Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah. Tujuan utama implementasi transfer adalah untuk mengatasi eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan fiskal antardaerah, dan mencapai tujuan pembangunan tertentu (Kuncoro, 2007).

Sebelum era baru desentralisasi fiskal digulirkan pada tahun 2001, setiap daerah tingkat I dan II memiliki dua sumber penerimaan guna membiayai belanja mereka, yaitu pendapatan asli daerah dan dana yang ditransfer oleh pemerintahan pusat. Krisis politik dan ekonomi yang terjadi telah memicu pemerintahan daerah untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih besar mengatur urusan daerahnya masing-masing. Pada 1998, menyusul lengsernya Presiden Soeharto, terdapat tekanan untuk mereformasi setiap kebijakan yang bernuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di antara kebijakan dimaksud adalah adanya beberapa daerah yang mempunyai sumber daya alam yang berlimpah namun memperoleh bagi hasil pendapatan yang tidak fair dari pemerintahan pusat (Iskandar, 114: 2001).

Selanjutnya, pada tahun 1999 pemerintahan Habibie meluncurkan dua produk hukum fenomenal yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah


(2)

Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang membawa Indonesia memasuki era baru dalam desentralisasi di bidang fiskal (fiscal decentralization atau fiscal federalism). Dua produk legislasi tersebut disusun untuk menciptakan otonomi antardaerah dan mendorong sistem pemerintahan yang lebih demokratis, sehingga dengan paradigma desentralisasi fiskal yang baru diharapkan provinsi dan kabupaten/kota dapat mengambil alih semua peran pemerintahan pusat kecuali lima hal yaitu pertahanan dan keamanan, kebijakan luar negeri, peradilan, kebijakan ekonomi makro, dan perencanaan nasional (Iskandar, 2012: 114).

Seiring dengan proses pembaruan terhadap isu otonomi dan desentralisasi, pemerintahan pusat telah melakukan revisi atas UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah menjadi UU No. 33 Tahun 2004. Menurut undang-undang tersebut, sumber-sumber pendanaan kegiatan pemerintahan daerah terdiri atas pendapatan a sli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan asli daerah terdiri dari komponen pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Secara umum Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) digolongkan ke dalam bentuk unconditional transfer atau biasa disebut dengan transfer tak bersyarat, sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK)


(3)

digolongkan ke dalam bentuk conditional transfer atau biasa disebut dengan transfer bersyarat (Brojonegoro dan Vazquez, 2005).

Perubahan iklim politik dalam negeri yang terjadi lima belas tahun lalu sebenarnya memberikan momentum bagi upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat. Adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, menjadikan setiap daerah memiliki kewenangan besar untuk mengelola daerahnya sendiri. Daerah dianggap sebagai pihak yang paling mampu memahami potensi dan problem lokal. Perubahan ini juga memungkinkan masyarakat memiliki hak dan kedaulatan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara langsung dan demokratis. Mardiasmo (2004) dalam Syahputra (2010: 9) mengatakan, berdasarkan pengamatan dan analisis para pakar diperoleh kesimpulan bahwa, sesungguhnya tuntutan yang mendesak dalam perluasan otonomi daerah ada tiga pokok permasalahan. Pertama, sharing of power. Kedua, distribution of income. Ketiga, kemandirian sistem manajemen di daerah.

Pada dasarnya, transfer pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah dapat dibedakan atas bagi hasil pendapatan (revenue sharing) dan bantuan (grants). Banyak literatur mengenai ekonomi dan keuangan publik menerangkan beberapa alasan mengapa transfer dari pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah sangat diperlukan. Paling tidak ada lima alasan yang mendukung diselenggarakannya transfer dari pusat ke daerah. Kelima alasan tersebut, menurut Mulyana et. al. (2006) yaitu menjaga atau menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh pelosok negeri. Selain itu, tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan keuangan horisontal antardaerah, mengurangi kesenjangan vertikal


(4)

pusat-daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antardaerah, dan untuk menciptakan stabilisasi aktifitas perekonomian di daerah.

Kemampuan fiskal merupakan isu penting dan strategis, karena di masa mendatang pemerintahan daerah diharapkan dapat mengurangi ketergantungannya secara finansial kepada pemerintahan pusat. Sayangnya, alokasi transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintahan daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara maksimal. Keadaan tersebut juga ditemui pada kasus pemerintahan daerah kabupaten dan kota di Indonesia.

Grafik 1.1 Rasio Ketergantungan Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

Grafik di atas memberikan potret rasio PAD dan dana transfer (DAU, DBH, DAK) terhadap total pendapatan seluruh pemda yang dikelompokkan per provinsi. Perhitungannya dilakukan dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada satu provinsi kemudian membaginya dengan total pendapatan untuk wilayah


(5)

yang sama. Hal yang sama juga berlaku untuk rasio dana transfer. Secara agregat (provinsi, kabupaten, dan kota), rata-rata rasio PAD terhadap total pendapatan hanya sebesar 17% dan rata-rata rasio dana transfer terhadap total pendapatan mencapai hingga 82%, sedangkan sekitar 1% lainnya merupakan rasio Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah terhadap total pendapatan. Kenyataan ini tidak sejalan dengan tujuan otonomi, yaitu memandirikan daerah dengan segala potensi yang dimilikinya. Saat pemerintahan daerah merespon (belanja) lebih banyak menggunakan dana transfer daripada menggunakan kemampuan (pendapatan) sendiri, maka itu disebut flypaper effect. Flypaper effect merupakan fenomena utama dalam penelitian ini (Kuncoro, 2007: 2).

Terdapat suatu teori yang menjelaskan tentang perkembangan belanja pemerintahan, di antaranya adalah teori Peacock dan Wiseman. Peacock dan Wiseman mengemukakan teori mengenai perkembangan belanja pemerintahan. Teori Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa meningkatnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah (tetap), dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintahan juga semakin meningkat. Karenanya, dalam keadaan normal, meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan penerimaan pemerintahan semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintahan yang menjadi semakin besar pula. Pengeluaran tersebut digunakan untuk administrasi pembangunan dan kegiatan belanja pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Anggaran-anggaran tersebut tenatu akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi (Purnomo, 2011: 6).


(6)

Berdasarkan teori tersebut, idealnya, peningkatan belanja pemerintahan daerah harusnya berkorelasi dengan peningkatan pendapatan dari optimalisasi pajak. Namun, pada kenyataannya banyak daerah yang masih tergantung pada dana transfer dari pusat karena minimalnya PAD. Data APBD 2013 menunjukkan rata-rata secara agregat komposisi dana transfer (DAU, DBH, dan DAK) dalam pendapatan daerah mencapai 66,3 persen.

Grafik 1.2 Komposisi Pendapatan Daerah

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

Grafik menunjukkan besaran jumlah uang dan persentase dari ketiga sumber pendapatan daerah. Terlihat bahwa dana perimbangan masih mendominasi sumber Pendapatan Daerah yaitu sebesar sebesar 66,3% atau Rp 432,697 triliun, sedangkan PAD hanya sebesar 21,5% atau sebesar Rp140,302 triliun dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar 12,2% atau sebesar Rp79,866 triliun (Ditjen Perimbangan Keuangan, 2013).

Hal tersebut di atas menggambarkan porsi bantuan dari pemerintahan pusat masih sangat mendominasi pendapatan (penerimaan) daerah. Artinya, angka belanja daerah sudah tidak sinkron dengan angka PAD. Fenomena ini perlu dikaji,


(7)

karena jika dilihat berdasarkan data yang ada, potensi ekonomi yang dimiliki daerah untuk mengembangkan PAD masih cukup besar, namun potensi tersebut belum dapat digali dengan baik.

Sumatera Utara, sebagai contoh tahun 2003, Kabupaten Nias dimekarkan menjadi Nias dan Nias Selatan. Empat tahun kemudian, dari Kabupaten Nias lahir tiga daerah otonom baru, yaitu Kabupaten Nias Barat dan Nias Utara serta Kota Gunungsitoli. Setelah pemekaran, gedung-gedung baru dibangun, pejabat baru ditunjuk, pegawai negeri sipil direkrut. Namun, pelayanan kepada masyarakatnya masih mengecewakan. Beberapa kali investor asing yang ingin menanamkan modalnya melakukan kunjungan ke Nias, namun, kunjungan tersebut tak kunjung membuahkan hasil karena minimnya infrastruktur yang ada. Infrastruktur jalan, misalnya, tidak tersedia dengan baik. Dari Kota Gunungsitoli menuju Nias Barat, yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu satu jam, harus ditempuh dalam waktu lebih dari dua jam karena kondisi jalan yang rusak.

Akibatnya, pembangunan ekonomi pun lambat dan pemekaran nyaris tak memberikan manfaat. Angka kemiskinan relatif tetap. Angka kemiskinan di Kabupaten Nias pada 2008 mencapai 25,19 persen penduduk, memang setelah dimekarkan menurun menjadi 19,98 persen pada 2010. Boleh jadi, hal itu dikarenakan penduduk miskin tersebar di daerah-daerah yang dimekarkannya. Buktinya, angka kemiskinan di Nias Utara yang pada 2010 sebesar 31,94 persen, Nias Barat sebesar 30,89 persen, dan Kota Gunungsitoli sebesar 33,87 persen, pada 2013 masih berkisar di angka 30 persen alias penurunannya tidak signifikan (Wirasti dan Herin, 2015: 167).


(8)

Anggaran lebih banyak habis untuk operasional pegawai daripada belanja pembangunan sehingga terkesan hanya sebagian elite yang menikmati pemekaran. Menurut pengamat otonomi daerah dari Universitas Sumatera Utara, Heri Kusmanto, daerah baru cenderung mengandalkan dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dari transfer pemerintahan pusat tanpa ada upaya yang optimal untuk mencari sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD). Kondisi tersebut merupakan indikasi flypaper effect, yang mencerminkan belum mandirinya suatu daerah otonom. Lebih parah lagi, belum juga terbukti mandiri, muncul lagi usulan pemekaran baru. Lima kabupaten/kota tersebut diusulkan menjadi satu provinsi baru, Provinsi Kepulauan Nias, terpisah dari Sumatera Utara. Langkah yang hanya akan semakin membelenggu masyarakatnya (Wirasti dan Herin, 2015: 167).

Tercapainya kemandirian daerah otonom merupakan harapan yang besar dari pemerintahan daerah untuk membangun daerah berdasarkan kemampuan dan inisiasi daerah sendiri. Namun faktanya, dari tahun ke tahun harapan itu dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Fakta yang sering terjadi saat ini, daerah terlalu bergantung pada dana alokasi umum untuk membiayai belanja daerahnya, tanpa berusaha mengoptimalkan, mengembangkan serta menggali sumber-sumber potensi pendapatan daerah.

Fakta tersebut di atas secara umum memperlihatkan bahwa perilaku fiskal pemerintahan daerah dalam merespon transfer dari pemerintahan pusat menjadi perhatian utama dalam menunjang efektivitas transfer. Bukti empiris mengenai respon pemerintahan daerah untuk transfer dan pendapatan sendiri (pajak) telah


(9)

banyak dibahas oleh beberapa peneliti, misalnya Kuncoro, 2007; Schoeman, 2011; Messina dan Gennari, 2012; dan Panggabean, 2014. Hasil analisisnya tidak berbeda. Artinya, ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka stimulus atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan stimulus yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Saat pemerintahan daerah merespon (belanja) lebih banyak dengan menggunakan dana transfer daripada menggunakan kemampuan (pendapatan) sendiri, maka itu disebut flypaper effect.

Menariknya, sebagai antitesis penelitian-penelitian sebelumnya, adalah penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2012). Iskandar meneliti kemungkinan terjadinya flypaper effect pada unconditional grants di Jawa Barat. Hasilnya ditemukan bahwa nilai koefisien pendapatan asli daerah (PAD) lebih besar dari unconditiona l grants dan keduanya signifikan. Ini menunjukkan tidak terjadinya flypa per effect di Jawa Barat. Dalam artian kapasitas fiskal kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap belanja daerah daripada pengaruh dana alokasi umum terhadap belanja daerah. Provinsi Jawa Barat telah mandiri dari segi keuangan karena telah mampu bertumpu pada kemampuan keuangan daerah itu sendiri.

Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian terdahulu dan temuan-temuan fakta baru di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan semacam penelitian pengembangan, sebagai sebuah upaya melengkapi hasil penelitian-penelitian terdahulu, sehingga diharapkan, hasilnya lebih mencerminkan kondisi Sumatera Utara saat ini yang sesungguhnya. Penelitian ini diberi judul Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan PDRB Terhadap


(10)

Belanja Daerah (Studi pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009-2013)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diidentifikasi suatu rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, dan PDRB berpengaruh terhadap Belanja Daerah baik secara simultan maupun parsial pada Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?

2. Apakah terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?

3. Jika terjadi Flypaper Effect, apakah ada perbedaan pada Pemerintahan Kabupaten/kota yang nya tinggi dengan Kabupaten/kota yang PAD-nya rendah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, PDRB berpengaruh terhadap Belanja Daerah baik secara simultan maupun parsial pada Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.


(11)

2. Untuk mengetahui apakah terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk membuktikan secara empiris kemungkinan adanya perbedaan Flypa per Effect antara Pemerintahan Kabupaten/kota yang PAD-nya tinggi dengan Kabupaten/kota yang PAD-nya rendah.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa kegunaan dalam penelitian ini berupa kontribusi empiris, teori, dan kebijakan. Di antaranya dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Kontribusi kebijakan, memberi masukan bagi pemerintahan daerah sebagai pertimbangan atau evaluasi dalam menentukan kebijakan penggunaan anggaran dari transfer pemerintahan pusat, sehingga pemerintahan daerah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk memaksimalkan semua potensi pendapatan yang ada.

2. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan secara praktis yang dihubungkan dengan teori yang diperoleh.

3. Kontribusi teori bagi calon peneliti selanjutnya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau sumber referensi terpercaya dalam upaya pengembangan penelitian yang lebih komprehensif.

4. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan akan melengkapi temuan-temuan empiris yang telah ada di bidang Akuntansi Pemerintahan untuk kemajuan dan pengembangan karya ilmiah di masa yang akan datang.


(1)

Berdasarkan teori tersebut, idealnya, peningkatan belanja pemerintahan daerah harusnya berkorelasi dengan peningkatan pendapatan dari optimalisasi pajak. Namun, pada kenyataannya banyak daerah yang masih tergantung pada dana transfer dari pusat karena minimalnya PAD. Data APBD 2013 menunjukkan rata-rata secara agregat komposisi dana transfer (DAU, DBH, dan DAK) dalam pendapatan daerah mencapai 66,3 persen.

Grafik 1.2 Komposisi Pendapatan Daerah

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

Grafik menunjukkan besaran jumlah uang dan persentase dari ketiga sumber pendapatan daerah. Terlihat bahwa dana perimbangan masih mendominasi sumber Pendapatan Daerah yaitu sebesar sebesar 66,3% atau Rp 432,697 triliun, sedangkan PAD hanya sebesar 21,5% atau sebesar Rp140,302 triliun dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar 12,2% atau sebesar Rp79,866 triliun (Ditjen Perimbangan Keuangan, 2013).

Hal tersebut di atas menggambarkan porsi bantuan dari pemerintahan pusat masih sangat mendominasi pendapatan (penerimaan) daerah. Artinya, angka belanja daerah sudah tidak sinkron dengan angka PAD. Fenomena ini perlu dikaji,


(2)

karena jika dilihat berdasarkan data yang ada, potensi ekonomi yang dimiliki daerah untuk mengembangkan PAD masih cukup besar, namun potensi tersebut belum dapat digali dengan baik.

Sumatera Utara, sebagai contoh tahun 2003, Kabupaten Nias dimekarkan menjadi Nias dan Nias Selatan. Empat tahun kemudian, dari Kabupaten Nias lahir tiga daerah otonom baru, yaitu Kabupaten Nias Barat dan Nias Utara serta Kota Gunungsitoli. Setelah pemekaran, gedung-gedung baru dibangun, pejabat baru ditunjuk, pegawai negeri sipil direkrut. Namun, pelayanan kepada masyarakatnya masih mengecewakan. Beberapa kali investor asing yang ingin menanamkan modalnya melakukan kunjungan ke Nias, namun, kunjungan tersebut tak kunjung membuahkan hasil karena minimnya infrastruktur yang ada. Infrastruktur jalan, misalnya, tidak tersedia dengan baik. Dari Kota Gunungsitoli menuju Nias Barat, yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu satu jam, harus ditempuh dalam waktu lebih dari dua jam karena kondisi jalan yang rusak.

Akibatnya, pembangunan ekonomi pun lambat dan pemekaran nyaris tak memberikan manfaat. Angka kemiskinan relatif tetap. Angka kemiskinan di Kabupaten Nias pada 2008 mencapai 25,19 persen penduduk, memang setelah dimekarkan menurun menjadi 19,98 persen pada 2010. Boleh jadi, hal itu dikarenakan penduduk miskin tersebar di daerah-daerah yang dimekarkannya. Buktinya, angka kemiskinan di Nias Utara yang pada 2010 sebesar 31,94 persen, Nias Barat sebesar 30,89 persen, dan Kota Gunungsitoli sebesar 33,87 persen, pada 2013 masih berkisar di angka 30 persen alias penurunannya tidak signifikan (Wirasti dan Herin, 2015: 167).


(3)

Anggaran lebih banyak habis untuk operasional pegawai daripada belanja pembangunan sehingga terkesan hanya sebagian elite yang menikmati pemekaran. Menurut pengamat otonomi daerah dari Universitas Sumatera Utara, Heri Kusmanto, daerah baru cenderung mengandalkan dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dari transfer pemerintahan pusat tanpa ada upaya yang optimal untuk mencari sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD). Kondisi tersebut merupakan indikasi flypaper effect, yang mencerminkan belum mandirinya suatu daerah otonom. Lebih parah lagi, belum juga terbukti mandiri, muncul lagi usulan pemekaran baru. Lima kabupaten/kota tersebut diusulkan menjadi satu provinsi baru, Provinsi Kepulauan Nias, terpisah dari Sumatera Utara. Langkah yang hanya akan semakin membelenggu masyarakatnya (Wirasti dan Herin, 2015: 167).

Tercapainya kemandirian daerah otonom merupakan harapan yang besar dari pemerintahan daerah untuk membangun daerah berdasarkan kemampuan dan inisiasi daerah sendiri. Namun faktanya, dari tahun ke tahun harapan itu dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Fakta yang sering terjadi saat ini, daerah terlalu bergantung pada dana alokasi umum untuk membiayai belanja daerahnya, tanpa berusaha mengoptimalkan, mengembangkan serta menggali sumber-sumber potensi pendapatan daerah.

Fakta tersebut di atas secara umum memperlihatkan bahwa perilaku fiskal pemerintahan daerah dalam merespon transfer dari pemerintahan pusat menjadi perhatian utama dalam menunjang efektivitas transfer. Bukti empiris mengenai respon pemerintahan daerah untuk transfer dan pendapatan sendiri (pajak) telah


(4)

banyak dibahas oleh beberapa peneliti, misalnya Kuncoro, 2007; Schoeman, 2011; Messina dan Gennari, 2012; dan Panggabean, 2014. Hasil analisisnya tidak berbeda. Artinya, ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka stimulus atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan stimulus yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Saat pemerintahan daerah merespon (belanja) lebih banyak dengan menggunakan dana transfer daripada menggunakan kemampuan (pendapatan) sendiri, maka itu disebut flypaper effect.

Menariknya, sebagai antitesis penelitian-penelitian sebelumnya, adalah penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2012). Iskandar meneliti kemungkinan terjadinya flypaper effect pada unconditional grants di Jawa Barat. Hasilnya ditemukan bahwa nilai koefisien pendapatan asli daerah (PAD) lebih besar dari unconditiona l grants dan keduanya signifikan. Ini menunjukkan tidak terjadinya flypa per effect di Jawa Barat. Dalam artian kapasitas fiskal kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap belanja daerah daripada pengaruh dana alokasi umum terhadap belanja daerah. Provinsi Jawa Barat telah mandiri dari segi keuangan karena telah mampu bertumpu pada kemampuan keuangan daerah itu sendiri.

Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian terdahulu dan temuan-temuan fakta baru di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan semacam penelitian pengembangan, sebagai sebuah upaya melengkapi hasil penelitian-penelitian terdahulu, sehingga diharapkan, hasilnya lebih mencerminkan kondisi Sumatera Utara saat ini yang sesungguhnya. Penelitian ini diberi judul Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan PDRB Terhadap


(5)

Belanja Daerah (Studi pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2009-2013)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diidentifikasi suatu rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, dan PDRB berpengaruh terhadap Belanja Daerah baik secara simultan maupun parsial pada Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?

2. Apakah terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?

3. Jika terjadi Flypaper Effect, apakah ada perbedaan pada Pemerintahan Kabupaten/kota yang nya tinggi dengan Kabupaten/kota yang PAD-nya rendah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, PDRB berpengaruh terhadap Belanja Daerah baik secara simultan maupun parsial pada Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.


(6)

2. Untuk mengetahui apakah terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk membuktikan secara empiris kemungkinan adanya perbedaan Flypa per Effect antara Pemerintahan Kabupaten/kota yang PAD-nya tinggi dengan Kabupaten/kota yang PAD-nya rendah.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa kegunaan dalam penelitian ini berupa kontribusi empiris, teori, dan kebijakan. Di antaranya dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Kontribusi kebijakan, memberi masukan bagi pemerintahan daerah sebagai pertimbangan atau evaluasi dalam menentukan kebijakan penggunaan anggaran dari transfer pemerintahan pusat, sehingga pemerintahan daerah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk memaksimalkan semua potensi pendapatan yang ada.

2. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan secara praktis yang dihubungkan dengan teori yang diperoleh.

3. Kontribusi teori bagi calon peneliti selanjutnya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau sumber referensi terpercaya dalam upaya pengembangan penelitian yang lebih komprehensif.

4. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan akan melengkapi temuan-temuan empiris yang telah ada di bidang Akuntansi Pemerintahan untuk kemajuan dan pengembangan karya ilmiah di masa yang akan datang.


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara

6 94 68

Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto , Investasi, Inflasi Dan Pengangguran Terhadap Pendapatan Daerah Di Provinsi Sumatera Utara

1 46 146

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Produk Domestik Regioal Bruto (PDRB) Kabupaten Dairi

4 61 102

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

3 50 114

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN, DAN BELANJA MODAL TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA.

0 0 17

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 1 35

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 4

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 15

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 2