Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Oleh Korporasi (Studi Putusan PN. Jakarta Utara Nomor 725 Pid.Sus 2014 PN.Jkt. Utr)

BAB II
PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang
Sejarah bangsa Indonesia perdagangan manusia pernah ada melalui
perbudakan. Masa kerajaan-kerajaan di Jawa, perdagangan orang, yaitu
perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem feodal. Pada
masa itu konsep kekuasaan raja tidak terbatas, hal ini tercermin dari banyaknya
selir yang dimilikinya. Beberapa orang adalah putri bangsawan yang diserahkan
kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lain adalah persembahan dari
kerajaan lain dan ada juga selir yang berasal dari lingkungan masyarakat bawah
yang dijual atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga
tersebut mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana, sehingga dapat
meningkatkan statusnya.19
Di era globalisasi, perbudakan marak kembali dalam wujudnya yang ilegal
dan terselubung berupa perdagangan orang melalui bujukan, ancaman, penipuan,
dan rayuan untuk direkrut dan di bawa ke daerah lain bahkan ke luar negeri untuk
diperjualbelikan dan dipekerjakan di luar kemauannya sebagai pekerja seks, dan
atau bentuk-bentuk eksploitasi lainnnya.
Perdagangan

Orang


adalah

tindakan

perekrutan,

pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
19

Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), hal. 1.

26
Universitas Sumatera Utara


27

memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara
maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi.20
Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mendifinisikan
perdagangan orang adalah: “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian
atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau
bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan,
atau

penyalahgunaan

kekuasaan

atau

posisi


rentan,

ataupun

penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan
dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang
secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk
eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktekpraktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ
tubuh.21
Pada Tahun 1994, Sidang Umum PBB mengadopsi sebuah resolusi
tentang Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan. Dalam resolusi ini,
defenisi perdagangan manusia telah mencakup dimensi yang semakin luas.
Resolusi ini menentang pemindahan orang secara tidak sah dan secara diam–diam
melintas batas nasional dan internasional. Pemindahan orang tersebut sebagian
besar berasal dari negara berkembang dan beberapa negara yang berada pada

20

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, Pasal 1 angka 1

21
Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan
Orang di Indonesia, Jakarta, 2005, hal.2.

27
Universitas Sumatera Utara

28

tahap transisi ekonomi, dengan tujuan akhir memaksa perempuan dan anak
perempuan ke dalam situasi yang opresif dan eksploitatif baik secara seksual
maupun ekonomis untuk keuntungan bagi perekrut, pelaku perdagangan dan
sindikat kejahatan, juga aktivitas illegal lainnya yang berhubungan dengan
perdagangan manusia, seperti pemaksaan menjadi pekerja domestik, perkawinan
palsu, dipekerjakan secara diam–diam dan adopsi palsu.Setahun kemudian, dalam
Sidang Umum tahun 1995, Sekjen PBB pada sesi ke-50 mengomentari resolusi
ini. Dalam laporan tahunannya Sekjen PBB mempertajam defenisi dan dimensi
perdagangan sebagai berikut: “Sementara memfokuskan diri pada dimensi
internasional perdagangan perempuan, sidang tidak melihat secara sempit tentang
perdagangan yang hanya untuk tujuan prostitusi, tetapi harus melibatkan aspek

lain dari kerja paksa dan praktek–praktek penipuan. Perdagangan manusia yang
melampaui batas–batas internasional sudah pasti praktek illegal. Sebuah
pertanyaan patut dilontarkan apakah perdagangan manusia sama dengan migrasi
illegal ? Dapat saja keduanya saling berhubungan, tetapi berbeda satu dengan
yang lainnya. Migrasi unsur paksaan atau terjadinya eksploitasi. Waktu yang
bersamaan, seseorang dapat diperdagangkan tanpa persetujuannya. Dapat dikenali
perbedaannya dengan melihat tujuan dari pelintasan batas Negara di mana
gerakan terjadi melalui orang lain sebagai instrumen. Di Negara di mana gerakan
terjadi melalui orang lain sebagai instrumen. Di bawah perbedaan ini,
perdagangan anak dan perempuan biasa didefenisikan ke dalam kategori “tujuan
akhir memaksa perempuan dan anak kedalam situasi yang opesif dan eksploitatif
secara seksual atau secara ekonomi”. Pada kenyataannya, hal ini dilakukan “untuk

28
Universitas Sumatera Utara

29

keuntungan dari perekrut, pelaku perdagangan manusia dan sindikat kriminal.
Tahun 1996, Komisi HAM mengadopsi sebuah resolusi yang menyerukan

pemerintah negara–negara anggota PBB untuk mengimplementasikan Rencana
Aksi Konferensi Perempuan di Beijing tahun 1995 dengan mempertimbangkan
ratifikasi konvensi internasional dalam hal perdagangan manusia dan perbudakan
dengan

mengambil

langkah-langkah

yang

dipandang

perlu

untuk

menghubungakan faktor–faktor penyebab, termasuk faktor–faktor eksternal yang
menyebabkan timbulnya perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi dan
bentuk lain dari komersialisasi seks, kawin paksa dan kerja paksa dengan tujuan

untuk melakukan upaya penghapusan perdagangan perempuan.22

D. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Ketentuan tentang tindak pidana perdagangan orang diatur dalam Undangundang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang. 23
Pada butir c bagian pertimbangan UU No. 21 Tahun 2007 disebutkan,
perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, merupakan tindakan yang
bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar HAM, sehingga
harus diberantas. Selanjutnya ditegaskan pada butir e, perdagangan orang telah
meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak
terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri, sehingga menjadi

22

Valentina. Perdagangan perempuan dan Anak Dalam Pandangan Seorang Aktivis
Perempuan; Sulistyowati Irianto (ed). Perempuan dan Hukum, Menuju Hukum yang Berperspektif
Kesetaraan dan Keadilan. (Jakarta: Yayasan Obor, 2005), hal. 17
23
Azis Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 57


29
Universitas Sumatera Utara

30

ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan Negara, serta terhadap norma-norma
kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap HAM.
Pertimbangan lain yang mendasari pembentukan UU No. 21 Tahun 2007
adalah adanya keinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana
perdagangan orang didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional, dan
internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap
pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama. Menurut Pasal 1 ayat
(1) UU. No. 21 Tahun 2007, pengertian perdagangan orang adalah: “Tindakan
perekrutan,

pengangkutan,

penampungan,

pengiriman,


pemindahan,

atau

penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekeuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau member bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan didalam negara maupun antar Negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”
Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian
tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam UU
No. 21 Tahun 2007.
Terkategori sebagai unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang adalah:
(1) setiap orang, baik orang perseorangan maupun korporasi yang, (2) melakukan
tindak pidana perdagangan orang. Termasuk sebagai tindak pidana perdagangan
orang adalah melakukan perbuatan sebagai berikut.

30

Universitas Sumatera Utara

31

a. Eksploitasi, yaitu tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang
meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,
pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum
memindahkan atau mentransplatasi organ dan/atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk
mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial.
b. Eksploitasi seksual, yaitu segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual
atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan,
termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan
pencabulan.
c. Perekrutan, yaitu tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan,
membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.
d. Pengiriman, yaitu tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang
dari satu tempat ke tempat lain.
e. Kekerasan, yaitu setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau

tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan
bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan
seseorang.
f. Ancaman kekerasan, yaitu setiap perbuatan secara melawan hukum berupa
ucapan, tulisan, gambar, symbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau
tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang
kebebasan hakiki seseorang;

31
Universitas Sumatera Utara

32

g. Penjeratan utang, yaitu perbuatan menempatkan orang dalam status atau
keadaan

menjaminkan

atau

terpaksa

menjaminkan

dirinya

atau

keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa
pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang.24
Penegakan hukum pidana dalam UU No. 21 Tahun 2007 terangkum dalam
26 pasal (Pasal 2 s.d Pasal 27 UU No. 21 Tahun 2007). Ketentuan Pasal 2 ayat (1)
dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang
atau memberi bayaran atau manfat walaupun memperoleh persetujuan dari
orang

yang

memegang

kendali

atas

orang

lain,

untuk

tujuan

mengeksploitasi orang tersebut diwilayah Negara Republik Indonesia,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

24

Ibid, hal. 57-58

32
Universitas Sumatera Utara

33

Ketentuan Pasal 3 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah Negara Republik Indonesia
dengan maksud untuk dieksploitasi diluar wilayah Negara Republik Indonesia
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).”
Ketentuan Pasal 5 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu
atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Ketentuan Pasal 6 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau keluar negeri
dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi
sebagai berikut.
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang

33
Universitas Sumatera Utara

34

membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi
reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5, dan
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3,
Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,0 (lima miliar
rupiah).”
Ketentuan Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi
sebagai berikut.
(1) Setiap penyelenggaraan negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang
mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka
pidananya 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat
dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan
hormat dari jabatannya.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan
sekaligus dalam amar putusan pengadilan.”
Ketentuan Pasal 9 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak

34
Universitas Sumatera Utara

35

pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).”
Ketentuan Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.”
Ketentuan Pasal 11 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama
sebagai pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5,
dan Pasal 6.”
Ketentuan Pasal 12 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak

pidana

perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul
lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban
tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau
mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal 6.”
Ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi
sebagai berikut.

35
Universitas Sumatera Utara

36

(1) Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi
apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak
untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam
lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
(2) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu
korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyidikan,
penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.”
Ketentuan Pasal 14 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap
dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus ditempat pengurus
berkantor, ditempat korporasi itu beroprasi , atau ditempat tinggal pengurus.”
Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi
sebagai berikut.
(1) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana
yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha;

36
Universitas Sumatera Utara

37

b. Perampasan kekayaan hasil tindak pidana;
c. Pencabutan status badan hukum;
d. Pemecatan pngurus; dan/atau
e. Pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi
dalam bidang usaha yang sama.”
Ketentuan Pasal 16 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang
terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam
kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang

sama

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga).’
Ketentuan Pasal 17 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.
“JIka tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4
dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).”
Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 juga mengatur tentang tindak pidana
lain yang berkaitan dengan tindak perdagangan orang (Ketentuan Pasal 19, Pasal
20, Pasal 21 ayat (1), (2), (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan
Pasal 27 UU No. 21 Tahun 2007). Melengkapi keberadaan UU No. 21 Tahun
2007, Pemerintah RI dan DPR RI telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah, menindak, dan
Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-anak, Suplemen
Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (Protocol
to Prevent, Suppress and Punish Traffickking in Persons, Especially Women and

37
Universitas Sumatera Utara

38

Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime).
Pemerintah RI dan DPR RI juga telah menerbitkan Undang-Undang
Nomor

15

Tahun

2009

tentang Pengesahan

Protokol

Pemeberantasan

Penyelundupan Migran baik melalui Darat, maupun Udara, Suplemen Konvensi
PBB Menentang Kejahatan Transnational yang Terorganisasi (Protocol Againts
The Smuggling of Migtants By Land , Sea, and Air).

E. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang
Bentuk perdagangan orang yang sering terjadi yang harus diwaspadai oleh
masyarakat, karena masyarakat tidak sadar bahwa perbuatan yang dilakukan
orang adalah sudah bentuk perdagangan orang yang akhirnya masyarakat sudah
menjadi korban dari perdagangan orang. Undang-undang No. 21 Tahun 2007
tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan beberapa Konvensi PBB yang
berkaitan dengan perdagangan perempuan dan anak, terdapat beberapa bentuk
perdagangan orang, antara lain:
1. Pekerja Anak
Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan
percobaan tindakan yang melibatkan perekrutan, transportasi baik di dalam
maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak
dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan pelibatan hutang untuk
tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, buruh ijon,
atau segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau
tidak, di dalam sebuah komunitas yang berbeda dengan komunitas di mana anak

38
Universitas Sumatera Utara

39

tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut
pertama kali terjadi. Namun tidak jarang perdagangan anak ini ditujukan pada
pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak.
Pengertian pekerja terburuk untuk anak menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai
Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak di Indonesia secara umum meliputi anak-anak yang
dieksploitasi secara fisik maupun ekonomi, (Keppres No. 59 Tahun 2002) yang
antara lain dalam bentuk berikut: Anak-anak yang dilacurkan; Anak-anak yang di
pertambangan; Anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara; Anak-anak
yang bekerja di sektor kontruksi; Anak-anak yang bekerja di jermal; Anak-anak
yang bekerja sebagai pemulung sampah; Anak-anak yang dilibatkan dalam
produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak; Anak-anak yang
bekerja dijalan; Anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga; Anakanak yang bekerja di perkebunan; Anak-anak yang bekerja pada penebangan,
pengolahan dan pengangkutan kayu; dan Anak-anak yang bekerja pada industri
dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.25
2. Kejahatan Prostitusi
Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran hubungan seksual dengan
uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara hukum, prostitusi
didefinisikan sebagai penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual tidak

25

https://media.neliti.com/media/publications/25212-ID-perdagangan-orang-traffickingsebagai-pelanggaran-hak-asasi-manusia.pdf. Riswan Munthe. Perdagangan Orang (Trafficking)
sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. Fakultas Hukum,
Universitas Medan Area, Indonesia. e-ISSN 2407-7429, 2016, hal. 189-190

39
Universitas Sumatera Utara

40

sebesar kopulasi dan hubungan seksual. Pembayaran dapat dilakukan dalam
bentuk uang atau modus lain kecuali untuk suatu tindakan seksual timbal balik.
Banyak yang merasa bahwa jenis definisi dengan penegakan semua
dukungan bahasa termasuk selektif hukum sesuai dengan keinginan dan anganangan dari badan penegak terkemuka untuk mengontrol mutlak perempuan.
Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu prostitusi di mana anak perempuan
merupakan komoditi perdagangan dan prostitusi di mana wanita dewasa sebagai
komoditi perdagangan. Prostitusi anak dapat diartikan

sebagai

tindakan

mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang
atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya.
Baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus,
perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, pembantu
rumah tangga, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa
keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba
di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka
akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja
dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.
Sudah menjadi rahasia umum para perempuan yang bekerja di panti-panti
pijat di Indonesia dapat diminta memberikan layanan seks kepada para pelanggan
mereka. Tidak diketahui dengan jelas tentang kewajiban

mereka untuk

memenuhi permintaan tersebut, apakah karena keterikatan mereka dengan tempat
tersebut, atau karena kebutuhan akan pendapatan tambahan.

40
Universitas Sumatera Utara

41

Kasus lokalisasi, tempat-tempat pelacuran lainnya, serta prostitusi di
warung penjual teh botol, ketika dipilih oleh seorang pelanggan, perempuan atau
anak perempuan tersebut harus memberikan pelayanan seks dengan pembayaran
di tempat, atau di luar, seperti di hotel, taman dan tempat terbuka. Ini adalah jenis
prostitusi, yang mendorong cara perekrutan perempuan dan anak perempuan
melalui praktik trafiking, mengingat ini adalah sebuah sumber pendapatan yang
besar bagi mereka yang terlibat di dalam proses perekrutan, pengangkutan, dan
penampungan para perempuan dan anak perempuan yang didapatkan untuk
tujuan tersebut. Keuntungan besar, tidak seperti dalam kasus Pembantu
Rumah Tangga, timbul karena pemanfaatan berulang - ulang perempuan atau anak
perempuan yang diperdagangkan selama beberapa tahun untuk menghasilkan
uang tunai secara terus-menerus.
Ada dua negara yang dikenal sebagai tempat tujuan utama perdagangan
orang untuk eksploitasi seksual komersial. Kedua negara itu adalah Malaysia dan
Jepang. Meskipun ada banyak laporan yang mengatakan bahwa eksploitasi
seksual juga terjadi di Singapura. Namun ada perbedaan cara perekrutannya.
a. Untuk tujuan Malaysia dan Singapura, korban direkrut dengan janji akan
dipekerjakan di tempat-tempat karaoke, sebagai penyanyi di rumah makan,
pelayan, dan hostes atau penghibur, atau bahkan dijanjikan sebagai
Pembantu Rumah Tangga (PRT)
b. Untuk tujuan Jepang mereka dibawa dengan alasan sebagai duta seni
budaya atau penari tradisional, kemudian dipaksa untuk memberikan
pelayanan seksual.

41
Universitas Sumatera Utara

42

3. Perdagangan anak melalui adopsi
Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah,
tetapi kadang naluri ini terbentur pada takdir ilahi, dimana kehendak
mempunyai

anak

tidak tercapai. Usaha yang dilakukan untuk memenuhi

keinginan tersebut melalui adopsi atau pengangkatan anak.26 Pengaturan tentang
pengangkatan anak di Indonesia

diatur di dalam Surat Edaran Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 1973 dan disempurnakan dengan SEMA RI Nomor 6
Tahun 1983. Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan
antara orang tua kandung dengan orang tua angkat, juga tentang pengangkatan
anak yang dapat dilakukan oleh WNI yang tidak terikat perkawinan yang sah /
belum menikah dan juga mengatur tata cara mengangkat anak, bahwa : “ Untuk
mengangkat anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan /
pengangkatan kepada Pengadilan Negeri tempat anak yang akan diangkat itu
berada. Bentuk permohonan itu bisa secara lisan ataupun tertulis, dan diajukan ke
Panitera Pengadilan Negeri tersebut. Permohonan diajukan dan ditandatangani
oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi material secukupnya dan
dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat tinggal / domisili anak yang akan diangkat “.
Prosedur pengangkatan anak memang dilakukan secara ketat untuk
melindungi hak-hak anak yang diangkat dan mencegah berbagai pelanggaran dan
kejahatan seperti perdagangan anak. Ketidaktahuan prosedur ini menimbulkan
persepsi dimasyarakat bahwa mengadopsi anak itu mudah, sehingga sering kali
26

Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,
2012), hal. 44

42
Universitas Sumatera Utara

43

masyarakat bertindak di luar hukum, maka dapat terjadi tindak pidana
perdagangan anak. Sering terjadi pengangkatan anak akan menjadi masalah
hukum, seperti kasus Tristan Dowse, korban perdagangan anak melalui
pengangkatan anak. Tristan nama aslinya adalah Erwin merupakan salah satu
contoh pengangkatan anak oleh warga negara asing yang disahkan oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasus penjualan bayi-bayi ke luar negeri yang
dilakukan oleh Rosdiana, yang hasil penyelidikan bahwa diduga telah melakukan
penjualan bayi sebanyak 60 – 80 bayi yang semuanya diserahkan kepada warga
negara asing. Kasus sejenis banyak terjadi walaupun belum diketahui di
permukaan.27
4. Bisnis Jual Beli Bayi
Jenis jual beli manusia yang sulit diberantas di muka bumi ini adalah jual
beli bayi dan jual beli anak perempuan untuk keperluan seksual. Dua jenis
transaksi ilegal ini masih berlangsung dan kecendrungannya terus meningkat.
Walaupun dalam beberapa hal polisi berhasil mengungkapnya namun pelaku tidak
akan pernah mengenal kata jera.
Ini bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah dalam waktu singkat. Bisnis
ini pun dibungkus dengan sangat rapi bahkan sudah menggunakan cara-cara yang
modern dan terkesan sulit dikenali.
Bagi penyidik yang kurang profesional maka saya yakin mereka akan sulit
membongkar modus ini. Ketersediaan “bayi” yang melimpah di Indonesia

27

Republika.com, Jaringan Penjual Bayi Terbongkar, diakses tanggal 30 April 2017

43
Universitas Sumatera Utara

44

terutama dari keluarga-keluarga yang miskin yang kurang memberikan perhatian
pada bayi yang dikandungnya menjadi sasaran empuk sindikat.
Para sindikat sudah mendekati ibu si bayi ketika sang ibu hamil dengan
harapan ibu mau menyerahkan anaknya ketika melahirkan. Beberapa sindikat juga
cukup nekat dengan membawa ibu hamil tadi ke luar negeri atau keluar daerah
agar bayi yang dilahirkan sehat karena asupan gizi telah diawasi oleh sindikat
sejak bayi dalam kandungan sang ibu. Beberapa kasus lagi, para sindikat bekerja
sama dengan klinik-klinik yang membantu perawatan persalinan ibu yang punya
banyak anak atau keluarga miskin lainnya. Sindikat cukup lihai dalam
membangun kerjasama dengan para bidan di beberapa klinik swasta.28
5. Perbudakan Berkedok Pernikahan dan Pengantin Pesanan
Biasanya, praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan
dilakukan oleh pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia.
Salah satu modus operandi perdagangan orang yang lain adalah pengantin
pesanan (mail border bride) yang merupakan pernikahan paksa dimana
pernikahannya diatur orang tua. Perkawinan pesanan ini menjadi perdagangan
orang apabila terjadi eksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi melalui
penipuan,

penyesengsaraan,

penahanan

dokumen,

sehingga

tidak

dapat

melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi dan komunikasi
dengan keluarga.29
Ada dua bentuk perdagangan melalui perkawinan, yaitu pertama,
perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan
28
29

Farid Wajdi, Perlindungan Anak di Indonesia, (Medan: Sofmedia, 2012), h. 73
Farhana, Op.Cit, hal. 47

44
Universitas Sumatera Utara

45

tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing, namun sesampai di
wilayah tujuan perempuan tersebut dimasukkan dalam prostitusi. Kedua, adalah
perkawinan untuk memasukkan perempuan kedalam rumah tangga untuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat eksploitatif bentuknya.
Fenomena pengantin pesanan ini banyak terjadi di masyarakat keturunan Cina di
Kalimantan Barat dengan para suami berasal dari Taiwan walaupun dari Jawa
Timur diberitakan telah terjadi beberapa kasus serupa.30
Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri
dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus
semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk
keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke
industri seks.31
6. Pernikahan Dini
Ketika pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) melakukan sebuah
penelitian tentang kekerasan terhadap perempuan dan pernikahan dini di
Kabupaten Nias awal tahun 2008 yang kemudian menginspirasi PKPA untuk
membuat sebuah film docudrama sebagai bentuk media sosialisasi, muncul
pertanyaan berkali-kali dari berbagai pihak tentang kebenaran fakta cerita film itu.
Sejujurnya fakta itu ada, namun masalahnya kita belum siap dengan
keterbukaan terhadap fakta dan berpikir positif menyikapi fakta itu. Sebuah film
dokudarma yang mengisahkan seorang anak perempuan bernama Yanti menolak

30

Ibid
Agaus Hamim dan Agustinanto. Mencari Solusi Keadilan Bagi Perempuan Korban
Perdagangan; Sulistyowati Irianti (ed). Perempuan dan Hukum, Menuju Hukum yang
Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, (Jakarta: Yayasan Obor, 2008), hal.40.
31

45
Universitas Sumatera Utara

46

keinginan keluarga untuk menikah di usianya yang masih 15 tahun, usaha Yanti
dan kaka Yanti akhirnya membuahkan hasil menolak pernikahan dan Yanti
melanjutkan studi. Film dokudarma berjudul “Perempuan Nias Meretas Jalan
Kesetaraan” (PNMJK) telah di-launching pada 25 Oktober 2008 di Lapangan
Merdeka Gunung Sitoli Nias.
Secara bersamaan dengan pemutaran film PNMJK, Indonesia dihebohkan
dengan pemberitaan dari Semarang-Jawa tengah, seorang pengusaha sekaligus
pemilik pondok pesantren bernama Syekh Puji menikahi seorang anak yang masih
berusia 12 tahun dan baru menyelesaikan sekolah dasar (SD).
Peristiwa tersebut membuat banyak orang mengeluarkan statement
termasuk Menteri Agama, Komnas Perlindungan Anak dan Para pemerhati
masalah anak. Pro-kontra dari berbagai sudut pandang bermunculan, baik sudut
pandang agama Islam, Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hingga Konvensi
PBB tentang Hak Anak (KHA) menghiasi siaran berita dan dialog di media cetak
dan elektronik.
Fenomena pernikahan di usia anak-anak didaerah lainnya tidaklah jauh
berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan seks
pra-nikah sering berujung pada pernikahan dini serta kultur masyarakat Indonesia
yang masih memposisikan anak perempuan sebagai warga kelas ke-2 dan ingin
mempercepat perkawinan dengan berbagai alas an ekonomi, social, anggapan

46
Universitas Sumatera Utara

47

pendidikan tinggi tidak terlalu penting bagi anak perempuan dan stigma negative
terhadap status perawan tua.32
7. Implantasi Organ
Indonesia sudah dinyatakan sebagai kawasan potensial untuk perdagangan
anak dan perempuan. Sepanjang 2003-2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus
perdagangan anak berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri.33
Dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui di
adopsi untuk diambil organ tubuhnya dan sebagian besar bayi yang diadopsi
tersebut dikirim ke sejumlah negara diantaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda,
Swedia, dan Prancis. 34
Kasus jual beli organ tubuh manusia, bukanlah sesuatu yang baru dalam
fenomena hukum di Indonesia. Fakta dan motif dibalik maraknya kasus jual beli
organ tubuh manusia dapat ditelusuri secara real melalui dunia maya dilakukan
oleh para pelaku, baik di kalangan individu maupun jaringan. Fokus penelitian ini
akan mendalami motif para pelaku penjual dan pembeli, baik secara individu
ataupun jaringan. Beberapa problematika kasus jual beli organ tubuh secara global
dapat dikaji melalui fakta berikut: Pertama, dijadikan komoditas, di mana menjadi
persoalan dilematis apabila yang akanmendonorkan adalah orang yang masih
hidup. Hal ini dikarenakan dalam dunia medis ada istilah etika biomedis,
bioethical atau bioetika hal tersebut sering dianggap tidak dapat dibenarkan.
Selain juga adanya kekhawatiran akan adanya perdagangan organ (organ

32
33

Farid Wajdi. Op.Cit, hal. 85
http :// www.sinarharapan.co.id/berita/0508/04/sh01.html, diakses tanggal 30 April

2017
34

Ibid

47
Universitas Sumatera Utara

48

trafficking). Kedua, kebutuhan dan permintaan organ selalu meningkat. Faktanya
sejak keberhasilan dalam transplantasi organ pasien gagal ginjal pada 1954 donor
organ dan studi tentang cangkok organ tubuh seperti hati, mata, jantung semakin
meningkat permintaannya hingga kini. Permasalahan akan muncul pada
kebutuhan akan organ yang terus meningkat dari waktu ke waktu sedang organ
siap donor tidak signifikan jumlahnya. Ketiga, benturan dengan perundangan di
Indonesia. Organ tubuhnya, berbeda dengan di luar negeri. 35.
8. Pekerja Migran
Pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya
ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka
waktu relatif menetap. Menurut Everet S. Lee dalam Muhadjir Darwin bahwa
keputusan berpindah tempat tinggal dari satu wilayah ke wilayah lain adalah
konsekuensi dari perbedaan dalam nilai kefaedahan antara daerah asal dan daerah
tujuan. Perpindahan terjadi jika ada faktor pendorong dari tempat asal dan faktor
penarik dari tempat tujuan. 36
Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerja internal dan pekerja
migran internasional. Pekerja migran internal berkaitan dengan urbanisasi,
sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi.
Pekerja migran internal merupakan pekerja dalam negeri adalah orang yang
bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja dari tempat lain yang masih

35

journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/fenomena/article/download/608/pdf_7
Ruslan
Abdul Gani, Penegakan Hukum Kasus Jual Beli Organ Tubuh Di Indonesia: Model Integratif
Dengan Pendekatan Hukum Islam dan UU Kesehatan, FENOMENA, IAIN SulthanThaha
Saifuddin Jambi. Jurnal Volume 8, No 2, 2016, hal. 5
36
Muhadjir Darwin, Pekerja Migran dan Seksualitas, ( Yogyakarta: Center for
Population and Policy Studies Gadjah Mada University, 2003), hal. 3.

48
Universitas Sumatera Utara

49

termasuk dalam wilayah Indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari
desa ke kota, maka pekerja migran internal seringkali diidentikkan dengan “orang
desa bekerja di kota.37 Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka
yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negeri lain. Di
Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar
negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena
persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja
kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikkan dengan Tenaga Kerja Wanita
(TKW)38

37

Suharto, http://www.policy.hu./suharto/makIndo24.ht ml, diakses pada tanggal 30 April

38

Ibid

2017

49
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Yayasan Yang Melakukan Tindak Pidana Penyelenggaraan Pendidikan Tanpa Izin (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Ri Nomor 275 K/ Pid.Sus/ 2012 Tentang Yayasan Uisu)

9 114 121

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Oleh Korporasi (Studi Putusan PN. Jakarta Utara Nomor 725 Pid.Sus 2014 PN.Jkt. Utr)

1 4 4

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Oleh Korporasi (Studi Putusan PN. Jakarta Utara Nomor 725 Pid.Sus 2014 PN.Jkt. Utr)

0 0 17

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Oleh Korporasi (Studi Putusan PN. Jakarta Utara Nomor 725 Pid.Sus 2014 PN.Jkt. Utr)

0 0 1

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Oleh Korporasi (Studi Putusan PN. Jakarta Utara Nomor 725 Pid.Sus 2014 PN.Jkt. Utr)

0 1 8

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 9 Pid.sus 2016 PN-Gst)

0 0 2

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 9 Pid.sus 2016 PN-Gst)

0 0 26

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 9 Pid.sus 2016 PN-Gst)

0 1 28