Pertanggungjawaban Pidana Perdagangan Orang Pada Wanita Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Dan Ham (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806 PID.B 2009 PN.MDN)

1

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tindak perdagangan manusia terutama pada anak dan wanita (Trafficking)
pada masa sekarang kian marak terjadi. Hal ini telah lama berlangsung dari zaman
Mesir yang memperdagangkan budak- budak untuk di pekerjakan. Setelah zaman
semakin maju hal ini telah dilarang karena melanggar Hak Asasi Manusia yang pada
faktanya orang yang telah diperdagangkan itu akan diperlakukan semena-mena dan
digunakan tenaganya maupun kemampuannya yang tidak sebanding dengan apa yang
ia terima.
Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak adalaha kelompok yang
paling banyak diminati korban tindak pidana perdagangan orang, korban perdagangan
orang tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi lain misalnya kerja
paksa atau pelayanan paksa, perbudakan atay praktik sejenis itu. 1
Berbagai macam modus digunakan oleh para pelaku Tindak Pidana
Perdagangkan orang untuk memanipulasi korban agar dapat dijual tanpa
sepengetahuan korban.
Permasalahan ini perlu dibahas karena ingin mengetahui faktor-faktor
penyebab semakin maraknya kasus ini terjadi, siapa orang-orang yang aktif berperan

1

Moh Hatta, Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Teori Dan Praktek, Liberty
Yogyakarta,2012, hal 5

1
Universitas Sumatera Utara

2

dalam kasus ini, siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana penyelesaian
hukumnya.
Seperti laporan dari Malaysia berdasarkan data tahun 1999 dan 2000, di
wilayah perbatasan Negara tetangga Malaysia dan Singapura menunjukkan bahwa
lebih dari 4.268 orang berasal dari Indonesia dari sejumlah 6.809 orang yang terlibat
dalam kejahatan perdagangan wanita di Malaysia sebagai pekerja seks, sedangkan
dari hasil pemantauan yang disampaikan oleh US Departemen of State bahwa lebih
dari 5 juta buruh migran terdapat 20% merupakan hasil perdagangan wanita dan
anak berasal dari Indonesia, adapun Economy and Social Commission On Asia
Pasific (ESCAP) melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat tiga atau

terendah dalam upaya penanggulangan masalah perdagangan orang. 2
Jadi, dapat dikatakan perdagangan orang itu adalah setiap tindakan atau
transaksi dimana seseorang dipindahkan kepada orang lain kepada siapapun atau
kelompok demi keuntungan atau dalam bentuk lain.
Menurut Maidin Gultom ada beberapa bentuk trafficking manusia termasuk
juga yang terjadi pada anak-anak yaitu:
1.

Perdagangan anak dan perempuan dengan tujuan sebagai pembantu rumah
tangga;

2. Perdagangan anak perempuan sebagai pekerja di tempat-tempat hiburan atau
usaha lain;
3. Perdagangan anak dan perempuan sebagai pekerja seks;
2

Farhana,Aspek Hukum Pedagangan Orang Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hal 13

2
Universitas Sumatera Utara


3

4. Perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk industri pornografi dengan
dalih menjadi model iklan;
5. Eksploitasi anak perempuan untuk diperkerjakan sebagai pengedar obat-obat
terlarang;
6. Buruh migran;
7. Perempuan yang dikontrak untuk perkawinan guna mendapatkan keturunan;
8. Perdagangan bayi;
9. Perdagangan dengan tujuan diperkerjakan di jermal;
10. Eksploitasi anak sebagai pengemis; 3
Dikutip dari buku Beliau Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan
Perempuan dimana data menunjukkan di Sumatera Utara daerah korban Perdagangan
orang paling banyak terjadi di Medan yaitu sebanyak 47%, Tanjung Balai 19%, Deli
Serdang 14%, Luar Sumatera Utara 10%, dan di susul oleh Tebing Tinggi dan
Langkat yang mempunyai persantase yang sama yaitu sebanyak 5%. dalam proses
perpindahannya korban yang akan diperdagangkan, maka mereka akan dikirim ke
daerah transit. Dimaksud dengan Derah Transit itu adalah daerah-daerah tempat
singgah sementara para korban sebelum mencapai tempat tujuan mereka sebenarnya.

Biasanya di daerah tersebut mempunyai transportasi yang memadai untuk
memberangkatkan para korban, untuk di Medan tempat yang dijadikan daerah transit

3

Maidin Gultom,Perlindungan
Aditama,Bandung, 2012, hal 59

Hukum

Terhadap

Anak

Dan

Perempuan

,Refika


3
Universitas Sumatera Utara

4

perdagangan manusia adalah Pelabuhan laut Belawan, Bandara Polonia (sebelum
dipindahkannya Bandara), Padang Bulan Penginapan 4
Setelah korban perdagangan ini terjebak dan ditipu dengan keadaan yang
kenyataannya harus mereka hadapi di tempat yang tidak dikenal mereka harus
bekerja untuk menghasilkan uang atau kepuasan orang yang membelinya. mereka
juga harus berkerja keras agar dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan agar
tidak mendapat perlakuan kasar apabila mereka tidak berkerja untuk menghasilkan
uang, maka mereka harus menjalankan perintah dari “tuan” mereka, yang jika dilihat
tidak sebanding kerja keras mereka dengan yang mereka terima. selain itu mereka
juga menerima perlakuan Non-fisik seperti :
1.

Mulai dari proses rekrut sudah di tipu,diancam dan ditakut-takuti hingga
korban terpaksa menurut;


2.

Dipaksa mendatangani surat perjanjian bahwa ia datang ketempat itu dengan
keinginan sendiri;

3.

Dipaksa menadatangani surat perjanjian bahwa ketika mereka datang
ketempat itu sudah tidak perawan lagi;

4.

Dipaksa mendatangani surat perjanjian bahwa ia mengakui segala biaya yang
dikeluarkan selama perjalanan dari tempat asal ketempat asal ketempat itu dan
biaya makan di lokasi dianggap hutang dan dibayar dari upah yang ia peroleh
dari tamu;

4

Ibid,hal 60


4
Universitas Sumatera Utara

5

5.

Dipaksa mengganti nama, mengelabui bila ada keluarga atau aparat penegak
hukum yang datang mencari korban serta KTP/identitas diri lainnya ditahan
oleh orang yang membawa;

6.

Dimarahi dengan kata-kata kasar dan jorok bila tidak menurut perintah dari
“Tuannya”;

7.

Di beberapa lokasi/hotel/karoke uang dari tamu tidak diterima langsung oleh

korban tapi diterima “Tuan” mereka. Korban hanya memperoleh kupon;

8.

“Tuan” sesuka hati menetapkan harga makanan,sewa kamar dan berbagai
pembayaran hingga korban terus dililit hutang dan terikat untuk melunasi
hutang-hutang tersebut;

9.

Pura-pura diperiksa kedokter (palsu), biasanya si dokter menyatakan korban
tidak perawan. Ini adalah upaya papi/mami menipu korban hingga uang yang
diterima korban murah sementara dari tamu dibayar mahal dan dikatakan
kalau masih perawan;

10.

Perhiasan atau uang yang dimiliki korban diambil secara paksa oleh orang
yang membawa dengan alasan dititipkan agar aman;


11.

Dipaksa mandi kembang tujuh rupa atau makan telur hingga korban lupa
dengan keluarga dan tidak mau pergi dari lokasi;

12.

Dipaksa membuat surat kepada keluarga bahwa ia telah berkerja dan tidak
usah dicari karena akan pulang dalam jangka waktu tertentu seperti satu (1)
tahun;

5
Universitas Sumatera Utara

6

13.

Adanya kerjasama antar “Tuan” untuk merotasi korban dari satu loksi ke
lokasi lain, baik dalam satu daerah atau antar daerah; 5

Sesungguhnya peran masyarakat dan orang tua menjadi peranan yang penting

untuk menghalangi lajur berkembangnya kasus perdagangan ini. Karena dalam
masyarakat pasti hidup norma-norma di dalamnya yang sudah menjadi kebiasaan
untuk dipatuhi, yang apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi sosial. Sehingga
orang atau masyarakat yang didalamnya akan mematuhi peraturan itu dan saling
menjaga satu dengan lainnya dan apabila ada masyarakat yang melihat atau
mengetahui adanya transaksi perdagangan orang yang terjadi maka akan langsung
melaporkannya pada Petugas yang berwenang. dibutuhkannya adanya jalinan
silahturahmi yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Peran keluarga dikatakan
juga sangat penting karena hanya keluargalah tempat pertama atau tempat yang
paling dekat untuk setiap orang. Dengan berada dalam keluarga, orang-orang lebih
terasa terlindungi dan orang yang sudah pasti peduli dengan keadaan atau ketidak
beradaan kita di rumah.
Di Sumatera Utara yang dijadikan tempat transit, tujuan dan asal dari kasus
perdagangan orang. Karena Sumatera Utara berada pada posisi yang strategis, karena
berdekatan dengan pusat perdagangan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat
yaitu Batam. Sumatera Utara juga berdekatan dengan Malaysia dan Singapura.
Untuk masalah perdagangan anak tujuan pelacuran anak-anak perempuan dari
Sumatera Utara acap kali diperdagangakan ke Batam, Tanjung Balai Karimun untuk

5

Ibid , hal 61

6
Universitas Sumatera Utara

7

dijadikan pelacur. Juga dari luar Sumatera Utara khususnya Jawa diperdagangkan ke
Sumatera. Di Sumatera ada banyak pusat hiburan dan juga lokalisasi prostitusi.
Lokalisasi prostitusi yang terkenal adalah Bandar Baru. Diperkirakan ada sekitar
1000 orang yang diperkerjakan sebagai pelacur dan sebagian besar adalah korban
perdagangan orang .
Dari hasil survey dan investigasi yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan
Perlindungan Anak terhadap sejumlah Media Masa lokal dan Laporan Kepolisian
Sumatera Utara ditemukan sejumlah kasus perdagangan anak yang berhasil
dilaporkan ke polisi dan sejumlah kasus yang berhasil disidangkan kepengadilan.
B.

Perumusah Masalah

1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang berdasarkam UU
No.21 Tahun 2007 di Indonesia dan kaitannya dengan Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana penyelesaian Tindak Pidana Perdagangan Orang sudah Memenuhi
rasa keadilan dan sesuai engan Ketentuan Undang-Undang dalam Putusan?
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806/PID.B/2009/P.N MDN)
C.

Keaslian Penulisan
Skripsi ini merupakan karya tulis asli yang bisa dibuktikan keasliannya,

skripsi ini membahas tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan unsur
penipuan dan pengeksploitasian pada wanita. Dimana penulisan skripsi ini dibuat
dengan tujuan untuk menyelesaikan program S1 Fakultas Hukum USU.

7
Universitas Sumatera Utara

8

Penulisan skripsi ini mencari refrensi dan informasi dari buku-buku tentang
Hukum Pidana khususnya, Situs-Situs Internet, dan Narasumber yang berhubungan
dengan skripsi penulis. Serta keaslian penulisan juga dapat dibuktikan dari adanya
penegasan dari pihak bagian administrasi/jurusan hukum pidana.
D.

Tujuan dan manfaat penulisan
Tujuan kegiatan penelitian ini dilakukan agar dapat menyajikan data yang

akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap korban
perdagangan perempuan (women trafficking) di Indonesia.
b. Meneliti apakah dalam prakteknya penyelesaian kasus Tindak Pidana
Perdagangan Orang ini telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Untuk memperluas wawasan dan memperdalam pengetahuan Penulis
dibidang Hukum Pidana khususnya terkait perlindungan hukum terhadap korban
perdagangan Orang (trafficking).
Suatu penelitian akan sangat berguna bila hasilnya memberikan manfaat, tidak
hanya bagi saya, tetapi juga bermanfaat bagi setiap orang yang menggunakannya.
Adapun

manfaat

dari

penelitian

ini

adalah

sebagai

berikut

:

8
Universitas Sumatera Utara

9

1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya, terutama dalam bagian
Hukum Pidana.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur
kepustakaan hukum pidana tentang perlindungan hukum terhadap korban
perdagangan orang (Trafficking).
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, pedoman, atau
landasan teori hukum terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir sistemis dan dinamis,
sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan saya dalam menerapkan
ilmu hukum yang diperoleh dalam bangku kuliah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di
bidang hukum bagi setiap pihak yang terkait seperti pemerintah, praktisi hukum,
dan akademisi.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan maupun pola
pikir kritis dan dinamis bagi saya serta semua pihak yang menggunakannya dalam
penerapan ilmu hukum dalam kehidupan.

9
Universitas Sumatera Utara

10

E.

Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan
petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau
tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.
Dalam Pasal 34 Naskah Rancangan KUHP Baru (1991/1992) dirumuskan bahwa
pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak
pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Secara subjektif kepada pembuat
yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana) untuk dapat dikenai
pidana

karena

perbuatannya

itu.

Sedangkan,

syarat

untuk

adanya

pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka harus ada unsur
kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.
Pasal 27 konsep KUHP 1982/1983 mengatakan pertanggungjawaban pidana
adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindakan berdasarkan hukum
yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat undangundang

yang

dapat

dikenai

pidana

karena

perbuatannya

itu.

Konsep Rancangan KUHP Baru Tahun 2004/2005, di dalam Pasal 34 memberikan
definisi pertanggungjawaban pidana sebagai berikut:
Pertanggungjawaban pidana ialah diteruskannya celaan yang objektif yang
ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi

10
Universitas Sumatera Utara

11

syarat

untuk

dapat

dijatuhi

pidana

karena

perbuatannya

itu.

Di dalam penjelasannya dikemukakan, Tindak pidana tidak berdiri sendiri, itu baru
bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti setiap orang
yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana.
Sistem

Pertanggungjawaban

Pidana

Dalam

Hukum

Pidana

Positif

Pembicaraan mengenai pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan dari
pembicaraan

mengenai

perbuatan

pidana.

Orang

tidak

mungkin

dipertanggungjawabkan untuk dipidana, apabila ia tidak melakukan tindak pidana.
Pada umumnya, masyarakat sering menggambarkan bahwa dalam menjatuhkan
pidana unsur “ tindak pidana” dan “pertanggungjawaban pidana” harus dipenuhi.
Gambaran

itu

dapat

dilihat

dalam

bentuk

skema

berikut:

TINDAK PIDANA + PERTANGGUNGJAWABAN = PIDANA
Unsur tindak pidana dan kesalahan (kesengajaan) adalah unsur yang sentral dalam
hukum pidana. Unsur perbuatan pidana terletak dalam lapangan objektif yang
diikuti oleh unsur sifat melawan hukum, sedangkan unsur pertanggungjawaban
pidana merupakan unsur subjektif yang terdiri dari kemampuan bertanggung jawab
dan adanya kesalahan (kesengajaan dan kealpaan).
A. Sistem Pertanggungjawaban Pidana dalam KUHP;

KUHP tidak menyebutkan secara eksplisit sistem pertanggung jawaban pidana
yang dianut. Beberapa pasal KUHP sering menyebutkan kesalahan berupa
kesengajaan atau kealpaan. Namun, kedua istilah tersebut tidak dijelaskan

11
Universitas Sumatera Utara

12

lebih lanjut oleh undang-undang tentang maknanya. Jadi, baik kesengajaan
maupun kealpaan tidak ada keterangan lebih lanjut dalam KUHP.
B. SistemPertanggungjawaban Pidana di Luar KUHP;

Untuk

mengetahui

kebijakan

legislatif

dalam

menetapkan sistem

pertanggungjawaban pidana di luar KUHP, Seperti contoh dalam perundangundangan dibawah ini :
1. UU No. 7 Drt. Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi;
2. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. UU No.35 Tahun tentang Narkotika 2009.

Undang-undang tersebut sengaja dipilih khusus yang menyimpang dari ketentuan
KUHP dan KUHAP yang bersifat umum, terutama mengenai subjek delik dan
pertanggungjawaban

pidana,

serta

proses

beracara

di

pengadilan.

Dari masing-masing undang- undang tersebut dapat dianalisis kecenderungan
legislatif dalam menetapkan sistem pertanggungjawaban pidana sesuai dengan
perkembangan sosial ekonomi Masyarakat yang berdampak pada perkembangan
kejahatan.
Negara-negara

civil

law

maupun

common

law,

umumnya

pertanggungjawaban pidana dirumuskan secara negatif. Hal ini berarti dalam hukum
pidana Indonesia, sebagaimana civil law system lainnya, undang-undang justru
merumuskan

keadaan-keadaan

yang

dapat

menyebabkan

pembuat

tidak

12
Universitas Sumatera Utara

13

dipertanggungjawabkan. Perumusan pertanggungjawaban pidana secara negatif dapat
terlihat dari ketentuan Pasal 44, 48, 49, 50, dan 51 KUHP 6. Kesemuanya
merumuskan hal-hal yang dapat mengecualikan pembuat dari pengenaan pidana.
Perumusan negatif tersebut berhubungan dengan fungsi represif hukum
pidana. Dalam hal ini, dipertanggungjawabkannya seseorang dalam hukum pidana
berarti dipidana. Dengan demikian, konsep pertanggungjawaban pidana merupakan
syarat-syarat yang diperlukan untuk mengenakan pidana terhadap seorang pembuat
tindak pidana.
Pertanggungjawaban pidana dapat dihubungkan dengan fungsi preventif
hukum pidana. Pada konsep tersebut harus terbuka kemungkinan untuk sedini
mungkin pembuat menyadari sepenuhnya konsekuensi hukum perbuatannya. Dengan
demikian, konsekuensi atas tindak pidana merupakan risiko yang sejak awal
dipahami oleh pembuat.
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap
tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu

6

Pasal 44 ;barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau
terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana.
Pasal 48 ; barangsiapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak
dipidana.
Pasal 49 ; barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada
serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun
orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang
lain, tidak dipidana.
Pasal 50 ; barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang tidak dipidana.
Pasal 51 ; barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

13
Universitas Sumatera Utara

14

adalah tindak pidana yang dilakukannya. Maka, terjadinya pertanggungjawaban
pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang.
Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang
dibangun oleh hukum pidana untuk berekasi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan
menolak” suatu perbuatan tertentu. 7
2. Pengertian Perdagangan Orang
Dalam UU No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang,
Pasal 2 merumuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap orang yang
melakukan perengkrutan,pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau
penerimaan seseorang dengan ancaman penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan hutang atau member bayaran atau manfaat, walaupun memperoleh
persetujuan dari orang yang melanggar persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut diwilayah Negara
Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan
paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 dan paling
banyak Rp.600.000.000,00.
Pengertian perdagangan orang, menyatakan : “setiap orang yang melakukan
perekrutan, pengiriman penyeraha terimaan orang dengan menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan

7

http://princemalekrove.blogspot.com/2012/05/pertanggungjawaban-pidana.html diakses
pada tanggal 10 juli 2014, pukul 11.15 Wib.

14
Universitas Sumatera Utara

15

kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan hutang, untuk tujuan
,mengeksploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana
karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun”.
Dalam Protocol to Prevent, suppress and Punish Trafficking in Persons
Especially Women and Children Supplementing the United Nation Convention
Against Transnational Organized Crime tahun 2000, yang dimaksud dengan
perdagangan orang “rekrutment, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau
penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentukbentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuanm atau pencurangan atau
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian
bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk
eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya,kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi
illegal ataupun pengambilan organ-organ tubuh.” 8
Orang-orang yang dijual umumnya berasal dari daerah miskin dimana
peluang untuk mendapatkan penghasilan amat terbatas. Bisa juga mereka berasal dari
korban pengungsian atau orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal.
Kebanyakan dari mereka masuk ke negara lain dibawa oleh traffickers melalui

8

Kementrian kordinator bidang kesejahteraan rakyat, penghapusan perdagangan orang di
Indonesia, (Jakarta,2005), hal.2

15
Universitas Sumatera Utara

16

perbatasan. Karena kontrol yang kurang diperbatasan inilah, mereka bisa dengan
leluasa lolos dan masuk ke negara tersebut.
Dan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara No. 6
tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak menyatakan
bahwa : “Perdagangan manusia adalah tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi
salah satu atau lebih tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau
lebih unsur-unsur perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan perempuan dan anak
dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculika,
penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi rentan, atau penjeratan
utang untuk tujuan atau berakibat meneksploitasi perempuan dan anak”.
Sedangkan perdagangan anak umumnya dilakukan oleh orang tua yang benarbenar miskin. Alasan mereka menjual anaknya adalah untuk membayar hutang atau
untuk mendapatkan uang. Ada juga yang menjual anaknya karena belum siap untuk
mengurus anak tersebut sehingga mereka dijual dengan harapan bisa memperoleh
masa depan yang lebih baik. Di Afrika Barat, penjualan anak kerap terjadi akibat
kematian satu atau kedua orang tuanya yang disebabkan oleh HIV Aids. 9
3. Pengertian Pelaku dan Korban Perdagangan.
Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang
yaitu Undang-Undang No. 21 tahun 2007, yang dimaksud dengan pelaku adalah yang
terkandung dalam pasal 2 Undang-undang ini, yaitu setiap orang yang melakukan

9

http://duniaclassik.blogspot.com/2013/04/human-trafficking-forced-labor.html, diakses pada
tanggal 14 juli 2014, pukul 09.24 Wib

16
Universitas Sumatera Utara

17

perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
seseorang seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain.
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.
4. Perkembangan Peraturan PerUUan perdagangan orang di Indonesia.
Sebelum masuknya Belanda ke wilayah Indonesia berlaku Hukum Pidana
Adat dibidang kepidanaan. Setelah Belanda masuk dan menjajah Indonesia maka
terjadi dualisme hukum pidana, yaitu:
a. Hukum pidana yang berlaku bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya, yaitu
Wetboek van Strafrecht voor de Eropeanen.
b. Hukum pidana yang berlaku bagi orng-orang bumi putera dan golongan Timur
Asing (arab, cina, india dan sebagainya), yaitu Wetboek van Strafrecht.
Kedua hukum pidana di atas diadakan oleh pemerintah Belanda dengan
bersumber pada hukum pidana Prancis, yaitu Code Penal, yang lahir pada masa
Napoleon Bonaparte.
Pada tahun 1915 diumumkan adanya KUHP yang baru dan KUHP tersebut
berlaku 1 januari 1918 bagi semua penduduk di Indonesia dengan menghapus kedua
KUHP yang berlaku sebelum tahun 1918. Dalam KUHP ini bersumber langsung dari

17
Universitas Sumatera Utara

18

KUHP Nasional Belanda yang sudah ada sejak tahun 1866 dengan perubahanperubahan untuk diberlakukan di Indonesia.
Pada masa pemerintahan Belanda KUHP 1918 ini masih berlaku, kecuali
untuk kepentingan pemerintahannya dalam beberapa hal tertentu pemerintah Jepang
mengeluarkan juga maklumat-maklumat yang memuat ketentuan pidana.
Setelah merdeka dan disahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 maka
berdasarkan pasal II aturan Peralihan UUD 1945, semua lembaga Negara dan
peraturan hukum yang ada pada waktu itu. Pada masa agresi militer Belanda terjadi
dualisme hukum karena belanda membawa hukum Pidananya dengan nama Wetboek
Van Strafrecht Voor Indonesia dan yang berlaku di Indonesia adalah Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsche Indie. Kemudian berakhir dengan dikeluarkannya
Undang- Undang Nomor 73 tahun 1958 tentang menyatakan berlakunya UndangUndang Nomor 1 tahun 1946 Republik Indonesia dan mengubah Kitab UndangUndang Hukum Pidana dan kemudian diterjemahkan menjadi KUHP yang digunakan
sampai saat ini.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini saya memakai Metode Kajian Hukum Positif yang
meliputi dengan cara-cara:
1. Jenis Penelitian

18
Universitas Sumatera Utara

19

Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif
(yuridis normatif), dengan cara melakukan penelitian terhadap pustaka (library
research).
2. Jenis Data dan Sumber Data
a. Jenis Data
Penelitian skripsi ini menggunakan jenis data sekunder. Data sekunder yaitu
bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer.
b. Sumber Data
Sumber data sekunder ini mencakup tiga bahan hukum, yaitu :
1) Bahan hukum primer adalah bahan tulisan yang berupa undang-undang, di
mana dalam penulisan ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana dan Undang Hukum Pidana.
2) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang diperoleh berasal dari buku,
jurnal, artikel, skripsi, dokumen yang diperoleh dari internet, serta hasilhasil penelitian dan tulisan-tulisan dari kalangan ahli hukum.
3) Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus kamus bahasa dan kamus hukum yang relevan dengan
skripsi ini.

19
Universitas Sumatera Utara

20

3. Alat Pengumpulan Data
Penelitian skripsi ini menggunakan analisis kasus berdasarkan relevansinya
dengan permasalahan yang diteliti untuk kemudian dikaji sebgai suatu kesatuan yang
utuh juga melakukan penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan
mengumpulkan buku-buku atau literatur-literatur yang berkenaan dengan materi
skripsi.
4. Analisis Data
Adapun metode analisis data yang dilakukan adalah metode kualitatif. Metode
kualitatif lebih menekankan kepada kebenaran berdasakan sumber-sumber hukum
dan doktrin yang ada, bukan dari segi kuantitas kesamaan data yang diteliti.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan dengan melakukan penelitian
yang bersifat deskriptif analitis yaitu dengan memberikan penjelasan mengenai
proses pemeriksaan saksi di pengadilan, serta pemaparan mengenai pertimbangan
hakim dalam meringankan dan memberatkan terdakwa dalam putusannya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika

penulisan

hukum

dalam

penelitian

ini

meliputi

:

BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini saya menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, Keaslian penulisan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode
penelitian

yang

digunakan

dalam

penyusunan

penulisan

hukum

ini.

BAB II : Tinjauan Pustaka.

20
Universitas Sumatera Utara

21

Pada bab ini Penulis menguraikan Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan
Orang dalam perspektif UU No. 21 Tahun 2007 dan UU No. 39 Tahun 2009 tentang
Hak Asasi Manusia serta modus operandi, faktor-faktor terjadinya perdagangan
orang, sanksi-sanksi yang mengikatnya serta undang-undang lain yang berhubungan
dengan perdagangan orang.
BAB III : Pembahasan Dan Hasil Penelitian
Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai posisi kasus yang dijadikan
acuan permasalahan, dakwaan, tuntutan serta putusan dari kasus tersebut (Studi
Putusan Pengadilan negeri Medan No.806/PID.B/2009/PN.MDN). Dalam bab ini
juga berisi analisa penulis mengenai hasil putusan melalui perspektif hukum, undangundang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan undang-undang Hak Asasi
Manusia..
BAB IV : Penutup
Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh
dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat
Penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum
ini.

21
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Perdagangan Orang Pada Wanita Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Dan Ham (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806/PID.B/2009/PN.MDN)

0 6 91

Pertanggungjawaban Pidana Perdagangan Orang Pada Wanita Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Dan Ham (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806 PID.B 2009 PN.MDN)

0 0 10

Pertanggungjawaban Pidana Perdagangan Orang Pada Wanita Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Dan Ham (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806 PID.B 2009 PN.MDN)

1 1 1

Pertanggungjawaban Pidana Perdagangan Orang Pada Wanita Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Dan Ham (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806 PID.B 2009 PN.MDN)

0 1 37

Pertanggungjawaban Pidana Perdagangan Orang Pada Wanita Dibawah Umur Dalam Perspektif Hukum Dan Ham (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806 PID.B 2009 PN.MDN)

0 0 2

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

1 1 8

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 1

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 1 23

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 15

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

0 0 3