Proses Pembuatan Dan Pengujian Kebisingan Prototipe Propeller Uav Tiga Sudu Menggunakan Material Paduan (94% Al – 6%Mg)

(1)

PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN KEBISINGAN

PROTOTIPE PROPELLER UAV TIGA SUDU MENGGUNAKAN

MATERIAL PADUAN ( 94% Al – 6% Mg )

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

CEVI OCTORA SIMORANGKIR NIM. 090401094

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Propeler merupakan salah satu komponen penting pada pesawat. Fungsi propeler adalah untuk menghasilkan gaya dorong atau yang sering disebut Thrust dengan diberi input tenaga putar dari mesin. Namun dalam prakteknya, selain memberikan gaya dorong, propeler turut berperan dalam menimbulkan kebisingan ketika sedang berputar. Kebisingan propeler ini tidak boleh melewati batas ambang kebisingan yang telah ditetapkan dalam perundang – undangan pemerintah.Berdasarkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan tanggal 25 November 1996, bahwa tingkat kebisingan yang diizinkan untuk daerah permukiman adalah 55 dB dan untuk daerah industri adalah 70 dB. Namun dalam realisasinya, propeler pada umumnya memiliki tingkat kebisingan di atas 80 dB untuk pengukuran di dalam jarak 300 m. Oleh sebab itu, tugas akhir ini memiliki tantangan untuk mencari propeller yang memiliki tingkat kebisingan yang rendah namun memiliki unjuk kerja yang tinggi melalui pembuatan propeller tiga sudu dengan bahan campuran alumunium dan magnesium dengan perbandingan 94%-6%. Tugas akhir ini melakukan pengujian eksperimental kebisingan dengan variasi jarak 1m, 3m, 5m, 7m dengan putaran propeller dimulai dari 600 rpm sampai dengan 1800 rpm. tingkat kebisingan nya dengan nilai sound pressure level adalah Lw = 158,7256 dan nilai sound power level adalah 0,0161. Sehingga dari hasil perbandingan tersebut dapat disimpulkan propeller dua sudu lebih bising dari propeller tiga sudu.


(3)

ABSTRACT

Propeller is one of the important components in the plane. Propellers function is to generate thrust or often called Thrust with a given input rotary power from the engine, However in practice, in addition to providing thrust, propeller played a role in causing noise while rotating. The propeller noise should not cross the line noise threshold specified in the legislation - government regulation.Based on the decision of the state environment minister number : KEP - 48 / MENLH / 11/1996 on the standard level of noise on November 25, 1996, that the permissible noise levels for residential areas is 55 dB and for industrial areas is 70 dB, but in realization, usually propeller have noise levels above 80 dB, for measurements in the range of 300 m . Therefore , this student paper has challenges to find the propeller that has a low noise level but has a high performance through the creation of three- blade propeller with a mixture of aluminum and magnesium in the ratio of 94 % -6 %. The final task is to test experimental noise, the variation of the distance of 1m, 3m, 5m, 7m with propeller rotation starting from 600 rpm up to 1800 rpm. its noise level with the value of sound pressure level is Lw = 158.7256 and the value of sound power level is 0.0161. So that the results of this comparison we can conclude two-blade propeller is more noisy than three-blade propeller.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

KEBISINGAN PROTOTIPE PROPELLER UAV TIGA SUDU

MENGGUNAKAN MATERIAL PADUAN (94% Al – 6%Mg)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan Strata-1 (S1) di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, doa dan bantuan baik material, moral maupun spiritual dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu dengan penuh ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, ayahanda ZL Simorangkir dan ibunda Titin Sumarni yang setiap saat selalu memberikan dukungan, doa serta kasih sayang kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin, yang telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama masa kuliah.

6. Sanak saudara saya yang udah memberikan dukungan dan doa serta motivasi kepada penulis.


(5)

7. Wati Ellyza,S.Sos yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Abangda Fadli Kurniawan ST yang telah member bimbingan dan motivasi kepada penulis.

9. Rekan – rekan khususnya Karel Napitupulu,dan seluruh rekan mahasiswa Teknik Mesin USU angkatan 2009 yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis meyakini bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis akan sangat berterima kasih dan dengan senang hati menerima saran, usul dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima Kasih.

Medan, Desember 2014


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….... i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ... .v

DAFTAR GAMBAR ... .vii

DAFTAR TABEL... .ix

DAFTAR NOTASI ... .x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penilitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Sistematika Penulisan... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propeller ... 4

2.1.1.Sejarah Teori Propeller ... 5

2.1.2.General Momentum Theory ... 6

2.1.3.Vortex – Blade Element Theory ... 6

2.1.4.Bagian – Bagian Propeller ... 7

2.1.5.Dasar Elemen Propeller ... 8

2.1.6.Desain propeller untuk mengurangi kebisingan ... 11

2.2 Airfoil ... 13

2.3.Kebisingan Pada propeller ... 14

2.3.1Suara ... 14

2.3.2Kebisingan (Noise) ... 16

2.3.3 Sumber Noise Aerodinamis ... 16

2.3.4.Tingkat kebisingan ... 16

2.3.5.Noise Pada Propeller..………..………17

2.3.6. Desain Propeller Untuk Noise Reduction ... 19

2.4 Paduan Aluminium - Magnesium ... 21

2.4.1.Sejarah Aluminium ... 21

2.4.2.Sifat – Sifat Aluminuim ... 23

2.4.3.Aluminium dan Paduannya ... 24

2.4.4.Sejarah Magnesium ... 27

2.4.5.Sifat – Sifat Magnesium ... 28

2.4.6.Paduan Aluminium dan Magnesium ... 28

2.5 Pengecoran Logam.………...30

2.5.1.Pembuatan Pola ... 31

2.5.2.Pembuatan Cetakan ... 31

2.5.3.Proses Pengecoran ... 32


(7)

3.1 Waktu dan Tempat ... 34

3.2 Bahan dan Alat ... 34

3.2.1 Bahan Penelitian... 34

3.2.2 Alat Penelitian ... 36

3.3 Proses Pembuatan Pola ... 43

3.4 Pembuatan Cetakan ... 43

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Proses Peleburan Pada Prototipe Propeller tiga sudu ... 47

4.2 Hasil Pengujian Kebisingan Pada Prototipe Propeller Tiga Sudu ... 49

4.2.1. Noise Contour………....53

4.3.Analisa Kebisingan Prototipe Propeller ... 57

4.4.Membandingkan Propeller Dua Sudu Dengan Tiga Sudu ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsep portex pada propeller ... 6

Gambar 2.2 Bagian – bagian propeller ... 7

Gambar 2.3 Luas permukaan sebuah baling propeller ... 8

Gambar 2.4 Sudut pada baling – baling propeller ... 9

Gambar 2.5 Udara relatif ... 9

Gambar 2.6 Jalur pergerakan propeller ... 10

Gambar 2.7 Geometric dan effective pitch ... 10

Gambar 2.8 Gaya dorong dan torsi pada propeller ... 11

Gambar 2.9 Bagian baling – baling pada propeller ... 12

Gambar 2.10 Terminologi propeller ... 12

Gambar 2.11 Gelombang suara pada material ... 14

Gambar 2.12 Noise generation mechanisme pada propeller ... 18

Gambar 2.13 Diagram fasa Al-Cu-Mg ... 25

Gambar 2.14 Perubahan fasa paduan Al-Mg-Si ... 26

Gambar 2.15 Diagram Phase Magnesium, suhu (°C) Vs Mg (%) ... 27

Gambar 2.16 Al – Mg phase diagram, (°C) Vs Mg (Mg) ... 29

Gambar 3.1 Aluminium ... 35

Gambar 3.2 Magnesium ... 35

Gambar 3.3 Jetsu ... 36

Gambar 3.4 Dempul ... 37

Gambar 3.5 Dapur peleburan ... 37

Gambar 3.6 Ladel ... 38

Gambar 3.7 Crucible dan penutupnya... 38

Gambar 3.8 Blower ... 39

Gambar 3.9 Cetakan pasir ... 39

Gambar 3.10 Mesin gerinda ... 40

Gambar 3.11 Sound level meter ... 40


(9)

Gambar 3.13 Inverter ... 41

Gambar 3.14 Motor Listrik ... 42

Gambar 3.15 Kunci pas ... 42

Gambar 3.16 Meteran... 42

Gambar 3.17 Pembuatan Pola ... 43

Gambar 3.18 Pembuatan cetakan kayu ... 44

Gambar 3.19 Pembuatan pola ... 44

Gambar 3.20 Diagram alir proses pelaksanaan ... 46

Gambar 4.1 Proses peleburan... 47

Gambar 4.2 Proses pengadukan aluminium - magnesium ... 48

Gambar 4.3 Proses penuangan aluminium - magnesium ... 48

Gambar 4.4 Hasil pengecoran yang dilakukan ... 49

Gambar 4.5 Propeller pada motor untuk pengujian kebisingan... 49

Gambar 4.6 Grafik kebisingan pada arah y+ ... 51

Gambar 4.7 Grafik kebisingan pada arah y- ... 51

Gambar 4.8 Grafik kebisingan pada arah x+ ... 52

Gambar 4.9 Grafik kebisingan pada arah x- ... 52

Gambar 4.10 Noise contour pada propeller (jarak 1m, 600 rpm ) ... 53

Gambar 4.11 Noise contour pada propeller (jarak 1m, 1200 rpm ) ... 54

Gambar 4.12 Noise contour pada propeller (jarak 1m, 1800 rpm ) ... 54

Gambar 4.13 Noise contour pada propeller (jarak 3m, 600 rpm ) ... 55

Gambar 4.14 Noise contour pada propeller (jarak 3m, 1200 rpm ) ... 56

Gambar 4.15 Noise contour pada propeller (jarak 3m, 1800 rpm ) ... 56

Gambar 4.16 Propeller dua sudu ... 61

Gambar 4.17 Perbandingan Noise contour pada propeller (jarak 1m,600 rpm ) ... ... 63

Gambar 4.18 Perbandingan Noise contour pada propeller (jarak 1m, 1200 rpm ) ... 63 Gambar 4.19 Perbandingan Noise contour pada propeller (jarak 1m, 1800 rpm )


(10)

Gambar 4.20 Perbandingan Noise contour pada propeller (jarak 3m, 600 rpm ) ... .... 64 Gambar 4.21 Perbandingan Noise contour pada propeller (jarak 3m, 1800 rpm ) ... 65 Gambar 4.21 Perbandingan Noise contour pada propeller (jarak 3m, 1800 rpm ) ... 65


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh SPL berdasarkan sumbernya ... 16 Table 2.2 Basic sound power level spectrum Lw(B) ... 19 Tabel 3.1 Lokasi dan aktifitas penelitian ... 34 Tabel 4.1 Data kebisingan Prototipe propeller UAV dengan

Menggunakan material paduan 94% Al – 6% Mg ... 50 Tabel 4.2 Kebisingan yang dihasilkan arah Z+, Z-, X+, X-, Y+ pada

jarak 1m ... 53 Tabel 4.3 Kebisingan yang dihasilkan arah Z+, Z-, X+, X-, Y+ pada

jarak 3m ... 55 Tabel 4.4 Tekanan pada prototipe propeller... 58


(12)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

Cpdt cepat rambat pada zat padat m/s

c Kecepatan Suara m/s

T Temperatur K

E Modulus young Pa

฀ Massa Jenis kg/m3

v kecepatan m/s

Q Debit m3/s

Lw Sound Power Level dB

LP Sound Pressure Level dB

P Tekanan Pa

Nb Jumlah Blade -

D Diameter m

r Radius m


(13)

ABSTRAK

Propeler merupakan salah satu komponen penting pada pesawat. Fungsi propeler adalah untuk menghasilkan gaya dorong atau yang sering disebut Thrust dengan diberi input tenaga putar dari mesin. Namun dalam prakteknya, selain memberikan gaya dorong, propeler turut berperan dalam menimbulkan kebisingan ketika sedang berputar. Kebisingan propeler ini tidak boleh melewati batas ambang kebisingan yang telah ditetapkan dalam perundang – undangan pemerintah.Berdasarkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan tanggal 25 November 1996, bahwa tingkat kebisingan yang diizinkan untuk daerah permukiman adalah 55 dB dan untuk daerah industri adalah 70 dB. Namun dalam realisasinya, propeler pada umumnya memiliki tingkat kebisingan di atas 80 dB untuk pengukuran di dalam jarak 300 m. Oleh sebab itu, tugas akhir ini memiliki tantangan untuk mencari propeller yang memiliki tingkat kebisingan yang rendah namun memiliki unjuk kerja yang tinggi melalui pembuatan propeller tiga sudu dengan bahan campuran alumunium dan magnesium dengan perbandingan 94%-6%. Tugas akhir ini melakukan pengujian eksperimental kebisingan dengan variasi jarak 1m, 3m, 5m, 7m dengan putaran propeller dimulai dari 600 rpm sampai dengan 1800 rpm. tingkat kebisingan nya dengan nilai sound pressure level adalah Lw = 158,7256 dan nilai sound power level adalah 0,0161. Sehingga dari hasil perbandingan tersebut dapat disimpulkan propeller dua sudu lebih bising dari propeller tiga sudu.


(14)

ABSTRACT

Propeller is one of the important components in the plane. Propellers function is to generate thrust or often called Thrust with a given input rotary power from the engine, However in practice, in addition to providing thrust, propeller played a role in causing noise while rotating. The propeller noise should not cross the line noise threshold specified in the legislation - government regulation.Based on the decision of the state environment minister number : KEP - 48 / MENLH / 11/1996 on the standard level of noise on November 25, 1996, that the permissible noise levels for residential areas is 55 dB and for industrial areas is 70 dB, but in realization, usually propeller have noise levels above 80 dB, for measurements in the range of 300 m . Therefore , this student paper has challenges to find the propeller that has a low noise level but has a high performance through the creation of three- blade propeller with a mixture of aluminum and magnesium in the ratio of 94 % -6 %. The final task is to test experimental noise, the variation of the distance of 1m, 3m, 5m, 7m with propeller rotation starting from 600 rpm up to 1800 rpm. its noise level with the value of sound pressure level is Lw = 158.7256 and the value of sound power level is 0.0161. So that the results of this comparison we can conclude two-blade propeller is more noisy than three-blade propeller.


(15)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Propeller adalah salah satu bagian mesin yang berfungsi sebagai alat penggerak mekanik, misalnya pada pesawat terbang, kapal laut, hovercraft dan lain-lain. Baling-baling (propeller) ini memindahkan tenaga dengan cara merubah gaya putar dari baling-baling menjadi daya dorong untuk menggerakkan badan kapal dengan perantara massa air (kapal laut), massa udara (pesawat terbang), dengan memutar bilah-bilah yang bersumbu pada poros.

Propeller mempunyai banyak tipe, antara lain fixed pitch, ground adjustable picth, two position, controllable pitch, constant speed, full feathering, reversing dan beta control. Propeller terdiri dari dua atau lebih bilah yang terhubung ke porosnya. Setiap bilah adalah airfoil yang bertindak seperti sayap yang berputar karena faktor – faktor aerodinamika yang mempengaruhinya sama dengan airfoil.

Namun dalam prakteknya, propeller menjadi bagian penyumbang kebisingan terbesar dibandingkan bagian pesawat yang lain. Kebisingan ini disebabkan oleh adanya turbulensi dan pulsasi yang terjadi akibat adanya kecepatan udara yang bergerak melewati propeller. Kebisingan yang terjadi akibat putaran propeller ini telah menimbulkan gangguan dan masalah untuk lingkungan terbuka, dimana berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan adalah sebesar 50 dB. Namun pada realisasinya, pesawat secara umum memiliki tingkat kebisingan diatas 80 dB untuk pengukuran pada jarak 300 m. Untuk mengatasi hal ini, berbagai usaha telah dilakukan dalam penelitian geometri propeller untuk mengurangi tingkat kebisingan pesawat. Pada umumnya pengujian geometri propeller dilakukan dengan menguji airfoil di dalam wind tunnel yang dialirkan udara dengan kecepatan tertentu dan melakukan pengujian eksperimental kebisingan pada propeller pesawat.


(16)

Propeller yang akan digunakan menggunakan paduan material Aluminium – Magnesium (Al – Mg) dengan perbandingan 94 Al – 6 Mg. Propeller merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada pesawat tanpa awak. Propeller mengubah tenaga mesin menjadi kekuatan aerodinamis. Bagian dari gaya ke depan adalah kekuatan dorong dan bagian yang bertindak dalam bidang rotasi adalah torsi propeller. Propeller ini mempunyai tiga blade (sudu ).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada Aluminium-Magnesium sebagai material. Pada dasarnya unsur Magnesium dapat meningkatkan kemampuan untuk menyerap bunyi. Berdasarkan kenyataan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menguji eksperimental kebisingan pada pesawat.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi atas tujuan umum dan tujuan khusus

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan proses pengecoran propeller dan kajian ekperimental karakteristik noise pada sebuah prototipe propeller pesawat tanpa awak dengan menggunakan material paduan Aluminium Magnesium (Al-Mg).

1.3.2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Melakukan pengecoran prototipe propeller untuk menghasilkan propeller yang tingkat kebisingannya lebih rendah menggunakan tiga blade dengan material Alumanium – Magnesium dengan paduan 94% Al - 6% Mg. 2. Melakukan pengujian eksperimental kebisingan prototipe propeller rendah


(17)

3. Mendapatkan nilai sound pressure level dan sound power level.

1.4. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Propeller ini menggunakan tiga blade (tiga sudu).

2. Melakukan tes pemgujian eksperimental kebisingan pada propeller pesawat.

3. Prototipe propeller ini menggunakan paduan material aluminium – magnesium dengan perbandingan 96% Al - 4% Mg.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab keempat berisikan mengenai Tugas akhir ini disajikan kedalam tulisan yang terdiri dari 5 bab. Pada bab pertama yang merupakan pendahuluan, adalah gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahasan tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan, dan sistematika penulisan.

Selanjutnya pada bab kedua merupakan tinjauan pustaka yang berisikan tinjauan pustaka, diantaranya mengenai propeller pesawat, teori Almg, pengujian yang dilakukan, dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan.

Bab ketiga adalah metode penelitian. Bab ini berisikan metode dari pengerjaan meliputi langkah – langkah pengolahan dan analisa data.

Bab keempat berisikan hasil dan pembahasan, yang merupakan hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil pengujian.

Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran dari hasil tugas akhir. Berisikan jawaban dari tujuan dari penelitian. Selanjutnya merupakan daftar pustaka dan


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Propeller

Propeller merupakan sekelompok sayap berputar yang dibentuk bengkok, yang ditujukan agar menciptakan arah dari resultan gaya angkat yang menuju ke depan. Pada umumnya propeller terdiri dari dua atau lebih baling yang dihubungkan ke central hub yang merupakan bagian dimana baling – baling pesawat tersambung. Propeller berfungsi untuk mengubah gaya rotasi dari mesin menjadi gaya propulsif sebagai gaya dorong (Thrust) untuk pesawat. (Kroes, 1994)

Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan propeller merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa.

Propeller merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada pesawat tanpa awak.Berdasarkan praktik di lapangan, propeller merupakan penyumbang kebisingan terbesar pada pesawat. Dimana kebisingan ini merupakan akumulasi dari kebisingan yang bersumber dari bending Vibration , mekanisme pressure field serta adanya turbulensi dan vorteks udara (Harris,1957).

Ditinjau dari kebutuhan misi pengintaian,maka kebisingan yang ditimbulkan propeller harus rendah. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan hidup No.48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan untuk kawasan terbuka, maka tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan adalah sebesar 50 db. Sementara pada aplikasinya di lapangan kondisi ini sulit diterapkan mengingat tingkat kebisingan pesawat secara umum lebih dari 80 db pada ketinggian 50-100 kaki.

Reduksi tingkat kebisingan pada propeller mengacu kepada bentuk geometri dari propeller.Disain geometri sendiri biasanya dilakukan dengan menggunakan software disain. Sedangkan untuk pengujian dilakukan secara eksperimental pada wind tunnel dengan menggunakan SPL meter sebagai alat pengukur kebisingan.


(19)

Dewasa ini pengujian kebisingan dapat dilakukan dengan menggunakan simulasi fluida yang dikenal dengan konsep aerocoustic.Kemajuan dalam bidang aerocoustic ini sangat membantu dalam pengujian kebisingan yang berkaitan dengan fluida. Dimana pengujian tidak lagi membutuhkan wind tunel dalam skala besar. Selain dari itu juga memudahkan dalam pembentukan geometri dimana hasil disain tidak perlu dibentuk terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian.

Penelitian ini dilakukan dengan membentuk satu disain propeller dari bentuk dasar yang telah dipilih berdasarkan airfoil yang memiliki karakteristik turbulensi dan vortisitas yang paling rendah. Hasil dari pemodelan kemudian di uji dengan simulasi fluida untuk diketahui kecepatan dan tekanan dinamisnya sehingga dapat dimasukkan kedalam persamaan kebisingan

2.1.1 Sejarah Teori Propeller

Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan propeller merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk di jelaskan. Namun dasar teori dari prinsip propeller dapat di jelaskan secara sederhana berdasarkan teori teori yang telah ada. Teori propeller telah dikenal beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh W. J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General Momentum Theory. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element Theory oleh Joukowsky (1912) dan Betz (1919) (Kurniawan, 2011).


(20)

2.1.2. General Momentum Theory

Teori ini mempelajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeller. Propeller dianggap sebagai sebuah piringan, dan udara melewati piringan piringan tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah melewati piringan tersebut.

2.1.3. Vortex-Blade Element Theory

Teori ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan vortex teory. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap-tiap bilah baling-baling dengan cara mem-breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang kemudian dihitung per bagian.

Teori elemen bilah disempurnakan dengan teori vortex. Teori vortex tersebut berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1. Vorteks-vorteks tersebut lalu mengalir ke belakang membentuk lintasan berbentuk helikal. Konsep trailing edge vortices dan tip vortices pada propeler tersebut mirip dengan konsep-konsep pada finite wing. Hanya saja konsep ini dipakai untuk propeller dengan perubahan penampang serta perubahan sudu serang. Pada gambar 2.2 juga dapat menunjukkan bahwa penyederhanaan permasalahan dengan mengasumsikan aliran putaran hanya dihasilkan ujung bilah saja.


(21)

2.1.4. Bagian – Bagian Propeler

menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui bagian – bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.2 di bawah ini, terdapat sebuah propeller berjenis dua baling yang didesain untuk pesawat bobot ringan

Gambar 2.2. Bagian – Bagian Propeller

Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeller: 1. Leading Edge (Bagian depan)

Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong udara. Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan yang melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face). 2. Tip

Merupakan bagian terluar propeller dari Hub. 3. Root

Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub. 4. Hub


(22)

Luas permukaan dari sebuah baling propeller dapar dilihat dari gambar 2.2 di bawah ini. Melalui gambar ini terlihat bahwa pada sebuah baling (blade) terdapat leading edge sebagai bagian terluar dari propeller, trailing edge sebagai bagian dalam, cambered side sebagai daerah melengkung dan flat side atau face sebagai bagian yang rata. Baling – baling (Blade) propeller memiliki bentuk airfoil yang serupa dengan sayap pesawat sebagaimana terlihat di gambar 2.3. (Kroes, 1994)

Gambar 2.3 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller

Dikarenakan baling – baling dan sayap dari sebuah pesawat memiliki bentuk yang sama, maka tiap baling – baling dari propeller dapat dianggap sebagai sayap pesawat yang berotasi dalam ukuran yang lebih kecil, pendek dan tipis. Ketika baling – baling mulai berputar, udara akan mengalir di sekitar baling – baling sama halnya ketika udara mengalir di sayap pesawat. Perbedaannya adalah pada sayap pesawat, aliran udara ini mengakibatkan terangkatnya sayap ke atas, namun pada propeller, aliran udara ini mengakibatkan propeller maju ke depan.(Kroes, 1994)

2.1.5. Dasar Elemen Propeller

Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller sepertiVo, n, d, β, w, dan L.Pada gambar 2.3 terdapat sketsa elemen propeller khususnya mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller.

Untuk menghitung angle of attack αeyangefektif, perlu diketahui elemen Vo,

n,d dan sudut airfoil β dimana angle of attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio lift/drag (L/D). Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan


(23)

alasan inilah maka baling propeller diputar sesuai dengan angle of attack yang paling efektif sepanjang blade.

Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen dadalah diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil. Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR merupakan kecepatan

resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah kecepatan resultan efektif

udara yang termasuk kecepatan induksi.

Gambar 2.4. Sudut Pada Baling – Baling Propeler

Sudut baling (blade angle) dibentuk dari arah permukaan elemen dan bidang rotasi Sudut baling di sepanjang propeller memiliki nilai yang berbeda - beda. Hal ini dikarenakan kecepatan pada tiap bagian baling – baling berbeda – beda.

Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeller: • Relative Wind (Udara Relatif)

Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil bergerak melewati udara.


(24)

Gambar 2.5. Udara Relatif

• Angle of Attack (Sudut Serang)

Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara chord dari elemen dengan arah udara relatif

• Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeller)

Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeller

Gambar 2.6. Jalur Pergerakan Propeller

• Pitch

Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeller yang membentuk jalur spiral.

• Effective Pitch

Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeller dalam sekali revolusi di udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric pitch, dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip


(25)

Gambar 2.7. Geometric dan Effective Pitch

2.1.6 Desain Propeller untuk Mengurangi Kebisingan

Pada dasarnya, baling-baling pada propeller merupakan sayap kecil yang menghasilkan gaya resultan aerodinamis yang dibagi menjadi gaya yang bekerja sepanjang sumbu aksis dari pesawat (gaya dorong) dan gaya yang bekerja pada baling-baling propeller (momen torsi). Torsi berlawanan arah dengan pergerakan rotasi dari mesin yang terjadi seperti adanya tarikan terhadap propeller. Dalam keadaan setimbang, propeller berputar secara konstan yang digerakkan oleh torsi mesin yang mempunyai besar yang sama tetapi arah berbeda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Propeller terdiri dari bagian yang berbentuk air foil dengan ukuran yang bervariasi. Sudut antara kecepatan relatif dan rotasi propeller disebut helix angel dan angle of advance. Untuk kecepatan partikuler pesawat, helix angle bervariasi dari dasar hingga ujung propeller dimana bagian ujung propeller berputar lebih cepat dibandingkan bagian dasar propeller. Bagian sudut propeller ditunjukkan pada gambar 2.. dan gambar 2.9. Helix angle dalam pendekatan mempunyai nilai 90o.


(26)

Gbr. 2.8. Gaya dorong dan torsi pada propeller


(27)

Gambar 2.10. Terminologi propeller

Ada hal hal utama yang dapat mengurangi Kebisingan pada propeller yakni: 1. Low tip speed. (kecepatan rendah pada ujung blade)

2. Large number of blades. (besarnya jumlah blade)

3. Low disc loading. (muatan udara yang rendah pada area perputaran blade) 4. Large blade chord.(lebar dari blade propeller)

5. Minimum interference with rotor flow.(sedikitnya ganguan pada aliran udara dari propeller).

Mendesain propeller rendah bising merupakan sebuah kajian khusus yang sangat kompleks. Dimana perhitungan aerodinamika harus diselaraskan dengan perhitungan kebisingan. Desain dari aerodinamika sendiri memiliki cakupan yang sangat luas,akan tetapi pada pembahasan kali ini permasalahan aerodinamika ketika mendisain propeller dapat di uraikan sesederhana mungkin.


(28)

2.2 Airfoil

Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk menghasilkan gaya angkat yang lebih besar dari gaya drag pada saat ditempatkan pada sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung yang lancip untuk menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran (Clancy, 1975).

Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat (lift) yang dibutuhkan untuk mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya angkat ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula bahwa kita tidak mungkin hanya mendapatkan lift saja, tanpa menghasilkan gaya hambat.

Gaya hambat ini harus diperkecil agar tenaga pendorong airfoil tidak mengalami hambatan yang besar. lift dan drag dipengaruhi oleh:

1. Bentuk airfoil

2. Luas permukaan airfoil

3. Pangkat dua dari kecepatan aliran udara 4. Kerapatan (densitas) udara

Persamaan untuk menghitung Lift dan Drag dapat dinyatakan dengan (Anderson,1999)

���� =�= ���2

2 � (2.1)

����= � = ���2

2 � (2.2)

Dimana :

CL = Coefficient of Lift

� = Densitas Udara S = Kecepatan Udara CD = Coefficient of Drag

2.3. Kebisingan Pada Propeller 2.3.1. Suara

Suara merupakan perubahan tekanan yang bergerak sepanjang material dengan kecepatan yang bergantung kepada karakteristik material tersebut (Beranek,


(29)

2006). Gelombang suara pada fluida kebanyakan dihasilkan melalui permukaan zat padat yang bergetar di dalam fluida tersebut. Untuk mempermudah pemahaman terhadap proses terjadinya suara yang berkaitan dengan adanya permukaan zat padat yang bergetar dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11. Gelombang suara pada material

Pada gambar 2.10, permukaan benda yang bergetar mengakibatkan fluida yang berdekatan dengan permukaan tersebut terkompresi. Kompresi ini mengakibatkan efek menjauh dari permukaan yang bergetar. Efek ini disebut dengan gelombang suara, gelombang suara tersebut akan bergerak menjauhi permukaan yang bergetar dengan kecepatan yang bervariasi bergantung terhadap material yang dilalui.Untuk gas ideal, kecepatan suara adalah fungsi dari temperatur absolut.

c =�gc .γ . R . T (2.3)

dimana gc = fator konversi satuan = 1 kgm/N-s2

γ = spesfic heat ratio = cp/cv

R = konstanta gas spesifik = 287 J/kg-K T = temperatur absolut ( K )

2.3.2. Kebisingan (Noise)

Noise atau bising merupakan suara atau bunyi yang tidak diinginkan keberadaannya (Harris,1957). Seiring berkembangnya waktu, kebanyakan dari mesin mesin produksi,mesin mesin transportasi, dan segala sesuatu yang dapat meningkatkan taraf hidup manusia selalu berdampingan dengan masalah kebisingan. Karena sifat dari kebisingan adalah keberadaannya tidak diinginkan, maka ada usaha usaha yang dilakukan untuk meniadakan atau meminimalisir kebisingan tersebut.


(30)

Konsep dari minimalisasi kebisingan tersebut terbagi kedalam noise reduction dan noise control.

2.3.3. Sumber Noise Aerodinamis

Sumber noise pada komponen aerodinamis dapat didefinisikan sebagai bunyi yang ditimbulkan akibat efek langsung dari pergerakan relatif antara fluida terhadap medium lingkungannya. Sumber sumber kebisingan ini merupakan gabungan dari kebisingan dalam skala periode dan kebisingan dalam skala acak dari sekumpulan perambatan kebisingan. Kebisingan aerodinamik yang terjadi dalam skala periodik cenderung lebih banyak hal yang mempengaruhinya

2.3.4. Tingkat Kebisingan

Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan sound power level.

a. Sound Power level

Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan Lw = 10 log10

��� (db) (2.4)

Dimana W = Sound Power

Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt

b. Sound Pressure Level (SPL)

Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level. Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1.


(31)

Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level Examples with distance (dB)

Jet Aircraft, 50 m Away Threshold of pain

140 130 Threhold of discomfort

Chainsaw, 1 m distance

120 110 Disco, 1 m from speaker

Diesel truck, 10 m away

100 90 kerbside of busy road, 5 m

vacuum cleaner, 1 m distance 80 70 conversational speech 1 m

avarage home

60 50 quiet library

quiet bedroom at night

40 30 background in tv studio

rustling leaves

20 10 threshold of hearing 0

(Sumber:

2.3.5 Noise pada Propeler

Pada pesawat terbang dengan propeler sebagai penggerak memiliki prilaku yang berbeda dibandingkan dengan turbofan atau turbojet sebagai pendorong. Pada pesawat yang menggunakan propeller, aliran kebisingan relatif menyebar, sedangkan pada turbofan atau turbo jet, telah memiliki cerobong pendorong yang berfungsi sebagai pendorong atau bisa dikatakan pengarah gaya dorong sehingga dapat juga dipergunakan sebagai pengarah kebisingan.

Noise yang bersumber dari propeller merupakan noise yang diakibatkan oleh konfigurasi dan kondisi operasi dari propeler. Struktur dan lokasi propeller yang menimbulkan noise disebabkan oleh getaran pada baling-baling dan aliran asimetrik yang terinduksi terjadi secara tidak normal.


(32)

Menurut Harris, Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control, menyebutkan bahwa noise dari propeller yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama.

Yakni kebisingan yang bersumber dari motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeller itu sendiri.

Kebanyakan dari orang orang yang belum mendalami permasalahan kebisingan pada propeller pesawat selalu beranggapan bahwa kebisingan itu disebabkan oleh adanya suara motor yang berisik. Padahal dari kondisi praktik, kebisingan yang diakibatkan oleh propeller merupakan sumber kebisingan yang paling penting yang secara umum melampaui kebisingan yang dihasilkan oleh motor penggerak (Harris, 1957).

Propeller yang berputar dapat menghasilkan kebisingan melalui tiga Noise generation mechanisme yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration dari bilah propeller. Dikatakan oleh Harris, Cyril bahwa kebisingan yang dihasilkan oleh bending vibration ini tidak begitu penting karena tidak begitu mempengaruhi total kebisingan pada kenyataannya.

Yang kedua dan mekanisme penghasil kebisingan yang paling penting adalah noise dari rotasi propeller yang dihasilkan oleh tekanan bidang yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi dari setiap pergerakannya. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari blade atau bilah propeller dan chamber pada airfoil.

Noise generation mekanisme yang ketiga adalah kebisingan yang dihasilkan oleh vortex noise yang dihasilkan oleh vortisitas udara pada aliran lintasan baling yang terkumpul pada bilah propeler selama perputaran. Vortisitas juga terjadi sebagai akibat dari adanya pembentukan aliran udara setalah melewati profil airfoil dari propeller.

Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.12.


(33)

Gambar 2.12. Noise Generation Mechanisme pada propeler

Perhitungan level kebisingan pada mekanisme Presure field merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001).

Lw = Lw(B) + 10 log10�

0� + 20 log10�

�0� + BT (2.5) Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel

Q = laju aliran volumetric

Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s

P = tekanan melalui Propeler P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa

BT = Blade tone komponen (diperoleh dari table 2.2)

Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan

BPF = Nb x

RPM

60 (2.6)


(34)

Karena propeler pesawat beroperasi ketika pesawat terbang di udara, maka noise yang dihasilkan pada kondisi kerja propeller tergolong kedalam jenis transmisi outdoor. untuk menghitung level tekanan suara tersebut dapat di peroleh dari persamaan (Barron, 2001)

Lp = Lw + (DI – 20 log10 ( r ) + 10log10 ( �-mr ) – 10log10�

4�.(����2 )

�.���� � (2.7)

Dimana DI = directivity index

r = jarak penentuan tingkat tekanan suara m = 2�dimana � = koefisien energi attenuation � = Karakteristik impedansi

2.3.6. Disain Propeler untuk Noise Reduction

Mendisain propeller rendah bising merupakan sebuah kajian khusus yang sangat kompleks. Dimana perhitungan aerodinamika harus diselaraskan dengan perhitungan kebisingan. Disain dari aerodinamika sendiri memiliki cakupan yang sangat luas,akan tetapi pada pembahasan kali ini permasalahan aerodinamika ketika mendisain propeller akan diuraikan sesederhana mungkin.

Secara umum, beberapa parameter yang mempengaruhi kebisingan yang disebabkan oleh propeller adalah sebagai berikut:

1. Geometri dasar pembentuk propeller (airfoil) 2. Material propeller

3. Diameter propeller

4. Jumlah blades tiap propeller

5. RPM atau kecepatan ujung propeler

6. Ketajaman/kekasarn perubahan bentuk bilah propeller 7. Sudut puntir bilah propeller

8. Kecepatan pesawat 9. Jumlah propelller

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa secara umum propeller yang berputar akan memberikan tiga macam kebisingan yakni:


(35)

1. Bising yang disebabkan bergetarnya bilah propeller 2. Bising yang disebabkan oleh turbulensi dan voteks udara

3. Bising yang disebabkan karena adanya presure field disekitar tiap tiap blade akibat pergerak dan perputaran bilah propellernya

Aspek disain yang mempengaruhi bising yang disebabkan oleh bergetarnya bilah propeller adalah modulus elastisitas bahan dan masa jenisnya.Hal ini disebabkan kebisingan yang diakibatkan bergetarnya bilah propeller sangat dipengaruhi oleh cepat rambat suara pada bilah tersebut. Dimana cepat rambat suara pada benda padat dinyatakan dengan persamaan

cpdt = �� (2.8)

dimana cpdt = Cepat rambat pada zat padat (m/s)

E = Modulus young (Pa)

� = Massa jenis zat (kg/m3)

Sehingga untuk permasalahan reduksi kebisingan yang diakibatkan oleh getaran pada bilah propeller (bending vibration) sangat bergantung pada pemilihan materialnya. Bersamaan dengan penelitian ini juga tengah dikembangkan penelitian material dari campuran Al-Mg. pemilihan campuran Mg disebabkan oleh karakteristik material Mg yang ternyata memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyerap suara.Lebih jauh lagi bahwa pengembangan dari segi kajian material untuk propeller ini yang tengah dikembangkan adalah material dengan porositas didalamnya.

Aspek disain selanjutnya yang perlu diperhatikan untuk mereduksi kebisingan yang diakibatkan oleh adanya turbulensi dan vorteks udara.Yakni dengan memperhatikan airfoil sebagai geometri dasar pembentuk airfoil. Aspek disain ini perlu menguji beberapa jenis airfoil yang memiliki tingkat turbulensi dan vortisitas yang rendah akan tetapi tetap memiliki unjuk kerja aerodinamis yang tinggi.


(36)

kaitannya dengan sudut puntir serta kekasaran perubahan bentuk geometri hasil disain yang dimiliki oleh bilah propeller. Sudut puntir ini akan berpengaruh terhadap tekanan dinamis fluida yang berputar seiring dengan perputaran bilah propeller.

Sedangkan kekasaran perubahan bentuk akan meningkatkan tekanan dinamis parsial yang ada di dekat bilah propeller. Oleh karena itu sangat penting memperhatikan kelembutan perubahan bentuk penampang dari propeller.

2.4. Paduan Aluminium - Magnesium 2.4.1. Sejarah Aluminium

Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-por dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menebak bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumine untuk bahasa alum. Pada Tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminium, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”.

Aluminium juga merupakan pengejaan yang dipakai di Amerika sampai tahun 1925 ketika American Chemical Society memutuskan untuk menggantikannya dengan Aluminium. Untuk selanjutnya pengejaan yang berakhir yang digunakan dan dipublikasikan.

Metoda penambangan logam Aluminium adalah dengan cara mengelektrolisis alumina yang terlarut dalam cryolite. metoda ini ditemukan oleh Hall di AS pada Tahun 1886 dan pada saat yang bersamaan oleh Heroult di Perancis. Crylite, bijih alami yang ditemukan di Greenland sekarang ini tidak agi ditemukan untuk memproduksi Aluminium secara komersil. Penggabtinya adalah cairan buatan yang merupakan campuran natrium, Aluminium dan Kalsium Fluorida. Unsur ini ringan, tidak megnetik dan tidak mudah terpercik, merupakan logam kedua termudah dalam soal pembentukan, dan keenam dalam soal ductility. Aluminium banyak digunakan


(37)

sebagai peralatan dapur, bahan kpntruksi bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimana logam yang mudah dibuat, kuat dan ringan diperlukan.

Walau konduktivitas listriknya hanya 60% dari tembaga, Aluminium digunakan sebagai bahan transmisi karena ringan. Aluminium murni sangat lunak dan tidak kuat. Tetapi dapat dicampur dengan tembaga, magnesium, silikon, mangan, dan unsur-unsur lainnya untuk membentuk sifat-sifat yang menguntungkan. Campuran logam ini penting kegunaannya dalam kontruksi pesawat modern dan roket. Logam ini jika diuapkan divakum membentuk lapisan yang memiliki reflektivitas tinggi untuk cahaya yang tampak dan radiasi panas. Lapisan ini juga menjaga logam dibawahnya dari proses oksidasi sehingga tidak menurunkan nilai logam yang dilapisi. Lapisan ini juga digunakan untuk memproteksi kaca teleskop.

Jenis Aluminium dibedakan berdasarkan kemurnian atau persentase aluminium murni dalam komposisi kimia materialnya. Pengelompokan ini diatur oleh Aluminium Association. Kode aluminium terdiri dari 4 digit dari 1XXX, 2XXX, 3XXX, …, 8XXX.

1. Untuk Aluminium dengan kemurnian di atas 99% 2. Untuk paduan Coper

3. Untuk paduan Mangan 4. Untuk paduan Silikon 5. Untuk paduan Magnesium

6. Untuk paduan Magnesium Silikon 7. Untuk paduan zinc

Pada aluminium tempa, seri 1xxx digunakan untuk aluminium murni. Digit kedua dari seri tersebut menunjukkan komposisi aluminium dengan limit pengotor alamiahnya, sedangkan dua digit terakhir menunjukkan angka kemurnian dua desimalnya. Contoh pada AA 1170,, Aluminium ini memiliki kemurnian 99,70%.

Digit pertama pada seri 2xxx sampai 7xxx menunjukkan kelompok paduannya berdasarkan unsur yang memiliki persentase komposisi terbesar dalam paduan. Digit kedua menunjukkan modifikasi dari unsur paduannya, jika digit kedua


(38)

nilainya 1 – 9, maka paduan tersebut memiliki modifikasi dengan unsur lainnya. Dua angka terakhir untuk seri 2xxx – 8xxx tidak memiliki arti khusus, hanya untuk membedakan paduan aluminium tersebut dalam kelompoknya.

2.4.2. Sifat – sifat aluminium

Semua sifat-sifat dasar aluminium, tentu saja dipengaruhi oleh efek dari berbagai elemen aluminium paduan. Unsur-unsur paduan utama dalam pengecoran aluminium paduan dasar adalah tembaga, silikon, magnesium, seng, kromium, mangan, timah dan titanium. Besi adalah elemen biasanya hadir dan biasanya dianggap sebagai pengotor.

Aluminium-dasar paduan mungkin secara umum akan ditandai sebagai sistem eutektik, mengandung bahan intermetalik atau unsur-unsur sebagai fase berlebih. Karena kelarutan relatif rendah sebagian besar elemen paduan dalam aluminium dan paduan kompleksitas yang dihasilkan, salah satu paduan dasar aluminium dapat berisi beberapa fase logam, yang terkadang cukup kompleks dalam komposisi. Fase ini biasanya lebih larut lumayan dekat suhu eutektik dari pada suhu kamar, sehingga memungkinkan untuk panas-mengobati beberapa dari paduan oleh solusi dan penuaan panas-perawatan. Contoh spesifik dari penerapan panas-perawatan yang diberikan dalam paragraf berikutnya.

Dalam pengertian kimia aluminium merupakan logam yang reaktif. Apabila di udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka aluminium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan aluminium sebenarnya bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar aluminium oksida yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat tidak berpengaruh terhadap aluminium karena lapisan aluminium kedap terhadap asam.


(39)

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali daya hantar listrik besi. Berat jenis aluminium 2,643 kg/m3 cukup ringan dibandingkan logam lain.

Kekuatan aluminium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa paduannya.

Aluminium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Dengan proses pemanasan dapat diperoleh aluminium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan aluminium ini dapat di mampu bentuk (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di patri.

2.4.3. Aluminium dan Paduannya.

Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus.

Adapun paduan-paduan aluminium yang sering dipakai yaitu:

A.Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Paduan ini mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Si efektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas pada


(40)

Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5% ditemukan oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat, dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan aluminium dengan nomor 2017, komposisi standarnya adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya yaitu duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang buruk, jadi apabila diinginkan ketahanan korosi yang tinggi maka permukaanya dilapisi dengan Al murni atau paduan aluminium yang tahan korosi yang disebut pelat alklad.

Gambar 2.13. Diagram fasa Al-Cu-Mg

B. Paduan Al-Mg-Si

Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10% yang ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai sebagai bahan untuk kapal laut, kapal terbang serta peralatan-peralatan kimia. Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi. Paduan alam sistem ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya tetapi sangat liat dan sangat baik karena bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi.


(41)

Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi.

Gambar 2.14. Perubahan fasa paduan Al-Mg-Si

2.4.4. Sejarah Magnesium.

Magnesia, daerah di Thessaly. Senyawa-senyawa magnesium telah lama diketahui. Black telah mengenal magnesium sebagai elemen di tahun 1755. Davy berhasil mengisolasikannya di tahun 1808 dan Busy mempersiapkannya dalam bentuk yang koheren di tahun 1831. Magnesium merupakan elemen terbanyak kedelepan di kerak bumi. Magnesium tidak muncul tersendiri, tetapi selalu ditemukan dalam jumlah deposit yang banyak dalam bentuk magnesite, dolomite dan


(42)

mineral-mineral lainnya. Logam ini sekarang dihasilkan di AS dengan mengelektrolisis magnesium klorida yang terfusi dari air asin, sumur, dan air laut.

Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti aluminium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

Gambar 2.15. Diagram Phase Magnesium, Suhu(°C) Vs Mg(%)

Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada aluminium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah.Magnesium mempunyai temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.13.

Ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan kimia atau pengecekan khusus setelah benda dicetak. Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn,


(43)

0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. Kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi.

2.4.5. Sifat – sifat Magnesium.

Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Unsur ini mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih. Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk incendiary bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile. Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran. Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungku-tungku pemanas.

2.4.6. Paduan Aluminium dan Magnesium.

Aluminium banyak dipakai dengan paduan unsur lain, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya, serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada aluminium selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC.Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi padasuhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami


(44)

Gambar 2.16. Al-Mg phase diagram, Temperatur (°C) Vs % Mg (http://www.aluminiumlearning.com)

Gambar diagram fasa Al-Mg diatas memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi 35.0%Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan aluminium. Penambahan Mg pada aluminium untuk fasa biner akan menghasilkan berbagai fasa seperti Al (0-17.1%Mg), Al2Mg2 (36.1 – 37.8%Mg), Al12Mg17

(42-58%Mg), Mg (87-100%Mg). Unsur Mg pada paduan aluminium alloy type 6063

dapat memperbaiki sifat mekanis hinggan kisaran 0.451-0.651% (Omotoyinbo, 2010).

Aluminium alloy yang terdiri dari paduan utama Si dan Mg pada perbandingan tertentuakan terbentuk magnesium silica, yang akan membuat aluminium jenis ini mampu untuk dilakukan heat treatment, ketangguhan akan berkurang jika dibandingkan dengan paduan Aluminium Cu dan Zn. Silikon memiliki sifat yang getas dan dapat dengan mudah mengalami crack, seperti fatiq terjadi didalam Alloy Al-Si terutama dengan pengintian dan pertumbuhan microcrack yang terdapat pada sekeliling fasa magnesium atau di dalam matrik aluminium (Ye.H, 2002).


(45)

2.5. Pengecoran Logam

Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukan dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku didalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau di pecah-pecah untuk dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat bagian mesin dengan bentuk yang kompleks.

Pengecoran digunakan untuk membentuk logam dalam kondisi panas sesuai dengan bentuk cetakan yg telah dibuat. Pengecoran meterial logam cair atau plastik yang mudah meleleh (termoplastik), juga material yang larut air misalnya beton atau gips, dan materi lain yang mudah mencair atau pasta ketika dalam kondisi kering akan berubah menjadi keras dalam cetakan, dan terbakar dalam perapian. Proses pengecoran dibagi menjadi dua : expandeble (dapat diperluas) dan non expandeble (tidak dapat diperluas) mold casting.

Aplikasi dari proses pengecoran sangat banyak salah satunya dapat ditemukan dalam pembuatan komponen permesinan. Proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan pola, pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Hasil pengecoran disebut dengan coran atau benda cor. Proses pengecoran bisa dibedakan atas 2 yaitu proses pengecoran dan proses pencetakan. Proses pengecoran tidak menggunakan tekanan sewaktu mengisi rongga cetakan sedangkan proses pencetakan adalah logam cair ditekan agar mengisi rongga cetakan. Cetakan untuk kedua proses ini berbeda dimana proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir sedangkan proses pencetakan, cetakannya dibuat dari logam.


(46)

Sebelum melakukan pengecoran, dimana proses pembuatan pola terlebih dahulu dilakukan. Proses ini adalah dimana benda yang akan dicor dibuat sebagai pola. pola ini dibuat dengan material yang berbeda. Biasanya material yang digunakan untuk membuat malpada proses pengecoran berasal dari bahan non logam seperti; gypsum, semen, dan kayu. Mal ini berfungsi untuk membuat pola pada cetakan pasir. Pembuatan pola hanya dilakukan pada proses pengecoran yang menggunakan cetakan pasir.

Pembuatan pola bisa dikatakan lebih sulit dibandingkan dengan proses pengecorannya. Proses pembuatan pola dilakukan dengan cara manual atau pun tradisional.

2.5.2. Pembuatan Cetakan

Pembuatan Cetakan menentukan baik buruknya hasil coran. Ada berbagai jeniscetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran logam yaitu :

a. Cetakan Pasir

Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan (Tata Surdia, 1992).

b. Cetakan Logam

Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang.

Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat pola, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran.


(47)

Proses pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekwensi tinggi digunakan untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.

2.5.3 Proses Pengecoran

Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya (Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).

Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakan dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti.

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.

BAB 3


(48)

Proses pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekwensi tinggi digunakan untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.

2.5.3 Proses Pengecoran

Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya (Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).

Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakan dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti.

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.

BAB 3


(49)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama ± 3 bulan. Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu di rumah industri pengecoran logam yang terletak di Krakatau untuk mengerjakan peleburan dan tempat dilaksanakannya penelitian adalah di Laboratorium Noise and Vibration Control program Magister dan Doktoral Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tabel 3.1. Lokasi dan aktifitas penelitian

No Kegiatan

Lokasi

1.

2.

Pembuatan Propeller pesawat

Pengujian Eksperimental kebisingan pesawat

Rumah Industri Pengecoran Aluminium di Krakatau

Laboratorium Noise and Vibration Control program Magister dan Doktoral Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara (Sumber: Fadli, 2013)

3.2.Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1. Bahan Penelitian

1. Aluminium

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang baik. Aluminium yang digunakan adalah aluminum batangan (ingot). Aluminium yang di dapat berdasarkan daur ulang oleh perusahaaan industri aluminium


(50)

Gambar 3.1.Aluminium

2. Magnesium

Magnesium salah satu dari beberapa unsur yang dapat dicampur dengan aluminium. Karena magnesium memiliki massa jenis lebih ringan dari pada aluminium sehingga dapat meningkatkan efisiensi pada perpaduan kedua material. Magnesium Terdiri dari unsur 9% Al, 0.5% Zn, 0.13% Mn, 0.5% Si, 0.3% Cu, 0.03% Ni dan sisanya Mg. Magnesium memiliki titik cair yang lebih rendah.


(51)

3.2.2. Alat penelitian

Dalam proses penelitian ini banyak alat-alat teknik yang digunakan. Alat-alat yang digunakan memiliki fungsi dan kegunaan masing – masing dalam proses penelitian ini. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Jig Saw

Jig saw atau mesin gergaji merupakan alat perkakas yang berrguna untuk memotong benda kerja ( triplek ).

Gambar 3.3. Jetsu 2. Dempul

Dempul atau putty merupaka bahan finishing yang digunakan untuk mengisi celah dan lubang pada triplek. Dempul diaplikasikan dengan cara diisikan pada celah atau lubang dengan menggunakan scrap atau kape. Setelah itu baru dilakukan pengamplasan agar permukaannya menjadi lebih rata dan lebih halus.


(52)

Gambar 3.4. dempul

3. Dapur lebur

Dapur lebur berfungsi sebagai alat pelebur logam yang berbahan bakar kayu bakar dan oli bekas. Dapur lebur terbuat dari batu bata dan semen tahan api, hasil pembakaran mencapai hingga temperatur 7000C – 8000C. Dapur lebur ini menggunakan blower untuk menghasilkan temperatur panas yang stabil. Volume dapur lebur bervariasi tergantung pada jumlah bahan yang akan dilebur. Dapur lebur yang digunakan pada penelitian ini memiliki volume ± 98 dm3.


(53)

4. Ladel

Ladel merupakan alat penuang dalam peleburan. Aluminium cair yang memiliki suhu tinggi diambil dari dalam crucible dan dituangkan ke dalam cetakan. Ladel terbuat dari besi yang titik leburnya lebih tinggi dari Aluminum sehingga tidak memungkinkan ladel akan terlebur. Ukuran dari alat ini disesuaikan dengan volume cetakan yang digunakan.

Gambar 3.6. Ladel

5. Crucib

Crucible adalah tempat yang berfungsi untuk mencairkan Aluminium-Magnesium. Proses peleburan lebih efisien jika diberikan penutup pada bagian atasnya. Dimensi dari crucible bergantung pada volume cairan yang diinginkan. Volume dari alat ini adalah 27 dm3 (±26 Liter Aluminium cair).


(54)

Gambar 3.7. Crucible Dan Penutupnya

6. Blower

Blower berfungsi untuk menjaga temperatur peleburan yang dihasilkan dari panas pembakaran pada kayu bakar. Tanpa alat ini, maka panas yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak terdistribusi dengan baik dan panas yang dihasilkan tidak maksimal.

Gambar 3.8. Blower 7. Cetakan Pasir

Cetakan pasir dibuat dengan membentuk pasir kemudian dipadatkan agar hasil cetakan tidak berubah bentuk. Pasir yang digunakan adalah pasir alam atau


(55)

pasir buatan 50% yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini dicampur pengikat khusus seperti air 15% , bentonit 4% , semen 25% , resin ferol 4% , minyak pengering 2% . Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan.

Gambar 3.9. Cetakan Pasir 8 Mesin gerinda

Mesin gerinda yang digunakan adalah gerinda tangan bermerek Hitachi. Mesin gerinda berfungsi untuk menghaluskan permukaan pada fuselage, untuk mendapatkan dimensi yang diinginkan. Mata gerinda yang digunakan berbentuk kertas pasir dengan ukuran kekasaran 400 dan 800.


(56)

Sound Level Meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar suara bising mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Fungsi alat ini untuk mengukur intensitas kebisingan antara 30 – 130dB dan dari frekuensi 20 – 20.000Hz.

Gambar 3.11. Sound Level Meter 10.Tripod

Tripod adalah alat stan untuk membantu agar badan kamera bisa berdiri dengan tegak dan tegar. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kelelahan fotografer dalam mengambil gambar dan mengurangi noise yang ditimbulkan oleh guncangan tangan fotografer. Tripod yang digunakan dalam penelitian ini bermerek Ouyama.

Gambar 3.12. Tripod 11.Inverter

Inverter adalah suatu rangkaian yang mengubah sistem tegangan DC menjadi sistem tegangan AC dengan nilai tegangan dan frekwensi dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Inverter berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan tegangan yang artinya tegangan output yang di hasilkan akan naik sesuai


(57)

pengaturan yang diinginkan. Inverter yang digunakan dalam penelitian ini bermerek LSIS dan memiliki kapasitas tegangan AC 380 – 480V.

Gambar 3.13. Inverter 12.Motor listrik

Motor listrik adalah sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Motor listrik berfungsi sebagai alat untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Motor listrik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kapasitas putaran 2900 rpm.

Gambar 3.14. Motor listrik 13.Kunci pas


(58)

14.Meteran

Meteran digunakan untuk mengukur jarak sound level meter ke alat yang akan kita uji.

Gambar 3.16. Meteran

3.3. Proses Pembuatan Pola

Material yang digunakan untuk membuat pola adalah triplek. Triplek dipilih karena memiliki sifat yang kuat dan ringan. pola berfungsi untuk membuat pola pada cetakan pasir, pola dibuat secara manual.


(59)

Permukaan pola dibuat sehalus mungkin, spasi-spasi triplek di tutup dengan dempul sehingga permukaan rata dan tidak berlubang. Kerataan permukaan pola menentukan kerataan hasil coran karena ketika pembuatan pola permukaan pasir akan mengikuti permukaan pola.

3.4. Pembuatan Cetakan

Cetakan yang digunakan menggunakan cetakan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan.

Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Cetakan berfungsi sebagai wadah coran Aluminium-Magnesium. Proses pembuatan cetakan dapat dilihat pada gambar berikut ;

Gambar 3.18. Pembuatan cetakan kayu

Cetakan kayu ini sebagai penahan pasir agar padat. Panjang cetakan mengikuti pola yang telah dibuat.


(60)

Gambar 3.19. Pembuatan Pola

Pada gambar diatas (Gambar 3.19) dapat dilihat pola membentuk pola pada cetakan pasir. Pada saat pola sudah terbentuk, pola akan dicabut dan cetakan ditutup. Permukaan pasir pada cetakan yang terlihat runtuh akan dirapikan kembali agar dimensi coran tidak memiliki selisih dengan pola.


(61)

3.5. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dari studi literatur, persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan kesimpulan, secara garis besar dapat dilihat gambar 3.23. diagram alir proses pelaksanaan sebagai berikut :

Tidak

Ya

STUDI AWAL

Studi Literatur

PERSIAPAN

 Pembuatan Cetakan

 Seting Alat Uji

PEMBUATAN

 Proses pengecoran

PENGUMPULAN DATA

 Uji kebisingan

A

B


(62)

Tidak

Gambar 3.23. Diagram alir proses pelaksanaan

B

A

ANALISA DATA

 Pengerjaan

Pengolahan Data dari UjiKebisingan

KESIMPULAN


(63)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1.Hasil Proses Peleburan Pada Prototep Propoller Tiga Sudu

Pada saat proses peleburan Aluminium dilebur dengan penambahan unsur Magnesium untuk kemudian dilakukan uji mekanis pada bahan tersebut. Penambahan unsur Magnesium dilakukan terhadap aluminium sesuai dengan perbandingan yang diinginkan 94 Al % - 6 Mg%.

Cara pertama aluminium di dapat dari sebuah industri peleburan aluminium, lalu dipotong hingga menjadi beberapa bagian menggunakan mesin potong agar mempermudah proses peleburan. Kemudian aluminium terlebih dahulu dilebur hingga mencair pada temperatur 9000C, setelah mencapai suhu diatas, Aluminium didiamkan sejenak hingga coran mengental, kemudian pada suhu 3500C magnesium di masukkan ke dalam cairan aluminium yang sedang dilebur.

Gambar 4.1. Proses Peleburan

Setelah proses peleburan antara aluminium-magnesium berlangsung, maka akan dilakukan proses pengadukan secara manual agar campuran aluminium-magnesium merata.


(64)

Gambar 4.2. Proses Pengadukan Aluminium-Magnesium

Setelah dilakukan proses pengadukan, hasil peleburan antara aluminium

-magnesium pada temperatur mencapai 900˚C cairan Aluminium-Magnesium dituangkan ke dalam cetakan pasir yang telah di siapkan sebelum peleburan dilakukan. Penuangan harus dipastikan bahwa cetakan telah berisi penuh agar tidak terjadi cacat pada bentuk coran yang dihasilkan.

Gambar 4.3. Proses penuangan aluminium-magnesium

Cairan Al-Mg dituang kedalam cetakan, kemudian dibiarkan hingga cairan mengering. Setelah cairan dalam cetakan mengering, cetakan dibongkar dan


(65)

dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diperiksa hasil cetakan agar dapat diketahui hasil dari cetakan mengalami cacat atau tidak.

Gambar 4.4. hasil pengecoran yang dilakukan

4.2.Hasil Pengujian Kebisingan Pada Prototipe Propeller Tiga Sudu

Metode pengujian prototipe propeller yang digunakan dengan cara mengukur secara langsung kebisingan yang dihasilkan propeller dengan alat sound level meter pada saat propeller sedang berputar. Variasi jarak yang diuji adalah 1m, 3m, 5m, 7m dengan posisi alat ukur didepan dan dibelakang propeller. Sedangkan untuk putaran propeller dimulai dari 600 rpm sampai dengan 1800 rpm. Arah yang akan diukur adalah bagian depan,belakang,samping kanan dan kiri, diagonal kanan dan kiri,


(66)

(67)

Gambar 4.6. Grafik kebisingan propeller pada arah Y+

Pada gambar 4.6 grafik kebisingan propeller pada arah Y+ dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada jarak 1 meter (93.2 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada jarak 7 meter (81.8 db) dengan kecepatan 1800 rpm dan terendah 600 rpm.

Gambar 4.7. Grafik kebisingan propeller pada arah Y-

Pada gambar 4.7. grafik kebisingan propeller pada arah Y- dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada jarak 1 meter (86 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada jarak 7 meter (78.9 dB) dengan kecepatan 1800 rpm dan terendah 600

0 20 40 60 80 100

600 720 840 960 1080 1200 1320 1440 1560 1680 1800

K e bi si ng a n ( db) Putaran (rpm)

Grafik Y+

1 meter 3 meter 5 meter 7 meter 0 20 40 60 80 100

600 720 840 960 1080 1200 1320 1440 1560 1680 1800

K e bi si ng a n ( db) Putaran (rpm)

Grafik

Y-1 meter 3 meter 5 meter 7 meter


(68)

Gambar 4.8. Grafik kebisingan propeller pada arah X

Pada gambar 4.8. grafik kebisingan propeller pada arah X+ dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada jarak 1 meter (78.5 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada jarak 3 meter (74.8 dB) dengan kecepatan 1800 rpm dan terendah 600 rpm

Gambar 4.9. Grafik kebisingan propeller pada arah X-

Pada gambar 4.9. grafik kebisingan propeller pada arah Y- dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada jarak 1 meter ( 77.8dB) dan kebisingan paling rendah berada pada jarak 3 meter (75.9 dB) dengan kecepatan 1800 rpm dan terendah 600 rpm

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

600 720 840 960 1080 1200 1320 1440 1560 1680 1800

K e bi si ng a n ( db) Putaran (rpm)

Grafik X+

1 meter 3 meter 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

600 720 840 960 1080 1200 1320 1440 1560 1680 1800

K e bi si ng a n ( db) Putaran (rpm)

Grafik

X-1 meter 3 meter


(69)

4.2.1. Noise Contour

1. Jarak 1 meter

Tabel 4.2. Kebisingan yang dihasilkan arah Z+,Z-, X+,X-, Y+ pada jarak 1m

Frekuensi Putaran Z+ X+ Z- X- Y+

10 600 56.7 56.2 56.5 55.9 58.1

12 720 58.6 58.2 58.2 57.3 66.6

14 840 60.5 60.5 59.9 59.7 68.2

16 960 62.7 62.3 62.8 61.3 74.1

18 1080 66 64.8 65.4 63.4 76.7

20 1200 69.2 67.8 68.7 66.6 79.3

22 1320 72.6 69.6 71.9 69.1 85.6

24 1440 74.1 71.9 73.7 69.8 87.9

26 1560 77.8 74.8 76.9 71.2 91.5

28 1680 80.5 76.5 78.5 74.9 93.2

30 1800 83.9 78.5 80.2 75.8 93.2

Gambar 4.10. Noise Contour pada propeller (jarak 1m, 600 rpm)

Pada gambar 4.6 dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada sumbu Y+ (58.1 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada sumbu X+ (56.2 dB) dengan 600 rpm. Bentuk noise countour diperlihatkan seperti gambar diatas.

58.1 dB

58.2

56.7 dB

56.2 dB 55.9 dB


(70)

Gambar 4.11. Noise Contour pada propeller (jarak 1m, 1200 rpm)

Pada gambar 4.11. dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada sumbu Y+ (81.9 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada sumbu X- (66.6 dB) dengan kecepatan 1200 rpm. Bentuk noise countour diperlihatkan seperti gambar diatas.

Gambar 4.12. Noise Contour pada propeller (jarak 1m, 1800 rpm) Pada gambar 4.12 dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada sumbu Y+ (93.2 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada sumbu X- (75.8 dB) dengan kecepatan 1800 rpm. Bentuk noise countour diperlihatkan seperti gambar diatas.

1. Jarak 3 meter

Tabel 4.3. Kebisingan yang dihasilkan arah Z+,Z-, X+,X-, Y+ pada jarak 3 m

Frekuensi Putaran Z+ X+ Z- X- Y+

10 600 56.5 54.1 56.3 53.2 56

79.3 dB

72.2 dB

66.6 dB

69.2 dB

67.8 dB

68.7 dB

93.2 dB

86 dB

78.5 dB 75.8

dB

83.9 dB


(71)

12 720 57.2 57 57.4 56.5 59.9

14 840 58.3 59.9 58.1 59.2 63.7

16 960 61.1 61.2 60.7 61.7 68.7

18 1080 63.3 63.4 62.8 63.9 73.2

20 1200 66.3 65.2 65.9 65 76.5

22 1320 68.4 67.8 68.1 67.9 79.3

24 1440 71.2 69.3 70.8 70.1 83.4

26 1560 73.4 71.9 72.9 73.6 86.1

28 1680 75.6 72.5 75.7 76.6 88.9

30 1800 78.4 74.8 78.9 77.9 90.2

Gambar 4.13. Noise Contour pada propeller (jarak 3 m, 600 rpm)

Pada gambar 4.13 dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada sumbu Y+ (56 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada sumbu X- (54.1 dB) dengan kecepatan 600 rpm. Bentuk noise countour diperlihatkan seperti gambar diatas.

56 dB

54.2 dB

54.1 dB

53.2 dB 56.5 dB


(72)

Gambar 4.14. Noise Contour pada propeller (jarak 3 m, 1200 rpm)

Pada gambar 4.14 dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada sumbu Y+ (76.5 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada sumbu X- (65.2 dB) dengan kecepatan 1200 rpm. Bentuk noise countour diperlihatkan seperti gambar diatas.

Gambar 4.15. Noise Contour pada propeller (jarak 3 m, 1800 rpm)

Pada gambar 4.15 dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi berada pada sumbu Y+ (90.2 dB) dan kebisingan paling rendah berada pada sumbu X- (74.8 dB) dengan kecepatan 1800 rpm. Bentuk noise countour diperlihatkan seperti gambar diatas.

4.3. Analisa Kebisingan Prototipe Propeller

78.9 dB

65.2 dB 76.5 dB

68.6 dB 65. dB

66.3 dB

65.9 dB

90.2 dB

84.6 dB

74.8 dB

77.9 dB


(1)

4.5. Perbandingan Noise Control Tiga Sudu dan dua Sudu Pada jarak satu meter

Gambar 4.17. perbandingan Noise Contour pada propeller (jarak 1m, 600 rpm)

Pada gambar 4.17. dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi adalah pada propeller dua sudu 62.3 db sedangkan pada propeller 3 sudu 58.1 db.

Gambar 4.18. perbandingan Noise Contour pada propeller (jarak 1m, 1200 rpm)

Pada gambar 4.18. dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi adalah pada propeller dua sudu 81.9 db sedangkan pada propeller 3 sudu 79.3 db.


(2)

Gambar 4.19. perbandingan Noise Contour pada propeller (jarak 1m, 1800 rpm) Pada gambar 4.18. dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi adalah sama 93.2 db dan terendah pada dua sudu 66 db sedangkan pada tiga sudu 75.8 db

Pada jarak 3 meter.

Gambar 4.20. perbandingan Noise Contour pada propeller (jarak 3m, 600 rpm)

Pada gambar 4.20. dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi adalah pada propeller dua sudu 56.4 db sedangkan pada propeller 3 sudu 56 db.


(3)

Gambar 4.21. perbandingan Noise Contour pada propeller (jarak 3m, 1200 rpm)

Pada gambar 4.21. dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi adalah pada propeller dua sudu 74.6 db sedangkan pada propeller 3 sudu 76.5 db.

Gambar 4.22. perbandingan Noise Contour pada propeller (jarak 3m, 1200 rpm)

Pada gambar 4.22. dapat dilihat tingkat kebisingan tertinggi adalah pada propeller dua sudu 87.2 db sedangkan pada propeller 3 sudu 90.2 db.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah dilakukan dan dilaporkan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu:

1. Dari hasil peleburan dapat disimpulkan bahwa proses peleburan Alumanium dan Magnesium ini memiliki perbandingan 94%-6%, alumanium dapat dilebur dengan suhu 9000C berhasil dan dapat menghasilkan propeller yang diinginkan.

2. Metode pengujian prototipe propeller yang digunakan dengan cara mengukur secara langsung kebisingan yang dihasilkan propeller dengan alat sound level meter pada saat propeller sedang berputar. Variasi jarak yang diuji adalah 1m, 3m, 5m, 7m dengan posisi alat ukur didepan dan dibelakang propeller. Sedangkan untuk putaran propeller dimulai dari 600 rpm sampai dengan 1800 rpm

3. Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam satuan decibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan sound power level. Dimana hasil sound pressure level adalah Lw = 158.7256 dan hasil Sound Pressure Level (SPL) adalah 0,0161

4. Dari perbandingan prototipe propeller dua sudu dan tiga sudu dapat disimpulkan bahwa propeller dua sudu menghasilkan kebisingan lebih tinggi dibandingkan propeller tiga sudu .


(5)

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya tes pengujian eksperimental kebisingan mempunyai ruangan sendiri, dan menggunakan ruangan kedap suara supaya tidak terdengar suara-suara lainnya.

2. dalam proses peleburan alumanium dilebur dengan penambahan unsur magnesium dilakukan pengadukan secara terus menerus sehingga kedua unsur tersebut dapat tercampur secara merata.

3. Penelitian terhadap disain propeller rendah bising ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penelitian-penelitian sehubungan dengan konsep low noise design selanjutnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson Jr, Jhon D. 1999 . Fundamental of Aerodyamics. Boston : Mc.Graw-Hill.

Ardhianto , Kurniawan. 2011. Desain dan Analisis Propeller pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV). AAU Journal of Defense Science and Technology Volume 2, Number 1, 1 July 2011, 125 – 133.

Barron,Randall F. 2001. Industrial Noise Control and Acoustics. New-York. :Marcel Dekker, Inc

Bent, RalphD., 1985, Aircraft Powerplants, Fifth Edition, United States of America : McGraw-Hill Book Co.

Beranek, Leo L Vȇȃn L . 2006. Noise and vibration Control Engineering, Principal and Aplication 2nd ed. New-Jersey : John Whiley& sons, inc.

Bies, D.A. and Hansen, C.H., 1996, Engineering Noise Control: Theory and Practice, London : E&FN Spon

Brandt, John B. dan Michael S. Selig. 2011. Propeller Performance Data at Low Reynolds Numbers. USA : University of Illinois at Urbana-Champaign, Urbana, IL 61801 Graham, J.B., 1991, C.M. Handbook of acoustical measurements and noise

control, Chapter 41, United States of America : McGraw-Hill Book Co. Harris, Cyril M. 1957. Handbook of Noise Control. New york : Mc Graw Hill

Huang, Paul X., 2012, Gas Pulsations : A Shock Tube Mechanism, USA : Purdue University

Ye,H, 2002, “ An Overview of the Development of Al-Si-Alloy Based Material for Engine Application”, JMEPEG, 12-288-297, ASM International.

pada tanggal 20 oktober 2014

pada tanggal 20 oktober 2014