Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan Tingkat Kontrol Asma pada Remaja di SMP dan SMA SMK Perguruan Muhammadiyah Tanjung Sari Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma
2.1.1 Defenisi Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang terjadi secara
berulang-ulang dengan gejala seperti wheezing (mengi), sesak napas, sesak dada,
dan batuk, terutama pada malam hari maupun pagi hari.(Awasthy et al., 2013).
Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi aliran udara yang sering reversibel,
baik spontan atau dengan pengobatan (Gater et al., 2016).
Asma adalah penyakit kronis paru-paru yang dapat dikontrol tetapi tidak
dapat diobati. Asma dalam praktis klinis didefenisikan jika terdapat gejala
perubahan gangguan fungsi paru seperti hambatan aliran udara dan aliran udara
ekspirasi, serta timbulnya gejala pernafasan seperti suara wheezing

(mengi),

napas pendek, batuk, sesak dada yang bisa timbul atau tidak timbul di suatu waktu
(National Asthma Council Australia, 2015)
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan
saluran napas kronis.Hal ini ditentukan oleh riwayat gejala pernapasan seperti

suara wheezing (mengi), sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu dan intensitas, bersama-sama dengan keterbatasan aliran udara
ekspirasi (GINA, 2016).
Dapat disimpulkan bahwa asma adalah sebuah penyakit inflamasi kronis
saluran napas yang dapat dikontrol tetapi tidak dapat diobati, dengan gejala suara
suara wheezing (mengi), napas pendek, batuk, sesak dada.

7
Universitas Sumatera Utara

8

2.1.2 Manifestasi Klinis Asma
Manifestasi klinis penyakit asma bervariasi antara satu individu dengan
individu lainnya (Clark, 2013) .
Tabel 2.1.2 Gejala dan Derajat Keparahan Asma.
Gejala
asma
yang Gejala yang mungkin
sering dijumpai

terkait asma
Angka aliran puncak Pola pernapasan yang
berada
pada
zona abnormal yang ditandai
kuning/waspada
dengan ekspirasi yang
(biasanya 50-80% dari memanjang.
normal).
Batuk dengan atau tanpa
produksi mucus; sering
bertambah
berat saat
malam hari atau dini hari
sehingga membuat anak
sulit tidur.

Gejala asma berat
Angka aliran puncak
berada

pada
zona
bahaya/merah (biasanya
< 50% dari normal).

Sianosis.

Kesulitan bernapas yang Napas terhenti sementara. Perubahan
kesadaran
bertambah berat dengan Postur
tubuh (seperti
mengantuk,
olahraga dan aktivitas.
membungkuk
bingung) saat serangan
asma.
Retraksi interkostal

Nyeri dada


Napas cuping hidung.
Wheezing
a. Biasanya muncul tiba- Dada terasa sesak.
tiba
b. Umumnya episodik.
c. Dapat hilang dengan
sendirinya.
d. Bisa bertambah berat
saat malam hari atau
dini hari.
e. Bertambah berat jika
bernapas di udara
dingin.
f. Bertambah
berat
dengan olahraga.

Kesulitan bernapas yang
hebat.
Takikardia.

Kegelisahan hebat akibat
kesulitan bernapas.
Berkeringat.

Universitas Sumatera Utara

9

Tabel 2.1.2 (lanjutan).
g. Bertambah
berat
dengan
adanya
heartburn (refluks).
h. Perbaikan
dengan
penggunaan obat yang
tepat.

2.1.3 Kontrol Asma

Global Initiative for Asthma membuat pedoman penatalaksanaan asma yang
bertujuan untuk mencapai asma terkontrol.Kontrol asma adalah sejauh mana
manifestasi klinis dapat diamati pada pasien, dan bagaimana dapat dikontrol
dengan pengobatan.Hal ini disesuaikan dengan latar belakang genetik pasien yang
mendasari penyakit, pengobatan, lingkungan, dan psikososial.Memburuknya
gejala kontrol asma juga berhubungan dengan resiko eksaserbasi asma (GINA,
2016).
Kontrol asma adalah memburuknya gejala asma saat ini (misalnya gejala
gangguan tidur, hambatan aktivitas sehari-hari, dan penggunaan obat-obat
penyelamat), dan risiko di masa depan (misalnya, eksaserbasi asma, menurunnya
fungsi progresif paru-paru pada orang dewasa atau hambatan pertumbuhan paruparu pada anak atau membahayakan terkait efek pengobatan (National Asthma
Education and Prevention Program, 2007). Dapat disimpulkan bahwa kontrol
asma adalah memburuknya gejala asma, risiko di masa depan dan bagaimana
dapat dikontrol dengan pengobatan.
2.1.4 Tingkat Kontrol Asma
Tingkat kontrol asma merupakan indikator penting dalam menentukan tingkat
penyakit pasien, dan merupakan pengukur terbaik dalam menentukan penyesuaian

Universitas Sumatera Utara


10

rencana tata laksana pasien.Sementara itu, derajat berat asma penting dalam
menentukan tata laksana awal, tetapi tidak bisa digunakan untuk mengetahui
perubahan intensitas penyakit pada pasien asma.Pengukuran tingkat kontrol asma
harus mencakup beberapa variabel, baik subjektif maupun objektif, seperti
spirometri (Cazzola, 2008).
Tingkat kontrol asma diukur dengan berbagai cara menurut profesi pelayanan
kesehatan (misalnya, penggunaan obat pelega, fungsi paru dan kebutuhan). GINA
(2016) menentukan komponen-komponen yang berpengaruh terhadap tingkat
kontrol asma diantaranya, gejala harian, pembatasan aktivitas, gejala terbangun
pada malam hari, penggunaan medikasi dan penilaian objektif fungsi paru.
2.1.5 Klasifikasi Tingkat Kontrol Asma
Tingkat kontrol asma diklasifikasikan menjadi asma terkontrol dengan baik,
asma terkontrol sebahagian (tidak terkontrol dengan baik), dan sangat tidak
terkontrol (GINA 2016). Asma terkontrol dengan baik jika terdapat gejala siang
hari dua kali atau kurang per minggu, keterbatasan aktivitas tidak ditemukan,
gejala nokturnal (terbangun malam hari) tidak ditemukan, penggunaan obat pelega
jalan napas atau penyelamat jiwa digunakan dua kali atau kurang per minggu, dan
fungsi paru PEF atau VEP1 normal.

Asma terkontrol sebahagian (tidak terkontrol dengan baik) jika terdapat gejala
siang hari lebih dari dua kali per minggu, keterbatasan aktivitas apapun, gejala
nokturnal (terbangun malam hari), penggunaan obat pelega jalan napas atau
penyelamat jiwa lebih dari dua kali per minggu, dan fungsi paru PEF atau VEP1

Universitas Sumatera Utara

11

3 gejala asma terkontrol parsial
yang muncul setiap minggunya, dan setiap serangan asma yang muncul harus
dianggap sebagai asma yang tidak terkontrol dan memerlukan evaluasi lebih
lanjut tentang penilaian status asma.
Dapat disimpulkan bahwa klasifikasi kontrol asma berdasarkan tingkat
kontrol asma dibagi menjadi asma terkontrol, asma terkontrol sebahagian (tidak
terkontrol dengan baik), dan tidak terkontrol.
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kontrol Asma.
Tingkat kontrol asma dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia.
Penelitian menemukan bahwa usia lebih muda mempunyai tingkat kontrol asma
yang lebih tinggi pada usia 12-35 tahun dengan (OR 1,41; 95% Cl 1,20 – 1,66)

dibandingkan dengan usia 51-65 tahun (OR 1, 05; 95% Cl 0,92 – 1,21),
berhubungan dengan status merokok dan timbulnya penyakit yang menyerang
fungsi paru seperti PPOK (penyakit paru obstruksi kronis) pada penderita asma
(Chapman et al., 2008).
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat kontrol asma.Penelitian
menemukan bahwa perempuan cenderung memiliki gejala asma tidak terkontrol
daripada laki-laki terhadap penyakit asma, berhubungan dengan faktor fisiologis
bahwa nonspesifik hyperresponsiveness bronkial lebih sering ditemukan pada
perempuan dibandingkan laki-laki (Chapman et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

12

Faktor-faktor sosial ekonomi (berpenghasilan rendah) mempengaruhi tingkat
kontrol asma dengan nilai p= 0.016, berhubungan dengan ketersediaan terapi yang
efektif (Bloomberg et al., 2009). Penelitian menemukan bahwa tingkat edukasi
(pendidikan) berhubungan dengan kontrol asma.Penelitian ini menunjukkan
bahwa program 4 minggu kurikulum tentang asma yang diberikan kepada siswa
setingkat SMP yang memiliki asma secara bermakna meningkatkan tingkat

kontrol asma pada populasi ini (Adam et al., 2008).Tingkat pengetahuan penderita
asma terhadap cara pengendalian dan pengobatan asma merupakan faktor yang
mempengaruhi tingkat kontrol asma. Penelitian menemukan bahwa tingkat
pengetahuan asma pasien memberikan tingkat kontrol yang lebih baik pada asma
pasien dengan nilai (p< 0,0001), sehingga dapat disimpulkan semakin baik
pengetahuan pasien semakin baik tingkat kontrol asma pasien tersebut (Cicak et
al., 2008)
Kebiasaan merokok pada pasien asma memiliki gejala yang lebih berat,
kebutuhan obat pelega yang lebih tinggi, dan status kesehatan yang lebih buruk
dibandingkan pasien asma yang tidak merokok, sehingga dapat mempengaruhi
tingkat kontrol asma (GINA 2016). Penelitian menemukan bahwa penderita asma
yang tidak merokok dibandingkan penderita asma yang merokok dengan tingkat
kontrol asma dengan (OR 2,60 ; 95% Cl 2,34 – 2,90)(Chapman et al., 2008).
Body Mass Index (BMI) dapat mempengaruhi tingkat kontrol asma.
Penelitian yang dilakukan kepada 2337 orang Eropa menggunakan kuesioner
ACT untuk mengukur kontrol asma, 30% dengan tidak terkontrol asma dan 22,7
% dengan terkontrol asma (p< 0,001) memiliki berat badan lebih atau sama

Universitas Sumatera Utara


13

dengan 30



2

, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi BMI

semakin rendah kontrol asma (Demonly et. al, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat kontrol asma
adalah usia, jenis kelamin, sosial ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan terkait asma, kebiasaan merokok, dan BMI.
2.1.7 Pengukuran Tingkat Kontrol Asma dengan Asthma Control Test (ACT).
Alat bantu yang digunakan untuk menilai tingkat kontrol asma yang dapat
dilakukan dengan mudah dan cepat adalah Asthma Control Test (ACT). ACT
menentukan asma menjadi 2 bagian yaitu asma terkontrol dan asma tidak
terkontrol (GINA, 2016).Kuesioner ACT adalah alat yang dikeluarkan oleh
American Lung Association yang dapat mencerminkan perubahan tingkat kontrol
asma seiring berjalannya waktu.Kuesioner ini mudah digunakan dan dapat
memantau tingkat kontrol asma.Kuesioner ini didesain untuk anak berumur 4
sampai 11 tahun dan remaja ≥ 12 tahun sampai dewasa. Metode ini dilakukan
dengan cara meminta pasien untuk menjawab lima pertanyaan berhubungan
dengan penyakit mereka, berapa sering penyakit asma mengganggu anda untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah dan di rumah, mengalami
sesak napas, serta mengalami gejala asma (suara wheezing (mengi), sesak napas,
sesak dada dan batuk), menyebabkan anda terbangun di malam hari atau lebih
awal dari biasanya, menggunakan obat semprot atau obat oral (tablet/sirup) untuk
melegakan pernafasan dan bagaimana anda sendiri menilai tingkat kontrol asma
apakah sudah terkontrol atau belum? Setiap pertanyaan mempunyai lima jawaban
yang setiap pertanyaan duberi nilai dari angka 1-5 dan jumlahnya menentukan

Universitas Sumatera Utara

14

tingkat kontrol asma. Skor jawaban dari kelima pertanyaan itu 20-25
diklasifikasikan sebagai asma terkontrol dengan baik, skor antara 16-19
diklasifikasikan sebagai asma terkontrol sebahagian (tidak terkontrol dengan baik
), dan skor jawaban 5-15 diklasifikasikan sebagai asma sangat tidak terkontrol
(GINA, 2016).
2.1.8 Pengendalian Tingkat Kontrol Asma
Tingkat kontrol asma dapat dikendalikan dengan terapi farmakologi dan non
farmakologi.Terapi farmakologi dibagi berdasarkan pengkajian derajat keparahan
asma.Derajat keparahan asma dapat dikaji ketika pasien berada di pengobatan
kontrol asma tetap untuk beberapa bulan.Derajat keparahan asma dibagi menjadi
tiga yaitu asma ringan, asma sedang, dan asma berat.Asma ringan adalah asma
terkontrol dengan baik dengan pengobatan langkah 1 dan langkah 2 yaitu dengan
pengobatan kontrol intensitas rendah seperti dosis rendah ICS, leukotriene
reseptor antagonis atau choromones.Asma sedang adalah asma terkontrol dengan
baik dengan pengobatan langkah 3, misalnya pengobatan dengan dosis rendah
ICS / LABA.Asma berat adalah asma terkontrol dengan baik dengan pengobatan
langkah 4 atau langkah 5, misalnya dosis tinggi ICS / LABA, untuk mencegah
tidak terkontrolnya asma (GINA 2016).
Tabel 2.1.7 Pengendalian Tingkat Kontrol Asma
Langkah
Step 1
Step 2
Step 3
Step 4
Step 5
pengendalian
Dosis
Dosis
Dosis
Penambahan
kontrol
rendah
rendah
sedang
pengobatan
asma.
ICS
ICS
/ atau
misalnya,
LABA**
rendah
tiotropium *+,
ICS
/ omalizumab,
LABA.
mepolizumab*.

Universitas Sumatera Utara

15

Tabel 2.1.7 (lanjutan)
Pilihan
Pertimbangk Leukotriene Dosis
Penambah Penambah
pengobata an
dosis receptor
sedang/ting an
an
dosis
n lainnya. rendah ICS.
ICS, tiotropium rendah
antagonists gi
*+
dosis
,
dosis OCS.
(LTRA),
rendah ICS tinggi ICS
dosis
+ LTRA (+ + LTRA (+
rendah
theop*).
theophylline theop*).
*
,
Membutuhkan short – Membutuhkan SABA atau dosis
Reliever
acting beta2 – agonist rendah ICS / formaterol#.
(SABA).
Untuk
a. Menyediakan panduan pendidikan manjemen diri (monitoring
diingat:
diri + menulis rencana tindakan + ulasan tetap).
b. Pengobatan modifikasi faktor risiko dan komordibitis, misalnya
merokok, obesitas dan ansietas.
c. Memberikan saran terapi non farmakologi, misalnya aktivitas
fisik, dan penurunan berat badan.
d. Pertimbangan untuk menaikkan langkah pengendalian jika
terdapat gejala asma tidak terkontrol, risiko atau eksaserbasi,
tetapi sebelumnya cek diagnosis, teknik inhalasi dan kepatuhan
pengobatan.
e. Pertimbangan untuk menurunlan langkah pengendalian jika
gejala kontrol asma selama 3 bulan dan resiko rendah untuk
eksaserbasi. ICS tidak disarankan untuk digunakan.
a. ICS: inhaled corticosteroids; LABA: long-acting beta2-agonist;
OCS: oral corticosteroids.
b. * = Tidak untuk anak usia< 12 tahun.
c. ** = Untuk anak usia 6 – 11 tahun, penggunaan langkah 3
pengobatan dengan dosis sedang ICS.
#
d. = Dosis rendah ICS / formaterol merupakan pengobatan reliever
untuk pasien dengan pengobatan dosis rendah budesonide /
formaterol atau dosis rendah beclometasone / formaterol untuk
pemeliharaan dan pengobatanreliever.
e. *+ = Tiotropium oleh alat hirup berkabut ditambahkan pengobatan
untuk pasien dengan riwayat eksasebasi, tidak diindikasikan
untuk anak usia< 12 tahun.

Terapi non farmakologi yang dilakukan untuk mengendalikan tingkat kontrol
asma dan mengurangi resiko dengan berhenti untuk merokok, aktivitas fisik,
berhubungan dengan pekerjaan pasien asma, penurunan berat badan dan
penggunaan NSAIDs termasuk aspirin.Pasien asma dianjurkan untuk berhenti

Universitas Sumatera Utara

16

merokok dengan menyediakan akses dan sumber daya pendukung untuk
menasehati agar tidak merokok karena dapat memperburuk eksaserbasi
asma.Aktivitas fisik dianjurkan pada pasien asma karena manajemen dari latihan
mempengaruhi bronkokontriksi.Pekerjaan pasien asma berhubungan dengan
riwayat kerja dan lingkungan kerja. Penurunan berat badan pada pasien asma
berhubungan dengan resiko terjadinya serangan asma dimasa depan. Penggunaan
NSAIDs termasuk aspirin pada pasien asma harus dengan resep karena
berhubungan dengan derajat keparahan asma (GINA, 2016).
2.2 Body Mass Index (Indeks Massa Tubuh)
2.2.1 Defenisi Body Mass Index
Body Mass Index (BMI) merupakan cara yang sederhana untuk memantau
status gizi seseorang, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan (obesitas). BMI adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara
berat badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) seseorang.(Emery, 2013).
2.2.2 Kategori Body Mass Index
Rumus untuk menghitung BMI orang dewasa dan anak-anak yaitu:
Tabel 2.2.2.1 Rumus untuk menghitung BMI.
Unit Ukuran
Catatan Rumus
Kilogram dan meter
(atau sentimeter).


(kg)
Pounch dan inch





(

(�� ��� �

)2

)
�� ���





2

� 703

Universitas Sumatera Utara

17

Interpretasi BMI untuk orang dewasa ( > 20 tahun), ditafsirkan dengan cara
yang sama untuk laki-laki dan perempuan terlepas dari usianya (Emery, 2013)
Tabel 2.2.2.2 Interpretasi BMI untuk orang dewasa ( > 20 tahun).
BMI ( kg / m2)
Status Berat Badan
< 18, 5
Berat badan kurang
18, 5 – 24,9
Normal
25,0 – 29,9
Berat Badan Lebih (over weight)
≤ 30,0
Obese

Interpretasi BMI untuk anak-anak dan remaja (11-19 tahun), bersifat sepesifik
untuk jenis kelamin dan berdasarkan persentil usia yang dikeluarkan oleh Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) (Emery, 2013). Status berat badan
untuk BMI yang dihitung menurut usia dapat ditafsirkan dengan menggunakan
table berikut:
Tabel 2.2.2.3 Interpretasi BMI untuk anak-anak dan remaja (11-19 tahun)
Kategori Status Berat Badan
Kisaran Persentil
Berat Badan Kurang
< persentil ke-5
Berat Badan Normal
Persentil ke-5 < persentil ke-85
Berat Badan Lebih
Persentil ke-85 < persentil ke-95
Obese
≤ persentil ke-95

Universitas Sumatera Utara

18

Tabel 2.2.2.4 Body Mass Index (BMI) pada wanita usia 2-20 tahun.

Universitas Sumatera Utara

19

Tabel 2.2.2.2 Body Mass Index (BMI) pada Laki-laki usia 2-20 tahun

Universitas Sumatera Utara

20

2.3 Remaja.

Universitas Sumatera Utara

21

Masa remaja adalah masa perkembangan transisi dari anak-anak kedewasa
awal, dimulai dari usia 13 sampai 19 tahun (Wong, 2008). Masa remaja
cenderung mulai dan berakhir lebih awal pada remaja putri daripada remaja
putri.Remaja dimulai dengan perubahan fisik yang cepat, pertumbuhan tinggi dan
berat badan, perubahan kontur tubuh, dan perkembangan seksual termasuk
pembesaran payudara, pertumbuhan pubis dan rambut wajah, serta perubahan
suara (menjadi lebih berat). Pada saat ini, remaja mencari jati diri kemandirian,
mulai berpikir logis, abstraks dan idealis.
2.4 Hubungan Body Mass Index terhadap Tingkat Kontrol Asma pada Remaja.
Suatu studi epidimiologi menyatakan bahwa ada hubungan obesitas atau
overweight dengan asma, dan banyak penelitian mendukung hubungan positif
antara penigkatan Body Mass Index (BMI) dan asma.Penelitian menemukan
bahwa semakin tinggi BMI semakin rendah kontrol asma, dengan nilai
signifikansi (p< 0,001) (Demonly et al., 2009).
Peningkatan BMI yang tergolong obesitas pada pasien asma dapat
meningkatkan refluks gastroesofagus, meningkatkan inflamasi, dan menurunkan
kapasitas residu fungsional paru yang menyebabkan memburuknya kontrol asma
(Shore, 2008).
Penyakit refluks gastroesofagus (GERD) adalah kerusakan esofagus yang
diakibatkan oleh refluknya isi lambung ke esofagus dan komorbiditis umum
obesitas.Peningkatan BMI berhubungan dengan peningkatan frekuensi gejala
refluks.Peningkatan GERD pada pasien asma obesitas terjadi akibat peningkatan
intra abdominal dan intra gaster lebih tinggi dibandingkan dengan BMI

Universitas Sumatera Utara

22

normal.GERD dipengaruhi oleh posisi tidur.Posisi tidur terlentang dapat
menurunkan kapasitas residu fungsional paru (FRC) dan memperubuk ekserbasi
pernafasan sehingga memperburuk kontrol asma.(Shore, 2008).
Peningkatan inflamasi mengakibatkan peningkatan ketebalan dinding saluran
napas. Otot polos saluran napas membesar akibat dua mekanisme primer:
hipertrofi (peningkatan ukuran masing-masing sel) dan hyperplasia (peningkatan
pembelahan sel). Selain itu, peningkatan proliferasi pembuluh darah pada dinding
saluran napas yang dapat mengakibatkan dinding saluran nafas menjadi
tebal.Obesitas

juga

memiliki

keterkaitan

dengan

beberapa

mediator

inflamasi.Jaringan adiposit memproduksi sejumlah molekul pro-inflamasi yang
berperan dalam sistem imun seperti interleukin (IL)-6, eotaxin, tumor necrosis
faktor

(TNF)-α,transforming

adiponektin.Pada

penderita

growth
obesitas

faktor
produksi

(TGF)-β1,

leptin,

molekul-molekul

dan

tersebut

meningkat sehingga menimbulkan respon inflamasi sistemik dan memperburuk
tingkat kontrol asma.(Shore, 2008).
Penurunan kapasitas residu fungsional paru atau functional residual capacity
(FRC) pada pasien obesitas asma menebalkan elastisitas dinding dada. Kekuatan
retraktif parenkim paru-paru pada saluran nafas dan menyebabkan penurunan
volume paru dan penurunan FRC yang dapat menggangu otot polos saluran nafas,
sehingga lebih memendek ketika diaktifkan oleh tonus parasimpatik atau oleh
agonis bronkokonstriksi lainnya. Pernafasan dengan volume paru yang rendah
menunjukkan peningkatan hiperaktivitas saluran napas.Dan obstruksi saluran
napas. Penurunan volume tidal (VT ) menjadi salah satu faktor. Penurunan volume

Universitas Sumatera Utara

23

tidal paru berhubungan dengan berkurangnya diameter saluran napas perifer
menimbulkan gangguan fungsi otot polos saluran napas.Hal ini menyebabkan
perubahan siklus jembatan aktin-miosin, yang menyebabkan peregangan otot
polos untuk melepaskan volume tidal paru yang lebih besar dan semakin besar
bronkodilatasi berikutnya yang berdampak pada tingkat kontrol asma (Shore,
2008).

Universitas Sumatera Utara