Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

(1)

SIMULASI AERODINAMIS DAN TEGANGAN PROPELER

PESAWAT TIPE AIRFOIL NACA M6 MELALUI ANALISA

KOMPUTASI DINAMIKA MENGGUNAKAN MATERIAL

PADUAN (94% Al-6% Mg)

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

KAREL CORES NAPITUPULU 090401063

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ABSTRAK

Propeler adalah salah satu jenis sistem propulsi yang digunakan pada pesawat. Fungsi utama propeler adalah mengubah gaya putar menjadi gaya dorong. Gaya dorong atau thrust dipengaruhi oleh sudut puntir atau angle of attack bilah propeler dan tercipta akibat perbedaan tekanan antara bagian depan dan belakang propeler. Propeler yang digunakan sebagai penelitian pada skripsi ini adalah propeler 3 bilah dengan menggunakan tipe airfoil NACA M6. Tugas akhir ini akan menampilkan karakteristik perubahan bentuk aliran udara yang terbentuk beserta nilai kontur tegangan yang dihasilkan ketika propeler tersebut diputar dengan variasi kecepatan putar 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, dan 2500 rpm dengan menggunakan analisa komputasi dinamika fluida (CFD) Solidwork dan Ansys. Perubahan aliran udara yang terbentuk ditunjukkan dengan nilai energi tubulensinya. Semakin tinggi kecepatan putar propeler, akan semakin besar nilai energi tubulensi dan kecepatan udara yang dihasilkan. Nilai parameter kecepatan dan kontur tegangan yang terjadi pada propeler yang berputar pada kecepatan 1000 rpm sebasar 34,33 m/s dan 3,112 kPa, pada propeller yang berputar pada kecepatan 1500 rpm sebesar 51,33 m/s dan 7,249 kPa, pada propeller yang berputar pada kecepatan 2000 rpm sebesar 68,33 m/s dan 12,793 kPa, pada propeller yang berputar pada kecepatan 2500 rpm sebesar 85,66 m/s dan 19,578 kPa.

Kata kunci: Propeler, NACA M6, Putaran, Angle of attack, Energi Turbulen, Tegangan


(3)

ABSTRACT

Propeller is one of the important components in the plane. Propellers function is to generate Thrust with a given input rotary power from the engine. Thrust is generated due to the influence of the angle of attack on the propeller blades. Propellers are used as research in this project is the 3-blade propeller with using NACA airfoil type M6. This final project will show changes in the form of air flow is formed along the contour of the stress value generated when the propeller is rotated by rotational speed variation 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, and 2500 rpm by using computational fluid dynamics analysis (CFD) Solidwork and Ansys. Changes in air flow is formed is indicated by the value of energy turbulent. The higher the propeller rotational speed, the greater the value of energy tubulent and the resulting air speed will also increase.

Stress contour value that occurs on the propeller rotating at a speed of 1000 rpm sebasar 3112.1 Pa, the propeller rotates at a speed of 1500 rpm at 7249 Pa, the propeller rotates at a speed of 2000 rpm for 12 793 Pa, the propeller rotates at a speed of 2500 rpm of 19,578 Pa.


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler ... 7 Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller ... 8 Gambar 2.3 Elemen Pada Baling – Baling

Propeller... 9 Gambar 2.4 Sudut Pada Baling – Baling Propeler... 9 Gambar 2.5 Udara

Relatif... 10

Gambar 2.6 Jalur Pergerakan Propeler

... 10 Gambar 2.7 Geometric dan Effective

Pitch... 11 Gambar 2.8 Aliran Plat Penggerak (Actuator Disk Flow)... 12

Gambar 2.9 Tegangan Pada

Propeler... 14 Gambar 3.1 Propeler NACA

M6...19 Gambar 3.2 Diagram Alir

Penelitian...21 Gambar 3.3 Koordinat Airfoil NACA

M6...22

Gambar 3.4 Pengisian Koordinat Airfoil NACA M6 ...23

Gambar 3.5 Input Sudut

Serang...23 Gambar 3.6 Input Rotating


(5)

Gambar 3.7 Pemilihan Jenis

Fluida,,,,... 25

Gambar 3.8 Input Parameter Kecepatan Aliran...25 Gambar 3.9 Setting Cmputational

Boundaries...26 Gambar 3.10 Input Parameter Goal

Simulasi...26

Gambar 3.11 Kontur Velocity Fluida Yang Melalui Airfoil NACA M6...27

Gambar 3.12 Kontur Energi Turbulen Pada Airfoil NACA M6...27

Gambar 3.13 Display Kontur Energi Turbulen Pada Airfoil NACA M6...28

Gambar 3.14 Input Geometri

Propeler...28 Gambar 3.15 Meshing

Propeler...29 Gambar 3.16 Setup Calculation Simulasi

Fluent...29 Gambar 3.17 Input Material Untuk

Propeler...30 Gambar 3.18 Setting Proses Simulasi Static Structural...31 Gambar 3.19 Pemilihan Solusi

Simulasi...31 Gambar 4.1 Skala

Airfoil...32 Gambar 4.2 Plane Airfoil Pada Jarak 33


(6)

Gambar 4.3 Loft Antara Kedua

Airfoil...33

Gambar 4.4 Loft Plot Pada Jarak

4cm...34 Gambar 4.5 Input Sudut Puntir Pada

Propeler...34 Gambar 4.6 Proses Pembuatan Hub

Propeler...35 Gambar 4.7 Membuat 3 Bilah

Propeler...36 Gambar 4.8 Bentuk Propeler Secara

Keseluruhan...36 Gambar 4.9 Aliran Udara Pada 1000

rpm...37 Gambar 4.10 Aliran Udara Pada 1500

rpm...38 Gambar 4.11 Aliran Udara Pada 2000

rpm...39 Gambar 4.12 Aliran Udara Pada 2500

rpm...40 Gambar 4.13 Grafik Parameter Max Dynamics Preassure...41

Gambar 4.14 Grafik Paramter Max

Velocity...42 Gambar 4.15 Grafik Parameter Max Energi Turbulen...42

Gambar 4.16 Kontur Tekanan Pada Kecepatan Udara 34,33 m/s...43

Gambar 4.17 Kontur Tekanan Pada Kecepatan Udara 51,33 m/s...43

Gambar 4.18 Kontur Tekanan Pada Kecepatan Udara 68,33 m/s...44


(7)

Gambar 4.19 Kontur Tekanan Pada Kecepatan Udara 85,66 m/s...44

Gambar 4.20 Kontur Total Perubahan Bentuk Pada Propeler 1000 rpm...45

Gambar 4.21 Kontur Elatisitas Pada Propeler 1000 rpm...45

Gambar 4.22 Kontur Tegangan Pada Propeler 1000 rpm...46

Gambar 4.23 Kontur Total Perubahan Bentuk Pada Propeler 1500 rpm...46

Gambar 4.24 Kontur Elatisitas Pada Propeler 1500 rpm...47

Gambar 4.25 Kontur Tegangan Pada Propeler 1500 rpm...47

Gambar 4.26 Kontur Total Perubahan Bentuk Pada Propeler 2000 rpm...48

Gambar 4.27 Kontur Elatisitas Pada Propeler 2000 rpm...48

Gambar 4.28 Kontur Tegangan Pada Propeler 2000 rpm...49

Gambar 4.29 Kontur Total Perubahan Bentuk Pada Propeler 2500 rpm...49

Gambar 4.30 Kontur Elatisitas Pada Propeler 2500 rpm...50

Gambar 4.31 Kontur Tegangan Pada Propeler 2500 rpm...50

Gambar 4.32 Aliran Udara Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 1000 rpm...51

Gambar 4.33 Aliran Udara Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 2500 rpm...52

Gambar 4.34 Kontur Perubahan Bentuk Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 10 m/s...53


(8)

Gambar 4.35 Kontur Regangan Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 10 m/s...53

Gambar 4.36 Kontur Tegangan Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 10 m/s...54

Gambar 4.37 Kontur Perubahan Bentuk Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 50 m/s...54

Gambar 4.38 Kontur Regangan Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 50 m/s...55

Gambar 4.39 Kontur Tegangan Propeler Clark-Y Pada Kecepatan 50 m/s...55


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Lokasi Dan Aktifitas Penelitian...17

Tabel 3.2 Spesifikasi Data...18

Tabel 3.3 Spesifikasi Fluida...19


(10)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

c Kecepatan Suara m/s

T Temperatur K

ζ Impedansi rayl

ϒ Rasio Panas Spesifik -

฀ Massa Jenis kg/m3

v kecepatan m/s

Q Debit m3/s

P Tekanan Pa

Nb Jumlah Blade -

D Diameter m

r Radius m


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACT...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR PUSTAKA...v

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR NOTASI ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penilitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Sistematika Penulisan...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propeller ... 4

2.2 Airfoil ... 6

2.3 Bagian-Bagian Propeler ... 7

2.4 Dasar Elemen Propeller ... 8


(12)

2.6 Gaya Yang Terjadi Pada Propeler ... 13

2.7 Tegangan Yang Terjadi Pada Propeller Yang Berputar ... 14

2.8 Computational Fluid Dynamics (CFD) ... 15

2.8.1 Definisi CFD...15

2.8.2 Teori CFD Fluent dan Static Structural...15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ... 17

3.2 Variabel Penelitian ... 17

3.2.1 Variabel Terikat ... 17

3.2.2 Variabel Bebas ... 17

3.3 Peralatan Yang Digunakan... 18

3.4 Spesifikasi Data ... 18

3.5 Spesifikasi Fluida ... 19

3.6 Urutan Proses Analisa ...20

3.7 Diagram Alir Penelitian...21

3.8 Tahap Pengujian Propeler...22

3.9 Simulasi Airfoil NACA M6...27

3.9.1 Kontur Kecepatan Airfoil NACA M6...27

3.9.2 Kontur Energi Turbulen Airfoil NACA M6...27

3.10 Simulasi Ansys-Fluent...28

3.11 Simulasi Ansys-Static Structural...30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Membuat Modelling Propeller Tipe NACA M6... ... 32


(13)

4.2 Melakukan Simulasi Propeller ... 37

4.2.1 Simulasi Aliran Udara Pada Propeller ... 37

4.2.2 Simulasi Tekanan Pada Propeller...42

4.2.3 Simulasi Tegangan Pada Propeller...45

4.3 Membandingkan Dengan Propeller tipe Clark-Y...50

4.3.1 Simulasi aliran udara...50

4.3.2 Simulasi tegangan...53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

ABSTRAK

Propeler adalah salah satu jenis sistem propulsi yang digunakan pada pesawat. Fungsi utama propeler adalah mengubah gaya putar menjadi gaya dorong. Gaya dorong atau thrust dipengaruhi oleh sudut puntir atau angle of attack bilah propeler dan tercipta akibat perbedaan tekanan antara bagian depan dan belakang propeler. Propeler yang digunakan sebagai penelitian pada skripsi ini adalah propeler 3 bilah dengan menggunakan tipe airfoil NACA M6. Tugas akhir ini akan menampilkan karakteristik perubahan bentuk aliran udara yang terbentuk beserta nilai kontur tegangan yang dihasilkan ketika propeler tersebut diputar dengan variasi kecepatan putar 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, dan 2500 rpm dengan menggunakan analisa komputasi dinamika fluida (CFD) Solidwork dan Ansys. Perubahan aliran udara yang terbentuk ditunjukkan dengan nilai energi tubulensinya. Semakin tinggi kecepatan putar propeler, akan semakin besar nilai energi tubulensi dan kecepatan udara yang dihasilkan. Nilai parameter kecepatan dan kontur tegangan yang terjadi pada propeler yang berputar pada kecepatan 1000 rpm sebasar 34,33 m/s dan 3,112 kPa, pada propeller yang berputar pada kecepatan 1500 rpm sebesar 51,33 m/s dan 7,249 kPa, pada propeller yang berputar pada kecepatan 2000 rpm sebesar 68,33 m/s dan 12,793 kPa, pada propeller yang berputar pada kecepatan 2500 rpm sebesar 85,66 m/s dan 19,578 kPa.

Kata kunci: Propeler, NACA M6, Putaran, Angle of attack, Energi Turbulen, Tegangan


(15)

ABSTRACT

Propeller is one of the important components in the plane. Propellers function is to generate Thrust with a given input rotary power from the engine. Thrust is generated due to the influence of the angle of attack on the propeller blades. Propellers are used as research in this project is the 3-blade propeller with using NACA airfoil type M6. This final project will show changes in the form of air flow is formed along the contour of the stress value generated when the propeller is rotated by rotational speed variation 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, and 2500 rpm by using computational fluid dynamics analysis (CFD) Solidwork and Ansys. Changes in air flow is formed is indicated by the value of energy turbulent. The higher the propeller rotational speed, the greater the value of energy tubulent and the resulting air speed will also increase.

Stress contour value that occurs on the propeller rotating at a speed of 1000 rpm sebasar 3112.1 Pa, the propeller rotates at a speed of 1500 rpm at 7249 Pa, the propeller rotates at a speed of 2000 rpm for 12 793 Pa, the propeller rotates at a speed of 2500 rpm of 19,578 Pa.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Propeler adalah sekumpulan dari bilah atau sayap yang berputar dan memiliki fungsi sebagai alat penggerak mekanik, misalnya pada pesawat terbang, kapal laut, hovercraft, dan lain-lain. Propeler merubah gaya putar menjadi gaya dorong untuk menggerakkan pesawat dengan fluida sebagai pemutar bilah-bilah yang bersumbu pada poros. Bagian dari gaya ke depan merupakan kekuatan dorong dan bagian yang bertindak dalam bidang rotasi adalah torsi propeller. Pada umumnya ada empat gaya yang bekerja pada pesawat yaitu gaya angkat (Lift), gaya hambat (Drag), gaya beban pesawat (Weight), dan gaya dorong (Thrust). Berdasarkan keempat gaya tersebut, propeler memiliki fungsi untuk menghasilkan gaya dorong atau thrust pada pesawat.

Propeler memiliki banyak tipe antara lain fixed pitch, ground adjustable pitch, two position, controllable pitch, constant speed, full feathering, reversing dan beta control. Propeler memiliki dua atau lebih bilah yang terhubung pada porosnya. Setiap bilah adalah airfoil yang bertindak sebagai sayap yang berputar karena faktor-faktor aerodinamika yang mempengaruhinya. Propeler berputar menciptakan tekanan rendah di depannya, seperti pada sayap yang membuat tekanan rendah pada bagian atas sayap. Hanya tidak seperti sayap yang melaju rata, propeler ini bergerak lebih cepat di ujung bilahnya. Untuk mengatasinya, sudut bilah propeler dibuat berbeda antara ujung dengan pangkalnya, maka bilah tersebut terlihat terpilin atau terpuntir. Bilah seperti ini membuat sudur serang (Angle of Attack) yang cukup rata dan gaya dorongnya seragam pada setiap titik. Perkembangan teknologi telah meungkinkan penganalisaan propeller yang jauh lebih mudah, cepat, dan hemat biaya dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) dibandingkan dengan menganalisa produk jadi.

Simulasi perhitungan dinamika fluida ini dilakukan untuk mendapatkan medan kecepatan dan distribusi tekanan, karena dengan mengetahui kedua hal tersebut maka perhitungan selanjutnya seperti perhitungan gaya, perpindahan panas


(17)

dan lain-lain dapat dilakukan untuk keperluan analisa, evaluasi atau disain suatu struktur yang melibatkan fluida.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasakan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada analisis aerodinamis propeler dengan 3 bilah yang menggunakan material paduan Aluminium Magnesium. Oleh karena itu maka penulis membahas analisa perubahan aliran udara dan kontur tegangan yang terjadi pada saat propeler berputar pada variasi kecepatan putar menggunakan simulasi numerik CFD.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi atas tujuan umum dan tujuan khusus : 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui karakterisitik perubahan aliran udara dan kontur tegangan yang terjadi ketika propeler berputar pada variasi kecepatan yang telah ditentukan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

1. Permodelan propeler 3 bilah dengan tipe airfoil NACA M6 menggunakan software Solidwork.

2. Mendapatkan visual karakteristik perubahan aliran udara yang terjadi pada propeler yang berputar pada kecepatan putar 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, dan 2500 rpm.

3. Mendapatkan kontur tegangan yang terjadi ketika propeler berputar menggunakan software Ansys.

4. Perhitungan Noise (Sound Power Level) pada propeler.

1.4 Batasan Masalah

Batasan Masalah pada penelitian ini adalah :

1. Simulasi aliran udara dan tegangan dengan menggunakan software Solidwork dan Ansys.


(18)

2. Propeller ini berputar pada kecepatan putar 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, dan 2500 rpm dan menggunakan 3 bilah.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam menggunakan material Alumunium dan Magnesium dalam proses pengecoran propeler dan dalam penggunaan simulasi komputasi CFD.

b. Bagi akademik, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam proses pembuatan sebuah propeler dengan material Alumunium dan Magnesium.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah pada bab pertama memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahsana latar belakang, perumusan dan batasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua berisikan tinjauan pustaka, diantaranya mengenai propeler, gaya dan tegangan propeler, studi literatur yang berkaitan dengan penelitian dan teori tentang CFD.

Pada bab ketiga memuat metode dari penelitian ini yang meliputi langkah-langkah pengerjaan simulasi airfoil tipe NACA M6, metode simulasi aliran udara dengan Solidwork dan simulasi tegangan dengan Ansys.

Pada bab keempat berisikan tentang modelling propeller 3 bilah dengan tipe airfoil NACA M6, hasil simulasi aliran udara dan simulasi tegangan dan perbandingan hasil simulasi dengan propeller 2 bilah.

Pada bab kelima berisikan kesimpulan dan saran tugas akhir ini, yaitu berisikan nilai-nilai hasil simulasi. Selanjutnya adalah daftar pustaka dan lampiran.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propeller

Propeller merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada pesawat. Sistem propulsi adalah mekanisme penggerak. Ada dua jenis sistem propulsi yang telah dipakai saat ini, yaitu sistem penggerak propeller dan sistem penggerak jet ekspansi. Sistem propulsi ini dihasilkan berdasarkan hukum Newton ketiga. Udara sebagai fluida kerja diakselerasikan oleh sistem dan reaksi dari akselerasi ini adalah menghasilkan gaya pada sistem yang disebut gaya dorong atau thrust. Propeller berasal dari dua kata bahasa latin yaitu Pro dan Pellere. Pro memiliki arti di depan, sedangkan Pellere yang berarti untuk menggerakkan. Menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight, propeller adalah sekumpulan dari bilah atau sayap yang berputar, yang diorientasikan pada arah dari resultan gaya angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan*.

Propeler berputar menciptakan tekanan rendah di depanya, seperti sayap yang membuat tekanan rendah diatasnya. Hanya tidak seperti sayap yang melaju rata, propeller ini bergerak lebih cepat diujung dibandingkan di pangkalnya. Untuk mengatasinya, sudur bilah dibuat berbeda antara pangkal dan ujungnya, maka bilah terlihat seperti terpilin. Bilah seperti ini membuat sudut serang yang cukup rata dan gaya dorong yang terjadi seragam disetiap titik. Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini disebabkan propeller merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Teori mengenai propeller telah lama dikenal dari beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh William J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal


(20)

dengan General Momentum Theory. General Momentum Theory ini memplajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeller. Propeller dianggap sebagai sebuah piringan dan udara yang melewati piringan-piringan tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah melewati piringan. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan menjadi Vortex-Blade Element Theory)**.

Vortex-Blade Element Theory ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan teori vorteks. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap bilah baling-baling dengan cara melakukan breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang akan dihitung per bagian. Teori vorteks ini berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar. Vorteks-vorteks tersebut mengalir ke belakang membentuk lintasan helikal.

Baling-baling propeller dapat diklasifikasikan dalam delapan jenis umum sebagai berikut:

1. Fixed Pitch Propeller

Sebuah baling-baling dengan sudut serang tetap. Pada baling-baling ini diatur oleh pabrikan dan tidak dapat diubah.

2. Controllable Pitch Propeller

Baling-baling yang diubah sesuai keinginan yang dioperasikan oleh hidrolik. 3. Ground Adjustable Pitch Propeller

Pengaturan pitch dapat dilakukan sebelum mesin dijalankan. Jenis baling-baling ini memiliki hub yang terpisah. Sudut bilah ditentukan oleh spesifikasi diputar ke sudut yang diinginkan dan klem dikencangkan.

4. Constant Speed Pitch Propeller

Kecepatan konstan baling-baling ini memanfaatkan hidrolik yang dioperasikan dengan mengubah sudut bilah untuk mempertahankan kecepetan mesin. Jika tenaga mesin meningkat, sudut bilah pun meningkat namun mesin memiliki rpm yang konstan.


(21)

5. Full Feathering Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk mengubah tepi bilah untuk menghilangkan gaya hambat. Istilah feathering mengacu pada pengoperasian memutar bilah untuk tujuan menghentikan rotasi baling-baling.

6. Reversing Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memiliki kemampuan untuk membalikkan gaya dorong. Ketika bilah dibalik, bilah tersebut diputar di bawah sudut positif hingga sudut negatif bilah diperoleh untuk menghasilkan gaya dorong yang berlawanan. Selanjutnya gaya dorong tersebut berubah menjadi gaya hambat bertujuan dalam proses pendaratan pesawat dan dalam mengurangi panjang pendaratan.

7. Beta Conrol Pitch Propeller

Sebuah baling-baling yang memungkinkan penggunaan reposisi sudut bilah dengan menggunakan tuas listrik manual sehingga gaya dorong yang dihasilkan dapat disesuaikan.

2.2 Airfoil

Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk menghasilkan gaya angkat yang lebih besar daripada gaya hambat pada saat ditempatkan pada sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung lancip untuk menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran***.

Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat yang dibutuhkan untuk mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya angkat ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula bahwa tidak mungkin hanya mendapatkan gaya angkat saja tanpa menghasilkan gaya hambat.

Gaya hambat ini harus diperkceil agar tenaga pendorong airfoil tidak mengalami hambatan yang besar, gaya angkat dan gaya hambat dipengaruhi oleh:

1. Bentuk airfoil

2. Luas permukaan airfoil

3. Pangkat dua dari kecepatan aliran udara 4. Kerapatan udara


(22)

2.3 Bagian – Bagian Propeler

Untuk menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui bagian – bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.6 di bawah ini, terdapat sebuah propeller berjenis dua bilah yang telah banyak digunakan dibandingkan 3 bilah.

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler

Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeler: 1. Leading Edge (Bagian depan)

Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong udara. Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan yang melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face)

2. Trailing Edge (Bagian belakang)

Merupakan bagian belakang sebuah airfoil yang berfungsi untuk menyearahkan aliran udara yang terlebih dahulu terbelah ketika melewati leading edge.

3. Tip

Merupakan bagian terluar propeller dari Hub. 4. Root

Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub. 5. Hub


(23)

Luas permukaan dari sebuah baling propeller dapar dilihat dari gambar 2.2 di bawah ini. Melalui gambar ini terlihat bahwa pada sebuah baling (blade) terdapat leading edge sebagai bagian terluar dari propeller, trailing edge sebagai bagian dalam, cambered side sebagai daerah melengkung dan flat side atau face sebagai bagian yang rata. Baling–baling propeller memiliki bentuk airfoil yang serupa dengan sayap pesawat sebagaimana terlihat di gambar 2.2.

Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller Sumber Kroes, 1994

Dikarenakan baling – baling dan sayap dari sebuah pesawat memiliki bentuk yang sama, maka tiap baling – baling dari propeller dapat dianggap sebagai sayap pesawat yang berotasi dalam ukuran yang lebih kecil, pendek dan tipis. Ketika baling – baling mulai berputar, udara akan mengalir di sekitar baling – baling sama halnya ketika udara mengalir di sayap pesawat. Perbedaannya adalah pada sayap pesawat, aliran udara ini mengakibatkan terangkatnya sayap ke atas, namun pada propeller, aliran udara ini mengakibatkan propeller maju ke depan****.

2.4 Dasar Elemen Propeller

Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller seperti Vo, n, d, β, w, dan L.Pada gambar 2.3 terdapat sketsa elemen propeller khususnya mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller. Untuk menghitung angle of attack α

-eyangefektif, perlu diketahui elemen Vo, n,d dan sudut airfoil β dimana angle of

attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio lift/drag (L/D). Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan sudut baling yang berbeda juga akan

diperoleh untuk bagian – bagian lainnya. Untuk alasan inilah maka baling propeller diputar sesuai dengan angle of attack yang paling efektif sepanjang blade.


(24)

Gambar 2.3 Elemen Pada Baling – Baling Propeller

Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen dadalah diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil. Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR merupakan kecepatan resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah kecepatan resultan efektif udara yang termasuk kecepatan induksi.


(25)

Sudut baling (blade angle) dibentuk dari arah permukaan elemen dan bidang rotasi. Sudut baling di sepanjang propeler memiliki nilai yang berbeda - beda. Hal ini dikarenakan bahwa kecepatan pada tiap bagian baling – baling berbeda – beda. Setiap elemen harus didesain sedemikian rupa untuk mendapatkan sudut serang (angle of attack) yang terbaik untuk menghasilkan thrust ketika berputar pada kecepatan desain terbaiknya.

Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeler:

• Relative Wind (Udara Relatif)

Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil bergerak melewati udara.

Gambar 2.5 Udara Relatif

• Angle of Attack (Sudut Serang)

Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara chord dari elemen dengan arah udara relatif.

• Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeler)

Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeler

Gambar 2.6 Jalur Pergerakan Propeler

• Pitch

Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeler yang membentuk jalur spiral.


(26)

• Geometric Pitch

Merupakan jarak teoritis yang mungkin terjadi dari pergerakan propeler dalam sekali revolusi.

• Effective Pitch

Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeler dalam sekali revolusi di udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric pitch, dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip

Gambar 2.7 Geometric dan Effective Pitch

2.5 Teori Momentum Sederhana

Sebuah metode sederhana untuk menghitung propeller yang sedang beroperasi bergantung terhadap energi momentum dan kinetik dari sistem. Propeller diasumsikan terdiri dari sejumlah besar baling – baling (blade), sehingga terbentuk plat penggerak (actuator disk) dengan thrustterdistribusi secara merata di sekitar plat. Kecepatan aksian dari fluida berlangsung secara kontinu melewati plat propeller untuk mencapai kontinuitas aliran. Tekanan fluida, Δp, meningkat secara tiba – tiba ketika berada di plat propeller. Δp bernilai sama dengan thrust pada setiap unit daerah dari plat dan peningkatan kecepatan aksial akan menciptakan daerah slipstream di belakang propeller.


(27)

Pada luas permukaan A dari sebuah plat penggerak di sebuah aliran dengan kecepatan Vo, kecepatan aksial meningkat ketika mendekati plat menjadi Vo + aVodan

tekanan menurun dari pomenjadi p1. Selama melewati plat, kecepatan udara konstan

tetapi setelah mencapai daerah slipstream akhir, kecepatan meningkat menjadi Vo+

bVo. Tekanan juga meningkat secara cepat menjadi (p1+Δp) = p2 ketika berada di

belakang plat dan setelah itu kembali lagi menjadi po .

Tekanan total asli �1 = �0+�2��2 =�1+�2(��+���)2 (2.1) (Freestream) (Tepat di depan plat)

Tekanan total akhir �2 = �0+�2(��+���)2

(Jauh di belakang propeller) (2.2) = (�1+∆�) +�

2(��+���) 2

(Tepat di belakang propeller)

Dengan menggunakan persamaan freestream dari 1dan persamaan daerah jauh untuk �

2, maka diperoleh

∆�= �2− �1 = �

2(2���

2+2��2) =���21 +

2� � (2.3) Thrust adalah nilai dari perubahan momentum dari daerah yang jauh di belakang plat.

�= ∆��=�(��+���)���� (2.4) jadi

∆�= �(��+���)���=��02(1 +�)� (2.5) Dengan membandingkan 2.3 dan 2.5, maka diperoleh

� =�

2 (2.6)

Kemudian dengan memasukkan nilai 2.6 ke dalam persamaan 2.4 maka didapat

�= 2���02(1 +�)� (2.7)

Peningkatan energi kinetik fluida tiap satuan waktu di daerah slipstream adalah perbedaan antara energi kinetik di daerah slipstream akhir dan energi kinetik dengan jumlah massa udara yang sama jauh di atas propeller. Dimana M adalah massa aliran melalui plat penggerak tiap satuan waktu,


(28)

∆�.�. =�[��(1+�)]2

2 −

��02

2

= ����(1+�)

2 {[��(1 +�)]

2 − �

�2} (2.8)

=����(1+�) 2 [�0

21 +

2�2�] Dengan menukar b = 2a, diperoleh

∆�.�. =�����(�+�) �(��) (2.9) = 2���03(1 +�) 2�

Dengan memasukkan persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.9 , diperoleh

∆�.�. =���(1 +�) (2.10) Efisiensi ideal dari sebuah propeller, η, dapat dihitung melalui

� =������

����� = ��� ∆�.�.

= ���

���(1+�) (2.11)

= 1

1 +�

Maka semakin besar percepatan fluida melewati propeller, maka semakin rendah efisiensi yang diperoleh propeller. Sebuah propeller besar yang menggerakan sejumlah udara yang banyak tetapi memberikan percepatan udara yang rendah, lebih efisien dibandingkan propeller kecil yang menggerakkan sedikit udara dengan kecepatan tinggi.

2.6 Gaya Yang Terjadi Pada Propeler

Pada umumnya terdapat tiga jenis gaya yang terjadi pada saat sebuah propeler beroperasi. Berikut adalah gaya – gaya tersebut:

1. Gaya Dorong atau Thrust

Merupakan gaya udara terhadap propeler yang bersifat paralel terhdap arah pergerakan dan tegangan putar induksi pada propeler.

2. Gaya Sentrifugal atau Centrifugal Force

Disebabkan oleh gaya rotasi dari propeler dan cenderung untuk melempar baling – baling dari pusat.


(29)

3. Gaya Torsi atau Twist

Disebabkan oleh gaya resultan dari udara yang cenderung memutar baling – baling menuju sudut blade yang lebih rendah.

Gaya dorong atau sering disebut Thrust adalah gaya yang terjadi untuk mendorong pesawat bergerak ke depan melalui udara. Thrust dihasilkan oleh sistem propulsi dari pesawat. Terdapat beberapa jenis sistem propulsi berbeda yang dapat menghasilkan gaya thrust yang berbeda pula. Propeler adalah salah satu dari sistem propulsi. Kegunaan dari sebuah propeler adalah untuk menggerakan pesawat melalui dorongan udara. Propeler terdiri dari dua baling (blade) atau lebih yang dihubungkan oleh sebuah “hub”. Hub berfungsi untuk menghubungkan bilah menuju poros mesin.

Baling – baling propeler dibuat dari bentuk sebuah airfoil seperti sayap pada pesawat. Ketika mesin memutar baling propeler, gaya dorong akan tercipta dan udara yang melewati sayap pesawat akan menghasilkan gaya angkat.

2.7 Tegangan yang terjadi pada propeller yang berputar

Akibat gaya-gaya yang terjadi diatas, maka timbul tegangan-tegangan ketika propeller berputar, yaitu :


(30)

1. Tegangan Bending (Bengkok)

Merupakan tegangan akibat induksi gaya thrust. Tegangan ini cenderung untuk membengkokkan baling – baling ke depan ketika pesawat digerakkan melewati udara oleh propeler.

2. Tegangan tensil (Tensile stresses)

Disebabkan oleh gaya sentrifugal pada propeler. 3. Tegangan Torsi (Torsion Stress)

Tegangan ini dihasilkan pada blade propeler yang berotasi pada dua keadaan twist. Salah satu tegangan ini dihasilkan dari reaksi udara terhadap blade yang dikenal sebagai aerodynamic twisting moment. Tegangan lain yang disebabkan oleh gaya sentrifugal disebut centrifugal twisting moment.

2.8 Sumber Noise Aerodinamis

Sumber noise pada komponen aerodinamis diketahui sebagai bunyi akibat pergerakan antara udara terhadap medium lingkungannya.Sumber noise secara umum dikenal dengan istilah sebagai Noise Generation Mechanism, adalah mekanisme sumber kebisingan yang disebabkan oleh adanya operasi atau kegiatan serta peralatan yang menimbulkan kebisingan seperti kegiatan crushing, pengetokan, pengeboman, punch-press, penempaan, drilling, dan juga pada pemutaran suatu propeler. Secara umum, Noise Generation Mechanism terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

• Turbulensi : Disebabkan oleh pergerakan aliran udara yang acak karena melewati perubahan bentuk suatu daerah

• Pulsasi : Merupakan tekanan bidang yang disebabkan adanya perubahan kecepatan yang signifikan sehingga mengakibatkan perubahan tekanan yang drastis, pada umumnya disebut sebagai pressure field

• Shock : Disebabkan adanya benturan secara cepat oleh aliran udara

Sumber noise pada komponen aerodinamis secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.10.


(31)

Gambar 2.10 Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis

Menurut Harris,Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control, menyebutkan bahwa noise dari propeler yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama. Yaitu kebisingan yang bersumber dari motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeler itu sendiri.

Noise generation mechanism pada propeller yang berputar dihasilkan dari tiga jenis faktor yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration dari bilah propeler. Yang kedua adalah noise dari rotasi propeler yang dihasilkan oleh tekanan bidang (pulsasi) yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi dari setiap pergerakannya, dimanakeadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari blade atau bilah propeler dan chamber pada airfoil. Yang ketiga adalah kebisingan yang dihasilkan oleh vortex noise yang dihasilkan oleh vortisitas udara pada aliran lintasan baling yang terkumpul pada bilah propeler selama perputaran.


(32)

Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Noise GenerationMechanisme pada propeller

2.9 Tingkat Kebisingan

Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan sound power level.

a. Sound Power level

Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan Lw = 10 log10

��� (db) (2.12)

Dimana W = Sound Power

Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt b. Sound Pressure Level (SPL)

Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level. Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1.


(33)

Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya

Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level

Examples with distance (dB)

Jet Aircraft,50 m Away Threshold of pain

140 130 Threhold of discomfort

Chainsaw,1 m distance

120 110 Disco, 1 m from speaker

Diesel truck, 10 m away

100 90 kerbside of busy road, 5 m

vacuum cleaner,1 m distance

80 70 conversational speech 1 m

avarage home

60 50 quiet library

quiet bedroom at night

40 30 background in tv studio

rustling leaves

20 10

threshold of hearing 0

(Sumbe

Perhitungan level kebisingan pada mekanisme pulsasi (Presure field) merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001).

Lw = Lw(B) + 10 log10�

0�

+ 20 log10�

0�

+ BT (2.13)

Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel Q = laju aliran volumetric

Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s P = tekanan melalui Propeler

P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa


(34)

Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan

BPF = Nb x RPM

60 (2.14)

Diman Nb adalah jumlah bilah propeler.

Tabel 2.2 Basic Sound Power Level Spectrum Lw (B)

(Sumber: Baron, 2001)

2.10 Computational Fluent Dynamics (CFD)

2.8.1 Definisi CFD

CFD adalah singkatan dari Computational Fluid Dynamics yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Perhitungan Dinamika Fluida. Bagi seorang engineer perhitungan dinamika fluida dilakukan untuk mendapatkan medan kecepatan dan distribusi tekanan. Karena dengan mengetahui kedua hal ini maka perhitungan lanjutan seperti perhitungan gaya, perpindahan panas, dan lain-lain dapat dilakukan. Parameter-parameter ini dibutuhkan untuk keperluan analisa, evaluasi, atau disain suatu struktur yang melibatkan fluida.

2.8.2 Teori Fluent dan Static Structural

Ansys-Fluent merupakan software penganalisaan beban lokal pada karakteristik fluida yang bergerak pada struktur yang dimana dalam bahasan ini adalah propeller, dengan metode elemen hingga. Software ini pun dapat menganalisa atau mensimulasikan permasalahan teknik seperti perpindahan panas (heat transfer),


(35)

perubahan bentuk (deformation), bahkan kegagalan struktur akibat proses pembebanan maupun korosi. Dalam propeller ini, karena berhubungan dengan fluida maka Ansys-Fluent sangat cocok untuk mengetahui karakteristik aliran fluidanya, baik ketika mengenai propeller hingga melewati propeller. Visual yang ditampilkan software ini sangat membantu menunjukkan proses aliran fluida yang mengenai propeller. Simulasi numerik Fluent dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui karakteristik aliran fluida setelah mengenai propelleryan kemudian akan dapat pola aliran turbulen dan tekanannya. Tekanan yang timbul selama propeller berputar, dapat diasumsikan akan menimbulkan tegangan yang terjadi pada propeller. Sehingga tekanan tersebut dapat dimasukkan dalam simulasi selanjutnya.

Static structural adalah metode simulasi sama seperti Fluent pada software Ansys. Pada simulasi ini, diperlukan parameter tekanan. Tekanan tersebut bisa ditentukan sendiri sesaui keinginan atau bisa didapatkan dari simulasi Fluent. Parameter tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang terjadi pada geometri yang akan disimulasikan. Selanjutnya perhitungan numerik dilakukan untuk menghasilkan tegangan. Tegangan tersebut dapat berupa perubahan bentuk geometri, regangan, tegangan bengkok, tegangan puntir dan lain-lain. Tampilan visual dari simulasi ini didukung dengan pilihan animasi sehingga dapat terlihat proses terjadinya tegangan yang dihasilkan tersebut.


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama ± 3 bulan. Analisa CFD propeller dilakukan melalui simulasi software SOLIDWORKS dan ANSYS. Propeller ini disimulasikan dengan memberikan aliran udara, kemudian udara tersebut akan ditinjau karakteristik perubahan aliran udaranya dan kontur tegangannya.

Tabel 3.1. Lokasi dan aktifitas penelitian

No Kegiatan Lokasi

1.

2.

Pembuatan Propeller pesawat

Pengujian Eksperimental Propeller

Rumah Industri Pengecoran Aluminium di Krakatau

Laboratorium Noise and Vibration Control program Magister dan Doktoral Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

3.2 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini ditentukan dua buah variable penelitian, yakni variable terikat dan variable bebas.

3.2.1 Variabel Terikat

Untuk menyederhanakan permasalahan dalam kajian pada propeler NACA M6, maka dalam penelitian ini ditetapkan variabel terikat yakni karakteristik aliran udara dan tegangan.

3.2.2 Variabel Bebas

Variable bebas pada penelitian ini merupakan pengaruh yang diakibatkan oleh adanya variable terikat dan ditetapkan dalam empat hal yaitu sudut puntir (angle of attack), kecepatan, putaran, dan tekanan.


(37)

3.3 Peralatan Yang Digunakan

Jenis peralatan yang dibutuhkan untuk analisis CFD propeller NACA M6 ini adalah sebuah laptop dengan spesifikasi sebagai berikut :

Processor : Intel Core i3 RAM : 2 GB

CPU : 1.8 GHz

System : Windows 7 64 – bit VGA : NVDIA GEFORCE Software : Solidworks dan Ansys

3.4 Spesifikasi Data

Pengerjaan penelitian ini memiliki spesifikasi data – data yang penting untuk proses analisa.Beberapa bentuk data yang paling dibutuhkan seperti diameter propeler, jumlah blade, tipe blade dan data lainnya ditampilkan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Spesifikasi data

No Spesifikasi Karakteristik

1 Structure Aluminium Magnesium

2 Tipe NACA M6

3 Material Aluminium 2024 – 0 4 Number of blade 3

5 Chord 33 mm


(38)

Gambar 3.1 Propeller Tipe Airfoil NACA M6

3.5 Spesifikasi Fluida

Data untuk fluida, digunakan dalam proses simulasi aliran udara dan simulasi tekanan. Oleh karena itu digunakan karakteristik fluida pada keadaan atmosfir yang ditabulasikan pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Spesifikasi Fluida Udara No Spesifikasi Keterangan 1

2

Jenis Fluida Temperatur

Udara 293,2 K

3 4

Tekanan Kelembapan

101,3 kPa 50%


(39)

3.6 Urutan Proses Analisa

Untuk melakukan analisa kebisingan pada propeler ini, diperlukan urutan proses agar dalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik yang meliputi:

1. Pengumpulan Data Awal

Tahap ini merupakan tahapan dilakukan pengumpulan data tentang informasi mengenai propeler. Mulai dari pemilihan geometri tipe airfoil yang akan digunakan dalam permodelan propeler dari situs resmi kumpulan geometri-geometri airfoil yang telah dipatenkan.

2. Studi Literatur

Penelitian ini harus dilakukan berlandaskan pada azas azas teoritis yang diakui di dalam dunia ilmu pengetahuan sehingga dapat dijadikan rujukan penyelesaian penelitian ini. Studi literatur ini dilakukan dengan cara memperolehnya dari buku buku referensi, jurnal jurnal ilmiah, kumpulan symposium, diskusi personal, atau bahkan lewat media internet.

3. Simulasi Analisa Komputasi

Data pada penelitian ini dilakukan melalui simulasi software SolidWorks 2014. Data-data yang dibutuhkan selama proses pengerjaan diinput ke dalam proses komputasi data dimulai dari pemodelan bentuk geometri jenis airfoil yang sesuai, kemudian melakukan simulasi kedua untuk memperoleh parameter fluida keluaran propeler dengan memasukkan variabel bebas yang ada.

4. Hasil Simulasi Analisa Komputasi

Pada tahapan ini akan dilakukan pembahasan terhadap masing masing hasil simulasi dengan berbagai input variable bebasnya dan ditampilkan beserta gambar dan keterangannya.

5. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan ini berdasarkan korelasi terhadap tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.dengan demikian diharapkan tidak terjadi penyimpangan dari tujuan penelitian.


(40)

3.7 Diagram Alir Penelitian

Secara garis besar, pelaksanaan pene litian ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis seperti ditunjukkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

SELESAI KESIMPULAN ANALISA DATA

Simulasi Komputasi DATA : Simulasi Aliran Udara Simulasi Kontur Tegangan

> Permodelan Propeler dengan tipe airfoil NACA M6 > Simulasi Airfoil Naca M6

AWAL :

Pemilihan Geometri Airfoil NACA M 6


(41)

3.8 Tahap Pengujian Propeler

Propeler didefinisikan sebagai sayap berputar dengan sudut twist tertentu yang memiliki susunan geometri dasar airfoil. Adapun jenis propeller yang akan dianalisa menggunakan airfoil jenis NACA M6 dengan jumlah blade yaitu tiga buah. Pemilihan airfoil jenis ini dikarenakan eksperimental untuk mengetahui karakteristik aerodinamis dan tingkat turbulensi propeller dengan tipe NACA M6. Berikut adalah koordinat airfoil NACA M6 yang diperoleh dari situs resmi Aerospace Engineering

Gambar 3.3 Koordinat Airfoil NACA M6

Untuk membentuk propeler, perlu dimodelkan airfoil NACA M6 terlebih dahulu. pemodelan geometri airfoil, membutuhkan beberapa tahapan yang dilakukan di dalam simulasi software SolidWorks, yaitu sebagai berikut :

1. Input koordinat Airfoil NACA M6

Koordinat airfoil diperoleh dari situs resmi edukasi Aerospace Engineering dalam bentuk format data (.txt). Data ini kemudian diubah dengan aplikasi Ms.Excell sehingga data koordinat dapat dilihat dalam bentuk tabulasi angka. Koordinat yang didapatkan dari situs tersebut tidak disertakan koordinat untuk sumbu Z, sehingga perlu dilakukan penambahan koordinat untuk sumbu Z pada aplikasi Ms.Excell, karena geometri airfoil ini pada tampilan 2D yang terletak pada sumbu X dan Y saja maka keseluruhan sumbu Z


(42)

bernilai 0 .Melalui Ms.Excell ini juga di convert kembali dalam bentuk file text deliminated dan kemudian dimasukkan ke dalam software Solidworks.

Gambar 3.4 Pengisian Koordinaat Airfoil NACA M6

2. Penginputan sudut serang airfoil

Karakteristik perubahan aliran udara yang terjadi pada propeler dipengaruhi oleh sudut serang yang dibentuk oleh airfoil. Maka untuk airfoil NACA M6, perlu dilakukan pengujian untuk menentukan sudut serang yang optimum untuk pengoperasian propeler nantinya. Sudut serang ini disimbolkan sebagai Clmaks


(43)

3. Pemodelan propeler

Setelah geometri airfoil terbentuk, airfoil akan diubah menjadi bentuk tiga dimensi melalui pilihan “extrude” dengan panjang 2 cm. Geometri tiga dimensi ini yang dimana akan menjadi propeler kemudian diputar dengan sudut puntir tertentu yang akan menghasilkan aliran fluida berbeda tergantung sudut puntirnya tersebut.

4. Pembentukan daerah putaran ( Rotating Region )

Keadaan yang dialami propeler, bilah propeler akan berputar sehingga menghasilkan aliran fluida yang bergerak menuju badan pesawat. Inilah yang akan menghasilkan gaya dorong (Thrust) kepada pesawat. Dikarenakan pada software Solidwork ini, propeler tidak bisa dibuat bergerak berputar maka cara yang dilakukan adalah membentuk Rotating Region yang memanfaatkan daerah fluida menjadi udara berputar melewati propeler.

Gambar 3.6 Input rotating region

5. Penentuan jenis aliran fluida

Setelah propeler terbentuk dan Rotating Region dibuat, maka analisa simulasi dapat segera dimulai. Simulasi segera dipersiapkan dengan memasukkan jenis fluida yang diinginkan. Sesuai dengan parameter yang akan dialami oleh propeler, fluida yang akan melewati propeler adalah udara dengan kelembapan sekitar 50%. Besar kelembapan udara ini dimasukkan secara eksperimental, tidak pada keadaan sebenarnya.


(44)

Gambar 3.7 Pemilihan Jenis Fluida

6. Penginputan Parameter Kecepatan Aliran

Setelah jenis fluida ditentukan yaitu berupa udara, maka perlu ditetapkan berapa kecepatan aliran udara yang akan melewati propeler. Kecepatan angin yang akan melewati propeller dibuat -1 m/s terhadap sumbu Y. Tanda minus ini berarti arah datangnya udara berasal dari depan propeller.

Gambar 3.8 Input Parameter Kecepatan Aliran Udara

7. Pembentukan Daerah Perhitungan (Computational Domain)

Pelaksanakan simulasi perlu dibatasi terlebih dahulu daerah yang akan dianalisa karakteristik aliran udaranya. Daerah yang dibatasi akan meliputi daerah sekitar propeler beserta propeler di dalamnya yang didasarkan


(45)

perkiraan daerah yang akan dilewati aliran udara dan karakteristik yang terjadi setelah aliran udara melewati propeler.

Gambar 3.9 Setting Computational Boundaries

8. Pelaksanaan Simulasi

Tahapan selanjutnya adalah proses berjalannya simulasi. Pada tahapan ini akan disertai dengan penentuan goal atau tujuan yang ingin dicapai. Pada simulasi ini, terdapat tiga hal yang perlu dicapai yaitu

1. kecepatan (velocity) 2. tekanan (pressure)

3. energi turbulensi (turbulent energy).

Setelah penentuan goal atau tujuan, maka simulasi telah siap untuk dijalankan.


(46)

3.9 Simulasi Airfoil NACA M6

Simulasi airfoil ini berhasil dilakukan tanpa ada warning pada jendela info dan dengan 1 jam iterasi. Parameter – parameter yang dimasukkan ialah

1. tekanan total 2. kecepatan 3. energi turbulensi

Berdasarkan metodologi pada bab sebelumnya, dengan menginput variabel pada simulasi airfoil ini, maka dihasilkan visual karakteristik aliran yang melewati airfoil.dan akan dijelaskan di bawah ini :

3.9.1 Kontur Kecepatan Airfoil NA CA M6

Hasil simulasi airfoil NACA M6 dengan tampilan kontur kecepatan (velocity) adalah sebagai berikut :

Gambar 3.11 Kontur kecepatan fluida yang melalui airfoil NACA M6

Dari gambar diatas, ditunjukkan bahwa kecepatan maksimum fluida yang melewati airfoil sebesar 135,307 m/s. Kontur kecepatan maksimum terjadi pada bagian atas airfoil yang bergerak lurus ke arah belakang melewati airfoil dan sedikit pada bagian bawah pada ujung airfoil.


(47)

3.9.2 Kontur Tekanan Airfoil NACA M6

Gambar 3.12 Kontur Tekanan Airfoil NACA M6

Pada gambar diatas dapat diketahuin nilai tekanan maksimal sebesar 111 kPa yang ditunjukkan dengan warna merah pada bawah permukaan airfoil NACA M6.

3.9.3 Kontur Energi Turbulensi Airfoil NACA M6 Sedangkan untuk energi turbulensinya,

Gambar 3.13 Kontur energi turbulen pada airfoil NACA M6

Pada gambar 3.13 dapat diketahui bahwa nilai energi turbulen maksimal pada airfoil NACA M6 sebesar 97,065 J/kg.


(48)

3.10 Simulasi Ansys-Fluent

Simulasi Ansys-Fluent ini terdiri atas beberapa langkah, berikut proses simulasi: 1. Input Geometri Propeller

Pada tahap ini, geometri propeller dimasukkan, kemudian tabung dibuat menutup seluruh propeller sebagai daerah terjadinya proses simulasi. Namun tabung tersebut dibuat hanya bagian selimutnya saja yang bertindak sebagai batasan area simulasi, sedangkan bagian atas dan bawah tabung dibuat tidak memiliki permukaan sehingga udara langsung akan menuju propeller.

Gambar 3.14 Input Geometri Propeller

2. Tahap selanjutnya adalah pembentukan mesh pada propeller. Ini bertujuan untuk membentuk model numerik pada geometri propeler, agar proses simulasi dapat berjalan. Pada tahap ini juga dilakukan pemilihan area masuk fluida, area keluaran, batas aliran udara, dan area pada propeler yang terkena fluida.


(49)

3. Tahap berikutnya adalah menjalankan proses simulasi. Tetapi terlebih dahulu ada beberapa pemilihan setting mulai dari pemilihan material propeller, pemilihan jenis boundaries, pemilihan jenis fluida, penginputan besar kecepatan udara dan tekanan atmosfir pada area masuk dan keluar, pemilihan awal daerah perhitungan numerik, pemasukkan jumlah iterasi perhitungan hingga menjalankan kalkulasi numerik.

Gambar 3.16 Setup Calculation Simulasi Fluent

3.11 Simulasi Ansys-Static Structural

Berikut langkah-langkah proses simulasi untuk mendapatkan kontur tegangan pada propeller yang berputar:

1. Pemilihan jenis material untuk geometri propeller yang akan disimulasikan merupakan yang pertama dilakukan. Geometri propeller ini dapat diimport langsung dari simulasi fluent sebelumnya. Namun pada propeller NACA M6 ini digunakan material paduan Alumunium dan Magnesium, maka karakteristik materialnya berubah. Untuk massa jenis dan tegangan tarik material paduan Al-Mg ini sudah dilakukan pengujian sebelumnya. Penginputan data ini agar sesuai dengan keadaan asli propeller tersebut dan ditampilkan pada gambar 3.17.


(50)

Gambar 3.17 Input material untuk propeller

2. Meshing geometri propeller dilakukan lagi sama seperti pada simulasi fluent, meshing tersebut dilakukan agar proses simulasi numerik dapat dijalankan pada geometri propeller. Namun pada tahap ini, tabung dibuat tidak ada. Sehingga hanya ada propeller saja yang akan disimulasi, karena pada simulasi fluent sebelumnya telah didapati kontur tekanan yang terjadi pada propeller saja. Tekanan tersebut diimport dari simulasi fluent ke simulasi static structural ini yang akan menjadi dasar perhitungan numerik untuk mendapatkan kontur tegangan pada propeller. Tegangan pada propeller ini yang diinginkan hanya pada bagian bilah propeller saja. Maka bagian hub, mulai dari permukaan atas, samping dan bawah dipilih untuk tidak terkena proses perhitungan numerik dengan membuat fixed support dan ditampilkan pada gambar 3.18.


(51)

3. Tahap selanjutnya adalah memasukkan parameter solusi untuk simulasi ini. Parameter tersebut ialah total deformation, equivalent elastic strain, dan equivalent stress. Selanjutnya proses perhitungan numerik simulasi static structural ini dapat dijalankan. Berikut gambar parameter solusi,


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang pembahasan dari membuat modelling propeller dengan tipe airfoil NACA M6 menggunakan software solidwork, menampilkan visual hasil simulasi aliran udara berupa karakteristik perubahan aliran udara yang terjadi ketika propeller berputar pada variasi kecepatan, hasil simulasi Ansys-Fluent berupa kontur tekanan pada propeller dan simulasi Ansys-Static Strutural berupa kontur tegangan pada propeller.

4.1 Membuat Modelling Propeller Tipe NACA M6

1. Setelah menginput geometri airfoil seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kemudian airfoil tersebut diskalakan dengan perintah scale entities menjadi 2 kali sehingga panjang airfoil menjadi 2 cm. Ini dilakukan agar bilah propeller yang terbentuk menjadi lebih tebal dan tidak mudah patah.

Gambar 4.1 Skala airfoil

Pada gambar diatas, airfoil diskalakan menjadi 2 kali dari sebelumnya dengan menekan airfoil yang kemudian diatur skalanya.

2. Langkah berikutnya dalam modelling propeller ini adalah membuat airfoil yang telah diskalakan sebelumnya menjadi bilah propeller. Ini dilakukan dengan membuat airfoil yang sama pada jarak 28 cm dari airfoil yang pertama dengan


(53)

perintah plane. Namun pada airfoil pada jarak 28 cm tersebut diperbesar lagi agar sudut puntir bilah propeller lebih besar.

Gambar 4.2 Plane airfoil pada jarak 28 cm

Pada gambar diatas, pembentukan airfoil pada plane dengan menggunakan spline agar sesuai dengan airfoil awal yang kemudian diskalakan kembali.

3. Selanjutnya dihubungkan antara airfoil yang satu dengan airfoil yang lain dengan perintah loft. Maka akan terbentuk sebuah bilah propeller yang sesuai dengan tipe airfoil NACA M6.

Gambar 4.3 Loft antara kedua airfoil

Pada gambar diatas, airfoil pertama dipilih dan selanjutnya airfoil kedua, maka akan terbentuk garis-garis penghubung yang membuat kedua airfoil ini menjadi bilah.


(54)

4. Bilah propeller yang terbentuk ini pada ujungnya tidak mampu dalam menghasilkan udara yang baik. Maka ujung propeller tersebut dibuat seperti lonjong dengan cara membuat titik pada plane dengan jarak 4 cm yang kemudian akan di loft kembali pada titik tersebut.

Gambar 4.4 Loft plot pada jarak 4 cm

Pada gambar diatas, permukaan bilah propeller tersebut dipilih dan kemudian titik pada plane maka permukaan bilah terserbut akan menuju ke titik tersebut sehingga terlihat meruncing, namun dapat diatur menjadi lengkung

5. Bilah propeller telah terbentuk keseluruhan dengan panjang 33 cm. Namun bilah ini masih belum mampu menghasilkan udara ketika berputar.Oleh karena itu perlu dilakukan puntiran pada bilah tersebut. Inilah yang dimaksud sudut serang dari bilah propeller. Sudut serang ini mampu menghasilkan aliran udara pada saat propeller berputar.


(55)

Pada gambar 4.5, badan bilah propeller ini menjadi area terjadinya sudut puntir ini. Namun dapat diatur panjang dari puntiran tersebut. Agar bagian yang menempel pada hub tidak terpuntir.

6. Bilah propeller ini perlu tempat untuk menempel pada saat propeller berputar. Hub merupakan pusat dari bilah-bilah propeller ini menempel. Untuk membuat hub, diawali dengan membuat lingkaran pada bilah propeller tersebut yang kemudian dengan perintah extrude, lingkaran tersebut akan membentuk sebuah tabung. Tabung ini adalah hub tempat bilah propeller tadi melekat. Kemudian bagian atas hub dibuat lonjong agar aliran udara terdistribusi dengan baik ketika melewati hub.

Gambar 4.6 Proses pembuatan hub propeller

Pada gambar diatas, pembuatan hub ini disesuaikan dengan tebal bilah. Hub yang tipi akan membuat terjadi patah pada pangkal bilah yang menempel pada hub.

7. Propeller NACA M6 ini terdiri dari 3 bilah. Maka dengan perintah CirPattern, bilah propeller tadi dapat dibentuk. Bilah lainnya akan terbentuk berdasarkan letak hub. Jarak antar 3 bilah ini ditetapkan dari sudut putaran 3600.


(56)

Gambar 4.7 Membuat 3 bilah propeller

Pada gambar diatas, bagian bilah yang dibuat menjadi 3 adalah bilah yang telah terpuntir sebelumnya dengan memberi ceklis pada Geometry Pattern.

Pembuatan modelling propeller dengan menggunakan tipe airfoil NACA M6 telah selesai. Propeller tersebut dapat ditampilkan secara keseluruhan seperti gambar berikut


(57)

4.2 Melakukan simulasi propeller

4.2.1 Simulasi aliran udara pada propeller

Simulasi ini dibagi menjadi 4 variasi kecepatan propeller yaitu 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm, dan 2500 rpm. Gambar arrow atau panah ini dipilih agar perubahan aliran udara terlihat. Jumlah panah dalam simulasi ini sebanyak 150 goal point.

a. Kecepatan putar propeller 1000 rpm atau 104,719 rad/s

(a)

(b)

Gambar 4.9 (a) Kontur Kecepatan Pada Permukaan Propeler (b) Aliran udara pada 1000 rpm


(58)

Pada gambar 4.9, terlihat aliran udara yang disebabkan oleh propeller yang berputar. Perubahan aliran udara ini memiliki energi turbulen maksimum sebesar 0,282706175 J/kg dan menghasilkan kecepatan udara sebesar 34,33 m/s.

b. Kecepatan putar propeller 1500 rpm atau 157,079 rad/s

(a)

(b)

Gambar 4.10 (a) Kontur Kecepatan Pada Permukaan Propeler (b)Aliran udara pada 1500 rpm

Pada gambar 4.10, berbeda pada kecepatan 1000 rpm, perubahan aliran yang disebabkan oleh bilah propeller ini lebih banyak. Perubahan aliran udara ini memiliki


(59)

energi turbulensi maksimum sebesar 2,256120172 J/kg dan menghasilkan kecepatan udara sebesar 51,33 m/s.

c. Kecepatan putar propeller 2000 rpm

(a)

(b)

Gambar 4.11 (a) Kontur Kecepatan Pada Permukaan Propeler (b) Aliran udara pada 2000 rpm


(60)

Pada gambar 4.11, terlihat semakin besar perubahan aliran udara yang terjadi. Perubahan aliran udara ini memiliki energi turbulen maksimum sebesar 9,104209453 J/kg dan menghasilkan kecepatan udara sebesar 68,33 m/s.

d. Kecepatan putar propeller 2500 rpm

(a)

(b)

Gambar 4.12 (a) Kontur Kecepatan Pada Permukaan Propeler (b) Aliran udara pada 2500 rpm


(61)

Pada kedua gambar 4.12 terlihat aliran udara semakin banyak dan rapat pada sekitar propeller. Perubahan aliran udara ini memiliki energi turbulensi maksimum sebesar 19,51837148 J/kg dan menghasilkan kecepatan udara sebesar 85,66 m/s. Hasil pengujian untuk perubahan aliran udara dengan parameter yang telah dimasukkan sebelumnya dan variasi kecepatan putar propeller, ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Propeller dengan variasi kecepatan putar

Parameter Satuan Putaran

1000 1500 2000 2500 GG Dynamic

Preassure Pa 705,806 1577,13 2791,26 4380,93

GG Velocity m/s 34,33 51,332 68,33 85,66

GG Turbulent

Energy J/kg 0,278 2,256 9,104 18,518

Hasil pengujian dalam tersebut dibuat ke dalam bentuk grafik yang ditampilkan pada gambar-gambar berikut,

Gambar 4.13 Grafik parameter Max Dynamic Preassure

Pada gambar grafik diatas menunjukkan semakin tinggi kecepatan putaran propeler maka tekanan yang dihasilkan akan semakin besar.


(62)

Gambar 4.14 Grafik parameter Max Velocity

Pada gambar grafik diatas, peningkatan kecepatan aliran udara yang semakin besar sebanding dengan kenaikan kecepatan putar propeler.

Gambar 4.15 Grafik parameter Max Turbulent Energy

Pada gambar grafik diatas, sama seperti parameter sebelumnya, kenaikan kecepatan putar propeler akan menghasilkan kenaikan juga energi turbulensinya.

0.278

2.256

9.104

18.518

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1000 1500 2000 2500

GG Turbulent Energy

GG Turbulent Energy

Putaran (rpm) Value (J/kg)


(63)

4.2.2 Simulasi tekanan pada propeller

Hasil simulasi Ansys Fluent ini berupa preassure atau tekanan yang terjadi pada propeller selama berputar. Variabel kecepatan yang dimasukkan pada simulasi ini adalah kecepatan udara yang dihasilkan propeller yang dihasilkan pada simulasi aliran udara diatas.

a. Kecepatan udara 34,33 m/s

Gambar 4.16 Kontur tekanan pada kecepatan udara 34,33 m/s

Kontur warna merah mengindikasikan daerah yang mengalami tekanan paling besar. Nilai tekanan maksimum yang terjadi adalah 1,024 x 105 Pa.

b. Kecepatan udara 51,33 m/s


(64)

Pada gambar 4.17, kontur warna merah menunjukkan daerah yang mengalami tekanan paling besar. Nilai tekanan maksimum yang terjadi adalah 1,040 x 105 Pa.

c. Kecepatan udara 68,33 m/s

Gambar 4.18 Kontur tekanan pada kecepatan udara 68,33 m/s

Pada gambar diatas, kontur warna merah menandakan daerah yang mengalami tekanan paling besar. Nilai tekanan maksimum yang terjadi adalah 1,061 x 105 Pa.

d. Kecepatan udara 85,66 m/s


(65)

Pada gambar 4.19, kontur warna merah menunjukkan daerah yang mengalami tekanan paling besar. Nilai tekanan maksimum yang terjadi adalah 1,083 x 105 Pa.

4.2.3 Simulasi tegangan pada propeller

Tekanan yang didapatkan dari simulasi tekanan yang menggunakan Ansys Fluent diimport ke dalam simulasi tegangan yang menggunakan metoda Static Structural pada Ansys.

a. Propeller 1000 rpm

Gambar 4.20 Kontur total perubahan bentuk pada propeller 1000 rpm

Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.


(66)

Pada gambar 4.21, kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan pangkal bilah akan meregang akibat tekanan yang terjadi ketika propeller berputar.

Gambar 4.22 Kontur tegangan pada propeller 1000 rpm

Pada gambar diatas, terlihat propeller membengkok. Ini adalah tegangan yang terjadi ketika propeller berputar. Nilai tegangan maksimum yang dihasilkan pada kecepatan putar 1000 rpm dan kecepatan udara 34,33 m/s adalah 31121 dyne/cm2 atau 3112,1 Pa.

b. Propeller 1500 rpm

Gambar 4.23 Kontur total perubahan bentuk pada propeller 1500 rpm

Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan


(67)

bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang meleket pada hub.

Gambar 4.24 Kontur elastisitas pada propeller 1500 rpm

Pada gambar diatas, kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan pangkal bilah akan meregang akibat tekanan yang terjadi ketika propeller berputar.

Gambar 4.25 Kontur tegangan pada propeller 1500 rpm

Pada gambar diatas, terlihat propeller membengkok. Ini adalah tegangan yang terjadi ketika propeller berputar. Nilai tegangan maksimum yang dihasilkan pada kecepatan putar 1500 rpm dan kecepatan udara 51,33 m/s adalah 72490 dyne/cm2 atau 7249,0 Pa.


(68)

c. Propeller 2000 rpm

Gambar 4.26 Kontur total perubahan bentuk pada propeller 2000 rpm

Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.

Gambar 4.27 Kontur elatisitas pada propeller 2000 rpm

Pada gambar 4.27, kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan pangkal bilah akan meregang akibat tekanan yang terjadi ketika propeller berputar.


(69)

Gambar 4.28 Kontur tegangan pada propeller 2000 rpm

Pada gambar diatas, terlihat propeller membengkok. Ini adalah tegangan yang terjadi ketika propeller berputar. Nilai tegangan maksimum yang dihasilkan pada kecepatan putar 2000 rpm dan kecepatan udara 68,33 m/s adalah 1,2793e5 dyne/cm2 atau 12.793 Pa.

d, Propeller 2500 rpm

Gambar 4.29 Kontur total perubahan bentuk pada propeller 2500 rpm

Pada gambar diatas, terlihat perbedaan warna pada bilah propeller. Ujung propeller memiliki kontur warna merah. Ini berarti yang mengalami perubahan bentuk terakhir ialah ujung propeller tersebut. Perubahan bentuk yang pertama terjadi adalah pangkal propeller yang melekat pada hub.


(70)

Gambar 4.30 Kontur elatisitas pada propeller 2500 rpm

Pada gambar 4.30, kontur warna pada propeller berada pada titik minimum. Tetapi pada pangkal propeller apabila dilihat secara teliti, terdapat warna merah pada pangkal bilah yang melekat pada hub. Ini menunjukkan pangkal bilah akan meregang akibat tekanan yang terjadi ketika propeller berputar.

Gambar 4.31 Kontur tegangan pada propeller 2500 rpm

Pada gambar diatas, terlihat propeller membengkok. Ini adalah tegangan yang terjadi ketika propeller berputar. Nilai tegangan maksimum yang dihasilkan pada kecepatan putar 2500 rpm dan kecepatan udara 68,33 m/s adalah 1,9578e5 dyne/cm2 atau 19.578 Pa.


(71)

4.3 Perhitungan Noise Pada Propeler

Analisa kebisingan yang akan dilakukan pada fluida yang melewati propeler merupakan langkah lanjutan dari proses simulasi yang menghasilkan data data yang dibutuhkan. Analisa ini ditujukan untuk mendapatkan nilai tingkat tekanan suara pada masing masing variabel penelitian. Persamaan tingkat tekanan suara yang digunakan merupakan persamaan yang didasari pada tingkat daya suara atau sound power level. Perhitungan nilai tingkat daya suara ini dilakukan berdasarkan persamaan

Lw= Lw(B) + 10 log10

����

+ 20 log10

� �0

+ BT Dimana Q = V x A

Kecepatan yang diambil adalah kecepatan maksimum udara yang tercipta sebagai hasil dari putaran propeler, dengan kata lain kecepatan maksimum setelah udara melewati propeler. Hal ini dikarenakan udara yang tercipta setelah putaran propelerlah yang menjadi sumber kebisingan. Berikut perhitungan nilai tingkat daya suara pada variasi kecepatan putar propeler :

Q1000 = V x A

= 33,33 m/s x (� x 0.762 m) = 62,3 m3/s

Q1500 = V x A

= 51,33 m/s x (� x 0,762 m) = 93,1 m3/s

Q2000 = V x A

= 68,33 m/s x (� x 0,762 m) = 123,9 m3/s

Q2500 = V x A

= 85,66 m/s x (� x 0,762 m) = 155,4 m3/s


(72)

Nilai Lw(B) merupakan nilai tingkat daya suara dasar yang dimiliki oleh propeler berdasarkan harga frekuensi laluan dari bilah propeler atau yang biasa disebut dengan BPF yang dihitung berdasarkan persamaan

BPF1000 = Nb x RPM

60 = 3 x 1000

60 = 50 Hz BFF1500 = 3 x

1500

60 = 75 Hz BFF2000 = 3 x

2000

60 = 100 Hz BFF2500 = 3 x

2500

60 = 125 Hz

Nilai Lw (B) diperoleh dari tabel dengan menginterpolasikan nilai BPF sehingga diperoleh :

Lw (B) BFF 1000 = 51,76 dB, BT = 7 dB Lw (B) BFF 1500 = 50,76 dB, BT = 7 dB Lw (B) BFF 2000 = 50,27 dB, BT = 7 dB Lw (B) BFF 2500 = 48 dB, BT = 7 dB

Maka

Lw (1000) = 51,76 dB+ 10 log10�

62.3 �3/�

0.47195 �3/�+ 20 log10�

458 ��

248 ���+ 7 dB = 237,76 dB Lw (1500) = 50,76 dB+ 10 log10�

93,1 �3/�

0.47195 �3/�+ 20 log10�

1329 ��

248 ���+ 7 dB = 362,22 dB Lw(2000) = 50,27 dB+ 10 log10�

123,9 �3/�

0.47195 �3/�+ 20 log10�

2543 ��

248 ���+ 7 dB = 536,8 dB Lw(2500) = 48 dB+ 10 log10�

155,4 �3/�

0.47195 �3/�+ 20 log10�

4134 ��


(73)

Jadi nilai Sound Power Level yang telah dihitung dibuat ke dalam tabel 4.2 beriku

Tabel 4.2 Nilai Sound Power Level dengan variasi putaran

Putaran Propeler Sound Power Level

1000 rpm 237,76 dB

1500 rpm 362,22 dB

2000 rpm 536,8 dB

2000 rpm 677,7 dB

4.4 Membandingkan dengan propeler tipe Clark-Y

4.3.1 Simulasi aliran udara

Hasil simulasi aliran udara yang telah dilakukan diatas akan dibandingkan dengan propeller 2 bilah dengan tipe airfoil Clark-Y yang telah diteliti sebelumnya, namun hanya berdasarkan kecepatan putar yang sama dengan propeller dengan tipe NACA M6 yaitu pada 1000 rpm dan 2500 rpm.


(74)

Gambar 4.32 Aliran udara Propeller Clark-Y pada kecepatan 1000 rpm

Pada gambar diatas, terlihat perubahan aliran udara yang terbentuk ketika propeller berputar. Bentuk perubahan aliran udara ini memiliki energi turbulen maksimum 206,1 J/kg dan menghasilkan kecepatan udara sebesar 62,5 m/s.


(75)

Gambar 4.33 Aliran udara Propeller Clark-Y pada kecepatan 2500 rpm

Pada gambar diatas, terlihat perubahan aliran udara yang terbentuk ketika propeller berputar. Bentuk perubahan aliran propeller ini memiliki energi turbulen sebesar 1132,6 J/kg dan menhasilkan kecepatan udara sebesar 156,5 m/s.

Berdasarkan dua variasi kecepatan yaitu pada 1000 rpm dan 2500 rpm, hasil simulasi aliran udara propeller Clark_Y ini terlihat perubahan aliran udara yang terbenttuk memliki pola aliran yang mengecil setelah melewati propeller dan kemudian membesar setelahnya. Ini dipengaruhi oleh permukaan bilah Propeller Clark-Y yang lebar sehingga membuat sudut serang lebih besar dan menghasikan tamparan udara yang lebih banyak. Sedangkan propeller NACA M6 yang memiliki lebar bilah yang lebih kecil menghasilkan aliran yang konstan. Ini ditunjukkan pada energi turbulensi propeller NACA M6 yang lebih kecil dibandingkan propeller Clark-Y.


(76)

4.3.2 Hasil simulasi tegangan a. Pada kecepatan 1000 rpm

• Kontur perubahan bentuk propeller Clark-Y

Gambar 4.34 Kontur perubahan bentuk propeller Clark-Y

• Kontur regangan propeller Clark-Y


(77)

• Kontur tegangan propeller Clark-Y

Gambar 4.36 Kontur tegangan propeller Clark-Y

b. Pada kecepatan 2500 m/s

 Kontur perubahan bentuk propeller Clark-Y


(78)

 Kontur regangan propeller Clark-Y

Gambar 4.38 Kontur regangan propeller Clark-Y

 Kontur tegangan propeller Clark-Y


(79)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian simulasi yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat adalah:

1. Pembuatan modelling propeller dengan menggunakan tipe airfoil dengan menggunakan Solidwork sangat membantu dalam membentuk sudut serang dari bilah propeller.

2. Karakteristik perubahan aliran udara yang terjadi ketika propeller berputar dibagi menjadi 4 variasi putaran,

 1000 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 34,33 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 0,28276015 J/kg.

 1500 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 51,33 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 2,256120172 J/kg.

 2000 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 68,33 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 9,104209453 J/kg.

 2500 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 85,66 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 19,51837148 J/kg.

3. Kontur tegangan yang didapat ketika propeller berputar dengan kecepatan udara yang dihasilkan adalah:

 1000 rpm, 34,33 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 3112,1 Pa.


(80)

 1500 rpm, 51,33 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 7249,0 Pa.

 2000 rpm, 64,33 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 12.793 Pa.

 2500 rpm, 85,66 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 19.578 Pa.

4. Propeller 3 bilah dengan tipe airfoil NACA M6 memiliki energi turbulen yang relatif kecil dibandingkan dengan propeller 2 bilah dengan tipe airfoil Clark-Y dikarenakan pengaruh lebar permukaan bilah propeller Clark-Y yang membuat sudut serang lebih banyak menghasilkan gaya dorong.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, variabel dalam modeliing propeller

diusahakan sebaik mungkin baik diameter propeller, lebar bilah, sudut puntir agar mendapatkan hasil yang diinginkan

2. Mempelajari penggunaan CFD dengan baik, agar dalam proses penelitian dapat memberikan hasil yang maksimal.

3. Penelitian propeller 3 bilah ini dapat menjadi acuan untuk penelitian propeller 3 bilah yang baru.


(81)

DAFTAR PUSTAKA

Bent, RalphD., 1985, Aircraft Powerplants, Fifth Edition, United States of America : McGraw-Hill Book Co.

Http://aerospace.illinois.edu/m-selig/props/propDB.html

Kroes, Michael J., 1994, Aircraft Powerplants, Seventh Edition, Singapore : McGraw-Hill Book Co.

Shevell, Richard S., 1983, Fundamental of Flight, United States of America : Prentice Hall, Inc

Graham, J.B., 1991, C.M. Handbook of acoustical measurements and noise control,

Chapter 41, United States of America : McGraw-Hill Book Co.

Bies, D.A. and Hansen, C.H., 1996, Engineering Noise Control: Theory and Practice,


(1)

4.3.2 Hasil simulasi tegangan a. Pada kecepatan 1000 rpm

• Kontur perubahan bentuk propeller Clark-Y

Gambar 4.34 Kontur perubahan bentuk propeller Clark-Y

• Kontur regangan propeller Clark-Y


(2)

• Kontur tegangan propeller Clark-Y

Gambar 4.36 Kontur tegangan propeller Clark-Y

b. Pada kecepatan 2500 m/s

 Kontur perubahan bentuk propeller Clark-Y


(3)

 Kontur regangan propeller Clark-Y

Gambar 4.38 Kontur regangan propeller Clark-Y

 Kontur tegangan propeller Clark-Y


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian simulasi yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat adalah:

1. Pembuatan modelling propeller dengan menggunakan tipe airfoil dengan menggunakan Solidwork sangat membantu dalam membentuk sudut serang dari bilah propeller.

2. Karakteristik perubahan aliran udara yang terjadi ketika propeller berputar dibagi menjadi 4 variasi putaran,

 1000 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 34,33 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 0,28276015 J/kg.

 1500 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 51,33 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 2,256120172 J/kg.

 2000 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 68,33 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 9,104209453 J/kg.

 2500 rpm

Propeller menghasilkan kecepatan udara sebesar 85,66 m/s dan energi turbulen maksimum sebesar 19,51837148 J/kg.

3. Kontur tegangan yang didapat ketika propeller berputar dengan kecepatan udara yang dihasilkan adalah:

 1000 rpm, 34,33 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 3112,1 Pa.


(5)

 1500 rpm, 51,33 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 7249,0 Pa.

 2000 rpm, 64,33 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 12.793 Pa.

 2500 rpm, 85,66 m/s

Nilai kontur tegangan maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 19.578 Pa.

4. Propeller 3 bilah dengan tipe airfoil NACA M6 memiliki energi turbulen yang relatif kecil dibandingkan dengan propeller 2 bilah dengan tipe airfoil Clark-Y dikarenakan pengaruh lebar permukaan bilah propeller Clark-Y yang membuat sudut serang lebih banyak menghasilkan gaya dorong.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, variabel dalam modeliing propeller

diusahakan sebaik mungkin baik diameter propeller, lebar bilah, sudut puntir agar mendapatkan hasil yang diinginkan

2. Mempelajari penggunaan CFD dengan baik, agar dalam proses penelitian dapat memberikan hasil yang maksimal.

3. Penelitian propeller 3 bilah ini dapat menjadi acuan untuk penelitian propeller 3 bilah yang baru.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bent, RalphD., 1985, Aircraft Powerplants, Fifth Edition, United States of America : McGraw-Hill Book Co.

Http://aerospace.illinois.edu/m-selig/props/propDB.html

Kroes, Michael J., 1994, Aircraft Powerplants, Seventh Edition, Singapore : McGraw-Hill Book Co.

Shevell, Richard S., 1983, Fundamental of Flight, United States of America : Prentice Hall, Inc

Graham, J.B., 1991, C.M. Handbook of acoustical measurements and noise

control,

Chapter 41, United States of America : McGraw-Hill Book Co.

Bies, D.A. and Hansen, C.H., 1996, Engineering Noise Control: Theory and

Practice,


Dokumen yang terkait

Kajian Perbandingan Karakteristik Turbulensi Dan Pulsasi Antara Propeler Pesawat Tanpa Awak Yang Rendah Bising Dan Propeler Pabrikan Melalui Analisa Komputasi Dinamika Fluida

1 41 87

Proses Pembuatan Dan Pengujian Kebisingan Prototipe Propeller Uav Tiga Sudu Menggunakan Material Paduan (94% Al – 6%Mg)

3 124 85

Simulasi Deformasi dan Tegangan Sayap Pesawat Tanpa Awak Berbahan Komposit Serat Rock Wool dan Polyester dengan Software Ansys 14.0

7 50 80

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 13

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 2

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 3

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

2 4 17

Simulasi Aerodinamis Dan Tegangan Propeler Pesawat Tipe Airfoil Naca M6 Melalui Analisa Komputasi Dinamika Menggunakan Material Paduan (94% Al-6% Mg)

0 0 1

KAJIAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK TURBULENSI DAN PULSASI ANTARA PROPELER PESAWAT TANPA AWAK YANG RENDAH BISING DAN PROPELER PABRIKAN MELALUI ANALISA KOMPUTASI DINAMIKA FLUIDA

0 0 12

PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN KEBISINGAN PROTOTIPE PROPELLER UAV TIGA SUDU MENGGUNAKAN MATERIAL PADUAN ( 94 Al – 6 Mg )

0 0 12