Analisis Kendala Pengembangan Perbankan Syari’ah Di Kota Padang Sidempuan (Studi Kasus Pada Bank Sumut Syari’ah Kc. Padang Sidempuan)

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Islam sebagai agama yang syumul telah memberikan solusi atas

permasalahan-permasalahan perbankan konvensional saat ini, yang timbul akibat
penggunaan instrumen bunga. Dalam hukum Islam, bunga bank tersebut
diangggap riba, yang hukumnya adalah haram sebagaimana yang difirmankan
oleh Allah SWT di dalam Al-qur’anul Karim. Permasalahan ini dapat dicegah
dengan sistem perbankan Islam yang menerapkan konsep bagi hasil (profit and
loss sharing), dikarenakan Islam lebih mengutamakan keadilan dan ikatan
silaturrahim dari pada sekedar keuntungan.
Ditinjau dari segi kelembagaan, perbankan syari’ah pertama kali berdiri
pada tahun 1963 di tepi Sungai Nil, Mesir, dengan nama Myt-Ghamr yang
beroperasi tanpa bunga.


Perintis usaha ini adalah Ahmad El Najjar, yang

permodalannya dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Kehadiran bank Islam di
Mesir tersebut, mengilhami diadakannya konfrensi negara Islam pertama di
Jeddah- Arab Saudi pada Desember 1973. Hasil nyata dari konfrensi itu adalah
kesepakatan dari 22 negara Islam untuk mendirikan Islamic Development Bank
(IDB). IDB resmi didirikan pada 20 Oktober 1975 dengan kantor pusat di Jeddah,
dengan kantor perwakilan di beberapa negara peserta, termasuk Indonesia. IDB
ini bertugas menyediakan dana untuk proyek pembangunan (perbankan syari’ah)
di negara anggota, dengan jasa keuangan berbasis fee dan profit sharing (Anif
Punto Utomo, dkk. 2014;24).
1

2

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam terhitung
lambat dalam mengikuti perkembangan perbankan syari’ah. Secara nasional,
Indonesia mulai menjalankan operasi perbankan syari’ah pada tanggal 1 Mei
1992, yang ditandai dengan beroperasinya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
yang berdiri pada tahun 1991. Perkembangan perbankan syari’ah meningkat pesat

ketika terjadi krisis moneter tahun 1997-1998 yang menyebabkan turunnya kurs
Rupiah terhadap Dollar AS, yakni Rp. 17.000/USD. Krisis ini menjadi momentum
perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia dengan diberlakukannya UndangUndang (UU) No. 10 tahun 1998 menggantikan UU No. 7 tahun 1992. Dalam UU
No. 10 tahun 1998, diatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syari’ah, dan memberi
peluang bagi bank-bank konvensional untuk membuka Unit Usaha Syari’ah
(UUS) atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi Bank Umum Syari’ah
(BUS). Setelah UU No. 10 tahun 1998, pemerintah memperbaiki dan
menyetujuinya, kemudian hadirlah UU No. 21 tahun 2008 yang memberikan
penjelasan mengenai sejumlah UU lain yang terkait dengan UU ini, serta
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk kinerja bank
syari’ah agar selalu sesuai dengan syari’ah Islam dan peraturan pemerintah, tidak
merugikan masyarakat dan tentunya dapat membantu perekonomian Indonesia ke
arah yang lebih baik lagi.
Pada akhir tahun 2008, industri perbankan nasional kembali dilanda oleh
krisis global yang juga terjadi di berbagai belahan dunia. Krisis ekonomi global
tersebut telah mengganggu stabilitas sistem keuangan yang berdampak negatif

3


terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Akan tetapi, bank syari’ah dapat
mempertahankan pertumbuhannya dengan stabil yang ditunjukkan dengan
pertumbuhan laba, aset, pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
menagalami kenaikan (Statistik Perbankan Syari’ah. www.bi.go.id).
Pada tahun 2010, pengaruh dari krisis global sudah semakin berkurang dan
kinerja perekonomian nasional termasuk perbankan syari’ah sudah semakin
membaik. Sampai pada bulan Desember 2014, tercatat Bank Umum Syari’ah
(BUS) di Indonesia sudah berjumlah 12. Terjadi pertambahan BUS sebanyak 7
dari tahun 2008 yang ikut meramaikan persaingan perbankan syari’ah di tanah air
Indonesia.
Tabel 1.1
Jaringan Kantor Perbankan Syari’ah di Indonesia
Indikator
Bank Umum Syari’ah
- Jumlah Bank
- Jumlah Kantor
Unit Usaha Syari’ah
- Jumlah Bank
Konvensional
yang memiliki

UUS
- Jumlah Kantor
BPRS
- Jumlah Bank
- Jumlah Kantor
Total

2011

2012

2013

2014

Feb 2015

11
1.401


11
1.745

11
1.998

12
2.151

12
2.114

23

24

23

22


22

336

517

590

820

824

155
364
2.101

158
401
2.663


168
402
2.990

163
489
2.910

162
486
2.945

Sumber : Statistik Perbankan Syari’ah. www.bi.go.id.

Berdasarkan tabel di atas, turut mengambarkan bagaimana peningkatan
pertumbuhan perbankan syari’ah di Indonesia. Selain dari segi jumlah kantor,
perkembangannya juga dapat dilihat dari beberapa indikator lainnya, seperti aset,
DPK dan pembiayaan yang jugamengalami peningkatan (periode 2008-2013).

4


Berikut adalah tabel perkembangan indikator keuangan perbankan syari’ah di
Indonesia :
Tabel 1.2
Perkembangan Indikator Keuangan Perbankan Syari’ah di Indonesia
(Rp. Triliun)
Indikator Utama
(BUS+UUS)
Total Aset
DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Pembiayaan

2012

2013

195,02

147,51
17,71
45,07
84,73
147,51

242,28
183,53
18,52
57,20
107,81
184,12

Tw I 2014
234,08
178,15
14,96
55,64
107,54
181,77


Sumber : Bank Indonesia. 2014.

Dari tabel 1.2, pada Triwulan I tahun 2014 terjadi penurunan nilai-nilai
indikator keuangan perbankan syari’ah nasional dari tahun sebelumnya. Menurut
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hal ini disebabkan koreksi pertumbuhan ekonomi
nasional, yang mengakibatkan pertumbuhan kredit perbankan nasional juga
mengalami perlambatan. Sepuluh dari Bank Umum Syari’ah adalah subsidiary
dari bank konvensional, sehingga konsolidasi dan situasi yang dihadapi oleh
bank-bank induk (bank konvensional) dalam rangka menyikapi pertumbuhan
perekonomian

yang

melambat

mempengaruhi

perbankan


syari’ah

yang

merupakan anak perusahaan dari bank-bank konvensional besar tersebut.
Selain dari segi indikator seperti pada tabel 1.2, indikator lainnya juga
mengalami peningkatan, seperti pada jumlah nasabah yang telah berjumlah 12,3
juta akun pada tahun 2013, yang tumbuh sebesar 13,9% dari tahun 2012 (Outlook
Bank Indonesia. 2014). Begitu juga dengan jumlah karyawan yang juga
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

5

Melihat perkembangan perbankan syari’ah ditingkat nasional yang begitu
prospektif seperti sekarang ini, menimbulkan peningkatan jumlah lembagalembaga keuangan syari’ah dan penyebarannya pun makin meluas. Bukan hanya
pada kota-kota besar,tetapi juga telah merambat ke banyak daerah-daerah,
Termasuk daerah tersebut Kota Padang Sidempuan.
Kota Padang Sidempuan merupakan salah satu kota di Indonesia yang
berpenduduk mayoritas beragama Islam. Selain itu, kota yang juga terkenal
dengan sebutan Kota Salakini relatif terkenal dengan masyarakatnya yang begitu
religius. Hal ini dapat dilihat dari segi kultur adat dan budaya masyarakat Kota
Padang Sidempuan yang cenderung mengikuti syari’at Islam. Ada kalanya adat
budaya Kota ini diungkapkan dengan kata-kata “hombar do adat dohot
ibadat”yang berarti : adat dengan ibadah (agama) berdampingan. Logika di balik
sumua itu adalah, ada potensi yang besar untuk mengembangkan bisnis yang
berkonsepkan syari’ah Islam terutama perbankan syari’ah. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Jhon Tafbu, dkk. 2005, kota ini salah satu kota di Sumatera Utara
yang cukup berpotensi untuk pendirian dan penambahan kantor bank umum dan
BPR. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Saiful Ramadhan (2014),
menyatakan :“masyarakat Kota Padang Sidempuan memiliki potensi menabung
yang cukup tinggi dari sisi demografi dan ekonomi dan telah memiliki tingkat
pendidikan yang cukup tinggi, yaitu SMA ke atas”.
Perbankan syari’ah pertama kali muncul di Kota Padang Sidempuan
adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada tahun 2003.
Berikut adalah data jaringan perbankan syari’ah di Kota Padang Sidempuan :

6

Tabel 1.3
Jaringan Perbankan Syari’ah di Kota Padang Sidempuan
Nama Bank
Bank
Muamalat
Bank
Syari’ah
Mandiri
Bank Sumut
Syari’ah
BPRS Oloan
Ummah

Jenis Bank
Bank Umum Syari’ah
(BUS)
Bank Umum Syari’ah
(BUS)

Alamat
Jl. Jend Gatot Subroto (Baginda
Oloan) No. 8, Padang Sidempuan.
Jl. Sudirman ex Merdeka No. 479C.
Sadabuan, Padang Sidempuan.

Unit Usaha Syari’ah
(UUS)
Bank Pembiayaan
Rakyat Syari’ah
(BPRS)

Jl. Sudirman ex Merdeka No. 12,
Padang Sidempuan.
Jl. Komplek Ruko Anugrah Tetap
Cemerlang (ATC) Blok B No. 5
Padang Sidempuan.

Sumber : Bank Indonesia cabang Sibolga, 2013.

Dari penelitian yang dilakukan Saudara Saiful Ramadhan telah
menggambarkan bagaimana perkembangan indikator keuangan perbankan
syari’ah di Kota Padang Sidempuan, bahwa perkembangan indikatornya
kecenderungan mengalami peningkatan, yang dimulai dari tahun 2012 sampai
Triwulan II tahun 2013. Berikut adalah tebel perkembangan indikator keuangan
perbankan syari’ah Kota Padang Sidempuan :
Tabel 1.4
Perkembangan Perbankan Syari’ah di Kota Padang Sidempuan (Rp. Trliun)
Indikator
Aset
DPK
Kredit/
Pembiayaan

I
2,05
1,28
1,71

2012
II
III
2,21 2,45
1,29 1,35
1,9
2,13

2013
IV
2,62
1,51
2,36

I
2,8
1,49
2,65

II
3,12
1,4
2,65

Pertumbuhan
II 2013
± 51%
± 10%
± 55%

Sumber : Bank Indonesia cabang Sibolga (dalam Saiful Ramadhan).

Saya yakin perbankan syari’ah akan tumbuh pesat di Kota Padang
Sidempuan, karena didorong dengan program-program menyentuh ekonomi
masyarakat menengah ke bawah, begitulah kira-kira yang dikatakan Bapak Wakil
Wali Kota Padang Sidempuan (Metro Tabagsel). Namun hingga saat ini, jika

7

dilihat dari segi jumlah kantor perbankan syari’ah perkembangan perbankan
syari’ah di Kota Padang Sidempuan dapat dikatakan belumlah seperti yang
diharapkan. Sampai pada Juli 2013, jumlah perbankan yang beroperasi di Kota
Padang Sidempuan telah berjumlah 15 bank yang terdiri dari Bank Umum Devisa,
bukan Devisa dan Bank Perkreditan Rakyat, yang mana 4 diantaranya merupakan
perbankan syari’ah.
Seiring dengan pembahasan latar belakang di atas, Penulis merasa terdapat
permasalahan-permasalahan yang perlu diteliti dalam upaya pengembangan
perbankan syari’ah di Kota Padang Sidempuan. Maka dari itu,Penulis mengambil
judul “ANALISIS KENDALA PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARI’AH
DI KOTA PADANG SIDEMPUAN”.
1.2

Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dirumuskan

permasalahan pokok dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apa sajakah yang masih menjadi kendala perkembagan perbankan
syari’ah di Kota Padang Sidempuann ?
2. Stretegi apa yang mesti diterapkan oleh perbankan syari’ah di Kota
Padang Sidempuan untuk meningkatkan eksistensinya ?
1.3

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang masih menjadi kendala
pengembangan perbankan syari’ah di Kota Padang Sidempuan.

8

2. Untuk mengetahui strategi apa yang harus diterapkan oleh perbankan
syari’ah di Kota Padang Sidempuan untuk dapat meningkatkan
eksistensinya.
1.4

Mamfaat Penelitian
Adapun mamfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
masukan

dan informasi

dalam

mengambil

kebijakan tentang

pengembangan perbankan syari’ah khususnya di Kota Padang
Sidempuan.
2. Bagi pihak pengelola bank syari’ah khususnya di Kota Padang
Sidempuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
atau acuan untuk mengambil keputusan dalam mengembangkan bisnis
perbankan syari’ah, serta dapat meningkatkan kinerja sekaligus
memperbaiki jika ada kelemahan dan kekurangan dalam menjalankan
operasinya di Kota Padang Sidempuan.
3. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan pengetahuan atau wawasan menyangkut dengan
perbankan syari’ah.
4. Bagi Penulis, dengan melakukan penelitian ini Penulis berharap dapat
memperoleh atau menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan
mengenai perbankan syari’ah terlebih pada kasus di Kota Padang
Sidempuan.