PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN SENI MUSIK UNTUK ANAK DALAM PERSPEKTIF EURHYTMIC DALCROZE: SUATU TINJAUAN EVALUATIF

  

PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN SENI MUSIK

UNTUK ANAK DALAM PERSPEKTIF EURHYTMIC

DALCROZE: SUATU TINJAUAN EVALUATIF

  Ferdinandus Bate Dopo Program Studi Pendidikan Musik, STKIP Citra Bakti, NTT ferdinbate@gmail.com

  

ABSTRAK

  Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan suatu konsep pemikiran yang dapat dikembangkan guru bidang pendidikan seni musik pada tingkat dasar dalam membelajarkan siswa mereka. Hal ini dilatari oleh kenyataan bahwa pembelajaran seni musik untuk anak di sekolah- sekolah dewasa ini yang cenderung biased. Anak-anak dalam pembelajaran musik kerap dijejali dengan teori-teori simbolik abstrak. Anak dipaksa untuk menggunakan nalar mereka. Padahal bermusik adalah soal bagaimana mengolah rasa. Melalui tulisan ini dengan didasakan pada gagasan eurhytmic

  Dalcroze,

  penulis ingin memamparkan bagaimana seyogyanya rasa bermusik (sense of music) anak itu dikembangkan.

  

Kata Kunci: pembelajaran musik, ense of music, eurhytmic

PENDAHULUAN

  Seni musik sebagai salah satu bidang kajian dalam pendidikan seharusnya menunjukkan peranan pentingnya dalam mengembangkan

  

sense of music kepada peserta didik dengan kesempatan dan kemampuan

  untuk berekspresi (expression), berapresiasi (appreciation), berkreasi (creation), membentuk harmoni (harmony), dan kesempatan untuk menciptakan keindahan (aesthetics). Untuk bisa memiliki rasa bermusik (sense of music) peserta didik perlu dibekali dengan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill), yang pada dasarnya memenuhi fungsi melengkapi pengalaman-pengalaman musikal mereka. Dengan dasar pemahaman ini maka pendidikan musik hendaknya pertama-tama memfasilitasi peserta didik untuk melahirkan pengalaman-pengalaman musikalnya.

  Fakta yang terlihat di lapangan belum menunjukkan sepenuhya pelaksanaan pendidikan seni musik seperti demikian. Dapat digambarkan, bahwa pendidikan seni musik masih belum mengakomodasi pengalaman- pengalaman dasar musikal dalam berekspresi, berapresiasi, berkreasi, harmoni, dan estetika, serta pembelajaran seni musik belum memperhatikan keunikan, karakteristik, dan tingkat perkembangan individual masing-masing pesera didik. Kondisi seperti ini ditunjukkan dengan pembelajaran seni musik yang dilakukan hanya sebatas menghafal notasi musik atau lagu. Pelajaran musik didominasi oleh penjelasan tentang informasi musik berupa definisi suatu terminologi, riwayat hidup komposer, nama dan jenis alat yang digunakan, logika matematika dalam notasi musik. Pelajaran musik didominasi oleh latihan-latihan/drill yang membosankan atau tidak menyenangkan. Pelajaran praktek musik didominasi oleh kegiatan membaca notasi. Kepuasan tercapai manakala notasi bisa diwujudkan. Proses pembelajaran seperti yang digambarkan berpeluang besar terhadap pemahaman tentang hakikat musik yang merupakan kumpulan pengetahuan (cukup dibaca dan dihafal atau diingat-ingat). Musik merupakan keterampilan motorik (ketepatan teknis menjadi tujuan). Musik ialah apa yang tertulis terpenuhinya hakekat pembelajaran, serta mengabaikan tujuan pembelajaran seni musik itu sendiri. Dengan kata lain pembelajaran seni musik masih cenderung biased dengan hanya mengakomodir peserta didik untuk bergantung kepada rasio untuk memahami musik.

  Konsep pendidikan hendaknya dibangun atas dasar proses sintesis pikiran dan tubuh. Pada masa lalu, penggunaan tubuh telah menjadi penting dalam sejarah namun di akhir-akhir ini harus diakui telah terjadi pemisahan antara aktivitas penalaran, di satu sisi, dan aktivitas fisik disisi yang lain. Rutinitas pemecahan masalah dilakukan terutama melalui penggunaan bahasa, logika, atau lainnya. Sebuah sistem simbolik yang relatif abstrak (Gardner,1983). Harus diakui bahwa pikiran manusia dan kekuatan kapasitas intelektualnya selama berabad-abad telah diletakkan di atas takhta dengan mengabaikan semua kecerdasan lainnya. Karena itu, penting agar kembali kepada keseimbangan pikiran dan tubuh (Campbell, 2004, hal 73).

  Penggunaan tubuh dalam proses pembelajaran merupakan hal yang penting sekaligus cenderung untuk diminimalisasi dan dilupakan. Untuk orang-orang Yunani penggunaan tubuh yang benar melalui kegiatan artistik dan atletik merupakan tujuan alami mereka. Secara umum mereka mencari keselarasan antara tubuh dan pikiran. Pikiran membantu melatih pengguaan tubuh dengan benar dan dan tubuh membantu menanggapai kekuatan ekspresif pikiran. (Gardner,1983) Bagi orang Yunani latihan fisik adalah keharusan, tidak hanya untuk menghasilkan tubuh yang kuat dan indah, tapi juga sebagai sarana untuk memperbaiki pikiran. Dengan demikian dalam bukunya Republik, Plato menempatkan musik dan senam sebagai dasar pendidikan yang ideal (Naumberg, 1914). Berdasarkan permasalahan dan gagasan-gagasan tersebut dalam tulisan ini penulis akan kembali memperkenalkan pemikiran Dalcroze tentang eurhytmic (eksplorasi musik melalui tubuh) yang menjadi jembatan antara rasa dan rasio dalam mengembangkan sense of music.

  Dari latar belakang tersebut, terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi, yaitu: (1) Pelajaran musik didominasi oleh penjelasan tentang informasi musik berupa definisi suatu terminologi, riwayat hidup komposer, nama dan jenis alat yang digunakan, logika matematika dalam notasi musik. (2) Pelajaran musik didominasi oleh latihan-latihan/ drill yang membosankan atau tidak menyenangkan. (3) Pelajaran praktek musik didominasi oleh kegiatan membaca notasi.

  Permasalahan yang dikaji dalam paper ini adalah (1) Apa dasar gagasan dasar Euryhtmic Dalcroze dan (2) Bagaimana mengembangkan pembelajaran musik berdasarkan perspektif Euryhtmic Dalcroze. Dari tulisan ini diharapkan bermanfaat untuk guru agar dapat memahami konsep dasar

  

Euryhtmic Dalcroze dalam mengembangkan startegi pembelajaran musik

  yang membantu siswa menemukan pengalaman-pengalman bermusiknya

  PEMBAHASAN Eurhytmic ; Jacques-Dalcroze

  Dalam beberapa tahun terakhir ini pendekatan-pendekatan dalam sisi situasi ini mengindikasikan suatu kamajuan dalam dunia pendidikan musik namun disisi lain melahirkan dilema khususnya bagi para pendidik musik untuk menentukan metode-metode yang harus digunakan serta pengimplementasian metode tersebut dalam pembelajaran.

  Untuk dapat menentukan metode yang tepat dalam pembelajaran pendidik tentu harus memiliki pemahaman yang komprehensif dan mendalam tentang metode-metode yang akan diterapkan. Untuk mencapai hal ini, kembali melacak pemikiran-pemikiran para penggagas dalam dunia pendidikan musik bisa menjadi sebuah solusi yang tepat. Dalam tulisan ini akan disajikan salah satu dari sekian banyak pemikir dan praktisi pendidikan musik Jacques-Dalcroze, serta gagasanya yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi para pendidik musik untuk membelajarkan siswa.

  Emile jaques Dalcrose lahir di Wina, pada 6 Juli 1885 dari orang tua berdarah Swiss. Keluarganya pindah ke Jenewa pada tahun 1873. Dalcrose mulai mengenyam pendidikan di sekolah musik di Jenewa. Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah musik Dalcrose menetap di wina untuk belajar pada Anton Bruckner (1824-1896) dan Robert Fuchs (1847-1927). Terakhir Dalcrose belajar orkestrasi dengan Leos Delibes (1836-1891) serta pedagogi musik dan piano dengan Mathis Lussy (182S-1310) (Aronoff, 1969).

  Pada 1892 Dalcrose mengawali karier di dunia pendidikan musik. Dia menjadi guru besar harmoni di sekolah musik Jenewa yang mengajar tidak hanya harmoni tetapi juga komposisi dan solfege. Profesi inilah yang mendorong lahirnya pertanyaan-pertanyaan seputar metode pembelajaran musik. Dari Mathis Lussy (182S-1310) Dalcrose belajar bahwa musik susungguhnya dapat dihubungkan dengan hukum-hukum alamiah dalam psikologi. Semisal bagaimana aksen-aksen memiliki keberadaan dalam dirinya (rasion de etre) dan pada akhirnya menjalin sebuah hubungan dengan ekspresi dan interpretasi dalam harmonik. Dengan landasan ini Dalcrose membangun argumentasi bahwa musik itu berdasarkan pada perasaan-perasaan manusiawi dan perasaan-perasaan itu hidup dalam tubuh manusia. Oleh karena itu manusia perlu melatih tubuhnya untuk memahami musik lebih efektif

  Sebelum tercetus pemikiran Emile Jaques-Dalcroze, sebelumnya konsep pendidikan musik pada anak yang berkembang di Eropa seringkali hanya menekankan arti penting Solfegio dengan latihan ear-training (latihan pendengaran). Teknik ini menyodorkan cara-cara melatih anak didik agar akrab terhadap variasi not, seperti bernyanyi mengikuti tinggi rendah nada, menebak nada, dan menyanyikan variasi Solfegio (Do Re Mi Fa Sol La Si Do). Menurut Dalcroze ear-training (latihan pendengaran) bukanlah unsur yang paling lengkap dalam pendidikan musik pada anak. Menurut Dalcroze, pendidikan musik yang semata-mata menggunakan pendekatan ear-training terhadap Solfegio tidak membuat anak-anak mengapresiasi dan mencintai musik. Latihan pendengaran yang terus menerus hanya akan membuat anak mudah bosan dan jenuh. Mengatasi masalah ini Dalcroze menganjurkan bahwa untuk melatih musikalitas siswa perlu memperhatikan tiga hal berikut:

  1. Eurhytthmic : melatih kepekaan tubuh terhadap irama dan dinamika nada dengan tepat, melodi dan harmoni

  3. Improvisasi : melatih kemampuan siswa dalam menguasai elemen dasar musik seperti irama, dinamika, nada dan bentuk melalui penemuan siswa sendiri, dengan menggunakan gerak, suara maupun instrument Lebih lanjut Dalcroze menyatakan ketiga unsur menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan untuk melahirkan rasa musikalitas anak dengan

  

Eurhytthmic sebagai fondasi utamanya. Istilah eurhythmics berasal dari kata

  bahasa Yunani Eu dan rythmos berarti mengalir baik atau gerakan yang baik (Mead, 1996). Jacques-Dalcroze menciptakan istilah ini untuk mengambarkan cara mengalami dan mengeksplorasi sensasi musikal dan pengetahuan musik secara bersama (Schnebly-Black, 2004,). Pengalaman dan eksplorasi musik dilakukan terutama melalui tubuh. Sebenarnya, dalam bahasa Eurhythmics, tubuh manusia adalah instrumen pertama yang harus dilatih. .Emosi dan tubuh berhubungan erat dengan tubuh sebagai media untuk mengekspresikan emosi (Jeong, 2005).

  Lebih lanjut Jeong, menyatakan bahwa dasar semua seni musik adalah emosi manusia. Tidak cukup hanya melatih pikiran atau telinga atau suara, seluruh tubuh manusia harus dilatih karena tubuh mengandung semua hal penting untuk pengembangan sensibilitas, kepekaan dan analisis suara, musik dan perasaan. Setiap ide musik bisa dilakukan oleh tubuh dan apapun gerakan tubuh bisa ditransformasikan menjadi lawan musiknya. Ada sebuah reaksi langsung antara pikiran yang mengandung dan tubuh yang bertindak (Jeong, 2005).

  Eurhythmics lebih dari sekedar gerakan tubuh akan tetapi terkait erat dengan unsur ekspresif. Dengan demikian menggunakan tubuh sembarangan bukanlah pilihan dalam bahasa-bahasa yang tak bermutu. Seseorang bisa menepuk irama tanpa perasaan apapun tanpa arah, dan tanpa ungkapan. Tapi agar bisa menjadi musikal, tubuh harus dilatih untuk menggunakan semua otot sedemikian rupa sehingga keindahan ekspresi akan muncul dengan sengaja.

  Dalcroze menyadari bahwa ketika peserta didik mengalami aspek musik melalui gerakan tubuh, respons responsif yang ditimbulkan pada anak dapat menyebabkan lahirnya musik asli. Dia juga percaya bahwa tanpa persiapan seperti itu pada peserta didik, individu mungkin cenderung merespons secara mekanis dan mengabaikan ekspresi (Jeong, 2005). Pada gilirannya akan menghasilkan musisi yang fokus pada teknik dan bukan pada ekspresi, yang dan selanjutnya mengarah pada kinerja yang kurang kaya. Jadi, berbeda dengan metode pembelajaran musik lainya, fokus dari metode Dalcroze adalah pada pengembangan bertahap musikalitas siswa (Schnebly-Black, 2004). Dengan demikian, dengan meningkatnya pengalaman keterlibatan tubuh pendekatan Dalcroze berpotensi menanamkan energi baru ke dalam pendidikan musik (Jeong, 2005).

  

Mengembangkan Metode Pembelajaran Musik Berdasarkan Perspektif

  Pembelajaran musik untuk anak-anak sedang berkembang di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kebijakan ini dimulai di Indonesia sejak diberlakukannya kurikulum yang memasukan seni sebagai konten kurikulum, dan sampai saat ini terus ditingkatkan ditingkatkan pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan usaha pemerintah untuk menyiapkan para pebelajar yang handal dan berkualitas, yang nantinya mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.

  Pembelajaran musik yang diperkenalkan sejak dini sangat penting karena dengan kemampuan musikal akan membawa dampak positif dalam kehidupan (life skills) baik sebagai sarana menuju tercapainya tujuan pendidikan maupun sebagai tujuan pendidikan itu sendiri. Didasari oleh suatu konsep pedagogis bahwa semakin dini usia seseorang diperkenalkan dengan musik, semakin cepat dan semakin bagus sense of music, maka sebaiknya pendidikan musik perlu diperkenalkan pada anak-anak sejak dini baik bersifat formal maupun non formal.

  Secara hakiki, pembelajaran untuk anak-anak berbeda dengan pembelajaran untuk orang dewasa. Pebelajar anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lain. Beberapa karakteristik mendasar dari anak adalah mereka senang bermain dan memiliki konsentrasi yang singkat. Dengan krakteristik tersebut, guru pendidikan musik semestinya menggunakan metode dan teknik-teknik pembelajaran yang berbeda dengan para pebelajar lainnya. Terkait dengan hal ini, menurut Dalcroze, cara mengajar musik yang paling efisien bergantung pada empat prinsip dasar (Mead, 1996).

   Pertama, keterampilan untuk memahami dan merespons musik harus

  dikembangkan dengan mudah, itu hanya berarti kalau terwujud dalam permainan. Dunia anak adalah dunia bermain. Bermain dan bermain itulah yang mereka lakukan. Dengan demikian konsep pembelajaran untuk anak harus didasari pada konsep bermain, anak belajar dengan bermain. Dalam kaitnya dengan pembelajaran musik guru dapat mendesain pembelajaran musik dengan melakukan permainan-permainan anak yang populer maupun yang dikembangkan oleh guru.

  Kedua, siswa harus mengembangkan penginderaan batin tentang musik. Siswa akan menginternalisasi waktu, ruang, dan energi dalam gerakan yang sesuai dengan yang ada dalam musik. Terkait dengan hal ini permainan-permainan yang didesain guru hendaknya dipertimbangkan apakah bisa membantu siswa menginternalisasi waktu, ruang dan energi dalam gerakan yang ada dalam musik. Sebagai contoh Dalam pembelajaran rime guru mendesain pembelajaran ketangkasan melempar bola dari anak yang satu ke anak yang lain dengan durasi waktu dan jarak yang ditentukan sementara itu guru membuat hitungan dengan tepukan tangan atau mengetuk meja untuk menentukan beat.

  Ketiga, komunikasi yang tajam antara telinga, tubuh, dan pikiran harus dikembangkan siswa dengan aktif terlibat dan penuh perhatian secara mental dalam mendengarkan dan merespons. Lama tidaknya anak-anak berkonsentrasi dalam pembelajaran banyak tergantung dari bagaimana pembelajaran itu dikemas oleh guru. Mereka kurang atau tidak akan terlalu sulit. Dengan demikian, tugas guru adalah untuk membuat pembelajaran itu menarik, hidup dan menyenangkan. Sebagi contoh terkait dengan pembelajaran ritme, tepukan tangan atau ketukan pada meja sebagai penentu beat dapat digantikan dengan alunan musik dari tape recorder yang disesuaikan dengan permainan yabg dilakukan.

  Keempat, anak harus mengembangkan gudang gambar aural dan kinestetik yang bisa diterjemahkan ke dalam simbol dan, setelah diingat, dilakukan sesuka hati. Ini adalah kunci untuk membaca musik. Namun demikian anak-anak masih berada dalam fase pertumbuhan intelektual yang dinamakan oleh Piaget “concreteoperation”. Dengan keterbatasan ini, segala bentuk pembelajaran berupa aturan-aturan, penjelasan-penjelasan, dan pembahasan kebahasaan yang bersifat abstrak hendaknya dilaksanakan dengan sangat hati-hati dan disesuaikan dengan perkembangan anak.

  KESIMPULAN

  Pendekatan pembelajaran musik yang ditawarkan Jacques-Dalcroze dapat menjadi pilihan bagi para guru pendidikan musik dalam membelajarkan siswanya. Untuk dapat mengimplementasikan pendekatan Dalcroze dalam pembelajaran musik membutuhkan keterampilan dan kreatifitas guru. Pertama-tama guru harus mampu masuk pada pemahaman bahwa bermusik adalah soal mengolah rasa dan rasa itu hidup dalam tubuh manusia. Oleh karena itu siswa perlu melatih tubuhnya agar dapat bermusik dengan lebih efektif. Kedua, guru harus kreatif megembangkan metode- metode pembelajaran musik yang memungkinkan siswa melahirkan pengalaman-pengalaman musikalnya.

DAFTAR RUJUKAN

  Aronoff, Prances Webber. "The Eurythmics of Emile Jaques-Dalcroze." Music and Young Children. New York: Holt, Rinehart, & Winston, Inc., 1969.

  Campbell, L., Campbell, B. & Dickinson, D. (2004). Teaching and Learning

  Through Multiple Intelligences. New York: Pearson Gardner, H. (1983). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences.

  New York: Basic Books. Jeong, J-E. (2005). Adaptation of Dalcroze methodology to the teaching of

  music to kindergarten students in Korea. D.M.A. dissertation, Boston ProQuest Digital Dissertations database.

  Mead, V. H. (1996). More than mere movement: Dalcroze Eurythmics. Music Educators Journal 82(4), 38-41. Naumberg, M. (1914). The Dalcroze idea. What eurhythmic is and what it

  means. diambil dari the MusiKinesis web site:

  Schnebly-Black, J., & Moore, S. (2004). Rhythm: One on One. Dalcroze Activities in the Private Music Lesson. USA: Alfred Publishing Co.

  .