Asuhan Keperawatan Pada Tumor Tulang
Asuhan Keperawatan Pada Tumor Tulang
A. Pengkajian
1. Biodata : lihat di tumor tulang
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Jika klien mengalami manifestasi klinis tumor benigna, nyeri adalah keluhan yang umum. Nyeri
dapat mempunyai rentang dari ringan sampai moderat, seperti yang terlihat pada kondroma, atau
nyeri tak terputus yang kuat pada osteoma osteoid. Nyeri dapat disebabkan oleh invasi tumor
langsung pada jaringan lunak, menekan saraf perifer, atau disebakan karena fraktur patologik.
Sebagai tambahan untuk mengumpulkan informsi yang berhubungan dengan sifat nyeri klien,
perawat mengobservsi dan mempalpasi area yang diduga terkena. Bila tumor menyerang
ekstremitas bawah atau tulang-tulang kecil pada tangan dan kaki, pembengkakan lokal dapat
dideteksi sebagai pembesaran neoplasma. Pada beberapa kasus, atropi otot atau spasmus otot
dapat terjadi. Perawat mempalpasi tulang dan otot untuk mendeteksi perubahan dan mengurangi
nyeri.
Untuk tumor tulang ganas, data dikumpulkan serupa dengan riwayat pada tumor tulang benigna.
Sebagai tambahan perawat menanyakan apakah dia mempunyai riwayat terapi radasi untuk
pengobartan kanker.
Manifestasi yang tampak pada klien dengan tumor maligna atau penyakit metastatik bervariasi
tergantung tipe lesi spesifik. Kebanyakan klien mengeluhkan sekumpulan maslah nonspesifik,
termasuk nyeri, pembengkakan lokal, massa yang dapat dipalpasi dan lunak. Ketidakmampuan
yang nnyata dapat terlihat pada penyakit metastatik tulang.
Pada klien dengan sarkoma Ewing, demam ringan dapat terjadi karena tampilan sistemik
neoplasmanya. Karena alasan inilah sarkoma Ewing sering dibingungkan dengan dengan
osteomyelitis. Kelemahan dan pucat tampak karena anemia juga sering terjadi.
Dalam melakukan pengkajian muskuloskeletal, perawat menginspeksi area yang terkena dan
mempalpasi ukuran massa dan karakteristiknya. Perawat juga perlu menentukan kemampuan
untuk melakukan mobilitas dan aktivitas sehari-hari. Derajat ketidakmampuan dapat ditentukan
dengan membandingkan pengukuran selanjutnuya setelah intervensi medis dan keperawatan.
3. Pengkajian Psikososial.
Seringkali klien dengan tumor maligna adalah dewasa muda yang produktif secara sosial. Klien
membutuhkan sistem dukungan untuk membantunya mengatasi kondisi ini. Keluarga, orangorang terdekat, serta profesi kesehatan merupakan komponen utama dalam sistem dukungan.
Klien seringkali mengalami kehilangan kontrol selama kehidupannya ketika diagnosis keganasan
ditentukan. Sebagai akibatnya mereka menjadi cemas dan takut akan hasil penyakit mereka.
Koping terhadapnya meupakan tantangan berat. Klien mengalami proses berduka, awalnya
mereka menolak. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemsan dan mengkaji tingkat proses berduka
yang dialami klien. Perawat juga mengidentifikasi perilaku maladaptif, yang mengindikasikan
mekanisme koping inefektif.
4. Pemeriksaan diagnostik.
Radiografi rutin dan tomografi konvensional sangat bermanfaatdalam melokalisasi dan
memvisualisasi neoplasma. Tumor benigna dikarakterisasi oleh: batas jelas, korteks intak, dan
tulang yang halus, dengan periosteal tulang yang seragam. Computed Tomografi (CT) kurang
berguna, kecuali dalam area anatomik yang kompleks seperti pada kolumna vertebralis dan
sakrum. Uji ini sangat membantu dalam mengevaluasi penyebaran ke jaringan lunak.
Ketika diagnosis tumor benigna meragukan,. Biopsi jarum/biopsi terbuka perlu dilakukan.
Metoda pembedahan terbuka dilakukan untuk mendapatkan jumlah jaringan yang mencukupi.
Pindai tulang tidak spesifik dalam membedakan tumor tulang benigna dan maligna, tapi
memungkinkan visualsisasi yang lebih baik pada penyebarn lesi dibandingkan dengan
kebanyakan pemeriksaan radiografik. MRI mungkin membantu dalam melihat masalah pada
kolumna spinalis.
Pada tumor maligna semua prosedur diatas juga dapat digunakan. Meskipun setiap tipe tumor
mempunyai karakteristik pola radigrafik, temuan tertentu tampak serupa pada semua tumor
maligna. Tumor maligna pada umumnya mempunyai tampilan berbatas tidak jelas, perusakan
tulang, periosteal irregular pada tulang baru dan penembusan kortikal.
Lesi metastatik mungkin meningkat atau menurunkan densitas tulang, tergantung pada jumlah
aktivitas osteoblastik. CT juga berguna dalam menentukan perluasan kerusakan jaringan lunak.
Pengkajian laboratotik. Klien dengan tumor maligna umumnya menunjukkan peningkatan serum
alkalin fosfatase (ALP), mengindikasikan tubuh sedang berusaha untuk membentuk tulang baru
dengan meningkatkan aktivitas osteoblastik.
Klien dengan sarkoma Ewing atau lesi tulang metastatik sering menampakkan anemia
normositik. Sebagai tambahan lekositosis umum pada sarkoma Ewing.
Pada beberapa klien dengan metastatis tulang dari payudara, ginjal dan paru, kadar kalsium
serum meningkat. Destruksi tulang massif menstimulasi peleapsan mineral ke aliran darah.
Klien dengan sarkoma Ewing dan metastasis tulang sering mengalami peningkatan laju edap
darah (ESD/LED), mungkin berkontribusi ada inflamsi jairngan sekunder.
Pengkajian Diagnostik Lainnya.
a. Biopsi tulang. Biopsi tulang dapat dilakuan untuk menentukan tipe tumor tulang. Biopsi jarum
bisanya dilakukan ketika diduga ada metasatis. Metoda terbuka melalu insisi bedah lebih disukai
pada lesi perimer. Ahli bedah berusaha untuk membuat inisi sekecil mungkin. Carut biopsi
dibuang selama pembedahan kanker tulang untuk mengeliminasi sebaran tunas kanker. Setelah
biopsy, kanker dikelompokkan berdasarkan derajat tumor. Metoda yang populer adalah sistem
TNM, yang digunaakn untuk menentukan ukuran tumor, keterlibatan nodus, dan adanya
metastasis.
b. Pindai tulang. Pindai tulang sangat membantu dalam menentukan tipe tumor dan juga
memungkinkan visualisasi sebaran kanker. Pindai hampir selau dilakukan bila diduga ada
metastatis.
B. Analsisis/Diagnosa Keperawatan yang Mungkin:
1. Nyeri (akut/kronik) berhubungan dengan invasi tumor secara langsung pada jaringan lunak
2. Berduka antisipatorik berhubungan dengan perubahan citra diri atau kemungkinan kematian
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan efek kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
4. Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang sekunder terhadap tumor tulang.
5. Kecemasan berhubungan kehilangan kontrol dan kebutuhan sistem dukungan.
6. Takut berhubungan dengan diganosis medis, kemungkinan pembedahan atau kematian
7. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan tidak bisa menerima dignosis medis
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan tidak bisa menerima diagnosa medis.
9. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan ukuran dan penyebaran tumor, kelemahan, dan
efek akhir penyakit metastatik
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningktan
prsoses metabolik sekunde terhadap kanker.
11. Kurang Pengetahuan mengenai proses penyakit dan program terapi
12. Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh, atau perubahan kinerja
peran.
C. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama pasien meliputi pemahaman mengenai proses penyakit dan program terapi,
pengontrolan nyeri, tiadanya fraktur patologik, pola penyelesaian masalah yang efektif,
peningktan harga-diri dan peniadan komplikasi.
Asuhan keperawatan pasien yang menjalani tulang pada beberapa hal sama dngna pasien lain
yang menjalani pembedahan skeletal. Tanda vital dipantau, kehilangan darah dikaji, dilakukan
observasi untuk mengkaji timbulnya trombosis vena profunda, emboli paru, infeksi, kontraktur,
dan atropi disuse. Bagian yang dioperasi harus ditinggikan untuk mengontrol pembengkakan,
status neurovaskuler harus dikaji. Biasanya derah tersbut diimobilisasi dengan bidai, gips atau
pembelut elastis sampai sembuh.
1. Nyeri
Perencanaan: Tujuan Klien. Klien akan mengalami pengurangan nyeri b.d lesi tulang
Intervensi. Karena nyeri sering diakibatkan karena invasi langsung dari tumor, maka tindakannya
adalah dengan mengurangi ukuran atau membuang tumor. Kombinasi tindakan bedah dan
nonbedah digunakan untuk meningkatkan rasa nyaman klien dan mengeliminasi komplikasi dari
kanker tulang.
Penatalaksanaan Nonbedah.
Sebagai tambahan selain pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri lokal, agen kemoterapi
dan radioterapi diberikan dalam usaha untuk mengecilkan tumor. Pada klien dengan metastatik
vertebral, pembelatan dan imobilisasi dengan traksi servikal akan membantu mengurangi nyeri
pungung.
Terapi Medikasi. Dokter mungkin memberikan kemoterapi tunggal atau kombinasi dengan
radiasi atau pembedahan. Tumor proliferatif seperti sarkoma Ewing sensitif pada agen sitotoksik.
Sementara tumor lainnya seperti kondrosarkoma seringkali kebal-obat. Kelihatannya kemoterapi
memberikan hasil terbaik pada lesi metastasik kecil dan mungkin diberikan sebelum atau
sesudah pembedahan.
Pada kebanayakan tumor, dokter memberikan agen kombinasi. Saat ini tidak ada protocol yang
diteima secara universal mengenai agen kemoetrapi. Obat terpilih ditentukansebagian oleh
sumber kanker primer. Misalnya bila metastasis terjadi karena kanker payudara, maka estrogen
dan progesterone umum diberikan. Kanker tiroid metastasik sensitive trehadap doksorubisin
(adriamisin).
Perhatikan efek samping dan efek toksik masing0masing obat serta awasi hasi tes laboraterium
dengan cermat.
Terapi Radiasi. Radiasi digunakan pada tumor-tumor maligna tertentu. Pada klien dengan
sarkoma Ewing dan osteosarkoma dini, radiasi mungkin merupakan terapi pilihan untuk
mengecilkan ukuran tumor dan tentunya juga rasa nyeri.
Pada klien dengan tumor metastatik, radiasi diberikan terutama sebagai terapi paliatif. Terapi
diarahkan lokasi yang nyeri dan diusahakan untuk membrikan rentang waktu yang nyaman bagi
klien. Dengan perencanaan yang tepat terapi radiasi dapat digunakan dengan komplikasi yang
minimal.
Penatalaksanaan Bedah.
Tindakan bagi tumor tulang primer adalah pembedahan, sering dikombinasikan dengan radiasi
maupun kemoterapi.
2. Berduka Antisipatorik
Perencanaan: Tujuan Klien. Klien akan melalui proses berduka dengan baik & menerima
prognosisnya.
Intervensi. Peran perawat yang paling penting adalah menjadi pendengar aktif dan
memungkinkan klien dan keluargnya untuk menyatakan perasaan mereka. Perawat juga
bertindak sebagai advokat bagi klien dan keluarga serta meningkatkan hubungan klien-dokter.
Atau dengan kata lain, klien mungkin tidak sepenuhnya mengerti dengan rencana tindakan
medis/pembedahan tapi malu untuk bertanya. Intervensi keperawatannya adalah dengan
memfasilitasi komunikasi, karena hal tersebut penting bagi keberhasilan penatalaksanaan klien
dengan kanker.
3. Gangguan Citra Diri
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan intervensi keperawatan klien akan mengalami
perbaikan perasaan mengenai citra dirinya dan menerima perubahan fisik yang terjadi.
Intervensi. Persepsi klien mengenai citra dirinya sangat erat kaitannya dengan kemampuan klien
untuk menerima penyakitnya. Perawat perlu mengenali dan menerima pandangan klien
mengenai citra diri dan perubahannya. Hubungan saling percaya akan memfasilitasi klien untuk
bebas menyatakan perasaan negatifnya. Tunjukkan kekuatan dan kemampuan klien yang masih
dapat dipertahankan. Tujuan yang realistis dalam menjalani kehiduan juga perlu ditegakkan
bersama.
4. Risiko Cedera
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan intervensi keperawatan, klien dapat mencegah
fraktur patologis dengan cara mencegah jatuh dan meminimalkan trauma.
Intervensi. Radiasi/pembedahan mungkin diperlukan untuk memperkuat atau menggantikan
tulang yang terkena untuk mencegah fraktur.
Penatalasakanaan Nonbedah.
Untuk memperbaiki tonus otot, dan tentunya juga mengurangi resiko fraktur, klien dilatih untuk
melakukan latihan kekuatan. Terapi fisik berbasis ambulasi juga sering disarankan.
Penatalaksanaan Bedah.
Prinsip pembedahan pada fraktur metaststik yaitu:
a. Mengganti sebanyak mungkin tulang yang terkena
b. Berhati-hati dan menyeluruh untuk menghindari prosedur ulangan.
c. Berusaha untuk mengambalikan status fungsional klien dengan hospitalisasi dan imobilisasi
minimal.
5. Kecemasan
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan tindakan keperawatan klien akan mengalami
penurunan kecemasan.
Intervensi. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemasan klien dan faktor yang menyebabkannya.
Kehilangan kontrol pada situsi klien dapat dikurangi dengan membolehkan klien untuk
berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan. Rasa takut dan ketidaktahuan juga
berkontribusi pada
A. Pengkajian
1. Biodata : lihat di tumor tulang
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Jika klien mengalami manifestasi klinis tumor benigna, nyeri adalah keluhan yang umum. Nyeri
dapat mempunyai rentang dari ringan sampai moderat, seperti yang terlihat pada kondroma, atau
nyeri tak terputus yang kuat pada osteoma osteoid. Nyeri dapat disebabkan oleh invasi tumor
langsung pada jaringan lunak, menekan saraf perifer, atau disebakan karena fraktur patologik.
Sebagai tambahan untuk mengumpulkan informsi yang berhubungan dengan sifat nyeri klien,
perawat mengobservsi dan mempalpasi area yang diduga terkena. Bila tumor menyerang
ekstremitas bawah atau tulang-tulang kecil pada tangan dan kaki, pembengkakan lokal dapat
dideteksi sebagai pembesaran neoplasma. Pada beberapa kasus, atropi otot atau spasmus otot
dapat terjadi. Perawat mempalpasi tulang dan otot untuk mendeteksi perubahan dan mengurangi
nyeri.
Untuk tumor tulang ganas, data dikumpulkan serupa dengan riwayat pada tumor tulang benigna.
Sebagai tambahan perawat menanyakan apakah dia mempunyai riwayat terapi radasi untuk
pengobartan kanker.
Manifestasi yang tampak pada klien dengan tumor maligna atau penyakit metastatik bervariasi
tergantung tipe lesi spesifik. Kebanyakan klien mengeluhkan sekumpulan maslah nonspesifik,
termasuk nyeri, pembengkakan lokal, massa yang dapat dipalpasi dan lunak. Ketidakmampuan
yang nnyata dapat terlihat pada penyakit metastatik tulang.
Pada klien dengan sarkoma Ewing, demam ringan dapat terjadi karena tampilan sistemik
neoplasmanya. Karena alasan inilah sarkoma Ewing sering dibingungkan dengan dengan
osteomyelitis. Kelemahan dan pucat tampak karena anemia juga sering terjadi.
Dalam melakukan pengkajian muskuloskeletal, perawat menginspeksi area yang terkena dan
mempalpasi ukuran massa dan karakteristiknya. Perawat juga perlu menentukan kemampuan
untuk melakukan mobilitas dan aktivitas sehari-hari. Derajat ketidakmampuan dapat ditentukan
dengan membandingkan pengukuran selanjutnuya setelah intervensi medis dan keperawatan.
3. Pengkajian Psikososial.
Seringkali klien dengan tumor maligna adalah dewasa muda yang produktif secara sosial. Klien
membutuhkan sistem dukungan untuk membantunya mengatasi kondisi ini. Keluarga, orangorang terdekat, serta profesi kesehatan merupakan komponen utama dalam sistem dukungan.
Klien seringkali mengalami kehilangan kontrol selama kehidupannya ketika diagnosis keganasan
ditentukan. Sebagai akibatnya mereka menjadi cemas dan takut akan hasil penyakit mereka.
Koping terhadapnya meupakan tantangan berat. Klien mengalami proses berduka, awalnya
mereka menolak. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemsan dan mengkaji tingkat proses berduka
yang dialami klien. Perawat juga mengidentifikasi perilaku maladaptif, yang mengindikasikan
mekanisme koping inefektif.
4. Pemeriksaan diagnostik.
Radiografi rutin dan tomografi konvensional sangat bermanfaatdalam melokalisasi dan
memvisualisasi neoplasma. Tumor benigna dikarakterisasi oleh: batas jelas, korteks intak, dan
tulang yang halus, dengan periosteal tulang yang seragam. Computed Tomografi (CT) kurang
berguna, kecuali dalam area anatomik yang kompleks seperti pada kolumna vertebralis dan
sakrum. Uji ini sangat membantu dalam mengevaluasi penyebaran ke jaringan lunak.
Ketika diagnosis tumor benigna meragukan,. Biopsi jarum/biopsi terbuka perlu dilakukan.
Metoda pembedahan terbuka dilakukan untuk mendapatkan jumlah jaringan yang mencukupi.
Pindai tulang tidak spesifik dalam membedakan tumor tulang benigna dan maligna, tapi
memungkinkan visualsisasi yang lebih baik pada penyebarn lesi dibandingkan dengan
kebanyakan pemeriksaan radiografik. MRI mungkin membantu dalam melihat masalah pada
kolumna spinalis.
Pada tumor maligna semua prosedur diatas juga dapat digunakan. Meskipun setiap tipe tumor
mempunyai karakteristik pola radigrafik, temuan tertentu tampak serupa pada semua tumor
maligna. Tumor maligna pada umumnya mempunyai tampilan berbatas tidak jelas, perusakan
tulang, periosteal irregular pada tulang baru dan penembusan kortikal.
Lesi metastatik mungkin meningkat atau menurunkan densitas tulang, tergantung pada jumlah
aktivitas osteoblastik. CT juga berguna dalam menentukan perluasan kerusakan jaringan lunak.
Pengkajian laboratotik. Klien dengan tumor maligna umumnya menunjukkan peningkatan serum
alkalin fosfatase (ALP), mengindikasikan tubuh sedang berusaha untuk membentuk tulang baru
dengan meningkatkan aktivitas osteoblastik.
Klien dengan sarkoma Ewing atau lesi tulang metastatik sering menampakkan anemia
normositik. Sebagai tambahan lekositosis umum pada sarkoma Ewing.
Pada beberapa klien dengan metastatis tulang dari payudara, ginjal dan paru, kadar kalsium
serum meningkat. Destruksi tulang massif menstimulasi peleapsan mineral ke aliran darah.
Klien dengan sarkoma Ewing dan metastasis tulang sering mengalami peningkatan laju edap
darah (ESD/LED), mungkin berkontribusi ada inflamsi jairngan sekunder.
Pengkajian Diagnostik Lainnya.
a. Biopsi tulang. Biopsi tulang dapat dilakuan untuk menentukan tipe tumor tulang. Biopsi jarum
bisanya dilakukan ketika diduga ada metasatis. Metoda terbuka melalu insisi bedah lebih disukai
pada lesi perimer. Ahli bedah berusaha untuk membuat inisi sekecil mungkin. Carut biopsi
dibuang selama pembedahan kanker tulang untuk mengeliminasi sebaran tunas kanker. Setelah
biopsy, kanker dikelompokkan berdasarkan derajat tumor. Metoda yang populer adalah sistem
TNM, yang digunaakn untuk menentukan ukuran tumor, keterlibatan nodus, dan adanya
metastasis.
b. Pindai tulang. Pindai tulang sangat membantu dalam menentukan tipe tumor dan juga
memungkinkan visualisasi sebaran kanker. Pindai hampir selau dilakukan bila diduga ada
metastatis.
B. Analsisis/Diagnosa Keperawatan yang Mungkin:
1. Nyeri (akut/kronik) berhubungan dengan invasi tumor secara langsung pada jaringan lunak
2. Berduka antisipatorik berhubungan dengan perubahan citra diri atau kemungkinan kematian
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan efek kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
4. Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang sekunder terhadap tumor tulang.
5. Kecemasan berhubungan kehilangan kontrol dan kebutuhan sistem dukungan.
6. Takut berhubungan dengan diganosis medis, kemungkinan pembedahan atau kematian
7. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan tidak bisa menerima dignosis medis
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan tidak bisa menerima diagnosa medis.
9. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan ukuran dan penyebaran tumor, kelemahan, dan
efek akhir penyakit metastatik
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningktan
prsoses metabolik sekunde terhadap kanker.
11. Kurang Pengetahuan mengenai proses penyakit dan program terapi
12. Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh, atau perubahan kinerja
peran.
C. Perencanaan dan Implementasi
Sasaran utama pasien meliputi pemahaman mengenai proses penyakit dan program terapi,
pengontrolan nyeri, tiadanya fraktur patologik, pola penyelesaian masalah yang efektif,
peningktan harga-diri dan peniadan komplikasi.
Asuhan keperawatan pasien yang menjalani tulang pada beberapa hal sama dngna pasien lain
yang menjalani pembedahan skeletal. Tanda vital dipantau, kehilangan darah dikaji, dilakukan
observasi untuk mengkaji timbulnya trombosis vena profunda, emboli paru, infeksi, kontraktur,
dan atropi disuse. Bagian yang dioperasi harus ditinggikan untuk mengontrol pembengkakan,
status neurovaskuler harus dikaji. Biasanya derah tersbut diimobilisasi dengan bidai, gips atau
pembelut elastis sampai sembuh.
1. Nyeri
Perencanaan: Tujuan Klien. Klien akan mengalami pengurangan nyeri b.d lesi tulang
Intervensi. Karena nyeri sering diakibatkan karena invasi langsung dari tumor, maka tindakannya
adalah dengan mengurangi ukuran atau membuang tumor. Kombinasi tindakan bedah dan
nonbedah digunakan untuk meningkatkan rasa nyaman klien dan mengeliminasi komplikasi dari
kanker tulang.
Penatalaksanaan Nonbedah.
Sebagai tambahan selain pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri lokal, agen kemoterapi
dan radioterapi diberikan dalam usaha untuk mengecilkan tumor. Pada klien dengan metastatik
vertebral, pembelatan dan imobilisasi dengan traksi servikal akan membantu mengurangi nyeri
pungung.
Terapi Medikasi. Dokter mungkin memberikan kemoterapi tunggal atau kombinasi dengan
radiasi atau pembedahan. Tumor proliferatif seperti sarkoma Ewing sensitif pada agen sitotoksik.
Sementara tumor lainnya seperti kondrosarkoma seringkali kebal-obat. Kelihatannya kemoterapi
memberikan hasil terbaik pada lesi metastasik kecil dan mungkin diberikan sebelum atau
sesudah pembedahan.
Pada kebanayakan tumor, dokter memberikan agen kombinasi. Saat ini tidak ada protocol yang
diteima secara universal mengenai agen kemoetrapi. Obat terpilih ditentukansebagian oleh
sumber kanker primer. Misalnya bila metastasis terjadi karena kanker payudara, maka estrogen
dan progesterone umum diberikan. Kanker tiroid metastasik sensitive trehadap doksorubisin
(adriamisin).
Perhatikan efek samping dan efek toksik masing0masing obat serta awasi hasi tes laboraterium
dengan cermat.
Terapi Radiasi. Radiasi digunakan pada tumor-tumor maligna tertentu. Pada klien dengan
sarkoma Ewing dan osteosarkoma dini, radiasi mungkin merupakan terapi pilihan untuk
mengecilkan ukuran tumor dan tentunya juga rasa nyeri.
Pada klien dengan tumor metastatik, radiasi diberikan terutama sebagai terapi paliatif. Terapi
diarahkan lokasi yang nyeri dan diusahakan untuk membrikan rentang waktu yang nyaman bagi
klien. Dengan perencanaan yang tepat terapi radiasi dapat digunakan dengan komplikasi yang
minimal.
Penatalaksanaan Bedah.
Tindakan bagi tumor tulang primer adalah pembedahan, sering dikombinasikan dengan radiasi
maupun kemoterapi.
2. Berduka Antisipatorik
Perencanaan: Tujuan Klien. Klien akan melalui proses berduka dengan baik & menerima
prognosisnya.
Intervensi. Peran perawat yang paling penting adalah menjadi pendengar aktif dan
memungkinkan klien dan keluargnya untuk menyatakan perasaan mereka. Perawat juga
bertindak sebagai advokat bagi klien dan keluarga serta meningkatkan hubungan klien-dokter.
Atau dengan kata lain, klien mungkin tidak sepenuhnya mengerti dengan rencana tindakan
medis/pembedahan tapi malu untuk bertanya. Intervensi keperawatannya adalah dengan
memfasilitasi komunikasi, karena hal tersebut penting bagi keberhasilan penatalaksanaan klien
dengan kanker.
3. Gangguan Citra Diri
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan intervensi keperawatan klien akan mengalami
perbaikan perasaan mengenai citra dirinya dan menerima perubahan fisik yang terjadi.
Intervensi. Persepsi klien mengenai citra dirinya sangat erat kaitannya dengan kemampuan klien
untuk menerima penyakitnya. Perawat perlu mengenali dan menerima pandangan klien
mengenai citra diri dan perubahannya. Hubungan saling percaya akan memfasilitasi klien untuk
bebas menyatakan perasaan negatifnya. Tunjukkan kekuatan dan kemampuan klien yang masih
dapat dipertahankan. Tujuan yang realistis dalam menjalani kehiduan juga perlu ditegakkan
bersama.
4. Risiko Cedera
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan intervensi keperawatan, klien dapat mencegah
fraktur patologis dengan cara mencegah jatuh dan meminimalkan trauma.
Intervensi. Radiasi/pembedahan mungkin diperlukan untuk memperkuat atau menggantikan
tulang yang terkena untuk mencegah fraktur.
Penatalasakanaan Nonbedah.
Untuk memperbaiki tonus otot, dan tentunya juga mengurangi resiko fraktur, klien dilatih untuk
melakukan latihan kekuatan. Terapi fisik berbasis ambulasi juga sering disarankan.
Penatalaksanaan Bedah.
Prinsip pembedahan pada fraktur metaststik yaitu:
a. Mengganti sebanyak mungkin tulang yang terkena
b. Berhati-hati dan menyeluruh untuk menghindari prosedur ulangan.
c. Berusaha untuk mengambalikan status fungsional klien dengan hospitalisasi dan imobilisasi
minimal.
5. Kecemasan
Perencanaan: Tujuan Klien. Setelah diberikan tindakan keperawatan klien akan mengalami
penurunan kecemasan.
Intervensi. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemasan klien dan faktor yang menyebabkannya.
Kehilangan kontrol pada situsi klien dapat dikurangi dengan membolehkan klien untuk
berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan. Rasa takut dan ketidaktahuan juga
berkontribusi pada