BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Bronkoskopi Bronkoskopi (broncos = saluran napas, skopi = melihat) adalah teknik - Pola Kuman Bilasan Bronkus Pada Tindakan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) Di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Bronkoskopi

  Bronkoskopi (broncos = saluran napas, skopi = melihat) adalah teknik visualisasi bagian dalam saluran napas untuk tujuan diagnostik dan terapiutik.

  Sebuah alat dimasukkan ke dalam saluran napas melalui hidung atau mulut atau kadang-kadang melalui trakeostomi. Hal ini untuk memeriksa saluran napas pasien untuk kelainan seperti benda asing, perdarahan, tumor, atau peradangan. Bronkoskopi dari tabung logam yang kaku dengan perangkat pencahayaan fleksibel serat optik dengan peralatan video realtime . Pertama kali di perkenalkan penggunaan bronkoskopi kaku Gustaf Killian tahun 1897, kemudian disempurnakan bronkoskop kaku tahun 1920 oleh Chavalier Jackson dan putranya, menggunakan tabung kaku untuk melihat visual trakea dan bronkus. Pada awalnya indikasi bronkoskopi untuk membebaskan obstruksi jalan napas oleh karena aspirasi benda asing. Kemudian pada tahun 1930 dan tahun 1940 digunakan untuk mendiagnosis penyakit endobronkial (Callaway, 2008).

  Pada tahun 1964 Shigeto Ikeda mengubah pipa logam menjadi bronkoskopi serat optik lentur. Sejak tahun 1980 oleh Ikeda Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) menjadi berkembang dan sangat popular mudah dipakai relatif aman pada penderita sakit berat atau penderita yang menggunakan ventilasi mekanik. Komplikasi dan angka kematian pemakaian BSOL dilaporkan sangat rendah masing-masing 0,08-1,7% dan 0,01-0.1% (Rick, 2009).

  Tindakan tehnik relatif aman sehingga dapat dilakukan tanpa seorang ahli anastesi. Komplikasi mungkin terjadi seperti obstruksi jalan napas, aritmia, reaksi toksis oleh karena anastesi lokal, pneumothorak, dan haemoptysis (Geraci, 2007).

  2.2. Defenisi Bronkoskopi

  Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk tujuan diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini dokter menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi, dokter dapat menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic

  Bronchoscopy (FOB) (Becker, 2000).

  2.3. Jenis Bronkoskopi

  Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL). (Prakash, 2002)

  2.3.1. Bronkoskopi Kaku (Rigid)

  Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm. Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh

  bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi. Bronkoskopi rigid

  diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran nafas besar dimana dengan FOB tidak dapat dilakukan. Indikasi umum lainnya adalah: (Heart, 2004)

  • Mengontrol dan penanganan batuk darah massif
  • Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial
  • Penanganan stenosis saluran nafas
  • Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma
  • Pemasangan sten bronkus
  • Laser bronkoskopi

  2.3.2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)

  Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic

  

Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada

  kelainan yang dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru. (Baughman, 2000) FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal

  o o

  FOB memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 120 dari 100 lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera. (Miyajawa, 2000) Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk

  o o o o

  melihat sudut 160 -180 keatas dan 100 -130 ke bawah. Hal ini memungkinkan

  

bronchoscopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub

  cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior). (Miyajawa, 2000)

2.4. Indikasi Dan Kontra indikasi Bronkoskopi

2.4.1. Indikasi Bronkoskopi

  Secara garis besar indikasi bronkoskopi adalah diagnosis, terapiutik dan penilaian pre-operatif (Kennedy, 2006).

  1. Indikasi diagnostik bronkoskopi.

  2 Batuk darah : untuk melihat asal dan sebab perdarahan yang berpariasi dari mulai peradangan, infeksi, bronkolit, jamur dan keganasan.

  3 Batuk kronis dan berat yang tidak jelas penyebabnya.

  4 Sesak setempat yang dicurigai kemungkinan sumbatan oleh benda asing, gumpalan mukus atau darah dan tumor.

  5 Kelainan gambaran radiologi seperti massa/tumor, atelektasis dan corakan difus pada parenkim paru Manfaat bronkoskopi ini untuk pengambilan bahan pemeriksaan pada kasus infeksi paru, bahan untuk pemeriksaan kanker, mikrobiologi, dan melihat/ menilai apa yang ada didalam saluran napas (Kennedy, 2006).

  2. Indikasi terapiutik bronkoskopi.

  Tindakan terapi bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing, darah dan pertikel aspirat dan lain-lain (Kennedy, 2006).

  3. Indikasi pre operatif.

  Tindakan ini berguna untuk menentukan lokasi yang akan dilakukan operasi (Kennedy, 2006).

2.4.2. Kontra indikasi bronkoskopi

  Kontra indikasi sangat penting dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi dilaksanakan. Keahlian operator disini jadi dokter ahli paru untuk memilih tehnik mana yang sesuai pilihannya.

  Kontra indikasi mengunakan BSOL sama dengan kontra indikasi pada alat yang kaku. Ada beberapa penderita yang tidak memungkinkan memakai bronkoskopi kaku sehingga dilakukan tindakan bronkoskopi Serat optik lentur dengan memakai anastesi lokal atau dengan anastesi umum (harus konsul dengan ahli anastesi). Tidak terdapat kontra indikasi absolute pada tindakan bronkoskopi diagnostik maupun terapiutik. Tindakan bronkoskopi dan diagnostik BAL aman dilakukan dengan memakai ventilasi mekanik (Prakash, 2006).

2.5. Persiapan Bronkoskopi

  Dalam survei yang dilakukan American College of Chest Physician

  (ACCP) pada umumnya dilakukan prosedur sebelum tindakan bronkoskopi berupa

  foto toraks, faal hemostasis, juga dilakukan EKG (Ecocardiography), analisa gas darah, elektrolit dan spirometri. Evaluasi jantung dilakukan pada penderita dengan penyakit koroner yang akan dilakukan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat meningkatkan resiko pada saat bronkoskopi. (Colt, 2000)

  Disamping pemeriksaan tersebut yang juga penting untuk dipersiapkan adalah yang berkaitan dengan penderita. Persiapan yang harus dilakukan terhadap penderita adalah : (Colt, 2000) 1.

  Informasi yang berkaitan dengan riwayat penyakit sebelumnya, penyakit sekarang, kondisi fisik dan mental penderita dan riwayat reaksi alergi terhadap obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi.

  2. Memberikan informasi kepada penderita tentang tahapan yang akan dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi sampai pasca bronkoskopi, termasuk puasa sebagai persiapan sebelum bronkoskopi yang dilakukan sekitar 8 jam untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung, penjelasan tentang tindakan anestesi yang dilakukan dan efek anestesi yang dirasakan penderita, puasa setelah menjalani tindakan bronkoskopi.

3. Menandatangani informed consent untuk tindakan yang akan dilakukan.

  4. Melakukan evaluasi sebelum bronkoskopi untuk mengklasifikasikan berdasarkan kondisi fisik penderita. Berhubungan dengan kondisi fisik penderita American Association of Anesthesiologysts (ASA) membuat klasifikasi sebagai berikut : ASA I : Penderita dengan kondisi fisik normal. ASA II : Penderita dengan penyakit sistemik ringan. ASA III : Penderita dengan penyakit sistemik yang berat dengan keterbatasan aktifitas.

  ASA IV : Penderita dengan penyakit yang tergantung dengan obat-obatan agar dapat bertahan.

  ASA V : Penderita dengan kondisi yang gawat dengan prediksi tidak akan bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa bronkoskopi.

  Selain persiapan pada penderita juga dilakukan persiapan fasilitas penunjang, berupa:

2. Ruangan:

  • Broncoscopy suite
  • Ruangan persiapan, ruangan tindakan, ruangan pemulihan, ruangan desinfeksi alat 3.

   Bronkoskopi :

  • Kelengkapan televisi, video, foto
  • Kelengkapan alat diagnostik dan terapi 4.

   Sarana penunjang : • Oksigen, mesin penghisap lendir (suction).

  • Alat pemantau EKG, oksimeter denyut
  • Nebulizer • Resusitator • Jet ventilation

2.6. Tindakan Bronkoskopi

  Sebelum memulai tindakan bronkoskopi, dilakukan pemantauan tekanan darah, detak jantung, frekwensi pernafasan, denyut nadi oksimetri (oksigen saturasi). Penderita harus diberikan suplemen oksigen selama dan setelah tindakan bronkoskopi. (Colt, 2000)

  Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut (trans oral) atau melalui tabung endotrakeal (ETT). Elastisitas FOB memungkinkan bronkoskop melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina membagi bronkus utama kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri paru. Karina dan semua segmen pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video bronkoskopi.

  Karina dinilai ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna, ukuran dan patency. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan sekresi. (Stanzel, 2004)

  Setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan, penderita dipantau tanda- tanda vital seperi tekanan darah, denyut nadi, serta penderita tidak boleh mengkonsumsi apapun sampai dua jam setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan. Batuk dengan sedikit darah, sakit tenggorokan dan ke tidak nyamanan karena alergi terhadap obat yang diberikan selama prosedur biasa dijumpai setelah tindakan bronkoskopi. Hal ini akan hilang setelah dua jam prosedur bronkoskopi selesai dilakukan. (Stanzel, 2004)

2.7. Komplikasi akibat BSOL

  Komplikasi dari bronkoskopi serat optik tetap sangat rendah. Komplikasi terjadi pada 107.969 bronkoskopi, kejadian komplikasi anestesi lokal adalah 0.3- 0.5%, hypoxiaemia 0,2-2%, aritmia 1-10%. Sebagian besar komplikasi ini tidak mengancam nyawa. Sebuah biopsi paru juga dapat menyebabkan kebocoran saluran napas, yang disebut pneumothorak. Meskipun bronkoskopi kaku dapat menggores atau merobek saluran napas atau merusak pita suara, resiko. Spasme laring merupakan komplikasi jarang namun kadang-kadang mungkin memerlukan intubasi trakea. Pasien dengan tumor atau perdarahan yang signifikan mungkin mengalami kesulitan bernafas meningkat (spasme) setelah bronkoskopi, kadang- kadang karena pembengkakan selaput lendir saluran pernapasan (Geraci, 2007 ).

  Komplikasi akibat BSOL ada tetapi jarang paska penempatan tube, termasuk kerusakan trakea, pemasangan tube yang kurang tepat, edema, erosi trakea, peradangan dan perdarahan dapat terjadi masuknya kuman patogen menjadi infeksi dan penyumbatan saluran pernapasan mengakibatkan pneumonia dan ateleksis. Hal ini sering bermanfaat dalam penatalaksanaan pasien yang mengalami stridor setelah ekstubasi

2.7.1 Pneumonia.

  Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia atipikal disebabkan oleh

  

S.pneumoniae atipikal , M.pneumoniae. Ternyata manifestasi kuman lain seperti

H.influenzae,S.aureus dan Gram negatif memberikan sindrom klinik identik

  dengan pneumonia oleh S.pneumoniae. Pneumonia saat ini dikenal 2 kelompok yaitu Pneumonia Nasoklomial (PN) dan Pneumonia Komunitas (PK) yang di dapat dari masyarakat (Sudoyo, 2006).

  Secara klinis pneumonia dapat bagi atas : 1.

   Community acquired pneumoniae

  Pneumonia yang didapat dari masyarakat yaitu infeksi didapat diluar lingkungan rumah sakit.

  2. Hospital acquired pneumonia (Nosokomial Pneumonia) Pneumonia ini didapat selama penderita dirawat dirumah sakit lebih 48 jam setelah dirawat di RS, baik di ruang umum maupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator mekanik (Sudoyo, 2006).

  3. Pneumonia in the immunocompromise host.

  Pneumonia ini terjadi akibat terganggu sistem kekebalan tubuh. Masalah ini semakin meningkat dengan penggunaan obat-obatan sitotoksik dan imunosupresif. Pneumonia adalah peradangan mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis mencakup bronkiolus respiratorius, alvioli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Diagnosis ditegakkan dengan manifestasi, beratnya proses penyakit dan etiologi pneumonia cara ini mengarah pada terapi impiris dan permilihan antibiotik yang sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya. (Priyanti, 2003)

  Etiologi pneumonia berbeda beda jenis bakterinya pola kuman rumah sakit besar dan rumah sakit kecil. Dilaporkan adanya S.pneumoniae pada 9-20% kasus. M. pneumoniae 13-37%, Chlamydia pneumonia 17%. Patogen Pneumonia Komunitas rawat inap diluar ICU 20-70% penyebabnya, S pneumoniae 20-60%,

  

H influenza 3-10%, S aureus, Gram negatif enteric, M pneumoniae, C

pneumoniae, Legionella dan virus 10 % (Sudoyo, 2006).

  Dari penelitian Hadiarto M tahun 1997 dari kultur sputum terbanyak

  K.pneumoniae 44,4% tahun 1998 didapati Klebsiella sp sebanyak 20%, sedangkan pola bakteri di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang tahun 2000-2001,

  K.pneumoniae 17,8% Actinobacilus anitratus 17,8% Staphylococcus coagulase

  negatif 9,8% Pseudomonas aerogenosa 9,5% dan Staphylococcus coagulasi positif 8,1% (Priyanti, 2003).

  Gejala klinis pneumonia didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari kemudian demam, menggigil, suhu tubuh

  o

  meningkat sampai 40 C sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi, disertai batuk produktif, sputum mocoid, purulen campur darah, sesak napas, nyeri dada, pada pemeriksaan fisik diagnostik dada yang sakit tertinggal waktu bernapas, suara napas brokial kadang melemah didapati ronki basah melemah atau halus yang kemudian ronki basah kasar pada stadium resolusi (Priyanti, 2003).

  Kasus pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat dijumpai sejak sakit perut, diare, sementara pneumonia oleh Streptococcus pneumonia dengan dahak yang khas berwarna berkarat dan pneumonia yang disebabkan oleh Klebsiella mungkin memiliki dahak berdarah (Jelly Kismis); (Darby, 2008).

  Kondisi dan faktor resiko mempengaruhi pneumonia merokok, immunodefesiensi, alkoholisme, paru-paru obstruktif kronik, penyakit ginjal kronik, dan penyakit hati. Diluar negeri bakteri penyebab paling umum dari komunitas peneumonia, dengan Streptococcus pneumonia disolasi 50% kasus,

  Haemophilus influenza 20%, Chlamydophila pneumonia13%, Mycoplasma pneumonia3%. Staphylococcus aureus, Moraxella catharralis, Legionella pneumophila dan gram negatif (Nair, 2011).

  Penyebaran organisme dengan faktor yang ada seperti alkoholisme dikaitkan dengan Streptococcus pneumonia, organisme anaerob, dan

  Mycobacterium tuberculosis , merokok dengan fasilitasi efek Streptococcus

pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catharralis, dan Legionella

pneumophila (Eddy, 2005).

  Selain virus jamur juga dapat menyebabkan pneumonia disebut pneumonia jamur biasanya pada orang dewasa dengan sistem kekebalan tubuh menurun, lemah karena HIV, obat imunosupresif atau masalah medis lainnya jamur yang sering adalah Hystoplasma capsulatum, Blastomyces, Cryptococcus neoformans,

  

Pneumocytis carinii, Coccodioides immitis, Histoplasmosis biasanya dilembah

  sungai Missippi dan coccodiodomycosis. Ada juga parasit penyebab pneumonia tersering adalah Toxoplasma gondii, Strongyloides, Ascaris lumbricoides,

  

Plasmodium malaria, organisme ini masuk dalam tubuh melalui kulit,

  pencernaan, melalui vektor serangga. Berbagai parasit dapat mempengaruhi paru paru kecuali Parogonimus westermani, Ascaris dan Strongyloides merangsang langsung eosinipilik, menjadi eosinipilik pneumonia (Vijayan, 2009).

  Dalam penanganan pneumonia diperlukan terapi yang sesuai, terutama pneumonia nosokomial. Terapi empirik perlu segera diberikan dengan pemilihan antibiotika yang tepat dan selanjutnya dilakukan penyesuaian pemberian antibiotika untuk mendapatkan hasil yang maksimal, hingga biaya obat dapat ditekan seoptimal mungkin dengan risiko angka mortalitas yang sekecil-kecilnya. Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan, maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan dilakukan uji resistensi kuman.

2.7.2. Atelektasis .

  Penutupan paru-paru sehingga pertukaran gas berkurang atau tidak ada sama sekali. Atelektasis di temukan dengan foto thorak atau pemeriksaan radiologi lainnya, atelektasis dapat terjadi paska operasi atau akibat defesiensi surfaktan, pada neonatus premature menyebabkan gangguan pernapasan pada bayi.

  Klasifikasi :

  Atelektasis merupakan kondisi akut dan kronis. Yang akut dikenal sebagai airlessness. Kondisi kronis ditandai dengan campuran kompleks antara

  airlessness infeksi, Atelektasis dapat komplikasi dari penyakit asbes (White, 2002).

  Tanda dan gejala :

  Batuk tidak menonjol, nyeri dada, kesulitan bernapas, saturasi oksigen rendah efusi pleura (tanda transudat) sianosis (akhir tanda), peningkatan denyut jantung, demam ringan, Penyebab anatomi sering didapat dari pasca operasi atau bedah, perokok dan orang tua peningkatan resiko, penyumbatan bronkus, benda asing, steker lender, penekanan dari luar oleh tumor, kelenjer getah bening, tuberkel dan penyebab lain adalah surfaktan yang buruk selama mekanisme yang mendasari, distribusi kolaps alveolar, resorpsi, kompresi, atelektasis, dan kontraksi atelektasis (Mavros, 2011).

2.8. Mikroorganisme yang sering muncul pada (BSOL).

2.8.1 Burkholderia cepacia kompleks Patogenesis :

  Burkholderia cepacia patogen manusia menyebabkan pneumonia,

  ditemukan dalam air dan tanah dan dapat bertahan waktu yang lama di lingkungan lembab, individu immunokompromise penyakit paru yang mendasari seperti kistik

  fibrosis atau penyakit Granulomatosa kronis. Infeksi BCC menyebabkan

  penurunan cepat fungsi paru-paru dan mengakibatkan kematian. B.cepacia ditemukan Walter Burkholder. Pada 1980-an, pertama fibrosis kistik, tingkat kematian 35%.

  Tanda dan gejala :

   Demam  Panas dingin

   Batuk  Sesak napas

   Sakit kepala

   Kantuk  Nyeri dada

   Nyeri perut

   Pembesaran limpa

   Pembesaran hati

   Infeksi sistem urogenital

  Penyakit tulang

   Penyakit sendi

   Limfadenitis 

  Pengobatan :

  Pengobatan dengan antibiotik Ceftazidime, Doxycycline, Piperasilin, Meropenem, dan Trimetoprim/sulfametoksazol (Kotrimoksazol). Meskipun Kotrimoksazol dianggap sebagai obat pilihan untuk infeksi B. cepacia, Ceftazidime, Doxycycline, Perasilin dan Meropenem dianggap opsi alternatif di mana Kotrimoksazol tidak dapat diberikan karena bahaya reaksi hipersensitivitas, intoleransi atau resistensi (Ortega, 2007).

2.8.2. Pseudomonas aeruginosa

  Pseudomonas aeruginosa bakteri menyebabkan penyakit hewan dan manusia ditemukan di tanah, air, flora kulit .

  Gejala :

  Penyebab infeksi peradangan dan sepsis pada paru-paru, saluran kemih, dan ginjal, berakibat fatal, ditemukan diperalatan medis, kateter, menyebabkan infeksi silang di rumah sakit dan klinik, bak mandi.

  Patogenesis : Pseudomonas aeruginosa masuk ke aliran darah (gram stain) melalui

  oportunistik, nosokomial, individu immunokompromise, menginfeksi paru, saluran kemih, luka bakar, luka, dan infeksi darah. Infeksi Fibrosis pneumonia, bronkopneumonia kistik, syok septik, gangrenosum lesi kulit, infeksi saluran kemih, infeksi gastrointestinal, Nekrotik enterokolitis, bayi prematur dan kanker, infeksi jaringan lunak, infeksi perdarahan, nekrosis luka bakar dan telinga luar (otitis eksternal). Pseudomonas penyebab pneumonia komunitas, ventilator pneumonia . Infeksi oportunistik kronis, peralatan medis (Todar's, 2004).

  Pengobatan : Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap berbagai macam antibiotik

  terapi P. aeruginosa dapat dikombinasikan dengan antibiotik yang memiliki aktivitas terhadap P. aeruginosa mungkin termasuk aminoglikosida (Gentamisin, Amikasin), kuinolon (Ciprofloxacin, Levofloxacin), Sefalosporin (Ceftazidime, Sefepim, Cefoperazone) Penisilin anti Pseudomonas : Karbenisilin dan Tikarsilin, dan piperasilin). P. aeruginosa tahan terhadap semua penisilin Carbapenems (Meropenem, Imipenem), Polymyxins (Polimiksin B dan Colistin) monobactam (Aztreonam), di beberapa rumah sakit pada infeksi dangkal (misalnya: infeksi telinga atau infeksi kuku), Gentamisin topikal atau colistin dapat digunakan (Hachem, 2007).

2.8.3. Acinetobacter baumanii

  A.baumannii Bakteri gram negatif, infeksi nosokomial. Bakteri dapat

  hidup Suhu 44°C, karbohidrat sebagai Sumber nutrisi, melekat pada sel epitelial manusia. Aerobik berbentuk basilcoccus dan tahan berbagai antibiotik tumbuh diperalatan medis, persalinan, dan luka bakar, di rumah sakit infeksi nosokomial seperti meningitis, pneumonia, bakteremia dan terhadap kontaminasi tangan petugas kesehatan (Jordi, 2007).

  Patogenesis :

  Bakteri masuk kedalam tubuh melalui nosokomial, kulit, peralatan medis, luka kotor, tindakan ventilator di unit perawatan intensif, pemasangan voley kateter, pamasangan kateter vena central, kontak makanan, air tercemar masuk melalui mulut, hidung, kulit yang terluka masuk ke pembuluh darah (bakteremia) kemudian masuk paru paru menyebabkan infeksi paru (pneumonia) masuk otak (meningitis) masuk kesaluran kemih (infeksi saluran kemih) sangat menular pada penyakit imunokompromise yang mendasarinya seperti diabetes (ulkus

  gangrenosum).

  Gejala klinis :

  Tanda dan gejala demam, merah, bengkak, hangat, nyeri daerah kulit atau luka, kulit bergelombang dengan lecet, batuk, nyeri dada, atau kesulitan bernapas nyeri perasaan saat buang air kecil, kantuk, sakit kepala, atau leher kaku.

  Pengobatan :

  Terapi Acinetobacter baumannii dengan aminoglikosida, seperti (Amikasin, kombinasi dengan beta - laktamase - seperti Piperasilin (bersama beta

  • laktamase inhibitor - tazaobactam) atau Meropenem. Inhibitor beta - laktamase, terutama sulbaktam.

2.8.4. Bakteri Klebsiella pneumoniae ESBL positif

  Extended - spectrumbeta - laktamase (ESBL) keluarga Enterobacteriaceae mengekspresikan plasmid - dikodekan - laktamase (misalnya, TEM-1, TEM-2, dan SHV-1) yang resisten terhadap Penisilin.Pada b-laktamase (ESBL), ESBL adalah beta-laktamase menghidrolisis sefalosporin (Cefotaksim, Ceftriakson, dan Ceftazidime, Aztreonam oxyimino-monobactam). Jadi ESBL resisten terhadap antibiotik tersebut dan laktam oxyimino-beta. Dalam keadaan biasa, gen TEM-1, TEM-2, atau SHV-1 mengubah konfigurasi asam amino di sekitar-laktamase, laktam rentan terhadap hidrolisis enzim. Peningkatan jumlah ESBL bukan dari TEM atau SHV tetapi ESBL sering plasmid yang produksi ESBL. Gen yang kode resistensi terhadap golongan obat (misalnya, aminoglikosida) oleh karena itu, pilihan antibiotik dalam pengobatan organisme ESBL-memproduksi sangat terbatas. Organisme produksi ESBL rentan terhadap beberapa sefalosporin, namun pengobatan antibiotik tersebut tingkat kegagalan yang tinggi (Bush, 2010) .

2.8.5. Klebsiella pneumonia

  Klebsiella pneumoniae adalah Gram-negatif, non-motil, kapsul, fermentasi

  laktosa, anaerobik fakultatif, berbentuk batang. Flora normal mulut, kulit, dan usus, organisme cenderung menyebabkan infeksi 'oportunistik', mempengaruhi tubuh bila kondisi medis yang mendasari atau ketika mekanisme kekebalan tubuh melemah, dapat menginfeksi saluran kencing, saluran pencernaan, bagaimanapun paru-paru paling serius, dimana menyebabkan pneumonia.

  Gejala klinis :

  Membedakan pneumonia yang disebabkan Klebsiella adalah kecepatan dari perkembangan penyakit. Klebsiella pneumonia memicu kerusakan cepat dari jaringan paru-paru, dan akibatnya,gejala manifest cepat.

  Gejala awal : Demam mendadak tinggi, pusing, sakit kepala, menggigil dan kelelahan.

  Batuk berlebihan dengan sputum tebal, kental, banyak dan berdarah.

  Gejala Lanjutan :

  Klebsiella pneumonia ketika diabaikan, cepat membentuk abses, kantong kecil yang dipenuhi dengan bakteri dan jaringan mati. Sesak napas, terengah- engah dan nyeri dada mungkin akibat rusak paru-paru, kulit menjadi dingin dan berkeringat, nafsu makan menurun drastis.

  Patogenesis :

  Bakteri masuk melalui aspirasi mikroba di orofaringeal masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah menyebabkan sistem kekebalan menurun.

  Paling sering laki-laki dengan gangguan pertahanan pernafasan, seperti diabetes, alkoholisme, keganasan, penyakit hati, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), terapi glukokortikoid, gagal ginjal, dan pekerja (seperti pekerja pabrik kertas). Banyak infeksi diperoleh di rumah sakit (infeksi nosokomial). Infeksi diluar rumah sakit seperti : pneumonia, bronchitis, abses paru, kavitasi, empiema, dan perlengketan. Tingkat kematian tinggi sekitar 50%, angka kematian hampir 100%. Klebsiella dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, saluran empedu yang, dan luka bedah, tromboflebitis, kolesistitis, diare, infeksi saluran pernapasan atas, osteomielitis, meningitis, bakteremia, septikemia dan invasif.

  Kontaminasi tindakan beresiko tinggi, misalnya, endoskopi, bronkoskopi dan pemesangan kateter urin. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat menjadi faktor meningkatkan risiko infeksi nosokomial sepsis dan syok septik dengan bakteri Klebsiella.

  Pengobatan :

  Organisme Klebsiella sering resisten terhadap antibiotik, kemampuan untuk menghasilkan extended-spectrum beta-laktamase ESBL tahan terhadap banyak antibiotik. Resistensi sering golongan Aminoglikosida, Fluoroquinolones, Tetrasiklin, dan Trimetoprim/sulfametoksazol. Pemilihan tergantung pada pola- kerentanan tergantung tubuh yang terinfeksi. Untuk infeksi berat, penggunaan awal singkat (48-72 jam) dari terapi kombinasi, beralih ke mono terapi setelah pola kerentanan.

  Jika Klebsiella tidak memiliki resistensi antibiotik, antibiotik digunakan seperti Ampisilin / sulbaktam, Piperacillin / tazobactam, Tikarsilin / klavulanat, Ceftazidime, Sefepime, Levofloxacin, Meropenem, dan Ertapenem. Meropenem pilihan terbaik dengan Klebsiella ESBL+, hindari penyebaran infeksi Klebsiella antara pasien dengan tenaga kesehatan harus taat pencegahan dan pengendalian (Tind, 2012).

2.8.6. Citrobacter freundii

  Fakultatif anaerob Gram-negatif, basil keluarga Enterobacteriaceae, bentuk batang panjang dikelilingi flagella bergerak, non-motil. Ditemukan di tanah, air, limbah, makanan dan saluran pencernaan dan infeksi oportunistik, infeksi nosokomial

  Patogenesis : Citrobacter freundii adalah mikroba oportunistik, infeksi nosokomial, dan

  tidak menyebabkan penyakit atau gejala pada manusia yang sehat, hanya menimpa orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah cenderung menyebabkan infeksi saluran kemih, saluran pernapasan, darah, pankreas, hati dan penyakit empedu.

  Gejala :

  Infeksi saluran kemih : rasa terbakar saat buang air kecil, dorongan untuk buang air kecil, urin berbau, sedikit buang air kecil, darah dalam urin, demam, dan terasa panas atau nyeri di punggung bawah/atau panggul. Penyebab paling signifikan gerakan dan tingkat kebersihan yang buruk setelah hubungan seksual menyebabkan perubahan inflamasi abnormal pada usus, mengakibatkan perubahan nekrotik, meningitis neonatal. Meninges atau penutup dari otak bisa meradang karena infiltrasi bakteri, dapat menembus sawar darah-otak (yang terdiri dari endotelium kapiler otak dan pleksus koroid epitel). Hal ini dapat menyerang dan mereplikasi di otak. Gejala antara lain: demam tinggi, muntah proyektil dan kejang. Infeksi peritonitis dan infeksi juga telah dilaporkan sering terlihat pada pasien rawat inap dan kekebalan menurun dan bersal dari pemesangan kateter kemih (Whalen, 2007).

  Pengobatan :

  Diberikan antibiotik Amikasin, Amikasin, Cefepime, Cefotetan, Ceftazidime, Ceftriaxone, Cefuroxime, Ciprofloxacin, Meropenem, Levofloxacin, Nitrofurantoin, Ofloxacin, Piperacillin.

2.8.7. Aerogenes Enterobacter

  Aerogenes Enterobacter Gram-negatif, oksidase negatif, katalase positif,

  sitrat positif, indol negatif, bakteri berbentuk batang, infeksi nosokomial infeksi oportunistik. Mayoritas sensitif terhadap antibiotik, mekanisme resistensi, laktamase berarti cepat menjadi resisten terhadap antibiotik, membutuhkan perubahan antibiotik menghindari memburuknya sepsis.

  Tanda dan gejala :

  • Demam tinggi atau hipotermia
  • Takikardia • Hipoksemia • Takipnea • Sianosis

  Patogenesis :

  Infeksi nosokomial, keganasan, penyakit hepatobilier, borok saluran pencernaan, penggunaan kateter, luka bakar, ventilasi mekanis, dan imunosupresi.

  Sumber endogen (melalui kolonisasi kulit, saluran pencernaan, atau saluran kemih) atau eksogen, tangan, tindakan bronkoskopi, endoskopi, tensimeter stetoskop sumber infeksi. Sumber berasal: nutrisi parenteral, larutan saline isotonik, albumin, termometer digital, dan peralatan dialisis (Siegel, 2007).

  Pengobatan :

  Antimikroba hampir semua infeksi Enterobacter antimikroba dapat diberikan meliputi:

  • Beta-laktam: Carbapenem, Sefalosporin • Aminoglikosida • Fluoroquinolon • Trimethoprim- sulfamethoxazole 2.8.8.

   Escherichia coli Escherichia coli, E. coli , Bakteri gram-negatif ditemukan oleh Theodor

  Escherich dalam, usus besar. E. Coli tidak berbahaya, beberapa E. Coli tipe

O157: H7 , mengakibatkan keracunan makanan diare berdarah karena eksotoksin.

  Ecoli dapat menguntungkan manusia memproduksi vitamin.

  Patogenesis : Escherichia coli O157 : H7 patogen berhubungan dengan makanan dapat

  menyebabkan kolitis hemoragik, sindrom uremik hemolitik, sekuele infeksi menyebabkan gagal ginjal dan kematian. E. coli flora normal usus. E. coli O157

  : H7 maksudnya hari 7 pembentuk koloni) . Selanjutnya di bagian usus dari waktu

  ke waktu dan mengamati bahwa sekum konsisten jaringan tertinggi. Faktor virulensi, adhesin dan toksin Shiga tipe 2, dan terdeteksi kedua protein awal infeksi ketika jumlah bakteri tertinggi selama infeksi, tubuh kehilangan berat badan dan ~ 30 % meninggal tubuh sekarat karena peningkatan kadar nitrogen urea darah, nekrosi, menunjukkan kerusakan tubulus ginjal.

  Gejala :

  Diare, diare berdarah, kram perut, tidak ada gejala beberapa kasus sedikit/tidak ada demam . Hemolitik uremik sindrom - (HUS) : sindrom hemolitik uremik - pucat (anemia), demam, memar atau mimisan ( akibat kerusakan trombosit), kelelahan, sesak napas, pembengkakan, terutama tangan dan kaki, penyakit kuning, dan urin berkurang. Thrombocytopenic purpura trombotik (TTP): trombotik thrombocytopenic purpura disebabkan hilangnya trombosit, namun gejala berbeda dan terutama terjadi pada orang tua. Gejala demam, lemas lemas, gagal ginjal, dan gangguan mental cepat berkembang kegagalan organ dan kematian. Sampai tahun 1980-an, TTP dianggap penyakit yang fatal.

  Pengobatan :

  Sementara penggantian cairan dan awasi tekanan tekanan darah cairan mungkin diperlukan untuk mencegah kematian akibat dehidrasi, sebagian besar korban sembuh tanpa pengobatan lima sampai 10 hari. Tidak ada bukti bahwa antibiotik memperbaiki perjalanan penyakit, dan pengobatan dengan antibiotik dapat memicu sindrom uremik hemolitik. Obat anti diare, seperti Loperamide (Imodium), juga harus dihindari karena dapat memperpanjang durasi infeksi.

  Strategi pengobatan baru tertentu, seperti penggunaan strategi anti-induksi untuk mencegah produksi toksin dan penggunaan anti-toksin Shiga antibodi, masih tahap diusulkan (Eckburg, 2005).

2.8.9. Pseudomonas mendocina

  • Ektima gangrenosum

  Sepsis yang fatal

  4. Cefaperazon - Imipenem

  3. Ceftazidim - Aztreonam

  2. Piperacillin - Amikacin

  1. Ticarcillin - Tobramycin

  Pengobatan :

  Meningitis

   Infeksi saluran kemih

   Infeksi pada luka bakar

  Manifestasi klinis :

  → sepsis → sering menimbulkan kematian. Sering resisten terhadap antimikroba → multiresisten.

  Dapat menempel pada selaput lendir atau kulit → dapat menyebar secara sistemik

  Patogenesis :

  infeksi endokarditis dan spondylodiscitis. Pengobatan sepsis kombinasi Penisilin, Sefalosporin, Aminoglikosida, atau Fluorokuinolon antibiotik selama minimal 6 minggu, kombinasi antibiotik pengobatan Aminoglikosida 4 hari dan Fluorokuinolon oral 2 minggu (Chi, 2005).

  Pseudomonas mendocina gram-negatif, oportunistik, nosokomial infeksi,

  • Pneumonia 
  • Keratitis 
  • Otitis Eksterna

  5. Gentamycin - Ciprofloxacin Profil kepekaan terhadap antimikroba sangat beragam sehingga perlu dilakukan uji kepekaan antimikroba.

  2.8.10. Delftia acidovorans Delftia acidovorans adalah non-spora, aerob batang gram-negatif, aerobik, non-fermentasi, gram negatif batang tergolong Pseudomonas.

  Patogenesis :

  Infeksi berasal dari kateter, selang infus, bakteremia, empyema, ulkus kornea, otitis media, aspirasi tabung endotrakea, tindakan invasif, infeksi individu imunokompeten (Perla, 2005).

  Gejala :

  Sindrom Sjogrens adalah penyakit yang mempengaruhi kelenjar yang menghasilkan air liur dan air mata, menyebabkan mata kering dan mulut kering.

  Penyebab sindrom Sjogrens tidak diketahui, tetapi peradangan memainkan peran penting.

  Pengobatan : Imipenem / cilastin telah diberikan selama empat minggu.

  2.8.11. Staphylococcus haemolyticus.

  Berbentuk coccus, Gram - positif, non - motil, tidak - berspora, anaerob fakultatif dan koagulase-negatif, flora kulit manusia, ditemukan di aksila, perineum, dan daerah inguinal, patogen oportunistik. Infeksi dapat sistemik dan sering dengan alat-alat medis, tahan antibiotik, sebagai patogen nosokomial.

  Gejala :

  Endokarditis, pepticemia, peritonitis dan infeksi saluran kemih, luka, infeksi tulang, sendi, infeksi jaringan lunak pada immunocompromise (Rolston, 2003).

  Patogenesis : S. haemolyticus bermigrasi dari kulit, sepanjang permukaan eksternal,

  hubungan pasien dengan petugas kesehatan penyebabkan infeksi lokal atau menjadi sistemik (bakteremia), dan sering pada alat medis, tahan antibiotik.

  Tingkat keparahan infeksi bervariasi tergantung, frekuensi manipulasi, faktor virulensi, hindari kontak dari penyebab diatas sebagai pengobatan yang terbaik.

  Pengobatan :

  Vancomycin atau dapat diberikan, glycopeptides dengan β - laktamse kerja secara sinergis Staphylococcus haemolyticus memiliki sensitif satu atau lebih antibiotik berikut: Penisilin, Cephalosporin, Macrolides, Kuinolon, Tetrasiklin, Aminoglikosida, Glikopeptida, dan Fosfomycin, Glycopeptide (Vancomycin ).

  (Vignaroli, 2006).

2.8.12. Staphylococcus aureus

  Staphylococcus aureus itu bakteri yang dapat hidup di

  lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (garam), S aureus flora normal kulit, hidung, mulut, dan usus besar,normal, infeksi kulit (misalnya bisul), penyakit pernapasan (sinusitis) dan keracunan makanan, memproduksi racun protein protein permukaan sel mengikat dan menonaktifkan antibodi maka munculnya resisten antibiotik (Allison, 2010).

  Patogenesis : Staphylococcus aureus berkembang strategi komprehensif untuk mengatasi tantangan ditimbulkan oleh sistem kekebalan tubuh manusia.

  Munculnya Methicillin-resistant . Staphylococcus aureus (CA-MRSA) infeksi pada individu tanpa kondisi predisposisi peningkatan patogenisitas bakteri yang mungkin terkait dengan akuisisi elemen genetik baru. Hebatnya, penyebab yang mendasari epidemi tidak diketahui. Bagaimana akuisisi gen baru dapat menjelaskan peningkatan kejadian dan keparahan penyakit CA-MRSA. S. aureus memiliki repertoar luar biasa dari faktor virulensi mampu bertahan hidup dalam kondisi ekstrim dalam tubuh manusia. Staphylococcus aureus mempertahankan kontrol baik dari ekspresi virulensi dan sebagian besar jarang menyebabkan infeksi pada manusia sehat.

  Gejala :

  Infeksi Staphylococcus aureus diantaranya bisulImpetigo, folikulitis, furunkel, karbunkel disebabkan bakteri memproduksi nanah (piogenik).

  Pengobatan :

  Pengobatan infeksi S. aureus adalah P enisilin, β-laktam antibiotik penisilinase-tahan (misalnya, Oksasilin Clindamisin, Cefazolin). Kombinasi terapi gentamisin untuk mengobati infeksi, seperti endokarditis, tetapi kontroversial karena Methicillin-resistant S. aureus, (MRSA) dan yang sangat ditakuti dari S.

  aureus menjadi resisten terhadap antibiotik β-laktam (Thwaites, 2011).

2.8.13. Stenotrophomonas maltophilia

  Stenotrophomonas maltophilia non fermentative, gram-negatif, aerobik,

  motil flagella polar, dan tumbuh agar Mac Conkey koloni berpigmen, katalase- positif, oksidase-negatif, reaksi positif DNase immunokompromise,

  Patogenesis :

  Infeksi nosokomial, berada dikanul oksigen, endotrakeal atau tabung trakeostomi, saluran pernapasan dan kateter urin. Infeksi difasilitasi bahan prostetik (plastik atau logam), dan perawatan efektif adalah pemusnahan bahan prostetik.

  Gejala :

  Perasaan depresi, suasana cemas, nyeri, insomnia, headaches kantuk (mengantuk) masalah keseimbangan, disfungsi seksual, nyeri pada punggung bawah, kejang otot, masalah kandung kemih, mual, Back pain pusing, perut nyeri, ketegangan otot, hiperventilasi migrain sakit kepala ruam (kemerahan, pembengkakan).

  Pengobatan : S. Maltophilia sensitif terhadap Kotrimoksasol dan tikarsilin, meskipun

  resistensi meningkat S. maltophilia resisten terhadap banyak antibiotik spektrum luas (Carbapenem). Hal ini biasanya tidak rentan terhadap Piperasilin, dan rentan terhadap Ceftazidime. Tigecycline, Polimiksin B obat yang efektif (Burke, 2011).

2.8.14. Streptococcus salivarius

  Streptococcus salivarius bulat, gram positif, non - motil, non - sporing,

  katalase negatif, dan anaerobik fakultatif. Saluran pernapasan bagian atas manusia beberapa jam setelah lahir, patogen oportunistik septikemia dengan neutropenia (kekurangan sel darah putih), probiotik dalam pencegahan infeksi oral. BLIS (Bakteriosin seperti Zat Hambat ) merupakan peptida antimikroba.

  Patogenisitas toxisitas S. salivarius infeksi meningitis, dan bakteremia, perikarditis, peritonitis

  bakteri spontan, jejunitis akut, abses pankreas, endokarditis multimicrobial, dini sepsis neonatal, sinusitis, endophthalmitits, impetigo bulosa dan femoral osteitis memasuki aliran darah, virulensi rendah bakteremia faktor predisposisi lokal, gangguan mukosa dan penyakit yang mendasari serius, seperti keganasan atau sirosis hati (infeksi tenggorokan).

  Infeksi transmisi : S. salivarius flora manusia normal ditularkan melalui kontaminasi langsung dari cairan tubuh steril, misalnya: kontaminasi cairan serebrospinal setelah anestesi epidural atau pungsi lumbal karena peralatan terkontaminasi, oleh migrasi organisme dari kulit pasien sepanjang tindakan kateter atau melalui tetesan air. S. salivarius masuk rongga mulut memasuki aliran darah (bakteremia) setelah endoskopi dan intervensi terapeutik Setelah organisme adalah dalam aliran darah masuk berbagai anatomi termasuk meninges dan cairan serebrospinal (Rafailidis, 2005).

  Gejala : Streptococcus salivarius flora normal mulut manusia jarang menyebabkan

  infeksi invasif. Meningitis adalah infeksi jarang namun semakin dilaporkan disebabkan oleh S. salivarius. Meskipun meningkatnya jumlah kasus yang dilaporkan komprehensif dari literatur tentang S. salivarius meningitis yang kurang. Hasil yang umumnya menguntungkan dengan manajemen antibiotik.

  Dokter harus mencurigai S. salivarius meningitis pada pasien akut setelah prosedur medis atau bedah yang melibatkan meninges.

  Pengobatan :

  Peka terhadap berbagai antibiotik, termasuk Ciprofloxacin, Levofloxacin, Metronidazol, Amoksisilin, Ceftriaxone, Clindamisin, Rifampisin, Gentamisin, Cefuroxime, Cefotaxime, dan Vankomisin. Strain tertentu dari S. salivarius resistensi parsial terhadap Penisilin, Ceftriaxone, Erithromisin, dan Meropenem.

2.8.15. Serratia marcescens

  Serratia marcescens gram-negatif berbentuk batang family dari Enterobakteri patogen manusia, S. marcescens infeksi didapat di rumah sakit,

  bakteremia, infeksi saluran kemih dan infeksi luka, saluran pernapasan dan saluran kencing dan sistem pencernaan lembab, kamar mandi terutama ubin, sudut shower, celah air dikeramik, bak mandi, bermanifestasi warna merah muda dan makan berlendir bahan fosfor /zat lemak seperti sabun dan residu sampo. S.

  

marcescens ditemukan di lingkungan seperti tempat kotoran, dan subgingiva gigi

S. marcescens menghasilkan tripyrrole pigmen orange kemerahan disebut

  prodigiosin pewarnaan ekstrinsik gigi. Nosokomial kateter, bakteremia saluran kemih, infeksi luka, pada penyakit sistem pencernaan. S. marcescens penyebab infeksi bayi baru lahir, imunodefisiensi kanker, leukemia atau penyakit kronis, neurologis dan urologis kronis risiko tinggi.

  Patogenesis :

  Pada manusia menyebabkan infeksi saluran kemih, saluran pernapasan, luka, konjungtivitis, keratitis, endophthalmitis, endokarditis dan osteomielitis (menggunakan obat-obatan intravena), Pneumonia, dan meningitis. S. marcescens dikaitkan dengan 19 kasus di rumah sakit Alabama 2011, terjadi kematian akibat pasien menerima nutrisi parenteral

  Serratia sepsis :

  Gejala Serratia sepsis demam, panas dingin, gangguan pernapasan, syok, aborsi spontan pada janin, malaisie, infeksi saluran kemih, sering buang air kecil nyeri, Contoh kasus pengobatan obstruksi saluran kemih, gagal ginjal dan pemeriksaan saluran kemih pasien diabetes. Infeksi saluran pernapasan dapat terjadi setelah memakai instrumentasi rumah sakit/kunjungan dokter, tindakan bronkoskopi, COPD penyakit paru obstruktif kronik pneumonia. Bayi premature sepsis, jenis operasi kepala atau bedah saraf dapat meningitis, pengguna obat terlarang dan pecandu heroin menyebabkan endokarditis (peradangan, menggigil, keringat berlebihan, kelelahan, demam, dan nyeri sendi kematian pasien sangat tinggi (Nisbet, 2011).

  2.8.16 . Achromobacter denitrificans Achromobacter denitrificans gram negatif oksidase dan katalase - positif aerobik bakteri motil genus Achromobacter menyebabkan infeksi pada manusia.

  Endokarditis infeksi endovaskular. Achromobacter spesies endokarditis infektif mendasari immunodefisiensi atau katup jantung prostetik endokarditis sekunder

  Achromobacter xylosoxidans subspesies denitrificans . Infeksi mengancam jiwa ini

  berhasil diobati dengan penggantian katup gabungan dan terapi antibiotik jangka panjang. Achromobacter endokarditis. penyebab endokarditis nosokomial (Gray, 2010).

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

3 73 106

Perbandingan Kenyamanan Pasien yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

3 76 106

Pola Kuman Bilasan Bronkus Pada Tindakan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) Di RSUP Haji Adam Malik Medan

5 106 101

Penilaian Visualisasi Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Konfirmasi Pemeriksaan Sitologi Bronkus Dalam Menegakkan Diagnosis Kanker Paru

5 129 80

Profil Penderita Yang Dilakukan Tindakan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP H. Adam Malik Medan

3 49 53

Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BRONKOSKOPI 2.1.1. SEJARAH BRONKOSKOPI - Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 31

Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 20

Perbandingan Kenyamanan Pasien yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 8

Pola Kuman Bilasan Bronkus Pada Tindakan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) Di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 1 9