigi kecil, berbentuk segitiga atau triangular, memiliki pangkal mahkota yang berbentuk seperti tabung dengan panjang 3 mm, dan bertekstur licin. Buah berbentuk elipsoid atau bundar, sangat beralur dengan ukuran diameter 4-6 mm, kelopak kecil yang bergerigi hadir pada buah-buahan (Das, et al, 2012).
Gambar 5. Psychotaria stipulaceae Wall.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini merupakan jenis tanaman semak. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan yang terlindungi atau dinaungi dari cahaya matahari, kelembaban yang tinggi, dapat ditemukan pada areal yang datar hingga landai, pada ketinggian 1450-1600 mdpl. Tumbuh secara soliter atau menyebar pada areal tertentu. Ciri-ciri tumbuhan ini adalah daun

berbentuk bulat lonjong dan berwarna hijau tua. Memiliki batang seperti keadaan

layu, yang ditumbuhi duri-duri pada permukaan batangnya.

6. Mussaenda glabra Vahl.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Gentianales

Famili

: Rubiaceae

Genus

: Mussaenda

Spesies

: Mussaenda glabra Vahl.

Deskripsi Tumbuhan

Mussaenda merupakan jenis pohon, tumbuhan semak, atau tanaman

merambat atau memanjat, liana, umumnya berumah dua. Daun opposite

(berlawanan) atau kadang-kadang tersusun melingkar. Pembungaan bersifat

terminalia atau mengelilingi dan kadang-kadang juga terdapat pada daun paling

atas. Bunga bersifat biseksual dan umumnya berumah tunggal. Mahkota bunga

berwarna kuning, merah, oranye, putih atau umumnya berwarna biru. Buah

berwarna ungu hingga berwarna hitam, yang memiliki daging buah, yang

berbentuk bundar atau elips. Biji-bijinya sangat banyak, berukuran kecil, yang

berbentuk siku (Tao dan Taylor, 2011).

Gambar 6. Mussaenda glabra Vahl.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tumbuhan ini termasuk jenis tanaman perdu. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 1500-1600 mdpl, pada keadaan tanah yang lembab, dan tumbuh dengan cahaya matahari yang sedikit. Tumbuh secara berkelompok pada tempat tertentu. Memiliki ciri-ciri yaitu daun berwarna hijau, berbentuk bulat lonjong dan memiliki batang yang tegak.
Mussaenda glabra sinonim Mussaenda frondosa merupakan tumbuhan semak, merambat. Daun opposite atau berlawanan, dengan tangkai daun yang memiliki panjang 4-10 mm. Pada bagian bawah daun berwarna hijau gelap hingga hijau kecokelatan, pada bagian atas berwarna hijau pucat hingga berwarna kekuningan, yang bentuknya bulat memanjang, ovate atau bulat hingga oblanceolate (berbentuk seperti pisau). Perbungaan sangat lebat dengan sumbu yang memanjang dengan ukuran 4-8 x 8-20 cm dengan sumbu lateral hingga 8 cm. Tangkai bunga berukuran 1-3 cm, yang berbentuk segitiga atau elips yang berdiameter 4-10 mm. Kelopak memiliki hypanthium yang berbentuk elips, yang berukuran 3-4 mm. Mahkota bunga berbentuk seperti talam, pada bagian luarnya memiliki bulu-bulu, dengan diameter 22-25 mm. Buah berbentuk bulat telur atau elipsoid, dengan ukuran 10 x 7 mm (Tao dan Taylor, 2011).

Mussaenda frondosa merupakan sinonim dengan Mussaenda glabra

ditemukan di daerah tropis. Beberapa bagian tanaman ini misalnya bagian

bunganya digunakan sebagai diuretik, antiasthmatik, antiperiodic. Daun dan

bunga digunakan untuk mengobati luka. Akar digunakan dalam pengobatan kusta.

Bunga mengandung anthocyanin, hyperin, quercetin, rutin, dan ferulic sinapic

asam, beta sitosterol glukosida (Koul dan Chaudhary, 2011).

7. Aeschynanthus parvifolia R.BR.

Tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Class

: Magnoliopsida

Ordo

: Lamiales

Famili

: Gesneriaceae

Genus

: Aeschynanthus

Spesies

: Aeschynanthus parvifolia R.BR.

Deskripsi Tumbuhan

Aeschynanthus merupakan tumbuhan semak atau memanjat, epifit, tidak

memiliki rimpang. Batang-batang sangat pendek, memiliki cabang atau tidak.

Daun-daun selalu banyak di seluruh atau di sepanjang cabang. Daun opposite atau

berlawanan, kadang-kadang mengitari cabang, permukaan daun licin dan tebal,

pada bagian dasar berbentuk cuneate (bulat tajam) hingga rounded atau bundar.

Perbungaan kadang-kadang sangat padat, axillary (terdapat pada bagian ketiak

daun) atau pseudoterminal atau semu terminal, dapat berisi 1-10 bunga, yang pada

satu tangkai terdapat 2 bunga, dan berbentuk opposite atau berlawanan. Kelopak

bersifat actinomorfik, yang terdiri dari 5 bagian dari bawah hingga 5 bagian di atas, yang terbagi atas ruas yang sama, kadang-kadang tidak sama. Mahkota bunga berwarna merah hingga oranye, kadang-kadang berwarna hijau, kuning, atau putih, bersifat zygomorphic, dengan permukaan yang licin dengan ditumbuhi bulu-bulu halus. Pembuluh sangat tipis dan berbentuk seperti tabung hingga berbentuk seperti corong, sering pula melengkung, dan memiliki tungkai atau dahan berdiameter 0,4-1,5 cm, dengan dahan yang tidak jelas atau jelas pada kedua bagian seperti mulut. Umumnya sama atau setara, kadang-kadang hingga ½ kali panjangnya bagian mulut abaxial atau bagian atas daun, mulut abaxial (bagian atas daun) yang terbagi 3 bagian, yang bentuknya sama atau tidak sama, yang ujungnya berbentuk bulat hingga tajam. Batang-batang terbagi 4, yang dekat dengan mahkota atau di bagian tengah. Kepala putik saling berpadu dengan bagian ujungnya, berbentuk paralel, kadang-kadang longitudinal, yang saling menyambung, yang terdapat pada bagian atas hingga bawah daun dari mahkota. Putik berbentuk linear, yang hanya ada 1 putik, dengan 2 plasenta, yang di dalamnya terdapat dua celah. Kuncupnya lurus yang terikat dengan tangkai, berbentuk linear, lebih panjang daripada kelopak, dengan 2 hingga 4 katup yang sangat lurus dan tidak bengkok atau melingkar. Biji-biji dengan 1 (atau 2 hingga 50) dilengkapi atau diselimuti oleh seperti bulu-bulu halus, ujungnya berbentuk opposite atau berlawanan dengan dilengkapi 1 yang menyerupai rambut halus, dan kadang-kadang dilengkapi pada setiap ujung-ujungnya (Stang, 2012).

Gambar 7. Aeschynanthus parvifolia R.BR.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan ini term