Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propeller

Propeller merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada pesawat. Sistem propulsi adalah mekanisme penggerak. Ada dua jenis sistem propulsi yang telah dipakai saat ini, yaitu sistem penggerak propeller dan sistem penggerak jet ekspansi. Sistem propulsi ini dihasilkan berdasarkan hukum Newton ketiga. Udara sebagai fluida kerja diakselerasikan oleh sistem dan reaksi dari akselerasi ini adalah menghasilkan gaya pada sistem yang disebut gaya dorong atau

thrust. Propeller berasal dari dua kata bahasa latin yaitu Pro dan Pellere. Pro memiliki arti di depan, sedangkan Pellere yang berarti untuk menggerakkan. Menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight, propeller adalah sekumpulan dari bilah atau sayap yang berputar, yang diorientasikan pada arah dari resultan gaya angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan*.

Propeler berputar menciptakan tekanan rendah di depanya, seperti sayap yang membuat tekanan rendah diatasnya. Hanya tidak seperti sayap yang melaju rata, propeller ini bergerak lebih cepat diujung dibandingkan di pangkalnya. Untuk mengatasinya, sudur bilah dibuat berbeda antara pangkal dan ujungnya, maka bilah terlihat seperti terpilin. Bilah seperti ini membuat sudut serang yang cukup rata dan gaya dorong yang terjadi seragam disetiap titik. Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini disebabkan propeller merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Teori mengenai propeller telah lama dikenal dari beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh William J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal


(2)

dengan General Momentum Theory. General Momentum Theory ini memplajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeller. Propeller dianggap sebagai sebuah piringan dan udara yang melewati piringan-piringan tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah melewati piringan. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan menjadi Vortex-Blade Element Theory)**.

Vortex-Blade Element Theory ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan teori vorteks. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap bilah baling-baling dengan cara melakukan breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang akan dihitung per bagian. Teori vorteks ini berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar. Vorteks-vorteks tersebut mengalir ke belakang membentuk lintasan helikal.

Baling-baling propeller dapat diklasifikasikan dalam delapan jenis umum sebagai berikut:

1. Fixed Pitch Propeller

Sebuah baling-baling dengan sudut serang tetap. Pada baling-baling ini diatur oleh pabrikan dan tidak dapat diubah.

2. Controllable Pitch Propeller

Baling-baling yang diubah sesuai keinginan yang dioperasikan oleh hidrolik. 3. Ground Adjustable Pitch Propeller

Pengaturan pitch dapat dilakukan sebelum mesin dijalankan. Jenis baling-baling ini memiliki hub yang terpisah. Sudut bilah ditentukan oleh spesifikasi diputar ke sudut yang diinginkan dan klem dikencangkan.

4. Constant Speed Pitch Propeller

Kecepatan konstan baling-baling ini memanfaatkan hidrolik yang dioperasikan dengan mengubah sudut bilah untuk mempertahankan kecepetan mesin. Jika tenaga mesin meningkat, sudut bilah pun meningkat namun mesin memiliki rpm yang konstan.


(3)

5. Full Feathering Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk mengubah tepi bilah untuk menghilangkan gaya hambat. Istilah feathering mengacu pada pengoperasian memutar bilah untuk tujuan menghentikan rotasi baling-baling.

6. Reversing Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk membalikkan gaya dorong. Ketika bilah dibalik, bilah tersebut diputar di bawah sudut positif hingga sudut negatif bilah diperoleh untuk menghasilkan gaya dorong yang berlawanan. Selanjutnya gaya dorong tersebut berubah menjadi gaya hambat bertujuan dalam proses pendaratan pesawat dan dalam mengurangi panjang pendaratan.

7. Beta Conrol Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memungkinkan penggunaan reposisi sudut bilah dengan menggunakan tuas listrik manual sehingga gaya dorong yang dihasilkan dapat disesuaikan.

2.2 Airfoil

Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk menghasilkan gaya angkat yang lebih besar daripada gaya hambat pada saat ditempatkan pada sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung lancip untuk menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran***.

Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat yang dibutuhkan untuk mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya angkat ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula bahwa tidak mungkin hanya mendapatkan gaya angkat saja tanpa menghasilkan gaya hambat.

Gaya hambat ini harus diperkceil agar tenaga pendorong airfoil tidak mengalami hambatan yang besar, gaya angkat dan gaya hambat dipengaruhi oleh:

1. Bentuk airfoil

2. Luas permukaan airfoil

3. Pangkat dua dari kecepatan aliran udara 4. Kerapatan udara


(4)

2.3 Bagian – Bagian Propeler

Untuk menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui bagian – bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.6 di bawah ini, terdapat sebuah propeller berjenis dua bilah yang telah banyak digunakan dibandingkan 3 bilah.

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler

Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeler: 1. Leading Edge (Bagian depan)

Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong udara. Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan yang melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face)

2. Trailing Edge (Bagian belakang)

Merupakan bagian belakang sebuah airfoil yang berfungsi untuk menyearahkan aliran udara yang terlebih dahulu terbelah ketika melewati leading edge.

3. Tip

Merupakan bagian terluar propeller dari Hub. 4. Root

Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub. 5. Hub


(5)

Luas permukaan dari sebuah baling propeller dapar dilihat dari gambar 2.2 di bawah ini. Melalui gambar ini terlihat bahwa pada sebuah baling (blade) terdapat leading edge sebagai bagian terluar dari propeller, trailing edge sebagai bagian dalam, cambered side sebagai daerah melengkung dan flat side atau face sebagai bagian yang rata. Baling–baling propeller memiliki bentuk airfoil yang serupa dengan sayap pesawat sebagaimana terlihat di gambar 2.2.

Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller Sumber Kroes, 1994

Dikarenakan baling – baling dan sayap dari sebuah pesawat memiliki bentuk yang sama, maka tiap baling – baling dari propeller dapat dianggap sebagai sayap pesawat yang berotasi dalam ukuran yang lebih kecil, pendek dan tipis. Ketika baling – baling mulai berputar, udara akan mengalir di sekitar baling – baling sama halnya ketika udara mengalir di sayap pesawat. Perbedaannya adalah pada sayap pesawat, aliran udara ini mengakibatkan terangkatnya sayap ke atas, namun pada propeller, aliran udara ini mengakibatkan propeller maju ke depan****.

2.4 Dasar Elemen Propeller

Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller seperti Vo, n, d, β,

w, dan L.Pada gambar 2.3 terdapat sketsa elemen propeller khususnya mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller. Untuk menghitung angle of attack α

-eyangefektif, perlu diketahui elemen Vo, n,d dan sudut airfoil β dimana angle of

attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio lift/drag (L/D). Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan sudut baling yang berbeda juga akan diperoleh untuk bagian – bagian lainnya. Untuk alasan inilah maka baling propeller diputar sesuai dengan angle of attack yang paling efektif sepanjang blade.


(6)

Gambar 2.3 Elemen Pada Baling – Baling Propeller

Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen dadalah

diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil.

Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR merupakan kecepatan

resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah kecepatan resultan efektif

udara yang termasuk kecepatan induksi.


(7)

Sudut baling (blade angle) dibentuk dari arah permukaan elemen dan bidang rotasi. Sudut baling di sepanjang propeler memiliki nilai yang berbeda - beda. Hal ini dikarenakan bahwa kecepatan pada tiap bagian baling – baling berbeda – beda. Setiap elemen harus didesain sedemikian rupa untuk mendapatkan sudut serang (angle of attack) yang terbaik untuk menghasilkan thrust ketika berputar pada kecepatan desain terbaiknya.

Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeler:

• Relative Wind (Udara Relatif)

Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil bergerak melewati udara.

Gambar 2.5 Udara Relatif

• Angle of Attack (Sudut Serang)

Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara chord dari elemen dengan arah udara relatif.

• Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeler)

Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeler

Gambar 2.6 Jalur Pergerakan Propeler

• Pitch

Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeler yang membentuk jalur spiral.


(8)

• Geometric Pitch

Merupakan jarak teoritis yang mungkin terjadi dari pergerakan propeler dalam sekali revolusi.

• Effective Pitch

Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeler dalam sekali revolusi di udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric pitch, dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip

Gambar 2.7 Geometric dan Effective Pitch

2.5 Teori Momentum Sederhana

Sebuah metode sederhana untuk menghitung propeller yang sedang beroperasi bergantung terhadap energi momentum dan kinetik dari sistem. Propeller diasumsikan terdiri dari sejumlah besar baling – baling (blade), sehingga terbentuk plat penggerak (actuator disk) dengan thrustterdistribusi secara merata di sekitar plat. Kecepatan aksian dari fluida berlangsung secara kontinu melewati plat propeller

untuk mencapai kontinuitas aliran. Tekanan fluida, Δp, meningkat secara tiba – tiba ketika berada di plat propeller. Δp bernilai sama dengan thrust pada setiap unit daerah dari plat dan peningkatan kecepatan aksial akan menciptakan daerah

slipstream di belakang propeller.


(9)

Pada luas permukaan A dari sebuah plat penggerak di sebuah aliran dengan kecepatan Vo, kecepatan aksial meningkat ketika mendekati plat menjadi Vo + aVodan

tekanan menurun dari pomenjadi p1. Selama melewati plat, kecepatan udara konstan tetapi setelah mencapai daerah slipstream akhir, kecepatan meningkat menjadi Vo+

bVo. Tekanan juga meningkat secara cepat menjadi (p1+Δp) = p2 ketika berada di belakang plat dan setelah itu kembali lagi menjadi po .

Tekanan total asli �1 = �0+�2��2 =�1+�2(��+���)2 (2.1) (Freestream) (Tepat di depan plat)

Tekanan total akhir �2 = �0+�2(��+���)2

(Jauh di belakang propeller) (2.2)

= (�1+∆�) +�

2(��+���)

2 (Tepat di belakang propeller)

Dengan menggunakan persamaan freestream dari �

1dan persamaan daerah

jauh untuk �

2, maka diperoleh

∆�= �2− �1 = �

2(2���

2+2��2) =���21 +

2� � (2.3) Thrust adalah nilai dari perubahan momentum dari daerah yang jauh di belakang plat.

�= ∆��=�(��+���)���� (2.4) jadi

∆�= �(��+���)���=��02(1 +�)� (2.5) Dengan membandingkan 2.3 dan 2.5, maka diperoleh

� =�

2 (2.6)

Kemudian dengan memasukkan nilai 2.6 ke dalam persamaan 2.4 maka didapat

�= 2���02(1 +�)� (2.7)

Peningkatan energi kinetik fluida tiap satuan waktu di daerah slipstream

adalah perbedaan antara energi kinetik di daerah slipstream akhir dan energi kinetik dengan jumlah massa udara yang sama jauh di atas propeller. Dimana M adalah massa aliran melalui plat penggerak tiap satuan waktu,


(10)

∆�.�. =�[��(1+�)]2

2 −

��02

2

= ����(1+�)

2 {[��(1 +�)]

2 − �

�2} (2.8)

=����(1+�)

2 [�0

21 +

2�2�] Dengan menukar b = 2a, diperoleh

∆�.�. =�����(�+�) �(��) (2.9)

= 2���03(1 +�) 2�

Dengan memasukkan persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.9 , diperoleh

∆�.�. =���(1 +�) (2.10) Efisiensi ideal dari sebuah propeller, η, dapat dihitung melalui

� =������

����� = ��� ∆�.�.

= ���

���(1+�) (2.11)

= 1

1 +�

Maka semakin besar percepatan fluida melewati propeller, maka semakin rendah efisiensi yang diperoleh propeller. Sebuah propeller besar yang menggerakan sejumlah udara yang banyak tetapi memberikan percepatan udara yang rendah, lebih efisien dibandingkan propeller kecil yang menggerakkan sedikit udara dengan kecepatan tinggi.

2.6 Gaya Yang Terjadi Pada Propeler

Pada umumnya terdapat tiga jenis gaya yang terjadi pada saat sebuah propeler beroperasi. Berikut adalah gaya – gaya tersebut:

1. Gaya Dorong atau Thrust

Merupakan gaya udara terhadap propeler yang bersifat paralel terhdap arah pergerakan dan tegangan putar induksi pada propeler.

2. Gaya Sentrifugal atau Centrifugal Force

Disebabkan oleh gaya rotasi dari propeler dan cenderung untuk melempar baling – baling dari pusat.


(11)

3. Gaya Torsi atau Twist

Disebabkan oleh gaya resultan dari udara yang cenderung memutar baling – baling menuju sudut blade yang lebih rendah.

Gaya dorong atau sering disebut Thrust adalah gaya yang terjadi untuk mendorong pesawat bergerak ke depan melalui udara. Thrust dihasilkan oleh sistem propulsi dari pesawat. Terdapat beberapa jenis sistem propulsi berbeda yang dapat menghasilkan gaya thrust yang berbeda pula. Propeler adalah salah satu dari sistem propulsi. Kegunaan dari sebuah propeler adalah untuk menggerakan pesawat melalui dorongan udara. Propeler terdiri dari dua baling (blade) atau lebih yang dihubungkan oleh sebuah “hub”. Hub berfungsi untuk menghubungkan bilah menuju poros mesin.

Baling – baling propeler dibuat dari bentuk sebuah airfoil seperti sayap pada pesawat. Ketika mesin memutar baling propeler, gaya dorong akan tercipta dan udara yang melewati sayap pesawat akan menghasilkan gaya angkat.

2.7 Tegangan yang terjadi pada propeller yang berputar

Akibat gaya-gaya yang terjadi diatas, maka timbul tegangan-tegangan ketika propeller berputar, yaitu :


(12)

1. Tegangan Bending (Bengkok)

Merupakan tegangan akibat induksi gaya thrust. Tegangan ini cenderung untuk membengkokkan baling – baling ke depan ketika pesawat digerakkan melewati udara oleh propeler.

2. Tegangan tensil (Tensile stresses)

Disebabkan oleh gaya sentrifugal pada propeler. 3. Tegangan Torsi (Torsion Stress)

Tegangan ini dihasilkan pada blade propeler yang berotasi pada dua keadaan twist. Salah satu tegangan ini dihasilkan dari reaksi udara terhadap blade yang dikenal sebagai aerodynamic twisting moment. Tegangan lain yang disebabkan oleh gaya sentrifugal disebut centrifugal twisting moment.

2.8 Sumber Noise Aerodinamis

Sumber noise pada komponen aerodinamis diketahui sebagai bunyi akibat pergerakan antara udara terhadap medium lingkungannya.Sumber noise secara umum dikenal dengan istilah sebagai Noise Generation Mechanism, adalah mekanisme sumber kebisingan yang disebabkan oleh adanya operasi atau kegiatan serta peralatan yang menimbulkan kebisingan seperti kegiatan crushing, pengetokan, pengeboman, punch-press, penempaan, drilling, dan juga pada pemutaran suatu propeler. Secara umum, Noise Generation Mechanism terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

• Turbulensi : Disebabkan oleh pergerakan aliran udara yang acak karena melewati perubahan bentuk suatu daerah

• Pulsasi : Merupakan tekanan bidang yang disebabkan adanya perubahan kecepatan yang signifikan sehingga mengakibatkan perubahan tekanan yang drastis, pada umumnya disebut sebagai pressure field

• Shock : Disebabkan adanya benturan secara cepat oleh aliran udara

Sumber noise pada komponen aerodinamis secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.10.


(13)

Gambar 2.10 Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis

Menurut Harris,Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control,

menyebutkan bahwa noise dari propeler yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama. Yaitu kebisingan yang bersumber dari motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeler itu sendiri.

Noise generation mechanism pada propeller yang berputar dihasilkan dari tiga jenis faktor yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration

dari bilah propeler. Yang kedua adalah noise dari rotasi propeler yang dihasilkan oleh tekanan bidang (pulsasi) yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi dari setiap pergerakannya, dimanakeadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari

blade atau bilah propeler dan chamber pada airfoil. Yang ketiga adalah kebisingan yang dihasilkan oleh vortex noise yang dihasilkan oleh vortisitas udara pada aliran lintasan baling yang terkumpul pada bilah propeler selama perputaran.


(14)

Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Noise GenerationMechanisme pada propeller

2.9 Tingkat Kebisingan

Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan

sound power level.

a. Sound Power level

Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan Lw = 10 log10

��� (db) (2.12)

Dimana W = Sound Power

Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt

b. Sound Pressure Level (SPL)

Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level.

Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1.


(15)

Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya

Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level Examples with distance (dB)

Jet Aircraft,50 m Away Threshold of pain

140 130 Threhold of discomfort

Chainsaw,1 m distance

120 110 Disco, 1 m from speaker

Diesel truck, 10 m away

100 90 kerbside of busy road, 5 m

vacuum cleaner,1 m distance

80 70 conversational speech 1 m

avarage home

60 50 quiet library

quiet bedroom at night

40 30 background in tv studio

rustling leaves

20 10

threshold of hearing 0

(Sumbe

Perhitungan level kebisingan pada mekanisme pulsasi (Presure field) merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001).

Lw = Lw(B) + 10 log10�� 0�

+ 20 log10�� 0�

+ BT (2.13)

Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel

Q = laju aliran volumetric

Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s

P = tekanan melalui Propeler P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa


(16)

Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan

BPF = Nb x

RPM

60 (2.14)

Diman Nb adalah jumlah bilah propeler.

Tabel 2.2 Basic Sound Power Level Spectrum Lw (B)

(Sumber: Baron, 2001)

2.10 Computational Fluent Dynamics (CFD)

2.8.1 Definisi CFD

CFD adalah singkatan dari Computational Fluid Dynamics yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Perhitungan Dinamika Fluida. Bagi seorang engineer perhitungan dinamika fluida dilakukan untuk mendapatkan medan kecepatan dan distribusi tekanan. Karena dengan mengetahui kedua hal ini maka perhitungan lanjutan seperti perhitungan gaya, perpindahan panas, dan lain-lain dapat dilakukan. Parameter-parameter ini dibutuhkan untuk keperluan analisa, evaluasi, atau disain suatu struktur yang melibatkan fluida.

2.8.2 Teori Fluent dan Static Structural

Ansys-Fluent merupakan software penganalisaan beban lokal pada karakteristik fluida yang bergerak pada struktur yang dimana dalam bahasan ini adalah propeller, dengan metode elemen hingga. Software ini pun dapat menganalisa atau mensimulasikan permasalahan teknik seperti perpindahan panas (heat transfer),


(17)

perubahan bentuk (deformation), bahkan kegagalan struktur akibat proses pembebanan maupun korosi. Dalam propeller ini, karena berhubungan dengan fluida maka Ansys-Fluent sangat cocok untuk mengetahui karakteristik aliran fluidanya, baik ketika mengenai propeller hingga melewati propeller. Visual yang ditampilkan software ini sangat membantu menunjukkan proses aliran fluida yang mengenai propeller. Simulasi numerik Fluent dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui karakteristik aliran fluida setelah mengenai propelleryan kemudian akan dapat pola aliran turbulen dan tekanannya. Tekanan yang timbul selama propeller berputar, dapat diasumsikan akan menimbulkan tegangan yang terjadi pada propeller. Sehingga tekanan tersebut dapat dimasukkan dalam simulasi selanjutnya.

Static structural adalah metode simulasi sama seperti Fluent pada software Ansys. Pada simulasi ini, diperlukan parameter tekanan. Tekanan tersebut bisa ditentukan sendiri sesaui keinginan atau bisa didapatkan dari simulasi Fluent. Parameter tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang terjadi pada geometri yang akan disimulasikan. Selanjutnya perhitungan numerik dilakukan untuk menghasilkan tegangan. Tegangan tersebut dapat berupa perubahan bentuk geometri, regangan, tegangan bengkok, tegangan puntir dan lain-lain. Tampilan visual dari simulasi ini didukung dengan pilihan animasi sehingga dapat terlihat proses terjadinya tegangan yang dihasilkan tersebut.


(1)

1. Tegangan Bending (Bengkok)

Merupakan tegangan akibat induksi gaya thrust. Tegangan ini cenderung untuk membengkokkan baling – baling ke depan ketika pesawat digerakkan melewati udara oleh propeler.

2. Tegangan tensil (Tensile stresses)

Disebabkan oleh gaya sentrifugal pada propeler. 3. Tegangan Torsi (Torsion Stress)

Tegangan ini dihasilkan pada blade propeler yang berotasi pada dua keadaan twist. Salah satu tegangan ini dihasilkan dari reaksi udara terhadap blade yang dikenal sebagai aerodynamic twisting moment. Tegangan lain yang disebabkan oleh gaya sentrifugal disebut centrifugal twisting moment.

2.8 Sumber Noise Aerodinamis

Sumber noise pada komponen aerodinamis diketahui sebagai bunyi akibat pergerakan antara udara terhadap medium lingkungannya.Sumber noise secara umum dikenal dengan istilah sebagai Noise Generation Mechanism, adalah mekanisme sumber kebisingan yang disebabkan oleh adanya operasi atau kegiatan serta peralatan yang menimbulkan kebisingan seperti kegiatan crushing, pengetokan, pengeboman, punch-press, penempaan, drilling, dan juga pada pemutaran suatu propeler. Secara umum, Noise Generation Mechanism terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

• Turbulensi : Disebabkan oleh pergerakan aliran udara yang acak karena melewati perubahan bentuk suatu daerah

• Pulsasi : Merupakan tekanan bidang yang disebabkan adanya perubahan kecepatan yang signifikan sehingga mengakibatkan perubahan tekanan yang drastis, pada umumnya disebut sebagai pressure field

• Shock : Disebabkan adanya benturan secara cepat oleh aliran udara

Sumber noise pada komponen aerodinamis secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.10.


(2)

Gambar 2.10 Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis

Menurut Harris,Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control,

menyebutkan bahwa noise dari propeler yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama. Yaitu kebisingan yang bersumber dari motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeler itu sendiri.

Noise generation mechanism pada propeller yang berputar dihasilkan dari tiga jenis faktor yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration

dari bilah propeler. Yang kedua adalah noise dari rotasi propeler yang dihasilkan oleh tekanan bidang (pulsasi) yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi dari setiap pergerakannya, dimanakeadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari

blade atau bilah propeler dan chamber pada airfoil. Yang ketiga adalah kebisingan yang dihasilkan oleh vortex noise yang dihasilkan oleh vortisitas udara pada aliran lintasan baling yang terkumpul pada bilah propeler selama perputaran.


(3)

Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Noise GenerationMechanisme pada propeller

2.9 Tingkat Kebisingan

Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan

sound power level.

a. Sound Power level

Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan Lw = 10 log10 �

���� (db) (2.12)

Dimana W = Sound Power

Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt b. Sound Pressure Level (SPL)

Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level.

Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1.


(4)

Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya

Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level Examples with distance (dB)

Jet Aircraft,50 m Away Threshold of pain

140 130 Threhold of discomfort

Chainsaw,1 m distance

120 110 Disco, 1 m from speaker

Diesel truck, 10 m away

100 90 kerbside of busy road, 5 m

vacuum cleaner,1 m distance

80 70 conversational speech 1 m

avarage home

60 50 quiet library

quiet bedroom at night

40 30 background in tv studio

rustling leaves

20 10 threshold of hearing 0

(Sumbe

Perhitungan level kebisingan pada mekanisme pulsasi (Presure field) merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001).

Lw = Lw(B) + 10 log10��

�0�

+ 20 log10��

�0�

+ BT (2.13)

Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel Q = laju aliran volumetric

Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s P = tekanan melalui Propeler

P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa


(5)

Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan

BPF = Nb x RPM

60 (2.14)

Diman Nb adalah jumlah bilah propeler.

Tabel 2.2 Basic Sound Power Level Spectrum Lw (B)

(Sumber: Baron, 2001)

2.10 Computational Fluent Dynamics (CFD) 2.8.1 Definisi CFD

CFD adalah singkatan dari Computational Fluid Dynamics yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Perhitungan Dinamika Fluida. Bagi seorang engineer perhitungan dinamika fluida dilakukan untuk mendapatkan medan kecepatan dan distribusi tekanan. Karena dengan mengetahui kedua hal ini maka perhitungan lanjutan seperti perhitungan gaya, perpindahan panas, dan lain-lain dapat dilakukan. Parameter-parameter ini dibutuhkan untuk keperluan analisa, evaluasi, atau disain suatu struktur yang melibatkan fluida.

2.8.2 Teori Fluent dan Static Structural

Ansys-Fluent merupakan software penganalisaan beban lokal pada karakteristik fluida yang bergerak pada struktur yang dimana dalam bahasan ini adalah propeller, dengan metode elemen hingga. Software ini pun dapat menganalisa atau mensimulasikan permasalahan teknik seperti perpindahan panas (heat transfer),


(6)

perubahan bentuk (deformation), bahkan kegagalan struktur akibat proses pembebanan maupun korosi. Dalam propeller ini, karena berhubungan dengan fluida maka Ansys-Fluent sangat cocok untuk mengetahui karakteristik aliran fluidanya, baik ketika mengenai propeller hingga melewati propeller. Visual yang ditampilkan software ini sangat membantu menunjukkan proses aliran fluida yang mengenai propeller. Simulasi numerik Fluent dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui karakteristik aliran fluida setelah mengenai propelleryan kemudian akan dapat pola aliran turbulen dan tekanannya. Tekanan yang timbul selama propeller berputar, dapat diasumsikan akan menimbulkan tegangan yang terjadi pada propeller. Sehingga tekanan tersebut dapat dimasukkan dalam simulasi selanjutnya.

Static structural adalah metode simulasi sama seperti Fluent pada software Ansys. Pada simulasi ini, diperlukan parameter tekanan. Tekanan tersebut bisa ditentukan sendiri sesaui keinginan atau bisa didapatkan dari simulasi Fluent. Parameter tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang terjadi pada geometri yang akan disimulasikan. Selanjutnya perhitungan numerik dilakukan untuk menghasilkan tegangan. Tegangan tersebut dapat berupa perubahan bentuk geometri, regangan, tegangan bengkok, tegangan puntir dan lain-lain. Tampilan visual dari simulasi ini didukung dengan pilihan animasi sehingga dapat terlihat proses terjadinya tegangan yang dihasilkan tersebut.


Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Karakteristik Turbulensi Dan Pulsasi Antara Propeler Pesawat Tanpa Awak Yang Rendah Bising Dan Propeler Pabrikan Melalui Analisa Komputasi Dinamika Fluida

1 41 87

Proses Pembuatan Dan Pengujian Kebisingan Prototipe Propeller Uav Tiga Sudu Menggunakan Material Paduan (94% Al – 6%Mg)

3 124 85

Simulasi Deformasi dan Tegangan Sayap Pesawat Tanpa Awak Berbahan Komposit Serat Rock Wool dan Polyester dengan Software Ansys 14.0

7 50 80

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

10 69 81

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 13

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 2

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 3

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 1

KAJIAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK TURBULENSI DAN PULSASI ANTARA PROPELER PESAWAT TANPA AWAK YANG RENDAH BISING DAN PROPELER PABRIKAN MELALUI ANALISA KOMPUTASI DINAMIKA FLUIDA

0 0 12

PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN KEBISINGAN PROTOTIPE PROPELLER UAV TIGA SUDU MENGGUNAKAN MATERIAL PADUAN ( 94 Al – 6 Mg )

0 0 12