uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etilasetat daun jambu mete (aNACARDIUM oCCIDENTALE l.)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi, morfologi tumbuhan,habitat dan daerah tumbuh,
sistematika tumbuhan, nama asing, penggunaan tumbuhan serta kandungan
senyawa kimia.
2.1.1 Morfologi tumbuhan
Pohon tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang
melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya
(Dalimartha, 2008) batang berwarna putih kotor (Sherley, 2008). Daun tunggal,
bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat
telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung membulat dengan lekukan kecil
di bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau (Dalimartha, 2000).
Bunga majemuk, bentuk malai, terletak di ketiak daun dan di ujung cabang,
mempunyai daun pelindung berbentuk bulat telur dengan panjang 4-55 mm dan
berwarna hijau muda. Mahkota bunga berbentuk runcing, saat masih muda
berwarna putih setelah tua berwarna merah (Sherley, 2008). Bunga berumah satu
memiliki bunga betina dan bunga jantan (Dalimartha, 2000).
Buahnya buah batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan
akan menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna

kuning, kadang-kadang bernoda merah, rasanya manis agak sepat, banyak
mengandung air, dan berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya

cokelat tua (Dalimartha, 2000). Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna
cokelat (Sherley, 2008).
2.1.2Habitat dan daerah tumbuh
Jambu mete atau jambu monyet berasal dari Brazil, tersebar di daerah tropik
dan ditemukan pada ketinggian antara 1-1.200 m diatas permukaan laut. Jambu
mete akan berbuah lebih baik di daerah beriklim kering dengan curah hujan
kurang dari 500 mm per tahun. Tanaman ini dapat tumbuh di segala macam tanah,
asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan tergenang air. Tanaman
tumbuhan jambu mete banyak tumbuh di Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Yogyakarta (Dalimartha, 2000).
2.1.3 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan jambu mete:
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi


: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Sapindales

Suku

: Anacardiaceae

Marga

: Anacarrdium

Jenis


: Anacardium occidentale L.

Di luar negeri orang menyebutnya Cashew (Inggris), cajou, anacardier
(Perancis), kasoy (Tagalog), mamuang, himmaphan, yaruang (Thailand), dao lon
hot, cay dieu (Vietnam), hijli-badam, kaju (India&Pakistan)(Dalimartha, 2000).
Penyebaran jambu mete di Indonesia sangat luas sehingga tumbuhan ini
mempunyai banyak nama daerah misalnya: jambu erang, jambu monyet

(Sumatera), jambu mede, jambu mete, jambu siki (Jawa), buwah monyet, jambu
jipang, jambu dwipa, nyambu monyet, jambu parang, jambu sempal
(Kalimantan),jambu dare, jambu sereng (Sulawesi), kanoke, ( Maluku)
(Dalimartha, 2000).
2.1.4

Penggunaan tumbuhan
Tanaman asal Brazil ini, memiliki buah yang tergolong unik. Buah Jambu

Monyet merupakan tangkai buah yang mengalami penggelembungan dan menjadi
buah semu yang lunak.Biji bulat panjang, melengkung pipih dan berwarna coklat

tua. Biji inilah yang sering disebut kacang mete (Dalimartha, 2000).
Kulit kayu berbau lemah, rasanya kelatdan lama-kelamaan menimbulkan
rasa tebal di lidah. Khasiatnya sebagai pencahar, astringen dan memacu aktivitas
enzim percernaan. Penggunaan dalam masyarakat untuk mengobati sembelit , 10
g kulit kayu jambu mete dicuci sampai bersih, lalu rebus dalam 2 gelas air (selama
20 menit). Disaring setelah dingin dan air saringannya diminum sehari 2 kali
(sama banyak) (Dalimartha, 2008).
Daun berbau aromatik, rasanya kelat, berkhasiat antiradang dan penurun
kadar glukosa darah (hipoglikemik) (Dalimartha, 2008), selain itu juga berfungsi
sebagai antimikroba (Adebote, et al., 2009), antidiabetes, anastesi (Duke, et al.,
2009), disentri, nyeri usus besar, anti-inflamasi, bronkitis, batuk dan sipilis
(Vijayakumar, et al., 2011).Untuk pengobatan sariawan daun muda sebanyak
segenggam dan sepotong kulit kayu jambu mete sampai bersih, lalu rebus dalam 1
liter air sampai mendidih (selama 15 menit), setelah dingin, saring dan air
saringannya siap untuk diminum.Pengobatan dilakukan sehari 2-3 kali masingmasing 1 gelas. Air rebusan tersebut dapat digunakan untuk berkumur-kumur.

Akar daun jambu mete digunakan sebagai pencuci perut. Daun jambu mete yang
masih muda dimanfaatkan sebagai lalap di daerah Jawa bagian timur sebagai salah
satu pengganti sayuran dalam konsumsi mereka sehari-hari(Dalimartha, 2000).


2.1.5 Kandungan kimia tumbuhan
Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak zat samak, asam galat,
dan gingkol katekin. Daun mengandung tanin-galat, flavonol, asam anakardiol,
asam elegat, senyawa fenol, kardol, dan metil kardol. Buah mengandung protein,
lemak, vitamin (A,B dan C), kalsium, fosfor, besi dan belerang. Asam anakardat
berkhasiat bakterisidal, fungisidal, mematikan cacing dan protozoa (Dalimartha,
2008).Daun jambu mete mengandung senyawa flavonoid, terpenoid/steroid, tanin
dan glikosida (Jayalakshmi, 2011).

2.2 Kandungan Kimia
2.2.1Flavonoida
Flavonoid merupakan salah satu golongan terbesar senyawa metabolit
sekunder dan terdistribusi pada spesies tanaman yang beragam (Saleem, et al.,
2009). Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, mengandung 15 atom
karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua
cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak
dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1982). Flavonoid memiliki dua ring
benzen yang terpisah dengan unit propana yang merupakan turunan dari flavon.
Pada umumnya flavonoid larut dalam air. Komponen flavonoid yang terkonjugasi
biasanya memiliki warna yang terang (Cseke, et al., 2006).


Semua jenis flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama
yang memasukkan prazat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat. Flavonoid
pertama dihasilkan segera setelah kedua alur itu bertemu. Sekarang flavonoidyang
dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis adalah kalkon dan semua bentuk
lain diturunkan darinya melalui berbagai alur (Markham, 1982).Flavonoid
mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat dalam seluruh dunia
tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tinggi,
flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Flavonoid
berperan sebagai pengatur fotosintesis, antimikroba dan antivirus (Robinson,
1995).
Flavonoid melindungi tumbuhan dari radiasi sinar UV dan pengaruh
lingkungan, flavonoid juga memiliki kandungan antioksidan (Saleem, 2009).
Flavonoid memiliki manfaat ekologi yang besar di alam berkat warnanya sebagai
penarik serangga dan burung untuk membantu penyerbukan tanaman. Flavonoid
tertentu juga mempengaruhi rasa misalnya rasa pahit pada tanaman (Heinrich,
2009).
Efektifitas flavonoid melawan patogen dengan cara merusak permeabilitas
dinding sel dan porin pada membran sel terluar pada mikroorganisme, hal ini
dapat menghalangi masuknya asam amino pada porin. Aktifitas flavonoid juga

dapat melalui kemampuannya membentuk komplek dengan ekstraseluler dan
protein yang larut dan dilanjutkan dengan dinding sel (Saleem, 2009).

2.2.2 Triterpenoida dan steroida
Senyawa triterpenoida adalah terpenoid turunan C30 yang terdistribusi
sangat luas, tanaman, fungi, bakteri, karang lunak dan amfibi. Kelompok triterpen
meliputi beberapa molekul yang sangat penting yaitu steroid (Heinrich, 2009).
Triterpenoida kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat,
berbentuk kristal, mempunyai titik leleh yang tinggi dan optik aktif. Triterpenoida
dapat dibagi menjadi sekurang-kurangnya empat golongan yaitu triterpenoida
sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Uji yang banyak digunakan
untuk mendeteksi senyawa ini adalah reaksi Lieberman-Burchard (Harborne,
1987).Steroida merupakan senyawa golongan triterpenoida yang mengandung inti
siklopentanoperhidrofenantren yaitu terdiri dari tiga cincin sikloheksana dan
sebuah cincin siklopentana (Harborne, 1987).Senyawa triterpenoida ini memiliki
aktifitas fisiologi yaitu untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan
kulit, kerusakan hati dan malaria (Robinson, 1995).
2.2.3 Tanin
Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh, biasanya terdapat pada
daun, buah, kulit kayu atau batang. Tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan,

yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi terdapat
pada

paku-pakuan,

gimnospermae

dan

angiospermae,

sedangkan

tanin

terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Beberapa
tanin terbukti mempunyai antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor
(Harborne, 1987). Tumbuhan dengan kandungan tanin yang tinggi memiliki rasa
yang sangat kelat (Cseke, et al., 2006). Kadar tanin yang tinggi mempunyai


peranan sebagai pertahanan bagi tumbuhan untuk mengusir hewan pemakan
tumbuhan (Robinson, 1995).
Tanin memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu
fungsi membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang
menginaktifkan sistem enzim bakteri. Sifat tanin yang sebagai pengelat memiliki
efek spasmolitik yang menciutkan dinding sel sehingga mengganggupermeabilitas
sel sehingga menghambat pertumbuhan (Wonghirundecha dan Punnanee, 2012).
2.2.4 Glikosida
Glikosida adalah istilah generik untuk bahan alam yang secara kimia
berikatan dengan gula. Glikosida terdiri atas dua bagian: gula dan aglikon.
Aglikon dapat berupa terpen, flavonoid, kumarin atau bahan alam lainnya. Ada
dua golongan dasar glikosida: C-glikosida, yaitu gula melekat pada aglikon
melalui ikatan karbon-karbon dan O-glikosida yakni yang terhubung pada aglikon
melalui ikatan oksigen-karbon. Glikosida biasanya lebih polar daripada
aglikonnya dan pembentukan glikosida umumnya meningkatkan kelarutannya
dalam air. Hal ini memungkinkan organisme penghasil untuk mentranspor dan
menyimpan glikosida secara efektif (Heinrich, 2009).

2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut menggunakan pelarut cair. Senyawa
aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan
minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain (Ditjen POM, 2000).
Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) adalah :

A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu
(terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
penyarian sempurna, umumnya dilakukan di temperatur ruangan. Proses ini terdiri
dari tahapan pelembaban bahan, tahap pendiaman antara, dan tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), yang terus menerus sampai ekstrak
yang diinginkan habis tersari. Tahap pelembaban bahan dilakukan menggunakan
cairan penyari sekurang-kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk
yang keras dan bahan yang mudah mengembang.

B. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Kelebihan metode

ini adalah sampel erekstraksi dengan sempurna, proses ekstraksi lebih cepat dan
pelarut yang digunakan sedikit. Kelemahan dari metode ini adalah sampel yang
digunakan harus tahan panas.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50ºC.
4. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih, temperatur terukur 90ºC selama waktu tertentu (15menit). Kekurangan
metode ini sari pada tumbuhan tidak tersari sempurna, untuk kandungan yang
tidak tahan panas tidak dapat tersari seluruhnya.

5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih, temperatur terukur 90ºC selama waktu tertentu (30 menit).

2.4

Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti

tongkat atau batang. Sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak
dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop disebut bakteri (Dwidjoseputro, 1987).

2.4.1 Klasifikasi bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu:
a.

Golongan basil
Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat

berbentuk satu batang tunggal disebut basil tunggal, bergandengan dua disebut
diplobasil, bergandengan memanjang membentuk rantai disebut streptobasil
(Irianto, 2007).
b.

Golongan kokus
Golongan kokus merupakan bakteri berbentuk bulat atau bola. Kokus ada

yang berbentuk bola tunggal disebut monokokus, berbentuk bola yang bergandeng
dua-dua disebut diplokokus, berbentuk bola yang berkelompok empat-empat
disebut sarkina dan berbentuk bola yang berkelompok memanjang membentuk
rantai disebut streptokokus (Irianto, 2007).
c.

Golongan spiral
Golongan spiral merupakan bakteri memiliki satu atau lebih lekukan dan

dalam bentuk lurus. Bakteri berbentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis.
Bakteri yang berbentuk batang melengkung menyerupai koma disebut vibrio.
Bakteri yang berpilin kaku disebut spirilla, sedangkan bakteri yang berpilin
fleksibel disebut spirochaeta (Pratiwi, 2008).
Jenis bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Escherichia coli.

a. Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey edisi ke-7
(Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut :
Divisi

: Schizophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Familia

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Species

: Staphylococcus aureus

Staphylococcus berasal dari perkataan staphyle yang berarti kelompok
buah anggur dan coccus yang berarti benih bulat (Radji, 2002). Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau anaerob fakultatif berbentuk
bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8-10 µm, tidak membentuk
spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh cepat pada
suhu 37ºC tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-25ºC. Koloni pada
pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau membentuk
berbagai pigmen (Jawetz, 2001). Bakteri ini berdiam di mukosa hidung manusia
atau di kulit, bakteri ini dapat menyebar melalui tangan, bersin dan lesi kulit.
Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit kulit, impetigo, infeksi tulang. Tes
katalase positif dan tahan hidup dalam lingkungan yang mengandung garam
dengan konsentrasi tinggi (halofilik), misalnya NaCl 10%. Hasil pewarnaan yang
berasal dari pembenihan padat akan memperhatikan susunan bakteri yang
bergerombol seperti buah anggur. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri inipada

permukaan kulit tampak sebagai jerawatdan ruam pada kulit berupa yang
membuat kulit menjadi kemerahan dan terasa gatal (Hawley, 2003).
b. Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Bergeys edisi ke7 (Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut:
Divisi

: Schizophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Familia

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Species

: Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan sebagian dari flora normal pada
kulit manusia, saluran pernafasan dan saluran pencernaan makanan. Bakteri ini
juga terdapat di udara dan lingkungan sekitar. Berbentuk bola atau kokus,
diameter 0,5 – 0,6 µm. Bakteri ini termasuk gram positif(Dwidjoseputro, 1987).
c. Bakteri Streptococcus mutans
Sistematika bakteri Streptococcus mutans (Brook, et al., 2001):
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil
(tidak bergerak), berdiameter 1 - 2 µm berbentuk bulat atau bulat telur, tersusun
dalam bentuk rantaidan tidak membentuk spora.
Divisi

: Firmicitus

Kelas

: Bacilli

Ordo

: Lactobacilles

Familia

: Streptococcaceae

Genus

: Streptococcus

Species

:Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil
(tidak bergerak), berdiameter 1 - 2 µm berbentuk bulat atau bulat telur, tersusun
dalam bentuk rantaidan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh secara
optimal pada suhu sekitar 18 - 40˚C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan
pada rongga mulut manusia dan menjadi yang paling kondusif menyebabkan bau
mulut dan karies untuk email gigi (Pratiwi, 2008).
d. Bakteri Escherichia coli
Sistematika

bakteri

Escherichia

coli

menurut

Bergey

edisi

ke-7

(Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut:
Divisi

: Schizophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Familia

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Species

: Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri opurtunis yang banyak ditemukan di
dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Berbentuk batang pendek,
merupakan bakteri gram negatif, ukuran 0,4 – 0,7 µm. Bakteri ini tumbuh baik
pada suhu 37ºC tetapi dapat tumbuh pada suhu 8-40ºC, membentuk koloni yang
bundar, cembung, halus, dan dengan tepi rata (Jawetz, 2001).
Pertumbuhan bakteri dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dan
pertambahan jumlah melalui replikasi. Ciri khas reproduksi bakteri adalah

pembelahan biner, di mana dari satu sel bakteri dapat dihasilkan dua sel anakan
yang sama besar. Interval waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri
dikenal dengan waktu generasi. Waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan
jumlah populasi menjadi dua kali lipat dikenal dengan waktu ganda. Berdasarkan
perbedaannya dalam menyerap zat warna ram bakteri dibagi dua golongan yaitu
bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna
pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan berwarna ungu (Hardv, 2002).
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme (Pratiwi, 2008):
1. Fase lag
Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah
sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag pada bakteri sangat
bervariasi, tergantung pada komposisi media, pH, suhu, aerasi, jumlah sel pada
inokulum awal dan sifat fisiologis mikroorganisme pada media sebelumnya
2. Fase log
Fase log merupakan fase di mana mikroorganisme tumbuh dan membelah
pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme. Sel baru
yang terbentuk dengan laju konstan dan masa yang bertambah secara eksponensial.
Fase ini ditandai dengan terjadinya periode pertumbuhan yang cepat. Variasi
pertumbuhan dipengaruhi oleh kadar nutrien dalam media, suhu inkubasi dan pH.
3. Fase stasioner
Pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara
jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi
akumulasi produk buangan yang toksik.

4. Fase kematian
Jumlah sel yang mati meningkat dikarenakan ketidaktersediaan nutrisi dan
akumulasi

produk

buangan

yang

toksik.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhipertumbuhan mikroorganisme dapat meliputi temperatur, pH,
tekanan osmotik, oksigen dan nutrisi dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008) :
1. Temperatur
Pertumbuhan

bakteri

sangat

dipengaruhi

oleh

temperatur.

Setiap

mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur dimana terjadi
kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal.
Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein sedangkan
temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan terhenti. Berdasarkan batas
temperatur dibagi atas tiga golongan:
a. psikofril yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu dingin pada
temperatur -5 sampai 30ºC dengan optimum 10 sampai 20ºC.
b. mesofil yaitu mikroorganisme yang dapat hidup maksimal pada temperatur 10
sampai 45ºC dengan optimum 20 sampai 40ºC.
c. termofil yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal pada suhu tinggi pada
temperatur 25 sampai 80ºC dengan optimum 50 sampai 60ºC (Pratiwi, 2008).
2. Derajat Keasaman
pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun
ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam
atau alkali. Pada kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum ialah
antara 4 dan 9. Bila bakteri dibiakkan dalam medium yang mula-mula

disesuaikanpHnya maka pH ini berubah karena adanya senyawa asam atau basa
yang dihasilkan elama pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 2006).
3. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen dikenal mikroorganisme dibagi menjadi 5
golongan yaitu:
a. Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap golongan ini.
b. Anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.
c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa
oksigen.
d. Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.
e. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang rendah
(Pratiwi, 2008).
4. Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik
untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut. Dalam
larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan sel
membengkak, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel
sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis).
Tekanan osmosis sangat berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme, jika
tekanan osmosis tidak sesuai akan menyebabkan kematian (Pratiwi, 2008).
5. Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan
pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua

yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan
mikroelemen (elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit) (Pratiwi,
2008).
Bahan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme terdapat pada media.
Media juga dapat digunakan untuk membedakan mikroorganisme dengan
mengetahui habitatnya (Pratiwi, 2008). Menurut kegunaannya media terdiri dari:
a. Media selektif merupakan media yang digunakan untuk memacu pertumbuhan
suatu mikroba yang spesifik dengan menekan pertumbuhan mikroba lainnya.
Dengan menggunakan media ini kita dapat menyeleksi mikroorganisme
tertentu.Contoh :
- Saboraut Agardigunakan untuk menumbuhkan jamurkarena mempunyai
pH 5,5 dan mengandung konsentrasi gula yang tinggi.
- Brilian Green Agar digunakan untuk menyeleksi bakteri gram negatif
bentuk batang dari genus Salmonella.
b. Media diferensial digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari
berbagai jenis dalam suatu lempengan (plate) agar.Contoh :
- Media agar darah yang digunakan untuk membedakan mikroorganisme
yang mampu menghemolisis darah merah dengan yang tidak mampu,
misalnya dapat dilihat pada bakteri patogen spesimen tenggorokan seperti
streptococcus pyogenes.
2.4.2 Uji aktifitas antibakteri
Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan
melalui tiga cara yaitu:
a. Metode dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan
KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi
adalah menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah
tertentu sel mikroba yang diuji. Masing-masing tabung diuji dengan obat yang
telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37ºC selama 1824 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat
pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih
(tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah
obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan
koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji. Kelemahan metode ini
memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal (Pratiwi, 2008).
b. Metode difusi
Prinsip dari metode difusi adalah sebagai berikut:
obat dijenuhkan ke dalam kertas saring (cakram kertas), cakram kertas yang
mengandung obat tertentu ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah
dicampur dengan mikroba yang diuji, kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya pertumbuhan mikroba. Kelebihan
metode ini bisa melakukan pengujian dalam jumlah banyak. Kekurangan metode
ini tidak diketahui secara pasti bakterisid atau bakteriostatik (Brooks, 2001).
c. Metode turbidimetri
Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan antibiotik dan 9 ml
inokulum. Diinkubasikan pada suhu 30ºC selama 3-4 jamkemudian ditambahkan
0,5 ml formaldehid. Serapan diukur dengan spektrofotometer pada 530 nm. Kadar

antibiotik ditentukan berdasarkan perbandingan serapannya terhadap serapan
standar (Wattimena, 1991).
Penetapan aktivitas antibiotik secara in vitro selain berguna untuk
penetapan kadar dapat pula digunakan untuk menguji kepekaan suatu antibiotik
terhadap mikroba. Kepekaan mikroba terhadap antibiotik dapat dilihat dari
konsentrasi minimum untuk inhibisi oleh suatu antibiotik terhadap mikroba
tertentu. Penetapan konsentrasi minimum inhibisi dapat dilakukan dengan
menguji sederetan konsentrasi antibiotik yang dibuat dengan cara pengenceran,
metode yang digunakan dapat dengan cara turbidimetri atau difusi agar,
konsentrasi hambat minimum (KHM). Konsentrasi hambat minimum adalah
konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial ( Wattimena, 1991).

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana, Etilasetat Dan Etanol Daun Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Penyakit Kulit Secara In Vitro

2 46 111

uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etilasetat daun jambu mete (aNACARDIUM oCCIDENTALE l.)

13 63 89

POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI ETANOL-AIR DAN FRAKSI N-HEKSAN EKSTRAK ETANOL Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi Etanol-Air dan Fraksi n-Heksan Daun Anggur (Vitis vinifera L) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa m

0 2 11

POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI ETANOL-AIR DAN FRAKSI N-HEKSAN EKSTRAK ETANOL DAUN ANGGUR Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi Etanol-Air dan Fraksi n-Heksan Daun Anggur (Vitis vinifera L) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

0 4 14

uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etilasetat daun jambu mete (aNACARDIUM oCCIDENTALE l.)

1 2 14

uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etilasetat daun jambu mete (aNACARDIUM oCCIDENTALE l.)

0 0 2

uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etilasetat daun jambu mete (aNACARDIUM oCCIDENTALE l.)

0 0 4

uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etilasetat daun jambu mete (aNACARDIUM oCCIDENTALE l.)

0 0 3

uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi kloroform dan fraksi etilasetat daun jambu mete (aNACARDIUM oCCIDENTALE l.)

0 0 29

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI n-HEKSANA DAN ETILASETAT DAUN MINDI

0 0 15